Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.

UPAYA PENGOLAHAN LIMBAH KOTORAN BABI MENJADI


KOMPOS MENGGUNAKAN KOMPOSTER RUMAH TANGGA

Ni Luh Widyasari 1*), I Wayan Budiarsa Suyasa 2), I.G.B Sila Dharma 3)
1)
Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana
2)
FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana
3)
Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana
*Email: ms_widya91@yahoo.com

ABSTRACT
EFFORTS TO PROCESS PIG MANURE WASTE INTO THE
COMPOST USING HOUSEHOLD COMPOSTER
The production of pig manure waste potentially pollutes the soil, water and air.
One of the most effective processing a waste treatments is through composting. The
composting process takes a long time if not assisted by the activator as decomposers
of organic materials in order to accelerate the composting process. Activators such as
local microorganism (MOL) contain macro nutrients, micro and active
microorganism that potentially decomposed organic materials, growth stimulants and
pest/disease control agents such as to help speed up the composting process. This
study aims to determine the C/N ratio of optimal raw materials for composting of pig
manure and vegetable waste, determining the effect of adding local microorganism
(MOL) to the length of time of composting and determining the effectiveness of
business from composting of pig manure and vegetable waste based on the
calculation of B/C ratio.
This research uses quantitative approach with experiment method. The first stage
is the preparation of the raw material which is divided into three groups: composition
1 with 75% (pig manure) and 25% (vegetable waste), composition 2 with 50% (pig
manure) and 50% (vegetable waste) and then composition 3 with 25% (pig manure)
and 75% (vegetable waste). Furthermore, the best raw material composition was
treated with variations of MOL addition of A (100 ml), B (300 ml), C (500 ml) and D
(without MOL).
The results showed that the composition of the best raw material mixture was a
mixture composition of 25% (pig manure) and 75% (vegetable waste) with a C/N
ratio of 38.95. The effect of MOL addition indicates that the greater MOL volume
the faster to composting process. The quality compost with addition of MOL has C/N
ratio levels is (16,30), N-total (1,65%), P tersedia (8043,02 ppm), K tersedia
(8857,40 ppm), Fe (1,87%), Mn (0,09%) Zn (480 ppm)in which thatvalue meets the
SNI 19-7030-2004. Based on analysis of B/C ratio obtained result of 1.04 where the
value is approaching criteria B/C ratio more than 1.00 which means compost
business feasible to be developed.

Keywords: Pig manure, MOL, time of composting, composter, B/C ratio

ECOTROPHIC ⦁ 12(2) : 104 – 116 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395 104


ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

1. PENDAHULUAN agen pengendali hama dan penyakit


sehingga dapat membantu mempercepat
Usaha ternak babi menjadi salah proses pengomposan (Purwasasmita dan
satu komoditas peternakan yang sangat Kunia, 2009).
potensial di Bali. Berdasarkan data Penggunaan pupuk organik sangat
Badan Pusat Statistik Kota Denpasar penting sebagai penyangga sifat fisik,
tahun 2015, jumlah populasi babi di kota kimia, dan biologi tanah sehingga dapat
Denpasar adalah 13.729 ekor. Populasi meningkatkan efisiensi pupuk dan
ternak babi menempati urutan kedua produktivitas lahan. Penelitian Waris
setelah populasi ternak ayam yang dan Achmar (2015)menyatakan bahwa
berada di urutan pertama. Desa Sumber Anyar, Kecamatan
Berkembangnya usaha ternak babi Mlandingan, Kabupaten Situbondo
memberikan keuntungan cukup besardan menjadi desa yang mengembangkan
menjadi sumberpendapatan bagi usaha pembuatan kompos. Kelayakan
masyarakat. Namun demikian,usaha usaha pembuatan kompos oleh
ternak juga menghasilkan limbahyang kelompok petani di Desa Sumber Anyar,
menjadi sumber pencemaran ditetapkan berdasarkan analisis B/C
lingkungan. rasio. Nilai B/C rasio sebesar 3,05
Limbah peternakan babi terdiri dari dua menunjukkan bahwa usaha pembuatan
jenis yaitu padat dan cair. Limbah padat kompos di Desa Sumber Anyar layak
berupa kotoran sedangkan limbah cair dikembangkan dan mampu memberikan
berupa urin. Limbah kotoran hewan penghasilan cukup baik bagi para petani.
ternak sangat berpotensi sebagai sumber Produksi kompos dari kotoran babi dan
pupuk organik (Widjajanto dan limbah sayuranjuga berpotensi untuk
Sumarsono, 2005; Sihombing, 2006). dikembangkan. Oleh karena itu, perlu
Kotoran babi kaya akan unsur nitrogen dilakukan analisis B/C rasio untuk
sehingga dapat digunakan sebagai bahan membuktikan bahwa pembuatan kompos
baku kompos. Kandungan unsur kalium kotoran babi dan limbah sayuranlayak
pada kotoran babi dua kali lebih tinggi untuk dikembangkan oleh para petani.
dibandingkan kotoran sapi dan kambing Berdasarkan hal tersebut
(Sihombing, 2006). Nitrogen dan kalium menimbulkan ide untuk melakukan
sangat diperlukan oleh tanaman sebagai upaya pengolahan limbah kotoran babi
perangsang pertumbuhan tanaman serta menjadi kompos. Tujuan penelitian ini
memperlancar proses fotosintesis. adalah (1) untuk menentukan C/N rasio
Proses pengomposan membutuhkan optimal bahan baku untuk pembuatan
waktu yang cukup lama apabila tidak kompos kotoran babi dan limbah
dibantu dengan aktivator sebagai sayuran (2) untuk menentukan pengaruh
pengurai bahan organik guna penambahan mikroorganisme lokal
mempercepat berlangsungnya proses (MOL)terhadap lama waktu proses
pengomposan. Aktivator berupa pembuatan kompos kotoran babi dan
mikroorganisme lokal (MOL) dapat limbah sayuran (3) untuk menentukan
diperoleh dari limbah organik seperti kualitas kompos kotoran babi dan
limbah sayur dan buah busuk melalui limbah sayuran dengan penambahan
proses fermentasi. Larutan MOL MOL (4) untuk menentukan kelayakan
mengandung unsur hara makro, mikro usaha pembuatan kompos kotoran babi
dan mikroorganisme aktif yang dan limbah sayuran berdasarkan
berpotensi sebagai pengurai bahan perhitungan B/C rasio.
organik, perangsang pertumbuhan, dan

