Metodologi Penelitian

You might also like

Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 95
PUSTAKA FILSAFAT LOMB AK KE t Metodologi Penelitian Filsafat 027199 © Kanisius 1990 PENERBIT KANISIUS (Anggota IKAPI) JI. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta 55281 Kotak Pos 1125/Yk, Yogyakarta 55011 Telepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349 E-Mail : office@kanisiusmedia.com Website : www.kanisiusmedia.com Cetakanke- 15 14 13° 12 II Tahun 11 10 09 08 07 ISBN 978-979-413-262-3 Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penerbit. Dicetak oleh Percetakan Kanisius Yogyakarta DAFTAR ISI Kata pengantar. 5 Daftar isi 7 Bab 1. Pendahuluan. ll I. Penelitian dalam rangka perkembangan ilmu pengetahuan 11 1, Perlunya penelitian 11 2. Tridharma perguruan tinggi 11 3. Pengetahuan dalam hidup manusia. 12 4, lIlmu pengetahuan. 14 5. Kedudukan penelitian 15 Il. Metodologi penelitian filsafat 15 1. Filsafat itu pengertian refleksif ..0.....ccsoesseseceenseseneennnies 15 2. Filsafat itu ilmu ..... 15 3. Gaya berfilsafat 16 4. Penelitian di bidang filsafat 17 5, Dialog dengan ilmu-ilmu lain 17 6. Peraturan penelitian filsafat yang khusus 18 Ill Manfaat penelitian filsafat 18 1. Filsafat berdialog dengan ilmu-ilmu. 18 2. Filsafat sendiri menjadi operasional ore 19 IV. Kedudukan studi metodologi penelitian filsafat. 20 Bab 2. Objek ilmu dan objek filsafat eneenme 21 I. Struktur pengetahuan manusia menurut taraf-taraf subjek 21 1. Pengetahuan inderawi 21 2. Pengetahuan naluri 22 3. Pengetahuan rasional... : 23 4, Pengetahuan intuitif atau imajinatif..... 25 Il. Struktur pengetahuan manusia dalam rangka pemahaman objek formal ilmu 26 1, Perbedaan tingkat kebenaran 26 2. Pengetahuan rasional yang tertinggi 26 3. Metode ilmu ditentukan oleh objek: 27 IM. Pembagian ilmu-ilmu menurut objek (formal)nya 28 1. Taraf-taraf dalam keseluruhan kenyataan 28 2. Ilmu rendah dan tinggi 28 IV. Keutuhan pengetahuan ilmiah 29 1. Setiap ilmu bertendensi menutup diri 29 2. Alasan bagi ilmu untuk menutup diri 31 3. Kehilangan keutuhan pengetahuan ilmiah 32 4. Mengutuhkan pengetahuan ilmiah manusia 33 5._ Filsafat membantu tercapainya keutuhan pengetahuan ilmiah 34 6. Objek filsafat . : 35 V.. Sifat-sifat hakiki objek formal filsafat......... 36 1. Objek dan subjek 36 2. Ekspresif dan intensif . 37 3. Berhubungan (relatif) dan otonom 37 4. Sama dan unik 38 5, Lama (tetap) dan baru 38 Bab 3. Usur-unsur metodis umum bagi penelitian filsafat 41 I. Interpretasi 41 Il. Induksi dan deduksi 43 lll. Koherensi intern 45 WV. Holistika 46 V. Kesinambungan historis 47 VI. Idealisasi 48 VIL Komparasi 50 Vill. Heuristika .. 51 IX. Bahasa inklusif atau analogal 53 X._Deskripsi 54 Bab. 4. Usulan penelitian filsafat . 57 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ilmu bukan filsafat sebagai sumber pengalaman (parsial) yang otentik. Contohnya epistemologi harus memperhatikan logika dan linguistik; kosmologi mempertimbangkan data ilmu eksakta, termasuk ilmu biologi; filsafat manusia memperhitungkan data antropologi budaya, psikologi dan sosiologi; filsafat ketuhanan tidak boleh mengabaikan studi tentang agama dan data-data teologis dari masing-masing agama. Keahlian dalam masing-masing ilmu pengetahuan lain harus diperhatikan secara serius oleh ilmu filsafat, dan merupakan modal penting sekali dalam melak- sanakan model-model penelitiannya. 