Professional Documents
Culture Documents
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia Dalam Pemberantasan Perompakan Dan Perampokan Laut Berdasarkan Hukum Internasional Dian Khoreanita Pratiwi
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia Dalam Pemberantasan Perompakan Dan Perampokan Laut Berdasarkan Hukum Internasional Dian Khoreanita Pratiwi
Wahyu Nugroho
(Dosen Hukum Lingkungan, Fakultas Hukum, Universitas Sahid Jakarta, Meraih Sarjana Hukum Islam (S.H.I) dari Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang (2009) dan Magister Hukum (M.H.) dari Universitas Diponegoro (2011))
Abstract
Piracy occurs in strategic routes, such as international trade routes or better known as international
waters. The principle of universal jurisdiction can be used by a country in combating this piracy, it has
been affirmed in the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) and Indonesia has
ratified it. But piracy and sea burglary remain an unresolved issue. The purpose of this research is to know
the form of government implementation to universal jurisdiction principle about eradication of maritime
piracy crime in Indonesia and to know preventive steps undertaken by the government in protecting
Indonesian-flagged vessels in a territorialwaters prone to armed robbery. This research is done by
empirical law research method by using ground theory research method. In this study also supported by
secondary data through literature study. Data analysis technique used qualitative data analysis in the form
of descriptive. The result of this research is that Article 4 of Indonesian Criminal Code has been able to
apply its universal jurisdiction but in doing so it is necessary to consider the security and availability of
resources. The preventive measures that the Government has taken to prevent regional maritime robberies
are to establish the Western Fleet Quick Response Team and establish cooperation with the surrounding
country in securing the border areas.
8
Siswanto Sunarso, Ekstradisi dan Bantuan Timbal
Balik Dalam Masalah Pidana, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), 54.
9
Boer Mauna, Hukum Internasional, (Bandung,
Alumni, 2005), 331.
10
Romli Atmasasmita, Op.cit., 9.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 7
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
11
Sefriani, Op.cit, 245.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 8
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
12
tergantung dari dua faktor, yaitu: tebusan, hal ini mengingatkan kita pada
Tindakan itu sudah merupakan tindakan kejadian perompakan kapal MV. Sinar
pidana yang sangat membahayakan Kudus yang terjadi di lepas pantai Somalia
kepentingan masyarakat internasional pada 2011 lalu, pada kasus tersebut motif
(serious crimes of international concern), pelaku juga masalah ekonomi, namun
sehingga setiap negara memiliki kejadian ini terjadi di laut lepas bukan laut
kewenangan untuk mengadili tindakan wilayah.
pidana itu, tanpa memperhatikan tempat Kapal MV. Sinar Kudus milik PT.
terjadinya tindak pidana dan Tindak pidana Samudera Indonesia dirompak oleh
tersebut merupakan wewenang penuh perompak Somalia di perairan
Pengadilan Pidana Internasional. Suatu internasional Laut Arab, sekitar 60 mil dari
negara dapat melakukan yurisdiksi batas perairan Somalia. Kapal ini
universalnya apabila pelaku sedang tidak merupakan kapal dagang yang bertujuan ke
berada di wilayah teritorial negara lain. Rotterdam, Belanda, tanpa didampingi
Pasal 404 Restatement (Third) of the foreign dengan kapal perang Indonesia (TNI AL).
Relations Law of United States Perairan Somalia merupakan jalur
menyebutkan yurisdiksi universal perdagangan dunia yang sering dilewati
diberlakukan terhadap piracy, perdagangan oleh kapal-kapal asing, di perairan ini pula
budak, attack or hijacking of aircraft, sering terjadinya perompakan yang sudah
genocide, war crimes, dan terrorism.13 berlangsung sejak lama, dan patutnya
Pada bulan Maret 2016 Kapal perompakan ini dapat dicegah atau bahkan
berbendera Indonesia dirompak oleh diberantas dengan kerjasama dari setiap
perompak Filipina yang diketahui negara. Begitu juga dalam halnya kapal
merupakan kelompok Abu Sayyaf. Kapal Thundra Brahma yang dirampok di
Tunda Brahma dan kapal tongkan Anand perairan Tawi-tawi dimana perairan
dibajak di perairan Tawi-tawi Filipina tersebut juga rawan perampokan. Apa yang
Selatan, dimana yurisdiksi yang berlaku terjadi di perairan Tawi-tawi berbeda
adalah yurisdiksi negara Filipina, karena dengan apa yang terjadi di perairan lepas
tempat dilakukannya kejahatan ada di pantai Somalia, perbedaan itu terletak pada
wilayah Filipina, motif pelaku adalah uang negara Somalia yang memang pada saat itu
sebagai Fail State sehingga tidak ada
12
Shinta Agustina, Pengantar Hukum Pidana
Internasional (Dalam Teori dan Praktek), (Padang: pemerintahan yang efektif disana,
UNAND Press, 2006), 60. sedangkan Filipina merupakan negara yang
13
Sefriani, op.cit, 245.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 9
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
memiliki pemerintahan yang efektif, udara swasta, dan kejadian tersebut terjadi
sehingga sepatutnya dapat menyelesaikan di laut lepas, atau di luar yurisdiksi suatu
kasus pembajakan laut tersebut. negara, dan tentang pembajakan (Piracy) itu
Pada dasarnya secara hukum sendiri diatur dalam Pasal 100 sampai 107
internasional apa yang terjadi di perairan konvensi. Jadi, apabila tindakan tersebut
Tawi-tawi dan lepas pantai Somalia terjadi di perairan pedalaman, perairan
memang berbeda yurisdiksi, sehingga kepulauan, dan laut teritorial suatu negara
dikenal istilah Piracy dan Sea/armed maka tindakan tersebut bukan tergolong
Roberry. Definisi Piracy dalam Pasal 101 “piracy” melainkan sea/armed robbery.14
UNCLOS 1982 adalah : Pasal 101 menekankan bahwa
a) any illegal acts of violence or dikatakan sebagai Piracy atau perompakan
detention, or any act of
apabila tindakan tersebut terjadi di laut lepas
depredation, committed for private
ends by the crew or the passengers atau di luar yurisdiksi negara manapun.