105
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

2. METODOLOGI formulasi yaitu


A : campuran bahan baku + 100 ml
2.1.Lokasi dan Waktu Penelitian MOL
Penelitian dilaksanakan di peternakan B : campuran bahan baku + 300 ml
babi skala rumah tangga milik Ibu Iluh MOL
dan Ibu Parmi beralamat di Jalan Kresek C : campuran bahan baku + 500 ml
Gang Lumba-Lumba IV No.2, MOL
Kelurahan Sidakarya, Kecamatan D : campuran bahan baku tanpa MOL
Denpasar Selatan. Penelitian ini Sebelumnya, MOL diencerkan
berlangsung dari bulan Mei hingga dengan air hingga mencapai volume 2
September yang terbagi dalam tiga tahap liter kemudian larutan MOL disemprot
yaitu tahap pertama adalah persiapan ke bahan baku kompos yang
bahan dan analisis C/N rasio bahan di ditempatkan pada komposter. Perlakuan
laboratorium pada bulan Mei, tahap dengan penambahan MOL bertujuan
kedua adalah proses komposting untuk mengetahui lama waktu
berlangsung dari bulan Juni hingga pengomposan berlangsung sampai
Agustus dan tahap ketiga adalah analisis kompos menjadi matang.
sampel kompos berlangsung dari bulan
Agustus hingga September yang 2.2.3. Pengujian Parameter Fisik dan
dilakukan di Laboratorium Tanah Kimia Kompos
Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Parameter fisik kompos yang diukur
serta diamati antara lain perubahan suhu,
2.2. Prosedur Penelitian warna dan bau tumpukan kompos
2.2.1. Tahap Awal Penelitian selama proses pengomposan setiap tiga
Tahap awal sebelum proses komposting hari sekali sampai kompos menjadi
adalah penyiapan bahan baku kompos matang.Selanjutnya dihitung lama waktu
meliputi kotoran babi, limbah organik proses pengomposan pada masing-
sayuran terdiri dari kol, bayam, sawi, masing sampel A, B, C, D. Parameter
kangkung dan mentimun. Bahan baku kimia kompos meliputi pH, C/N rasio,
akan dikelompokkan dalam tiga unsur hara makro (N, P, K) dan unsur
kelompok terdiri dari: hara mikro (Fe, Mn, Zn) diuji di
K1: 75% kotoran babi + 25% limbah Labortaorium Tanah Fakultas Pertanian
sayuran UNUD.
K2: 50% kotoran babi + 50% limbah
sayuran 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
K3: 25% kotoran babi + 75% limbah
sayuran 3.1.Analisis C/N Rasio Bahan Baku
Masing-masing bahan baku Kompos
dicampur kemudian sampelnya diambil Nilai C/N rasio pada ketiga sampel yaitu
sebanyak 100 gram dan dilakukan uji K1, K2 dan K3 diperoleh dengan
C/N rasio di Labortaorium Tanah membandingkan kadar C-organik dan N
Fakultas Pertanian UNUD. total masing-masing sampel.
Perhitungan ketiga sampel tentu
2.2.2. Tahap Perlakuan memiliki nilai C/N rasio yang berbeda.
Komposisi bahan baku dengan C/N rasio Sampel K1 memiliki kadar C-organik
terbaik pada uji tahap sebelumnya lalu 19,48% dan N total 0,10% sehingga
diberi perlakuan dengan menambahkan diperoleh nilai C/N rasio sebesar 194,80.
larutan MOLyang dibagi menjadi empat Sampel K2 memiliki kadar C-organik

