Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho

Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia


Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

IMPLEMENTASI YURISDIKSI NEGARA INDONESIA DALAM


PEMBERANTASAN PEROMPAKAN DAN PERAMPOKAN LAUT
BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL

Dian Khoreanita Pratiwi


(Dosen Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Sahid Jakarta. Meraih Sarjana Hukum (S.H.) dari Universitas Andalas
(2012) dan Magister Hukum (M.H.) dari Universitas Andalas (2014))
(E-mail: diankhoreanita@gmail.com)

Wahyu Nugroho
(Dosen Hukum Lingkungan, Fakultas Hukum, Universitas Sahid Jakarta, Meraih Sarjana Hukum Islam (S.H.I) dari Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang (2009) dan Magister Hukum (M.H.) dari Universitas Diponegoro (2011))

Abstract
Piracy occurs in strategic routes, such as international trade routes or better known as international
waters. The principle of universal jurisdiction can be used by a country in combating this piracy, it has
been affirmed in the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) and Indonesia has
ratified it. But piracy and sea burglary remain an unresolved issue. The purpose of this research is to know
the form of government implementation to universal jurisdiction principle about eradication of maritime
piracy crime in Indonesia and to know preventive steps undertaken by the government in protecting
Indonesian-flagged vessels in a territorialwaters prone to armed robbery. This research is done by
empirical law research method by using ground theory research method. In this study also supported by
secondary data through literature study. Data analysis technique used qualitative data analysis in the form
of descriptive. The result of this research is that Article 4 of Indonesian Criminal Code has been able to
apply its universal jurisdiction but in doing so it is necessary to consider the security and availability of
resources. The preventive measures that the Government has taken to prevent regional maritime robberies
are to establish the Western Fleet Quick Response Team and establish cooperation with the surrounding
country in securing the border areas.

Keywords: Jurisdiction, Piracy, Sea/Armed Robbery

I. PENDAHULUAN mendapatkan uang tebusan dari pemilik


A. Latar Belakang kapal. Laut Cina Selatan, Selat Malaka,
Perompakan di laut lepas merupakan lepas pantai Somalia dan Samudera Hindia
suatu masalah yang sering terjadi hingga yang lebih luas, serta lepas pantai Afrika
saat ini. Perompak marak terjadi di barat dan tengah merupakan bagian laut
jalur-jalur strategis, seperti jalur yang rawan terjadi perompakan dan
perdagangan internasional atau yang lebih perampokan bersenjata (armed robbery).
dikenal dengan istilah perairan Berdasarkan hukum internasional,
internasional. Jalur ini selalu dilalui oleh dibedakan istilah perompakan (piracy)
kapal-kapal yang memuat barang-barang dengan perampokan bersenjata (sea/armed
dagangan, sehingga hal ini dimanfaatkan robbery). Perompakan (piracy) adalah
oleh perompak untuk mencuri kargo atau kejahatan berupa tindakan kekerasan atau
menyandera para awak dengan tujuan penahanan yang tidak sah, atau setiap
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 1
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

tindakan pembinasaan yang dilakukan menyatakan bahwa kejahatan internasional


untuk kepentingan pribadi, yang terjadi di adalah kejahatan yang termasuk yurisdiksi
laut lepas, sedangkan kejahatan yang Mahkamah Pidana Internasional
terjadi di laut wilayah dinamakan dengan (International Criminal Court), seperti
sea/armed robbery atau perampokan. Hal genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
ini tentu mempengaruhi mengenai kejahatan perang dan agresi (pasal 5 Statuta
kewenangan untuk memberantas kejahatan ICC), dan beberapa kejahatan lain seperti
tersebut atau yurisdiksi apa yang berlaku perompakan, pembajakan diatas pesawat
terhadap kejahatan tersebut. udara, pemalsuan mata uang, narkotika dan
Baru-baru ini kapal dagang terorisme1, sehingga dapat dikatakan disini
berbendera Indonesia dirampok oleh bahwa perompakan merupakan kejahatan
perampok Filipina yang diketahui internasional.
merupakan kelompok Abu Sayyaf yakni Pada kejahatan internasional berlaku
kelompok milisi Islam garis keras yang prinsip yurisdiksi universal untuk
bermarkas di sekitar kepulauan selatan memberantas kejahatan tersebut.
Filipina. Hal ini menjadi pertanyaan Berdasarkan prinsip ini setiap negara
kembali bagaimana pemerintah melindungi memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku
warga negaranya di wilayah negara lain. kejahatan internasional yang dilakukan
Kasus ini sangat tidak mudah bagi awak dimanapun tanpa memperhatikan
dan keluarganya, kekhawatiran selalu kebangsaan pelaku maupun korban. Dasar
menghantui mereka, ini merupakan pemikiran munculnya prinsip ini adalah
tambahan catatan kelam bagi keselamatan adanya anggapan bahwa kejahatan yang
pelayaran Indonesia, yang seharusnya dilakukan merupakan kejahatan bagi
pelayar atau awak buah kapal dilindungi seluruh umat manusia, dan merupakan
dan dijamin keselamatannya oleh kehendak bersama untuk menumpas
pemerintah Indonesia sebagaimana kejahatan tersebut, sehingga diperlukan
tercantum dalam konstitusi Indonesia. kerjasama bagi seluruh negara.
Mengenai perompakan hukum Berdasarkan hal tersebut tuntutan yang
internasional menganggap itu sebagai dilakukan oleh suatu negara terhadap pelaku
kejahatan terhadap umat manusia (homo adalah atas nama seluruh masyarakat
homini lupus). Dalam bukunya yang
berjudul “Pengantar Hukum Pidana 1
Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana
Internasional II” Romli Atmasasmita Internasional II, (Jakarta: Hecca Mitra Utama,
2004), 9.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 2
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

