Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 20

SITUS SEKARAN:

SEBUAH DUGAAN KORELASI DENGAN WILAYAH KUNO


“KABALAN” MASA MATARAM KUNO-MAJAPAHIT

Sekaran Site:
a Correlation Assumption with Ancient Region "Kabalan" Ancient
Mataram Period - Majapahit

Ahmad Sirojul Munir1, Devan Firmansyah2, Ismail Lutfi3


Sirojul007@gmail.com , devanfirmansyah@gmail.com , islutfi@gmail.com

ABSTRACT
By end of February 2019, there was accidently discoveries in Dusun Sekaran,
Sekarpuro Village, Pakis District, Malang Regency, which involved the construction of the
Malang-Pandaan toll road project. Those findings were ancient red brick structures,
trench and several artifacts. Those findings indicated this village was an ancient village
because the location where those findings founded was not far from Dusun Kebalon in
Cemorokandang Village, Kedungkandang District, Malang City. Therefore, those findings
were considered related to wanua Kabalan who was mentioned in some inscriptions
since Kanjuruhan Kingdom to the Majapahit Kingdom period. According to the initial
excavation by BPCB Trowulan, East Java, the results of determining the archaeological
form of the building are more in accordance with the three building forms, those were the
paduraksa gate, the altar, and a fort. In this matter, it is being special discussion such as
historical context from sekaran site based on topomini studies specifically. Accordingly,
by using historical methods which supported by archeological method, it could be
concluded that the Sekaran Site was supposed to be related to a wanua which had been
going since VIII century AD until XIV century AD.

Keywords: Sekaran Site, Ancient Mataram, Ancient Settlement, Majapahit

ABSTRAK
Pada akhir Februari 2019 tepatnya di Dusun Sekaran, Desa Sekarpuro,
Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, terdapat temuan secara tidak sengaja akibat
pengerjaan proyek jalan tol Malang-Pandaan berupa struktur batu bata merah kuno,
sebuah arung dan beberapa artefak lainnya. Hal ini menandakan bahwa temuan tersebut
mengindikasikan suatu desa kuno. Mengingat lokasi temuan tidak begitu jauh dari Dusun
Kebalon di Kelurahan Cemorokandang, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Maka, temuan ini dapat diduga berkaitan dengan wanua Kabalan yang disebutkan alam
beberapa prasasti sejak masa Kerajaan Kanjuruhan hingga masa Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan ekskavasi awal oleh BPCB Trowulan Jawa Timur, hasil identifikasi arkeologi
bentuk bangunan setidaknya terdapat tiga bentuk bangunan yaitu gapura paduraksa,
altar, dan sebuah benteng. Hal ini menjadi permasalahan tersendiri, yakni konteks
kesejarahan dari wilayah Situs Sekaran berdasarkan kajian toponimi secara spesifik.
Berkaitan dengan itu, maka dengan metode sejarah yang dibantu dengan metode
arkeologi diketahui bahwa wilayah Situs Sekaran dapat diduga berkaitkan dengan
sebuah wanua yang berlangsung sejak abad VIII Masehi hingga abad XV Masehi.

1
Guru Sejarah di SMA Islam Sabilurrosyad Gasek Malang dan anggota komunitas pemerhati dan pelestari
saujana sejarah “Pandu Pusaka”.
2
Guru Sejarah di SMKN 4 Malang dan anggota komunitas Jelajah Jejak Malang.
3
Dosen Sejarah FIS Universitas Negeri Malang dan Ketua Ikatan Ahli Arkeologi (IAAI) Komda Jatim.

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
Kata Kunci: Situs Sekaran, Mataram Kuno, Permukiman Kuno, Majapahit