of a private ship or aircraft and
Penegakan peraturan di laut lepas
directed:
(i) on the high seas, against diserahkan pada negara bendera dari suatu
another ship or aircraft, or
kapal, kecuali terhadap kejahatan-kejahatan
against persons or property on
board such ship or aircraft; yang tergolong kejahatan bersama seperti
(ii) against a ship, aircraft,
perompakan dan perdagangan budak tiap
persons or property in a place
outside the jurisdiction of any negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili
state;
kejahatan tersebut (yurisdiksi universal).
b) any act of voluntary participation
in the operation of a ship or of an Pasal 105 menyebutkan bahwa di laut lepas
aircraft with the knowledge of
setiap negara dapat melakukan penyitaan
facts making it a private ship or
aircraft; and dan penangkapan terhadap perompak,
c) any act inciting or of intentionally
kemudian pengadilan negara yang telah
facilitating an act described in sub
paragraph (a) or (b). melakukan penyitaan dan penangkapan itu
dapat menetapkan hukuman yang akan
Definisi tersebut diatas memberikan
dikenakan. Sebagaimana diketahui dalam
pengertian bahwa dikategorikan “piracy”
Pasal 107 penyitaan karena perompakan
atau pembajakan adalah setiap tindakan
hanya dapat dilakukan oleh kapal perang
kekerasan atau penahanan, atau setiap
atau kapal lain yang secara jelas diberi tanda
tindakan pembinasaan yang dilakukan
dan dapat dikenal sebagai kapal dinas
untuk kepentingan pribadi, oleh awak kapal
atau penumpang sebuah kapal atau pesawat 14
Melda Kamil Ariadno, Hukum
Internasional, (Jakarta: Diadit Media, 2007), 171.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 10
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
penting juga tercipta di tahun 1975 yaitu formal pada tahun 1977 melalui
Tripartite Techinical Experts Group penandatanganan perjanjian keamanan
(TTEG). Bentuk awal koordinasi ini navigasi. TTEG terdiri dari para ahli
menunjukkan komitmen Pemerintah dalam administrasi kemaritiman yang berasal dari
mendukung keselamatan pelayaran dan ketiga negara pantai Indonesia, Malaysia,
perlindungan lingkungan maritim di Selat dan Singapura, yang bertemu setiap
Malaka dan Selat Singapura serta turut tahunnya untuk mendiskusikan dan
berpartisipasi aktif dalam dunia pelayaran berkolaborasi membahas isu-isu dengan
Internasional guna mendukung terwujudnya tujuan memajukan keamanan navigasi dan
safe, secure and efficient shipping on clean proteksi lingkungan maritim, juga masalah
oceans. trafik lainnya yang terjadi di Selat malaka.
Berdasarkan hukum laut UNCLOS Co-operative Mechanism adalah sebuah
1982, ketiga negara pantai berperan aktif mekanisme kerjasama yang diciptakan bagi
dalam menegosiasi bentuk-bentuk para negara pantai dan pengguna selat
kerjasama keamanan, selain menciptakan dalam tujuan untuk memperkuat keamanan
TTEG, munculnya inisiatif koordinasi kejahatan, navigasi, dan perlindungan
mengenai keamanan navigasi dan lingkungan di Selat Malaka. Mekanisme
lingkungan di Selat Malaka berbentuk kerjasama ini adalah satu-satunya cara
pertemuan-pertemuan yang menciptakan untuk para negara pantai yang bertanggung
agreement dan komite-komite baru seperti jawab bagi keamanan selat bekerjasama
Co-operative Mechanism yang dilahirkan dengan para pemegang saham dan para
dari pertemuan penting mengenai pengusaha industri perkapalan lainnya.