internasional. Mengenai yurisdiksi dengan adanya prinsip yurisdiksi universal,


universal ini juga disebutkan dalam Pasal namun jika negara tidak menggunakan
100 United Nations Convention on the Law kewenangan itu maka sama saja dengan
of the Sea 1982 selanjutnya disebut membiarkan perompakan terjadi dan
UNCLOS yakni meminta agar mengancam keamanan pelayaran setiap
negara-negara bekerjasama sepenuhnya negara, sehingga melalui penelitian ini akan
dalam pemberantasan perompakan di laut diketahui bentuk implementasi pemerintah
lepas atau tempat lain manapun di luar terhadap prinsip yurisdiksi universal yang
yurisdiksi suatu negara. telah diberikan oleh hukum internasional
Namun terdapat beberapa syarat jika dan langkah-langkah preventif yang
suatu negara ingin menerapkan prinsip dilakukan pemerintah untuk melindungi
yurisdiksi universalnya yaitu negara atau mencegah terjadinya perampokan bagi
tersebut memiliki ketentuan dalam hukum kapal berbendera Indonesia di suatu laut
nasionalnya untuk mengadili si pelaku wilayah asing yang merupakan zona rawan
kejahatan internasional dalam hal ini perampokan bersenjata (armed robbery).
adalah perompak dan kejahatan yang
dilakukan termasuk kejahatan B. Perumusan Masalah
internasional. Dari latar belakang diatas maka penulis
Jika suatu negara tidak memiliki dapat merumuskan permasalahannya
aturan untuk mengadili pelaku kejahatan sebagai berikut:
internasional, tentu ia tidak bisa 1) Bagaimanakah implementasi prinsip
menggunakan haknya yang telah diberikan yurisdiksi universal mengenai
oleh hukum internasional berupa pemberantasan kejahatan perompakan
kewenangan mengadili pelaku kejahatan laut di Indonesia?
internasional tersebut. Hal ini hanya 2) Bagaimanakah langkah preventif
meperpanjang budaya impunitas yang pemerintah dalam melindungi kapal
terjadi terhadap pelaku perompakan, berbendera Indonesia di suatu perairan
sedangkan perompakan memiliki dampak wilayah asing yang rawan terhadap
yang meluas bagi keamanan masyarakat perampokan bersenjata (armed
internasional. robbery)?
Hukum internasional telah memberikan
kewenangan kepada setiap negara untuk
mengadili pelaku perompakan, yakni
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 3
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

II. Pembahasan eksternal. Aspek internal yaitu berupa


A. Implementasi Prinsip Yurisdiksi kekuasaan tertinggi suatu negara untuk
Universal Mengenai pemberantasan mengatur segala sesuatu di dalam
Kejahatan Perompakan Laut di batas-batas wilayahnya dan aspek eksternal
Indonesia adalah kekuasaan tertinggi suatu negara
Dasar-dasar utama bagi suatu negara untuk mengadakan hubungan dengan
untuk mengklaim yurisdiksi adalah dengan anggota masyarakat internasional maupun
mendasarkan pada alasan wilayah dan mengatur segala sesuatu yang berada atau
kebangsaan. Terdapat beberapa prinsip terjadi di luar wilayahnya, sepanjang masih
yurisdiksi dalam hukum internasional, ada kaitannya dengan kepentingan negara
diantaranya prinsip yurisdiksi teritorial, itu. Berdasarkan kedaulatannya itu, maka
prinsip teritorial subjektif, prinsip teritorial lahirlah yurisdiksi (kekuasaan atau
objektif, prinsip nasionalitas aktif, prinsip kewenangan) negara untuk mengatur
nasionalitas pasif, prinsip universal dan kepentingannya baik dari aspek intern
prinsip perlindungan. maupun aspek ekstern. Negara Indonesia
Sebelum membahas tentang yurisdiksi adalah negara yang berdaulat, dengan
negara Indonesia terlebih dahulu akan demikian Indonesia memiliki yurisdiksi
dibahas tentang hubungan antara terhadap masalah intern maupun masalah
kedaulatan negara dengan yurisdiksi ekstern negara Indonesia itu sendiri.
negara. Kedaulatan negara merupakan Yurisdiksi berasal dari bahasa Latin
kekuasaan tertinggi dari suatu negara yang ”yurisdictio”, yaitu “yuris” berarti
berarti diatas kedaulatan tidak ada lagi “kepunyaan hukum” atau “kepunyaan
kekuasaan yang lebih tinggi. Kedaulatan menurut hukum” dan “dictio” berarti
yang dimiliki oleh suatu negara “ucapan” atau “sebutan”, 2 jadi yurisdiksi
menandakan bahwa negara tersebut adalah dapat diartikan sebagai kekuasaan yang
negara merdeka atau tidak tunduk pada ditentukan oleh hukum atau kewenangan
kekuasaan negara lain, kedaulatan negara hukum yang dapat dijabarkan sebagai hak
itu sendiri dibatasi oleh hukum, baik dan kekuasaan yang dimiliki untuk
hukum nasional maupun hukum melakukan sesuatu berdasarkan hukum.
internasional. Dalam artian hak, kekuasaan dan
Kedaulatan yang dimiliki oleh negara kewenangan itu harus berdasarkan atas
tersebut pada dasarnya mengandung dua
2
aspek, yakni aspek internal dan aspek I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum
Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 1990), 292.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 4
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

hukum, bukan atas paksaan ataupun memaksakan berlakunya


kekuatan.3 ketentuan-ketentuan hukum nasionalnya
Imre Anthony Csabafi dalam bukunya (executive jurisdiction or enforcement
“The Consept of State Yurisdiction in jurisdiction) dan ketiga, Kewenangan
International Space Law” mengemukakan pengadilan negara untuk mengadili dan
pengertian tentang yurisdiksi negara4: memberikan putusan hukum (yudicial
“Yurisdiksi negara dalam hukum jurisdiction).
publik internasional berarti hak dari
Dengan demikian negara dapat
suatu negara untuk mengatur atau
mempengaruhi dengan membuat ketentuan-ketentuan hukum atau
langkah-langkah atau tindakan yang
norma di wilayah teritorialnya, untuk dapat
bersifat legislatif, eksekutif atau
yudikatif atas hak-hak individu, milik dipatuhi dan dijalankan oleh penduduk yang
atau harta kekayaannya,
ada di wilayah kekuasaanya. Suatu negara
perilaku-perilaku atau
peristiwa-peristiwa yang tidak juga dapat memaksakan atau menerapkan
semata-mata merupakan masalah
hukum nasionalnya di luar wilayah
dalam negeri”.
teritorialnya, hal ini biasa berlaku pada
Dari definisi diatas dapat disimpulkan
suatu kejahatan internasional dimana
bahwa yurisdiksi negara adalah
kejahatan tersebut sudah diakui sebagai
kewenangan suatu negara untuk dapat
kejahatan internasional dan setiap negara
membuat, melaksanakan, memberlakukan
wajib memberantas kejahatan tersebut.
ataupun memaksakan berlakunya hukum
Terakhir negara memiliki kewenangan
nasional negaranya di luar batas kekuasaan
untuk mengadili dan memberikan putusan
teritorial negara tersebut. Ada tiga macam
hukum, hal ini untuk menjamin keamanan
yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang
dan ketertiban suatu negara dari tindakan
berdaulat menurut O’Brien yaitu pertama,
5
melawan hukum yang dilakukan oleh warga
Kewenangan negara untuk membuat
negara asing.
ketentuan-ketentuan hukum terhadap orang,
Sepanjang menyangkut perkara pidana
benda, peristiwa maupun perbuatan di
ada beberapa prinsip yurisdiksi yang dikenal
wilayah teritorialnya (Legislative
dalam hukum internasional yang dapat
jurisdiction or prescriptive jurisdiction).
digunakan oleh negara untuk mengklaim
Kedua, Kewenangan negara untuk
dirinya memiliki judicial jurisdiction6:
1) Prinsip Yurisdiksi Teritorial, menurut
3
Ibid.
4
Ibid, 295. prinsip ini setiap negara memiliki
5
Sefriani, Hukum Internasional, (Jakarta:
6
Rajawali Pers, 2010), 233. Ibid, 238.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 5
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

