Jurnal Ketahanan Nasional: Kodam XVII/Cenerawasih

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 26

Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No.

2, Agustus 2019: 178-203

JURNAL KETAHANAN NASIONAL


Vol. 25, No. 2, Agustus 2019, Hal 178-203
DOI:http://dx.doi.org/10.22146/jkn.45707
ISSN:0853-9340(Print), ISSN:2527-9688(Online)
Online sejak 28 Desember 2015 di :http://jurnal.ugm.ac.id/JKN

VOLUME 25 No. 2, Agustus 2019 Halaman 178-203

Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga Dalam Hubungannya


Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1 – 5 Tahun
(Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kelurahan Tanjung
Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang, Provinsi Jawa
Tengah)

La Abdullah Laode Wado,


Kodam XVII/Cenerawasih
Email: amalkiafmal@gmail.com

Toto Sudargo
Fakultas Kedokteran Program Gizi Universitas Gadjah Mada
Email: toto_sudargo@yahoo.com

Armaidy Armawi
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada
Email:armaidy@ugm.ac.id

ABSTRACT
Family food resiliencey was the fulfillment of food in the family that was sufficient in both quality and quantity
continuously, while socio-demography was the structure and process of the population in an area where processes
and social change occured. Food inresilience and low socio-demographic conditions would affect nutrition consumed
not in accordance with its portion and would result in poor health of the family. This condition would give birth
to a generation with lesser quality and became a threat to national resilience in the future. This study aimed to
examined the relationship of family food resiloience, socio-demographic with the incidence of stunting in children
aged 1-5 years; and a variety of efforts to improved family food resilience in the work area of ​​Bandar Harjo Health
Center, Tanjung Mas Village, North Semarang District , Semarang city.
This research was a quantitative and qualitative descriptive study using the Case Control method with a study
population of parents (mothers / fathers) of children aged 1-5 years who experience the incidence of stunting, and
as a comparison were parents of children aged 1-5 years who did not experience the incidence of stunting (normal
child). The research sample was taken by simple random sampling. The analytical method used were descriptive
univariate analysis, bivariate analysis and qualitative data analysis.
The result of research showed that with the Spearman Correlation test it was known, the family food resilience
and socio-demography had a significant relationship with the incidence of stunting in children aged 1-5 years. The
program to improved the quality of life of the community were done by preventing the occurrence of stunting of
toddlers in the work area of B​​ andarharjo Community Health Center, including implementing the Healthy Indonesia
Program with Family Approach (PIS-PK), Supplementary Food Delivery (PMT), and 1000 First Days of Life (HPK).
and encountered the obstacles in the form of non-optimal regulations, inadequate patterns of life of the people
and inadequate health infrastructure so that the incidence of stunting in children aged 1-5 years in the work area
of ​​Bandarharjo Health Center could be minimized.

Keywords: Family Food Resilience, Socio-Demographic, Stunting.

178
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
ABSTRAK
Ketahanan pangan keluarga adalah terpenuhinya pangan dalam keluarga yang cukup baik kualitas maupun
kuantitas secara terus menerus, sedangkan sosio demografi adalah struktur dan proses penduduk di suatu wilayah
dimana di dalamnya terjadi proses dan perubahan sosial. Ketidaktahanan pangan dan kondisi sosio demografi yang
rendah akan berpengaruh terhadap gizi yang dikonsumsi tidak sesuai dengan porsinya dan berakibat buruknya
kesehatan keluarga. Kondisi ini akan melahirkan generasi kurang berkualitas dan menjadi ancaman bagi ketahanan
nasional di masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan ketahanan pangan keluarga, sosio
demografi dengan kejadian stunting pada anak usia 1-5 tahun dan ragam upaya meningkatkan ketahanan pangan
keluarga di wilayah kerja Puskesmas Bandar Harjo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota
Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dan kualitatif dengan metode Case Control dengan
populasi penelitian orang tua (ibu/bapak) dari anak usia 1-5 tahun yang mengalami kejadian stunting, dan sebagai
pembanding adalah orang tua dari anak usia 1-5 tahun yang tidak mengalami kejadian stunting (anak normal).
Sampel penelitian diambil secara acak sederhana. Metode analisis yang digunakan adalah analisis univariat secara
deskriptif, analisis bivariat dan analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan uji Spearman Correlation diketahui ketahanan pangan keluarga
dan sosio demografi memiliki hubungan signifikan dengan kejadian stunting pada anak usia 1-5 tahun. Program
peningkatan kualitas hidup masyarakat dilakukan melalui pencegahan terjadinya stunting anak balita di wilayah
kerja Puskesmas Bandarharjo, yaitu dengan melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga
(PIS-PK), Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), serta berupaya
mengatasi hambatan-hambatan berupa regulasi yang belum optimal, pola kehidupan masyarakat yang kurang sehat
dan infrastruktur kesehatan yang belum memadai sehingga kejadian stunting pada anak usia 1-5 tahun di wilayah
kerja Puskesmas Bandarharjo dapat diminimalisir.

Kata Kunci: Ketahanan Pangan Keluarga, Sosio Demografi, Stunting.

PENGANTAR Sosio demografi dan ketahanan pangan


Pembangunan Nasional pada hakikatnya keluarga penting karena mempengaruhi status
adalah pembangunan manusia Indonesia gizi masyarakat. Jika ketahanan pangan
seutuhnya dalam rangka mewujudkan kurang maka status gizi menjadi kurang dan
masyarakat yang sehat dan sejahtera sehingga menyebabkan turunnya derajat kesehatan,
mampu mengolah dan memanfaatkan begitu pula dengan sosio demografi bila
sumberdaya alam yang ada untuk kesehatan, pendapatan dan pendidikan rendah, jumlah
kesejahteran dan kemakmuran bagi seluruh anggota keluarga banyak dan faktor ekonomi
rakyat Indonesia. Untuk mendukung dalam rumah tangga kurang memadai akan
terciptanya kondisi tersebut, perlu adanya berdampak pada sulitnya keluarga memperoleh
upaya meningkatkan sosio demografi dan dan mengolah pangan sesuai kebutuhan gizi
ketahanan pangan keluarga karena kedua keluarga. Kondisi ini dapat menyebabkan
faktor ini sangat menentukan terciptanya terjadinya gizi buruk atau kejadian stunting
sumber daya manusia yang berkualitas. di tengah masyarakat.
Ketahanan pangan keluarga bericara tentang Stunting merupakan salah satu indikator
kestabilan ketersedian pangan baik kualitas status gizi, dimana kondisi panjang atau tinggi
maupun kuantitas dalam keluarga, sedangkan badan balita lebih pendek dari seharusnya
sosio demografi berkaitan dengan kondisi pada umur tertentu dan keadaan kurang gizi
sosial kependudukan dan proses perubahan berdasarkan indeks panjang badan menurut
yang terjadi di dalamnya. umur (PB/U) atau tinggi badan menurut

179
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

umur (TB/U). Menurut standar antropometri Ada beberapa konsep yang perlu
penilaian status gizi anak, hasil pengukuran diketahui dalam rangka memahami pentingnya
tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) ketahanan pangan keluarga, sosio demografi
<-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) hubungannya dengan kejadian stunting.
dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Pertama, sosio demografi adalah
Balita yang menggalami kejadian stunting ilmu yang mempelajari struktur dan proses
pada jangka pendek beresiko terganggunya penduduk di suatu wilayah yang dipengaruhi
perkembangan otak, kecerdasan, gangguan oleh proses-proses sosial dan perubahan sosial
pertumbuhan fisik, gangguan metabolisme masyarakat di dalamnya (Dediarta, 2009).
dalam tubuh. Sedangkan resiko jangka panjang Terjadinya perubahan struktur penduduk dapat
dapat menurunnya kemampuan kognitif dan berpengaruh terhadap kualitas hidup baik
prestasi belajar, menurunnya kekebalan dari segi kesehatan maupun kesejahteraan
tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko penduduk di suatu wilayah. Kesehatan secara
tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, tidak langsung berhubungan dengan faktor
kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh sosio demografi, bahwa pendapatan yang
darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia rendah, pendidikan orang tua yang rendah,
tua, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif jumlah anggota keluarga, dan faktor ekonomi
yang berakibat pada rendahnya produktivitas dalam rumah tangga dapat menyebabkan
ekonomi (Depkes RI, 2016). terjadinya stunting (WHO, 2010).
Jumlah balita stunting di dunia tahun Pekerjaan merupakan faktor penting
2012 diperkirakan 162 juta orang, sebanyak dalam menentukan kualitas maupun kuantitas
56% anak stunting hidup di Asia dan 36% di pangan, karena pekerjaan berhubungan
Afrika dan jika kondisi ini berlanjut tanpa dengan pendapatan. Apabila pendapatan
upaya penurunan, diproyeksikan jumlah ini meningkat, maka kesehatan dan masalah
akan meningkat pada tahun 2025. Prosentase keluarga berkaitan dengan gizi akan teradi
balita stunting di Indonesia pada tahun 2016 perbaikan. Faktor ibu yang bekerja belum
sebesar 27,5%, tahun 2017 sebesar 29,6%, dan tentu dapat berperan sebagai penyebab utama
tahun 2018 sebesar 30,8%, dengan prosentase masalah gizi anak, namun pekerjaan ini lebih
balita stunting tertinggi terdapat di Provinsi disebut sebagai faktor yang mempengaruhi
Nusa Tenggara Timur dan terendah terdapat di pemberian zat gizi dan pengasuhan atau
Bali (Kemenkes, 2018). Batas toleransi balita perawatan anak (Suhardjo, 2008).
stunting yang ditetapkan WHO maksimal Manurung (2009), pendapatan keluarga
20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan merupakan jumlah uang yang dihasilkan
balita, sementara di Indonesia saat ini sudah dan jumlah uang yang dikeluarkan untuk
tercatat 30,8% melebihi batas yang ditentukan. membiayai keperluan rumah tangga selama satu
Kondisi ini apabila tidak dilakukan upaya- bulan. Pendapatan keluarga yang mencukupi
upaya antisipatif yang sungguh-sunggu, akan menunjang perilaku anggota keluarga
maka Indonesia di masa depan akan menjadi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
negara yang memiliki generasi berkualitas keluarga lebih memadai. Pendapatan akan
rendah, tidak produktif dan berpotensi menjadi mempengaruhi pemenuhan zat gizi makanan
ancaman terhadap ketahanan nasional keluarga dan kesempatan dalam mengikuti