106
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

19,48% dan N total sebesar 0,44% dan serat yang mampu mengikat karbon
sehingga diperoleh nilai C/N rasio berlebih pada kotoran babi sehingga
sebesar 44,27 sedangkan sampel K3 kadar C-organik bahan baku K3 tidak
memiliki kadar C-organik sebesar terlalu tinggi. Perbandingan C/N rasio
15,58% dan N total 0,40% sehingga K3 termasuk dalam perbandingan ideal
diperoleh nilai C/N rasio sebesar 38,95. dimana kadar C-organik dan N total
Nilai C/N rasio ketiga komposisi bahan menghasilkan nilai C/N rasio lebih
baku kompos dapat dilihat dalam bentuk rendah dibandingkan campuran bahan
grafik pada Gambar 1. baku K1.
Tingkat kematangan kompos dan lama
proses pengomposan ditentukan oleh
nilai C/N rasio bahan organik kompos.
Tingkat C/N rasio tinggimenyebabkan
proses dekomposisi semakin lama,
sedangkan tingkat C/N rasio rendah
Gambar 1.
akan mempercepat proses dekomposisi.
Grafik pengaruh komposisi campuran
Menurut Rynk, et. al (1992), standar
bahan baku kompos terhadap C/N rasio
C/N rasio bahan baku kompos adalah
20-40. Oleh karena itu, komposisi
Komposisi pertama (K1) memiliki
campuran bahan baku sampel K3 terdiri
tingkat C/N rasio 194,80 dimana
dari 25% kotoran babi dan 75% limbah
nilainya paling tinggi diantara komposisi
sayuran dengan C/N rasio sebesar 38,95
kedua (K2) 44,27 dan komposisi ketiga
merupakan komposisi campuran yang
(K3) 38,95. Tingginya C/N rasio
tepat digunakan sebagai komposisi
tersebut disebabkan oleh kadar C-
campuran bahan baku pembuatan
organik lebih besar dibandingkan kadar
kompos.
N total pada bahan baku. Campuran
bahan baku K1 memiliki volume
3.2. Analisis Fisik Kompos
kotoran babi lebih besar dibandingkan
3.2.1. Suhu Kompos
dengan volume limbah sayuran. Kotoran
Pengamatan suhu dilakukan untuk
babi memiliki kandungan karbon cukup
mengetahui perubahan aktivitas
tinggi dikarenakan jenis pakan babi yang
mikroorganisme saat proses
dikonsumsi seperti sayur sayuran,
pengomposan berlangsung. Proses
dedak, ampas tahu, limbah rumah tangga
pengomposan mengalami tiga tahap
dan konsentrat yang kaya akan
perubahan suhu yaitu mesofilik,
karbohidrat. Hal ini terbukti dengan
termofilik dan pendinginan (Darius,
hasil analisis bahwakadar C-organik
2001). Perubahan suhu dalam proses
pada campuran bahan baku K1 lebih
pengomposan dapat dilihat pada
besar dibandingkan kadar N total.
Gambar2.
Berbeda dengan nilai C/N rasio
pada K1, sebaliknya komposisi bahan
baku ketiga (K3) memiliki nilai C/N
rasio paling rendah yaitu 38,95. Hal ini
disebabkan komposisi campuran bahan
baku yang lebih didominasi oleh volume
limbah sayuran sebesar 75% Gambar 2.
dibandingkan kotoran babi 25%. Limbah Grafik perubahan suhu selama proses
sayuran seperti bayam dan kangkung pengomposan
kaya akan kandungan protein, mineral

107
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

Gambar 3.2 menunjukkan grafik kehijauan, 2) kompos matang sebagia


perubahan suhu dari hari pertama memiliki perubahan warna menjadi
pengomposan yaitu awal proses kecokelatan, tetapi masih terlihat bentuk
dekomposisi, oksigen dan senyawa yang aslinya dan tidak mudah dihancurkan
mudah terdegradasi akandimanfaatkan apabila digesek dengan jari, 3) kompos
oleh mikroorganisme mesofilik dimana matang memiliki warna coklat
keempatperlakuan memiliki suhu rata- kehitaman yang menyerupai warna
rata 310C.Suhu awal tersebut tanah. Hasil pengamatan warna kompos
membuktikan bahwaproses dapat dilihat pada Tabel 1.
pengomposan dimulai dengan proses
mesofilik yang memiliki temperatur Tabel 1.Pengamatan perubahan warna
berkisar antara 25 -450C. kompos selama proses pengomposan
Setelah mengalami fase mesofilik, Minggu ke-
Perlakuan
minggu berikutnya tumpukan kompos 1 2 3 4 5 6
akan mengalami fase termofilik dimana A (100 mL
H H C C CK CK
MOL)
penambahan aktivator berupa larutan B (300 mL
MOL menjadikan mikroorganisme yang H H C CK CK CK
MOL)
terdapat dalam tumpukan bahan kompos C (500 mL
H C CK CK CK CK
MOL)
menjadi lebih aktif. Aktivitas D (tanpa
H H H C C CK
mikroorganisme inilah yang MOL)

