Professional Documents
Culture Documents
Proposal Penelitian Geografi
Proposal Penelitian Geografi
Proposal Penelitian Geografi
Disusun Oleh :
Puja dan Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena
atas izin –Nya lah penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini yang
berjudul “Pengatruh Tingginya Arus Urbanisasi Terhadap Peningkatan Kawasan
Area Kumuh Atau Slum Area di Derah Perkotaan dan Upaya Pencegahan Serta
Penataan Ruang Kembali Dengan Berbasis Lingkungan” dapat terselesaikan
dengan baik walau masih terdapat banyak kekurangan di sana-sini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun kata-katanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik membangun dari para pembaca untuk lebih menyempurnakan proposal
penelitian ini. Akhir kata, semoga proposal penelitian ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I···························································································4
PENDAHULUAN·············································································4
1.1. Latar Belakang············································································4
1.2. Rumusan Masalah········································································5
1.3. Tujuan······················································································5
1.4. Manfaat····················································································6
BAB II··························································································7
PEMBAHASAN···············································································7
2.1. Pengaruh Arus Urbanisasi Terhadap Pembentukan Slum Area di Daerah
perkotaan ·······················································································7
2.2. Kondisi dan Karakteristik Lingkungan - Masyarakat di Slum Area···············9
2.3. Kondisi Anak-Anak di Slum Area ····················································10
2.4. Dampak Slum Area······································································11
2.5. Halangan Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan Slum Area·························12
2.6. Upaya Dalam Mengatasi Kawasan Slum Area Secara Tepat dan Efektif
Dengan Berbasis Lingkungan································································13
BAB III·························································································15
PENUTUP······················································································15
3.1. Kesimpulan················································································15
3.2. Saran dan Masukan······································································16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.3. Tujuan
Slum area memiliki kondisi lingkungan yang buruk dan cenderung tak
memadai, karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan
dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap rumah di
daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding.
Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan
rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak
teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang
sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan
sampah, sehingga terlihat kotor. Permukiman kumuh dapat dilihat berdasarkan
kondisi fisik, sosial, dan ekonomi dan dapat dipastikan kondisi fisiknya tidak
sesuai dengan standar rumah yang layak huni serta kondisi sosial ekonomi yang
tidak mendukung. Dari kondisi fisik dapat dilihat bagaimana kualitas
bangunannya, kepadatan bangunan, dan kondisi sarana dan prasarana
permukiman.
Karakterisitik dan kondisi slum area tersebut antata lain seperti permukiman
tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel karena adanya
pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang tinggi dari pedesaan.
Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau
berproduksi subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perumahan di
permukaan tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori kondisi rumah
darurat (substandart housing conditions), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari
bahan-bahan tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan sepat
hancur lainnya. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan
miskin memang selalu ditandai oleh persebaran penyakit menular dan lingkungan
fisik yang jorok. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air minum,
fasilitas MCK, listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan perlindungan
kebakaran. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak
teratur dan terurusdalam hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan, sempitnya ruang
antar bangunan, terbuka sama sekali.
Penghuni permukiman slum area ini mempunyai gaya hidup pedesaan karena
sebagian besar penghuninya merupakan migran dari pedesaan yang masih
mempertahankan pola kehidupan tradisional, seperti hubungan-hubungan yang
bersifat pribadi dan gotong royong. Munculnya perilaku menyimpang seperti
pencurian, pelacuran, kenakalan, perjudian dan kebiasaan minum-minuman keras
sebagai ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi karena permukiman
lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola perilaku menyimpang tersebut,
maka kurang tepat kiranya bila hal itu dijadikan sebagai ciri khas permukiman
miskin.
Banyak halangan yang terjadi dalam revitalisasi kawasan slum area, salah
satunya adalah kondisi masyarakat yang tidak terima karena adanya penggusuran
rumah mereka. Kebanyakan dari mereka merupakan para pendatang dari desa
yang mengadu nasib di kota besar (Urbanisasi), dan mereka sudah menganggap
lingkungan slum ini menjadi rumah dan kampung bagi mereka. Mereka bertemu
dengan teman baru, dengan para perantau yang mengadu nasib di kota besar untuk
mencari penghasilan, dan bertahan hidup di kawasan slum ini. Mereka sudah
memiliki rasa sebagai satu keluarga yang memiliki nasib sama.