180
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
pendidikan formal. Rendahnya pendidikan atau lebih zat gizi essential. Sedangkan status
disertai rendahnya pengetahuan gizi sering gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat
dihubungkan dengan kejadian malnutrisi. gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
Faktor pendapatan memiliki peranan menimbulkan efek yang membahayakan
besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan (Almaitser, 2014).
makan keluarga terutama terkait dengan Pengetahuan tentang gizi pada orang tua
kemampuan keluarga membeli pangan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya
yang dibutuhkan keluarga tersebut. Anak- umur, dimana semakin tua umur sesorang maka
anak yang berasal dari keluarga miskin proses perkembangan mentalnya menjadi baik,
cenderung kekurangan gizi yaitu stunting intelegensi atau kemampuan untuk belajar dan
(Mendez M., Adair L., 1999). Pengeluaran berpikir abstrak guna menyesuaikan diri dalam
keluarga baik makanan maupun non makanan situasi baru, kemudian lingkungan dimana
dapat dijadikan sebagai gambaran tingkat seseorang dapat mempelajari hal-hal baik dan
pendapatan keluarga. Pengeluaran keluarga buruk tergantung pada sifat kelompoknya,
dapat mempengaruhi konsumsi pangan budaya memegang peran penting dalam
keluarga, dapat menentukan pola makan dan pengetahuan, pendidikan merupakan hal
juga dapat menentukan kualitas dan kuantitas mendasar untuk mengembangkan pengetahuan
hidangan (Bonnie, dkk, 2000). dan pengalaman sebagai guru terbaik dalam
Rendahnya pendidikan disertai rendahnya mengasah pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
pengetahuan gizi sering dihubungkan dengan Kedua, ketahanan pangan, sebagaiman
kejadian malnutrisi, pendidikan formal Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun
ibu berpengaruh terhadap tingginya angka 2002 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun
kejadian stunting dan memiliki pengaruh 2012 tentang Pangan, merupakan kondisi
terhadap jangka panjang status gizi anak terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
(Nashikhah, 2012). Menurut Chaudhury tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup,
(2012) bahwa pendidikan ayah dan pendidikan baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata,
ibu merupakan faktor prediktor yang paling dan konsumsi pangan yang cukup merupakan
kuat terhadap terjadinya stunting pada anak syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan
balita. Pengetahuan gizi adalah sesuatu rumah tangga. Ketidaktahanan pangan dapat
yang diketahui tentang makanan dalam digambarkan dari perubahan konsumsi pangan
hubungannya dengan kesehatan optimal. yang mengarah pada penurunan kuantitas
Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan dan kualitas termasuk perubahan frekuensi
tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari konsumsi makanan pokok.
dengan baik dan memberikan semua zat gizi Soekirman (2000) menjelaskan,
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. bahwa ketahanan pangan ini pada dasarnya
Pemilihan dan konsumsi bahan makanan membicarakan soal ketersediaan pangan (food
berpengaruh terhadap status gizi seseorang. availability), stabilitas harga pangan (food
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi price stability), dan keterjangkauan pangan
apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang (food accessibility). Ketersediaan pangan yang
dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi cukup berarti rata-rata jumlah dan mutu gizi
apabila tubuh mengalami kekurangan satu pangan yang tersedia di masyarakat dan pasar

181
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

mencukupi kebutuhan untuk konsumsi semua dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk
rumah tangga. Ketahanan pangan menekankan mengetahui ketidakseimbangan protein
pada pengamanan kesejahteraan keluarga, dan energi. Antropometri dilakukan untuk
salah satunya adalah kecukupan pangan pengukuran pertumbuhan tinggi badan
sebagai alat mencapai kesejahteraan. Stabilitas dan berat badan (Gibson, 2005). Standar
pangan berarti menjaga agar tingkat konsumsi digunakan untuk standarisasi pengukuran
pangan rata-rata rumah tangga tidak turun berdasarkan rekomendasi NCHS dan WHO.
sampai di bawah kebutuhan yang seharusnya. Standarisasi pengukuran ini membandingkan
Ketahanan pangan keluarga erat hubungannya pengukuran anak dengan median, dan standar
dengan ketersediaan pangan yang merupakan deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis
salah satu faktor atau penyebab tidak langsung kelamin yang sama pada anak- anak. Z-score
yang berpengaruh pada status gizi anak. adalah unit standar deviasi untuk mengetahui
Ketiga, stunting pada balita. Stunting perbedaan antara nilai individu dan nilai
adalah bagian dari gizi buruk dan merupakan tengah (median) populasi referent untuk
pertumbuhan linier yang gagal untuk mencapai usia/tinggi yang sama, dibagi dengan standar
potensi genetik sebagi akibat dari pola makan deviasi dari nilai populasi rujukan.
yang buruk dan penyakit. Stunting dapat Keuntungan penggunaan Z-score adalah
didiagnostik melalui indeks antropometri tinggi untuk mengidentifikasi nilai yang tepat dalam
badan menurut umur yang mencerminkan distribusi perbedaan indeks dan perbedaan
pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan usia, juga memberikan manfaat untuk menarik
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan kesimpulan secara statistik dari pengukuran
gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak antropometri. Indikator antropometrik seperti
memadai atau kesehatan (ACC/SCN, 2000). tinggi badan menurut umur (stunted) adalah
Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari penting dalam mengevaluasi kesehatan dan
proses terjadinya kekurangan gizi menahun. status gizi anak-anak pada wilayah dengan
Faktor yang mempengaruhi stunting terbagi banyak masalah gizi buruk. Dalam menentukan
menjadi 2 (dua) yaitu faktor langsung dan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai
tidak langsung. Faktor langsung terkait dengan dengan Cut off point, dengan penilaian Z-score,
asupan makanan dan infeksi, sedangkan faktor dan pengukuran pada anak balita berdasarkan
tidak langsung terkait pengetahuan tentang tinggi badan menurut umur (TB/U) Standar
gizi, pendidiakan orang tua, pendapatan orang baku WHO-NCHS berikut (tabel 1).
tua, distribusi makanan dan besar keluarga
Tabel 1
(Supariasa, dkk, 2002). Klasifikasi Gizi Menurut Cut off point
Secara antropometri untuk menentukan
stunted pada anak dilakukan dengan cara
pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut
umur dilakukan pada anak usia di atas 2
tahun. Antropometri merupakan ukuran dari Sumber : WHO, 2010.

tubuh, sedangkan antropometri gizi terkait


dengan pengukuran dari beberapa bentuk Indikator BB/TB merupakan pengukuran
tubuh dan komposisi tubuh menurut umur antropometri yang terbaik karena dapat

182
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
menggambarkan secara sensitif dan spesifik ekonomis, dan sesuai dengan umur dan jenis
status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat kelamin disebut rawan biologis. Kelompok
badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, paling rawan kekurangan pangan atau gizi
artinya dalam keadaan normal perkembangan secara biologis ada beberapa golongan seperti
berat badan akan mengikuti pertambahan bayi, balita dan anak sekolah, wanita hamil
tinggi badan pada percepatan tertentu. Hal dan menyusui, penderita penyakit dan orang
ini berarti berat badan yang normal akan yang sedang dalam penyembuhan, penderita
proporsional dengan tinggi badannya. Ini cacat, mereka yang diasingkan dan para
merupakan indikator yang baik untuk menilai jompo. Golongan ini tidak memiliki lahan
status gizi saat ini, terutama bila data umur sumber pangan yang memadai dan merupakan
yang akurat sering sulit diperoleh. WHO dan masyarakat miskin yang sering ditemukan di
UNICEF merekomendasikan menggunakan masyarakat. Proporsi rumah tangga miskin
indikator BB/TB dengan Cut off point < -3 SD juga terdapat sangat besar yaitu sekitar 72%
dalam kegiatan identifikasi dan manajemen di sektor pertanian dibandingkan dengan
penanganan bayi dan anak balita gizi buruk sektor lainnya. Sebenarnya yang menjadi
akut (Depkes RI, 2009). akar permasalahan ketidakmampuan keluarga
Panduan tata laksana penderita kurang dalam menyediakan pangan yang cukup
energi protein (KEP) (Anonim, 2017) dari segi jumlah, mutu, dan ragam sesuai
menyebutkan bahwa gizi buruk diartikan dengan kebutuhan setiap individu adalah
sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat faktor kemiskinan, sehingga keterpenuhan
parah yang ditandai dengan berat badan sumber zat gizi seperti karbohidrat, protein,
menurut umur kurang dari 60 % median pada lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat
baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta
klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan kesehatan jasmani maupun rohani tidak
marasmiks kwashiorkor. Agar penentuan terpenuhi secara optimal.
klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi Kelima, prinsip untuk gizi pada balita.
seragam dan tidak berbeda, maka Menteri Menu makanan dan metode penyajian makanan
Kesehatan (Menkes) RI mengeluarkan yang bervariasi perlu diperhatikan setelah
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor anak berumur satu tahun sehingga di samping
1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar terpenuhinya zat gizi yang dibutuhkan tubuh,
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. juga tidak terjadinya kebosanan pada anak
Keluarnya SK tersebut mempermudah analisis dalam mengkonsumsi makanan, untuk itu
data status gizi yang dihasilkan baik untuk dapat diberikan susu, serealia seperti seperti
perbandingan, kecenderungan maupun analisis bubur beras dan roti, daging, sup, sayuran dan
hubungan. buah-buahan. Anak yang sudah mempunyai
Keempat, kelompok masyarakat rawan gigi dapat diberikan makanan yang padat,
pangan dan gizi. Kelompok inim, sesuai kasar dan tidak perlu diblender agar anak
dengan kondisi lokasi tempat tinggal seperti dapat belajar mengunyah. Jika anak tidak
daerah terpencil disebut rawan ekologis, sesuai mau makanan padat jangan diberikan susu
kedudukan atau posisinya di tengah masyarakat sebagai pangganti, akan tetapi bawa pergi
seperti kelompok miskin disebut rawan sosio- makanan itu dan coba lagi jika anak sudah

183
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

lapar. Anak di bawah umur 5 tahun (balita) dengan kasus. Pendekatan yang dilakukan
merupakan kelompok yang menunjukkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
pertumbuhan badan yang pesat, sehingga kuantitatif dan kualitatif, kemudian teknik
memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap penelitian yaitu survei dan observasi ke
kilogram berat badannya. Anak balita ini justru lapangan.
merupakan kelompok umur yang paling sering Lokasi penelitian dilaksanakan di
menderita akibat kekurangan gizi. Gizi ibu wilayah kerja Puskesmas Bandarharo di
yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang
atau sedang hamil muda dapat berpengaruh Utara. Lokasi ini dipilih karena di wilayah ini
pada pertumbuhan seorang balita. Masa merupakan kasus kejadian stunting terbanyak
balita adalah masa pertumbuhan, sehingga di wilayah Kota Semarang, kondisi ini akan
memerlukan gizi yang baik. Bila gizinya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kurang, anak dapat mengalami kejadian perkembangan anak di wilayah tersebut.
stunting dan kondisi ini akan berpengaruh Pengumpulan data dilakukan secara
pada kehidupannya di usia prasekolah dan langsung dengan memberikan kuesioner kepada
sekolah nantinya. Ibu/orang tua dengan anak balita di Kelurahan
Khususnya di wilayah Kota Semarang Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara
terdapat anak usia 1-5 tahun yang mengalami dengan prosedur : (1) Melakukan observasi
kejadian stunting mencapai 2.688 orang yang pendahuluan mengenai ketahanan pangan
tersebar di Kecamatan Semarang Utara 505 dan status gizi balita stunting di Kelurahan
orang, Semarang Tengah 228 orang, Semarang Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara. (2)
Timur 93 orang, Semarang Selatan 171 orang, Melakukan pendekatan pada masing-masing
Semarang Barat 322 orang, Gayamsari 13 responden yang memenuhi kriteria sampel
orang, Candisari 121 orang, Gajahmungkur untuk memperoleh kesediaannya menjadi
281 orang, Genuk 207 orang, Pedurungan responden penelitian dan kemudian diberikan
248 orang, Tembalang 27 orang, Banyumanik kuesioner untuk diisi. (3) Mengadakan
169 orang, Gunungpati 192 orang, Mijen 45 wawancara dengan pihak Puskesmas, Aparat
orang, Ngaliyan 50 orang dan Tugu 0 orang Kelurahan dan Masyarakat di Kelurahan
(Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2017). Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara.
Data ini menunjukkan bahwa jumlah kasus (4) Mengumpulkan dokumen-dokumen terkait
balita stunting tertinggi terdapat di wilayah ketahanan pangan dan status gizi balita di
Kecamatan Semarang Utara dan terendah di Kelurahan Tanjung Mas, serta Puskesmas
wilayah Kecamatan Tugu. Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara
Jenis penelitian ini adalah observasional yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan
dengan rancangan case-control. Kasus yang penelitian.
diamati adalah ibu rumah tangga dengan Sampel yang diteliti merupakan bagian
anak yang mengalami kejadian stunting usia populasi atau sebagian jumlah dari karakteristik
1-5 tahun, sedangkan kontrolnya adalah yang dimiliki oleh populasi. Kriteria sampel
ibu rumah tangga yang tidak memiliki anak penelitian adalah orang tua (ibu/bapak) yang
yang menggalami kejadian stunting usia 1-5 memiliki anak stunting yang tidak memiliki
tahun serta berasal dari populasi yang sama anak stunting (normal) sebagai pembanding

