Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Ketepatan Penentuan Kode Diagnosis Utama Penyebab Kematian Pada Kasus Stroke

Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan

The Precision Of The Determination Of Main Diagnosis Codes Cause Of Death In The Case
Of A Stroke In A Hospital Brigjend H.Hasan Basry Kandangan

Nina Rahmadiliyani1*, Aida Fitria2


1
STIKes Husada Borneo, Jl. A. Yani Km. 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
2
Alumni STIKes Husada Borneo, Jl. A. Yani Km. 30,5 No.4 Banjarbaru, Kalimantan Selatan
*korespondensi :ninaroshan.nr@gmail.com@gmail.com

Abstract
World Health Information (WHO) establishes a set of rules or procedures that must
be followed for granting kodefikasi UCoD determination of the code on certificate of death
must pay attention to the sequence of events leading to the death of the disease and the
cause of the beginning of the sequence such. Some hospitals are not doing the coding
causes of death and inaccuracies in coding causes of death data produces the wrong
health. This research aims to know the description of accuracy determination of main
diagnosis codes cause of death in the case of a stroke in a hospital Brigjend H.Hasan Basry
Kandangan. This research use descriptive qualitative research methods with quantitative
studies. This research was conducted with observation 68 medical record documents and
interviewing doctors, koder and head installation medical record as supporting in this
research. In this research note the hospital does not have an SOP and the absence of
writing the cause of death on a death certificate so as not to kodefikasi the implementation
and reporting of the implementation of the hospital not be RL4 about mortality reporting.

Keywords : Diagnosis, Stroke, Hospital, Codes

Pendahuluan koroner dan kanker baik di negara maju


Stroke adalah penyakit pada otak maupun negara berkembang. Satu dari 10
berupa gangguan fungsi syaraf lokal atau kematian disebabkan oleh stroke. Secara
global, munculnya mendadak, progresif, dan global, 15 juta orang terserang stroke setiap
cepat. Gangguan fungsi syaraf pada stroke tahunnya, satu pertiga meninggal dan
disebabkan oleh gangguan peredaran darah sisanya mengalami kecacatan permanen.
otak non traumatik. Gangguan syaraf terebut Stroke merupakan penyebab utama
menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan kecacatan yang dapat dicegah (2).
wajah atau anggota badan, bicara tidak Prevalensi stroke di Indonesia
lancar, bicara tidak jelas (pelo), mungkin berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan
perubahan kesadaran, gangguan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis
penglihatan, dan lain-lain. Didefinisikan tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1
sebagai stroke jika pernah didiagnosis per mil. Prevalensi penyakit stroke pada
menderita penyakit stroke oleh tenaga kelompok yang didiagnosis nakes serta
kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau yang didiagnosis nakes atau gejala
belum pernah didiagnosis menderita meningkat seiring dengan bertambahnya
penyakit stroke oleh nakes tetapi pernah umur, tertinggi pada umur ≥75 tahun (43,1‰
mengalami secara mendadak keluhan dan 67,0‰). Prevalensi stroke yang
kelumpuhan pada satu sisi tubuh atau terdiagnosis nakes maupun berdasarkan
kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang diagnosis atau gejala sama tinggi pada laki-
disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh laki dan perempuan (1).
atau mulut menjadi mencong tanpa Didiagnosis nakes (16,5‰) maupun
kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau diagnosis nakes atau gejala (32,8‰).
sulit bicara atau komunikasi dan atau tidak Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di
mengerti pembicaraan (1). desa, baik berdasarkan diagnosis nakes
Stroke merupakan penyebab kematian (8,2‰) maupun berdasarkan diagnosis
ketiga di dunia setelah penyakit jantung

104
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

nakes atau gejala (12,7‰). Prevalensi lebih Satu diantara kasus yang sering
tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja ditangani di rumah sakit adalah kasus
baik yang didiagnosis nakes (11,4‰) kematian (Mortalitas) menggunakan kode
maupun yang didiagnosis nakes atau gejala ICD-10 dengan tabel bantu MMDS untuk
(18‰). Prevalensi stroke berdasarkan menentukan penyebab kematian.
diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil Pengolahan data mortalitas dengan proses
indeks kepemilikan terbawah dan menengah reseleksi penentuan penyebab dasar
bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil kematian (UCoD) terhadap diagnosis-
(1). diagnosis yang telah tertulis pada formulir
Berdasarkan data riset kesehatan dengan jumlah sampel 83. Setelah
dasar, beberapa penyakit tidak menular dilakukan proses reseleksi penentuan
yang menjadi penyebab kematian di penyebab dasar kematian (UCoD)
Kalimantan Selatan yaitu, diabetes melitus menggunakan ICD-10 dan tabel MMDS,
(2‰) dari jumlah penduduk, kemudian membandingkan antara UCoD rumah sakit
hipertensi mencapai (30,8‰), stroke (9,2‰), dan hasil pembuatan reseleksi UcoD
kanker(1,6‰), dan jantung koroner (0,5‰). diperoleh hasil kesesuaian sebanyak 19%
Sedangkan data secara riil penderita UcoD, sedangkan untuk ketidaksesuaian
hipertensi per kabupaten dan kota di Kalsel sebanyak 81%. Ketidaksesuian ini karena
tahun 2015 yaitu, Kota Banjarmasin masih banyak diagnosis henti jantung, henti
merupakan tertinggi penderita hipertensi napas, gagal napas, cardiac arrest, dan
yaitu 18.730 penderita, disusul Tanah Laut kondisi symtoms lainnya yang menjadi
sebanyak 14.121 orang penderita (1). penyebab dasar kematian (Underlying
Data kasus stroke di Kabupaten Cause of Death) yang ditegakkan pada
Banjar 7.738 orang penderita, Kotabaru formulir sebab kematian (5).
6.680 orang penderita, Banjarbaru 5.629 RSUD Brigjend H. Hasan Basry pada
orang penderita, Tapin 3.085 orang, Barito data tahun 2017 terdapat 68 pasien stroke
Kuala 2.985 orang dan sisanya berkisar yang meninggal pertahun nya dan pada
antara 2.500 hingga di atas seribu orang. kasus kematian tidak menggunakan tabel
Sedangkan kota Banjarmasin sebanyak 283 MMDS dan hanya menggunakan ICD-10.
orang dan Banjarbaru sebanyak 191 orang Pada survei awal yang telah diteliti pada
(3). formulir rekam medis pasien stroke dari 15
Klasifikasi penyakit adalah rekam medis ditemukan masih belum
pengelompokkan penyakit-penyakit sejenis menggunakan tabel MMDS. Seperti pada
dengan ICD-10 (International Statistical kasus Stroke hemoregik dengan diagnosis
Classification of Disease and Related Health sekunder Hipertensi dan kode yang
Problems Tenth Revision) untuk istilah dituliskan koder ialah I60, akan tetapi jika
penyakit dan masalah yang berkaitan penyakit tersebut ditinjau menggunakan
dengan kesehatan. Penegakkan dan ICD-10 maka kode untuk diagnosis ini
penulisan diagnosis sesuai dengan ICD-10 adalah I61.9 sebagai diagnosa utama yaitu
merupakan tugas dan tanggung jawab stroke hemoregik dan I10 adalah diagnosa
dokter yang merawat pasien. Oleh sekunder berdasarkan Tabel MMDS
karenanya, diagnosis yang ditulis dalam penyebab utama kematian adalah I61.9
rekam medis harus lengkap atau tepat dan yaitu stroke hemoregik. Untuk menentukan
jelas sesuai dengan terminologi medis dan penyebab kematian, WHO menetapkan
arahan yang ada pada buku ICD-10 (4). suatu himpunan prosedur atau rule yang
Diagnosis adalah pemberian penetapan harus diikuti untuk pemberian kodefikasi
kode dengan menggunakan huruf dan UCoD penentuan kode pada sertifikat
angka atau kombinasi antara huruf dan kematian harus memperhatikan kejadian
angka yang mewakili komponen data. penyakit menuju kematian dan penyebab
Penggunaan atau penulisan diagnosis lebih awal dari urutan tersebut.
dari satu istilah medis atau terminologi Latar belakang diatas menjadi dasar
medis akan menyulitkan dalam pertimbangan peneliti untuk fokus pada
pengumpulan dan perolehan informasi pertanyaan dengan rumusan masalah
morbiditas dan mortalitas yang akurat dan bagaimana gambaran pelaksanaan
tepat (4). ketepatan penentuan kode diagnosis utama

