Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

JURNAL PENELITIAN PERTANIAN

UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN

PATHOGENITAS BAKTERI Vibrio sp TERHADAP


UDANG WINDU (Penaeus monodon)
Oleh
Feliatra , Zainuri and Dessy Yoswaty

Abstract

Shrimpis one of the sources ofhighquality protein, shrimp isexcellentforIndonesiannon-oil


exports. Heightenedshrimp farming, it will not beseparated fromthe shrimpcrop failure, thecause isone
ofthewell-knownshrimpdiseasebacteriumVibriospisacauseof diseasevibriosis
This research was conducted from July to August 2010 with the purpose to know the level
pathogenitas and early symptoms are caused by bacteria in the Vibrio sp on tiger prawns. Vibrio sp
pathogenitas tests conducted at the Brackishwater Aquaculture Development Centre (BBPBAP)
Jepara.
The results showed that all species of Vibrio sp (V. harveyii, V.alginolyticus, V. vulnificus, V.
anguilarum, V. parahaemolyticus) are pathogens tested, it is characterized by the occurrence of death
in tiger shrimp larvae in all treatments. The death of the infected shrimp larvae at densities of bacteria
Vibrio sp 104 CFU/ml respectively are 3.3%, 6.7%, 6.7%, 36.7%, then increase the mortality of shrimp
with the concentration of bacteria suspended in a row 55%, 68.3%, 73.3%, 81.7% and 100% with a
concentration of 107 bacteria CFU/ml. The higher the concentration of bacteria that infected a long
period of immersion and comparable with pathogenitas bacterium Vibrio sp that causes mortality of
shrimp larvae is higher. Vibrio harveyi is a bacterium with Pathogenicity highest level of the other.
Clinical symptoms were found among other shrimp do not swim regularly to jump surface and poor
appetite or decreased.

Key :Vibrio sp , Tiger shrimp, Pathogenicity

Lab of marine microbiology of Faculty of Fisheries and Marine Science University of Riau

PENDAHULUAN
Program peningkatan produksi Kementrian Kelautan dan Perikanan 2009-
perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan 2014).
(KKP) menetapkan target produksi perikanan
sebesar 22, 54 juta ton pada tahun 2014, Dipihak lain kondisi ini dapat
dimana sebanyak 16,89 juta ton berasal dari berdampak pada menurunnya kondisi
perikanan budidaya. KKP menetapkan 10 lingkungan yaitu kualitas perairan budidaya
komoditas unggulan budidaya, salah satunya yang semakin tidak terkontrol.Sehingga
adalah udang. Komoditas ini diproyeksikan mengakibatkan munculnya beberapa penyakit
mengalami peningkatan produksi tiap tahun seperti yang disebabkan oleh virus maupun
sebesar 13% untuk udang windu dan 16% bakteri pathogen.Hal tersebut berdampak pada
udang vannamei. Produksi udang pada tahun penurunan produksi oleh para petani udang
2014 ditargetkan sebesar 699 ton udang windu windu.
dan 511 ribu ton udang vannamei. (Renstra Serangan bakteri yang menyebabkan
Kementrian Kelautan dan Perikanan (Renstra kematian benih/larva udang. Bakteri Vibriosis

23
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

menyerang larva udang yaitu pada saat udang udang dalam tempo 1-3 hari sejak gejala awal
dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena tampak. Udang yang terserang sangat sulit
itu sering dikatakan bahwa bakteri termasuk untuk diselamatkan sehingga seluruh udang
opportunistik pathogen. Dengan adanya yang ada terpaksa dibuang atau dimusnahkan.
kemunculan berbagai jenis penyakit di perairan Penularannya dapat langsung melalui air atau
yang disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp. kontak langsung antar ikan dan menyebar
telah berdampak terhadap penurunan hasil sangat cepat pada ikan yang dipelihara pada
produksi budidaya perikanan. Selain itu, kepadatan tinggi (Prajitno, 2005).
vibriosis juga dapat memusnahkan populasi
Penyakit vibriosis tersebut biasanya patogen primer. Nasmia (2007)
disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. mengemukakan bahwa Vibrio sp
Penyakit yang diakibatkan V. harveyi bersifat menyebabkan mortalitas sebesar 90 % pada
sangat akut dan ganas karena dapat mematikan larva udang windu. Sedangkan Vibrio harveyi
populasi larva udang yang terserang dalam dapat menyebabkan kematian sampai 100%
waktu 1 sampai 3 hari sejak awal dampak pada larva udang windu (Penaeus monodon) di
(Rukyani et al., 1992). hatchery. (Manefield et.al, 2000).
Hingga saat ini beberapa penyakit Penelitian ini dilakukan untuk
yang sering ditemukan pada udang seperti mengetahui tingkat pathogenitas beberapa
penyakit whitespot yang menyerang udang spesias bakteri Vibrio sp pada larva udang
putih atau penyakit vibriosis yang windu, dan mengetahui gejala dini yang
menyerang udang windu. Penyakit vibriosis ditimbulkan oleh bakteri vibrio sp.
dikenal pembudidaya udang sebagai penyakit
yang menyerang bagian kulit udang. Penyakit BAHAN DAN METODE
ini disebabkan oleh spesies-spesies dari jenis Bahan yang digunakan dalam
vibrio yang berbeda-beda, dan setiap spesies penelitian ini adalah bakteri Vibrio
vibrio memiliki intensitas parasitas yang sp(V.harveyi, V.alginolyticus, V.anguilarum,
berbeda-beda. Penularan penyakitvibriosis V.parahaemolyticus dan V. vulnificus) dan
ini tergolong cepat sehingga dapat larva udang windu/post larva 10 (PL 10) yang
meningkatkan nilai mortalitas pada suatu terdapat pada BBPBAP Jepara. Media yang
tambak. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri digunakan berupa Thiosulfate Citrate Bile
ini dapat menyebabkan kematian larva udang Sucrose Agar (TCBSA), Nutrien Agar (NA).
sampai 100% dalam waktu 1-2 hari. Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini
Bakteri Vibrio sp pada umumnya antara lain akuarium, tabung reaksi, cawan
menyerang larva udang pada stadia zoea, petri.
mysis dan awal post larva, sehingga
Penelitian ini menggunakan metode
merupakan kendala dalam penyediaan benih
eksperimen dengan rancangan acak lengkap
udang yang sehat dalam jumlah besar sebagai