keamanan Selat Malaka yang dilaksanakan Kerangka kerja ini menjadi jalan untuk para
pada tahun 2005 di Singapura yang dihadir pebisnis yang terlibat di Selat Malaka untuk
ketiga menteri luar negeri negara pantai. membantu kemanan selat, karena
Keragaman bentuk kerjasama perjanjian “kepentingan” mereka di selat juga cukup
dan komite ini mempengaruhi kelancaran besar, kekhawatiran akan meningkatnya
proses kemanan dan pelaksanaanya untuk kriminalitas di selat menjadi perhatian
menciptakan selat yang bebas pelanggar utama mekanisme kerjasama ini. Walau
hukum dan kriminal lainnya. tanggung jawab keamanan selat dibebani
Tripartite Techinical Experts Group tiga negara pantai, mekanisme ini membuka
(TTEG) mulanya di bentuk melalui Joint jalan untuk para userstate atau
Statement antara tiga negara pantai secara non-userstate meskipun bantuan yang
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 14
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
mereka berikan terbatas pada pendanaan, juga mencegah adanya salah komunikasi
penyediaan teknologi, dan lainnya, proses yang berakibat fatal.
operasional keamanan masih menjadi peran Berkaca pada Kapal kargo Maersk
aktif Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Alabama, kapal berbendera Amerika Serikat
Sebagai respon dari pertumbuhan aksi yang dirompak oleh perompak Somalia di
kriminalitas di Selat Malaka, Indonesia, Teluk Aden. Kapal itu membawa bahan
Malaysia, dan Singapura mengarahkan makanan pesanan Organisasi Bantuan
upaya kerjasama untuk memberantas isu Pangan PBB. Richard Phillips adalah kapten
kejahatan dengan operasi MALSINDO. kargo Maersk Alabama yang disandera oleh
Sebuah operasi gabungan tiga negara yang para perompak Somalia pada tanggal 8
melibatkan koordinasi patroli kelautan bagi April 2009. Sesuai prosedur keamanan
setiap negara pantai. Awal kolaborasi 17 kapal jika dibajak, para awak kapal segera
kapal angkatan laut dari tiga negara menuju ke “ruang aman”, yang hanya
mengubah pergerakan kriminalitas selat dan diketahui oleh kapten dan awaknya. Awak
sekaligus meningkatkan keamanan secara kapal juga mematikan mesin, agar kapal
drastis. Dalam kegiatan patroli terkoordinasi kargo itu tak bisa jalan. Phillips bahkan
ini, masing-masing Angkatan Laut negara sempat mengacaukan sinyal komunikasi
pantai mengikutsertakan sekitar 5-7 kapal dan radar. Akibatnya, kapal tak bisa
perangnya, selain itu disiagakan komunikasi dilacak kawanan perompak lain yang
hot line selama 24 jam untuk saling tukar menunggu di “kapal induk” maupun di
informasi dan laporan, khususnya untuk pantai, dengan begitu awak kapal Maersk
mempercepat aksi penindakan dari Alabama selamat dari kawanan perompak
unsur-unsur patroli apabila terjadi gangguan kecuali sang kapten yang tidak sempat
atau ancaman diperairan Selat Malaka. masuk ke ruang aman tersebut.
Kegiatan patroli terkoordinasi ini tidak Paban V Srenal Kolonel Laut Bapak
semata-mata karena adanya laporan IMB, Taufiq Arif 20 , beliau mengatakan kapal
tetapi didorong oleh rasa tanggung jawab Indonesia sudah dilengkapi ruang aman
tiga negara pantai sebagi bagian negara untuk tempat persembunyian awak kapal
uang berdaulat untuk mewujudkan stabilitas dalam keadaan bahaya sebagaimana milik
keamanan di Selat Malaka, dengan adanya kapal Maersk Alabama, dan water canon
hot line 24 jam dapat mempermudah
Angkatan Laut tiga negara pantai Selat 20
Wawancara dengan Paban V Srenal Kolonel Laut
Malaka dapat saling tukar informasi dan Bapak Taufiq Arif, tanggal 18 September 2017 di
Cibubur.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 15
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional
alaysia-sepakat-bentuk-patroli-mariti
m-1507801844 diakses pada 12
Oktober 2017
Mauna, Boer. Hukum Internasional.
Bandung: Alumni, 2005.
Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Mandar
Maju,1990.
Sefriani. Hukum Internasional. Jakarta:
Rajawali Pers, 2010.
Starke, J.G. Pengantar Hukum
Internasional 1. Jakarta: Sinar
Grafika, 2001.
Sunarso, Siswanto. Ekstradisi dan Bantuan
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar.
Hukum Internasional Kontemporer.
Bandung: Refika Aditama, 2006.