105
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

penyebab kematian pada kasus stroke di kematian pada kolom resume pasien keluar
RSUD Brigjend H.Hasan Basry? tepat di samping kolom penyebab kematian
pada gambar diatas dengan penulisan
Metode Penelitian Penyebab Kematian : Herniasi otak dan
Penelitian ini menggunakan metode Penyebab Kematian: (-) dengan tanda strip
penelitian kuantitatif didukung kualitatif. jika dokter tidak menuliskan penyebab
Lokasi penelitian di instalasi rekam medis. kematian. Jika dokter tidak menuliskan
Subjek penelitian adalah dokter, koder, diagnosis penyebab kematian pada kolom
kepala instalasi rekam medis dan data yang yang disediakan maka penyebab kematian
diperlukan adalah 68 berkas rekam medis tersebut sama dengan diagnosis utama
pasien pada kasus kematian dengan pasien yaitu Stroke Hemoregik atau Stroke
diagnosis stroke di RSUD Brigjend H.Hasan Non Hemoregik.
Basry Kandangan tahun 2017. Pada Rumah Sakit memiliki sertifikat
penelitian ini menggunakan jenis wawancara kematian namun tidak ada format penulisan
mendalam dan observasi. penyebab kematian. Format penulisan
Analisis data kualitatif dilakukan penyebab kematian tidak sesuai dengan
terhadap data empiris yang terkumpul yang yang telah ditentukan oleh WHO.
berupa kumpulan kata-kata informan. Keterangan diatas sesuai dengan hasil
Analisis data menggunakan alur dari miles yang diungkapkan oleh dokter yang
dan Huberman yang terdiri dari tiga tahap, menangani kasus tersebut lewat
yaitu reduksi data, penyajian data, dan wawancara. Hasil wawancara kepada dokter
penarikan kesimpulan/verifikasi (6). menunjukkan bahwa penulisan diagnosis
penyebab kematian tidak dituliskan pada
Hasil Penelitian sertifikat kematian dan hanya ditulis pada
Prosedur Pelaksanaan ketepatan lembar resume pasien keluar. Hal ini
penentuan penyebab utama kematian menyebaban tidak terlaksananya pelaporan
Berdasarkan hasil observasi dalam data kematian yaitu RL4, karena sumber
menetapkan penyebab utama kematian pelaporan RL4 adalah dari data pada
tidak berpedoman pada Standar sertifikat kematian.
Operasional Prosedur (SOP) dan pada Wawancara terhadap informan 1
sertifikat kematian tidak adanya menyatakan bahwa:
pencantuman penyebab kematian sehingga “di resume iya, kalau di sertikat
pada saat menentukan penyebab kematian kematian sih engga biasanya”
pasien, dokter hanya menuliskan pada (Informan 1)
resume pasien keluar. Kemudian dari hasil observasi pada
resume pasien keluar terdapat beberapa
penyebab kematian yang tidak dicantumkan
pada resume pasien keluar, dikarenakan
penyebab kematian tersebut ialah diagnosis
utama pada resume pasien keluar. Hal ini
diperkuat lagi dari hasil wawancara dengan
dokter yang menangangani kasus tersebut
lewat wawancara, yaitu:
“ya karena penyebab kematian tersebut
ialah stroke itu sendiri” (Informan 2)
Hasil wawancara menunjukkan bahwa,
dokter menjelaskan jika tidak adanya
penulisan diagnosis utama penyebab
kematian maka yang menjadi penyebab
Penulisan diagnosis penyebab kematian pasien adalah diagnosis utama
kematian dicantumkan pada resume pasien pada resume pasien keluar yaitu stroke
keluar seperti pada gambar di bawah : hemoregik atau stroke non hemoregik.
Berdasaran hasil observasi pada Dalam menentukan penyebab
formulir RM 17 yaitu resume pasien keluar, kematian dokter melihat dari data-data klinis
dokter biasanya menuliskan penyebab