24
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

(RAL) dua faktor (Jenis bakteri dan tabung PBS dengan volume sesuai dengan
konsentrasi bakteri: 107 CFU/ml, 105 CFU/ml, kebutuhan per masing masing bakteri yaitu 90
6 4
10 CFU/ml, 10 CFU/ml ) dengan tiga kali ml, untuk mengetahui kepadatan bakteri pada
ulangan sehingga diperoleh percobaan larutan PBS maka kekeruhannya disesuaikan
sebanyak tujuh puluh lima kali satuan dengan larutan standard Mc farland yang telah
percobaan. ditentukan. Volume bakteri yang akan
disuspensikan kedalam percobaan dihitung
Bakteri Vibrio sp (V. Harveyi, V.
menggunakan rumus pengenceran yang
Parahaemolyticus,V. vulnificus
digunakan Hala (1999) sebagai berikut:
V.alginolyticus, V. anguilarum,) selanjutnya
N1 x V1 = N2 x V2
penulis menggunakan istilah P, Q, R, S dan T
Dimana:
untuk kelima spesies bakteri tersebut. Bakteri
N1: Jumlah bakteri dalam larutan PBS
Vibrio sp berasal dari BBPAP Jepara yang
(CFU/ml)
diisolasi ulang atau diremajakan pada media
V1:Jumlah bakteri yang akan disuspensikan
NA (nutrien agar) selama 24 jam di
dalam wadah penelitian (CFU/ml)
laboratorium Mikrobiologi. Selanjutnya bakteri
N2:Volume PBS yang digunakan (ml)
pada media NA dipanen menggunakan larutan
V2:Volume air dalam wadah penelitian (ml)
PBS steril, kemudian disuspensikan pada
Penelitian dilakukan dengan cara Pathogenitas bakteri diamati melalui kematian
menginfeksikan suspensi bakteri ke dalam maupun tingkah laku larva udang selama 96
akuarium pemeliharaan larva yang berjumlah jam perendaman, selanjutnya dibandingkan
12 buah per satu kali percobaan, kepadatan dengan akuarium pemeliharaan larva tanpa
bakteri Vibrio sp (V. harveyi, V.alginolyticus, pemberian bakteri (kontrol) (Rengpipat et al,
V. vulnificus, V. anguilarum, V. 1998). Pengamatan gejala dini serta mortalitas
parahaemolyticus) yang digunakan untuk pada udang yang terinfeksi Vibrio sp dilakukan
percobaan ini adalah 104, 105, 106, 107 CFU/ml. 24 jam sekali.
Data yang dihasilkan dari percobaan
yang berupa jumlah kematian maupun tingkat
kelulushidupan larva udang ditabulasikan ke
dalam tabel dan dianalisis menggunakan
ANOVA, apabila hasil uji berpengaruh nyata
maka analisis dilanjutkan menggunakan uji
Duncan.

25
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

HASIL DAN PEMBAHASAN


Vibrio harveyi.
Uji Pathogenitas Bakteri Vibrio sp
Hasil pengamatan terhadap
Semua bakteri Vibrio sp (Vibrio
mortalitas udang uji yang disuspensikan
harveyi, Vibrio parahaemolitycus, Vibrio
bakteri Vibrio harveyi dengan konsentrasi
vulnificus, Vibrio alginolitycus, Vibrio
berbeda didalamnya selama penelitian
anguilarum) yang disuspensikan kedalam
berlangsung yaitu dalam waktu 96 jam,
media percobaan menyebabkan kematian
dapat dilihat pada Tabel 1.
pada larva udang windu, dan selama
penelitian tidak terdapat larva udang
kontrol yang mati.