PENDAHULUAN sebelum situs ini ditemukan di


Malang Raya selama bulan wilayah ini, banyak pemburu artefak
Maret 2019 dihebohkan oleh temuan tersebut datang membawa alat
situs di areal proyek Tol Malang- detektor emas untuk berburu untuk
Pandaan. Lokasi temuan situs secara dijual. Bahkan ada yang
adminsitatif wilahyanya berada di mendapatkan uang jutaan rupiah
areal Dusun Sekaran, Desa dan sepeda motor.
Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Temuan Situs Sekaran ini
Kabupaten Malang, tepatnya di sendiri berupa reruntuhan struktur
sekitaran wilayah RW 008. Secara sebuah bangunan yang terbuat dari
geografis lokasi temuan berada batu batu merah. Jika dilihat sekilas
pada sebuah dataran yang agak reruntuhan ini seperti membentuk
tinggi di bibir Daerah Aliran Sungai pagar yang terbuat dari bata merah
(DAS) Amprong, lokasi awal situs ini dengan posisi memanjang, pada
adalah berupa tegalan penduduk bibir DAS Amprong. Besar
dekat areal persawahan dan kemungkinan daerah ini adalah
pemakaman umum milik Dusun sebuah kompleks pemukiman kuno
Sekaran. Sementara sgecara pada masa Hindu-Buddha. Hal ini
geografis situs ini terletak di juga dikuatkan oleh temuan-temuan
koordinat 7°58'28.6"S dan berupa fragmen keramik, tembikar,
112°40'55.8"E. uang kepeng, artefak-artefak
Kondisi temuan situs, perunggu, emas dan kuningan dan
ditumbuhi semak belukar lebat dan juga fosil tulang hewan. Kemudian,
tanahnya lembek atau becek jika tepat sekitar 100 m dari bawah
hujan turun., sSehingga jika ke reruntuhan temuan terdapat temuan
lokasi diharapkan berhati-hati sebuah “arung” kuno yang hanya
terhadap kondisi jalan ke situs. terdapat bagian dari mulutnya saja.
Temuan situs ini, masuk ke dalam Menurut Suwardono (2005:42) arung
wilayah proyek pengerjaan jalan tol adalah istilah arkeologi untuk situs
tingkat provinsi Jawa Timur, yaitu berupa lorong atau goa dalam tanah.
Jalan Tol Malang-Pandaan. Warga Sedangkan menurut Cahyono
menyebutnya Jalur Proyek Tol (2013:92) arung adalah salah satu
Mapan Seksi V Desa Sekarpuro jenis saluran air yang digalikan
atau Tol Nomor 37. Temuan yang beberapa meter di bawah
menghebohkan warga Malang ini permukaan tanah, tepatnya pada
bahkan selama dua minggu terakhir lapisan tanah padas. Istilah “arung”
selalu menghiasi headline surat dalam bahasa Jawa Baru disebut
kabar di Malang. Namun, cukup dengan “urung” atau “urung-urung”
disayangkan juga karena situs ini (Cahyono dan Suprapta, 1999:62).
begitu viral banyak kolektor datang Sementara itu di tempat lain yaitu di
yang datang kesini dan melakukan Pulau Bali, dalam bahasa Bali
perburuan artefak liar dan modern terowongan-terowongan air
vandalisme ini awalnya sedikit sulit disebut dengan istilah “aungan” yang
untuk dihentikan. Bahkan seperti berasal dari bahasa Bali Kuno yaitu
dilansir dari pemberitaan Malang arung (Raharjo, dkk, 1998:101).
Post, Edisi Rabu, 6 Maret 2019 Di dalam sejarah asal
(2019:1&7), diceritakan bahwa jauh muasalnya diperkirakan teknologi
membuat arung atau terowongan ini
berasal dari India yang mana pada penulisan Sejarah Indonesia masa
saat itu sedang diadakannya klasik di Malang pada khususnya
pembuatan sambungan dari lembah dan di Indonesia pada umumnya.
Indus menuju lembah Gangga. Berdasarkan permasalahan
Sedangkan India sendiri di atas dan tujuan penulisan, maka
mendapatkan teknologinya dari rujukan penting dalam hal ini
Persia. Hal ini bisa terjadi karena meliputi bahan-bahan sekunder
pada abad ke 7 hingga 16 M berupa kepustakaan yang secara
terdapat penyebaran kebudayaan khusus membahas kesejarahan di
(Mimin, 2015:55). Dari berbagai Malang Raya dan toponimi di
pengertian yang sudah disebutkan Malang Raya. Rujukan tersebut
sebelumnya dapat ditarik dalam hal ini meliputi: Dari Pura
kesimpulan bahwa arung adalah Kāñjuruhan Menuju Kabupaten
sebuah goa atau lorong bawah Malang (Tim Hari Jadi Kabupaten
tanah yang umumnya digunakan Malang 1984), Asal Mula dan
untuk saluran air dengan berbagai Sejarah Kota Malang (Wojowasito,
macam variasi sebutan misalnya 1978), Monografi Sejarah Kota
urung-urung dan aungan. Malang (Suwardono dan
Temuan struktur berupa bata Rosmiayah, 1998), Desa-desa kuno
merah, artefak-artefak berupa di Malang periode abad ke 9-10
fragmen tembikar, keramik, uang Masehi (Lutfi, 2003), Wanwacarita
kepeng, artefak-artefak perunggu, Kesejarahan Desa-Desa Kuno di
emas dan kuningan, fosil tulang Kota Malang (Cahyono, 2013) dan
hewan dan arung tersebut Makna Gubahan Ruang Situs-Situs
membuktikan bahwa wilayah Malang Hindu-Buddha Masa Siŋhasari Abad
setidaknya sudah ada birokrasi XII-XIII Masehi di Saujana Dataran
politik setidaknya sejak sejak abad Tinggi Malang dan Sekitarnya
VIII Masehi. Hal ini dibuktikannya (Suprapta, 2015). Beberapa pustaka
dengan ditemukan Prasasti Dinoyo I tersebut banyak menghimpun hasil-
yang berangka tahun 760 Masehi. hasil kajian primer yang dinarasikan
Bahkan lokasi situs ini tak sampai 1 sehingga gambaran kerangka
km dari “Dusun Kebalon”, yaitu sejarah yang ditulis memiliki nilai
sebuah wanua kuno yang sudah ada akademis yang dapat menjadi
sejak abad ke 8 M bahkan menjadi rujukan dalam penulisan ini,
vassal Majapahit pada masa Hayam terutama tentang nama Wanua
Wuruk. Pertanyaan yang berkaitan Kabalan, tentu saja dalam penulisan
dengan Situs Sekaran adalah ini dibutuhkan sumber-sumber lain
bagaimana kesejarahan wilayah dari untuk melengkapi rujukan.
keberadaan Situs Sekaran Diharapkan tulisan ini memberikan
berdasarkan kajian toponimi, sejarah sumbangan dalam memahami
dan juga arkeologi dengan kesejarahan wilayah kuno Kabalan
lingkungan di sekitarnya? Berkenaan di sub-selatan area Kota Malang dan
dengan itu, maka tujuan dari Kabupaten Malang.
penulisan artikel ini adalah untuk
mengulas kesejarahan wilayah Situs METODE
Sekaran secara toponimi, sejarah Penelitian ini merupakan
dan arkeologi, terkait keberadaan penelitian sejarah dengan bantuan
situs dan juga lingkungan di penelitian arkeologi. Lubasz (1963-
sekitarnya, yang diharapkan agar 1964) dalam Soedjatmoko (1995)
kajian ini menjadi pelengkap menyatakan bahwa penelitian

