Proposal Penelitian Geografi

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

PROPOSAL PENELITIAN GEOGRAFI

“PENGARUH TINGGINYA ARUS URBANISASI TERHADAP


PENINGKATAN KAWASAN AREA KUMUH ATAU SLUM
AREA DI DAERAH PERKOTAAN DAN UPAYA PENCEGAHAN
SERTA PENATAAN RUANG KEMBALI DENGAN BERBASIS
KELINGKUNGAN”

Disusun Oleh :

Moch. Ndaru Langlang B.


(27/X-IIS 2)
X IPS 2 / 27

Jl. Ahmad Yani No.48, Ardirejo, Kec. Kepanjen,


Kabupaten Malang, Jawa Timur 65163
Telepon : (0341) 395122
KATA PENGANTAR

Puja dan Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena
atas izin –Nya lah penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini yang
berjudul “Pengatruh Tingginya Arus Urbanisasi Terhadap Peningkatan Kawasan
Area Kumuh Atau Slum Area di Derah Perkotaan dan Upaya Pencegahan Serta
Penataan Ruang Kembali Dengan Berbasis Lingkungan” dapat terselesaikan
dengan baik walau masih terdapat banyak kekurangan di sana-sini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
penulisan maupun kata-katanya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik membangun dari para pembaca untuk lebih menyempurnakan proposal
penelitian ini. Akhir kata, semoga proposal penelitian ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Kepanjen, 1 November 2020

                                                                                                                                   
Penulis
DAFTAR ISI

BAB I···························································································4
PENDAHULUAN·············································································4
1.1. Latar Belakang············································································4
1.2. Rumusan Masalah········································································5
1.3. Tujuan······················································································5
1.4. Manfaat····················································································6
BAB II··························································································7
PEMBAHASAN···············································································7
2.1. Pengaruh Arus Urbanisasi Terhadap Pembentukan Slum Area di Daerah
perkotaan ·······················································································7
2.2. Kondisi dan Karakteristik Lingkungan - Masyarakat di Slum Area···············9
2.3. Kondisi Anak-Anak di Slum Area ····················································10
2.4. Dampak Slum Area······································································11
2.5. Halangan Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan Slum Area·························12
2.6. Upaya Dalam Mengatasi Kawasan Slum Area Secara Tepat dan Efektif
Dengan Berbasis Lingkungan································································13
BAB III·························································································15
PENUTUP······················································································15
3.1. Kesimpulan················································································15
3.2. Saran dan Masukan······································································16
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua


kota- kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang
lainnya. Tingginya arus urbanisasi ke daerah perkotaan juga menjadi penyebab
adanya kawasan kumuh atau slum area di perkotaan. Slum area sendiri merupakan
suatu permasalahan yang sangat vital pada daerah perkotaan, hal ini dikarenakan
slum area tidak memiliki sanitasi yang baik untuk menunjang kehidupan di sekitar
lingkungan tersebut, rendahnya angka kesehatan dan tingkat pendidikan penduduk
daerah itu juga menjadi suatu permasalahan sendiri, selain itu slum area memiliki
tingkat atau angka kriminalitas yang tinggi, dan hal ini berpengaruh terhadap
terganggunya pergaulan dan sosialisasi anak di kawasan slum area, serta tak
jarang kawasan slum area ini dijadikan sebagai tempat prostitusi, bahkan
mempekerjakan anak di bawah umur juga.
Urbanisasi menyebabkan laju pertumbuhan penduduk yang pesat di daerah
perkotaan sehingga menimbulkan beragam permasalahan, salah satu diantaranya
adalah semakin banyaknya pemukiman kumuh (slum area)  pada lahan-lahan
kosong di daerah perkotaan seperti bantaran sungai, bantaran rel kereta api, taman
kota, maupun di bawah jalan layang. Penghuni pemukiman kumuh (daerah slum)
adalah sekelompok orang yang datang dari desa menuju kota dengan tujuan ingin
mengubah nasib. Mereka umumnya tidak memiliki keahlian dan jenjang
pendidikan yang cukup untuk bekerja di sektor industri di perkotaan. Mereka
hanya bisa memasuki sektor informal dengan penghasilan yang rendah, sehingga
tidak mampu mendiami perumahan yang layak