Tabel 1. Mortalitas dan kelulushidupan (SR) larva udang windu dengan suspensi bakteri Vibrio
harveyi.

Perlakuan
Lama Perendaman Mortalitas (%)
P1 P2 P3 P4 Kontrol
24 jam 13.3 36.7 46.7 86.7 0
48 jam 28.3 51.7 63.3 98.3 0
72 jam 36.7 58.3 71.7 100 0
96 jam 36.7 63.3 73.3 100 0
Kelulushidupan (SR) 63.3 36.7 26.7 0 100
Keterangan:
P1: Konsentrasi Bakteri 104 P2: Konsentrasi Bakteri 105
P3: Konsentrasi Bakteri 106 P4: Konsentrasi Bakteri 107
Tabel 1 menunjukan bahwa tinggi konsentrasi bakteri menyebabkan
mortalitas tertinggi larva udang windu yang nilai mortalitas semakin meningkat yaitu
disuspensikan bakteri Vibrio harveyi adalah 13.3% pada perlakuan 1 dan 100 % pada
kepadatan 107 sebesar 100 % selama 96 jam perlakuan 4.
perendaman, sedangkan mortalitas Tingkat kelulushidupan pada Tabel
terendah terjadi pada perendaman 24 jam 1 menunjukan bahwa semakin tinggi
yaitu pada perlakuan 1 dengan kepadatan konsentrasi bakteri yang diberikan pada
4
bakteri 10 .Konsentrasi bakteri yang masing masing perlakuan menyebabkan
disuspensikan berbanding lurus dengan rendahnya nilai kelulushidupan yaitu 0%
kematian larva udang windu, semakin

26
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

pada perlakuan 4 dan 63.3% pada perlakuan terhadap P2 dan berbeda nyata terhadap P3.
1 atau nilai SR P1>P2>P3>P4. Sedangkan P3 berbeda nyata terhadap P2,
Berdasarkan hasil uji ANOVA P1 dan kontrol.
(Lampiran 2) menunjukan bahwa F hitung
Vibrio parahaemolyticus.
lebih besar dari F tabel (Sig.) pada taraf
Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa
0.01, dengan demikian Ho ditolak dan H1
nilai mortalitas selama masa percobaan
diterima.Hal ini berarti bahwa perlakuan
menunjukan semakin lama masa
dengan mengggunakan konsentrasi bakteri
perendaman menunjukan naiknya
berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap
persentase mortalitas larva udang windu
pathogenitas pada larva udang windu.
yaitu 16.7% menjadi 81.7 % pada perlakuan
Hasil uji Duncan Multiple Range
4, namun pada perlakuan 1 hanya terdapat
Test (DMRT) terhadap mortalitas larva
mortalitas pada perendaman 24 dan 48 jam,
udang windu, berdasarkan uji tersebut
sehingga nilai persentase pada perendaman
terdapat perbedaan yang sangat sangat
selanjutnya kumulatif dari 48 jam
nyata antara perlakuan 4 dengan perlakuan
perendaman, begitu juga dengan perlakuan
1 dan kontrol, berbeda sangat nyata
2.
Tabel 2.Mortalitas dan kelulushidupan (SR) larva udang windu dengan suspensi bakteri Vibrio
parahaemolyticus.

Perlakuan
Lama Perendaman Mortalitas (%)
Q1 Q2 Q3 Q4 kontrol
24 jam 10 16.7 31.7 55 0
48 jam 16.7 30 48.3 65 0
72 jam 16.7 38.3 53.3 76.7 0
96 jam 16.7 38.3 55 81.7 0
Kelulushidupan (SR) 83.3 61.7 45 18.3 100
Keterangan:
Q1: Konsentrasi Bakteri 104 Q2: Konsentrasi Bakteri 105
Q3: Konsentrasi Q4: Konsentrasi pada perlakuan 2 berjumlah 37 ekor (61.7
6 7
Bakteri 10 Bakteri 10 %), nilai tersebut jauh lebih tinggi tingkat
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa kelulushidupan dibandingkan dengan
jumlah larva akhir yang hidup pada perlakuan 3 dan 4 (5%, 18.3%).
perlakuan 1 sebanyak 50 ekor (83.3%) dan

27
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

Berdasarkan hasil uji ANOVA nyata terhadap P2 dan berbeda nyata


(Lampiran 3) menunjukan bahwa F hitung terhadap P3. Sedangkan P3 berbeda nyata
lebih besar dari F tabel (Sig.0.00) pada taraf terhadap P2, P1 dan kontrol.
0.01, dengan demikian Ho ditolak dan H1
Vibrio vulnificus.
diterima.Hal ini berarati bahwa perlakuan
Berdasarkan Tabel 3 diketahui
dengan mengggunakan konsentrasi bakteri
bahwa nilai persentase mortalitas tertinggi
berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap
terjadi pada perlakuan 4 (konsentrsai
pathogenitas pada larva udang windu.
7
bakteri 10 ) selama 96 jam perendaman,
Uji Duncan Multiple Range Test
hal ini berbeda pada perlakuan 1, dimana
(Lampiran 3) menunjukan bahwa perlakuan
pada perlakuan tersebut hanya terjadi
4 berbeda sangat sangat nyata dengan
mortalitas (6.7 %) pada 24 jam
perlakuan 1 dan kontrol, berbeda sangat
perendaman.