184
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
usia 1-5 tahun (0-59 bulan) di Kelurahan dalam program penanggulangannya di
Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara, lapangan.
Kota Semarang. Untuk menentukan banyaknya
sampel yang diambil dalam penelitian ini PEMBAHASAN
dihitung dengan menggunakan rumus : n = Identifikasi Sumber Pangan
NZ2P(1-P) / NG2 + Z2P(1-P). Keterangan : n = Sumber bahan pangan yang digunakan
besar sampel; N = ukuran/jumlah populasi; Z untuk konsumsi sehari-hari dapat dibagi
= Tingkat kepercayaan, sebesar 95% sehingga menjadi sembilan kelompok besar. Jenis
nilainya 1,96; P = proporsi di popuasi 0,5 dan pangan masing-masing kelompok dapat
G = Galat pendugaan/presisi sebesar 0,1. berbeda-beda pada setiap rumah tangga sesuai
Sampel yang diambil dalam penelitian ini sumber pangan yang tersedia. Secara nasional
adalah orang tua yang memiliki anak stunting bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat
dan normal (sebagai pembanding) usia 0-59 sehari-hari dikelompokkan (1). Padi-padian
bulan (1-5 tahun) dari populasi balita stunting terdiri dari beras, jagung, sorghum dan terigu.
di Kecamatan Semarang Utara sebanyak 505 (2). Umbi-umbian terdiri dari ubi kayu, ubi
orang yang diambil adalah : n = (505) (1,96)2 jalar, kentang, talas, sagu, dan umbi lainnya.
(0,5) (0,5) : (505) (0,1)2 + (1,96)2 (0,5) (0,5) (3). Pangan hewani terdiri dari ikan, daging,
= 505 x 3,8416 x 0,25: 505 x 0,01 + 3,8416 x susu dan telur. (4). Minyak dan lemak teridiri
0,25 = 485,002 : 6,0104 = 80 orang. dari minyak kelapa, minyak sawit (minyak
Dari perhitungan tersebut ditentukan goreng, minyak jagung, margarin). (5). Buah/
besaran sampel orang tua yang memiliki biji berminyak terdi dari kelapa, kemiri,
balita stunting sebanyak 80 orang (usia 0-24 jambu mete dan coklat. (6). Kacang-kacangan
bulan =35 orang, usia >24-59 bulan = 45 terdiri dari kedelai, kacang tanah, kacang
orang) dan pembanding dari orang tua yang hijau, kacang merah, dan kacang lainnya. (7).
memiliki balita normal dengan jumlah yang Gula terdiri dari gula pasir, gula merah. (8).
sama (perbandingan 1 : 1) sehingga secara Sayur dan buah adalah semua jenis sayuran
keseluruhan sampel yang diambil sebanyak dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi.
160 orang. Teknik sampling merupakan suatu (9). Lain-lain seperti teh, kopi, sirup, bumbu-
proses seleksi sampel yang digunakan dalam bumbuan, makanan dan minuman jadi.
penelitian dari populasi yang ada, sehingga Berdasarkan identifikasi jenis pangan,
jumlah sampel mewakili keseluruhan populasi langkah berikutnya melakukan analisis
yang ada. Dalam penelitian ini teknik Sampel terhadap kecukupan sumber pangan yang
diambil secara simpel random sampling atau dikonsumsi oleh KK responden penelitian
sampling acak sederhana. yang dibandingkan dengan tingkat kecukupan
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsumsi pangan ideal gram/kapita/hari
hubungan antara sosio demografi, ketahanan terhadap Pola Pangan Harapan (PPH). Tujuan
pangan keluarga dengan kejadian stunting pada dari PPH adalah untuk menghasilkan suatu
anak usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas komposisi normal atau standar pangan dalam
Bandarharo Kecamatan Semarang Utara, memenuhi kebutuhan gizi penduduk, juga
menemukan upaya-upaya penanggulangan mempertimbangkan keseimbangan gizi, cita
kejadian stunting dan hambatan-hambatan rasa, daya cerna, daya terima masyarakat,

185
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

Tabel 2
Tingkat Kecukupan Sumber Pangan Keluarga, Konsumsi Ideal.
Mencukupi
Jenis Berat Kebutuhan
No Kelompok pangan Konsumsi ideal
Pangan (g/kap/hr) (%)
Org %
1 Padi-padian Beras 1000 50 158 97,5%
2 Umbi-Umbian Singkong, ubi 120 6 5 3,2%
3 Pangan Hewani Daging, ikan, Telor dan susu 240 12 31 19,3%
4 Minyak dan Lemak Minyak dan lemak 200 10 82 50,4%
5 Buah biji berminyak Kelapa 60 3 3 2,1%
6 Kacang-kacangan Kacang-kacangan 100 5 162 100,0%
7 Gula Gula pasir 100 5 115 70,7%
8 Sayur dan Buah Buah-buahan dan sayuran 120 6 68 41,8%
9 Lain-lain Makanan dan minuman lain 60 3 10 6,4%
Sumber : Analisis Data Primer (2018).

kualitas dan kemampuan daya beli. Tingkat tangga dihitung berdasarkan jenis pangan
kecukupan sumber pangan dan konsumsi yang dikonsumsi rumah tangga responden per
ideal keluarga diperoleh dari inventarisasi minggu yang dikonversikan menjadi kalori.
data pangan dan non pangan yang dikonsumsi Jumlah kalori yang dikonsumsi setiap orang
responden pada kuesioner yang telah tercatat anggota keluarga per hari dihitung berdasarkan
sebagaimana disajikan pada tabel 2. tabel konversi konsumsi pangan (Nutri Survey)
Tabel 2 tersebut menjelaskan bahwa dengan cara membagi total konsumsi kalori KK
sebagian besar responden penelitian per minggu dengan jumlah anggota keluarga.
mengkonsumsi padi-padian dengan cukup Standar konsumsi energi per hari per orang
sebanyak 97,5%, mengkonsumsi umbi umbian berdasarkan rekomendasi Widyakarya Nasional
sebanyak 3,2%, mengkonsumsi pangan hewani Pangan dan Gizi IX 2008 sebesar 2.200 kkal/
sebanyak 19,3%, mengkonsumsi minyak orang/hari. Konsumsi energi keluarga lebih
dan lemak sebanyak 50,4%, mengkonsumsi dari 2.200 disebut kategori cukup, sedangkan
buah biji berminyak 2,1%, mengkonsumsi bila kurang dari 2.200 disebut kategori kurang.
kacang-kacangan dengan cukup sebanyak Konsumsi kalori keluarga per hari responden
100%, mengkonsumsi gula dengan cukup dari lokasi penelitian digolongkan seperti yang
sebanyak 70,7%, mengkonsumsi buah dan disajikan pada tabel 3.
sayur sebanyak 41,8% dan mengkonsumsi
sumber makanan lain sebanyak 6,4%. Tabel 3
Perhitungan Penggolongan Konsumsi Kalori/
Orang/Hari
Konsumsi kalori rumah tangga Energi
Kategori Orang %
Kalori yang dikonsumsi pada hampir (Kkal/ org/hari)
semua makanan dan minuman memiliki jumlah ≤ 2200 Kurang 125 77,2%
> 2200 Cukup 37 22,8%
yang berbeda-beda. Karbohidrat, protein,
Jumlah 162 100%
lemak, vitamin dan mineral yang merupakan Sumber : Analisis Data Primer (2018)
zat gizi utama penyusun makanan yang
terdapat dalam kandungan kalori makanan Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa
dan minuman. Konsumsi kalori setiap rumah sebagian besar KK responden penelitian

186
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
yang mengkonsumsi kalori lebih besar dari pengeluaran pangan sebesar Rp 1,370,132 per
2200 kkal/orang/hari sebanyak 37 KK atau bulan, sementara total pengeluaran rata-rata
22,8% dari total responden. Sedangkan yang sebesar Rp 3,876,809, sehingga perhitungan
mengkonsumsi energi ≤ 2200 kkal/orang/hari pangsa pengeluaran pangan adalah PF = PP:
sebanyak 125 KK responden atau 77,2% dari TP x 100% = Rp 1,370.132: Rp 3.876.809
total responden. Secara rata-rata responden x 100% = 35,34%, dimana PF = Pangsa
penelitian memiliki tingkat konsumsi kalori Pengeluaran Pangan (%), PP = Pengeluaran
sebesar 1,672.06 kkal/orang /hari, maka dapat Pangan (Rupiah) dan TP = Total Pengeluaran
ditentukan TKE = 1,672.06: 2.200 x 100% Rumah Tangga (Rupiah). Perhitungan PF
= 76,00%. Angka TKE sebesar 76% atau < menunjukkan bahwa pangsa pengeluaran
80% Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang rumah tangga rata-rata responden penelitian
dianjurkan. Oleh karena itu secara asupan adalah sebesar 35,34%. Angka ini lebih kecil
kalori rata-rata, responden penelitian di dari (< 60%) yang berarti responden penelitian
Kelurahan Tanjung Mas tergolong kategori di Kelurahan Tanjung Mas tergolong tahan
rawan pangan. Hal lainnya juga adalah bahwa
rumah tangga responden lebih mengutamakan
Pangsa Pengeluaran Pangan bagi Rumah pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan
Tangga dasar terlebih dahulu berupa pangan, apabila
Pengeluaran total merupakan pengeluaran kebutuhan dasar sudah terpenuhi, maka
untuk konsumsi pangan ditambah pengeluaran keluarga akan mengalokasikan pendapatannya
untuk non pangan. Data pengeluaran untuk kebutuhan non pangan.
pangan, pengeluaran non pangan dan total
pengeluaran didistribusikan berdasarkan Tingkat ketahanan pangan keluarga di
pangsa pengeluaran pangan disajikan pada Kelurahan Tanjung Mas
table 4. Penelitian ini difokuskan untuk
melihat pengaruh konsumsi energi dan
Tabel 4 pangsa pengeluaran pangan terhadap tingkat
Perhitungan Pangsa Pengeluaran Pangan Per Hari
Dalam Persen ketahanan pangan rumah tangga, dimana
Pangsa pengeluaran pola konsumsi merupakan salah satu alat
Kategori Orang %
pangan ukur untuk melihat ketahanan pangan rumah
≤ 60% Rendah 115 71,0% tangga. Kriteria ketahanan pangan rumah
> 60% Tinggi 47 29,0%
tangga diklasifikasikan berdasarkan tingkat
Jumlah 162 100%
Sumber : Analisis Data Primer (2018) konsumsi energi per unit ekuivalen dewasa
dengan pangsa pengeluaran pangan, seperti
Tabel 4 tersebut menunjukkan bahwa disajikan pada tabel 5.
mayoritas KK responden penelitian memiliki Tabel 5 tersebut menunjukkan bahwa
pangsa pengeluaran pangan kurang dari 60% sebagian besar responden penelitian berada
per bulan sebesar 71% dan hanya sebagian KK dalam kategori kurang pangan sebesar 54,3%,
responden yang memiliki pangsa pengeluaran kategori rawan pangan sebesar 22,8%, yang
pangan lebih dari 60% sebesar 29%. Secara berada dalam kategori tahan pangan sebesar
rata-rata responden penelitian memiliki pangsa 16,7 % dan kategori rentan pangan 6,2%.