yurisdiksi terhadap kejahatan tersebut dilakukan di negara


kejahatan-kejahatan yang dilakukan di lain.
dalam wilayah atau teritorialnya. 2) Prinsip Nasionalitas Aktif, berdasarkan
Prinsip ini merupakan salah satu bentuk prinsip ini negara memiliki yurisdiksi
dari kedaulatan yang dimiliki negara, terhadap warga negaranya yang
dengan prinsip ini suatu negara melakukan kejahatan di luar negeri,
memiliki kewenangan untuk karena pelaku kejahatan tersebut
menghukum warga negaranya dan juga memiliki hubungan kebangsaan dengan
warga negara asing yang melakukan negara yang bersangkutan.
kejahatan atau pelanggaran di dalam 3) Prinsip Nasionalitas Pasif,
wilayahnya, prinsip ini merupakan berdasarkan prinsip ini negara
alasan utama yang dijadikan dasar bagi memiliki yurisdiksi terhadap warga
negara untuk mengadili suatu perkara.7 negaranya yang menjadi korban
Prinsip teritorial ini telah mengalami kejahatan yang dilakukan oleh orang
modifikasi menjadi dua model yaitu asing di luar negeri.
prinsip teritorial subjektif dimana suatu 4) Prinsip Universal, berdasarkan prinsip
negara memiliki kewenangan hukum ini setiap negara memiliki yurisdiksi
terhadap seseorang yang melakukan untuk mengadili pelaku kejahatan
kejahatan yang dimulai di wilayahnya, internasional yang dilakukan dimana
meskipun tindakan kejahatan tersebut pun tanpa memperhatikan kebangsaan
berakhir bukan di negaranya atau pelaku maupun korban. Dasar
kerugian yang ditimbulkan akibat pemikiran munculnya prinsip ini
tindakan kejahatan itu tidak berada di adalah adanya anggapan bahwa
negaranya atau wilayahnya, dan prinsip kejahatan yang dilakukan merupakan
teritorial objektif, berdasarkan prinsip kejahatan bagi seluruh umat manusia,
ini suatu negara memiliki yurisdiksi dan merupakan kehendak bersama
terhadap seseorang yang melakukan untuk menumpas kejahatan tersebut,
kejahatan, dimana kerugian yang sehingga diperlukan kerjasama bagi
ditimbulkan akibat kejahatan itu berada seluruh negara. Sehingga tuntutan
di wilayahnya, walaupun tindakan yang dilakukan oleh suatu negara
terhadap pelaku adalah atas nama
7
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum seluruh masyarakat internasional.
Internasional Kontemporer, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), 159.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 6
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

5) Prinsip Perlindungan, berdasarkan menghapuskan fenomena pengampunan


prinsip ini negara memiliki yurisdiksi (impunity) bagi pelaku kejahatan tertentu.8
terhadap orang asing yang melakukan Sejak abad ke-18 masyarakat
kejahatan yang sangat serius yang internasional telah mengenal dan mengakui
mengancam kepentingan vital negara, kejahatan perompakan sebagai kejahatan
keamanan, integritas dan kedaulatan, internasional atau piracy de jure gentium,
serta kepentingan vital ekonomi kejahatan perompakan ini merupakan tindak
negara. beberapa contoh kejahatan kriminal murni yang ditetapkan sebagai
yang masuk yurisdiksi perlindungan kejahatan internasional. Hukum
antara lain spying, plots to overthrow internasional menganggap pembajakan
the government, forging currency, sebagai kejahatan terhadap umat manusia
9
immigration and economic violation. (homo homini lupus). Kejahatan
internasional adalah perbuatan yang
Suatu perbuatan atau tindakan dapat merupakan kejahatan menurut ketentuan
dikatakan sebagai kejahatan internasional hukum internasional. Dalam bukunya yang
jika perbuatan tersebut telah memenuhi berjudul “Pengantar Hukum Pidana
persyaratan-persyaratan sebagai Internasional II” Romli Atmasasmita
pelanggaran terhadap kepentingan menyatakan bahwa10:
masyarakat internasional atau “delicto jus “international crimes adalah kejahatan
yang termasuk yurisdiksi ICC, seperti
gentium”, dan memenuhi persyaratan
genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan,
bahwa kejahatan yang dimaksud kejahatan perang dan agresi (pasal 5 Statuta
ICC), dan beberapa kejahatan lain seperti
memerlukan penanganan secara
pembajakan di laut dan diatas pesawat
internasional. Terhadap pelaku kejahatan udara, pemalsuan mata uang, narkotika dan
terorisme”.
internasional setiap negara berhak dan
berkewajiban untuk menangkap, menahan Hukum Pidana Internasional memiliki
dan menuntut, serta mengadili pelaku beberapa asas dalam menentukan yurisdiksi
kejahatan tersebut dimanapun kejahatan itu mengadili suatu kejahatan internasional,
dilakukan. Yurisdiksi universal dalam yakni asas au dedere au punere dan asas au
hukum internasional bertujuan untuk dedere au judicare. Asas au dedere au

8
Siswanto Sunarso, Ekstradisi dan Bantuan Timbal
Balik Dalam Masalah Pidana, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2009), 54.
9
Boer Mauna, Hukum Internasional, (Bandung,
Alumni, 2005), 331.
10
Romli Atmasasmita, Op.cit., 9.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 7
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