106
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

seperti yang diungkapkan pada wawancara, Prosedur Pelaksanaan Penentuan


yaitu: Kodefikasi Penyebab Kematian
“kalau menentukan penyebab kematian Berdasarkan hasil observasi didapat
ya dilihat pada tanda-tanda herniasi otak tidak ada pedoman tertulis (SOP) dalam
ya berupa data-data klinis maupun pada menentukan kode penyebab kematian atau
pemeriksaan diliihat pada tanda-tanda mortalitas. Petugas koder hanya melakukan
pupil dan sebagainya” (Informan 3) kodefikasi untuk kasus morbiditas
Hasil wawancara menunjukkan bahwa berdasarkan SOP tentang Coding
dokter dalam menentukan penyebab menggunakan ICD-10, sehingga petugas
kematian pasien dilihat pada tanda-tanda koder hanya memilih diagnosis utama dan
herniasi otak atau dilihat pada data-data diagnosis sekunder pasien yang telah
klinis pasien, yang kemudian dituliskan pada dituliskan oleh dokter pada lembar resume
resume pasien keluar. pasien keluar, akan tetapi dokter juga
Pada hasil observasi penulisan menuliskan penyebab kematian pada
diagnosis penyakit pasien, ada perbedaan resume pasien keluar, namun tidak
penulisan nama diagnosis dengan penulisan dilakukan nya pengkodean pada penyebab
diagnosis pada ICD. Hal ini diperjelas kematian.
dengan yang diungkapkan dokter pada saat Keterangan diatas sesuai dengan hasil
wawancara, yaitu: wawancara dengan Kepala instalasi rekam
“em belum, kami masih menggunakan medis mengenai prosedur penyebab
istilah” (Informan 4) kematian, yaitu:
Hasil wawancara menunjukkan bahwa “kalau SOP tentang kode kematian
penulisan diagnosis penyakit pasien masih kadada yang ada kode yang umum haja”
menggunakan istilah-istilah yang digunakan (Kalau SOP mengenai kode kematiian
atau singkatan-singkatan yang diberikan tidak ada yang ada hanya kode tentang
oleh dokter. morbiditas) (Informan 5)
Berdasarkan uraian diatas dapat Hasil wawancara didapat bahwa SOP
disimpulkan bahwa penulisan diagnosis (Standar Operasional Prosedur) mengenai
penyebab utama kematian tidak dituliskan pelaksanaan penyebab kematian tidak ada,
pada sertifikat kematian dan hanya ditulis sehingga tidak dilaksanakan nya penyebab
pada lembar resume pasien keluar. Hal ini kematian. Rumah sakit hanya memiliki SOP
menyebaban tidak terlaksananya pelaporan untuk kasus morbiditas atau bisa disebut
data kematian yaitu RL4 karena sumber secara umum yaitu kode untuk diagnosis
pelaporan RL4 adalah dari data pada utama dan sekunder.
sertifikat kematian. Dalam hal penulisan Dan didukung lagi oleh informan
tidak semua diagnosis penyebab kematian selanjutnya mengenai pelaksanaan
dituliskan oleh dokter pada resume pasien penyebab kematian, bahwa penyebab
keluar karena diagnosis utama tersebut kematian memang tidak dilaksanakan, yaitu:
sama dengan penyebab kematian pada “tidak pernah dikerjakan kerena tidak
pasien. Dalam menentukan penyebab adanya SOP” (Informan 6)
kematian, dokter melihat pada data klinis Berdasarkan uraian diatas bahwa
pasien yang kemudian dituliskan pada petugas koder tidak pernah melakukan
resume pasien keluar, penulisan diagnosis diagnosis utama penyebab kematian karena
masih menggunakan istilah contohnya tidak adanya SOP atau kebijakan mengenai
dalam penulisan diagnosis utama SNH pelaksanaannya, sehingga petugas koder
(Stroke Non Haemorraghic) yang diberikan hanya melakukan diagnosis kasus
kode oleh koder dengan kode I64 padahal morbiditas. RSUD Brigjend H. Hassan Basry
jika ditinjau lagi menggunakan ICD-10 kode Kandangan memiliki SOP coding sebagai
I64 adalah untuk diagnosis CVA berikut : Menerima penyetoran rekam medis
(Cerebrovascular Accident) dan seharusnya Rawat jalan dan Rawat inap, Membuka
SNH yang disesuaikan dengan ICD-10 aplikasi SIM-RS, Klik berkas  data  data
adalah I63.9 yaitu Cerebral Infarction, hal pasien, Masukkan No.RM klik tombol cari,
inilah yang menyebabkan ketidaktepatan Setelah No.RM yang ingin di coding keluar,
dalam diagnosis. klik periksa diagnosa, diagnosa atau
tindakan dapat dibaca dengan jelas oleh

107
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

petuga coding untuk memperlancar proses secara umum yaitu kode untuk diagnosis
pengklasifikasikan kode diagnose atau utama dan sekunder, sehingga petugas
tindakan, Menentukan jenis diagnose koder hanya melakukan diagnosis kasus
(diagnosa utama atau diagnosa sekunder 1, morbiditas.
diagnose sekunder 2, diagnose sekunder 3),
Pemberian kode diagnose sesuai dengan Ketepatan Kodefikasi Penyebab Utama
ICD-10. Jika pasien mendapatkan tindakan Kematian
medis, maka pilih jenis diagnose tindakan, Penyebab kematian yang ada di
pemberian kode tindakan sesuai dengan RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan
ICD-9 CM 10. Setelah pemberian kode ditentukan oleh dokter dengan melihat pada
diagnose atau tindakan selesai, klik tombol riwayat penyakit pasien/data klinis kemudian
simpan yang ada di Aplikasi SIM-RS. dokter menulis penyebab kematian pada
Penulisaan kodefikasi diagnosis resume pasien keluar.
penyakit tidak dituliskan pada lembar Dari hasil observasi 68 dokumen
resume medis maupun resume pasien rekam medis menunjukan bahwa penyebab
keluar, petugas hanya menuliskan kematian tidak diakukan oleh petugas koder,
kodefikasi diagnosis pasien pada komputer. berikut sampel penulisan penyebab
Penulisan kodefikasi pada diagnosis kematian pada resume pasien keluar di
sekunder tidak semua dilakukan contohnya RSUD Brigjend H.Hasan Basry :
pada kasus pasien Stroke hemoregik Tabel 1 Diagnosis Penyebab Kematian
dengan diagnosis sekunder Hipertensi, ICH,
Diagnosis Utama : SH I60
Hydrochepalus, acute respiratory koder
hanya melakukan pengkodean diagnosis Diagnosis sekunder : HT I10
hipertensi dengan kode diagnosis utama I60
dan diagnosis sekunder I10. :Herniasi
Penyebab kematian -
Berdasarkan wawancara dapat diambil Otak
kesimpulan bahwa SOP (Standar
Operasional Proseedur) mengenai Disini koder hanya memberikan kode
pelaksanaan penyebab kematian tidak ada, diagnosis utama I60 dan I10 sebagai
sehingga tidak dilaksanakannya penyebab diagnosis sekunder, untuk penyebab
kematian. Rumah sakit hanya memiliki SOP kematian tidak dilakukan .
untuk kasus morbiditas atau bisa disebut
Tabel 2 Kode Diagnosis Utama di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
Ketepatan
Jumlah Diagnosis Kode Kode
kode Keterangan
sampel Utama petugas peneliti
T TT
Stroke non hemoregik disebabkkan oleh
Stroke Non sumbatan otak sedangkan untuk kode
17 I64 I63.9 1
Hemoregik diagnosis I64 adalah untuk
Cerebrovascular Accident
Stroke hemoregik/ intracerebral
hemmorrhagae disebabkan oleh
Stroke
51 I60 I61.9 1 pecahnya pembuluh darah sedangkan
Hemoregik
untuk kode diagnosis I60 adalah untuk
perdarahan subrakhnoid
Total sampel 68