menyebabkan suhu tumpukan bahan Keterangan : Hijau = H, Cokelat = C,


kompos mengalami peningkatan. Cokelat kehitaman = CK
Setelah melalui fase termofilik
mengalami penurunan suhu dan pH Hasil pengamatan menunjukkan
maka digantikan dengan fase perubahan warna kompos pada masing-
pendinginan serta diikuti fase masing perlakuan berbeda. Pada
pematangan kompos. perlakuan A perubahan warna asli
Hasil pengamatan perubahan suhu berubah menjadi cokelat di minggu ke-3
pada keempat perlakuan menunjukkan selanjutnya di minggu ke-5 warna
bahwa penambahan MOL memberikan kompos berubah menjadi cokelat
pengaruh nyata terhadap kenaikan suhu kehitaman yang menandakan bahwa
serta lama proses pengomposan kompos sudah matang.
berlangsung. Perlakuan C menjadi Perlakuan B memiliki proses
perlakuan yang paling cepat mengalami pematangan yang hampir sama dengan
proses pematangan kompos dalam perlakuan A namun, perubahan warna
waktu 4 minggu. Sementara perlakuan D kompos matang lebih cepat terjadi yaitu
menjadi perlakuan paling lama di minggu ke-4. Perlakuan C memiliki
mengalami proses pematangan kompos tingkat proses pematangan paling cepat
dengan kurun waktu 6 minggu. diantara perlakuan A dan B, dimana
perubahan warna kompos matang terjadi
3.2.2. Warna Kompos di minggu ke-3 dari cokelat menjadi
Perubahan warna kompos cokelat kehitaman.
tergantung dari campuran bahan baku Perlakuan D memiliki tingkat proses
yang digunakan. Menurut Hsieh (1990), kematangan paling lambat diantara
mengelompokkan tingkat kematangan perlakuan A, B dan C. Perubahan warna
kompos dalam tiga kategori yaitu 1) cokelat menjadi cokelat kehitaman
kompos belum matang memiliki warna terjadi di minggu ke-6. Hal ini
dan bentuk seperti aslinya yaitu kuning disebabkan oleh jumlah mikroorganisme

108
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

yang sedikit dalam merombak bahan menyengat. Hal ini disebabkan oleh
organik sehingga proses pengomposan proses perombakan bahan kompos oleh
berlangsung lama. Pada perlakuan A, B mikroorganisme yang melepaskan gas
dan C proses pematangan kompos NH3, air dan panas ke udara sehingga
berlangsung lebih cepat karena adanya bau pada tumpukan bahan kompos
penambahan larutan MOL yang sangat menyengat. Pada minggu ke-5
mengandung mikroorganisme yang bau menyengat berkurang dan secara
membantu perombakan bahan organik. perlahan bau tumpukan bahan kompos
Perlakuan C dengan penambahan larutan berubah seperti tanah menunjukkan
MOL sebesar 500 ml memiliki tingkat bahwa kompos mengalami proses
kematangan paling cepat diantara semua pematangan.
perlakuan yaitu pada minggu ke-3. Pada perlakuan B proses
pematangan terjadi di minggu ke-4
3.2.3. BauKompos sedangkan perlakuan C mengalami
Bau atau aroma yang dihasilkan proses pematangan lebih cepat yaitu di
pada proses pengomposan menandakan minggu ke-3. Hal ini disebabkan oleh
bahwa terjadi aktivitas dekomposisi perbedaan volume penambahan larutan
bahan oleh mikroorganisme. MOL pada masing-masing perlakuan.
Pengamatan baupada komposdilakukan Perlakuan C dengan penambahan larutan
menggunakan indra MOL lebih banyak dari perlakuan A dan
penciuman,kemudian dilakukan B mengalami proses pematangan lebih
pencatatan dalam bentuk tabel dengan cepat karena jumlah mikroorganisme
tiga kriteria bau pada bahan baku. yang bekerja pada tumpukan kompos
Padatabel 2 disajikan perubahan bau/ lebih banyak dan aktif merombak bahan
aroma kompos dari tahap awal lebih cepat. Berbeda dengan perlakuan
pengomposan hingga akhir D tanpa larutan MOL yang mengalami
pengomposan. proses pematangan lebih lama dari
perlakuan A, B dan C. Proses
Tabel 2.Perubahan bau kompos selama pematangan terjadi di minggu ke-6. Hal
proses pengomposan ini disebabkan oleh aktivitas
Minggu ke- mikroorganisme yang jumlahnya sedikit
Perlakuan sehingga proses perombakan bahan
1 2 3 4 5 6
organik kompos berlangsung dalam
A (100 mL + + ++ ++ +++ +++
MOL) jangka waktu lebih lama.
B (300 mL + + ++ +++ +++ +++
MOL)
C (500 mL + ++ +++ +++ +++ +++ 3.3. Analisis Kimia Kompos
MOL) 3.3.1. Analisis C/N Rasio Kompos
D (tanpa + + + ++ ++ +++
MOL)
Hasil analisis C/N rasio kompos
Keterangan : + = seperti bau asli menunjukkan bahwa penambahan MOL
++ = bau menyengat tidak berpengaruh terhadap nilai C/N
+++ = bau seperti rasio kompos. Semua perlakuan
tanah mengalami penurunan C/N rasio dari
nilai awal 38,95 menjadi 11,89 pada
Tabel2 menunjukkan bahwa perlakuan A dengan penambahan 100 ml
bau/aroma dari kompos pada perlakuan MOL. Pada perlakuan B dengan
A menghasilkan bau asli di minggu ke-1 penambahan 300 ml MOL turun menjadi
dan ke-2 kemudian di minggu ke-3 dan 14,31 dilanjutkan pada perlakuan C
ke-4 bau tumpukan kompos sangat dengan penambahan 500 ml MOL nilai