punere mengandung arti bahwa terhadap mempertimbangkan siapa dan


pelaku tindak pidana internasional dapat berkewarganegaraan apa pelaku juga
dipidana oleh negara dimana kejahatan itu korban dan dimana serious crime
terjadi (locus delicti), yakni dalam batas dilakukan. Dengan kata lain dapat
teritorial negara tersebut atau dikatakan tidak diperlukan titik
diekstradisikan kepada negara peminta yang pertautan antara negara yang akan
memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelaku melaksanakan yurisdiksinya dengan
tersebut. Asas au dedere au judicare adalah pelaku, korban dan tempat
asas yang menyatakan bahwa setiap negara dilakukannya kejahatan itu sendiri.
berkewajiban untuk melakukan kerja sama Satu-satunya pertimbangan yang
dengan negara lain dalam menangkap, diperlukan adalah apakah pelaku berada
menahan, menuntut serta mengadili pelaku di wilayahnya atau tidak, karena tidak
tindak pidana internasional. mungkin suatu negara bisa
Karakteristik yurisdiksi universal melaksanakan yurisdiksi universal bila
diantaranya adalah11: pelaku tidak berada di wilayahnya.
1. Setiap negara berhak untuk Akan merupakan pelanggaran hukum
melaksanakan yurisdiksi universal. internasional bila negara memaksa
Frase “setiap negara” mengarah hanya menangkap seseorang yang berada di
pada negara yang merasa bertanggung wilayah negara lain.
jawab untuk turut serta secara aktif 3. Setiap negara hanya dapat
menyelamatkan masyarakat melaksanakan yurisdiksi universalnya
internasional dari bahaya yang terhadap pelaku serious crime atau yang
ditimbulkan oleh serious crime, lazim disebut international crime.
sehingga merasa wajib untuk
menghukum pelakunya. Rasa Karakteristik yang telah disebutkan
bertanggung jawab tersebut harus diatas dapat disimpulkan bahwa yurisdiksi
dibuktikan dengan tidak adanya niat universal tidak memerlukan hubungan
untuk melindungi pelaku dengan nasional antara pelaku, korban, dan tindak
memberikan safe heaven dalam wilayah pidana tersebut. Pelaksanaan yurisdiksi
negaranya. universal hanya pada kejahatan-kejahatan
2. Setiap negara yang ingin melaksanakan internasional. Pemberian status sebagai
yurisdiksi universal tidak perlu tindak pidana internasional sangat

11
Sefriani, Op.cit, 245.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 8
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

12
tergantung dari dua faktor, yaitu: tebusan, hal ini mengingatkan kita pada
Tindakan itu sudah merupakan tindakan kejadian perompakan kapal MV. Sinar
pidana yang sangat membahayakan Kudus yang terjadi di lepas pantai Somalia
kepentingan masyarakat internasional pada 2011 lalu, pada kasus tersebut motif
(serious crimes of international concern), pelaku juga masalah ekonomi, namun
sehingga setiap negara memiliki kejadian ini terjadi di laut lepas bukan laut
kewenangan untuk mengadili tindakan wilayah.
pidana itu, tanpa memperhatikan tempat Kapal MV. Sinar Kudus milik PT.
terjadinya tindak pidana dan Tindak pidana Samudera Indonesia dirompak oleh
tersebut merupakan wewenang penuh perompak Somalia di perairan
Pengadilan Pidana Internasional. Suatu internasional Laut Arab, sekitar 60 mil dari
negara dapat melakukan yurisdiksi batas perairan Somalia. Kapal ini
universalnya apabila pelaku sedang tidak merupakan kapal dagang yang bertujuan ke
berada di wilayah teritorial negara lain. Rotterdam, Belanda, tanpa didampingi
Pasal 404 Restatement (Third) of the foreign dengan kapal perang Indonesia (TNI AL).
Relations Law of United States Perairan Somalia merupakan jalur
menyebutkan yurisdiksi universal perdagangan dunia yang sering dilewati
diberlakukan terhadap piracy, perdagangan oleh kapal-kapal asing, di perairan ini pula
budak, attack or hijacking of aircraft, sering terjadinya perompakan yang sudah
genocide, war crimes, dan terrorism.13 berlangsung sejak lama, dan patutnya
Pada bulan Maret 2016 Kapal perompakan ini dapat dicegah atau bahkan
berbendera Indonesia dirompak oleh diberantas dengan kerjasama dari setiap
perompak Filipina yang diketahui negara. Begitu juga dalam halnya kapal
merupakan kelompok Abu Sayyaf. Kapal Thundra Brahma yang dirampok di
Tunda Brahma dan kapal tongkan Anand perairan Tawi-tawi dimana perairan
dibajak di perairan Tawi-tawi Filipina tersebut juga rawan perampokan. Apa yang
Selatan, dimana yurisdiksi yang berlaku terjadi di perairan Tawi-tawi berbeda
adalah yurisdiksi negara Filipina, karena dengan apa yang terjadi di perairan lepas
tempat dilakukannya kejahatan ada di pantai Somalia, perbedaan itu terletak pada
wilayah Filipina, motif pelaku adalah uang negara Somalia yang memang pada saat itu
sebagai Fail State sehingga tidak ada
12
Shinta Agustina, Pengantar Hukum Pidana
Internasional (Dalam Teori dan Praktek), (Padang: pemerintahan yang efektif disana,
UNAND Press, 2006), 60. sedangkan Filipina merupakan negara yang
13
Sefriani, op.cit, 245.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 9
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

memiliki pemerintahan yang efektif, udara swasta, dan kejadian tersebut terjadi
sehingga sepatutnya dapat menyelesaikan di laut lepas, atau di luar yurisdiksi suatu
kasus pembajakan laut tersebut. negara, dan tentang pembajakan (Piracy) itu
Pada dasarnya secara hukum sendiri diatur dalam Pasal 100 sampai 107
internasional apa yang terjadi di perairan konvensi. Jadi, apabila tindakan tersebut
Tawi-tawi dan lepas pantai Somalia terjadi di perairan pedalaman, perairan
memang berbeda yurisdiksi, sehingga kepulauan, dan laut teritorial suatu negara
dikenal istilah Piracy dan Sea/armed maka tindakan tersebut bukan tergolong
Roberry. Definisi Piracy dalam Pasal 101 “piracy” melainkan sea/armed robbery.14
UNCLOS 1982 adalah : Pasal 101 menekankan bahwa
a) any illegal acts of violence or dikatakan sebagai Piracy atau perompakan
detention, or any act of
apabila tindakan tersebut terjadi di laut lepas
depredation, committed for private
ends by the crew or the passengers atau di luar yurisdiksi negara manapun.
of a private ship or aircraft and
Penegakan peraturan di laut lepas
directed:
(i) on the high seas, against diserahkan pada negara bendera dari suatu
another ship or aircraft, or
kapal, kecuali terhadap kejahatan-kejahatan
against persons or property on
board such ship or aircraft; yang tergolong kejahatan bersama seperti
(ii) against a ship, aircraft,
perompakan dan perdagangan budak tiap
persons or property in a place
outside the jurisdiction of any negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili
state;
kejahatan tersebut (yurisdiksi universal).
b) any act of voluntary participation
in the operation of a ship or of an Pasal 105 menyebutkan bahwa di laut lepas
aircraft with the knowledge of
setiap negara dapat melakukan penyitaan
facts making it a private ship or
aircraft; and dan penangkapan terhadap perompak,
c) any act inciting or of intentionally
kemudian pengadilan negara yang telah
facilitating an act described in sub
paragraph (a) or (b). melakukan penyitaan dan penangkapan itu
dapat menetapkan hukuman yang akan
Definisi tersebut diatas memberikan
dikenakan. Sebagaimana diketahui dalam
pengertian bahwa dikategorikan “piracy”
Pasal 107 penyitaan karena perompakan
atau pembajakan adalah setiap tindakan
hanya dapat dilakukan oleh kapal perang
kekerasan atau penahanan, atau setiap
atau kapal lain yang secara jelas diberi tanda
tindakan pembinasaan yang dilakukan
dan dapat dikenal sebagai kapal dinas
untuk kepentingan pribadi, oleh awak kapal
atau penumpang sebuah kapal atau pesawat 14
Melda Kamil Ariadno, Hukum
Internasional, (Jakarta: Diadit Media, 2007), 171.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 10
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