Tabel 3. Mortalitas dan kelulushidupan (SR) larva udang windu dengan suspensi bakteri Vibrio
vulnificus.

Perlakuan
Lama Perendaman Mortalitas (%)
R1 R2 R3 R4 kontrol
24 jam 6.7 6.7 16.7 33.3 0
48 jam 6.7 15 23.3 43.3 0
72 jam 6.7 16.7 26.7 48.3 0
96 jam 6.7 18.3 33.3 55 0
Kelulushidupan (SR) 93.3 81.7 66.7 45 100
Keterangan:
R1: Konsentrasi Bakteri 104 R2: Konsentrasi Bakteri 105
R3: Konsentrasi Bakteri 106 R4: Konsentrasi Bakteri 107
Dari Tabel 3 terlihat bahwa nilai terjadi perbedaan yang cukup jauh yaitu
kelulushidupan terendah pada percobaan 93.3% dan 81.7%.
yang menggunakan bakteri Vibrio Berdasarkan hasil uji ANOVA
vulnificus terjadi pada perlakuan 4 (45%) (Lampiran 4) menunjukan bahwa F hitung
dengan jumlah larva akhir 27 ekor, lebih besar dari F tabel (Sig.0.00) pada taraf
sedangkan pada perlakuan 1 dan 2 tidak 0.01, dengan demikian Ho ditolak dan H1
diterima.Hal ini berarti bahwa perlakuan

28
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

dengan menggunakan konsentrasi bakteri


Vibrio alginolyticus.
berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap
Pada tabel 4 dapat diketahui bahwa
pathogenitas pada larva udang windu.
nilai mortalitas pada perlakuan 1 terdapat
Uji Duncan Multiple Range Test
kematian larva uji (6.7 %) yaitu pada 96
menunjukan bahwa perlakuan K (kontrol)
jam perendaman, hal ini berbeda dengan
tidak berbeda nyata dengan perlakuan 1,
perlakuan 2, 3 dan 4 yang menunjukan
berbeda nyata terhadap P2 dan P3 namun
adanya kenaikan mortalitas yang cukup
berbeda sangat nyata dengan perlakuan 4.
tinggi pada 96 jam perendaman yaitu 73.3
Perlakuan 2 berbeda nyata dengan P3 dan
%.
berbeda sangat nyata dengan P4.
Tabel 4.Mortalitas dan kelulushidupan (SR) larva udang windu dengan suspensi bakteri Vibrio
alginolyticus.
Perlakuan
Lama Perendaman Mortalitas (%)
S1 S2 S3 S4 kontrol
24 jam 1.7 10 30 35 0
48 jam 5 15 40 53.3 0
72 jam 6.7 20 48.3 63.3 0
96 jam 6.7 21.7 53.3 73.3 0
Kelulushidupan (SR) 93.3 78.3 46.3 26.3 100
Keterangan:
S1: Konsentrasi Bakteri 104 S2: Konsentrasi Bakteri 105
S3: Konsentrasi Bakteri 106 S4: Konsentrasi Bakteri 107
Pada Tabel 4 menunjukan bahwa berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap
kelulushidupan pada perlakuan 1 sebesar pathogenitas pada larva udang windu.
93.3% dengan jumlah larva akhir 56 ekor, Uji Duncan Multiple Range Test
sedangkan pada perlakuan 4 jumlah larva (Lampiran 5) menunjukan bahwa
akhir sebesar 16 ekor dengan nilai perlakuan 4 berbeda sangat sangat nyata
persentase 26.6%. dengan kontrol, berbeda sangat nyata
Berdasarkan hasil uji ANOVA dengan P1 dan P2, berbeda nyata dengan
(Lampiran 5) menunjukan bahwa F hitung perlakuan 3. Perlakuan kontrol tidak
lebih besar dari F tabel (Sig.0.00) pada taraf berbeda nyata dengan P1 dan berbeda nyata
0.01, dengan demikian Ho ditolak dan H1 terhadap perlakuan 2.
diterima.Hal ini berarati bahwa perlakuan
dengan mengggunakan konsentrasi bakteri

29
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

Vibrio anguilarum. terdapat mortalitas pada perendaman 48-96


Dari Tabel 5 diketahui bahwa nilai jam perendaman, hal ini karena larva udang
kematian larva pada perlakuan 1, 2, 3 dan 4 cukup tahan terhadap bakteri Vibrio
4
mengalami kenaikan pada semua masa anguilarum dengan konsentrasi 10 .
perendaman.Namun, pada perlakuan 1 tidak
Tabel 5.Mortalitas dan kelulushidupan (SR) udang windu dengan suspensi bakteri Vibrio
anguilarum.