109
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

C/N rasio turun menjadi 16,30. Pada memiliki kandungan nitrogen sebesar
perlakuan D tanpa penambahan MOL 2,03%, perlakuan C sebesar 1,95% dan
mengalami penurunan rata-rata C/N yang paling rendah adalah perlakuan D
rasio menjadi 17,31. Perlakuan D tanpa aktivator sebesar 1,79%. Keempat
merupakan campuran bahan baku yang perlakuan menunjukkan nilai di atas
terdiri dari kotoran babi dan limbah standar SNI 19-7030-2004 yaitu
sayuran tanpa tambahan aktivator >0,40%.Tersedianya unsur nitrogen
berupa MOL. Peran aktif MOL adalah dalam jumlah tinggi disebabkan oleh
menurunkan kadar C/N rasio bahan baku bahan baku utama kompos yaitu kotoran
sehingga proses pengomposan dapat babi yang mengandung nitrogen cukup
berlangsung lebih cepat. Pada perlakuan tinggi dan limbah sayuran juga kaya
D, cenderung memiliki kadar C/N rasio akan kandungan nitrogen sehingga
tinggi dikarenakan perlakuan tersebut komposisi bahan baku kompos yang
tidak menggunakan MOL dalam proses menyebabkan tingginya kadar nitrogen
pengomposan sehingga penurunan kadar pada kompos. Nitrogen mengambil
C/N rasio tidak optimal. Perlakuan A, B peran penting dalam merangsang
dan C memiliki nilai C/N rasio lebih pertumbuhan vegetatif tanaman.
rendah dari perlakuan D. Hal ini
disebabkan penambahan MOL pada
perlakuan A, B dan C mampu
menurunkan C/N rasio bahan secara
optimal dengan bantuan mikroorganisme
aktif sehingga proses pengomposan
berlangsung lebih cepat. Nilai C/N rasio Gambar 4.
dari keempat perlakuan dapat dilihat Grafik analisis kadar Nitrogen Total
pada grafik Gambar 3. Kompos

Gambar 3.
Grafik nilai C/N rasio perlakuan A, B,
C, D Gambar 5.
Grafik analisis unsur hara makro Fosfor
3.3.2.Analisis Unsur Hara Makro (N, dan Kalium Kompos
P, K)Kompos
Hasil analisis kandungan makro Gambar 5 menunjukkan grafik
pada kompos meliputi nitrogen (N total), unsur hara makro fosfor yang memiliki
phosfor (P2O 5) dan kalium (K2O) pada peran penting bagi tanaman dalam hal
empat perlakuan dapat dilihat pada proses fotosintesis, respirasi dan
grafik Gambar 4 dan 5. Gambar 4 penyimpanan energi. Hasil analisis
menunjukkan kadar nitrogen total yang menunjukkan kadar fosfor paling tinggi
terdapat dalam kompos kotoran babi dan diperoleh pada perlakuan A sebesar
limbah sayuran. Hasil analisis dalam 5881,70 ppm diikuti oleh perlakuan B
grafik menunjukkan perlakuan A 6785,01 ppm lalu paling rendah pada
memiliki kadar nitrogen sebesar 2,10% perlakuan C 8043,02 ppm dan perlakuan
kemudian diikuti oleh perlakuan B yang

110
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

D sebesar 6881,70 ppm. Kadar fosfor tinggi diantara tiga perlakuan lainnya.
yang ditetapkan pada standar kualitas Hal ini disebabkan campuran bahan
kompos adalah > 1000 ppm hingga batas baku sayuran serta larutan MOL sayuran
yang tidak ditentukan. lebih mendominasi dimana sayuran
Kalium merupakan unsur hara seperti bayam dan kangkung
makro yang sangat diperlukan tanaman mengandung zat besi yang cukup tinggi.
dalam meningkatkan ketahanan terhadap
penyakit tanaman tertentu dan perbaikan
kualitas hasil tanaman. Hasil penelitian
menunjukkan kadar kalium pada
kompos perlakuan A sebesar 8609,61
ppm diikuti untuk perlakuan B 8605,14
ppm pada perlakuan C sebesar 8857,40
ppm dan perlakuan D 8905,92 ppm.
Setiap perlakuan memiliki perbedaan
kadar kalium cukup kecil dimana
perlakuan D unggul dengan memiliki Gambar 6.
kadar kalium tinggi dari semua Grafik analisis unsur hara mikro Fe, Mn
perlakuan. Semua perlakuan memiliki
dan Zn kompos
kadar kalium yang masih berada dalam
batas standar kualitas kompos yaitu > Unsur hara mangan (Mn) penting untuk
2000 ppm menurut SNI 19-7030-2004.
dapatmempertahankan kondisi warna
hijau daunpada daun yang tua,
3.3.3. Analisis Unsur Mikro (Fe, Mn, memperlancar proses asimilasi dan
Zn)Kompos merupakan komponen penting berbagai
Unsur hara mikro meliputi unsur enzim (Mulyani, 2014). Hasil analisis
besi (Fe), magnesium (Mg), seng (Zn), menunjukkan kadar Mn pada semua
mangan (Mn), kalsium (Ca) dan sulfur
perlakuan berada dalam batas standar
(S) berperan dalam memelihara
yaitu 0,10% menurut SNI 19-7030-
keseimbangan hara dalam tanah (Sarno, 2004. Perlakuan D memiliki kadar Mn
2008).Pada analisis kompos kotoran
paling tinggi yaitu 0,09% diikuti
babi, unsur hara mikro yang diuji adalah
perlakuan C 0,06% lalu perlakuan B
unsur Fe, Mn dan Zn. 0,05% dan perlakuan A 0,03%. Nilai
Hasil analisis untuk kandungan unsur
kadar unsur hara Mn semua perlakuan
mikro meliputi unsur besi (Fe), mangan
memenuhi standar kualitas kompos.
(Mn) dan seng (Zn) pada empat
perlakuan ditunjukkan dengan grafik
pada Gambar 6. Zat besi (Fe) penting
bagi pembentukan hijau daun
(khlorofil),pembentukan zat karbohidrat,
lemak, protein dan enzim. Kadar unsur
Fe pada kompos kotoran babi pada Gambar 7.
masing-masing perlakuan memenuhi Grafik analisis unsur hara mikro Seng
nilai standar yaitu 2,00%. Perlakuan A
(Zn)
memiliki kadar Fe sebesar 1,42% diikuti
perlakuan B 1,59% kemudian perlakuan Gambar 7 menunjukkan grafik
C 1,87% dan perlakuan D 1,64%.
analisis unsur hara mikro yaitu Zink atau
Perlakuan C memiliki kadar Fe paling seng (Zn) yang berperan dalam