Oleh sebab itu, diperlukan adanya suatu pembenahan lingkungan dan


penataan ruang kembali, terlebih pada lingkungan slum area ini. Salah satunya
dengan melakukan pembenahan atau revitalisasi kawasan kumuh menjadi hutan
kota atau taman kota, maka diharapkan bisa mendatangkan keuntungan pada
daerah perkotaan, seperti bertambahnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan
air agar bisa menurunkan tingkat bencana banjir, serta dapat menyumbang
oksigen (O2) di daerah perkotaan. Selain itu, dengan menjadikan kawasan kumuh
sebagai ruang fasilitas publik maka sosialisasi dalam masyarakat akan terjalin
dengan semakin baik.
Namun ada beberapa halangan untuk merevitalisasi kawasan ini menjadi
kawasan terbuka hijau, salah satunya adalah masyarakat yang tidak terima karena
adanya penggusuran rumah mereka. Kebanyakan dari mereka merupakan para
pendatang dari desa yang mengadu nasib di kota besar (Urbanisasi), dan mereka
sudah menganggap lingkungan slum ini menjadi rumah dan kampung bagi
mereka. Mereka bertemu dengan teman baru, dengan para perantau yang mengadu
nasib di kota besar untuk mencari penghasilan, dan bertahan hidup di kawasan
slum ini. Mereka sudah memiliki rasa sebagai satu keluarga yang memiliki nasib
sama.
Untuk itu, diperlukan kesadaran dari segi masyarakat untuk tidak selalu
menjadikan daerah perkotaan sebagai patokan mencari penghasilan dan tempat
mengadu nasib atau dari sudut pemerintah untuk membuat peraturan dan undang-
undang tentang pencegahan terhadap tingginya arus urbanisasi yang akan
menyebabkan bertambah luasnya slum area di perkotaan, serta memikirkan
bagaimana cara, usaha dan juga apa saja dampak dari kawasan kumuh tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latarbelakang tersebut, maka dapat dirumuskan


beberapa masalah, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh arus urbanisasi terhadap pembentukan slum area di
perkotaan?
2. Bagaimana kondisi lingkungan di slum area dan bagaimana kondisi
masyarakat di dalamnya?
3. Mengapa kawasan slum area tidak ramah bagi anak dan juga apa dampak yang
ditimbulkan pada anak-anak di kawasan tersebut?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari merebaknya slum area di daerah
perkotaan?
5. Apa saja halangan dalam upaya revitalisasi kawasan slum area tersebut?
6. Bagaimana cara dan upaya untuk mengatasi kawasan tersebut secara tepat dan
efektif?

1.3. Tujuan

1. Memahami tentang dampak arus urbanisasi terhadap pembentukan kawasan


slum area.
2. Mengetahui pengaruh slum area terhadap kondisi anak-anak dan masyarakat di
dalamnya.
3. Mengetahui dampak adanya slum area di perkotaan.
4. Lebih memahami tentang perencanaan wilayah dan tata kota yang baik.
5.  Mengetahui bagaimana cara yang tepat dan efektif untuk merevitalisasi
kawasan kumuh atau slum area.
1.5. Manfaat

1. Dapat memberikan informasi mengenai pengaruh urbanisasi terhadap berbagai


permasalahan di kota seperti terbentuknya kawasan kumuh / slum area.
2. Dapat memberikan masukan kepada Pemerintah dan instansi terkait dalam
upaya pengelolaan dan penataan ruang di daerah perkotaan
3. Memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk tidak menjadikan daerah
perkotaan sebagai tempat mengadu nasib apabila tidak diimbangi dengan
SDM yang dimiliki.
4. Memberikan informasi dan pengetahuan tentang dampak dari adanya slum area.
5. Dapat memberikan arahan tentang bagaimana seharusnya suatu wilayah
perkotaan menjadi suatu lingkungan yang baik dan juga aman.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengaruh Arus Urbanisasi Terhadap Pembentukan Slum Area di