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
sejarah dengan menggunakan yang berfokus pada sumber data
metode tertentu bertujuan untuk serta informasi penunjang yang
mengidentifikasi dan mendefinisikan berkaitan dengan metode yang
serta merekonstruksi suatu peristiwa digunakan melalui kajian
kolektif yang bersumber pada kepustakaan (library research).
manusia sebagai objek kajian. Kegiatan ini juga bertujuan untuk
Sedangkan penelitian arkeologi memperoleh informasi yang
menurut Gardin (1980) seperti yang mendukung penjabaran tentang
dikutip oleh Munandar (1990:21) potensi, permasalahan, serta
adalah: peluang pengembangan sumber
“Studies bearing on material daya sejarah serta tinggalan budaya
objects with may throw some sebagai suatu daya tarik. Kemudian
light, in conjunction with other digunakan juga metode historiografi.
data, on the history and ways of Metodologi historiografi
live of ancient peoples (specific
memiliki empat tahapan, yaitu: (1)
events, daily activities, intitutions,
beliefs, etc)”. Heuristik, yaitu suatu kegiatan
Artinya: menghimpun jejak-jejak masa
“Penelitian yang menggunakan lampau; (2) Kritik Sumber, yaitu
benda sebagai objek dalam menyelidiki apakah jejak-jejak
hubungannya dengan data lain, sejarah masa lampau itu otentik baik
serta ditujukan untuk dalam bentuk maupun isinya; (3)
mengungkapkan sejarah dan Interpretasi, yaitu menetapkan
perilaku manusia dari masa makna hubungan dari fakta-fakta
lampau (peristiwa-peristiwa yang diperoleh; dan (4) Historiografi,
tertentu, kegiatan sehari-hari, yaitu penyajian dengan
institusi-institusi, agama, dan lain-
menyampaikan sintesa yang
lain)”.
diperoleh di dalam bentuk suatu
Dalam penelitian arkeologi
kisah (Notosusanto, 1971:17).
yang dijadikan objeknya yaitu
Komparasi metode penelitian
berupa kebudayaan dari masa lalu
di atas digunakan untuk menguak
yang sekarang ini telah punah,
kesejarahan dari Situs Sekaran,
namun masih dapat diteliti melalui
yang secara keruangan berada di
peninggalan-peninggalan yang
antara sejumlah situs masa Jawa
berwujud materi (Magetsari, 1995:6).
Kuno, bahkan beberapa di
Selanjutnya Ardiwidjaya dkk
antaranya dalam wilayah kecamatan
(2013:5) berpendapat bahwa
yang sama dan juga kecamatan
metode penelitian arkeologi yang
tetangganya. Sebagaimana situs
diterapkan dalam sebuah penelitian
yang baru ditemukan, maka,
bertujuan untuk mencapai sebuah
berkaitan dengan hal itu data, yang
sasaran.
sifatnya primer seperti temuan
Menurut Binford (1972)
artefak di lokasi situs, identifikasi
dalam Sukendar dkk (1999:8)
situs-situs disekitar Situs Sekaran,
menjelaskan bahwa tujuan pokok di
kondisi lingkungan alam, in formasi
dalam penelitian arkeologi adalah
dari naskah kuno serta prasasti dan
merekonstruksi sejarah kebudayaan,
data bersifat sekunder, seperti
melakukan penyusunan kembali
kepustakaan hasil kajian para
cara-cara hidup masyarakat masa
peneliti terdahulu dikumpulkan dan
lalu, dan memusatkan perhatian
dikomparasikan dengan topik kajian
dalam memahami proses budaya.
yang berkaitan. Demikian pula
Hal tersebut dapat diaplikasikan
dengan analisisnya, merujuk kajian
melalui teknik penelusuran informasi
sosio-kultural-politik pada masa berwarna keputihan dengan
Mataram Kuno-Majapahit yang menghias garis-garis tebal warna
dikaitkan dengan data arkeologi. merah. Bahkan ditemukan juga
Dengan demikian nantinya dapat artefak lintas masa yaitu pecahan
dijelaskan kedudukan Situs Sekaran keramik bergaya Eropa, koin VOC,
sebagai bukti eksistensi sebuah dan lencana emas masa Hindia-
wanua kuno. Belanda. Dan yang terbaru ketika
terjadi pengerukan tol kembali pada
HASIL PENELITIAN tanggal 23 Maret 2019, ditemukan
(1) lumpang batu, (2) fragmen
1. Kajian Lapangan pipisan, dan (3) saluran air kuno di
Temuan di lapangan situs ini atas tanah (weluran) artifisial
yang utama berupa struktur batu (buatan).
bata merah Menurut interpretasi Kemudian, berdasarkan
rekontruksi yang dilakukan oleh keterangan lisan dari para penduduk
Balai Pelestarian Cagar Budaya setempat, ternyata pemakaman
(BPCB) Trowulan (2019) di Situs umum Dusun Sekaran yang
Sekaran ditemukan 3 sisa pondasi lokasinya hanya ± 50 m dari lokasi
struktur bata yang berdasarkan situs, ternyata dahulu adalah punden
denahnya memiliki orientasi Barat desa yang bernama “Punden
laut – Tenggara, dan masih memiliki Sarwomangun”, di punden ini dahulu
potensi yang cukup besar ditemukan banyak sekali tinggalan arca yang
sisa-sisa pondasi lagi di area sayang sekali telah dihancurkan dan
singkapan 380 m2. Struktur-struktur dibuang di Sungai Amprong sekitar
pondasi bata tersebut membentuk tahun 1965-an. masih menurut
pola denah dari beberapa bangunan keterangan penduduk sdetempat,
dalam satu keruangan (kompleks bahwa tak jauh dari lokasi
bangunan?). Situs Sekaran pembuangan arca-arca dari Punden
diperkirakan masih lebih luas dari Sarwomangun dahulu ditemukan
area singkapan ekskavasi saat ini, sebuah lubang yang disebut oleh
dengan indikasi adanya tatanan bata masyarakat sebagai “sumur windu”.
di barat daya area ekskavasi saat Besar kemungkinan ini adalah
ini. Hipotesis bahwa hasil lubang pembuangan galian “arung”
ekskavasi di Situs Sekaran d. Dan nyatanya di depan DAS
merupakan complex building (bukan Amprong ini memang terdapat
single building) dari warga kelas sebuah arung yang mulutnya sudah
sosial mengengah ke atas terdukung longsor. Arung ini memiliki lebar 121
oleh temuan penyerta yang berupa cm dengan ketinggian sekitar 5 m,
mata uang asing (koin Cina dari menurut keterangan warga. Lalu,
Dinasti Song Utara -- bertuliskan jika kita mengeksplore wilayah desa
"Huang Jong Tong Bao", bahkan atau kelurahan di sekitaran Situs
ada masing-masing sebuah yang Sekaran ini, maka kita akan dapati
bersal dari Dinasti Ming dan Han), banyak sekali tinggalan-tinggalan
keramik asing (asal Cina, purbakala yang terserak sendirian
kebanyakan dari Dinasti Song), maupun terkumpul di punden-
aksesoris emas yang berupa anting- punden desa. Adapun tinggalan-
anting (kundala), gagang dan tinggalan tersebut antara lain batu
bingkai bulat cermin (darpana) umpak, batu umpak berbetuk seperti
berbahan perunggu, talam dan yoni, beberapa fragmen batu dan
perangkat kinangan, gerabah abata merah di bawah pohon