6. Peraturan Penelitian Filsafat yang Khusus Dapat dirumuskan sejumlah peraturan metodologis umum, yang ber- laku dalam setiap ilmu, misalnya analisis dan sintesis. Tentunya mereka juga berlaku bagi filsafat. Akan tetapi setiap ilmu mengkonkretkan per- aturan-peraturan umum itu sesuai dengan objeknya yang khas. Oleh karena itu harus dijawab pertanyaan tentang perbedaan metodologi pe- nelitian filsafat dengan ilmu-iImu lain, Antara lain: apakah penelitian fil- safat masuk dalam metodologi kuantitatif atau kualitatif? Pertanyaan perbedaan itu lebih mendesak lagi, jikalau dilihat kenya- taan di lingkungan kita sendiri. Di banyak pusat penelitian di Indonesia dikenal hanya satu metode penelitian, yaitu yang berlaku bagi imu-ilmu empiris. Metode itu mempergunakan langkah-langkah: kerangka teoretis, hipotesis, metode penelitian dengan alat penelitian, pelaksanaan peneliti- an sendiri dengan mengumpulkan data, interpretasi data-data, kesimpul- an. Menurut pengalaman umum di banyak lembaga dan pusat penelitian ilmiah, metodologi penelitian filsafat menurut kekhususannya belum dikenal dan belum diterima sebagai metode ilmiah yang sah. Akan tetapi filsafat itu merupakan ilmu tersendiri, dengan objek for- mal khusus. Filsafat itu mencari suatu pemahaman kenyataan yang ber- beda dari ilmu-ilmu lain. Maka perluagar diberikan uraian teratur mengenai metodologi penelitian yang sesuai dengan objek formalnya. Ill. MANFAAT PENELITIAN FILSAFAT 1. Filsafat Berdialog dengan Ilmu-Ilmu Ilmu pengetahuan berkembang atas dasar dilakukannya penelitian, sedangkan pemilihan masalah bagi suatu penelitian tergantung dari suatu 18 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. dengan sifat khas fisiologis indera, dan dengan objek yang dapat ditang- kap sesuai dengannya. Masing-masing indera menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi objek, yaitu bunyi, atau cerah, atau bentuk dengan keras-lunaknya, atau rasa, atau bau. Pengetahuan inderawi berbeda menurut perbedaan indera dan terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu. Pendengaran hanya mampu menangkap suara, dan hanya dalam batas-batas frekuensi tertentu, sesuai dengan kepekaan indera pendengaran masing-masing orang. Mata peka terhadap cahaya, dan tidak mampu menangkap bau yang merupakan tugas indera penciuman; dan begitu juga semua indera lainnya. Penge- tahuan indera hanya terletak pada permukaan kenyataan, karenaterbatas pada hal-hal inderawi secara individual, dan dilihat hanya dari segi ter- tentu saja. Oleh karena itu secara objektif pengetahuan yang ditangkap oleh satu indera saja, tidak dapat dipandang sebagai pengetahuan yang utuh. Ibarat pengetahuan beberapa orang buta yang berbeda pendapat tentang bentuk seekor gajah, karena mereka hanya mengandalkan indera peraba semata-mata. Namun pengetahuan inderawi menjadi sangat pen- ting, karena bertindak selaku pintu gerbang pertama untuk menuju pe- ngetahuan yang lebih utuh. 2. Pengetahuan Naluri Persepsi dan naluri merupakan daya khas yang dimiliki oleh semua makhluk yang memiliki psikhe, dalam rangka mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya di alam. Naluri merupakan bagian misteri alam kehidupan, sejauh telah memperlihatkan bayangan kesadaran yang pertama, entah secara lemah atau kuat. Naluri itu sangat peka dalam binatang, dan justru memperlihatkan kelebihannya dibandingkan dengan makhluk hidup lain. Naluri binatang itu sangat didukung oleh kemampuan fisik binatang tersebut dalam rangka kelangsungan mengadanya. Organ tubuh seekor rusa misalnya telah me- nyesuaikan dia untuk hidup di padang rumput, dan organ seekor kera telah mencocokkan dia untuk hidup di antara pohon-pohon. Meskipun gerak binatang jauh lebih tidak terikat daripada tumbuh-tumbuhan, tetapi sesungguhnya binatang juga merupakan makhluk yang hidup dalam simbiose kuat dengan alam. Binatang membutuhkan dan mengharapkan hal-hal sangat tertentu dari alam, seperti lingkungan, makanan, perlin- dungan, kebersamaan dengan jenisnya, dan mencari secara aktif untuk 22 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. c. Kemampuan fantasi dalam fungsi praktis Fungsi fantasi dapat menjelaskan dan menyempurnakan penalaran. Pemikiran masalah-masalah konkret seringkali tidak dilaksanakan