Professional Documents
Culture Documents
Ketepatan Penentuan Kode Diagnosis Utama Penyebab Kematian Pada Kasus Stroke Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
Ketepatan Penentuan Kode Diagnosis Utama Penyebab Kematian Pada Kasus Stroke Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
The Precision Of The Determination Of Main Diagnosis Codes Cause Of Death In The Case
Of A Stroke In A Hospital Brigjend H.Hasan Basry Kandangan
Abstract
World Health Information (WHO) establishes a set of rules or procedures that must
be followed for granting kodefikasi UCoD determination of the code on certificate of death
must pay attention to the sequence of events leading to the death of the disease and the
cause of the beginning of the sequence such. Some hospitals are not doing the coding
causes of death and inaccuracies in coding causes of death data produces the wrong
health. This research aims to know the description of accuracy determination of main
diagnosis codes cause of death in the case of a stroke in a hospital Brigjend H.Hasan Basry
Kandangan. This research use descriptive qualitative research methods with quantitative
studies. This research was conducted with observation 68 medical record documents and
interviewing doctors, koder and head installation medical record as supporting in this
research. In this research note the hospital does not have an SOP and the absence of
writing the cause of death on a death certificate so as not to kodefikasi the implementation
and reporting of the implementation of the hospital not be RL4 about mortality reporting.
104
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
nakes atau gejala (12,7‰). Prevalensi lebih Satu diantara kasus yang sering
tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja ditangani di rumah sakit adalah kasus
baik yang didiagnosis nakes (11,4‰) kematian (Mortalitas) menggunakan kode
maupun yang didiagnosis nakes atau gejala ICD-10 dengan tabel bantu MMDS untuk
(18‰). Prevalensi stroke berdasarkan menentukan penyebab kematian.
diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil Pengolahan data mortalitas dengan proses
indeks kepemilikan terbawah dan menengah reseleksi penentuan penyebab dasar
bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil kematian (UCoD) terhadap diagnosis-
(1). diagnosis yang telah tertulis pada formulir
Berdasarkan data riset kesehatan dengan jumlah sampel 83. Setelah
dasar, beberapa penyakit tidak menular dilakukan proses reseleksi penentuan
yang menjadi penyebab kematian di penyebab dasar kematian (UCoD)
Kalimantan Selatan yaitu, diabetes melitus menggunakan ICD-10 dan tabel MMDS,
(2‰) dari jumlah penduduk, kemudian membandingkan antara UCoD rumah sakit
hipertensi mencapai (30,8‰), stroke (9,2‰), dan hasil pembuatan reseleksi UcoD
kanker(1,6‰), dan jantung koroner (0,5‰). diperoleh hasil kesesuaian sebanyak 19%
Sedangkan data secara riil penderita UcoD, sedangkan untuk ketidaksesuaian
hipertensi per kabupaten dan kota di Kalsel sebanyak 81%. Ketidaksesuian ini karena
tahun 2015 yaitu, Kota Banjarmasin masih banyak diagnosis henti jantung, henti
merupakan tertinggi penderita hipertensi napas, gagal napas, cardiac arrest, dan
yaitu 18.730 penderita, disusul Tanah Laut kondisi symtoms lainnya yang menjadi
sebanyak 14.121 orang penderita (1). penyebab dasar kematian (Underlying
Data kasus stroke di Kabupaten Cause of Death) yang ditegakkan pada
Banjar 7.738 orang penderita, Kotabaru formulir sebab kematian (5).
6.680 orang penderita, Banjarbaru 5.629 RSUD Brigjend H. Hasan Basry pada
orang penderita, Tapin 3.085 orang, Barito data tahun 2017 terdapat 68 pasien stroke
Kuala 2.985 orang dan sisanya berkisar yang meninggal pertahun nya dan pada
antara 2.500 hingga di atas seribu orang. kasus kematian tidak menggunakan tabel
Sedangkan kota Banjarmasin sebanyak 283 MMDS dan hanya menggunakan ICD-10.