111
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

membantu pembentukan karbohidrat, tumpukan bahan kompos. Selain bau


klorofil, dan zat penumbuh akar (auksin) menyengat, suhu kompos juga
(Soeryoko, 2011). Data analisis meningkat karena amonia menghasilkan
menunjukkan kadar Zn paling tinggi panas pada tumpukan bahan kompos.
diperoleh perlakuan C sebesar 480 ppm Kondisi pH kembali menurun di minggu
diikuti perlakuan D sebesar 420 ppm ke-3 pH disebabkan oleh berkurangnya
lalu perlakuan B sebesar 370 ppm dan aktivitas mikroorganisme dalam
perlakuan A sebesar 260 ppm. Nilai merombak bahan baku organik sehingga
kadar Zn semua perlakuan masih dalam bau menyengat berkurang dan suhu juga
batas standar kualitas kompos yaitu mengalami penurunan. Pada tahap ini
maksimum 500 ppm. campuran bahan kompos mengalami
proses pematangan kompos dan mulai
3.3.4. Derajat Keasaman atau pH stabil di minggu ke-4 dengan pH 6,8
Kompos menandakan kompos telah matang.
Perubahan pH terjadi akibat Perlakuan D tanpa penambahan
aktivitas mikroorganisme selama proses MOL menunjukkan peningkatan pH
pengomposan dapat dilihat pada grafik yang lebih lambat dari ketiga perlakuan
Gambar 8 yang menunjukkan grafik sebelumnya. Derajat keasaman (pH)
perubahan pH selama proses menunjukkan peningkatan di minggu
pengomposan dari keempat perlakuan. ke-1 dan mencapai maksimum dalam
Awal proses pengomposan keempat jangka waktu lebih lama yaitu di minggu
perlakuan memiliki pH yang sama yaitu ke-4 sebesar 7,3. Pencapaian pH
7,0. Pada perlakuan A bahan baku maksimum lebih lama disebabkan
dengan penambahan 100 ml MOL nilai aktivitas mikroorganisme yang lambat
pH perlahan meningkat dari minggu ke- dalam mengurai bahan organik kompos
1 hingga mencapai maksimum di sehingga bahan kompos lama terurai.
minggu ke-3 menjadi 7,2. Kondisi pH Oleh karena itu, proses pematangan
mulai menurun di minggu ke-4 dan kompos berlangsung lama pada
mengalami kestabilan di minggu ke-5 perlakuan D yaitu pada minggu ke-6.
hingga ke-6 dimana pH menjadi 6,9
ditandai dengan pematangan
kompos.Perlakuan B dengan
penambahan 300 ml MOL memiliki
perubahan pH yang sama dengan
perlakuan A.
Berbeda dari kedua perlakuan
sebelumnya, perlakuan C dengan
penambahan 500 ml MOL mengalami Gambar 8.
peningkatan pH lebih cepat yaitu di Grafik perubahan pH selama proses
minggu ke-2 sebesar 7,3. Hal ini pengomposan
disebabkan oleh proses dekomposisi
mikroorganisme dalam bahan organik 3.4. Pengaruh Penambahan MOL
menghasilkan amonia dengan memecah terhadap Waktu Pengomposan
ikatan senyawa menjadi nitrogen yang Kematangan kompos diperlukan
menyebabkan pH meningkat. Saat untukmenentukan lama pengomposan.
kondisi pH meningkat, amonia akan Oleh karena itu, diperlukan analisis
menyebar ke udara sehingga pemantauan parameter suhu, pH, warna
menghasilkan bau menyengat pada serta bau.Uji parameter ini dilakukan