Diagnosis utama yang diberikan koder Tabel 3. Kode Diagnosis Sekunder di


belum tepat, karena jika ditinjau lagi RSUD Brigjend H. Hasan Basry
menggunakan ICD-10 maka kode diagnosis Kandangan
SNH I63.9 dan untuk SH yaitu I61.9.

108
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

Ketepatan
Jumlah Diagnosis Kode
Kode kode Keterangan
kasus Sekunder peneliti
petugas T TT
Kode diagnosis sudah sesuai
35 Hipertensi I10 I10 1
dengan ICD-10
Kode diagnosis sudah sesuai
18 Hemipara G81.9 G81.9 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
5 Henti nafas - J96.9 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
4 Pneumonia J18.9 J18.9 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
3 Hydrochepalus - G91.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 ADHF - I50.9 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
4 DM E14 E14 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
5 Stres ulcer - K25 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
2 Epileptikus G40.9 G40.9 1
dengan ICD-10
Kode diagnosis sudah sesuai
1 Dysphagia R13 R13 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 SOL - R90.0 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
2 ISK N39.0 N39.0 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Cardiac arrest - I46.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Hiperglikemia - R73.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
4 Syok sepsis - A41.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Asma J45.9 J45.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Vertigo R42 R42 1
petugas koder

Kendala dalam Pelaksanaan Kodefikasi mengenai apa saja yang menjadi kendala
Dalam pelaksanaan penyebab utama dalam
kematian di RSUD Brigjend H.Hasan Basry “tulisan dokter bahanu kada jelas lawan
Kandangan ditemukan oleh peneliti terdapat jua sapalih ada yang kada beisi, diagnosa
hambatan sebagai berikut : nya kada jelas jadi mencari di asuhan
keperawatan atau catatan
Sumber Daya Manusia (SDM) perkembangan” (Tulisan dokter yang
Sumber daya manusia diantaranya kurang jelas dan ada sebagian diagnosis
adalah dokter, dalam resume medis pasien yang tidak diisi, kalau penulisan tiidak
keluar ada sebagian diagnosis penyebab jelas maka dilihat pada asuhan
kematian tidak di cantumkan di resume keperawatan atau catatan
pasien keluar pada kolom penyebab perkembangan). (Informan 7)
kematian oleh dokter dan dalam hal wawancara kepada koder
penulisan diagnosis dokter memiliki menunjukkan bahwa ketepatan juga
singkatan-singkatan yang kurang dapat di dipengaruhi oleh penulisan diagnosis yang
pahami oleh koder. kurang dapat dipahami oleh petugas koder
Keterangan diatas sesuai dari hasil karena dokter memiliki singkatan-singkatan
wawancara kepada petugas koder penulisan diagnosis dan ada beberapa
diagnosis yang kurang lengkap dalam

109
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

penulisan di resume pasien keluar. Koder mengenai pelatihan pengkodean pada


akan melihat pada asuhan keperawatan kasus kematian
atau catatan perkembangan sebagai acuan “tidak pernah, yang ada kodefikasi
untuk melakukkan diagnosis penyakit mengenai koding dasar saja atau koding
pasien. morbiditas)”.(Informan 10)
Berdasarkan uraian diatas bahwa
Kebijakan petugas koder belum pernah mengikuti
Di RSUD Brigjend H.hasan Basry pelatihan diagnosis utama penyebab
Kandangan tidak memiliki kebijakan atau kematian dan hanya mengikuti pelatihan
protap tentang koding maupun prosedur diagnosis untuk kasus morbiditas.
mengkoding dalam pelaksanaan penyebab
kematian. Pembahasan
Keterangan diatas diperkuat dengan Prosedur Pelaksanaan penentuan
hasil wawancara dengan kepala instalasi ketepatan kode penyebab utama kematian
rekam medis mengenai prosedur penyebab 1. Prosedur Penentuan Penyebab
kematian, yaitu Kematian
“kalau SOP tentang kode kematian Dari hasil penelitian mengenai
kadada yang ada kode yang umum haja” prosedur dalam menentukan penyebab
(KalauSOP mengenai kode kematiian kematian di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
tidak ada yang ada hanya kode tentang Kandangan belum diilaksanakan karena
morbiditas). (Informan 8) tidak adanya penulisan diagnosis penyebab
Hasil wawancara kepada kepala kematian pada sertifikat kematian dan
rekam medis bahwa SOP (Standar dokter hanya menuliskan diagnosis
Operasional Prosedur) mengenai penyebab kematian pada resume pasien
pelaksanaan penyebab kematian tidak ada, keluar. Pada sertifikat kematian juga tidak
sehingga tidak dilaksanakan nya penyebab ada kolom penulisan diagnosis penyebab
kematian. Rumah sakit hanya memiliki SOP kematian pada sertifikat kematian yang
untuk kasus morbiditas atau bisa disebut sesuai dengan peraturan WHO.
secara umum yaitu kode unntuk diagnosis Penulisaan pada sertifikat kematian
utama dan sekunder. harus dilakukan, karena menurut WHO data
Kompetensi mortalitas merupakan sumber utama yang
Berdasarkan hasil penelitian didapat digunakan sebagai dasar pembuatan
bahwa koder adalah lulusan DIII Rekam laporan penyebab kematian. Laporan
Medis namun tidak menggunakan aturan penyebab kematian sangatlah berguna agar
kode mortalitas karena tidak adanya rumah sakit dapat membuat klasifikasi
kebijakkan berupa SOP. Keterangan tentang penyebab kematian utama yang
mengenai SOP sesuai dengan hasil dapat digunakan untuk evaluasi kualitas
wawancara pada petugas koder pelayanan, kebutuhan tenaga medis dan
“tidak pernah dikerjakan kerena tidak alat-alat medis (7).
adanya SOP” (Informan 9). Dalam penulisan diagnosis penyebab
Berdasarkan uraian diatas bahwa tidak kematian pada sertifikat kematian, memiliki
pernah melakukan diagnosis utama peraturan mortalitas yang mengharuskan
penyebab kematian karena tidak adanya dokter untuk melihat semua penyakit yang
SOP atau kebijakan mengenai diderita pasien dan keadaan pasien yang
pelaksanaannya, sehingga petugas koder mengalami kecelakaan atau cedera yang
hanya melakukan diagnosis kasus membuat pasien tersebut meninggal,
morbiditas. setelah itu dokter menuliskan sebab
Terkait dengan pelatihan sesuai kematian seorang pasien pada lembar
dengan mortalitas MMDS koder di RSUD sertifikat kematian dengan urutan I
Brigjend H.hasan Basry Kandangan belum penyebab langsung yaitu penyakit atau
pernah mengikuti pelatihan pengkodean kondisi langsung menuju kematian,
pada kasus kematian di lingkungan Rumah penyebab antara yaitu penyakit yang
Sakit maupun luar Rumah Sakit. mengakibatkan penyebab diatasnya, dan
Keterangan diatas sesuai dengan hasil penyebab dasar merupakan awal dari
wawancara dengan petugas koder rangkaian di atasnya (7)