orang dan Banjarbaru sebanyak 191 orang Pada survei awal yang telah diteliti pada
(3). formulir rekam medis pasien stroke dari 15
Klasifikasi penyakit adalah rekam medis ditemukan masih belum
pengelompokkan penyakit-penyakit sejenis menggunakan tabel MMDS. Seperti pada
dengan ICD-10 (International Statistical kasus Stroke hemoregik dengan diagnosis
Classification of Disease and Related Health sekunder Hipertensi dan kode yang
Problems Tenth Revision) untuk istilah dituliskan koder ialah I60, akan tetapi jika
penyakit dan masalah yang berkaitan penyakit tersebut ditinjau menggunakan
dengan kesehatan. Penegakkan dan ICD-10 maka kode untuk diagnosis ini
penulisan diagnosis sesuai dengan ICD-10 adalah I61.9 sebagai diagnosa utama yaitu
merupakan tugas dan tanggung jawab stroke hemoregik dan I10 adalah diagnosa
dokter yang merawat pasien. Oleh sekunder berdasarkan Tabel MMDS
karenanya, diagnosis yang ditulis dalam penyebab utama kematian adalah I61.9
rekam medis harus lengkap atau tepat dan yaitu stroke hemoregik. Untuk menentukan
jelas sesuai dengan terminologi medis dan penyebab kematian, WHO menetapkan
arahan yang ada pada buku ICD-10 (4). suatu himpunan prosedur atau rule yang
Diagnosis adalah pemberian penetapan harus diikuti untuk pemberian kodefikasi
kode dengan menggunakan huruf dan UCoD penentuan kode pada sertifikat
angka atau kombinasi antara huruf dan kematian harus memperhatikan kejadian
angka yang mewakili komponen data. penyakit menuju kematian dan penyebab
Penggunaan atau penulisan diagnosis lebih awal dari urutan tersebut.
dari satu istilah medis atau terminologi Latar belakang diatas menjadi dasar
medis akan menyulitkan dalam pertimbangan peneliti untuk fokus pada
pengumpulan dan perolehan informasi pertanyaan dengan rumusan masalah
morbiditas dan mortalitas yang akurat dan bagaimana gambaran pelaksanaan
tepat (4). ketepatan penentuan kode diagnosis utama
105
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
penyebab kematian pada kasus stroke di kematian pada kolom resume pasien keluar
RSUD Brigjend H.Hasan Basry? tepat di samping kolom penyebab kematian
pada gambar diatas dengan penulisan
Metode Penelitian Penyebab Kematian : Herniasi otak dan
Penelitian ini menggunakan metode Penyebab Kematian: (-) dengan tanda strip
penelitian kuantitatif didukung kualitatif. jika dokter tidak menuliskan penyebab
Lokasi penelitian di instalasi rekam medis. kematian. Jika dokter tidak menuliskan
Subjek penelitian adalah dokter, koder, diagnosis penyebab kematian pada kolom
kepala instalasi rekam medis dan data yang yang disediakan maka penyebab kematian
diperlukan adalah 68 berkas rekam medis tersebut sama dengan diagnosis utama
pasien pada kasus kematian dengan pasien yaitu Stroke Hemoregik atau Stroke
diagnosis stroke di RSUD Brigjend H.Hasan Non Hemoregik.
Basry Kandangan tahun 2017. Pada Rumah Sakit memiliki sertifikat
penelitian ini menggunakan jenis wawancara kematian namun tidak ada format penulisan
mendalam dan observasi. penyebab kematian. Format penulisan
Analisis data kualitatif dilakukan penyebab kematian tidak sesuai dengan
terhadap data empiris yang terkumpul yang yang telah ditentukan oleh WHO.
berupa kumpulan kata-kata informan. Keterangan diatas sesuai dengan hasil
Analisis data menggunakan alur dari miles yang diungkapkan oleh dokter yang
dan Huberman yang terdiri dari tiga tahap, menangani kasus tersebut lewat
yaitu reduksi data, penyajian data, dan wawancara. Hasil wawancara kepada dokter
penarikan kesimpulan/verifikasi (6). menunjukkan bahwa penulisan diagnosis
penyebab kematian tidak dituliskan pada
Hasil Penelitian sertifikat kematian dan hanya ditulis pada
Prosedur Pelaksanaan ketepatan lembar resume pasien keluar. Hal ini
penentuan penyebab utama kematian menyebaban tidak terlaksananya pelaporan
Berdasarkan hasil observasi dalam data kematian yaitu RL4, karena sumber
menetapkan penyebab utama kematian pelaporan RL4 adalah dari data pada
tidak berpedoman pada Standar sertifikat kematian.