Daerah perkotaan

Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi dapat


menjadi masalah yang cukup serius bagi kita apabila pemerintah tidak dapat
mengatur dan memfasilitasi para kaum urban yang datang di kota dengan jumlah
yang semakin meningkat setiap tahunnya. Persebaran penduduk yang tidak merata
antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan di kehidupan
sosial kemasyarakatan.
Urbanisasi merupakan hasil dari pembangunan perkotaan dan ekonomi yang
pada akhirnya mempengaruhi dinamika kota, terutama berhubungan dengan
kemampuan kota sebagai daya tarik bagi orang untuk bekerja dan hidup. Dampak
dari pembangunan perkotaan adalah pertama, fisik: tanah, lahan sampai hijau,
distribusi fasilitas perkotaan, jaringan transportasi, pola gerakan ke pusat kota,
pengembangan penggunaan lahan, isu-isu lingkungan, dan daerah kumuh. Kedua,
secara sosial: pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas. Urbanisasi selalu
memberikan pengaruh negatif dan positif terhadap pembangunan di sektor
apapun.
Dampak yang telah terjadi dari proses ini tidak hanya akan terlibat dengan
aspek jarak, tetapi juga sosial, ekonomi, dan aspek budaya. Konsekuensi dari arus
urbanisasi cepat ke daerah perkotaan akan menyebabkan permukiman kumuh
yang tersebar luas, dan sektor informal yang mikro menjamur. Sektor informal
benar-benar berkembang pesat dan menguntungkan, tetapi memiliki konsekuensi
terhadap meningkatnya kemiskinan.
Urbanisasi yang sesungguhnya adalah proporsi penduduk yang tinggal di
perkotaan (urban area). Perkotaan (urban area) tidak sama dengan kota (city).
Yang dimaksud dengan perkotaan (urban) adalah daerah atau wilayah yang
memenuhi tiga persyaratan, yaitu kepadatan penduduk 5000 orang atau lebih per
km persegi; jumlah rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian sebesar 25 %
atau kurang; dan memiliki 8 atau lebih jenis fasilitas perkotaan. Sebab-sebab dari
adanya urbanisasi diberbagai negara memang berlainan namun secara umum
dapat dikatakan karena ketimpangan keruangan (spatial imbalances) termasuk di
dalamnya ketimpangan penduduk dan ekonomi.
Akibat dari pengembangan dan pembangunan dapat menimbulkan berbagai
jenis dampak lingkungan hidup baik yang positif maupun negatif. Dampak
lingkungan kota yang bersifat negatif dapat timbul diberbagai kota-kota di dunia
dan terutama di negara berkembang, termasuk kota-kota di Indonesia. Misalnya,
pertambahan penduduk kota yang begitu cepat sudah sulit diikuti dengan
kemampuan daya dukung kotanya dapat menyebabkan pertambahan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat sehingga menimbulkan berbagai polusi atau
pencemaran udara, serta pengembangan industri di kota atau dekat kota
menghasilkan bahan industri yang harus dibuang.
Pandangan positif terhadap urbanisasi, melihat urbanisasi sebagai usaha
pembangunan yang menyeluruh, tidak terbatas dalam pagar administrasi kota.
Selain itu kota dianggap sebagai “agen modernisasi dan perubahan”. Mereka
melihat kota sebagai suatu tempat pemusatan modal, keahlian, daya kreasi dan
segala macam fasilitas yang mutlak diperlukan bagi pembangunan. Tanggapan
lain adalah bahwa kita tidak mungkin membayangkan bagaimana pertumbuhan 3
dan keadaan Jakarta sekarang ini dan juga pusat-pusat industri di dunia lainnya
bisa tercapai bila seandainya tidak ada urbanisasi.
Warga masyarakat tidak tinggal diam dalam usaha mengatasi masalah
urbanisasi program yang sedang dilaksanakan antara lain: mempelajari, meneliti
dan melaksanakan pengembangan wilayah di berbagai tempat, terutama di
kotakota besar; mengembangkan industri kecil atau industri rumah tangga di
berbagai daerah pedesaan; mengatur arus penduduk dari daerah pedesaan ke kota
melalui kegiatan administratif dan kebijaksanaan lainnya; melancarkan kegiatan
keluarga berencana dengan lebih ketat di desa maupun di kota; serta
menghidupkan daerah pedesaan dengan berbagai kegiatan pembangunan antara