pemerintah (publik) dan diberi wewenang kejahatan tersebut. 15 Yurisdiksi universal


untuk melakukan penyitaan. Dengan menurut Amnesti Internasional adalah
demikian pemberantasan perompakan dapat yurisdiksi dimana pengadilan nasional
dilakukan dengan mengadili pelaku manapun dapat menginvestigasi, menuntut
berdasarkan hukum nasional dari kapal seseorang yang dituduh melakukan
perang atau kapal publik yang menangkap kejahatan internasional tanpa
perompak tersebut. memperhatikan nasionalitas pelaku, korban
Perbedaan antara kapal publik dan maupun hubungan lain dengan negara
kapal swasta didasarkan atas bentuk dimana pengadilan itu berada.16
penggunaan dan bukan atas kualitas UNCLOS telah memberikan yurisdiksi
pemilik kapal tersebut. Kapal publik adalah pada setiap negara untuk mengadili para
kapal yang digunakan untuk dinas perompak yang terjadi di luar wilayah
pemerintah dan bukan untuk tujuan swasta, negara manapun (laut lepas), namun
sedangkan kapal swasta adalah kapal yang sebagian besar negara justru menghindari
digunakan untuk tujuan komersial, kategori kewenangan mengadili tersebut dengan
kapal publik diantaranya adalah kapal alasan tidak adanya hukum yang memadai
perang, kapal publik non-militer, kapal atau tidak ada pengaturan mengenai
organisasi internasional. Kapal perang kriminalisasi tindakan yang dilakukan oleh
merupakan bagian dari kapal publik, para perompak 17 , juga terdapat beberapa
dimana kapal perang memiliki kewenangan faktor lainnya seperti biaya yang tinggi,
untuk memberantas perompakan, kapal jauhnya lokasi yang mengharuskan
perang juga dapat menahan dan membawa barang bukti ke pengadilan
menangkap kapal-kapal perompak, tersebut, kesulitan menghadirkan saksi, dan
selanjutnya negara bendera kapal-kapal kesulitan dalam bahasa.
perang tersebutlah yang berhak mengadili Menurut Teori hubungan hukum
dan menghukum perompak yang internasional dan hukum nasional terdapat
ditangkap. dua aliran mengenai keberlakuan hukum
Yurisdiksi universal yang diterapkan internasional, yakni aliran monisme dan
pada kejahatan perompakan ini memiliki
arti bahwa setiap negara berhak untuk 15
J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 305
menangkap perompak (pirate) di laut lepas 16
Sefriani, op.cit., 244.
17
Yordan Gunawan, “Penegakan Hukum Terhadap
dan menghukum mereka tanpa memandang Pembajakan di Laut Melalui Yurisdiksi Mahkamah
kebangsaan serta tempat dilakukannya Pidana Internasional”, Media Hukum, Vol. 19 No. 1,
(Juni 2012): 74.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 11
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

aliran dualisme. Aliran monisme tersebut membuat ketentuan hukum


memandang bahwa hukum nasional dan nasional mengenai perompakan ini, sebab
hukum internasional merupakan dua bagian perompakan sudah diakui menjadi musuh
dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu bagi seluruh umat manusia. Hal ini agar
hukum yang mengatur kehidupan manusia. tidak ada lagi budaya impunitas pada kasus
Akibat dari pandangan ini, antara hukum perompakan laut.
internasional dan hukum nasional ada Indonesia sebagai negara yang
hubungan hierarki, sehingga aliran ini berdaulat berhak menggunakan
terbagi menjadi aliran monisme primat yurisdiksinya karena perompakan termasuk
hukum internasional dan aliran monisme kedalam kejahatan yang telah diakui oleh
primat hukum nasional. 18 Aliran dualisme komunitas internasional sebagai persoalan
memandang bahwa hukum internasional internasional, sehingga prinsip universal
dan hukum nasional merupakan dua hukum berlaku terhadap kejahatan tersebut, Pasal 4
yang berbeda dan berdiri sendiri satu KUHP menyebutkan bahwa ketentuan
19
dengan lainnya. Akibatnya untuk pidana dalam perundang-undangan
menerapkan hukum internasional kedalam Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di
hukum nasional diperlukan transformasi luar Indonesia melakukan kejahatan
kedalam hukum nasional. diantaranya adalah pembajakan laut
Berdasarkan teori hubungan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 438,444
internasional dan hukum nasional yang sampai dengan 446 KUHP (Kitab
dijelaskan sebelumnya, terdapat perbedaan Undang-Undang Hukum Pidana) dan
sikap-sikap negara dalam memberlakuan Indonesia berhak untuk mengadili pelaku
suatu hukum internasional. Inilah yang kejahatan ini, dengan begitu Indonesia tidak
menjadi dasar adanya kekosongan hukum, hanya melindungi kepentingan mereka
dimana dalam aliran dualisme diperlukan sendiri, melainkan juga kepentingan seluruh
transformasi hukum internasional kedalam negara, terlebih kapal MV.Sinar Kudus
hukum nasional, sedangkan tidak semua adalah kapal berbendera Indonesia dimana
negara mentransformasikan hukum terdapat prinsip nasionalitas pasif yang juga
UNCLOS 1982 ke dalam hukum dapat diterapkan Indonesia pada kasus ini.
nasionalnya. Sepatutnya negara-negara Mengatur perompakan kedalam hukum
nasional ternyata belum cukup untuk
18
Romli Atmasasmita, Op.cit., 54. menghilangkan budaya impunitas tersebut.
19
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Op.cit., Kenyataannya meskipun sudah ada
80.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 12
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