Perlakuan
Lama Perendaman Mortalitas (%)
T1 T2 T3 T4 kontrol
24 jam 1.7 5 10 40 0
48 jam 3.3 8.3 25 56.7 0
72 jam 3.3 11.7 26.7 61.7 0
96 jam 3.3 13.3 31.7 68.3 0
Kelulushidupan (SR) 96.7 86.7 68.3 31.7 100
Keterangan:
T1: Konsentrasi Bakteri 104 T2: Konsentrasi Bakteri 105
T3: Konsentrasi Bakteri 106 T4: Konsentrasi Bakteri 107
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa Hasil Uji Duncan Multiple Range
jumlah larva akhir pada setiap perlakuan Test (Lampiran 6) menunjukan bahwa
mengalami penurunan sehingga tingkat perlakuan 4 berbeda sangat sangat nyata
kelulushidupan pada masing masing terhadap kontrol, berbeda sangat nyata
perlakuan semakin kecil, pada perlakuan 1 terhadap P1 dan berbeda nyata terhadap P2
nilai SR 96.7 % sedangkan pada perlakuan dan P3. P1 tidak berbeda nyata dengan P2
4 menjadi 31.7%. namun berbeda nyata dengan P3 dan
Berdasarkan hasil uji ANOVA berbeda sangat nyata dengan P4.
(Lampiran 6) menunjukan bahwa F hitung PEMBAHASAN
lebih besar dari F tabel (Sig.0.00) pada taraf Beberapa spesies bakteri vibrio
0.01, dengan demikian Ho ditolak dan H1 yang sering dijumpai menimbulkan
diterima.Hal ini berarti bahwa perlakuan penyakit pada udang antara lain Vibrio
dengan mengggunakan konsentrasi bakteri alginoticus, Vibrio anguilarum, Vibrio
berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap parahaemolitycus, selanjutnya sifat
pathogenitas pada larva udang windu. serangan bakteri vibrio adalah infeksi
sekunder yaitu infeksi yang terjadi setelah

30
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

adanya luka atau stres berat. Ciri ciri udang dilihat pada keadaan gelap, hal ini dapat
yang terserang ditandai dengan gejala klinis mempermudah dalam membedakan Vibrio
dimana udang terlihat lemah, berwarna harveyi dengan spesies vibrio lainnya.
merah gelap atau pucat, antena dan kaki Udang yang terserang vibriosis
renang berwarna merah (Marhadi, 2002). menunjukkan gejala klinis sebagai berikut
Berdasarkan hasil uji yang telah bagian hepatopankreas yang
dilakukan menunjukan bahwa semakin berwarnamerah kecoklatan, tubuh terdapat
tinggi konsentrasi bakteri Vibrio harveyi bercak merah, bagian ekor geripis dan
yang disuspensikan kedalam media berwarna merah kecoklatan. Seperti yang
percobaan mengakibatkan semakin dijelaskan Sunaryanto et al, (1987) udang
cepatnya masa inkubasi bakteri sehingga yang terserang vibriosis mempunyai ciri
menimbulkan gejala klinis pada hewan uji badan terdapat bercak merah-merah (red
serta terjadinya mortalitas yang lebih tinggi discoloration) pada pleopod dan abdominal
(Tabel 1). Pada perlakuan satu dengan serta pada malam hari terlihat menyal
4
konsentrasi Vibrio harveyi 10 CFU/ml Gejala klinis yang ditimbulkan dari
terjadi mortalitas 26.7%, penggunaan vibriosis tergantung tingkat serangan yaitu
5
konsentrasi 10 CFU/mlpada perlakuan dua kronik atau akut. Pada tingkat kronik dan
6
sebesar 36.7%, sedangkan konsentrasi 10 akut gejala yang ditimbulkan cukup jelas
7
dan 10 CFU/ml masing masing sebesar (Richards, 1980).
73.3 dan 100%, pada perlakuan kontrol
Sedangkan Mariyono et.al (2002)
tidak terdapat mortalitas.
melakukan uji terhadap tingkat mortalitas
Nasmia (2007) mengemukakan
larva udang windu (zoea) yang diinfeksikan
bahwa uji pathogenitas bakteri Vibrio
Vibrio harveyi didalamnya dapat
harveyi pada benih udang windu
menyebabkan kematian sebesar 100%
mengakibatkan kematian sebesar 75%, 35%
dengan konsentrasi bakteri 107, 106, 105 dan
dan 25% pada perendaman 96 jam dengan
terjadi kematian sebesar 96%, 6% pada
konsentrasi bakteri masing masing 106, 104,
konsentrasi bakteri 104, 103 yang dilakukan
102. Hal tersebut berarti bahwa semakin
selama 24 jam perendaman.
tinggi konsentrasi bakteri yang
Laju mortalitas larva yang
disuspensikan kedalam media percobaan
diinfeksikan bakteri Vibrio
maka tingkat mortalitas hewan uji semakin
parahaemolyticus dengan konsentrasi yang
tinggi. Analisis laboratorium menunjukan
berbeda kedalam media percobaan (tabel 2)
bahwa Vibrio harveyi yang diisolasi pada
menunjukan nilai mortalitas pada perlakuan
medium NA ( nutrient agar) akan
1, 2, 3 dan 4 secara berturut turut sebesar
mengeluarkan cahaya kehijauan apabila
sebesar 16.7%, 35%, 56.7% dan 81%,