lain pengembangan dan peningkatan jalur transportasi dan komunikasi.
Tingginya arus urbanisasi di perkotaan tersebut juga menjadi penyebab utama
merebaknya kawasan slum area. Pemukiman kumuh (daerah slum) sendiri adalah
daerah yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terdapat di daerah perkotaan.
Pemukiman kumuh ini ditandai oleh sejumlah ciri-ciri antara lain adalah banyak
dihuni oleh pengangguran, tingkat kejahatan / kriminalitas tinggi, demoralisasi
tinggi, emosi warga tidak stabil, miskin dan berpenghasilan rendah, daya beli
rendah, kotor, jorok, tidak sehat dan tidak beraturan, warganya adalah kaum
migran yang bermigrasi dari desa ke kota, fasilitas publik sangat tidak memadai,
dan kebanyakan warga slum bekerja sebagai pekerja kasar dan serabutan,
bangunan rumah kebanyakan gubuk-gubuk dan rumah semi permanen.
Akibat dari urbanisasi adalah meningkatnya jumlah penduduk miskin
didaerah perkotaan dan ini merupakan masalah krusial yang dihadapi hampir
semua kota di Indonesia. Yang paling mudah dan terlihat jelas adalah banyaknya
penduduk kota yang tinggal di pemukiman liar dan kumuh, serta terbatasnya
akses penduduk ini
pada pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Kaum migran dari
desa ini tidak memiliki tingkat pendidikan dan keahlian yang dibutuhkan sektor
industri dan sektor modern lainnya yang ada di kota kota besar sehingga mereka
mencari pekerjaan apa saja yang dapat memberikan penghasilan.
Industri di kota umumnya menggunakan teknologi tinggi sehingga
membutuhkan sedikit tenaga kerja dan harus yang memiliki ketrampilan tertentu.
Oleh sebab itu banyak para migran tersebut yang tidak memperoleh pekerjaan
sehingga menimbulkan persoalan serius yaitu pengangguran dan setengah
pengangguran. Bertambahnya kaum migran yang keahlian dan ketrampilannya
relatif terbatas, pertambahan penduduk alamiah kota disatu sisi, dan sementara
kesempatan kerja yang tersedia makin terbatas, cenderung mengakibatkan
degradasi tingkat ekonomi penduduk kota, yang ditandai dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran kota. Urbanisasi yang
terjadi di Indonesia mendorong timbulnya sektor informal (ekonomi informal) di
kota yang dianggap mengganggu pemandangan dan ketertiban kota. sebaliknya
sektor informal yang ada di kota mampu menghidupi kaum urban ini di kota
meskipun dalam kondisi kehidupan yang pas-pasan sehingga menjadi daya tarik
pula bagi orang desa untuk tinggal di kota. Sektor informal adalah dicirikan oleh
sektor ekonomi marginal dengan kondisi nyata kegiatan sejumlah tenaga kerja
yang umumnya kurang berpendidikan, tidak punya ketrampilan
Pesatnya pertumbuhan penduduk kota sebagai dampak dari urbanisasi ini
mengakibatkan munculnya kebutuhan akan rumah sebagai tempat bermukim.
Tetapi karena sebagian besar mereka dari golongan miskin sehingga tidak mampu
mendiami perumahan yang layak. Sebagian diantaranya mencari tempat untuk
menumpang di rumah keluarganya sehingga suatu rumah dihuni oleh beberapa
keluarga. kemungkinan besar mereka tinggal di daerah pemukiman sempit,
berdesak-desak dan berdiri di atas status tanah yang tidak jelas.
Tidak memenuhi syarat kesehatan dan bahkan tidak mempunyai tempat
tinggal tetap. Jadi bagi mereka yang tidak mendapat tumpangan dan tidak mampu
menyewa rumah, akan membangun rumah darurat secara liar pada tanah-tanah
negara yang kosong atau pada jalur hijau sepanjang bantaran sungai, sepanjang
bantaran rel kereta api, kolong jembatan maupun tempat lainnya yang seharusnya
dibiarkan tanpa bangunan untuk kelestarian kota secara keseluruhan
Pemukiman kumuh dan papa tersebut selain dipandang merusak keindahan
kota juga menjadi pusat pengangguran dan sumber penyakit, kejahatan, pelacuran
serta bobrok sosial lainnya. Keadaan runyam ini sudah semestinya tak mampu
memberi kesempatan bagi proses transformasi pada para migran yang berasal dari
pedesaan ke dalam tata kehidupan urban yang apat berlangsung secara wajar.