Operasional Prosedur (SOP) dan pada Wawancara terhadap informan 1
sertifikat kematian tidak adanya menyatakan bahwa:
pencantuman penyebab kematian sehingga “di resume iya, kalau di sertikat
pada saat menentukan penyebab kematian kematian sih engga biasanya”
pasien, dokter hanya menuliskan pada (Informan 1)
resume pasien keluar. Kemudian dari hasil observasi pada
resume pasien keluar terdapat beberapa
penyebab kematian yang tidak dicantumkan
pada resume pasien keluar, dikarenakan
penyebab kematian tersebut ialah diagnosis
utama pada resume pasien keluar. Hal ini
diperkuat lagi dari hasil wawancara dengan
dokter yang menangangani kasus tersebut
lewat wawancara, yaitu:
“ya karena penyebab kematian tersebut
ialah stroke itu sendiri” (Informan 2)
Hasil wawancara menunjukkan bahwa,
dokter menjelaskan jika tidak adanya
penulisan diagnosis utama penyebab
kematian maka yang menjadi penyebab
Penulisan diagnosis penyebab kematian pasien adalah diagnosis utama
kematian dicantumkan pada resume pasien pada resume pasien keluar yaitu stroke
keluar seperti pada gambar di bawah : hemoregik atau stroke non hemoregik.
Berdasaran hasil observasi pada Dalam menentukan penyebab
formulir RM 17 yaitu resume pasien keluar, kematian dokter melihat dari data-data klinis
dokter biasanya menuliskan penyebab
106
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
107
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
petuga coding untuk memperlancar proses secara umum yaitu kode untuk diagnosis
pengklasifikasikan kode diagnose atau utama dan sekunder, sehingga petugas
tindakan, Menentukan jenis diagnose koder hanya melakukan diagnosis kasus
(diagnosa utama atau diagnosa sekunder 1, morbiditas.
diagnose sekunder 2, diagnose sekunder 3),
Pemberian kode diagnose sesuai dengan Ketepatan Kodefikasi Penyebab Utama
ICD-10. Jika pasien mendapatkan tindakan Kematian
medis, maka pilih jenis diagnose tindakan, Penyebab kematian yang ada di
pemberian kode tindakan sesuai dengan RSUD Brigjend H.Hasan Basry Kandangan
ICD-9 CM 10. Setelah pemberian kode ditentukan oleh dokter dengan melihat pada
diagnose atau tindakan selesai, klik tombol riwayat penyakit pasien/data klinis kemudian
simpan yang ada di Aplikasi SIM-RS. dokter menulis penyebab kematian pada
Penulisaan kodefikasi diagnosis resume pasien keluar.
penyakit tidak dituliskan pada lembar Dari hasil observasi 68 dokumen
resume medis maupun resume pasien rekam medis menunjukan bahwa penyebab
keluar, petugas hanya menuliskan kematian tidak diakukan oleh petugas koder,
kodefikasi diagnosis pasien pada komputer. berikut sampel penulisan penyebab
Penulisan kodefikasi pada diagnosis kematian pada resume pasien keluar di
sekunder tidak semua dilakukan contohnya RSUD Brigjend H.Hasan Basry :
pada kasus pasien Stroke hemoregik Tabel 1 Diagnosis Penyebab Kematian
dengan diagnosis sekunder Hipertensi, ICH,
Diagnosis Utama : SH I60
Hydrochepalus, acute respiratory koder
hanya melakukan pengkodean diagnosis Diagnosis sekunder : HT I10
hipertensi dengan kode diagnosis utama I60
dan diagnosis sekunder I10. :Herniasi
Penyebab kematian -
Berdasarkan wawancara dapat diambil Otak
kesimpulan bahwa SOP (Standar
Operasional Proseedur) mengenai Disini koder hanya memberikan kode
pelaksanaan penyebab kematian tidak ada, diagnosis utama I60 dan I10 sebagai
sehingga tidak dilaksanakannya penyebab diagnosis sekunder, untuk penyebab
kematian. Rumah sakit hanya memiliki SOP kematian tidak dilakukan .