Mereka tetap kekeuh untuk mempertahankan lingkungannya tersebut, walau
lingkugan tersebut bukan merupakan daerah yang baik bagi kehidupan, namun
mereka tetap menganggapnya sebagai rumah dan juga tempat penghasilan bagi
mereka. Walaupun pemerintah sudah menyiapkan rusun untuk memindah
masyarakat tersebut, namun mereka tetap menolaknya, dan justru bertindak
anarkis kepada aparat yang bersangkutan, dan memunculkan berbagai aksi
demonstrasi dan penolakkan terhadap penggusuran atau revitalisasi kawasan slum
area tersebut.
2.6. Upaya Dalam Mengatasi Kawasan Slum Area Secara Tepat dan Efektif
Dengan Berbasis Lingkungan
Cara dan upaya mengatasi kawasan slum area secara tepat dan efektif bisa
dilakukan dengan Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk
memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan
membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta
menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas).Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan
sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi
tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan
pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang
pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh
Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-
masing membidangi bidang-bidang tertentu.
Warga kumuh kota kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka
selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan
melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus
tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu
berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan
kepada mereka. Namun, pembangunan rumah susun tersebut juga harus
dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar
yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan
kendaraan.
Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya
menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu
dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive, misalnya
dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka untuk
mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk kebutuhan
hidup.
Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di
kota jakarta. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar
apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan,
persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui
kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen
dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman
kumuh di kota tersebut.
Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara,
terutama untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai
sasaran atau harus ada perbaikan. Kerja sama Pemerintah dan Swara (KPS) dalam
membenahi kawasan kumuh, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur
pendukung dibutuhkan.
Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata
tetapi yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di
kawasan kumuh. Tentunya masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar
tetap bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang
nyaman, tertip, dan asri.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Slum area merupakan suatu kawasan kumuh yang berada di perkotaan akibat
dari tingginya arus urbanisasi dari masyarakat desa ke kota dengan tidak
memperhatikan tingkat dan kualitas SDM dengan standar pekerjaan di daerah
perkotaan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk kota sebagai dampak dari urbanisasi ini
mengakibatkan munculnya kebutuhan akan rumah sebagai tempat bermukim.
Tetapi karena sebagian besar mereka dari golongan ini tidak mampu mendiami
perumahan yang layak. Sehingga mereka tinggal di daerah pemukiman sempit,
berdesak-desak dan berdiri di atas status tanah yang tidak jelas.
Tidak memenuhi syarat kesehatan dan bahkan tidak mempunyai tempat
tinggal tetap. Jadi bagi mereka yang tidak mendapat tumpangan dan tidak mampu
menyewa rumah, akan membangun rumah darurat secara liar pada tanah-tanah
negara yang kosong atau pada jalur hijau sepanjang bantaran sungai, sepanjang
bantaran rel kereta api, kolong jembatan maupun tempat lainnya yang seharusnya
dibiarkan tanpa bangunan untuk kelestarian kota secara keseluruhan
Pemukiman kumuh dan papa tersebut selain dipandang merusak keindahan
kota juga menjadi pusat pengangguran dan sumber penyakit, kejahatan, pelacuran
serta bobrok sosial lainnya. Keadaan runyam ini sudah semestinya tak mampu
memberi kesempatan bagi proses transformasi pada para migran yang berasal dari
pedesaan ke dalam tata kehidupan urban yang apat berlangsung secara wajar.
Hal ini menimbulkan berbagai dampak bagi lingkungan dan pada masyarakat
di dalamnya. Seperti mendatangkan berbagai sumber penyakit, maraknya
pendirian tempat prostitusi, menimbulkan polusi dan limbah rumah tangga,
rendahnya pendidikan anak dan menyebabkan tingginya angka pengangguran dan
mempekerjakan anak di bawah umur. Serta masalah-masalah lainnya.
Untuk itu, diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk tidak selalu
menjadikan daerah perkotaan sebagai patokan mencari penghasilan dan tempat
mengadu nasib atau dari sudut pemerintah untuk membuat peraturan dan undang-
undang tentang pencegahan terhadap tingginya arus urbanisasi yang akan
menyebabkan bertambah luasnya slum area di perkotaan, serta memikirkan
bagaimana cara, usaha dan juga apa saja dampak dari kawasan kumuh tersebut
dan tentunya juga mempertimbangkan dampaknya pada lingkungan dan
melakukan upaya pencegahan dan dalam mengatasi dengan berbasis
kelingkungan.
3.2. Saran dan Masukan
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan tulisan maupun pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca untuk lebih
menyempurnakan proposal penelitian ini. Akhir kata, semoga proposal
penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.