187
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

Tabel 5 Tabel 7
Tingkat Ketahanan Pangan Keluarga di Kelurahan Tabel Silang Hubungan Ketahanan Pangan
Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara Keluarga dan Kejadian Stunting
Konsumsi energi Pangsa Pengeluaran Pangan Status gizi
per unit ekuivalen Rendah Tinggi Anak Anak
Ketahanan pangan Total
dewasa (≤ 60 % (> 60 % Normal Stunting
pengeluaran pengeluaran (%) (%)
total) total) Kurang, Rentan
35,8% 47,5% 83,3%
Cukup (> 80 % Tahan Rentan pangan dan Rawan Pangan
syarat kecukupan pangan (6,2%) Tahan Pangan 14,2% 2,5% 16,7%
energi) (16,7%) Total 50,0% 50,0% 100
Sumber : Analisis Data Primer (2018).
Kurang (≤ 80 % Kurang Rawan pangan
syarat kecukupan pangan (22,8%)
keluarga balita normal yang kurang pangan,
energi) (54,3%)
Sumber : Analisis Data Primer (2018) rentan pangan dan rawan pangan sebesar
yang tahan pangan yang memiliki balita
normal yaitu sebesar 14,2% dan keluarga
Hubungan Ketahanan Pangan dan
balita stunting sebesar 2,5%. Kondisi ini
Kejadian Stunting
menunjukkan bahwa di dalam keluarga yang
Kuesioner penelitian disebarkan secara
kurang, rentan dan rawan pangan belum
acak kepada KK yang memiliki balita stunting
tentu semuanya mengalami kejadian stunting
dan balita normal. Adapun sebaran status gizi
karena terdapat juga banyak keluarga dari anak
balita responden penelitian seperti disajikan
normal yang kurang, rentan dan rawan pangan
pada tabel 6.
walaupun prosentasenya lebih kecil dibanding
Tabel 6 keluarga yang memiliki anak stunting. Begitu
Deskripsi Kategori Gizi Balita Responden Penelitian juga untuk keluarga yang tahan pangan, belum
Kategori Gizi Orang % tentu semua balitanya normal karena terdapat
Anak Stunting 81 50%
Anak Normal 81 50%
sebagian keluarga yang balitanya mengalami
Total 162 100,0% kejadian stunting dalam kondisi tahan pangan,
Sumber : Analisis Data Primer (2018) walaupun prosentasenya lebih sedikit. Hal ini
berarti bahwa keluarga yang rentan, kurang,
Tabel 6 tersebut menunjukkan bahwa rawan dan tahan pangan dapat memiliki balita
sebagian balita responden penelitian memiliki yang mengalami kejadian stunting maupun
status gizi normal yaitu sebanyak 81 balita balita normal. Kondisi ini tergantung pola asuh
(50%), sedangkan sisanya adalah balita yang orang tua, pendidikan dan pengetahuan yang
stunting sebanyak 81 balita (50%). dimiliki orang tua, jumlah anggota keluarga,
Hubungan ketahanan pangan keluarga pendapatan dan pengeluaran kebutuhan rumah
dan kejadian stunting yang ada di dalamnya tangganya serta pemberian asupan makanan
disajikan pada tabel 7. yang bergizi bagi balita dan lain-lain.
Tabel 7 tersebut menjelaskan bahwa Untuk mengetahui hubungan ketahanan
responden pada keluarga balita normal yang pangan dengan kejadian stunting dapat
kurang pangan, rentan pangan dan rawan dilakukan dengan menggunakan penghitungan
pangan sebesar 35,8% dan keluarga balita uji Spearman Correlation yang disajikan pada
stunting sebesar 47,5%. Responden pada tabel 8.

188
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
Tabel 8
Uji Spearman Correlation Ketahanan Pangan Keluarga Hubungannya dengan Kejadian
Stunting
Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Pearson’s R ,315 ,064 4,194 ,000c
Spearman Correlation ,315 ,064 4,194 ,000c
162
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

Tabel 8 tersebut menjelaskan hasil uji rumah tangga. Ketidaktahanan pangan dapat
Spearman Correlation terhadap ketahanan digambarkan dari perubahan konsumsi pangan
pangan keluarga dengan kejadian stunting yang mengarah pada penurunan kuantitas
diperoleh nilai Approx. Sig. = 0,000 yang bernilai dan kualitas termasuk perubahan frekuensi
< 0,05. Ini berarti ketahanan pangan keluarga konsumsi makanan pokok
memiliki hubungan signifikan dengan kejadian Ketahanan pangan menekankan adanya
stunting. Hasil penelitian ini konsisten dengan jaminan pada kesejahteraan keluarga, salah
penelitian Slamet Rohaedi (2012), Lutfiana satunya adalah pangan sebagai alat mencapai
(2013), Masrin, dkk (2014) serta Afrizal (2016) kesejahteraan. Stabilitas pangan berarti
yang menyatakan bahwa ketahanan pangan menjaga agar tingkat konsumsi pangan rata-
keluarga berhubungan secara signifikan dengan rata rumah tangga tidak menurun di bawah
status gizi balita maupun kejadian stunting. kebutuhan yang seharusnya. Ketahanan
Jika keluarga memiliki pangan yang cukup dari pangan keluarga terkait dengan ketersediaan
segi jumlah dan kualitasnya, maka zat gizi bagi pangan yang merupakan salah satu faktor tidak
balita dapat terpenuhi secara optimal sehingga langsung yang berpengaruh pada status gizi
kejadian stunting pada balita usia 1-5 tahun anak (Soekirman 2000).
dapat teratasi.
Menurut Soekirman (2000) bahwa Hubungan Sosio Demografi Dan Stunting
ketahanan pangan pada dasarnya bicara Pekerjaan Orang Tua
soal ketersediaan pangan (food avaibilitas), Responden pada umumnya tidak memiliki
stabilitas harga pangan (food price stability), pekerjaan sampingan, dari jenis pekerjaan utama
dan keterjangkauan pangan (food accessibility). responden terdapat banyak macam pekerjaan
Ketersediaan pangan yang cukup berarti yang dapat dilihat pada tabel 9.
rata-rata jumlah dan mutu gizi pangan yang Tabel 9 tersebut menjelaskan bahwa
tersedia di masyarakat dan pasar mencukupi sebagian besar responden penelitian memiliki
kebutuhan untuk konsumsi semua rumah pekerjaan utama ibu sebagai IRT sebanyak 77
tangga. Menurut Peraturan Pemerintah No orang, sedangkan pekerjaan bapak mayoritas
68 tahun 2002, ketahanan pangan merupakan adalah swasta sebanyak 86 orang. Hasil uji
kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah Spearman Correlation berdasarkan pekerjaan
tangga yang tercermin dari ketersediaan bapak, diperoleh nilai Approx. Sig. = 0,010 <
pangan yang cukup, baik jumlah, maupun 0,05 dan pekerjaan ibu = 0,610 > 0,05. Hal ini
mutunya, aman, merata, dan terjangkau. menunjukkan bahwa untuk pekerjaan bapak
Konsumsi pangan yang mencukupi merupakan memiliki hubungan signifikan dengan kejadian
syarat mutlak terwujudnya ketahanan pangan stunting, sedangkan pekerjaan ibu tidak

189
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

Tabel 9
Analisis Crosstab dan Spearman Correlation Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua (Ibu/Bapak)
Kejadian Stunting Spearman Approx.
Total
 Stunting Normal Correlation Sig.
Pekerjaan Ibu IRT jumlah 33 44 77 16,849a 0,601
% 41,3% 55,0% 48,1%  
Buruh jumlah 17 3 20  
% 21,3% 3,8% 12,5%  
Wiraswasta jumlah 5 2 7  
% 6,3% 2,5% 4,4%  
Swasta jumlah 18 28 46  
% 22,5% 35,0% 28,7%  
PNS jumlah 1 0 1  
% 1,3% 0,0% 0,6%  
Lainnya jumlah 5 3
8  
% 6,3% 3,8% 5,0%  
Pekerjaan Bapak Tdk Ada Ktr jumlah 1 0 1 17,624a 0,010
% 1,3% 0,0% 0,6%
Buruh jumlah 14 6 20  
% 17,5% 7,5% 12,5%  
Wiraswasta jumlah 17 4 21  
% 21,3% 5,0% 13,1%  
Swasta jumlah 32 54 86  
% 40,0% 67,5% 53,8%  
Nelayan jumlah 13 13 26  
% 16,3% 16,3% 16,3%  
Dagang Ikan jumlah 0 1 1  
% 0,0% 1,3% 0,6%  
Lainnya jumlah 3 2 5  
% 3,8% 2,5% 3,1%  
Total jumlah
80 80 160
%  
100,0% 100,0% 100,0%    
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

memiliki hubungan signifikan dengan kejadian dapat mengurus dan merawatnya dengan
stunting. Hasil penelitian ini sesuai dengan baik. Kondisi ini karena kurangnya kesadaran
penelitian Annisa (2012) dan Sulastri (2012) ibu terhadap kesehatan balitanya, sehingga
yang mengatakan bahwa status pekerjaan ibu waktu yang dimiliki tidak dimanfaatkan
tidak ada hubungan bermakna dengan kejadian dengan baik untuk merawat balitanya, di
stunting pada balita. Banyaknya ibu yang samping itu karena pengetahuan gizi kurang,
tidak bekerja seharusnya berdampak positif pendapatan rendah, kebersihan lingkungan
terhadap balitanya, karena ibu lebih memiliki kurang terpelihara dan penyakit infeksi pada
waktu yang banyak untuk bersama sehingga balita sebagai penyebab anak stunting.