untuk kasus morbiditas atau bisa disebut
Tabel 2 Kode Diagnosis Utama di RSUD Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
Ketepatan
Jumlah Diagnosis Kode Kode
kode Keterangan
sampel Utama petugas peneliti
T TT
Stroke non hemoregik disebabkkan oleh
Stroke Non sumbatan otak sedangkan untuk kode
17 I64 I63.9 1
Hemoregik diagnosis I64 adalah untuk
Cerebrovascular Accident
Stroke hemoregik/ intracerebral
hemmorrhagae disebabkan oleh
Stroke
51 I60 I61.9 1 pecahnya pembuluh darah sedangkan
Hemoregik
untuk kode diagnosis I60 adalah untuk
perdarahan subrakhnoid
Total sampel 68
108
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
Ketepatan
Jumlah Diagnosis Kode
Kode kode Keterangan
kasus Sekunder peneliti
petugas T TT
Kode diagnosis sudah sesuai
35 Hipertensi I10 I10 1
dengan ICD-10
Kode diagnosis sudah sesuai
18 Hemipara G81.9 G81.9 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
5 Henti nafas - J96.9 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
4 Pneumonia J18.9 J18.9 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
3 Hydrochepalus - G91.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 ADHF - I50.9 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
4 DM E14 E14 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
5 Stres ulcer - K25 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
2 Epileptikus G40.9 G40.9 1
dengan ICD-10
Kode diagnosis sudah sesuai
1 Dysphagia R13 R13 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 SOL - R90.0 1
petugas koder
Kode diagnosis sudah sesuai
2 ISK N39.0 N39.0 1
dengan ICD-10
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Cardiac arrest - I46.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Hiperglikemia - R73.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
4 Syok sepsis - A41.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Asma J45.9 J45.9 1
petugas koder
Tidak dilakukan pengkodean oleh
1 Vertigo R42 R42 1
petugas koder
Kendala dalam Pelaksanaan Kodefikasi mengenai apa saja yang menjadi kendala
Dalam pelaksanaan penyebab utama dalam
kematian di RSUD Brigjend H.Hasan Basry “tulisan dokter bahanu kada jelas lawan
Kandangan ditemukan oleh peneliti terdapat jua sapalih ada yang kada beisi, diagnosa
hambatan sebagai berikut : nya kada jelas jadi mencari di asuhan
keperawatan atau catatan
Sumber Daya Manusia (SDM) perkembangan” (Tulisan dokter yang
Sumber daya manusia diantaranya kurang jelas dan ada sebagian diagnosis
adalah dokter, dalam resume medis pasien yang tidak diisi, kalau penulisan tiidak
keluar ada sebagian diagnosis penyebab jelas maka dilihat pada asuhan
kematian tidak di cantumkan di resume keperawatan atau catatan
pasien keluar pada kolom penyebab perkembangan). (Informan 7)
kematian oleh dokter dan dalam hal wawancara kepada koder
penulisan diagnosis dokter memiliki menunjukkan bahwa ketepatan juga
singkatan-singkatan yang kurang dapat di dipengaruhi oleh penulisan diagnosis yang
pahami oleh koder. kurang dapat dipahami oleh petugas koder
Keterangan diatas sesuai dari hasil karena dokter memiliki singkatan-singkatan
wawancara kepada petugas koder penulisan diagnosis dan ada beberapa
diagnosis yang kurang lengkap dalam
109
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
110
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
111
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
112
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
anggota tubuh pada satu sisi. Di RSUD ditandai dengan kadar gula darah
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan (glukosa) yang jauh di atas normal. Di
pengkodean untuk diagnosis Himipara RSUD Brigjend H. Hasan Basry
sudah sesuai dengan ICD-10 yaitu Kandangan pengkodean untuk
G81.9 Hemiplegia. diagnosis DM sudah sesuai dengan
3. Henti nafas atau gagal nafas adalah ICD-10 yaitu E14 Unspecified Diabetes
suatu kegawatan yang disebabkan oleh Melitus.