pengaturan nasionalnya dimasing-masing Tawi-tawi Filipina pada tanggal 26 Maret


negara hal ini kembali lagi dengan kemauan 2017. Sepuluh warga negara Indonesia turut
(political will) dari masing-masing negara disandera akibat pembajakan terhadap kapal
itu sendiri. Saat ini kebanyakan tindakan tunda Brahma 12 dan kapal Tongkang 12
negara adalah membiarkan pelaku selama yang membawa 7.000 ton batu bara. Saat
perompak tersebut tidak mengganggu dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari
kepentingannya. Indonesia memilih tidak Sungai Puting, Kalimantan Selatan, menuju
mengadili pelaku perompakan Somalia Batangas, Filipina Selatan. Pembajakan
karena mempertimbangkan keselamatan yang terjadi di perairan Tawi-tawi dikenal
kapal dagang selanjutnya, dimana Indonesia dengan istilah sea/armed robbery, terhadap
belum mampu untuk melakukan patroli atau kejahatan tersebut yang memiliki yurisdiksi
pendampingan terhadap kapal dagang yang mengadili adalah negara dimana kejahatan
melintasi perairan rawan perompakan, itu dilakukan yaitu Filipina, sehingga
kekhawatiran mengenai dampak negatif Indonesia tidak dapat ikut campur dalam
lainnya juga menjadi pertimbangan bagi proses penangkapan maupun mengadili
Indonesia untuk mengadili pelaku pelaku pembajakan tersebut, yang dapat
perompakan di Indonesia seperti isu yang Indonesia lakukan hanyalah melakukan
berkembang mengenai penanganan diplomasi dengan pemerintah Filipina untuk
tersangka di wilayah Indonesia yang bisa memastikan warganegaranya dalam kondisi
saja dipolitisir sehingga memicu ketegangan baik.
antar dua negara, persoalan bahasa si Sebelum kasus pembajakan di Laut
tersangka dan pembuktian yang mungkin Sulu, Selat Malaka merupakan perairan
akan sulit untuk dilakukan pemeriksaan. yang rawan pembajakan sehingga untuk
mengatasi hal tersebut pemerintah
B. Langkah Preventif Pemerintah melakukan kerjasama dengan negara
dalam Melindungi Kapal Malaysia dan juga Singapura. Para negara
Berbendera Indonesia di Perairan pantai sebenarnya telah bekerjasama sejak
Wilayah Asing yang Rawan awal tahun 1970-an melalui beragam
Perampokan Bersenjata/Armed konsultasi antar tiga negara, seperti
Robbery terciptanya persetujuan antar tiga negara
Dua buah kapal berbendera Indonesia pantai untuk mengatur dua selat (Malaka
yang membawa batu bara dibajak oleh dan Singapura) sebagai satu selat di tahun
kelompok Abu Sayyaf di perairan 1971, dan formasi landasan kerjasama
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 13
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

penting juga tercipta di tahun 1975 yaitu formal pada tahun 1977 melalui
Tripartite Techinical Experts Group penandatanganan perjanjian keamanan
(TTEG). Bentuk awal koordinasi ini navigasi. TTEG terdiri dari para ahli
menunjukkan komitmen Pemerintah dalam administrasi kemaritiman yang berasal dari
mendukung keselamatan pelayaran dan ketiga negara pantai Indonesia, Malaysia,
perlindungan lingkungan maritim di Selat dan Singapura, yang bertemu setiap
Malaka dan Selat Singapura serta turut tahunnya untuk mendiskusikan dan
berpartisipasi aktif dalam dunia pelayaran berkolaborasi membahas isu-isu dengan
Internasional guna mendukung terwujudnya tujuan memajukan keamanan navigasi dan
safe, secure and efficient shipping on clean proteksi lingkungan maritim, juga masalah
oceans. trafik lainnya yang terjadi di Selat malaka.
Berdasarkan hukum laut UNCLOS Co-operative Mechanism adalah sebuah
1982, ketiga negara pantai berperan aktif mekanisme kerjasama yang diciptakan bagi
dalam menegosiasi bentuk-bentuk para negara pantai dan pengguna selat
kerjasama keamanan, selain menciptakan dalam tujuan untuk memperkuat keamanan
TTEG, munculnya inisiatif koordinasi kejahatan, navigasi, dan perlindungan
mengenai keamanan navigasi dan lingkungan di Selat Malaka. Mekanisme
lingkungan di Selat Malaka berbentuk kerjasama ini adalah satu-satunya cara
pertemuan-pertemuan yang menciptakan untuk para negara pantai yang bertanggung
agreement dan komite-komite baru seperti jawab bagi keamanan selat bekerjasama
Co-operative Mechanism yang dilahirkan dengan para pemegang saham dan para
dari pertemuan penting mengenai pengusaha industri perkapalan lainnya.
keamanan Selat Malaka yang dilaksanakan Kerangka kerja ini menjadi jalan untuk para
pada tahun 2005 di Singapura yang dihadir pebisnis yang terlibat di Selat Malaka untuk
ketiga menteri luar negeri negara pantai. membantu kemanan selat, karena
Keragaman bentuk kerjasama perjanjian “kepentingan” mereka di selat juga cukup
dan komite ini mempengaruhi kelancaran besar, kekhawatiran akan meningkatnya
proses kemanan dan pelaksanaanya untuk kriminalitas di selat menjadi perhatian
menciptakan selat yang bebas pelanggar utama mekanisme kerjasama ini. Walau
hukum dan kriminal lainnya. tanggung jawab keamanan selat dibebani
Tripartite Techinical Experts Group tiga negara pantai, mekanisme ini membuka
(TTEG) mulanya di bentuk melalui Joint jalan untuk para userstate atau
Statement antara tiga negara pantai secara non-userstate meskipun bantuan yang
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 14
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

mereka berikan terbatas pada pendanaan, juga mencegah adanya salah komunikasi
penyediaan teknologi, dan lainnya, proses yang berakibat fatal.
operasional keamanan masih menjadi peran Berkaca pada Kapal kargo Maersk
aktif Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Alabama, kapal berbendera Amerika Serikat
Sebagai respon dari pertumbuhan aksi yang dirompak oleh perompak Somalia di
kriminalitas di Selat Malaka, Indonesia, Teluk Aden. Kapal itu membawa bahan
Malaysia, dan Singapura mengarahkan makanan pesanan Organisasi Bantuan
upaya kerjasama untuk memberantas isu Pangan PBB. Richard Phillips adalah kapten
kejahatan dengan operasi MALSINDO. kargo Maersk Alabama yang disandera oleh
Sebuah operasi gabungan tiga negara yang para perompak Somalia pada tanggal 8
melibatkan koordinasi patroli kelautan bagi April 2009. Sesuai prosedur keamanan
setiap negara pantai. Awal kolaborasi 17 kapal jika dibajak, para awak kapal segera
kapal angkatan laut dari tiga negara menuju ke “ruang aman”, yang hanya
mengubah pergerakan kriminalitas selat dan diketahui oleh kapten dan awaknya. Awak
sekaligus meningkatkan keamanan secara kapal juga mematikan mesin, agar kapal
drastis. Dalam kegiatan patroli terkoordinasi kargo itu tak bisa jalan. Phillips bahkan
ini, masing-masing Angkatan Laut negara sempat mengacaukan sinyal komunikasi
pantai mengikutsertakan sekitar 5-7 kapal dan radar. Akibatnya, kapal tak bisa
perangnya, selain itu disiagakan komunikasi dilacak kawanan perompak lain yang
hot line selama 24 jam untuk saling tukar menunggu di “kapal induk” maupun di
informasi dan laporan, khususnya untuk pantai, dengan begitu awak kapal Maersk
mempercepat aksi penindakan dari Alabama selamat dari kawanan perompak
unsur-unsur patroli apabila terjadi gangguan kecuali sang kapten yang tidak sempat
atau ancaman diperairan Selat Malaka. masuk ke ruang aman tersebut.
Kegiatan patroli terkoordinasi ini tidak Paban V Srenal Kolonel Laut Bapak
semata-mata karena adanya laporan IMB, Taufiq Arif 20 , beliau mengatakan kapal
tetapi didorong oleh rasa tanggung jawab Indonesia sudah dilengkapi ruang aman
tiga negara pantai sebagi bagian negara untuk tempat persembunyian awak kapal
uang berdaulat untuk mewujudkan stabilitas dalam keadaan bahaya sebagaimana milik
keamanan di Selat Malaka, dengan adanya kapal Maersk Alabama, dan water canon
hot line 24 jam dapat mempermudah
Angkatan Laut tiga negara pantai Selat 20
Wawancara dengan Paban V Srenal Kolonel Laut
Malaka dapat saling tukar informasi dan Bapak Taufiq Arif, tanggal 18 September 2017 di
Cibubur.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 15
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