2.2. Kondisi dan Karakteristik Lingkungan - Masyarakat di Slum Area

Slum area memiliki kondisi lingkungan yang buruk dan cenderung tak
memadai, karakteristik permukiman kumuh mempunyai kondisi perumahan
dengan kepadatan tinggi dan ukuran unit perumahan relatif kecil, atap rumah di
daerah kumuh biasanya terbuat dari bahan yang sama dengan dinding.
Karakteristik pemukiman kumuh yang paling menonjol adalah kualitas bangunan
rumahnya yang tidak permanen, dengan kerapatan bangunan yang tinggi dan tidak
teratur, prasarana jalan yang sangat terbatas kalaupun ada berupa gang-gang
sempit yang berliku-liku, tidak adanya saluran drainase dan tempat penampungan
sampah, sehingga terlihat kotor. Permukiman kumuh dapat dilihat berdasarkan
kondisi fisik, sosial, dan ekonomi dan dapat dipastikan kondisi fisiknya tidak
sesuai dengan standar rumah yang layak huni serta kondisi sosial ekonomi yang
tidak mendukung. Dari kondisi fisik dapat dilihat bagaimana kualitas
bangunannya, kepadatan bangunan, dan kondisi sarana dan prasarana
permukiman.
Karakterisitik dan kondisi slum area tersebut antata lain seperti permukiman
tersebut dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel karena adanya
pertumbuhan penduduk alamiah maupun migrasi yang tinggi dari pedesaan.
Perkampungan tersebut dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah atau
berproduksi subsistem yang hidup di bawah garis kemiskinan. Perumahan di
permukaan tersebut berkualitas rendah atau masuk dalam kategori kondisi rumah
darurat (substandart housing conditions), yaitu bangunan rumah yang terbuat dari
bahan-bahan tradisional, seperti bambu, kayu, alang-alang, dan bahan sepat
hancur lainnya. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, perkampungan
miskin memang selalu ditandai oleh persebaran penyakit menular dan lingkungan
fisik yang jorok. Langkanya pelayanan kota (urban service) seperti air minum,
fasilitas MCK, listrik, sistem pembuangan kotoran dan sampah, dan perlindungan
kebakaran. Pertumbuhannya tidak terencana sehingga penampilan fisiknya tidak
teratur dan terurusdalam hal bangunan, halaman, dan jalan-jalan, sempitnya ruang
antar bangunan, terbuka sama sekali.
Penghuni permukiman slum area ini mempunyai gaya hidup pedesaan karena
sebagian besar penghuninya merupakan migran dari pedesaan yang masih
mempertahankan pola kehidupan tradisional, seperti hubungan-hubungan yang
bersifat pribadi dan gotong royong. Munculnya perilaku menyimpang seperti
pencurian, pelacuran, kenakalan, perjudian dan kebiasaan minum-minuman keras
sebagai ciri lainnya perkampungan miskin tersebut. Tetapi karena permukiman
lapisan masyarakat lainnya juga terjadi pola-pola perilaku menyimpang tersebut,
maka kurang tepat kiranya bila hal itu dijadikan sebagai ciri khas permukiman
miskin.