190
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
Pekerjaan merupakan faktor penting Tabel 10 tersebut menjelaskan bahwa
dalam menentukan kualitas maupun kuantitas sebagian besar responden penelitian memiliki
pangan, karena pekerjaan berhubungan pendapatan lebih besar dari UMR Kota
dengan pendapatan. Kaitannya dengan gizi Semarang sebanyak Rp 2.310.087,- per bulan
bahwa apabila pendapatan meningkat, maka sebanyak 128 orang, yang memiliki pendapatan
kesehatan dan masalah keluarga berkaitan lebih kecil dari UMR Kota Semarang sebanyak
dengan gizi akan menjalani perbaikan. Faktor 32 orang. Hasil uji Spearman Correlation
ibu yang bekerja belum tentu dapat berperan berdasarkan pendapatan orang tua, diperoleh
sebagai penyebab utama masalah gizi anak, nilai Approx. Sig. 0,005 < 0,05. Hal ini
namun pekerjaan ini lebih disebut sebagai menunjukkan bahwa pendapatan keluarga
faktor yang mempengaruhi pemberian zat memiliki hubungan yang signifikan dengan
gizi dan pengasuhan atau perawatan anak kejadian stunting. Hasil penelitian ini didukung
(Suhardjo, 2008). oleh beberapa pendapat, yaitu (1). Nashikhah
Masih banyaknya masyarakat yang (2012) yang menyatakan bahwa pendapatan
belum mendapatkan pekerjaan yang layak di akan mempengaruhi pemenuhan zat gizi
Kelurahan Tanjung Mas menjadi perhatian keluarga dan kesempatan dalam mengikuti
Pemerintah Daerah untuk meningkatkan pendidikan formal. Rendahnya pendidikan
kemampuan kerja dengan mengadakan disertai rendahnya pengetahuan gizi sering
pelatihan-pelatihan dan menciptakan dihubungkan dengan kejadian malnutrisi. (2).
lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya Mendez dkk (1999) yang menyatakan bahwa
bagi warga masyarakatnya, sehingga dapat faktor pendapatan memiliki peranan besar
meningkatkan pendapatan keluarga. Dengan dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan
pendapatan yang layak dapat digunakan keluarga terutama tergantung kemampuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga untuk membeli pangan yang
kesehatan keluarga sehingga status gizi balita dibutuhkan keluarga tersebut. Anak-anak yang
menjadi lebih baik. berasal dari keluarga yang miskin bersinergi
dengan kekurangan gizi yaitu stunting. (3).
Pendapatan Keluarga Manurung (2009) yang menyatakan bahwa
Dari segi pendapatan bulanan responden, pendapat keluarga merupakan jumlah uang
besarnya pendapatan per bulan yang diperoleh yang dihasilkan dan jumlah uang yang
bervariasi dapat dilihat pada tabel 10. dikeluarkan untuk membiayai keperluan

Tabel 10
Analisis Crosstab dan Spearman Correlation Berdasarkan Jumlah Pendapatan Keluarga (Rp/Bulan)
Kejadian Stunting Spearman
Total Approx. Sig.
 Normal Stunting Correlation
Pendapatan < UMR Jumlah 9 23 32 12,484a 0,005
% 11,3% 28,7% 20,0%  
≥UMR Jumlah 71 57 128  
% 88,8% 71,3% 80,0%    
Total Jumlah 80 80 160  
% 100,0% 100,0% 100,0%    
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

191
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

rumah tangga selama satu bulan. Pendapatan kesehatan balitanya, dengan sering aktif
keluarga yang mencukupi akan menunjang dan kontrol balitanya ke Posyandu atau
perilaku anggota keluarga untuk mendapatkan Puskesmas dan segera merawat balitanya
pelayanan kesehatan keluarga lebih memadai apabila mengalami sakit ke Puskesmas.
Pendapatan yang tinggi belum tentu Pendapatan keluarga yang tinggi
dapat menjamin terpenuhinya gizi keluarga. memungkinkan mudahnya mendapatkan bahan
Hal ini tergantung kemampuan keluarga pangan yang bergizi untuk konsumsi keluarga
mengatur pendapatannya untuk memenuhi sehari-hari, sebaliknya pendapatan keluarga
kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Apabila yang rendah sulit mendapatkan pangan
alokasi pendapatan untuk konsumsi nonpangan yang bergizi. Untuk itu peran Pemerintah
lebih diprioritaskan, sementara konsumsi Daerah sangat dibutuhkan dalam rangka
pangan atau gizi makanan diabaikan maka meningkatkan pendapatan masyarakat dengan
kemungkinan keluarga akan mengalami melakukan kegiatan-kegiatan pelatihan yang
permasalahan berkaitan dengan gizi dalam berkaitan dengan peningkatan kemampuan
keluarga terutama balitanya. Di samping bekerja, dan menyiapkan lapangan kerja
itu, keluarga harus peduli terhadap kondisi seluas-luasnya bagi

Tabel 11
Analisis Crosstab dan Spearman Correlation Berdasarkan Pendidikan Orang Tua (Ibu/Bapak)

  Kejadian Stunting Spearman Approx.


Total
Normal Stunting Correlation Sig.
Pendidikan Ibu Tdk Sklh Jumlah 4 1 5 0.066 0,947
% 5.0% 1.3% 3.1%  
SD Jumlah 14 12 26  
% 17.5% 15.0% 16.3%  
SMP Jumlah 32 41 73  
% 40.0% 51.3% 45.6%  
SMA Jumlah 30 26 56  
% 37.5% 32.5% 35.0%  
Pendidikan Bapak Tdk Sklh Jumlah 2 0 2 -1.101 0,272
% 2.5% 0.0% 1,3%  
SD Jumlah 8 12 20  
% 10.0% 15.0% 12,5%  
SMP Jumlah 26 33 59  
% 32.5% 41.3% 36,9%  
SMA Jumlah 44 33 77  
% 55.0% 41.3% 48,1%  
S1 Jumlah 0 2 2  
% 0.0% 2.5% 1,3%    
Total Jumlah 80 80 160  
% 100,0% 100,0% 100,0%    
Sumber : Analisis Data Primer (2018).

192
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
Pendidikan Orang Tua pengalaman yang dimiliki dan sosialisasi yang
Tingkat pendidikan orang tua, responden pernah diperoleh dari Puskesmas Bandarharjo.
penelitian di Kelurahan Tanjung Mas memiliki Pendidikan formal dapat membentuk
tingkat pendidikan berbeda-beda, yang dapat karakter masyarakat menjadi baik dan cerdas,
dilihat pada tabel 11. namun pendidikan non formal juga sangat
Tabel 11 tersebut menjelaskan bahwa diperlukan untuk mendukung terbentuknya
sebagian besar responden penelitian masyarakat yang cerdas dan mampu mengatasi
berpendidikan SMP sebanyak 73 orang permasalahan kesehatan di lingkungannya.
untuk ibu dan berpendidikan SMA sebanyak Kejadian stunting pada balita di Kelurahan
77 orang untuk bapak. Responden yang Tanjung Mas dapat disebabkan juga oleh
berpendidikan SD sebanyak 26 orang untuk kondisi lingkungan yang tidak bersih atau
ibu dan 20 orang untuk bapak. Sedangkan kumuh akibat sering terjadinya genangan
ibu dan bapak yang tidak bersekolah sama air pasang di pemukiman warga dan kurang
sekali sebanyak 7 orang. Hasil uji Spearman perhatiannya masyarakat terhadap kebersihan
Correlation berdasarkan pendidikan orang lingkungannya. Kondisi ini rawan terhadap
tua, diperoleh nilai Approx. Sig. pendidikan timbulnya berbagai penyakit pada balita seperti
ibu = 0,974 dan bapak = 0,271 > 0,05. Hal TBC, diare dan penyakit infeksi lainnya yang
ini menunjukkan bahwa pendidikan orang merupakan penyebab terjadinya gangguan
tua (ibu dan bapak) tidak memiliki hubugan makan pada balita sehingga menyebabkan
yang signifikan dengan kejadian stunting. terjadinya stunting. Hal ini sejalan dengan
Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penegasan dr. Mariam, Dokter Puskesmas
hasil penelitian dari : (1). Anindita (2012), Bandarharjo, yang menyatakan:
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan “Masalah gizi buruk dengan penyakit infeksi
bermakna antara tingkat pendidikan ibu itu seperti lingkaran setan. Kalau balita
dengan kejadian stunting pada balita di sudah terkena penyakit infeksi pasti berat
Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. (2). badan akan menurun. Ada juga kasus gizi
Ni’am dan Muniroh (2015), yang menyatakan buruk yang terinfeksi penyakit lain seperti
TBC, Malaria, dan influenza” (Wawamcara,
bahwa keluarga miskin memiliki prosentase 21 September 2018).
stunting lebih besar dan tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan terhadap kejadian Mayoritas tingkat pendidikan responden
stunting pada balita keluarga miskin di r e nda h ka r e na kur a ngnya bia ya da n
Kecamatan Balen Kabupaten Bojonegoro. pemahaman tentang manfaat pendidikan bagi
Kondisi ini dimungkinkan karena kehidupan keluarga, sehingga mereka lebih
pendidikan yang dimiliki oleh orang tua memilih tidak melanjutkan pendidikan dan
balita adalah pendidikan umum (SD, SMP, merasa cukup dengan pendidikan yang sudah
SMA), walaupun kurang mendalami secara ada. Kondisi ini dapat diatasi dengan banyak
dominan pengetahuan yang berkaitan dengan memberikan sosialisasi untuk meningkatkan
gizi dan keperawatan, namun perhatian orang pendidikan masyarakat dan memberikan
tua terhadap anak merupakan naluri yang beasiswa bagi warga yang ingin melanjutkan
sudah melekat secara alamiah pada diri orang pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi.
tua, sehingga anak dirawat dan diasuh sesuai Pendidikan tinggi akan membentuk pola

193
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

pikir dan keterampilan untuk mendapatkan dan hasil penelitiannya menunjukkan adanya
pekerjaan yang layak dan akan berpengaruh hubungan yang bermakna antara pengetahuan
terhadap tingkat pendapatan keluarga, dengan gizi orang tua dengan kejadian stunting pada
pendapatan yang layak maka pemenuhan balita di Kecamatan Semarang Timur.
kebutuhan pangan keluarga dapat dipenuhi b. S u p a r i a s a , d k k ( 2 0 0 2 ) y a n g
sesuai kebutuhan gizi keluarga sehingga dapat menyatakan bahwa pengetahuan orang tua
mencegah terjadinya stunting pada balita yang tentang gizi sangat berperan penting dalam
dimilikinya. meningkatkan status gizi anak. (2). Anwar
dkk (2005) yang menyatakan bahwa faktor
Pengetahuan Gizi yang mempengaruhi terjadinya gizi buruk/
Dari segi tingkat pengetahuan gizi, kejadian stunting pada balita diantaranya
responden penelitian dapat digolongkan adalah status sosial ekonomi, ketidaktahuan
menjadi dua kategori, yaitu kategori tingkat ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk
pengetahuan gizi yang tergolong tidak baik anak karena kurang pengetahuan gizi dan
dan baik, yang dapat dilihat pada table 12. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Tabel 12 tersebut menjelaskan bahwa Pengetahuan gizi adalah sesuatu
sebagian besar responden penelitian memiliki yang diketahui tentang makanan dalam
pengetahuan gizi yang tergolong kurang hubungannya dengan kesehatan optimal.
sebanyak 129 orang, memiliki pengetahuan Pengetahuan gizi meliputi pengetahuan
gizi yang tergolong baik yaitu sebanyak tentang pemilihan dan konsumsi sehari-hari
31 orang. Hasil uji Spearman Correlation dengan baik dan memberikan semua zat gizi
berdasarkan pengetahuan gizi, diperoleh nilai yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.
Approx. Sig. 0,028 < 0,05. Hal ini menunjukkan Pemilihan dan konsumsi bahan makanan
bahwa pengetahuan gizi responden memiliki berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
hubungan yang signifikan dengan kejadian Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi
stunting. Hasil penelitian ini didukung oleh apabila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang
beberapa pendapat : (1). Nashikhah (2012) dibutuhkan tubuh. Status gizi kurang terjadi
yang menyatakan bahwa rendahnya pendidikan apabila tubuh mengalami kekurangan satu
disertai rendahnya pengetahuan gizi sering atau lebih zat gizi essential. Sedangkan status
dihubungkan dengan kejadian malnutrisi gizi lebih terjadi apabila tubuh memperoleh zat