110
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

Hasil penelitian didapat bahwa meminta sertifikat kematian dan sebagai


penulisan diagnosis penyebab kematian di pelaporan RL4
RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
belum sesuai dengan teori dimana penulisan Kandangan pemberian kode diagnosis
diagnosis penyebab kematian tidak stroke pada kasus kematian, belum sesuai
dituliskan pada sertifikat kematian dengan dengan peraturan mortalitas dimana tidak
urutan penyebab langsung, penyebab adanya pencantuman diagnosis pada
antara dan penyebab dasar. sertifikat kematian dan petugas koder hanya
Dalam menetapkan alur sebab memberikan kode pada diagnosis utama
kematian di RS St. Elisabeth Semarang dan diagnosis sekunder pada resume
tidak berpedoman pada Standar pasien keluar. Tidak adanya pemberian
Operasional Prosedur karena di RS St. kode diagnosis penyebab kematian
Elisabeth tidak memiliki Standar Operasional menyebabkan Rumah Sakit tidak
Prosedur dalam menentukan sebab melaksanakan pelaporan data kematian
kematian, akan tetapi pada saat (RL4). Padahal pelaporan RL4 dikirim ke
menentukan sebab kematian seorang DirJen YanMed DepKes RI untuk Arsip
pasien, dokter berpedoman pada ICD 10 rumah sakit dan berguna sebagai :
volume 2 atau dasar yang digunakan dokter Membantu mewujudkan visi dan misi RS,
dalam menentukan kode sebab kematian Membangun dan mengembangkan
adalah ICD 10 volume 2 (8). infrastruktur teknologi informasi,
Mensosialisasikan dan meningkatkan
2. Prosedur Pelaksanaan Penentuan kemampuan sumber daya manusia RS
Kodefikasi Penyebab Kematian mengoperasikan teknologi informasi,
Dari hasil penelitian mengenai Meningkatkan kinerja Rumah Sakit menjadi
pelaksanaan penentuan kodefikasi dalam lebih efisien dan efektif, Meningkatkan nilai
menentukan penyebab kematian di RSUD jual Rumah Sakit di masyarakat sebagai RS
Brigjend H.Hasan Basry Kandangan tidak yang mengedepankan pelayanan,
memiliki SOP mengenai penyebab Manajemen pengelolaan data menjadi
kematian sehingga petugas koder tidak informasi yang cepat dan tepat guna bagi
melaksanakan penyebab kepentingan user, Manajemen maupun
kematian/mortalitas. Petugas koder hanya Pemerintah, Meningkatkan mutu dan
melakukan kodefikasi kasus mempercepat proses pelayanan RS,
kesakitan/morbiditas pada pasien. Meningkatkan loyalitas dan kebanggaan
Penyebab kematian harus melihat karyawan terhadap Rumah Sakit tempat
beberapa peraturan mortalitas dengan mereka mengabdi, Mengurangi kesalahan-
menggunakan rule seleksi yang dilihat pada kesalahan faktor manusia, Menghilangkan
sertifikat kematian. Data mortalitas sangat permasalahan redudansi data,
bergantung pada sertifikat kematian sebagai Menghilangkan permasalahan
sumber utama data kematian. Pengisian ketidakkonsistenan data, Pemetaan desain
sertifikat kematian akan memasukan urutan sistem informasi sesuai dengan kebutuhan
kejadian yang menyebabkan kematian pada informasi pada saat ini dan masa datang.
sertifikat kematian dengan format Penggunaan tabel MMDS sangat
Internasional. Kemudian dilakukan penting karena tabel tersebut dipakai oleh
pengecekan melalui tabel bantu MMDS banyak negara untuk melakukan proses
sebagai alat cross-check untuk penegakkan penyebab kematian bahkan di Indonesia
diagnosis penyebab kematian. Penyebab sendiri telah mengembangkan pencatatan
kematian sangat penting sebagai landasan sertifikat kematian menggunakan alat bantu
menyusun program preventif primer, tabel MMDS hal tersebut dikembangkan
sehingga status kesehatan masyarakat oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
menjadi lebih baik. Sertifikat kematian juga Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
berfungsi sebagai pendukung dalam
permohonan asuransi, sebagai pedoman 3. Ketepatan dan Penentuan Kode
atau alat untuk memudahkan pencarian Diagnosis
apabila dilain waktu ada keluarga yang a. Penentuan Kodefikasi Penyebab
Kematian

111
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

Berdasarkan penelitian ini kode sehingga menimbulkan infark/ iskemik.