untuk menghalau kapal perompak yang perampokan dan penyanderaan terhadap


biasanya menggunakan kapal-kapal kecil, kapal dan ABK berbendera Indonesia maka
karena hal tersebut merupakan SOP diperlukan kerjasama antara Indonesia dan
internasional yang harus dipatuhi sehingga Filipina yang melibatkan militer kedua
cukup dengan melengkapi standar-standar negara. Beberapa kerjasama yang secara
internasional tersebut seperti adanya radar langsung maupun tidak langsung berkaitan
dan tombol darurat yang dapat digunakan dalam penanggulangan perompakan antara
ketika dalam keadaan darurat sudah cukup Indonesia-Filipina adalah Patroli
untuk mengamankan kapal dari Terkoordinasi Filipina–Indonesia (Patkor
perampokan, karena nantinya jika tombol Philindo) yang dilaksanakan oleh Tentara
darurat ditekan akan memberitahukan ke Nasional Indonesia Angkat Laut (TNI AL)
pangkalan-pangkalan militer terdekat dan Republic Philipine Navy/RPN di
bahwa telah terjadi perampokan bersenjata perairan perbatasan laut kedua negara yang
di wilayah tersebut, terbukti dengan selat bertujuan untuk mengamankan perbatasan
malaka yang sudah bersih dari perompakan laut masing-masing negara.
dengan adanya Western Fleet Quick Patkor ini dilaksanakan secara
Response. Indonesia lebih menyarankan temporer dan hanya 1 (satu) kali dalam
kepada kapal-kapal dagang untuk setahun dengan durasi waktu selama 20 hari
melengkapi syarat-syarat komunikasi serta belum memiliki Standart Operating
ataupun dokumen yang sudah menjadi Prosedures (SOP) sebagai pedoman bagi
standar internasional, karena pada dasarnya unsur di lapangan dalam melaksanakan
dengan mentaati SOP internasional tersebut Patkor. Salah satu yang mendasari
sudah cukup untuk mengamankan kerjasama Patkor ini adalah
kapal-kapal dari perompakan. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2007
Langkah yang dilakukan pemerintah tanggal 10 April tentang pengesahan
setelah kejadian Kapal tunda Brahma 12 dan persetujuan antara Pemerintah Republik
kapal tongkang Anand 12 adalah dengan Indonesia dan Pemerintah Republik Filipina
memperkuat kerjasama regional antar tiga tentang kegiatan kerjasama di bidang
negara yaitu Indonesia, Malaysia dan pertahanan dan keamanan. Dengan adanya
Filipina dalam pengamanan di perairan patrol koordinasi antar Filipina, Indonesia
perbatasan dan wilayah sekitar. Dalam dan Malaysia maka masing-masing negara
mengatasi masalah perampokan dan berpatroli di kawasan atau yurisdiksinya
penyanderaan di perairan Filipina terutama masing-masing, sehingga untuk mendukung
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 16
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

program ini perlu adanya penambahan personelnya, namun berdasarkan alokasi


Alutsista berupa penambahan kapal perang kapal perang (KRI) yang dihadapkan
yang dilibatkan dalam menjaga perairan dengan panjang perairan perbatasan
perbatasan Indonesia–Filipina, kemudian Indonesia–Filipina. 2) Area Operasi yang
demi tercapainya efisiensi perlu untuk dilaksanakan dalam Patkor Philindo saat ini
menambah atau membangun sarana dan sekitar 120 Nm (hanya 1/5 dari sekitar 600
prasarana pangkalan Pangkalan sebagai Nm panjang perairan perbatasan kedua
pendukung bagi kekuatan laut khususnya negara) belum meng-cover seluruh perairan
mendukung 4R (Bekal Ulang/Refuel, perbatasan Indonesia–Filipina. 3) Standard
Perbaikan/Repair, Rekreasi/Recreation dan Operating Procedure–SOP sangat
Istirahat/Rest) kapal perang. dibutuhkan bagi unsur pelaksana di
Pembangunan sarana dan prasarana lapangan, karena sebagai panduan dalam
pangkalan adalah sebagai bagian dalam melaksanakan Patkor di perairan perbatasan
rangka menegakkan kedaulatan negara di Indonesia–Filipina.
laut dengan cara pertahanan negara dan Pada akhirnya dicapai sebuah
penangkalan, menyiapkan kekuatan untuk kesepakatan untuk memulai kerja sama
persiapan perang, menangkal setiap patroli maritim ketiga negara. Kesepakatan
ancaman militer melalui laut, dan menjaga tersebut diawali dengan peresmian
stabilitas keamanan kawasan. Kerjasama penggunaan MCC (Maritime Command
Patroli Terkoordinasi antara Control) dan Launching TMP lndomalphi di
Indonesia–Filipina (Philindo) yang Tarakan pada 19 Juni 2017. Bentuk kerja
dilaksanakan setiap tahun oleh TNI AL sama ini nantinya akan diintegrasikan
dengan Republic Philipine Navy (RPN) dengan patroli dan latihan darat
mampu menjaga hubungan baik antara menggunakan mekanisme yang sudah
kedua negara. Perairan perbatasan dikoordinasikan serta disusun sebelumnya.
Indonesia–Filipina –Malaysia khususnya di Kegiatan ini menjadi satu role model yang
sekitar perairan Kepulauan Sulu masih komprehensif guna memberikan jaminan
rawan terhadap ancaman perompakan yang keamanan bagi pengguna lalu lintas seperti
dilakukan oleh kelompok Abu Sayaf karena nelayan, transportasi serta eksplorasi
masih ada faktor keterbatasan yaitu; 1) kekayaan perairan di kawasan Laut Sulu.21
Alokasi kekuatan yang dilibatkan dalam
21
M.Atik Fajarudin, “Indonesia, Filipina, dan
pengamanan perbatasan Indonesia–Filipina Malaysia Sepakat Bentuk Patroli Maritim”,
bukan berdasarkan seberapa besar jumlah https://nasional.sindonews.com/read/1247767/14/in
donesia-filipina-dan-malaysia-sepakat-bentuk-patro
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 17
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