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
beringin tua berukuran besar di Fungsi lingga semu7 tersebut,
Kampung Ngadipuro Lor4, Kelurahan kemungkinan sebagai penanda
Madyopuro, Kecamatan batas desa Kabalon di bagian timur.
Kedungkandang, Kota Malang, Letak situs ini dengan Situs Sekaran
tepatnya di sebuah punden desa hanya sekitar ± 1 km. Kemudian di
yang bernama “Punden Mbah Dusun Bonangan Kidul, Desa
Sentono”. Sementara di Gang 4 RT Sumberkradenan, Kecamatan Pakis,
002, RW 002, Kampung Ngadipuro Kabupaten Malang. Situs ini
“Ringin” (disebut demikian merupakan situs lintas masa, yang
dikarenakan terdapat pohon beringin oleh masyarakat sekitar situs ini
berukuran besar), Kelurahan dijadikan punden desa karena
Madyopuro, terdapat sebuah lingga5 terdapat makam tokoh babad alas
yang terletak di sebuah pojokan, dari Mataram, yakni Mbah
pada sebuah tanah kosong pada Singoatmojo dan Mbok Sri Jenjen.
pekarangan milik warga. Lokasi Di situs ini sendiri, tersebar begitu
artefak-artefak ini hanya sekitar ± banyak artefak-artefak yang
700 m dari Situs Sekaran. mengidentifikasikan sebuah
Lalu, di temukan juga reruntuhan bangunan candi. Artefak-
sebuah berupa batu tugu atau sering artefak itu antara lain sebaran
disebut lingga semu dalam kondisi fragmen batu bata merah besar,
in situ. Lingga semu tersebut batu umpak andesit berbentuk
tertanamman dalam tanah serta trapesium, potongan kaki Ganesha
berbentuk silidris segi delapan di dan potongan kaki Dewa entah Śiwa
Dusun Kebalon, Kelurahan atau Parwati (Durga) di bawah
Cemorokandang, Kecamatan pohon ipik yang menjulang tinggi.
Kedungkandang6, Kota Malang. Situs ini sendiri berada di DAS
Amprong8. Jika dilihat sekilas bekas
bangunan suci yang kini dijadikan
4
Berdasarkan data administratif dari SEKWILDA punden dan makam tokoh desa ini
(t.t.:293), Ngadipuro Lor adalah sebuah dusun dahulu adalah candi desa beraliran
yang bersama dengan Gempol, Sekaran dan Śiwa. Lokasi situs ini dengan Situs
Wiyangan masuk kedalam wilayah administratif
Desa Sekarpuro, Kecamatan Pakis, Kabupaten Sekaran hanya sekitar ± 2 km saja.
Malang. Namun sebagian wilayah Ngadipuro Lor
masuk ke dalam wilayah administratif Kelurahan
Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota
Malang. 2. Kajian Pustaka
5
Lingga berpasangan dengan yoni, menurut Kitab Temuan Situs Sekaran dapat
Lingga Purana, lingga dianggap sebagai dikorelasikan dengan sebuah desa
gambaran kesadaran suci, sementara yoni
menggambarkan sumber penciptaan atau ibu atau wilayah kuno yang disebut
dunia. Lingga dianggap sebagi mulavigraha dari dengan nama “Kabalan”. Kabalan
Dewa Śiwa sedangkan yoni dianggap sebagai
mulavigraha dari Dewi Parwati. Yoni digambarkan
disebut di dalam beberapa prasasti
berbentuk kubus, yang pada salah satu sisinya dan naskah-naskah sastra kuno,
terdapat cerat atau jalan air. Pada permukaannya
terdapat lubang untuk menempatkan lingga
7
(Suwardono, 2011:61). Menurut Suwardono (2011:41) fungsi dari lingga
6
Dahulu di dusun ini terdapat situs punden desa semu adalah sebagai batas atau penanda
yang oleh masyarakat setempat dikenal dengan terhadap suatu tanah yang dihadiahkan atau
Punden Kebalon. Di situs punden desa ini, digunakan sebagai daerah yang ditetapkan untu
terdapat temuan arkeologis berupa sisa-sisa bangunan suci. Oleh karena itu lingga semu