gangguan pertukaran oksigen dan 8. Stress Ulcer atau tukak beban sebagai
karbondioksida, sehingga sistem suatu sindroma yang ditandai dengan
pernafasan tidak mampu memenuhi adanya perdarahan akut atau perforasi
metabolisme tubuh. Di RSUD Brigjend saluran cerna bagian atas akibat
H. Hasan Basry Kandangan kerusakan mukosa pada pasien yang
pengkodean untuk diagnosis sekunder menderita penyakit kritis atau trauma
Henti nafas tidak dilakukan oleh yang berat. Di RSUD Brigjend H. Hasan
petugas koder. Peneliti memberikan Basry Kandangan pengkodean untuk
kode pada diagnosis Henti Nafas sesuai diagnosis sekunder Stress Ulcer tidak
dengan ICD-10 yaitu J96.9 Respiratory dilakukan oleh petugas koder. Peneliti
Failure, unspecified. memberikan kode pada diagnosis
4. Pneumonia adalah peradangan yang Stress Ulcer sesuai dengan ICD-10
terjadi di dalam jaringan paru-paru baik yaitu K25 Gastric Ulcer.
itu disalah satu paru-paru atau 9. Epileptikus adalah kondisi yang
keduanya dikerenakan adanya infeksi. mempengaruhi otak dan menyebabkan
Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry kejang terjadi secara berulang. Kejang
Kandangan pengkodean untuk sendiri merupakan lonjakan listrik di
diagnosis Pneumonia sudah sesuai otak yang terjadi secara mendadak. Di
dengan ICD-10 yaitu J18.9 Pneumonia. RSUD Brigjend H. Hasan Basry
5. Hidrosefalus adalah penumpukan cairan Kandangan pengkodean untuk
pada rongga otak atau yang disebut diagnosis Epileptikus sudah sesuai
dengan ventrikel, yang mengakibatkan dengan ICD-10 yaitu G40.9 Epilepsy,
ventrikel-ventrikel di dalamnya unspecified.
membesar dan menekan organ 10. Disfagia adalah sebuah istilah medis
tersebut, tekanan ini dapat merusak yang artinya sulit menelan. Di RSUD
jaringan dan melemahkan fungsi otak. Brigjend H. Hasan Basry Kandangan
Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry pengkodean untuk diagnosis Disfagia
Kandangan pengkodean untuk sudah sesuai dengan ICD-10 yaitu R13
diagnosis sekunder Hydrochepalus Dysphagia.
tidak dilakukan oleh petugas koder. 11. SOL (Space Occupying Lesion)
Peneliti memberikan kode pada merupakan generalisasi masalah
diagnosis Hydrochepalus sesuai tentang adanya lesi pada ruang
dengan ICD-10 yaitu G91.9 intracranial khususnya yang mengenai
Hydrochepalus. otak. Di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
6. ADHF (Acute Decompensated Heart Kandangan pengkodean untuk
Failure) merupakan gagal jantung akut diagnosis sekunder SOL tidak dilakukan
yang didefinisikan sebagai serangan oleh petugas koder. Peneliti
yang cepat (rapid onset) dari gejala- memberikan kode pada diagnosis
gejala atau tanda-tanda akibat fungsi SOLsesuai dengan ICD-10 yaitu R90.0
jantung yang abnormal. Di RSUD Intracranial space-occupying lesion.
Brigjend H. Hasan Basry Kandangan 12. ISK (infeksi saluran kemih) adalah
pengkodean untuk diagnosis sekunder kondisi ketika organ yang termasuk ke
ADHF tidak dilakukan oleh petugas dalam sistem kemih, yaitu ginjal, ureter,
koder. Peneliti memberikan kode pada kandung kemih, dan uretra, mengalami
diagnosis ADHF sesuai dengan ICD-10 infeksi. Di RSUD Brigjend H. Hasan
yaitu I50.9 Heart Failure Basry Kandangan pengkodean untuk
7. DM (Diabetes Melitus) adalah penyakit diagnosis ISK sudah sesuai dengan
jangka panjang atau kronis yang
113
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
114
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
115
Jurkessia, Vol. IX, No. 2, Maret 2019 Nina Rahmadiliyani, dkk.
116