orang semata-mata dengan perhitungan lurus dan matematis, tetapi juga de- ngan fantasi. Misalnya seorang dosen bisa menemukan ilustrasi bahan kuliah dengan mengimajinasikan contoh-contoh dan perbandingan-per- bandingan. d. Kemampuan imajinasi dalam penemuan ilmiah Imajinasi ikut membentuk bangunan intelektual ilmu pengetahuan dan filsafat. Imajinasi itu dapat dengan tiba-tiba membuka pemahaman, tanpa ada suatu metodik terarah. Contoh: kisah Arkhimedes tatkala ber- teriak: "Eureka!!”, waktu dia menemukan jawaban atas pertanyaan, bagai- mana ia harus mengukur ukuran benda tanpa bentuk pasti, seperti tubuh orang. Itu terjadi justru tatkala ia berendam di bak mandi dan melihat air melimpah ke luar bak mandinya setara dengan ukuran tubuhnya. Dan dalam menemukan teorinya tentang hubungan bumi dan matahari Galileo Galilei justru berlaku dengan tidak sistematis (Feyerabend 1978). Il. STRUKTUR PENGETAHUAN MANUSIA DALAM RANGKA PEMAHAM- AN OBJEK FORMAL ILMU 1, Perbedaan Tingkat Kebenaran Struktur pengetahuan manusia menunjukkan tingkatan-tingkatan da- lam hal menangkap kebenaran. Setiap tingkat pengetahuan dalamstruktur tersebut menunjukkan tingkatan kebenaran yang berbeda. Pengetahuan inderawi merupakan tingkat terendah dalam struktur tersebut; tingkat berikutnya lebih tinggi, sampai tingkat tertinggi yaitu pengetahuan ra- sional dan intuitif. Tingkat lebih rendah menangkap kebenaran secara tidak lengkap, tidak terstruktur, dan pada umumnya kabur, khususnya padatingkat pengetahuan inderawi dan naluri. Maka tingkat pengetahuan lebih rendah harus diliputi, dilengkapi dan diatasi oleh tingkat di atasnya. 2. Pengetahuan Rasional yang Tertinggi Pada struktur pengetahuan manusia ini pada dasarnya pengetahuan rasionalnya mengantarkan dirinya untuk menangkap tingkat pengetahuan 26 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. "Apa yang sedang kau cari, wahai Nasarudin”. "Kuncil” jawab Nasarudin. ”Apakan kunci tersebut hilang di sekitar ini?” *Tidak; kunci itu hilang di dalam rumahku.” Lalu mengapa kau cari di sini?” “Di sini terang benderang, sedangkan di dalam rumahku gelap gulita. Aku merasa lebih mudah mencari barang hilang di tempat yang terang, daripada di tempat gelap.” Kisah tersebut sama sekali tidak ilmiah, tetapi mempunyai makna mendalam. Pada batas-batas tertentu jawaban Nasarudin adalah rasional. Secara teoretis mencari barang hilang di tempat terang jauh lebih mudah daripada mencarinya di tempat gelap. Namun secara praktis tidak di- ketemukan yang dicari. Ternyata sikap ‘aneh’ dari Nasarudin seringkali kita temukan pada ilmuwan, yang menganggap dengan memakai metode yang diyakini, bisa mencari ’sesuatu’ yang seharusnya dicari di tempat atau dengan metode yang berbeda. Mereka kehilangan manusia yang se- sungguhnya, tetapi mencarinya di tempat salah. Mungkin terlalu seder- hana, apabila justru manusia yang sesungguhnya itulah kita ibaratkan sebagai kunci Nasarudin yang hilang di rumahnya yang gelap. Tetapi se- kurang-kurangnya pencarian seharusnya diupayakannya dengan cara yang sesuai dengan keadaan rumah tersebut, bukan dengan cara men- carinya di tempat lain. b. Metode terbatas menghasilkan objek terbatas Ilmu ditentukan oleh objeknya; dan objek itu memastikan pemakai- an metode. Akan tetapi sebaliknya juga metode tertentu menghasilkan objek tertentu. Benar yang sudah ditulis oleh Ignas Kleden (1987, him. xxxiv-xxxv): setiap disiplin ilmu menjadi khas karena metode yang diguna- kannya. Tetapi masih ada akibat lain juga. Di samping membuat sesuatu disiplin berbeda dari lainnya, metode ilmu bisa juga membuatnya tertutup terhadap disiplin lainnya. Akibat itu tidak mengherankan, sebab setiap metode ilmiah sebetulnya mengiso- lasikan objek disiplin tersebut, dengan sifat-sifatnya yang spesifik, seakan- akan tidak mempunyai sifat-sifat lainnya. Dengan