diagnosis penyebab utama kematian pada Umumnya terjadi pada saat penderita
kasus stroke di RSUD Brigjend H. Hasan istirahat. Tidak terjadi perdarahan dan
Basry Kandangan tidak tepat, karena tidak kesadaran umumnya baik.
adanya penyebab kematian. Dalam Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
melakukan penyebab kematian dilakukan Kandangan petugas koder memberikan
langkah-langkah berikut: kode diagnosis Stroke non hemoregik
Dokter menuliskkan penyebab adalah I64 yaitu Stroke, not specified as
kematian pada resume medis pasien keluar haemorrhage or infarction. Jia ditinjau
dengan penulisan, menggunakan ICD-10 maka pengkodean
Diagnosis utama : SH untuk diagnosis Stroke Non hemoregik
Diagnosis sekunder : HT adalah I63.9 yaitu Cerebral Infarction,
Penyebab kematian :Herniasi otak sedangkan kode I64 digunakan untuk
Maka dipilih penyebab langsung yaitu kode diagnosis CVA (Cerebrovascular
Herniasi otak dengan kode G93.5 dengan Accident).
penyebab antara dari penyebab langsung 2. Diagnosis kedua SH (Stroke hemoregik)
SH dengan kode I61.9 dan penyebab antara atau Intracerebral hemmorrhage yaitu
dari stroke adalah HT dengan kode I10. terjadinya pembuluh darah di otak
Kemudian dilakuan cek menggunakan tabel pecah. Pecahnya pembuluh darah
MMDS, yaitu dilihat pada tabel D dengan mengakibatkan darah mengalir ke rongga
menerapkan Rule Seleksi 1. sekitar jaringan otak. Karena tidak
Langkah pertama, menentukan untuk menerima oksigen dan bahan makanan
menemukan penyebab asal kondisi dari darah, sel–sel dan jaringan otak pun
langsung pada penyebab kematian resume akan mati. Kematian jaringan otak akan
pasien keluar, jadi apakah SH (I61.9) terjadi dalam waktu 4 sampai 10 menit
menyebabkan herniasi otak (G93.5)---G819- setelah penyediaan darah terhenti (11).
--I600-1709 sub-addres (rentang kode, Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
mencakup I61.9) Kandangan petugas koder memberikan
Diketahui herniasi otak bisa kode diagnosis Stroke hemoregik dengan
disebabkan oleh SH (I61.9) karena I61.9 kode diagnosis I60 yaitu Subrachnoid
ada dalam rentang kode I600-I709. haemorrhage. Jika ditinjau menggunakan
Langkah kedua, memeriksa apakah ICD-10 maka pengkodean pada
HT dapat menyebabkan SH---I618-I620--- diagnosis Stroke hemoregik adalah I61.9
I00-I150 sub-addres (rentang kode, yaitu Intracrebral haemorrhage,
mencakup I60). HT (I10) dapat sedangkan kode I60 adalah untuk kode
menyebabkan SH (I61.9) diagnosis SAH (Subrachnoid
Rule 1 menyatakan bahwa : Jika ada haemorrhage).
lebih dari satu urutan yang berakhir dengan b. Kode Diagnosis Sekunder Pada Kasus
kondisi yang pertama disebutkan, pilihlah Stroke
penyebab asal dari urutan yang pertama Kemudian penentuan kode diagnosis
disebutkan. sekunder pada kasus stroke di RSUD
Karena HT penyebab asal dari urutan Brigjen H. Hasan Basry Kandangan :
pertama (penyebab kematian yang 1. Hipertensi merupakan tekanan darah
dituliskan dokter pada resume pasien tinggi yaitu kekuatan aliran darah dari
keluar) yang berakhir dengan kondisi yang jantung yang mendorong melawan
pertama disebutkan, maka penyebab dinding pembuluh darah (arteri). Di
kematian nya adalah HT (Hipertensi) I10. RSUD Brigjend H. Hasan Basry
Kode diagnosis utama pada kasus Kandangan pengkodean untuk
Stroke, berikut penentuan kode diagnosis diagnosis Hipertensi sudah sesuai
utama pada kasus stroke di RSUD Brigjen dengan ICD-10 yaitu I10 Essential
H. Hasan Basry Kandangan : hypertension.
1. Diagnosis pertama yaitu SNH (stroke non 2. Hemipara atau hemiplegia merupakan
hemoregik) adalah gangguan peredaran suatu kondisi adanya kelemahan pada
darah pada otak yang dapat berupa salah satu sisi tubuh atau
penyumbatan pembuluh darah arteri, ketidakmampuan untuk menggerakkan

112
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

anggota tubuh pada satu sisi. Di RSUD ditandai dengan kadar gula darah
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan (glukosa) yang jauh di atas normal. Di
pengkodean untuk diagnosis Himipara RSUD Brigjend H. Hasan Basry
sudah sesuai dengan ICD-10 yaitu Kandangan pengkodean untuk
G81.9 Hemiplegia. diagnosis DM sudah sesuai dengan
3. Henti nafas atau gagal nafas adalah ICD-10 yaitu E14 Unspecified Diabetes
suatu kegawatan yang disebabkan oleh Melitus.
gangguan pertukaran oksigen dan 8. Stress Ulcer atau tukak beban sebagai
karbondioksida, sehingga sistem suatu sindroma yang ditandai dengan
pernafasan tidak mampu memenuhi adanya perdarahan akut atau perforasi
metabolisme tubuh. Di RSUD Brigjend saluran cerna bagian atas akibat
H. Hasan Basry Kandangan kerusakan mukosa pada pasien yang
pengkodean untuk diagnosis sekunder menderita penyakit kritis atau trauma
Henti nafas tidak dilakukan oleh yang berat. Di RSUD Brigjend H. Hasan
petugas koder. Peneliti memberikan Basry Kandangan pengkodean untuk
kode pada diagnosis Henti Nafas sesuai diagnosis sekunder Stress Ulcer tidak
dengan ICD-10 yaitu J96.9 Respiratory dilakukan oleh petugas koder. Peneliti
Failure, unspecified. memberikan kode pada diagnosis
4. Pneumonia adalah peradangan yang Stress Ulcer sesuai dengan ICD-10
terjadi di dalam jaringan paru-paru baik yaitu K25 Gastric Ulcer.
itu disalah satu paru-paru atau 9. Epileptikus adalah kondisi yang
keduanya dikerenakan adanya infeksi. mempengaruhi otak dan menyebabkan
Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry kejang terjadi secara berulang. Kejang
Kandangan pengkodean untuk sendiri merupakan lonjakan listrik di
diagnosis Pneumonia sudah sesuai otak yang terjadi secara mendadak. Di
dengan ICD-10 yaitu J18.9 Pneumonia. RSUD Brigjend H. Hasan Basry
5. Hidrosefalus adalah penumpukan cairan Kandangan pengkodean untuk
pada rongga otak atau yang disebut diagnosis Epileptikus sudah sesuai
dengan ventrikel, yang mengakibatkan dengan ICD-10 yaitu G40.9 Epilepsy,
ventrikel-ventrikel di dalamnya unspecified.
membesar dan menekan organ 10. Disfagia adalah sebuah istilah medis
tersebut, tekanan ini dapat merusak yang artinya sulit menelan. Di RSUD
jaringan dan melemahkan fungsi otak. Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry pengkodean untuk diagnosis Disfagia
Kandangan pengkodean untuk sudah sesuai dengan ICD-10 yaitu R13
diagnosis sekunder Hydrochepalus Dysphagia.
tidak dilakukan oleh petugas koder. 11. SOL (Space Occupying Lesion)
Peneliti memberikan kode pada merupakan generalisasi masalah
diagnosis Hydrochepalus sesuai tentang adanya lesi pada ruang
dengan ICD-10 yaitu G91.9 intracranial khususnya yang mengenai
Hydrochepalus. otak. Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
6. ADHF (Acute Decompensated Heart Kandangan pengkodean untuk
Failure) merupakan gagal jantung akut diagnosis sekunder SOL tidak dilakukan
yang didefinisikan sebagai serangan oleh petugas koder. Peneliti
yang cepat (rapid onset) dari gejala- memberikan kode pada diagnosis
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi SOLsesuai dengan ICD-10 yaitu R90.0
jantung yang abnormal. Di RSUD Intracranial space-occupying lesion.
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan 12. ISK (infeksi saluran kemih) adalah
pengkodean untuk diagnosis sekunder kondisi ketika organ yang termasuk ke
ADHF tidak dilakukan oleh petugas dalam sistem kemih, yaitu ginjal, ureter,
koder. Peneliti memberikan kode pada kandung kemih, dan uretra, mengalami
diagnosis ADHF sesuai dengan ICD-10 infeksi. Di RSUD Brigjend H. Hasan
yaitu I50.9 Heart Failure Basry Kandangan pengkodean untuk
7. DM (Diabetes Melitus) adalah penyakit diagnosis ISK sudah sesuai dengan
jangka panjang atau kronis yang