Tabel 12
Analisis Crosstab dan Spearman Correlation Pengetahuan Gizi
Kejadian Stunting Spearman
Total Approx. Sig.
Normal Stunting Correlation
Pengetahuan Tidak Baik Jumlah 59 70 129 2,220 ,028c
% 73,8% 87,5% 80,6%  
Baik Jumlah 21 10 31  
% 26,3% 12,5% 19,4%    
Total Jumlah 80 80 160  
% 100,0% 100,0% 100,0%    
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

194
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga ketika mereka mensosialisasikan tentang
menimbulkan efek yang membahayakan gizi dan kesehatan keluarga dapat mudah
(Almaitser, 2014). difahami dan dilaksanakan, sebagai contoh
Pengetahuan gizi adalah kemampuan Ustaz dalam kegiatan pengajian di Majelis
seseorang untuk mengingat kembali Taklim menyampaikan tentang pentingnya
kandungan gizi makanan serta kegunaan zat keluarga untuk tidak mengkonsumsi rokok
gizi tersebut dalam tubuh. Pengetahuan gizi karena di samping hukumnya haram bagi yang
ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan beragama Islam, juga berdampak buruk untuk
untuk menggabungkan informasi gizi dengan kesehatan dan merokok termasuk perbuatan
perilaku makan, agar struktur pengetahuan pemborosan anggaran rumah tangga karena
yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat tidak diprioritaskan untuk kebutuhan gizi
dikembangkan (Emilia, 2008). Orang tua keluarga.
yang kurang memiliki pengetahuan gizi
akan sulit dapat memberikan konsumsi Usia Orang Tua
makanan yang bergizi kepada balitanya, Dari segi usia, responden penelitian di
walaupun pendapatan keluarga cukup tinggi. Kelurahan Tanjung Mas dapat digolongkan
Kondisi ini terdapat di tengah masyarakat, menjadi tiga kelompok usia yaitu < 40 tahun,
khususnya responden penelitian banyak yang 41-60 tahun dan > 60 tahun yang dapat dilihat
memiliki pendapatan cukup namun balitanya pada tabel 13.
mengalami stunting. Tabel 13 tersebut menjelaskan bahwa
Pengetahuan gizi orang tua perlu sebagian besar responden penelitian berusia
ditingkatkan dengan banyak melakukan <40 tahun sebanyak 153 orang untuk ibu dan
sosialisasi oleh Pemerintah, Swasta dan tokoh 134 untuk bapak. Responden yang berusia
masyarakat. Keterlibatan tokoh masyarakat 41-60 tahun sebanyak 6 orang untuk ibu dan
sangat diperlukan, seperti Ustaz atau Pendeta 26 orang untuk bapak, sedangkan responden
dan tokoh masyarakat yang berpengaruh, yang berusia 60 tahun ke atas tidak ada. Hasil
karena kelompok masyarakat ini sangat uji Spearman Correlation berdasarkan usia
didengar dan dipatuhi keberadaannya sehingga ibu dan bapak, diperoleh nilai Approx. Sig.

Tabel 13
Analisis Crosstab dan Spearman Correlation Usia Orang Tua
Kejadian Stunting Spearman
Total Approx. Sig.
Normal Stunting Correlation
Usia Ibu <40 Jumlah 78 75 153 1,133 0,259c
% 97,5% 93,8% 95,6%  
41-60 Jumlah 1 5 6  
% 1,3% 6,3% 3,8%    
Usia Bapak <40 Jumlah 69 65 134 ,854 ,395c
% 86,3% 81,3% 83,8%  
41-60 Jumlah 11 15 26  
% 13,8% 18,8% 16,3%    
Total Jumlah 80 80 160  
% 100,0% 100,0% 100,0%    
Sumber : Analisis Data Primer (2018)

195
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

ibu = 0,259 dan bapak = 0,395 > 0,05. Hal Pertama, Program Indonesia Sehat
ini menunjukkan bahwa usia orang tua tidak dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK).
memiliki hubungan yang signifikan dengan Program ini telah ditetapkan dalam Peraturan
kejadian stunting. Hasil penelitian ini sesuai Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 39
dengan penelitian yang dilakukan (1). tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Agustiningrum (2016), yang menyatakan PIS-PK, dengan cara mendatangi langsung
bahwa tidak terdapat hubungan bermakna ke masyarakat untuk memantau kesehatan
antara usia ibu dengan kejadian stunting masyarakat, termasuk pemantauan gizi
pada balita sehingga usia ibu tidak beresiko masyarakat untuk menurunkan angka stunting
terhadap stunting. (2). Astuti (2016), yang oleh petugas Puskesmas Bandarharjo.
menyatakan bahwa faktor fisiologi usia ibu Terkait dengan hal ini dr. Nurhayati, Kepala
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin, Puskesmas Bandarharjo, yang menegaskan:
namun asupan makanan seimbang yang “Kasus gizi buruk yang terjadi di Kota
dicerna oleh ibu dapat berdampak positif. Semarang, khususnya di Kecamatan Tanjung
Walaupun usia responden terbanyak Mas ini tidak hanya berakar pada masalah
di usia < 40 tahun, masa ini ditandai dengan asupan gizi pada balita, ketahanan pangan,
adanya perhatian yang tercurah pada anak- ekonomi keluarga, dan SDM sebagai faktor
yang dapat mempengaruhi, tetapi perlu
anak, keahlian produktif, keluarga dan koordinasi antar lembaga tidak hanya
pekerjaan serta sifat mengasuh pada wanita di tingkat rapat-rapat saja, seharusnya
sangat tampak dominan, namun usia tersebut secara langsung turun ke masyarakat
tidak berhubungan signifikan dengan kasus dan melihat secara langsung di lapangan
kondisi kesehatan dan gizi masyarakat”
kejadian stunting pada balitanya karena
(Wawancara, 24 September 2018).
banyak faktor sebagai penyebab kejadian
stunting balita, antara lain asupan makanan PIS-PK merupakan salah satu cara
buruk seperti ASI tidak ekslusif, pemberian Puskesmas untuk meningkatkan jangkauan
makanan tambahan (PMT) tidak sesuai tahap sasaran dan mendekatkan akses pelayanan
usia, kurang makan makanan yang bergizi kesehatan di wilayah kerjanya dengan
seimbang dalam waktu yang lama, adanya mendatangi keluarga. Program ini diharapkan
penyakit infeksi akibat pola asuh tidak tepat, gizi masyarakat akan terpantau di seluruh
anak sering sakit higienis dan sanitasi kurang wilayah Indonesia terutama di daerah dan
baik, dan daya tahan tubuh anak lemah, perbatasan agar penurunan angka stunting
kurangnya memantau tumbuh kembang anak bisa tercapai.
(jarang ke Posyandu) serta gizi buruk ibu Kedua, Pemberian Makanan Tambahan
sebelum dan sesudah hamil (Fatma 2014). (PMT). Kegiatan ini sudah diatur dalam
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
Upaya Penanggulangan Kejadian Stunting. 51 tahun 2016 tentang Standar Produk
Upaya-upaya penanggulangan terjadinya Suplementasi Gizi. Dalam Permenkes itu
stunting yang dilakukan oleh Puskesmas diatur Standar Makanan Tambahan untuk
Bandarharjo Kecamatan Semarang Utara, Anak Balita, Anak Usia Sekolah Dasar dan Ibu
Kota Semarang, mengikuti program yang Hamil. Pemberian makanan tambahan yang
dicanangkan Kementerian Kesehatan berfokus baik pada zat gizi makro maupun

196
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
zat gizi mikro bagi balita dan ibu hamil embrio. Berat badan ibu pada saat pembuahan,
sangat diperlukan dalam rangka pencegahan baik menjadi kurus atau kegemukan dapat
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan balita mengakibatkan kehamilan beresiko dan
stunting. Sedangkan pemberian makanan berdampak pada kesehatan anak di kemudian
tambahan pada anak usia sekolah dasar hari. Kebutuhan gizi akan meningkat pada fase
diperlukan dalam rangka meningkatkan kehamilan, khususnya energi, protein, serta
asupan gizi untuk menunjang kebutuhan beberapa vitamin dan mineral sehingga ibu
gizi selama di sekolah dan saat usia remaja. harus memperhatikan kualitas dan kuantitas
Makanan tambahan yang diberikan dapat makanan yang dikonsumsinya. Janin memiliki
berbentuk makanan keluarga berbasis pangan sifat plastisitas (fleksibilitas) pada periode
lokal dengan resep-resep yang dianjurkan. perkembangan. Janin akan menyesuaikan
Makanan lokal lebih bervariasi namun metode diri dengan apa yang terjadi pada ibunya,
dan lamanya memasak sangat menentukan termasuk apa yang dimakan oleh ibunya
ketersediaan zat gizi yang terkandung di selama mengandung. Jika nutrisinya kurang,
dalamnya. Suplementasi gizi dapat juga bayi akan mengurangi sel-sel perkembangan
diberikan berupa makanan tambahan pabrikan tubuhnya. Oleh karena itu, pemenuhan gizi
yang lebih praktis dan terjamin komposisi zat pada anak di 1000 HPK menjadi sangat penting,
gizinya. sebab jika tidak dipenuhi asupan nutrisinya,
Ketiga, 1000 Hari Pertama Kehidupan maka dampaknya pada perkembangan anak
(HPK). Pemenuhan gizi anak dilakukan sejak akan bersifat permanen. Perubahan permanen
dini bahkan sejak dalam kandungan atau inilah yang menimbulkan masalah jangka
disebut 1000 Hari Pertama Kehidupan (PHK) panjang seperti stunting. Program 1000 Hari
perlu diperhatikan. Terkait dengan hal tersebut Pertama Kehidupan (1000 HPK) di Kelurahan
dr Nurhayati, Kepala Puskesmas Bandarharjo, Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara
menegaskan: telah dilaksanakan sejak bulan Maret 2015.
“Sosialisasi dan pencanangan program
Dua inti kegiatan yang telah dilaksanakan
1000 HPK di tingkat kota dan kecamatan, adalah Posyandu Prakonsepsi dan Reposisi
penyuluhan gizi dan kesehatan reproduksi Posyandu melalui tahapan kegiatan antara lain
rutin seminggu sekali pada pasangan calon dukungan kebijakan Pemda tentang pelayanan
pengantin di KUA, kerjasama penelitian yang terpadu wanita Prakonsepsi di Kelurahan
didukung oleh akademisi dari Universitas
Diponegoro, serta berbagai implementasi Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara dan
kegiatan program 1000 HPK lainnya di SK Walikota tentang Penetapan gugus tugas
Kota Semarang, khususnya di wilayah kerja 1000 HPK, pertemuan lintas sektor sekaligus
Puskesmas Kecamatan Semarang Utara” penandatangan kerjasama (MOU) antara
(Wawancara 24 September 2018).
Dinas Kesehatan Kota Semarang dengan
Seribu/1000 HPK dimulai sejak dari fase Kementrian Agama, Kantor Urusan Agama
kehamilan (270 hari) hingga anak berusia 2 (KUA), PKK dan Puskesmas. Puskesmas
tahun (730 hari). Tantangan gizi yang dialami Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang
selama fase kehamilan adalah status gizi melaksanakan Program 1000 Hari Pertama
seorang wanita sebelum hamil. Hal itu sangat Kehidupan (1000 HPK) secara rutin dan
menentukan awal perkembangan plasenta dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik

197
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

instansi maupun akademisi agar program ini beranjak dari memprihatinkan desakan-
dapat dilaksanakan secara efektif untuk desakan lingkungan yang berisi antara
mengatasi stunting. tuntutan, dukungan, hambatan, tantangan,
rintangan, gangguan, pujian, kebutuhan atau
Hambatan Dalam Penanggulangan keperluan dan lain-lain yang mempengaruhi
Stunting. public policy, setelah diproses akan
Upaya mengatasi permasalahan kejadian mengeluarkan jawaban. Desakan lingkungan
stunting yang ada di masyarakat tentunya tidak tersebut dianggap masukan (input), sedangkan
terlepas dari berbagai hambatan dan tantangan jawabannya dianggap keluaran (output)
yang terjadi dan tidak hanya semata-mata dari yang berisi keputusan-keputusan, peraturan-
masyarakat dengan berbagai latar belakang peraturan, tindakan-tindakan, kebijaksanaan-
pendidikan dan pemahaman yang berbeda, kebijaksanaan. Model kebijakan sistem ini
tetapi sejauh mana kinerja Pemerintah Daerah menggambarkan fokus Pemerintah Daerah
dalam mengimplementasikan berbagai tidak hanya berkaitan dengan masalah
kebijakan yang telah dibuat. masyarakat, tetapi juga dengan masalah
Pertama, regulasi Pemerintah Daerah lainnya.
belum optimal dijalankan ke masyarakat. Relasi antara Pemerintah Daerah dengan
Regulasi adalah suatu cara untuk mengendalikan SKPD maupun instansi kelurahan yang
masyarakat dengan rencana program tahun terkaitpun harus memiliki regulasi yang
berikutnya dalam sektor sanitasi yang lebih jelas, sehingga pada proses pembuatan
berhubungan erat dengan upaya perubahan kebijakan tidak dinilai lamban tetapi tepat
ke arah perilaku hidup bersih dan sehat serta sasaran. Ketahanan pangan di tingkat keluarga
promosi higiene yang dilakukan oleh SKPD perlu diperhatikan tidak hanya oleh dinas
terkait sampai dengan ke tingkatan kelurahan terkait yaitu Dinas Kesehatan dan Badan
Dalam rangka memperbaiki kualitas hidup Ketahanan Pangan, tetapi perlu adanya
masyarakat, termasuk kampanye pentingnya dukungan lintas sektor, dan secara langsung
pola hidup bersih dan sehat, sosialisasi serta melihat kondisi kesehatan dan gizi masyarakat
pengadaan sarana dan prasarana sanitasi. Hal di lapangan untuk menjadikan mereka dapat
tersebut terus dilakukan melalui berbagai cara, memahami tentang pengaturan bahan makanan
salah satunya seperti yang dilakukan oleh yang dihasilkan dari produktivitas pangan
Pemerintah Kota Semarang, dalam hal ini dan cara pengolahan lebih lanjut, sehingga
Dinas Kesehatan Kota yakni Program Promosi mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan
Kesehatan berupa Billboard PHBS yang kualitas gizi. Ini sejalan dengan penegasan dr.
ditempatkan pada beberapa lokasi strategis. Nurhayati, Kepala Puskesmas Bandarharjo,
Berkaitan dengan Kebijakan Pemerintah yang menyatakan:
Daerah dalam penanggulangan gizi buruk “Terkait dengan kebijakan dalam mengatasi
di Kota Semarang, perlu ada suatu model gizi buruk tersebut belum adanya pertemuan
kebijakan yang bisa menjadi regulasi antara lintas sektor, hanya berupa SK. Sudah
Pemerintah Daerah dan masyarakat. Model ada regulasi tetapi pada implementasinya
Kebijakan Pemeritah yang harus diterapkan di belum dilakukan sosialisasi secara optimal,
selain itu pelaksanaannya tidak dievaluasi”
Kota Semarang adalah model sistem. Model (Wawancara, 24 September 2018).

198
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
Masyarakat menjadi salah satu tanpa sayur seperti yang disajikan di berbagai
poin penting yang berpengaruh dalam restoran cepat saji. Oleh sebab itu peran
penanggulangan gizi buruk. Hal ini telah pemerintah bukan hanya dari segi ketersediaan
dilihat dari cara hidup masyarakat setempat infrastuktur kesehatan, tetapi juga perlu
yang belum peduli dengan kesehatannya. adanya himbauan kepada masyarakat untuk
Ketahanan pangan dalam keluarga pun memperhatikan pola makan dan keseimbangan
sangat tergantung dari bagaimana masyarakat pemenuhan gizi mereka.
tersebut mengolah dan memanfaatkan Sumber Akan tetapi, himbauan tersebut belum
Daya Alam yang ada menjadi makanan bersifat menyeluruh, hanya melalui mulut ke
bergizi dan bisa memenuhi kebutuhan mulut antara masyarakat yang paham tentang
pangan dalam keluarga, sehingga masyarakat menjaga kesehatan balita khususnya gizi
dengan kehidupan ekonomi terbatas pun bisa buruk, misalnya petugas Puskesmas yang
memenuhi kebutuhan pangan dalam keluarga berkunjung ke rumah warga memberikan
tanpa mengeluarkan biaya besar. saran kepada orang tua yang anaknya terkena
Demikian halnya pada jenjang pendidikan gizi buruk tentang perlu dan pentingnya
yang lebih tinggi juga menunjukkan adanya konsumsi telur bagi balita. Pemerintah Daerah
peningkatan perbaikan capaian pendidikan sampai seluruh lapisan masyarakatpun harus
karena semakin membaiknya anggaran berpartisipasi dalam membangun komunikasi
pendidikan dan dorongan program pemerintah. yang baik untuk bersama-sama membangun
Selain masalah Sumber Daya Manusia yang pola pikir masyarakat Kota Semarang
terbatas dalam pengelolaan bahan makanan yang lebih rasional, moderen dan berpikir
lokal menjadi makanan bergizi, mental bagaimana untuk selalu menjaga kesehatan
masyarakat yang malas untuk mengembangkan sangat berkaitan dengan pola hidup sehat. Pola
penyuluhan dari petugas kesehatan di tingkat hidup masyarakat secara kompleks dilihat dari
Puskesmas dan juga sikap kurang perhatian status kesehatan setiap rumah tangga, dimana
terhadap kesehatan dalam keluarga, khususnya rumah masyarakat harus bersih dan nyaman
kesehatan anak. sebagai tempat tinggal dan ketersediaan air
Kedua, pola kehidupan masyarakat bersih yang layak dikonsumsi masyarakat.
yang kurang memperhatikan faktor sehat. Masyarakat belum begitu peduli dengan
Faktor lain yang menjadi tantangan bagi pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-
Pemerintah Daerah untuk mengurangi gizi hari. Bagi masyarakat, masalah gizi buruk
buruk atau stunting di Kota Semarang adalah yang terjadi hanya diatasi dengan berobat
pola kehidupan masyarakat yang kurang ke Puskesmas dan rumah sakit, sehingga
sehat. Kebiasaan dari keluarga yang kurang kebersihan rumah tangga dan lingkungan
memperhatikan kebersihan rumah, cara sekitar tidak begitu dijaga oleh masyarakat.
memasak makanan dengan peralatan dapur Kesehatan anak tidak cukup hanya dengan
yang kurang bersih. kebiasaan masyarakat pola makan, pola asuh dan pola asih, tetapi
masih banyak yang kurang sadar akan kebersihan rumah tangga dan lingkungan
keseimbangan gizi yang harus dipenuhi sekitar, kebersihan anak pun menjadi bagian
setiap harinya, sehingga masyarakat banyak yang penting untuk mengatasi masalah
yang makan hanya menggunakan lauk saja kesehatan terutam masalah gizi buruk.

199
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

Pemerintah Daerah Kota Semarang dalam serta informasi yang diberikan oleh media
rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat diharapkan dapat mengakselerasi timbulnya
terus melakukan dengan berbagai upaya. kesadaran dan inisiatif masyarakat untuk lebih
Orientasi program dan pengembangan sanitasi mandiri dalam upaya meningkatkan kualitas
dalam konteks Kota Semarang dijabarkan hidup, sehingga pembangunan sektor sanitasi
dalam beberapa komponen, yakni perilaku secara keseluruhan tidak hanya menggunakan
hidup bersih dan sehat serta promosi higiene, prinsip top down, dimana pemerintah selalu
peningkatan pengelolaan air limbah domestik, memainkan peran dominan, tetapi juga
pengelolaan persampahan, pengelolaan button up dimana saat ini masyarakatlah yang
drainase lingkungan serta komponen sanitasi menjadi aktor utama, karena pada dasarnya
lainnya, termasuk air bersih, limbah medis semua akan bermuara pada pencapaian
(B3), kegiatan koordinasi, penataan lingkungan kualitas hidup masyarakat itu sendiri.
permukiman serta program dan kegiatan lain Ketiga, kerusakan infrastruktur
terkait sektor sanitasi. Pada dasarnya program kesehatan di Kelurahan Tanjung Mas
pengembangan yang sedang dilaksanakan Semarang Utara Kota Semarang. Pelayanan
maupun yang direncanakan akan dilaksanakan kesehatan tidak akan berhasil tanpa didukung
merupakan upaya memenuhi kebutuhan akses oleh infrastruktur yang memadai. Terkait
komponen sanitasi yang dinilai masih sangat dengan infrastruktur tersebut dr. Nurhayati,
membutuhkan perhatian serius. Terkait dengan Kepala Puskesmas Bandarharjo, menegaskan:
hal tersebut Ibu Suntiah, Kader Posyandu, “Infrastruktur kesehatan pada umumnya di
menegaskan: Semarang Utara perlu mendapat perhatian
karena banyak yang rusak karena genangan
“Mengenai kebersihan lingkungan hidup
air laut. Kalau rusak kita tidak bias
yang terkait dengan pola hidup bersih
memanfaatkan dengan baik” (Wawancara
memang masih jauh bdari harapan kita
24 Juli 2018).
bersama. Pemerintah dengan segala upaya
telah memberikan solusinya dan berbagai
program telah dijalankan, namun terkadang Salah satu infrastruktur mendasar yang
kembali ke masyarakat itu sendiri, khususnya harus dipenuhi adalah akses transportasi.
masing-masing individu. Para orang tua Daerah Tanjung Mas Kecatamatan Semarang
harus memberikan sikap yang lebih peka Utara menurut penelitian Soedarsono dkk
terhadap kesehatan anaknya sendiri”
(2012) tanahnya ambles 5 – 10 cm per
(Wawancara, 20 September 2018).
tahun. Amblesan tanah pada dataran di Kota
Ketersediaan sarana dan prasarana yang Semarang ini menjadi masalah yang serius,
masih jauh dari proporsional, wawasan, pola karena daerah tersebut umumnya berupa
pikir dan tingkat kesadaran masyarakat yang kawasan permukiman. Akibat amblesan tanah
masih sangat membutuhkan banyak perhatian sebagian lahan pada kawasan permukiman
dan peranan sesama masyarakat. Namun yang lokasinya dekat pantai menjadi lebih
demikian, dengan kampanye pentingnya Pola rendah dari laut, saat terjadi pasang air laut
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta promosi mengalir ke daratan melalui sungai dan
higiene yang terus menerus dilakukan baik saluran drainase, selanjutnya menggenangi
oleh pemerintah, lembaga non pemerintah daerah permukiman, peristiwa ini disebut
ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya banjir rob. Amblesan tanah terus berlanjut,