demikian metode ilmu biologi meneliti manusia sebagai suatu organisme, dan bukan sebagai makhluk budaya. Metode ilmu ekonomi mengharuskan manusia diper- 30 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. rasional yang berfungsi dalam hubungan dengan konteks politis, sosial, etis, dan pandangan hidup. Ilmu sebagai sistem terbuka dan dinamis, secara tak langsung selalu merujuk kepada lingkungannya, otonominya bersifat relasional. (lihat Van Peursen 1985, hlm.74-77) Namun akhirnya, dalam perkembangannya yang mutakhir, dan se- telah diutuhkan kembali semua dimensi dan taraf pengalaman manusia, ilmu pengetahuan dihadapkan pada pertanyaan tentang jalan yang harus ditempuh untuk perkembangan selanjutnya yang tidak dapat dijawabnya oleh semua ilmu bersama. Pertanyaan paling penting bagi ilmu penge- tahuan menyangkut kebutuhan akan patokan moral. Soedjatmoko (1984, him. 203) menulis: *Pertanyaan-pertanyaan itu berkisar sekitar masalah sampai di mana umat manusia bisa mengendalikan kembali ilmu dan teknologi, sehingga jalannya tidak menurut kemauannya dan momentumnya sendiri saja, melainkan me- layani keperluan manusia dan keselamatan manusia. Pertanyaan-pertanyaan. mengenai dirinya sendiri, mengenai tujuan-tujuannya, dan mengenai cara- cara pengembangannya, tidak dapat dijawab lagi oleh ilmu dan teknologi tanpa referensi kepada patokan-patokan mengenai moralitas dan makna serta tujuan hidup manusia, termasuk mengenai yang baik dan yang batil dalam kehidupan manusia modern.” 5. Filsafat Membantu Tercapainya Keutuhan Pengetahuan IImiah Suriasumantri (1986, hlm. 57) menulis: "Dewasa ini pengetahuan yang satu tercerai dari pengetahuan yang lainnya. Ilmu tercerai dari moral, moral tercerai dari seni, seni tercerai dari ilmu, dan seterusnya. Inilah sebenarnya sumber ketidakbahagiaan manusia modern dewasa ini, sebab pengetahuan yang tidak utuh akan membentuk manusia yang tidak utuh pula. Kerangka filsafat akan memungkinkan kita membentuk wawasan mengenal keterkaitan berbagal pengetahuan.” limu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki, dengan kelebihan dan kekurangannya. Kecenderungan untuk mengistimewakan salah satu di- siplin ilmu, dan kecenderungan untuk mempercayakan kepada ilmu-ilmu empiris saja pemecahan segala masalah manusia harus diatasi. Analisis filsafat tentang kenyataan harus ditempatkan secara proporsional dalam usaha ilmiah utuh untuk membantu manusia mengungkap misteri ke- hidupannya. 34 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 4. Sama dan Unik Dari satu pihak manusia itu 'sama’: ia segolongan, sehakikat dengan orang lain. Kesamaan itu berarti suatu universalitas. Ada struktur-struktur yang tetap, seperti juga pada taraf lebih rendah: pada logam, pada tum- buhan. Tetapi dari lain pihak manusia itu unik dan serba khas juga, dengan kemungkinan-kemungkinan realisasi yang tak terhingga jumlahnya, dan dengan variabel-variabel yang hampir infinit (tak berhingga) banyaknya. Dalam eksakta atau biologi masing-masing benda atau bunga sangat serupa dan praktis identik, misalnya tegel, tetes air, daun. Tetapi manusia dengan manusia, walaupun serupa sekali (lebih serupa daripada batu sama batu, atau kadal sama kadal), toh sekaligus berbeda seluruhnya dan sampai intinya. Tidak ada dua orang yang sama. Ia mempunyai identitas unik; ia mempunyai nama diri. Justru keunikan itu membuat universali- tasnya tidak membosankan, melainkan menjadi kaya dan kompleks. 