2.3. Kondisi Anak-Anak di Slum Area

Tumbuh kembang anak di kawasan permukiman kumuh dinilai sangat


mengkhwatirkan. Selain kurangnya perhatian orang tua, pergaulan orang dewasa
yang di luar kontrol mudah ditiru oleh anak-anak.Tumbuh kembang anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungannya. Karakter anak terbentuk dari perilaku orang
dewasa di sekitarnya.
Lingkungan yang buruk akan berdampak tumbuh kembang anak. Orang
dewasa adalah role modelbelajar anak. Perilaku merokok, konsumsi minuman
keras dan prostitusi yang ada di lingkungan yang buruk dikhawatirkan ditiru oleh
anak usia dini.
Beberapa lokasi slum area juga digunakan sebagai diskotek dan tempat prostitusi.
Hal itu menjadi suatu permasalahan yang serius, terlebih lingungan tersebut juga
didiami oleh anak-anak.
Hal tersebut memunculkan masalah baru berupa adanya kasus perdagangan
anak, dan pergaulan bebas yang meresahkan. Anak-anak di daerah tersebut lebih
rawan mengalami pergaulan bebas seperti sex bebas dan juga penggunaan
minuman keras yang tinggi karena rendahnya tingkat pendidikan mereka.Anak-
anak di lingkungan slum area juga dikatakan mengalami berbagai kondisi buruk,
seperti rendahnya gizi, dan munculnya banyak penyakit. Seperti tingginya angka
penyakit Demam Berdarah (DBD) pada lingkungan tersebut.
Kawasan kumuh dan pemukiman padat penduduk juga merupakan faktor
utama yang memicu anak-anak untuk turun kejalan, sebab anak-anak itu tidak
memiliki lahan bermain serta memiliki hunian yang mendukung, hal tersebut
memaksa mereka berlahan untuk turun kejalan menjadi anak jalanan seperti
dipaksa menjadi pengemis, pengamen dan semacamnya.
Akibatnya, kondisi anak-anak di slum area dinilai sangat mengkhawatirkan.
Mulai dari tingkat pendidikan yang rendah, tingkat kesehatan yang rendah pula,
meningkatnya angka kasus gizi buruk, dan juga penyakit lainnya.

2.4. Dampak Slum Area

Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi


pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli
dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat di kota tersebut. Sementara
pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat
berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah
dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-
norma sosial yang di berlakukan
Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area.
Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan,
karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang,
seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Penduduk di permukiman
kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial
ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi
lingkungan (kota) yang kurang memadai.

Kondisi kualitas kehidupan yang serba marjinal ini ternyata mengakibatkan


semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya. Hal ini dapat
diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi,
mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku
menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri
dengan keahlian dan kemampuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima
kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan di kota
jakarta tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.
Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatinkan itu
mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat
tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Permukiman kumuh umumnya di
pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan
disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini
cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi,
budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah
kerja keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari
agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang menjadi
pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma
sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi
terabaikan dan kurang diperhatikan.
Selain itu, slum area tersebut juga berdampak pada kualitas lingkungan,
dimana lingkungan slum area mendatangkan banyak limbah seperti sampah
plastik dan pembuangan hasil rumah tangga lainnya. Lingkungan slum area tidak
memiliki cukup tempat sampah, sehingga mereka lebih memilih untuk membuang
sampah sembarangan dengan tidak mempertimbangkan dampak lanjutan dari aksi
mereka tersebut.
Dampak lanjutan yang ditimbulkan antara lain adalah terjadinya banjir karena
kurangnya daerah resapan dan ruang terbuka hijau, terhambatnya saluran air atau
kanal-kanal air oleh sampah, dan menimbulkan berbagai penyakit yang
merugikan masyarakat.