bangunan candi dan berdasarkan penuturan disebut juga lingga patok.
8
penduduk setempat pernah ditemukan arca nandi Menurut keterangan warga desa dahulu di
serta arca tokoh manusia, namun kemudian hilang sekitaran situs terdapat temuan meja batu
diambil oleh pencuri. Situs punden desa tersebut (dolmen?) dan sebuah lumpang berukuran besar
mengidikasikan bekas bangunan suci, namun sayang telah raib diambil orang entah
kemungkinan candi (Suprapta, 2015:212). kemana.
antara lain: Prasasti Dinoyo II atau menjadi Dusun Kendalsari,
Prasasti Dang Hyang Guru Candik Kelurahan Tulusrejo, Kecamatan
(773 Śaka dan 820 Śaka atau 15 Lowokwaru, Kota Malang.
Januari 851 M dan 2 Juli 898 M); Sehingga pada penanggalan
Prasasti Pamotoh atau Prasasti Ukir kedua yakni 47 tahun kemudian
Negara (1120 Śaka atau 6 tanah tersebut ditebus kembali oleh
Desember 1198 M); Kitab Dang Hwan dari Hujung yang tidak
Nāgarakṛtāgama (Ditulis tahun 1350 diketahui namanya karena batunya
M); Prasasti Waringin Pitu atau aus, untuk diberikan dan ditetapkan
Prasasti Surodakan (1369 Śaka atau kembali tanah sawah itu sebagai
22 November 1447 M); Prasasti wakaf untuk biara pertapaan,
Pamintihan (1395 Śaka atau 1473 dengan disaksikan oleh beberapa
M) dan Kitab Sӗrat Pararaton pejabat dan saksi lainnya
(salinan tertua ditemukan tahun (Suwardono, 2011:66).
1600 M, namun Hasan Djafar Salah satu perwakilan saksi
(2009:20) menduga salinan pertama penetapan itu berasal dari
kali naskah ini dilakukan pada tahun “Kabalan”. Berikut kutipan
1403 Śaka atau 1481 M). prasastinya yang memuat soal
Toponimi “Kabalan” saat ini “Kabalan” pada baris ke-4:
tertinggal di sebuah dusun yaitu niŋ manapal saŋ nawa a
Dusun Kebalon, Kelurahan (…n) sa(…)ma satulyan
Cemorokandang, Kecamatan tuhan ni kabhalan tuhān
Kedungkandang, Kota Malang. ni wadwā rare saŋ
Temuan Situs Sekaran lokasinya tak gārasaḥ…(Suwardono,
begitu jauh dari wilayah Dusun 2013).
Kebalon hanya ± 1 Km dari lokasi Terjemahan:
temuan, maka dapat dikatakan dari manapal sang Nawa
temuan tersebut memperkuat a(…)n bersama-sama
keberadaan wilayah kuno yang dengan tuhan dari
bernama Kabalan memang berada kabhalan. Tuhan dari
di Malang. Berikut ini akan wadwaware Sang
dikutipkan prasasti dan naskah- Garasah. (Suwardono,
naskah di atas terkait dengan nama 2004:78).
“Kabalan”. Pada Prasasti Pamotoh
Prasasti Dinoyo II ini memiliki ditemukan ditemukan di Perkebunan
dua penanggalan yang jika kompleks Ukir Negara, Sirah
dimasehikan yaitu 15 Januari 851 M Kencong, Kecamatan Wlingi,
dan 2 Juli 898 M. Inti isi dari prasasti Kabupaten Blitar, Jawa Timur
ini adalah pada penanggalan dinamakan prasasti Pamotoh,
pertama diinformasikan tentang karena di dalamnya terdapat
penetapan status tanah sawah yang penyebutan warga Pamotoh. Isi
dijadikan sīma oleh Dang Hwan prasasti memberitakan tentang
sang Hiwil dari Hujung untuk pemberian anugerah Jijaya Resi
keberlangsungan biara pertapaan kepada empat warga Pamotoh
yang dipimpin oleh Dang Hyang berupa hak-hak istimewa.
guru Candik dan disaksikan oleh Dalam prasasti Pamotoh
beberapa pejabat. Pada perjalanan disebutkan bahwa salah satu dari
berikutnya tanah sawah tersebut Rakryan Patang Juru yang bernama
dijual oleh para tetua Desa Kandal. Dyah Limpa yeng bertempat tinggal
Desa Kandal bisa diduga saat ini di Gasek, wilayah Pamotoh,