5. Lama (Tetap) dan Baru Seorang manusia itu tetap orang ini, dia’ atau ‘aku’. [a mempunyai identitas pribadi. la selalu /ama dan tradisional. Dengan demikian manusia serupa dengan laut dan dengan hutan. Akan tetapi manusia berbeda pula dengan batu yang selalu sama dan tetap, atau dengan bukit yang tidak berubah. Sudah dalam evolusi biologis ditemukan kreativitas, walaupun pelan-pelan, misalnya mekarnya sebuah bunga, perkembangan seekor burung dari telur sampai ke kedewasaan. Tetapi lebih-lebih dalam manusia ada perkembangan yang tak terduga. la selalu baru dan membuat surprise. Dan di dalam yang baru itu, justru yang lama diangkat dan dilestarikan secarakreatif, dengan menciptakan tingkah laku baru, ekspresi baru, dan hubungan baru. 38 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. sanya, struktur sosialnya, kebaikan dan dosanya. Saya lihat, saya dengar, atau saya meraba-raba suatu fakta, namun fakta itu diketahui tidak hanya secara fisik: kulit, besar, sehat. Fakta itu saya tangkap sebagai suatu eks- presimanusia, entah dalam pribadimanusia sendiri (bahasa, tarian, dekla- masi, kesopanan),— atau dalam salah satu 'produk’ (puisi, sistem hukum, karya seni, alat, struktur sosial) (Rickman 1967, him. 276) Di dalam ekspresi itu dibaca dan ditangkap arti, nilai, maksud human. Oleh seorang filsuf tidak hanya dipahami segi biologis atau ekonomis semata-mata, melainkan nilaiestetis (estetika), sosial (filsafat sosial), reli- gius (filsafat agama), etis (filsafat moral). Ahli filsafat berusahamemahami hakikatnya. Sejak Dilthey macam pengertian itu disebut Verstehen, arti- nya: memahami (Bertens 1981, hlm. 225). "Hidup manusia sangat berseluk-beluk. Masih banyak hal yang belum jelas benar. Pikiran masih harus lebih berpikir, suara dan artikulasi dari kenyataan (das Sein) masih perlu didengarkan dan dipatuhi dengan lebih saksama, berbagai hubungan dan arti masih harus senantiasa ditemukan, diintegra- sikan, ditotalisasikan, ditinjau kembali dan lain seterusnya. Manusia, pendek kata, harus senantiasa menafsirkan, membuat interpretasi.” (Poespoprodjo 1987, him. 1) Manusia sebagai objek formal filsafat sangat kompleks. Dan justru seluruh pemikiran filsafat sendiri merupakan bukti dan saksi akan kom- pleksitas hidup manusia (ibid., him. 29). Maka sesungguhnya interpretasi merupakan upaya penting untuk menyingkap kebenaran. Pada dasarnyainterpretasi berarti, bahwatercapai pemahaman benar mengenai ekspresi manusiawi yang dipelajari. Menurut Ricoeur fakta atau produk itu dibaca sebagai suatu naskah. Pemahaman seperti itu terjadi, jikalau misalnya ada pemahaman mengenai: — Bahasa bukansekedar sebagai bunyi-bunyian, tetapi sebagai komuni- kasi; — Kursi tidak semata-mata sebagai objek yang terbuat dari kayu, melainkan sebagai kedudukan sosial; — Tarian tidak hanya sebagai gerak yang bersifat biotik, tetapi sebagai bagian dalam upacara ritual; — Kurban tidak hanya sebagai pembakaran benda, atau penyembelihan binatang, tetapi sebagai tanda penyerahan. Unsur interpretasi ini merupakan landasan bagi metode hermeneu- tika. Dalam interpretasi itu termuat hubungan-hubungan atau lingkaran- 42 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. ‘oposisi’ di antaranya, akan tetapi unsur-unsur itu tidak boleh bertentang- an satu sama lain. Terjadi suatu lingkaran pemahamanantara hakikat menurut keseluruh- annya dari satu pihak dan unsur-unsurnya (‘bagian-bagiannya’) dari lain pihak. Hakikat universal itu baru menjadi jelas dalam unsur-unsur struk- tural itu. Tetapi sebaliknya juga unsur-unsur itu baru menjadi jelas dalam kesinambungannya satu sama lain. Misalnya mengenai hakikat manusia baru muncul pemahaman, kalau dilihat hubungan antara kebebasan, pe- mahaman, nafsu, dan pengaruh lingkungan dan khususnya orang lain. Misalnya bagi Thomas Aquinas pentinglah untuk mencari strukturasi semua sifat dalam hakikat. Menurut Husser] harus ada koherensi antara semua sifat dan relasi dalam eidos. Menurut pemahaman Strukturalisme harus dicari hubungan-hubungan yang tersembunyi dalam teks sebuah naskah, atau dalam suatu kepribadian, atau dalam adat istiadat bangsa. IV. HOLISTIKA Holistika merupakan corak khas dan suatu ‘kelebihan’ dalam kon- sepsi filosofis, sebab