200
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
akibatnya terjadi genangan pada permukiman berupa regulasi Pemerintah Daerah yang
di Kelurahan Tanjung Mas. Genangan ini belum optimal dijalankan ke masyarakat,
membuat jalan-jalan di Kelurahan Tanjung pola kehidupan masyarakat yang kurang sehat
Mas mengalami kerusakan. dan memperbaiki infrastuktur di Kelurahan
Selain transportasi, hal lain yang juga Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara
tidak kalah penting adalah tersedianya Kota Semarang.
tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan Selanjutnya direkomendasikan hal-hal
yang baik kondisinya. Pelayanan kesehatan sebagai berikut.
dalam upaya penanggulangan stunting tidak Pertama, adanya cara atau strategi agar
dapat dilakukan dengan baik karena adanya ketahanan pangan keluarga, sosio demografi
kerusakan infrastruktur kesehatan yang dan kejadian stunting pada anak usia 1-5 tahun
cukup parah. Infrastruktur tersebut dibagi dapat lebih baik ke depan, diharapkan adanya
menjadi dua bagian, yaitu infrastruktur fisik upaya-upaya untuk melakukan terobosan baru
dan non fisik. Dalam mewujudkan pelayanan nantinya.
kesehatan yang baik tentunya harus diimbangi Kedua, adanya upaya meningkatkan
dengan infrastruktur yang tidak hanya pada ketahanan pangan keluarga, sosio demografi
pembangunan fisik ( Rumah Sakit, Puskesmas, untuk mengatasi kejadian Stunting di tengah
Poskesdes ) tetapi harus ada tenaga kesehatan masyarakat oleh Pemerintah dan komponen
yang merata di berbagai masyarakat.
Ketiga, pemerintah bekerja sama
SIMPULAN dengan kelompok masyarakat lainnya untuk
Berdasar penjelasan tersebut di atas melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan
dapat ditarik simpulan sebagai berikut. peningkatan kesadaran gizi, pola hidup sehat
Pertama, ketahanan pangan keluarga dan kebersihan lingkungan.
memiliki hubungan yang signifikan dengan Keempat, pemerintah bekerja sama
kejadian stunting pada anak usia 1-5 tahun, dengan kelompok masyarakat lainnya
sedangkan sosio demografi terdapat variabel melakukan upaya peningkatan pendapatan
yang tidak memiliki hubungan signifikan keluarga masyarakat melalui peningkatan
dengan stunting yaitu usia dan status status pendidikan dan keterampilan kerja dan
pendidikan orang. menciptakan lapangan perkerjaan seluas-
Kedua, penanggulangan kejadian luasnya
stunting dilakukan dengan Program Indonesia
Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), DAFTAR PUSTAKA
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan ACC/SCN, 2000, The Fourt Report on the
Pemenuhan gizi anak yang dilakukan sejak dini World Nutrition Situation: Nutrition
bahkan sejak dalam kandungan atau disebut Troughout the Life Cycle, Administrative
1000 Hari Pertama Kehidupan (PHK) dengan Committee On Coordination,
memperhatikan upaya-upaya menciptakan Subcommittee On Nutrition, Geneva.
ketahanan pangan keluarga, memperbaiki Afrizal, 2016, Hubungan Ketahanan Pangan
kondisi sosio demografi masyarakat dan Keluarga dengan Status Gizi Balita, Studi
mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi studi di desa palasari dan puskesmas

201
Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 25, No. 2, Agustus 2019: 178-203

kecamatan legok, Tesis, Pasca Sarjana, Demografi, Tesis, Fakultas Pertanian,


Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, Universitas Pajajaran, Bandung.
Agustiningrum, T., Rohanawati, D., 2016, https://www.scribd.com/doc/30600114/
Hubungan Karakter Ibu dengan Kejadian Sosiodemografi.
Stunting pada Balita Usia 24-59 Bulan ________, 2009, Sistem Kesehatan Nasional,
di Wilayah Kerja Puskesmas Wonosari, Jakarta.
Yogyakarta. Depkes RI, 2016, Pusat Data dan Informasi
Universitas AisyiyahAlmaitser, S. 2014, Prinsip Departemen Kesehatan, Jakarta Selatan.
Dasar Ilmu Gizi, Jakarta:Gramedia Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2017,
Pustaka Utama Data Status gizi Balita di Wilayah
Anisa, Paramitha, 2012, Faktor-Faktor yang Kotamadya Semarang, Dinas Kesehatan
berhubungan dengan Keadian Stunting Kota Semarang.
pada Balita Usia 25-60 Bulan, Skripsi, Emilia, E., 2008, Pengembangan Alat Ukur
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Pengetahuan, Sikap dan Praktek pada
UI, Depok. Gizi Remaja, Diakses 23 Mei 2012,
Anindita, P., 2012, Hubungan Tingkat http://repository.ipb.ac.id.
Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, Fatma, 2014, Media Komunikasi, Informasi,
Kecukupan Protein dan Zinc dengan dan Edukasi Gizi, Jakarta: Erlangga.
Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35 Gibson, R. S., 2005, Principless of Nutrition
Bulan, di Kecamatan Tembalang Kota Assesment, , New York: Oxford
Semarang, , Semarang: Undip. University Press.
Anwar, K., Juffrie, M. dan Julia, M., 2005, Kemenkes RI, 2018, Situasi Balita Pendek
Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk di (stunting) di Indonesia, Buletin Jendela
Kabupaten Lombok Timur, Jurnal Gizi Data dan Informasi Kesehatan,
Klinik Indonesia, Nusa Tenggara Barat. ISSN2088-270 X, Jakarta
Astuti, D.K., 2016, Hubungan Karakteristik L u t f i a n a , 2 0 1 3 , F a k t o r- F a k t o r y a n g
Ibu dan Pola Asuh Gizi dengan Berhubungan dengan Kejadian Gizi
Kejadian Balita Stunted di Desa Buruk pada Lingkungan Tahan Pangan
Hargorejo Kulonprogo DIY, Universitas dan Gizi (Studi Kasus di Puskesmas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Kendal I Jawa Tengah Tahun 2012),
Bonnie, Worthington R, Sue R., 2000, Laporan Penelitian, Jurusan Ilmu
Nutrition Throughout the Life Cycle Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Fourth Edition, Mc. Graw Hills Higher Keolahragaan UNS, Semarang.
Education, New York. Manurung, Jonni J., Adler H., 2009, Ekonomi
Chaudhury, 2012, Determinants of dietary Keuangan dan Kebijakan Moneter,
intake and dietary adequacy for Salemba Empat, Jakarta:Cetakan Pertana,
pre-school children in Bangladesh, Masrin, dkk, 2014, Ketahanan Pangan Rumah
Bangladesh Institute of Development Tangga Berhubungan dengan Stunting
Studies, Bangladesh. pada Anak Usia 6-23 Bulan, Jurnal Gizi
Dediarta, W.I., 2009, Mencari dan Menganalisis dan Dietetik Indonesia, vol. 2, no. 3.,
Kasus-Kasus dan Isyu-Isyu Sosio Yogyakarta.

202
La Abdullah Laode Wado, Toto Sudargo, Armaidy Armawi -- Sosio Demografi Ketahanan Pangan Keluarga
Dalam Hubungannya Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1–5 Tahun (Studi Di Wilayah Kerja Puskesmas
Bandarharjo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kotamadya Semarang)
Mendez M. dan Adair L., 1999, Severity and Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
timing of stunting in the first two years of Departemen Pendidikan Nasional,
life affect performance on cognitive tests Jakarta.
in late childhood, 1999;129:1555–62. Suhardjo, 2008, Perencanaan Pangan dan
Nashikhah R., 2012, Faktor risiko kejadian Gizi, Jakarta:Bumi Aksara.
stunting pada balita usia 24-36 bulan Sulastri, Delmi, 2012, Faktor Determinan
di Kecamatan Semarang Timur, Keadian Stuntin pada Anak Usia Sekolah
2012;1(1):176–84. di Kecamatan Lubuk Kilangan Kota
Ni’am, C., dan Muniroh, L., 2015, Padang, ,Padang:Majalah Kedokteran
Hubungan Tingkat Pendidikan dan Andalas.
Tingkat Pengetahuan dan Pola Asuh Supariasa, D.N., Bakri, B., Fajar I., 2002,
Ibu dengan Wasting dan Stunting pada Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta.
Balita Keluarga Miskin di Kecamatan WHO, 2010, Child malnutrition: children
B a l e n K a b u p a t e n B o j o n e g o ro , aged <5 years stunted by country, New
Fakultas Kesehatan Masyarakat, York.
Surabaya:Universitas Airlangga.
Notoatmodjo, S., 2005, Metode Penelitian Peraturan Perundangan
Kesehatan, , Jakarta: Rineka Cipta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Rohaedi, S., 2012, Hubungan Antara Tingkat 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga Dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 68 Tahun
Status Gizi Balita Pada Rumah Tangga 2002 Tentang Pangan
(Studi Kabupaten Indramayu Jawa Barat), Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
Tesis, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan 39 tahun 2016 tentang Pedoman
Masyarakat UGM, Yogyakarta. Penyelenggaraan PIS-PK.
Soedarsono dan Arief, R.B., 2012, Prediksi Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 51
Amblesan Tanah (Land Subsidence) tahun 2016 tentang Standar Produk
pada Dataran Aluvial di Semarang Suplementasi Gizi.
Bagian Bawah, Prosiding Seminar
Nasional, Kebijakan dan Strategi Wawancara
dalam Pembangunan Infrastruktur 1. dr. Nurhayati, Kepala Puskesmas
Pengembangan Wilayah Berbasis Green Bandarharjo
Technology, 10 Juli (Hal: 2-9). 2. d r. M a r i a m , D o k t e r P u s k e s m a s
Soekirman, 2000, Ilmu Gizi dan Aplikasinya Bandarharjo
untuk Keluarga dan Masyarakat, 3. Ibu Suntiah, Kader Posyandu

203

You might also like