Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 24

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Stase Keperawatan Gerontik
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian Proposal
untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

JAJANG AHMAD SAPUTRA


214120043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
I. Konsep Darsar Lansia
A. Pengertian Lansia
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki
tahapan akhir dari fase kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia
ini akan mengalami suatu proses yang disebut Aging Process atau proses
penuaaan.(Wahyudi, 2008).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua
(Nugroho, 2006 dalam Kholifah, 2016).
Lansia merupakan tahap akhir dari proses penuaan. Proses
menjadi tua akan dialami oleh setiap orang. Masa tua merupakan masa
hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang akan
mengalami kemunduran fisik, mental dan social secara bertahap
sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari (tahap penurunan).
(Kholifah, 2016).

B. Karakteristik Lansia
Karakteristik Lansia Menurut Bustan (2007) ada beberapa
karakterisktik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia yaitu:
1. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
2. Status Perkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.
3. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal
bersama anak atau keluarga lainnya.
C. Klasifikasi Lansia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.
Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi :
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun.
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun.

D. Tipe Lansia
Tipe lansia dibagi menjadi lima tipe yaitu tipe arif bijaksana, tipe
mandiri, tipe tidak puas, tipe pasrah dan tipe bingung.
1. Tipe arif bijaksana, yaitu kaya dengan hikmah,
pengalaman,menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, yaitu menganti kegiatan yang hilang dengan yang baru,
selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, yaitu konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulitdilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah, yaitu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja.5. Tipe bingung,
yaitu mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh
(Nugroho, 2008)

E. Tugas Perkembangan Lansia


Menurut Erikson (dalam Maryam,2008: 40) kesiapan lansia untuk
menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi
oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila tahap
tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan
teratur dan baik dan bisa membina hubungan yang serasi dengan orang-
orang sekitarnya, pada otomatis di usia lanjut ia akan tetap melakukan
kegiatan yang biasa ia lakukan ketika tahap perkembangan sebelumnya,
seperti olahraga, mengembangkan hobi, bercocok tanam dan lain-lain.
Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1) Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2) Mempersiapkan diri untuk pensiun
3) Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4) Mempersiapkan kehidupan baru
5) Melakukakn penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secarasantai
6) Mempersiapkan diri untu kematiannya dan kematian pasangannya.

F. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


a. Perubahan Fisik
1) Kardiovaskuler
kemampuan memompa darah menurun, elastisitsas pembuluh
darah menurun, dan meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
2) Respirasi
Elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga
menarik napas lebih berat, dan terjadi penyempitan bronkus.
3) Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku.
4) Gastrointestinal
Esophagus membesar, asam lambung menurun, lapar menurun
dan peristaltik menurun.
5) Persyarafan
Saraf panca indra mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon.
6) Vesika urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun dan retensi urin.
7) Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis. Elastisitas menurun,
vaskularisasi menurun, rambut memutih dan kelenjar keringat
menurun (Nugroho, 2008).
b. Perubahan Sosial
Perubahan fisik yang dialami lansia seperti berkurangnya fungsi indera
pendengaran, pengelihatan, gerak fisik dan sebagainya menyebabkan
gangguan fungsional, misalnya badannya membungkuk, pendengaran
sangat berkurang, pengelihatan kabur sehingga sering menimbulkan
keterasingan.
Keterasingan ini akan menyebabkan lansia semakin depresi, lansia
akan menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain (Darmajo, 2009).
c. Perubahan Mental dan Psikologis
Pada lansia pada umumnya juga akan mengalami penurunan fungsi
kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan
reaksi dan perilaku lansia semakin lambat. Sementara fungsi kognitif
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti
gerakan, tindakan, koordinasi menurun, yang berakibat lansia menjadi
kurang cekatan (Nugroho, 2008).
d. Perubahan Spritual
Agama atau kepercayaan makin terintergrasi dalam kehidupannya, hal
ini terlihat dari cara dalam berpikir dan betindak dalam sehari-hari.
II. Konsep Penyakit Stroke
A. Definisi
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak
yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan
peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan
saja (Muttaqin, 2008).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal
maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau
pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat
pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan
oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan
fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

B. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
a) Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya
aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian
melepaskan kepingan thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b) Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c) Arteritis( radang pada arteri )
d) Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan
dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart
Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi yang dimana dalam keadaan aritmia menyebabkan
berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama
sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.
Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark
otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum
adalah:
a) Hipertensi yang parah.
b) Cardiac Pulmonary Arrest
c) Cardiac output turun akibat aritmia
d) Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat
adalah:
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:
defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit
kognitif dan defisit emosional.
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang
sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat
dipahami)
b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

D. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu: (Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak
pada daerah otak tertentu. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama
karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan
otak, dan menimbulkan edema otak.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry
atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh
darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat
diluar parenkim otak.
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang


terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
E. Patofisiologi/Pathway
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.
b. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
c. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
d. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
e. EEG (Electroencephalogram)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f. Pemeriksaan laboratorium
1) Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
3) Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
4) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
5) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
G. Penatalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1. Posisikan kepala dan badan atas 20 – 30o, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital usahakan stabil
4. Bedrest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Kandung kemih yang penuh kosongkan, bila perlu lakukan katerisasi
7. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
8. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
9. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, jika
kesadaran menurun atau gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
Penatalaksanaan medis secara spesifik berupa :
1. Mengobati penyebabnya,
2. Neuroprotektor
3. Tindakan pembedahan
4. Menurunkan TIK yang tinggi

H. Komplikasi
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasienstroke
yaitu:
a) Dekubitus merupakantidur yang terlalu lama karenakelumpuh
dapatmengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan
saatberbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit.
b) Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi padakaki
yang lumpuh dan penumpukan cairan.
c) Kekuatan ototmelemahmerupakan terbaring lama akanmenimbulkan
kekauan pada otot atau sendi.
d) Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita
ataukarena umur sudah tua.
e) Inkontinensiadan konstipasi pada umumnya penyebabadalahimobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberianobat.
f) Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi
dannyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah.

I. Pengkajian Keperawatan
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke
meliputi :
1. Pengkajian
a. Identitas pasien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik
kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak
dapat berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang,
penurunan kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang Serangan stroke infark biasanya didahului
dengan serangan awal yang tidak disadari oleh pasien, biasanya
ditemukan gejala awal sering kesemutan, rasa lemah pada salah
satu anggota gerak. Pada serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat pasien melakukan
aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat psikososial Stroke memang suatu penyakit yang sangat
mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran pasien dan keluarga
g. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat
kesadaran samnolen, apatis, sopor, soporos coma, hingga coma
dengan GCS < 12 pada awal terserang stroke. Sedangkan pada
saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran letargi dan
compos metis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik
memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole
> 140 dan diastole > 80.
b) Nadi Biasanya nadi normal
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami
gangguan pada bersihan jalan napas.
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan
stroke hemoragik
3) Rambut Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan
dan pada pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas
halus, klien akan menutup kelopak mata. Sedangkan pada
Nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat
mengangkat alis, mengernyitkan dahi, mengernyitkan hidung,
menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak
simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta
mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil
isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II
(optikus) : biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada
nervus III (okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm,
pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat
dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV (troklearis) :
biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas
dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien
dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I
(olfaktorius) : kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang
diberikan perawat namun ada juga yang tidak, dan biasanya
ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah
anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak
tangan-hidung
7) Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma
akan mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir
kering. Pada pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah
dapat mendorong pipi kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat
menyebutkan rasa manis dan asin. Pada nervus IX
(glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) :
biasanya pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat
dipencongkan ke kiri dan kanan namun artikulasi kurang jelas
saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
nervus VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa
mendengarkan gesekan jari dari perawat tergantung dimana
lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat mendengar jika suara
keras dan dengan artikulasi yang jelas.
9) Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien
stroke hemragik mengalami gangguan menelan. Pada
peemeriksaan kaku kuduku biasanya (+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan
Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan
Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi: biasanya suara vesikuler
11) Abdomen Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites Palpasi :
biasanya tidak ada pembesaran hepar Perkusi : biasanya
terdapat suara tympani Auskultasi: biasanya biasanya bising usus
pasien tidak terdengar. Pada pemeriksaan reflek dinding perut,
pada saat perut pasien digores biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa.
12) Ekstremitas
a) Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT
biasanya normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI
(aksesorius) : biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat
melawan tahanan pada bahu yang diberikan perawat. Pada
pemeriksaan reflek, biasanya saat siku diketuk tidak ada
respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun ekstensi (reflek
bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada fleksi
dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika
diberi reflek (reflek Hoffman tromer (+)).
b) Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan
bluedzensky I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada
saat telapak kaki digores biasanya jari tidak mengembang
(reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum pedis digores
biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya
tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+))
dan pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien
tidak merasakan apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat
dilakukan reflek patella biasanya femur tidak bereaksi saat di
ketukkan (reflek patella (+)).
h. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minumana beralkhohol.
2) Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan
menelan pada pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan
penurunan berat badan.
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
adanya kejang otot/ nyeri otot.
4) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami
kelemahan, kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan.
5) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
6) Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan
bicara
7) Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,
mudah marah, dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
J. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ganguan neuromuskular,
kelemahan, anggota gerak
2. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan ganguan fungsi
bicara, afasia.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas fisik.

K. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Rencana Asuhan Keperawatan


Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan
1. Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Mengidentifikasi
mobilitas fisik tindakan asuhan motorik. kekuatan/kelema
keperawatan 2. Ajarkan pasien han dan dapat
diharapkan untuk melakukan memberikan
mobilitas fisik ROM minimal 4x informasi
pasien tidak perhari bila mengenai
terganggu dengan mungkin. pemulihan.
kriteria hasil : 3. Bila pasien di 2. Meminimalkan
a. Peningkatan tempat tidur, atrofi otot,
aktifitas fisik lakukan tindakan menurunkan
b. Tidak ada untuk sirkulasi
kontraktur otot meluruskan membantu,
c. Tidak ada postur tubuh membantu
aktivitas pada a. Gunakan mencegah
sendi papan kaki kontraktur,
d. Tidak terjadi b. Ubah posisi menurunkan
penyusutan sendi bahu resiko terjadinya
otot tiap 2-4 jam hiperglikemia
c. Sanggah dan osteopotosis
tangan dan jika maalah
pergelangan utamanya adalah
pada pendarahan.
kelurusan 3. Membantu
alamiah melatih kembali
4. Observasi fungsi saraf
daerah yang meningkatan
tertekan, respon
termasuk warna, proprioseptik dan
edema atau motorik.
tanda lain 4. Jaringan yang
gangguan mengalami
sirkulasi. edema lebih
5. Inspeksi kulit mudah
terutama pada mengalami
daerah tertekan, trauma dan
beri bantalan penyembuhan
lunak lambat.
6. Lakukan 5. Untuk
massage pada menghindari
daerah tertekan terjadinya
7. Konsultasikan dekubitus dan
dengan ahli pengumpalan
fisioterapi, darah.
Kolaborasi 6. Titik-titik tertekan
stimulasi elektrik, pada daerah
Kolaborasi yang menonjol
dalam paling beresiko
penggunaan untuk terjadinya
tempat tidur anti penurunan
dekubitus perfusi/ iskemia.
Stimulasi
sirkulasi dan
memberikan
bantalan
membantu
mencegah
terjadinya
kerusakan kulit
dan
berkembangnya
dekubitus.
7. Program yang
khusus dapat
dikembangkan
untuk
menemukan
kebutuhan yang
berarti. Menjaga
kekurangan
tersebut dalam
keseimbangan,
koordinasi dan
kekuatan.
2. Hambatan Setelah dilakukan 1. Kaji derajat 1. Membantu
komunikasi tindakan asuhan disfungsi seperti menentukan
verbal keperawatan klien mengalami daerah atau
diharapkan kesulitan bicara derajat kerusakan
komunikasi verbal atau membuat serebral yang
efektif dengan pengertian terjadi dan
kriteria hasil: sendiri. kesulitan pasien
a. Mengidentidika 2. Perhatikan dalam beberapa
si pemahaman kesalahan atau seluruh tahap
entang masalah dalam proses
komunikasi komunikasi dan komunikasi.
b. Membuat berikan umpan 2. Pasien mungkin
metode balik. kehilangan
komunikasi 3. Tunjukan objek kemempuan untuk
dimana dan minta klien mengucap yang
kebutuhan menunjukan keluar dan tidak
dapat nama dan objek menyadari bahwa
diekspresikan tersebut. komunikasi yang
c. Mengunakan 4. Minta klien diucapkan tidak
sumber-sumber untuk nyata, umpan balik
dengan tepat mengucapkan membantu pasien
suara merealisasikan
sederhana kenapa pemberi
seperti “SH” asuhan
atau “PUS”. keperawatan tidak
5. Anjurkan mengerti
kepada orang 3. Melakukan
terdekat untuk pneilain terhadap
tetap adanya kerusakan
memelihara motorik (afasia
komunikasi motorik) seperti
dengan klien. pasien mungkin
mengenalinya
tetapi tidak dapat
menyebutkannya.
4. Mengidentidikasi
adanya disartia
sesui komponen
motorik dari bicara
yang dapat
mempengaruhi
artikulasi
5. Mengurangi isolasi
pasien dan
emningkatkan dan
menciptakan
komunikasi efektif.

3. Defisit Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan 1. Melihat


perawatan tidnakan asuhan klien dalam kemampuan klien
diri keperawatan perawatan diri dalam perawatan
diharapkan 2. Bantu klien diri.
kebutuhan dalam personal 2. Membantu
perawatan diri hygine memenuhi
pasien terpenuhi 3. Rapihkan kebutuhan
dengan kriteria tempat tidur personal hygine
hasil : klien jika kotor 3. Menjaga
a. Klien bersih atau berantakan kerapihan klien
dan rapih dan 4. Libatkan 4. Mengajarkan
tidak bau keluarga dalam keluarga
b. Dapat melakukan melakukan
melakukan perawatan diri perawatan diri
personal hygine pasien. ketika dirumah
sendiri.

DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung
dan Stroke. Penerbit Dianloko, Yogyakarta

Bustan.2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. RinekaCipta. Jakarta.

Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi, Yogyakarta

Kholifah, S. N. (2016). Keperawatan Gerontik. Pusat pendidikan sumber daya


manusia kesehatan badan pengembangan dan pemberdayaan sumber
daya manusia kesehatan, 10.

Maryam, Siti. 2008. “Menengenal Usia Lanjut dan Perawatannya”. Jakarta:


Salemba Medika

Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ganguan Sistem


Persyarafan . Jakarta. Salemba Medika.

Nanda. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10


editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC

Nugroho, Wahyudi. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik Edisi 3. Jakarta :


EGC.

Smeltzer & Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta .EGC.

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. CV Sagungseto

You might also like