justru filsafat berupaya mencapai kebenaran yang utuh. Dalam penelitian filsafat ini subjek yang menjadi objek studi, tidak hanya dilihat secara ‘atomistis’, yaitu secara terisolasi dari lingkungan- nya, melainkan ditinjau dalam interaksi dengan seluruh kenyataannya (a whole, Ricoeur 1982, him. 14). Manusia baru mencapaiidentitas-diridalam korelasi dan komunikasi dengan lingkungannya. Maka manusia hanya dapat dipahami dengan memahami seluruh kenyataan dalam hubungan dengan dia, dan dia sendiri dalam hubungan dengan segalanya. Misalnya penulis naskah, atau pelaku sejarah hidup dalam interaksi dengan zaman- nya dan latar belakangnya. Ia selalu melakukan hubungan aksi-reaksi sesuai dengan tematik zamannya. Dalam pengertian ini tidak ada manusia yang melulu orisinal. Maka terjadi lagi suatu lingkaran hermeneutis, yaitu antara objek penelitian dan cakrawalanya. Penelitian filsafat harus mengupayakan menangkap interaksi antara keunikan dan otonomi objeknya dan konteks universal lingkungan hidup dan sejarah yang luas. Manusiadalam hakikat- nya tidak dapat dipisahkan atau diisolasikan dari yang-lain. Kalau mereka dilawankan, maka perlawanan itu pun berarti: hubungan. Oleh karena itu dalam penelitiannya pemahaman filosofis membentuk lingkaran-lingkaran 46 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. “Dengan’konstruksiteoretis’ dalam teori ilmu pengetahuan modern dimaksud suatu skema/struktur/gambar yang tidak merupakan kesimpulan induktif dari data tertentu, tidak juga hasil suatu deduksi, melainkan dibangun atas dasar kepastian intuitif dengan tujuan untuk mencapaikejelasan logis,dengan harapan bahwa konstruksi itu akan membantu untuk memahami sesuatu dengan lebih baik. Pengetahuan biasanya tidak maju dengan memakai cara deduksi atau induksi, melainkan dengan memproyeksikan atau men- konstruksikan sesuatu yang kemudian dicek dengan cara bekerja konstruksi itu dalam realitas dan memperhatikan apakah resultat-resultat yang diharap- kan memang dapat tercapai” (Magnis-Suseno 1984, him. 4). Dengan metodetersebut peneliti mempunyai keuntungan dibebaskan dari tekanan untuk harus membuktikan langsung dengan data segala pernyataan, atau bahwa memang etika itu demikian dalam hidup sehari- hari, dan di mana begitu. Kelemahannya terletak dalam bahaya kehilang- an keterkaitan dengan realitas sosial-empiris. Maka untuk mengimbangi- nya diperlukan perhatian bagi data-data ilmu-ilmu sosial empiris yang nyata secara terus-menerus. VII. KOMPARASI Pemahaman manusia hanya mungkin dengan melihat hubungan, tidak hanya di antara ide-ide, melainkan juga dengan manusia lain serta dengan alam sekitarnya. Hubungan dalam hidup manusia terutama ber- sifat vital dan komunikatif; yang satu mempengaruhi yang lain. Memahami sesuatu itu terjadi, sebab peneliti mengerti relasi-relasi dan fungsi-fungsinya terhadap lingkungannya. Namun walaupun tidak ada hubungan vital dengan banyak hal atau orang di sekitarnya, toh hanya usaha membuat komparasi saja sudah dapat membantu untuk lebih memahami objek penelitian. Pikiran-pikiran di dalam pandangan tokoh-tokohybs., walaupun pada umumnya bersifat ‘umum’ dan merupakan 'generalisasi’, toh mempunyai singularitas sebagai konsepsi dari pihak subjek tertentu. Namun mereka dipahami dalam perbandingan dengan suatu latar belakang atau pema- haman umum (transendental), yang memberikan kedudukan kepadanya dalam keseluruhan skala visi-visi tentang kenyataan. Pemahaman umum itu membantu untuk memahami ekspresi khusus tokoh ybs, tentang ha- kikat itu. Dari lain pihak studi tentang pandangan singular itu akan mem- 50 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. rendah dan negasinya dipikirkan bersama dalam dialektikanya, dan de- ngan demikian diatasi, diangkat (aufgehoben), dan disimpan dalam pema- haman lebih tinggi. Serupa dengan itu juga