113
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

ICD-10 yaitu N39.0 Urinary tract c. Kendala dalam Pelaksanaan Kodefikasi


infection, site not specified. 1. Sumber Daya Manusia
13. Cardiac arrest atau henti jantung adalah Di RSUD Brigjend H.Hasan Basry
kondisi di mana detak jantung berhenti Kandangan dalam penulisan diagnosis
secara tiba-tiba. Di RSUD Brigjend H. penyebab kematian ada beberapa yang
Hasan Basry Kandangan pengkodean tidak di cantumkan oleh dokter dan dalam
untuk diagnosis sekunder Cardiac arrest hal penulisan diagnosis dokter memiliki
tidak dilakukan oleh petugas koder. singkatan-singkatan yang kurang dapat di
Peneliti memberikan kode pada pahami oleh koder. Hal inilah yang
diagnosis Cardiac arrest sesuai dengan mempengaruhi ketidaktepatan koder dalam
ICD-10 yaitu I46.9Cardiac arrest. melakukan pengkodean akibatnya
14. Hiperglikemia adalah kurang spasi berpengaruh pada kelengkapan pelaporan
istilah medis yang menunjukkan terlalu data rumah sakit.
banyak glukosa yang beredar dalam Tenaga medis (dokter) sebagai
darah, dengan kata lain bisa kita sebut pemberi pelayanan utama pada seorang
dengan gula darah tinggi. Di RSUD pasien bertanggung jawab atas kelengkapan
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan dan kebenaran data dokumentasi,
pengkodean untuk diagnosis sekunder khususnya data klinik, yang tercantum
Hiperglikemia tidak dilakukan oleh dalam dokumen rekam medis. Data klinik
petugas koder. Peneliti memberikan berupa riwayat penyakit, hasil pemeriksaan,
kode pada diagnosis Hiperglikemia diagnosis, perintah pengobatan, laporan
sesuai dengan ICD-10 yaitu R73.9 operasi atau prosedur lain merupakan input
Hyperglycaemia. yang akan dikoding oleh petugas koding di
15. Syok sepsis adalah suatu keadaan bagian rekam medis.
dimana tekanan darah turun sampai 2. Kebijakan
tingkat yang membahayakan nyawa Di RSUD Brigjend H. Hassan Basry
sebagai akibat dari sepsis. Di RSUD Kandangan kebijakan tertulis atau protap
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan mengenai pengkodean penyebab kematian
pengkodean untuk diagnosis sekunder belum dicantumkan, padahal penyebab
Syok sepsis tidak dilakukan oleh kematian digunakan sebagai laporan RL 4
petugas koder. Peneliti memberikan (data morbiditas dan data mortalitas) adanya
kode pada diagnosis H Syok sepsis kebijakkan yang tertuang pada SOP maka
sesuai dengan ICD-10 yaitu A41.9 akan mempermudah tenaga medis dalam
Sepsis, unspecified. pelaksanaannya sesuai dengan peraturan
16. Asma adalah jenis penyakit jangka dan perundangan yang berlaku.
panjang atau kronis pada saluran Standar operasional prosedur
pernapasan yang ditandai dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik
peradangan dan penyempitan saluran berdasarkan konsensus bersama untuk
napas yang menimbulkan sesak atau melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
sulit bernapas. Di RSUD Brigjend H. pelayanan yang dibuat oleh sarana
Hasan Basry Kandangan pengkodean pelayanan kesehatan berdasarkan standar
untuk diagnosis Asma sudah sesuai profesi.
dengan ICD-10 yaitu J45.9 Bagian koding dan indeksing (K/I)
Asthma,unspecified. adalah salah satu bagian dalam unit rekam
17. Vertigo adalah rasa berputar dan pusing medis. Dalam melaksanakan tugas
saat seseorang berdiri atau bahkan pokoknya bagian ini memerlukan alat bantu
duduk. Kondisi ini biasanya meliputi : Buku ICD revisi ke 10 volume 1,
menandakan adanya gangguan volume 2 dan volume 3 untuk memastikan
keseimbangan. Di RSUD Brigjend H. kode penyakit dan masalah kesehatan,
Hasan Basry Kandangan pengkodean Buku ICOPIM untuk memastikan kode
untuk diagnosis Vertigo sudah sesuai operasi dan prosedur medis, Buku ID-O
dengan ICD-10 yaitu R42 Dizziness and untuk memastikan kode penyakit kanker
giddines. (kode ini dikhususkan untuk rumah sakit
yang ditunjuk sebagai rumah sakit dengan
pelayanan khusus kanker), Kamus