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
mendapat hadiah tanah dari Śrī 1365 M, jadi karya ini ditulis satu
Mahārāja. Penyerahan itu diwakili tahun sesudah Gajahmada
oleh Rakryan Pamotoh dan Rakryan meninggal. Karya ini merupakan
Kanuruhan. Tanah-tanah yang paduan sejarah dan sastra bermutu
dihadiahkan itu, di antaranya tanah tinggi yang menguraikan tentang
di sebelah timur tempat perburuan daerah dan desa-desa sehingga
yang bernama Malang. disebut juga Dēśa Warṇnana (uraian
Kemudian di dalam prasasti tentang desa-desa).
Pamotoh ini juga disebutkan Kakawin ini merupakan
pemberian tanah Paniwen. sumber pengetahuan tentang
Sekarang nama Paniwen masih ada Majapahit dalam abad ke-14,
di sebelah barat Bakalan Krajan. terutama ritual-ritual istana dan
Selanjutnya Talun, sekarang nama administrasi Majapahit. Di dalamnya
Talun masih ada di Kecamatan memuat informasi tentang upacara
Klojen Kota Malang. Talun ini keagamaan terutama upacara
digunakan sebagai tempat untuk sraddha, yaitu upa-cara yang
menulis prasasti Pamotoh oleh Mpu ditujukan kepada arwah leluhur agar
Damawan, yaitu pada tanggal 6 dapat mencapai moksa (Wojowasito,
bulan Posha, hari Wurukung, 1957:113 dan Darini, 2013:119).
Pahing, dan Saniscara berdasarkan Nāgarakṛtāgama pertama
hitungan menggunakan rumus kali diterbitkan oleh J.L.A. Brandes
Damais tanggalnya 6 Desember menggunakan huruf Bali yang
1198 M. semata-mata bertujuan untuk
Adapun tanah-tanah yang memperkenalkan naskah yang
dihadiahkan di dalam prasasti ini ditemukannya di lingkungan puri raja
yaitu Malang, Paniwen dan Talun, Bali di Cakranegara, bagian barat
kesemuanya dewasa ini terletak di Pulau Lombok pada tanggal 18
Kodya Malang (Suwardono & November 1894 M tersebut. Teks
Rosmiayah, 1997:15 dan Sunyoto, berbahasa Jawa kuno tersebut
2000:25). Rupa-rupanya nama ditulis pada lontar yang sekarang
Kabalan juga disebut dalam dikenal dengan Kode Orientalis 5023
lempeng prasasti ini pada bagian di Legatum Warnerarium, pada
lempeng I.B. Sisi Belakang (verso), perpustakaan Universitas Leiden,
sebagai berikut: Belanda (Kasdi, 1996:1 dan Suryani
… panahatan. kKu 1. taḍaḥ. NS, 2012:91).
sa 1. kabaṅlan ma 1. taḍaḥ. ku Pada Kitab Nāgarakṛtāgama,
1. Ibu ma 1. taḍaḥ. ku 1… pupuh ke-7, baris ke-4, dijelaskan
(Suhadi & Richadiana, bahwa putri mahkota Hayam Wuruk,
1996:10). yang bernama Kusumawarddhani
Terjemahan: berkedudukan di “Kabalan” berikut
… dari Panahatan 1 ku teksnya:
diterima 1 sa, dari kabanglan 1 (4a) Tekwan wreddhi sirān
ma diterima 1 ka, dari pakānaki sirang nṛpati kusma
hbunaba diterima 1 ku (Utami, warddhanīśwarī, rājñī raja
1993:22). kumāryya nindya siniwī pura ri
Dalam Nāgarakṛtāgama yang kabalanūttamēng raras, sang
merupakan pujasastra tentang śrī wikrama warddhanēndra
keagungan Majapahit dan keluhuran saniruktya nira pangucaping
Śrī Rājasanagara (Hayam Wuruk) sanāgara, sākṣāt dēwatī