konsep analogal, yang sekali- gus berarti sama dan berbeda; contohnya yang paling jelas ialah ’ada’ dalam filsafat Aristotelis-Tomistis. Sebaliknya sifat inklusif dan plastis itu ditolak oleh rasionalisme (Descartes) dan oleh neopositivisme. Tetapi kembali cara berpikir demikian secara sangat mencolok ditemukan dalam. filsafat intuitif pada Plotinos dan Bergson, yang memakai simbolisme secara luas. Banyak filsuf diakui menjadi sastrawan dan menulis prosa yang bergaya sastra. Memang bahasa filsafat pada umumnya lebih dekat dengan bahasa ilmu sejarah, sastra, dan ilmu antropologi, daripada dengan gaya bahasa ilmu eksakta. Dengan demikian juga akan dilihat analogi antara situasi atau kasus yang lebih terbatas dengan yang lebih luas. Struktur yang satu (lebih ter- batas) akan dilihat juga 'bekerja’ dalam susunan yang lebih luas. Banding- kanlah perumpamaan Plato tentang para tahanan dalam gua. Atau contoh lain: hubungan antarmanusiawi memberi pemahaman bagi hubungan antara orang dengan Tuhan. X. DESKRIPSI Seluruh hasil penelitian harus dibahasakan. Ada kesatuan mutlak antara bahasa dan pikiran seperti antara badan dan jiwa. Pemahaman baru dapat menjadi mantap, kalau dibahasakan. Hanya dengan dieksplisi- tasikan, suatu pengalaman yang taksadar dapat mulai berfungsi dalam pemahaman. Dan lebih jauh lagi, mengucapkan suatu pengertian bisa melahirkan pemahaman baru. Di samping itu juga pengertian yang di- bahasakan, menurut kekhususan dan kekonkretannya, dapat menjadi terbuka bagi pemahaman umum. Maka seperti dalam ilmu-ilmu sosial diberikan deskripsi-deskripsi kasus-kasus konkret, demikian juga dalam penelitian filsafat disajikan deskripsi objek-objek, kasus-kasus dan situasi- situasi dengan teliti. Kenyataan dijadikan suatu cerita (narration, menurut P, Ricoeur 1982, hlm. 274-296). Bagi Husserl suatu deskripsi merupakan salah satu unsur hakiki untuk menemukan e/dos pada suatu fenomena tertentu. Terutama pada para Eksistensialis fungsi naratif menjadi tampak. Tetapi juga pada So- krates, pada Plotinos, dan Bergson, ditemukan seni cerita, atau uraian. 54 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 2. Memberikan evaluasi kritis mengenai hasil penelitian-penelitian sampaisekarang, dan dengan demikian terhadapmasalah, bidang, tokoh ybs. 3. Melengkapi penelitian-penelitian yang pernah dilakukan, dengan membuat sintesis (yang sampai sekarang belum ada) dari bahan yang telah dapat dikumpulkan. 4. Memperoleh bahan baru dan memberikan interpretasi baru, se- hingga mempertajam konsep, dengan memberikan pemahaman baru. 5. Memperbaiki atau memperbaharui metode pada topik, bidang, bahan ybs. 6. Membuatpenerapan (baru) pada masalah konkret, aktual, praktis. Vv. INFORMASI! YANG SUDAH TERSEDIA (TINJAUAN PUSTAKA) |. Diberi tinjauan historis dan deskripsi tentang bahan yang telah dihasilkan oleh penelitian filosofis sebelumnya mengenai topik ybs.: status quaestionis, interpretasi, kerangkateoretis, konsensus dan perbeda- an pendapat, data-data (dari kepustakaan atau sumber lain). Diterangkan apakah dihasilkan dari kepustakaan atau dari lapangan. Tidak dilupakan penelitian di bidang ilmiah lain mengenai topikitu: antropologis, psikologis, sosiologis, medis, dsb.). Uraian jangan terlalu umum; misalnyajanganlah memberikan informasi Panjang mengenai kosmologi atau etika pada umumnya, dan sejarah atau pembagiannya; tetapilangsung mengenai masalah, atau tokoh, atau bidang sendiri. 