2.5. Halangan Dalam Upaya Revitalisasi Kawasan Slum Area

Banyak halangan yang terjadi dalam revitalisasi kawasan slum area, salah
satunya adalah kondisi masyarakat yang tidak terima karena adanya penggusuran
rumah mereka. Kebanyakan dari mereka merupakan para pendatang dari desa
yang mengadu nasib di kota besar (Urbanisasi), dan mereka sudah menganggap
lingkungan slum ini menjadi rumah dan kampung bagi mereka. Mereka bertemu
dengan teman baru, dengan para perantau yang mengadu nasib di kota besar untuk
mencari penghasilan, dan bertahan hidup di kawasan slum ini. Mereka sudah
memiliki rasa sebagai satu keluarga yang memiliki nasib sama.
Mereka tetap kekeuh untuk mempertahankan lingkungannya tersebut, walau
lingkugan tersebut bukan merupakan daerah yang baik bagi kehidupan, namun
mereka tetap menganggapnya sebagai rumah dan juga tempat penghasilan bagi
mereka. Walaupun pemerintah sudah menyiapkan rusun untuk memindah
masyarakat tersebut, namun mereka tetap menolaknya, dan justru bertindak
anarkis kepada aparat yang bersangkutan, dan memunculkan berbagai aksi
demonstrasi dan penolakkan terhadap penggusuran atau revitalisasi kawasan slum
area tersebut.
2.6. Upaya Dalam Mengatasi Kawasan Slum Area Secara Tepat dan Efektif
Dengan Berbasis Lingkungan