karya Mpu Prapañca pada tahun siranatemwa helemanukani
twasing jagat (Riana, mokta ring (yang meninggal di)
2009:72). Sūnyalayā. Semenjak peresmian itu,
Terjemahan menurut Riana kedudukan daerah Waringin Pitu
(2009:72): yang tadinya daerah sīma (perdikan)
Beliau melahirkan Putri milik kerajaan menjadi sīma milik
mahkota yang cantik jelita golongan agama. Raja Dyah
bernama Kusuma Wardhani, Kṛtawijaya sendiri adalah raja
Putri baginda Raja yang molek Majapahit yang menggantikan posisi
sebagai Maharani Kabalan, Sri kakaknya yaitu Suhitā pada tahun
Wikrama Wardhana-Sang 1447 M karena kakaknya tidak
Menantu memegang tampuk memiliki anak (Hardiati, dkk,
pemerintahan negeri, 2010:470-471 dan Trigangga, dkk,
pernikahannya bagaikan 2015:75). Dalam prasasti ini juga
dewa-dewi selamanya dijelaskan negara atau daerah
menimbulkan kesenangan bawahan Kerajan Majapahit antara
rakyat. lain: Daha, Jagaraga, Kahuripan,
Terjemahan menurut Muljana Tañjuṅpura (Tanjungpura), Pajaṅ
(2006:341): (Pajang), Kӗmbaṅjӗnar
Berputeralah beliau putri (Kembangjenar), Wӗṅkӗr (Wengker),
mahkota Kusumawardhani, Tumapӗl, Siṅhapura (Singapura),
sangat cantik. Sangat rupawan Matahun, Kabalan, Wirabhūmi, Kӗliṅ
jelita mata, lengkung lampai, (Kaling) dan Kaliṅgapura
bersemayam di Kabalan. Sang (Kalinggapura). Daerah Kabalan
menantu Sri Wikramawardana pada masa ini dikuasai oleh
memegang perdata seluruh Mahāmiṣī yang memiliki nama kecil
negara. Sebagai dewa-dewi Dyaḥ Sāvitrī (Suwardono &
mereka bertemu tangan, Rosmiayah, 1997:15-16). Berikut
menggirangkan pandang. kutipan prasasti ini terkait Kabalan
Prasasti Waringin pitu dan juga tokoh Mahāmiṣī Dyaḥ
menurut Prof. H. Muhammad Yamin Sāvitrī, pada bagian d-A dan d-B:
(1962:181), prasasti ini disebut juga … (Selanjutnya perintah Sang
“Pertulisan (prasasti) Wijaya- Perabu diiringi pula oleh
Parākrama-Warddhāna”. Prasasti perintah Sang Prabu) diiringi
Waringin Pitu adalah prasasti yang oleh perintah Paduka Diah-
terbuat dari tembaga dan ditemukan Dewi Kabalan: Nan bertujuan
di Desa Surodakan, Kabupaten tinggi berbakti kepada
Trenggalek, Provinsi Jawa Timur. suaminya; Nan lemah lembut
Prasasti ini terdiri dari 14 tentang cumbu-cumbuannya,
lempeng tembaga. Isinya penuh dengan kebajikan yang
menyebutkan bahwa Raja Dyah utama; Nan senantiasa
Kṛtawijaya meresmikan sebuah berkeinginan menjalankan
bangunan suci di daerah sīma tingkah laku untuk
(perdikan) Waringin Pitu yang kesenangan suaminya; Nan
bernama Rājasakusumapura. tak putus-putusnya berjerih-
Disebutkan bahwa status sīma atas payah menggembirakan dia.
daerah itu sudah ditetapkan oleh XVII. Nan pandai menari,
nenek raja, yang bernama Paduka melagukan seni suara dan
Śrī Rājasaduhiteswarī Dyah Nṛttajā, melakukan kecakapan yang
untuk menghormati ayahnya, yaitu lain-lain; Nan tak ada taranya
Śrī Paduka Parameśwara Sang dalam kebajikan tentang