31
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

sedangkan pada perlakuan kontrol tidak empat mortalitas larva udang windu sebesar
terdapat mortalitas. Menurut Taslihan et.al 33.3% dan 13.3%, kepadatan bakteri 104
(2001) semakin tinggi kepadatan bekteri pada perlakuan satu hanya mengakibatkan
yang diinjeksikan pada ikan, maka mortalitas sebesar 6.6%. Bakteri Vibrio
berbanding lurus dengan jumlah bakteri vulnificus dapat menjadi pathogen pada
yang terdapat pada organ tersebut, isolasi ikan sidat dan manusia apabila bersifat
bakteri pada udang yang terinfeksi penyakit indol negatif dan serologik homogen
dilakukan dengan pembedahan pada organ sedangkan pathogen pada manusia apabila
target yaitu hepatopankreas. bersifat indol positif Gulacker et al (dalam
Aryani et.al (2004) mengemukakan Desrina, 2006).
bahwa penularan penyakit bakterial dengan Kenaikan mortalitas pada masing
dua cara yaitu secara vertikal maupun masing perlakuan pada larva udang windu
secara horizontal, penularan secara vertikal yang diinfeksi oleh Vibrio alginolyticus
dapat melalui udang yang berasal dari semakin tinggi bersama dengan
tangkapan alami dapat menjadi karier meningkatnya kepadatan bakteri yang
penyakit bakteri, sedangkan penularan diberikan pada masing masing
secara horizontal dapat terjadi melalui perlakuan.Vibrio alginolyticus merupakan
media air yang telah mengandung bakteri, bakteri yang mudah dibedakan dari spesies
alat alat yang telah terkontaminasi bakteri vibrio yang lainnya apabila diisolasi dalam
maupun melalui pakan. media nutrien agar (NA) akan terlihat
Laju mortalitas udang windu yang mengeriyap (swarming), hal ini terjadi
diinfeksikan bakteri Vibrio vulnificus pada karena pada media padat bakteri ini
perlakuan empat dengan konsentrasi bakteri mensintesa flagela lateral yang banyak
7
10 terjadi mortalitas sebesar 55%, (Bauman et al, 1984)
sedangkan pada perlakuan tiga maupun

32
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

120.0

100.0
100.0

80.0 81.7
73.3 73.3
63.3 68.3
55.0 P= V. har
60.0
53.3 55.0 Q= V. par

40.0 R=V. vul


36.7 33.3
38.3 S= V. alg
31.7
21.7
20.0 T= V. ang
16.7 18.3
6.7 13.3
6.7 3.3
0.0
1 2 3 4
104 CFU/ml 105 CFU/mlBakteri
Konsentrasi 106 CFU/ml 107 CFU/ml
Gambar 4.Tingkat mortalitas larva udang windu yang terinfeksi Vibrio sp berdasarkan
konsentrasinya.

Tingkat pathogen pada penelitian ini 13.3 %, selanjutnya Vibrio vulnificus dapat
menunjukan bahwa Vibrio harveyi menyebabkan mortalitas sebesar 18.3 %
merupakan bakteri yang paling pathogen hasil tersebut lebih rendah dibandingkan
dabandingkan dengan bakteri vibrio yang dengan ketiga bakteri yang lainnya, dan
lain, hal ini ditandai dengan tingginya Vibrio harveyi merupakan bekteri dengan
persentase kamatian larva udang windu tingkat pathogen tertinggi pada konsentrasi
sebesar 36.7 % yang terinfeksi Vibrio 105 berbanding dengan bakteri lainnya.
harveyi dengan kepadatan 104, selanjutnya Tingkat mortalitas larva udang
mortalitas mengalami penurunan pada windu yang disuspensikan bakteri dengan
bakteri vibrio yang lain yaitu sebesar kepadatan 106 sebesar 73.3 % pada Vibrio
16.7%, 6.7 % dan 3.3 %. Tingkat mortalitas harveyi, ini merupakan mortalitas tertinggi
tersebut lebih tinggi bila dibandingkan bila dibandingkan dengan vibrio yang lain
dengan hasil penelitian yang dilakukan yang berkisar 31.7-55%. Sehinga pada
Nasnia (2007) yaitu sebesar 35 % pada 96 perlakuan ini Vibrio harveyi merupakan
jam perendaman. bekteri paling tinggi pathogennya.
Gambar 4 menunjukan bahwa Pada perlakuan dengan
Vibrio anguilarum merupakan bakteri konsentrsasi bakteri Vibrio harveyi 107
dengan tingkat mortalitas terendah sebesar larva udang windu mengalami kematian