114
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

kedokteran untuk menemukan arti istilah- pengkodean, Melaksanakan pengumpulan,


istilah kedokteran, Kamus bahasa Inggris validasi dan verifikasi data sesuai ilmu
untuk menemukan arti istilah-istilah dalam statistik Rumah Sakit .Melakukan
bahasa Inggris, Daftar kode ICD revisi ke 10 pencatatan dan pelaporan surveilans,
yang dibuat sendiri oleh bagian ini Mengelola kelompok kerja dan manajemen
berdasarkan penyakit dan operasi yang unit kerja dan menjalankan organisasi
sering ditulis oleh para dokter setelah penyelenggara dan pemberi pelayanan
dilakukan kolaborasi atau konsultasi dengan kesehatan, Mensosialisasikan setiap
dokter-dokter yang bersangkutan. program pelayanan rekam medis dan
Peran dan fungsinya sebagai pencatat informasi kesehatan, Melaksanakan
dan peneliti kode penyakit dan diagnose hubungan kerja sesuai kode etik profesi,
yang ditulis dokter, kode operasi atau Melakukan pengembangan diri terhadap
tindakan medis yang ditulis dokter atau kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
petugas kesehatan lainnya, kode sebab Terkait dengan pelatihan dalam
kematian dari sebab kematian yang pengkodean penyebab kematian belum
ditetapkan dokter. Serta mencatat dan sesuai dengan peraturan mortalitas MMDS
menyimpan indeks penyakit, operasi atau karena koder di RSUD Brigjend H. Hasan
tindakan medis, sebab kematian dan indeks Basry Kandangan belum pernah mengikuti
dokter dan penyedia informasi nomor-nomor pelatihan pengkodean pada kasus kematian
rekam medis yang memiliki jenis penyakit, dilingkungan Rumah sakit maupun luar
operasi atau tindakan medis sebab kematian Rumah sakit.
yang sama berdasarkan indeks yang
bersangkutan untuk berbagai keperluan Kesimpulan
(misal audit medis, audit kematian dan audit Tidak adanya Standar Operasional
keperawatan), serta pembuat laporan Prosedur mengenai kodefikasi penyebab
penyakit dan laporan kematian berdasarkan utama kematian di RSUD Brigjend H.Hasan
indeks penyakit, operasi dan sebab Basry Kandangan sehingga petugas koder
kematian (9). tidak melaksanakan penyebab kematian
3. Kompetensi yang berakibat pada tidak terlaksananya
Petugas koder di RSUD Brigjend H. pelaporan RL4, RSUD Brigjend H.Hasan
Hasan Basry adalah lulusan DIII rekam Basry Kandangan tidak melakukan
medis ini sesuai dengan perundang- penyebab kematian dan ketidaktepatan
undangan Menkes mengenai pada diagnosis utama yaitu Stroke, bahkan
penyelenggaraan pekerjaan perekam medis. terdapat diagnosis sekunder yang tidak terisi
Dalam pelaksanaan pekerjaanya, perekam seluruhnya hal ini menyebabkan pelaporan
medis mempunyai kewenangan sesuai rumah sakit tidak akurat dan berpengaruh
dengan kualifikasi pendidikan yaitu ahli terhadap pembiayaan Ina-CBGs. Kendala
madya rekam medis, yaitu : Melaksanakan yang mempengaruhi ketepatan penentuan
kegiatan pelayanan pasien dalam kodefikasi kasus kematian berupa tidak
manajemen dasar rekam medis dan adanya SOP untuk menentukan kodefikasi,
informasi kesehatan, Melakukan evaluasi isi tidak adanya pencantuman diagnosis pada
rekam medis, Melaksanakan sistem sertifikat kematian dan tulisan dokter yang
klasifikasi klinis dan kodefikasi penyakit kurang dapat dipahami sehingga petugas
yang berkaitan dengan kesehatan dan koder akan kesulitan dalam melakukan
tindakan medis sesuai terminology medis diagnosis dan menyebabkan ketidaktepatan
yang benar, Melaksanakkan indeks dengan sebuah kodefikasi.
cara mengumpulkan data penyakit,
kematian, tindakan dan dokter yang Daftar Pustaka
dikelompokkan pada indeks, Melaksanakan 1. Departemen Kesehatan Republik
Sistem pelaporan dalam bentuk informasi Indonesia. (2013). Laporan Hasil Riset
kegiatan pelayanan kesehatan, Merancang Kesehatan Dasar Indonesia
struktur isi dan standar data kesehatan, (Riskesdas). Jakarta: Departemen
untuk pengelolaan informasi kesehatan, Kesehatan Republik Indonesia
Melaksanakan evaluasi kelengkapan isi
diagnosis dan tindakan sebagai ketepatan

115
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.

2. Adams, Chair; Adams, Thomas Brott, dan Stroke,Edisi ke-2. Yogyakarta:


Zoppo, Furlan, Goldstein, Robert, Dianloka Printika
Higashida, Kidwell, Kwiatkowski, Marler,
Hademenos (2003). Guidelines for Early
Management of Patient With Ischemic
Stroke (A Scientific Statement From the
Stroke Council of the American Stroke
Association). Pubmed. Stroke.
Apr;34(4):1056-83.

3. Rozi (2013). Penderita Hipertansi di


Kalimantan Selatan Tertinggi (https://
m.timesindonesia.co.id/read/143475/20
170302/094159/penderita-hiperte nsi-di-
kalsel-tertinggi-nasional/)(Diakses
tanggal 12 Mei 2018)

4. Hatta, Gemala R (ed). (2014). Pedoman


manajemen informasi kesehatan
disarana pelayanan kesehatan. Edisi
revisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.

5. Arifah. Siti. (2016). Tinjauan


Pelaksanaan Pelaporan Data Mortalitas
Pasien Rawat Inap di RSUD Wates.
KTI. D3 Perekam Medis Dan Informasi
Kesehatan. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta

6. Basuki, Sulistyo. 2010. Metode


Penelitian. Jakarta : Penaku.

7. Depkes RI Dirjen Pelayanan Medik.


2006. Pedoman Pengelolaan Rekam
Medis Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Direktorat Jendral Pelayanan Medik.

8. Retnowati, Elisabet. 2017. Tinjauan


ketepatan kode diagnose sebab
kematian berdasarkan table medical
mortality data sheet (MMDS) di RS St.
Elisabeth Semarang. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro. Semarang

9. Shofari, Bambang. 2018. Dasar


Pengelolaan Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan. Semarang :
Percetakan UDINUS.

10. Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami


dan Menghindari Hipertensi, Jantung

116

You might also like