Cara dan upaya mengatasi kawasan slum area secara tepat dan efektif bisa
dilakukan dengan Program Perbaikan Kampung, yang ditujukan untuk
memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.
Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan
membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta
menggantinya dengan rumah susun yang memenuhi syarat.
Pemerintah juga telah membentuk institusi yaitu Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas).Tugas Pokok dan Fungsi Bappenas diuraikan
sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan tata kerja Kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tugas pokok dan fungsi
tersebut tercermin dalam struktur organisasi, proses pelaksanaan perencanaan
pembangunan nasional, serta komposisi sumber daya manusia dan latar belakang
pendidikannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Bappenas dibantu oleh
Sekretariat Utama, Staf Ahli dan Inspektorat Utama, serta 7 deputi yang masing-
masing membidangi bidang-bidang tertentu.
Warga kumuh kota kerap digusur, tanpa adanya solusi bagi mereka
selanjutnya. Seharusnya, pemerintah bisa mengakomodasi hal ini dengan
melakukan relokasi ke kawasan khusus. Dengan penyediaan lahan khusus
tersebut, pemerintah bisa membangun suatu kawasan tempat tinggal terpadu
berbentuk vertikal (rumah susun) yang ramah lingkungan untuk disewakan
kepada mereka. Namun, pembangunan rumah susun tersebut juga harus
dilengkapi sarana pendukung lainnya, seperti sekolah, tempat ibadah, dan pasar
yang bisa diakses hanya dengan berjalan kaki, tanpa harus menggunakan
kendaraan.
Pemerintah dapat menerapkan program rekayasa sosial, di mana tidak hanya
menyediakan pembangunan secara fisik, tetapi juga penyediaan lapangan
pekerjaan bagi masyarakat, sehingga mereka dapat belajar survive. Perlu
dukungan penciptaan pekerjaan yang bisa membantu mereka survive, misalnya
dengan pemberdayaan lingkungan setempat yang membantu mereka untuk
mendapatkan penghasilan, sehingga mereka memiliki uang untuk kebutuhan
hidup.
Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam mengatasi permukiman kumuh di
kota jakarta. Karena orang yang tinggal di kawasan kumuhlah yang tahu benar
apa yang menjadi masalah, termasuk solusinya. Jika masyarakat dilibatkan,
persoalan mengenai permukiman kumuh bisa segera diselesaikan. Melalui
kontribusi masukan dari masyarakat maka akan diketahui secara persis instrumen
dan kebijakan yang paling tepat dan dibutuhkan dalam mengatasi permukiman
kumuh di kota tersebut.
Dalam mengatasi permukiman kumuh tetap harus ada intervensi dari negara,
terutama untuk menilai program yang disampaikan masyarakat sudah sesuai
sasaran atau harus ada perbaikan. Kerja sama Pemerintah dan Swara (KPS) dalam
membenahi kawasan kumuh, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur
pendukung dibutuhkan.
Permukiman kumuh tidak dapat diatasi dengan pembangunan fisik semata-mata
tetapi yang lebih penting mengubah prilaku dan budaya dari masyarakat di
kawasan kumuh. Tentunya masyarakat juga harus menjaga lingkungannya agar
tetap bersih, rapi, tertur dan indah. Sehingga akan tercipta lingkungan yang
nyaman, tertip, dan asri.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Slum area merupakan suatu kawasan kumuh yang berada di perkotaan akibat
dari tingginya arus urbanisasi dari masyarakat desa ke kota dengan tidak
memperhatikan tingkat dan kualitas SDM dengan standar pekerjaan di daerah
perkotaan.
Pesatnya pertumbuhan penduduk kota sebagai dampak dari urbanisasi ini
mengakibatkan munculnya kebutuhan akan rumah sebagai tempat bermukim.
Tetapi karena sebagian besar mereka dari golongan ini tidak mampu mendiami
perumahan yang layak. Sehingga mereka tinggal di daerah pemukiman sempit,
berdesak-desak dan berdiri di atas status tanah yang tidak jelas.
Tidak memenuhi syarat kesehatan dan bahkan tidak mempunyai tempat
tinggal tetap. Jadi bagi mereka yang tidak mendapat tumpangan dan tidak mampu
menyewa rumah, akan membangun rumah darurat secara liar pada tanah-tanah
negara yang kosong atau pada jalur hijau sepanjang bantaran sungai, sepanjang
bantaran rel kereta api, kolong jembatan maupun tempat lainnya yang seharusnya
dibiarkan tanpa bangunan untuk kelestarian kota secara keseluruhan
Pemukiman kumuh dan papa tersebut selain dipandang merusak keindahan
kota juga menjadi pusat pengangguran dan sumber penyakit, kejahatan, pelacuran
serta bobrok sosial lainnya. Keadaan runyam ini sudah semestinya tak mampu
memberi kesempatan bagi proses transformasi pada para migran yang berasal dari
pedesaan ke dalam tata kehidupan urban yang apat berlangsung secara wajar.
Hal ini menimbulkan berbagai dampak bagi lingkungan dan pada masyarakat
di dalamnya. Seperti mendatangkan berbagai sumber penyakit, maraknya
pendirian tempat prostitusi, menimbulkan polusi dan limbah rumah tangga,
rendahnya pendidikan anak dan menyebabkan tingginya angka pengangguran dan
mempekerjakan anak di bawah umur. Serta masalah-masalah lainnya.
Untuk itu, diperlukan kesadaran dari masyarakat untuk tidak selalu
menjadikan daerah perkotaan sebagai patokan mencari penghasilan dan tempat
mengadu nasib atau dari sudut pemerintah untuk membuat peraturan dan undang-
undang tentang pencegahan terhadap tingginya arus urbanisasi yang akan
menyebabkan bertambah luasnya slum area di perkotaan, serta memikirkan
bagaimana cara, usaha dan juga apa saja dampak dari kawasan kumuh tersebut
dan tentunya juga mempertimbangkan dampaknya pada lingkungan dan
melakukan upaya pencegahan dan dalam mengatasi dengan berbasis
kelingkungan.
3.2. Saran dan Masukan

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi
penyusunan tulisan maupun pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik membangun dari para pembaca untuk lebih
menyempurnakan proposal penelitian ini. Akhir kata, semoga proposal
penelitian ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

You might also like