2. Diberikan evaluasi mengenai bahan yang telah tersedia itu. 3. Dirumuskan masalah atau pertanyaan baru yang muncul dari hasil penelitian-penclitian yang telah tersedia itu. VI. HIPOTESIS 1. Dirumuskan asumsi pokok yang mendasari seluruh penelitian, atau jawaban/pemecahan untuk masalah atau untuk teori, yang di- perkirakan atau diharapkan oleh peneliti akan dihasilkan oleh penyelidikan ini. Hipotesis tersebut tidak boleh hanya umum saja (misalnya “ada nilai filosofis”, "ada perbedaan”), tetapi harus membuat pernyataan persis dan 59 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. pikiran. Ditemukan bahan baru, atau dibuat pendekatan baru, yang membawa ke suatu pemahaman serba baru, yang berisi lebih daripada hanya sintesis semua bahan yang telah tersedia, dan yang mengatasi semua pemecahan sampai sekarang. V. INFORMASI YANG SUDAH TERSEDIA CTINJAUAN PUSTAKA) VI. HIPOTESIS Dengan singkat dinyatakan satu atau beberapa pokok pikiran tokoh ybs., yang diperkirakan atau diharapkan dapat ditemukan sebagai kesimpulan penelitian. Mungkin pula mengajukan pernyataan mengenai perkembangan filsufitu, atau mengenaimetodenya. Bisajugamerumuskan suatu pemahaman baru mengenai filsafat tokoh itu. Vil. METODOLOGI PENELITIAN Peneliti mengikuti cara dan arah pikiran seorang tokoh filsuf. Dengan demikian sudah dengan sendirinya terjamin, bahwa objek (formal) pene- litiannya bersifat filosofis. Tokoh itu sendiri, dengan berpikir secara fi- losofis, sudah mempergunakan segala unsur metodis umum yang berlaku bagi pemikiran filsafat, dengan gayanya pribadi. Dan peneliti hanya ikut- serta dalam pemikiran tokoh ybs. Dimulai dengan mengumpulkan kepustakaan. Pertama-tama dicari segala buku yang ada mengenai tokoh dan topik ybs. Dapat dikonsultasi- kan kepustakaan yang umum dan yang khusus. Dimulai dengan karya- karya tokoh itu pribadi (pustaka primer); dan dengan monografi dan karangan khusus tentang tokoh dan filsafatnya (pustaka sekunder). Ke- mudian dicari dalam buku-buku umum: sejarah filsafat, ensiklopedi, dan kamus filosofis. Juga dapat dilihat buku sistematis dan buku tematis, seperti misalnya filsafat manusia, filsafat sosial. Di dalam buku-buku itu semua biasanya ditunjukkan kepustakaan yang lebih luas. 1. Interpretasi Karya tokoh diselami, untuk menangkap arti dan nuansa yang di- maksudkan tokoh secara khas. 63 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Dr. Anton Bakker lahir di Amsterdam, 1931. Setelah datang ke Indonesia pada tahun 1951, ia belajar bahasa dan kebudayaan Jawa dan Indonesia, serta IImu Filsafat dan Teologi di Yogyakarta, sampai tahun 1964. Kemudian ia melanjutkan studi program doktoral Filsafat di Uni- versitas Katolik Leuven, Belgia, dan Sekolah Tinggi Filsafat Berchmanium di Nijmegen, Belanda. Pada tahun 1967 ia memperoleh gelar doktor dengan disertasi mengenai relasi metafisik dalam filsafat Thomisme. Ia meninggal dunia pada tahun 1994, Semasa hidupnya ia mengajar di IKIP Sanata Dharma dan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Hasil karyanya antara lain Ontologi: Metafisika Umum (1992), Kosmologi dan Fkologi (1995), dan Antropologi Metafisika (2000). Drs. Achmad Charris Zubair lahir di Kotagede Yogyakarta, 25 Juli 1952, kini Lektor Kepala bidang Etika dan Metodologi Penelitian Filsafat di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Sejak 1990 menjadi anggota Himpunan Dosen Etika Seluruh Indonesia. Aktivitasnya di bidang sosial antara lain mendirikan Yayasan Pusat Studi Dokumentasi dan Pengembangan Budaya Kotagede (PUSDOK, 1999), Penasihat PC Muhammadiyah Kotagede, Ketua Umum Dewan Kebudayaan Kota Yogyakarta. Pengahargaan yang pernah diperolehnya antara lain Penghargaan Warisan Budaya dari Gubernur Provinsi DIY (1999), Penghargaan Indonesian Development Award dari Kharisma International Foundation (2005), dan Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun dari Presiden Republik Indonesia (2007). Karya tulisnya yang sudah diterbitkan antara lain Kuliah Etika (1987), Etika Rekayasa Menurut Konsep Islam (1997), Dari Kematian ke Epistemologi Dakwah (2000), dan Dimensi Etik dan Asketik Jimu Pengetahuan Manusia (2002). ISBN 978-979-41-3262-3 _ pENERBIT KANISIUS 027199 78979411 32623

You might also like