Pasal 111 UNCLOS 1982 mengatur terjadi di luar yurisdiksi negara


mengenai Hak pengejaran seketika (Hot mananpun, yang berwenang melakukan
Pursuit) yaitu prinsip yang dirancang untuk penangkapan hanyalah kapal perang
memastikan bahwa kapal yang telah atau kapal publik yang diberi
melanggar aturan negara pantai tidak dapat kewenangan untuk itu terakhir negara
lolos dari hukuman dengan melarikan diri kapal perang atau publik tersebut harus
ke laut lepas. Hal ini berarti bahwa dalam memiliki kewenangan mengadili yang
keadaan tertentu didefinisikan negara diatur dalam hukum nasionalnya.
pantai dapat memperpanjang yurisdiksinya Indonesia sudah memiliki landasan
ke laut lepas untuk mengejar dan menahan hukum untuk menggunakan yurisdiksi
sebuah kapal yang diduga melanggar universalnya, hanya kapal perang
hukumnya. Peraturan mengenai hak Indonesia tidak dapat selalu berpatroli
pengejaran seketika (hot pursuit) ini di kawasan rawan perompakan tersebut,
memang dirancang oleh Liga hal ini terkait dengan resouces yang
Bangsa-Bangsa pada saat itu untuk ada. Pada kasus kapal Sinar Kudus
penegakan hukum bagi kejahatan Indonesia tidak menggunakan
perompakan laut. Dengan adanya Patroli kewenangan mengadilinya, karena
terkoordinasi dan hak pengejaran seketika Indonesia lebih mempertimbangkan
dari UNCLOS akan mempersempit ruang keselamatan awak kapal.
gerak pelaku perompakan dan perampokan 2. Langkah-langkah preventif yang
bersenjata ini. dilakukan pemerintah dalam
III. Penutup melindungi kapal berbendera Indonesia
A. Kesimpulan di suatu perairan wilayah yang rawan
Berikut adalah kesimpulan dari penelitian terhadap perampokan bersenjata adalah
ini: dengan melakukan koordinasi dengan
1. Implementasi prinsip yurisdiksi negara lain untuk memberikan
universal mengenai pemberantasan perlindungan dan keamanan maritim di
kejahatan perompakan laut di Indonesia masing-masing wilayahnya,
tertuang dalam Pasal 4 KUHP, syarat mensinergiskan instansi-instansi yang
untuk dapat melaksanakan yurisdiksi terkait dalam menjaga kemanan
universal adalah kejahatan tersebut maritim, melengkapi seluruh dokumen
dan komponen kapal sesuai dengan
li-maritim-1507801844 diakses pada 12 Oktober SOLAS Convention. Selain itu, dalam
2017
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 18
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

mencegah terjadinya perampokan 2. Meningkatkan kerjasama dengan


bersenjata di perairan wilayah asing negara-negara maju dan tidak hanya
Indonesia Filipina dan Malaysia telah dengan negara perbatasan untuk
melakukan kerjasama coordinated mengadakan pelatihan demi
patrol di masing-masing wilayah atau meningkatkan kemampuan patroli
yurisdiksinya. penjaga pantai (cost-guard), pelatihan
bersama, pertukaran informasi dan
B. Saran pemberian bantuan teknis dalam rangka
Berikut adalah saran yang dapat meningkatkan keamanan laut wilayah
disampaikan berdasarkan hasil penelitian Indonesia dan perbatasan.
ini:
1. Melakukan kerjasama dengan negara DAFTAR PUSTAKA
lain yang memiliki pangkalan militer di
Agustina, Shinta. Pengantar Hukum
wilayah rawan perompakan sehingga
Pidana Internasional (Dalam Teori
jika Indonesia tidak mampu mengawal
dan Praktek). Padang: UNAND
kapal dagang yang melintasi perairan
Press, 2006.
rawan perompakan tersebut, kapal
Ariadno, Melda Kamil. Hukum
dagang Indonesia tetap terjamin
Internasional Hukum Yang Hidup.
keselamatannya dengan adanya kapal
Jakarta: Diadit Media, 2007.
perang atau kapal publik negara asing
Atmasasmita, Romli. Pengantar Hukum
yang telah menjalin kerjasama dengan
Pidana Internasional II. Jakarta:
Indonesia. Mengingat yang dapat
Hecca Mitra Utama, 2004.
melakukan penangkapan dan penyitaan
Gunawan, Yordan. “Penegakan Hukum
kapal perompak hanyalah kapal publik
Terhadap Pembajakan di Laut
sebagaimana diatur dalam Pasal 107
Melalui Yurisdiksi Mahkamah
UNCLOS 1982. Dengan adanya
Pidana Internasional”. Media Hukum.
hubungan kerjasama tersebut secara
Vol. 19 No. 1. (Juni 2012): 1-28
tidak langsung Indonesia ikut serta
M.Atik Fajarudin, “Indonesia, Filipina, dan
dalam pemberantasan perompakan di
Malaysia Sepakat Bentuk Patroli
dunia sebagaimana diamanatkan Pasal
Maritim”,
100 UNCLOS 1982 yang memberikan
https://nasional.sindonews.com/read/
yurisdiksi universal atas kejahatan
1247767/14/indonesia-filipina-dan-m
tersebut.
Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 19
Dian Khoreanita Pratiwi & Wahyu Nugroho
Implementasi Yurisdiksi Negara Indonesia
Dalam Pemberantasan Perompakan dan Perampokan Laut
Berdasarkan Hukum Internasional

alaysia-sepakat-bentuk-patroli-mariti
m-1507801844 diakses pada 12
Oktober 2017
Mauna, Boer. Hukum Internasional.
Bandung: Alumni, 2005.
Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum
Internasional. Bandung: Mandar
Maju,1990.
Sefriani. Hukum Internasional. Jakarta:
Rajawali Pers, 2010.
Starke, J.G. Pengantar Hukum
Internasional 1. Jakarta: Sinar
Grafika, 2001.
Sunarso, Siswanto. Ekstradisi dan Bantuan
Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar.
Hukum Internasional Kontemporer.
Bandung: Refika Aditama, 2006.

Volume 2, No. 2, Oktober 2017 | 20

You might also like