33
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36

100 % selama 96 jam perendaman, dan mematikan pada udang. Walaupun sebagian
merupakan mortalitas tertinggi daripada besar beberapa dilaporkan adalah
perlakuan yang lain. Kematian larva juga menyebabkan kematian yang besar pada
meningkat pada perlakuan dengan bakteri budidaya udang. Pada kondisi media
vibrio yang lain seiring meningkatnya pemeliharaan yang layak untuk kerapu
konsentrasi yang diberikan. macan akan meningkatkan
Berdasarkan uji lanjut Student daya tahan organisme terhadap serangan
Newman Keuls (Lampiran 12) kelima agensia penyebab utama vibriosis.
spesies vibrio pada perlakuan dengan Lingkungan yang baik akan meningkatkan
7
konsentrasi bakteri 10 menunjukan bahwa daya tahan organisme yang dipelihara,
tingkat pathogenitas Vibrio vulnificus tidak sedangkan lingkungan yang kurang baik
berbeda nyata dengan Vibrio anguilarum, akan menyebabkan organisme yang
berbeda nyata dengan Vibrio alginolitycus dipelihara menjadi stress dan dapat
maupun Vibrio parahaemolitycus dan menurunkan daya tahan terhadap serangan
berbeda sangat nyata dengan Vibrio penyakit (Feliatra, 2011). Brock dan
harveyi. Sedangkan Vibrio Lightner, 1990). Mortalitas tinggi biasanya
anguilarum,Vibrio parahaemolitycus, terjadi pada udang juvenil postlarvae dan
Vibrio vulnificus berbeda nyata dengan muda. P monodon larva suferred mortalitas
Vibrio harveyi. dalam waktu 48 jam dari tantangan
perendaman dengan strain V. harveyi dan V.
Hal ini didukung oleh kisaran
splendidus (Lavillapitogo, et al., 1990
kualitas air dalam keadaan baik (normal).
Beberapa bakteri vibrio dapat
Pada kondisi inang inang yang baik/sehat
menghasilkan protease yang bersifat toksin
akan mempengaruhi kemampuan bakteri
diantaranya siderofor yang merupakan agen
pada inang sehat tidak menimbulkan
penyapit zat besi yang berfungsi mengikat
penyakit, akan tetapi mampu menyebabkan
zat besi dari darah inang.Vibrio harveyi
penyakit pada kondisi inang yang tidak
memiliki zat Cysteine protease dan
normal (Sjahrurrahman, 2006).
merupakan toksin pertama yang ditemukan
Kualitas air yang optimal selama penelitian
pada vibrio, selanjutnya alkalineserine
juga mempengaruhi rendahnya
proteaseyang dihasilkan oleh
pathogenesitas agensia penyebab vibriosis.
Vibrioalginolyticus dapat menyebabkan
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian
kematian pada udang windu (Liu dan Lee,
yang menyatakan bahwa Shewanella algae
1999).
merupakan kandidat bakteri probiotik yang
Fukui et.al (2005) mengemukakan
berasal dari juvenile udang windu, maka
bahwa Vibrio parahaemolyticus memiliki
tidak semua bakteri pathogen dapat

34
Pathogenitas Bakteri Vibrio Sp...

Thermostable Direct Haemolysin (TDH), Vibrioharveyi merupakan bakteri dengan


yang merupakan faktor virulensi utama dari tingkat pathogenitas tertinggi dibandingkan
V. parahaemolyticus, tidak bersifat racun dengan yang lainnya.
0
jika dipanaskan pada suhu 60-70 C, tetapi Ucapan Terima Kasih : penelitian
akan bersifat racun kembali jika dipanaskan ini didanai oleh DP2M Dirjen DIKTI
0
lebih tinggi dari 80 C. Fenomena yang melalui program fundamental 2010
berlawanan ini dikenal dengan efek
DAFTAR PUSTAKA
Arrhenius, telah mengingatkan peristiwa
yang belum terjelaskan selama100 tahun.
Aryani, N. H. Syawal, I. Lukistyowati, M.
Hal ini menunjukkan bahwa efek ini
Riauwaty. 2004. Parasit dan
berhubungan dengan perubahan struktural Penyakit Ikan. Unri Press:
Pekanbaru.
pada protein yang menghasilkan fibrils.
Sniezko (dalam Delviana, 1999) Atmosumarsono, M. M.I. Madeali,
Muliani, dan A. Tompo. 1993.
melaporkan bahwa pathogenitas dari
Studi Kasus Penyakit Udang di
beberapa bakteri tergantung kepada Kabupaten Pinrang. di dalam:
Hanafi, A., M. Atmosumarsono.,
keadaan lingkungannya, kualitas air
S. Ismawati. Seminar Hasil
merupakan faktor yang sangat berpengaruh Penelitian Perikanan Budidaya
Pantai; Maros, 16-19 Juli. Maros.
dalam usaha pembenihan maupun
pembesaran. Perubahan kualitas air seperti Cowan and Steel’s. 1992. Manual For The
Identification of Medical Bacteria.
suhu, pH, amonia, alkalinitas dan oksigen
UK. Cambriage University Press.
terlarut mengakibatkan ikan mengalami
Delviana, G. D. T, 1999. Sensitifitas
stres sehingga menurunkan kemampuan
Bakteri Aeromonas Hydropfyla
ikan dalam mempertahankan diri dari Terhadap Tumbuhan Mangrove dan
Tumbuhan Perdu. Skripsi Faperika.
serangan penyakit.
Pekanbaru.Tidak diterbitkan.