112
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

setiap 3 hari sampai kompos minggu ke-6 sedangkan proses


menjadimatang.Perlakuan C dengan komposting campuran bahan baku
penambahan 500 ml larutan MOL kotoran babi (25%), limbah sayuran
menunjukkan tumpukan bahan kompos (75%) dengan penambahan 500 ml
mengalami peningkatan suhu paling MOL mampu mencapai proses
cepat mulai minggu ke-1 (380 C) hingga pematangan di minggu ke-4.
mencapai suhu maksimum di minggu Analisis kimia dari kompos matang
ke-2 (540 C). Suhu tumpukan bahan pada perlakuan C dengan penambahan
kompos mengalami peningkatan 500 ml MOL memenuhi standar kualitas
disebabkan oleh aktivitas kompos menurut SNI 19-7030-2004.
mikroorganisme dalam merombak bahan Hasil analisis yang diperoleh meliputi
organik kompos. Penambahan larutan C/N rasio (16,30), kadar N-total (1,65
MOL terbukti dapat meningkatkan %), P tersedia (8043,02 ppm), K tersedia
jumlah mikroorganisme sehingga proses (8857,40 ppm), Fe (1,87 %), Mn (0,09
perombakan bahan organik lebih cepat. %) Zn (480 ppm). Semua parameter
Proses pematangan kompos pada kimia tersebut menunjukkan bahwa
perlakuan C terjadi pada minggu ke-4 kompos kotoran babi dan limbah
ditandai dengan suhu rata-rata akhir sayuran memiliki kualitas yang baik
sebesar 280 C, pH 6,8 dengan warna sesuai SNI 19-7030-2004 sehingga
cokelat kehitaman dan bau menyerupai dapat digunakan sebagai pupuk organik
tanah. dibidang pertanian.
Perlakuan A dengan penambahan
MOL 100 ml dan perlakuan B 3.6. Efektivitas Kelayakan Usaha
penambahan 300 ml MOL mengalami Pembuatan Kompos
pematangan kompos yang sama yaitu di Menentukan nilai efektivitas produksi
minggu ke-5 sedangkan perlakuan D kompos bertujuan untuk menganalisis
tanpa penambahan MOL mengalami kelayakan usaha pembuatan kompos
pematangan kompos paling lama yaitu melalui perhitungan biaya dan manfaat.
pada minggu ke-6. Perbedaan lama Perhitungan biaya dan manfaat
waktu pengomposan yang terjadi diperoleh dari perbandingan antara biaya
disebabkan jumlah mikroorganisme pendapatan dan biaya pengeluaran
yang terdapat pada masing-masing sehingga dapat ditentukan layak atau
perlakuan berbeda. Mikroorganisme tidaknya suatu usaha untuk
yang terdapat dalam bahan baku kompos dikembangkan. Untuk menganalisis
tumbuh dan beradaptasi secara alami kelayakan suatu usaha maka digunakan
sehingga memerlukan waktu salah satu jenisanalisis perhitungan
pengomposan cukup lama daripada ekonomi yaitu B/C rasio.Skema
perlakuan dengan penambahan MOL. perincian total biaya produksi dapat
Penambahan MOL dalam dosis besar dilihat pada Tabel 3.
lebih efektif digunakan untuk
mempercepat proses pengomposan, hal
ini dapat dibandingkan dengan
penelitian sebelumnya oleh Suyasa dan
Panca Dewi (2008) bahwa proses
komposting kotoran babi dengan
campuran bahan (kotoran babi 70%,
jerami 13%, ampas tahu 15%, dolomit
2%) memiliki waktu pematangan di

113
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

Tabel 3. Tabel perincian biaya produksi produksi 95 kg kompos kotoran babi


kompos adalah:
Total
N Kompone Kuantita Harga(Rp
Harga
o n s )
(Rp)
Bahan
baku
Kotoran Rp 400,-
1. 25 kg Rp 10.000,-
babi /kg
Limbah
sayuran
kol,
Rp 100,-
2. bayam, 75 kg Rp 7.500,-
/kg
kangkung,
sawi
mentimun
Larutan Rp 5.000,-
3. 0,5 liter Rp 2.500,-
MOL /liter
Rp
SUB TOTAL BIAYA BAHAN
20.000,- Hasil perhitungan B/C rasio
Tenaga kerja (1 orang x 10 hari x Rp Rp diperoleh 1,04 dimana nilai tersebut
5.000,-) 50.000,-
masuk dalam kriteria B/C rasio lebih
N
Peralatan
Kuantita Harga(Rp TotalHarg dari 1,00 sehingga usaha produksi
o s ) a (Rp)
Tong Rp
kompos kotoran babi dan limbah
1. 1 Rp 80.000,-
Komposter 80.000,- sayuran efektif dan layak
Gayung
2.
plastik
1 Rp 3.000,- Rp 3.000,- dikembangkan.
Rp
3. Sekop 1 Rp 20.000,-
20.000,- 4. SIMPULAN DAN SARAN
Rp
4. Timbangan 1 Rp 50.000,-
50.000,-
Rp 4.1. Simpulan
5. Ayakan 1 Rp 10.000,-
10.000,-
6. Pisau 1 Rp 5.000,- Rp 5.000,- Dari hasil penelitian yang dilakukan
SUB TOTAL BIAYA PERALATAN
Rp dapat disimpulkan:
168.000,-
Penyusutan (10% dari biaya Rp 1. C/N rasio optimal komposisi bahan
peralatan) 16.800,- baku kompos yang terdiri dari 25 %
Sumber: Hasil observasi peternak babi, kotoran babi dan 75 % limbah
2017 sayuran (kol, sawi, kangkung,
bayam, mentimun) adalah 38,95.
Analisis B/C rasio membandingkan 2. Penambahan MOL pada bahan baku
antara keuntungan dan biaya yang kompos mempengaruhi waktu
dikeluarkan. Keuntungan usaha pematangan kompos. Semakin besar
pembuatan kompos diperoleh dari volume penambahan MOL semakin
selisih antara penerimaan dan total cepat proses pematangan kompos.
biaya. Perincian berat total produksi Penambahan 500 ml MOL pada
kompos yang dihasilkan dalam kondisi bahan baku kompos mempercepat
basah adalah 100 kg dan akan waktu pengomposan menjadi 4
mengalami penyusutan sebesar 5% minggu.
sehingga berat total produksi kompos 3. Kualitas kompos kotoran babi dan
menjadi 95 kg. Analisis kelayakan limbah sayuran dengan penambahan
produksi kompos kotoran babi dapat MOL memiliki kadar C/N rasio
dihitung dengan analisis B/C rasio yaitu (16,30), N-total (1,65%), P tersedia
perbandingan antara keuntungan dan (8043,02 ppm), K tersedia (8857,40
biaya total produksi kompos kotoran ppm), Fe (1,87%), Mn (0,09%) Zn
babi. Penerimaan yang diperoleh dari (480 ppm) yang memenuhi standar
SNI 19-7030-2004.