Desrina, A. Taslihan, Ambarianto, S.


KESIMPULAN Susiani. 2006. Uji Keganasan
Semakin tinggi konsentrasi bakteri Bakteri Vibrio sp pada Kerapu
Macan (Epinephelus fuscoguttatus).
yang diinfeksikan dan lama waktu
J.Ilmu Kelautan UNDIP: 11(3):
perendaman berbanding lurus dengan 119-125.
pathogenitas bakteri Vibrio sp sehingga
Ewald, P.W. 1993. The evolution of
mengakibatkan mortalitas larva udang Virulence. Science America 268:
86-93.
windu semakin tinggi. Gejala klinis yang
Feliatra, nugrohoT, Sazali.S. Yuslina, 2011.
ditemukan antara lain udang berenang tidak Molecular Characteristics of Vibrio sp
teratur hingga berloncatan kepermukaan Causing Giant Tiger Prawn (Penaeus
monodon) Disease By DNA 16s
dan nafsu makan berkurang atau menurun.

35
Jurnal Sungkai Vol. 2 No. 1, Edisi Februari 2014Hal : 23-36
Sequencing. Journal of Agricultural Perikanan.Universitas Brawijaya,
Technology Vol 7 No 3 (679-694 105 hal.

Rengpipat S, Phianpak W,
Fukui et al. (2005). Thermostable direct Piyatiratitivorakul S dan Menasveta
hemolysin of Vibrio P, 1998 Effects of a probiotic
parahaemolyticus is a Bacterial bacterium on black tiger shrimp
Reversible Amyloid Toxin. Penaeus monodon survival and
Biochemistry, 44 (29), pp 9825– growth. Aquaculture (in press)
9832.
Taslihan, A. S. M. Astuti. Zariah. 2001.
Hala Y. 1999. Penggunaan Gen Penanda Petunjuk Umum Cara Isolasi Dan
Molekular Untuk Deteksi Pelekatan Identifikasi Bakteri Dari Air,
Dan Kolonisasi Vibrio Harveyi Udang, Dan Ikan Di Air Payau.
Pada Larva Udang Windu ( BBPBAP. Jepara
Penaeus monodon). Desertasi.
Program Pasca Sarjana. Institut Lavilla-Pitogo, C.R., and De La Pena, L.D.
Pertanian Bogor. 1998. Mortalities of Pond- Cultured
Juvenile Shrimp, Penaeus monodon.
Liu, P.C., and Lee, K.K. 1999. Cysteine Associated With Dominance of
Protease is a Major Exotoxin of Luminescent Vibrios In The Rearing
Pathogenic Luminous Vibrio Environment. Aquaculture 164: 337- 349.
harveyi in The Tiger Prawn,
Penaeus monodon. Letters in Liu, P.C., W.H. Chuang and K.K. Lee.,
Applied Microbiology, Vol 28, Iss 2003. Infectious Gastroenteristis
6, Januari; p. 428-430. Caused by Vibrio Harveyi (V. charcariae)
in Cultured Red Drum, Scianeops ocellatus,
Mariyono, Agus Wahyudi. Sutomo. 2002. J.Appl.lchtyl, 19:59-51
Teknik Penanggulangan Penyakit
Udang Menyala Melalui Rencana dan Strategi, Kementrian Kelautan
Pengendalian Bakteri Di dan Perikanan. 2010. www.dkp.go.id.
Laboratorium. Buletin Teknik
Pertanian. 7 (1). Sardjito, O.K. Radjasa., S. Hutabarat, dan
S.B. Prayitno, 2007. Karakterisasi dan
Marhadi.2007. Deskripsi Baktei Pathogen Pathogenesitas Agensia Penyebab Vibriosis
pada Ikan. (Elyuan Junedi: Editor). pada Kerapu Macan
Faperika Unri. 36 hal (tidak terbit). (Epinephelus Fuscogutattus) dari
Karimunjawa, Aquacukture Indonesia, 76:
Nasnia. 2007. Pathogenitas Beberpa Bakteri 762 – 766.
Vibrio sp Terhadap Udang Windu Sarjito, O.K. Radjasa, S.B. Prayitno, A.
(Penaeus mondon). J.Agroland: 14
(1) :82-85. Sabdono dan S. Hutabarat, 2009.
Phylogenetic Diversity of the Causative
Prajitno, A. 2005.Diktat Parasit dan Agent of Vibriosis Associated With
Penyakit Ikan.Fakultas Groupers Fish from Karimunjawa Island
Indonesia. Curr.Res. In Bac, 2 : 14-21

36

You might also like