114
ECOTROPHIC ⦁ VOLUME 12 NOMOR 2 TAHUN 2018 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

4. Usaha produksi kompos kotoran Skripsi. Jurusan Teknologi


babi dan limbah sayuran layak Pertanian. Fakultas Pertanian
untuk dikembangkan dengan Universiatas Padjadjaran.
efektivitas kelayakan usaha kompos Jatinangor.
berdasarkan analisis B/C rasio
sebesar 1,04. Hsieh, S.c. and C.E. Hsieh. 1990. The
use oforganic matter in crop
4.2. Saran production. ASPAC Food
Berdasarkan simpulan dari penelitian and Fertilizer Technology
ini, maka dapat disarankan: Center. Extension Bulletin No.
1. Pada penelitian selanjutnya bagi 315:1-18.
akademisi dapat mengaplikasikan
kompos kotoran babi dan limbah Mulyani, Happy. 2014. Buku Ajar dan
sayuran pada tanaman pertanian Aplikasi Optimasi Perancangan
seperti bayam, cabai dan terong Model Pengomposan. Jakarta:
untuk mengetahui tingkat kualitas TIM.
kompos terhadap biologis
pertumbuhan tanaman serta Purwasasmita M. dan Kunia K. 2009.
mengurangi penggunaan pupuk "Mikroorganisme Lokal Sebagai
anorganik. Pemicu Siklus Kehidupan dalam
2. Usaha pembuatan kompos Bioreaktor Tanaman". Seminar
disarankan menggunakan komposisi Nasional Teknik Kimia Indonesia-
bahan yaitu 25% kotoran babi, 75% SNTKI 2009. Bandung 19-20
limbah sayuran dan penambahan Oktober 2009.
500 ml MOL untuk memperoleh
kualitas kompos yang baik. Rynk, R., M. van de Kamp, G.B.
Petani/peternak juga disarankan Willson, M.E. Singley, T.L.
untuk membentuk suatu kelompok Richard, J.J. Kolega, F.R.
usaha pembuatan kompos demi Gouin, L. Laliberty Jr.,
pengembangan usaha kompos D. Kay, D.W. Murphy, H.A.J.
kotoran babi dan limbah sayuran Hoitink, and W.F.
dipasaran.
3. Pemerintah disarankan untuk ikut Brinton. 1992.On-Farm
berpartisipasi dalam penyediaan Composting Handbook. New York :
fasilitas peralatan untuk usaha The Northeast Regional
pembuatan kompos seperti Agricultural Engineering
komposter serta peralatan yang Service, Coorperative Extension.
dibutuhkan oleh kelompok usaha
pembuatan kompos. Sarno. 2008. Tingkat Kesuburan
Tanah.http://khairultamimi.student.
DAFTAR PUSTAKA umm.ac.id/2010/01/22/proposal-
penelitian/. Diakses pada
Badan Pusat Statistik. 2015. Kota tanggal 20 September 2017.
Denpasar Dalam Angka 2016.
Denpasar. Sihombing, D.T.H, 2006. Petunjuk
Praktis Beternak Babi. Bogor:
Darius. 2001. Perancangan Reaktor Fakultas Peternakan IPB.
Kompos Skala Rumah Tangga.

115
Upaya Pengolahan Limbah Kotoran Babi Menjadi Kompos Menggunakan Komposter Rumah Tangga [Ni Luh Widyasari, dkk.]

SNI. 2004. Standar Kualitas


Kompos.http://www.pu.go.id/balitb
ang/sni/buat%20web/RSNI%20CD/
ABSTRAKS/Cipta%20Karya/PERS
AMPAHAN/SPESIFIKASI/SNI%2
019- 7030-2004.pdf.

Soeryoko, Hery. 2011. Tanaman Obat


Terpopuler Penurun Hipertensi.
Yogyakarta: Andi.

Suyasa, Budiarsa dan Panca Dewi. 2008.


Pemanfaatan Kotoran Babi Melalui
Komposting Dan Pengaruhnya
Terhadap Pertumbuhan Lombok
Rawit (Capsicum frutescens). Bumi
Lestari Journal of Environment
Vol 8, No.1

Waris, M dan Achmar, M. 2015.


Analisis Kelayakan Usaha Pupuk
Organik Kelompok Tani Sumber
Tani Desa Sumber Anyar
Kecamatan Mlandingan Kabupaten
Situbondo. Fakultas Pertanian
Universitas Abdurachman Saleh.
Situbondo.

Widjajanto, D. W. dan Sumarsono.


2005. Pertanian Organik.
Semarang: Universitas
Diponegoro.

116

You might also like