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
kepandaian dan kecantikan; Kabalan; dan sejak dari timur
Nan keindahan bibirnya dapat laut menuju kearah selatan
dibandingkan dengan manik sampai ke timur berwartasan
merah; Nan memberi dengan Pelangpuncu.
kepuasan bagi orang yang Demikianlah perwatasan tanah
memandang batang tubuhnya. sima Pemintihan menurut
XVIII. Yang bertegak gelar kedelapan penjuru alam. Lagi
kerajaan berbunyi Maha- pula adalah sebidang sawah di
mahisi dan bernama kecil Diah Pamintihan dikelilingi oleh
Sawitri ... (Yamin, 1962:196- tanah-tanah Pelangpuncu
197). sebesar 18 pelantingan batu,
Prasasti Paminitihan disebut yang dibatasi oleh hutan kayu
juga dengan Pertulisan Sendang dipihak timur; lagi pula
Sedati, prasasti ini ditemukan di sebidang lagi sebesar 7
sebelah selatan wilayah pelantingan batu, yang
Bojonegioro. Prasasti ini dari dibatasi Tetandangan;
perunggu sejumlah empat keping, sebidang lagi sebesar 7
dua keeping yang lain telah hilang. pelantingan batu yang dibatasi
Isi prasasti ini adalah pohon pung; sebidang lain lagi
penganugerahan sebidang tanah- sebesar sekali pelantingan
perdikan oleh kepala negara (raja) batu dengan dibatasi oleh
yang bernama Śrī Mahārāja pohon turi;
Singhawikramawarddhana atau 4a. sebidang sawah sebesar
yang nama mudanya ialah Dyaḥ 40 pelantingan batu dikelilingin
Suraprabhāwa kepada Sang Arya pohon singkanak; dan
Surung. Yang menjadikannya sebidang tanah sebesar
mendapat anugerah tersebut ialah sepelantingan batu dikelilingi
karena baktinya dan kesetiaannya pohon tarum. Keenam bidang
terhadap raja,m sehingga ia layak sawah yang dikelilingi
mendapatkan anugerah tersebut perwatasan pohon kapi
(Yamin, 1962:215). Dalam prasasti seluruhnya sejumlah 74
ini disebutkan nama “Kabalan” pada pelantingan batu. Lagipula
lempeng 3.B. dan 4.A. sebagai adalah sawah Pamintihan
berikut: yang dikelilingi daerah
3b…Adapun batas-batasnya Kabalan; sebidang sebesar 5
daerah perdikan Pamintihan pelantingan batu dikelilingi
adalah sebagai berikut; oleh pohon sirajang; sebidang
Di sebelah timur tanah itu sebesar 8 pelantingan batu
berwatasan dengan dikelilingi oleh pohon sarang;
Pelangpuncu; disebelah sebidang sebesar sekali
tenggara dengan Gigidah; pelantingan batu dikelilingi
disebelah selatan dengan oleh pohon serut; sebidang
Dampak; disebelah barat sebesar 3 pelantingan batu
dengan Gempol; disebelah dikelilingi dikelilingi oleh
barat laut dengan Gempol dan batang sirih; sebidang sebesar
Babanger; diseluruh daerah sekali pelantingan batu
antara utara dan timur dengan dikelilingi oleh jalan dan
Kabalan; dari sana menuju ke sebidang sebesar 3 pelantinan
arah timur sampai ke timur laut batu dikelilingi oleh pagar
juga berwatasan dengan kemuning. Jumlahnya sawah-
sawah yang dibatasi pohon situ. Lalu dia bertemu dengan
kayu dikelilingi tanah Kabalan Ken Angrok di tempat istirahat.
adalah 8 bidang, sebesar 18 Kata Ken Angrok pada Mpu
pelantingan batu. Demikianlah Palot, “Aduh, hendak kemana,
besar luasnya sawah-sawah tuan?” Sang mpu menjawab,
yang masuk bagian “Aku baru datang dari Kabalon
Pamintihan dikelilingi tanah dan ingin pulang ke
Pelangpuncu dan Kabalan. Turyântapada. Takut aku
segala tanah itu semuanya sebab di jalan ada orang jahat
akan dipergunakan untuk bernama Ki Angrok.” Ken
Pemintihan tanpa dicampuri Angrok tersenyum, lalu
orang-orang lain; untuk katanya, “Tuan, anakmu ini
pengganti; adalah pula yang akan mengantarmu
sebidang tanah Palangpuncu pulang. Cucumu ini nanti yang
dikelilingi lingkaran daerah akan menghadapi jika bertemu
Pamintihan yang di pihak barat dengan orang yang bernama
dibatasi oleh pohon kayu, Ken Angrok. Pulang saja ke
sebesar tiga pelantingan batu; Turyântapada dan jangan
tanah ini dipergunakan untuk merasa kawatir!” Mendengar
Pelangpuncu (Yamin, kesanggupan Ken Angrok,
1962:218-219). Mpu Turyântapada merasa
Selanjutnya dalam berhutang budi. Sesampainya
Pararaton, nama Kabalan disebut di Turyântapada, Ken Angrok
dengan nama “Kabalon”, yaitu dijar pengetahuan tentang
sebuah desa tempat para pandai emas. Ken Angrok
emas berada. Disini diceritakan mnguasainya dan tidak ada
bahwa Ken Angrok sempat singgah yang dapat mengimbangi
dan belajar membuat emas di desa kepandaiannya. Ken Angrok
ini walau sempat saling bersitegang diangkat anak oleh Mpu Palot.
antara tetua desa dengan Ken Turyântapada kini bernama
Angrok pada awalnya. Berikut Desa Bapa oleh sebab Ken
kutipannya kisahnya: Angrok telah mengaku bapak
… Ada seorang kepala kepada Mpu Palot. Karena
desa Turyântapada yabng merasa kurang pengetahuan,
sedang pulang ke Kabalon. Mpu Palot menyuruh Ken
Namanya Mpu Palot, seorang Angrok pergi ke Kabalon untuk
pengrajin emas dan berguru menimba pengetahuan pada
pada buyut Kabalon yang Buyut Kabalon agar dapat
ilmunya tentang emas sudah mnyelesaikan bahan yang
sempurna. Pada sore hari Mpu sudah ada tetapi tidak dapat
Palot pulang dari Kabalon dikerjakan oleh Mpu Palot.
dengan membawa bahan Ken Angrok berangkat ke
seberat lima tahil, beristirahat Kabalon, tetapi tidak dipercaya
di Lulumbang. Dia takut oleh penduduk Kabalon. Maka
pulang sendiri ke marahlah Ken Angrok:
Turyântapada sebab ada “Semoga ada lubang di tempat
orang yang kabarnya senang orang yang sedang
merampok di jalan. Ken bersemedi”. Tiba-tiba muncul
Angrok namnya. Mpu Palot pemimpin pertapaan. Ken
tidak tahu orang yang ada di Angrok menusuk, lalu

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
mengungsi pada Buyut dengan sebaran situs-situs pada
Kabalon. Lalu dipanggillah desa/kelurahan disekitarnya, seperti
seluruh penghuni di Kabalon: sebaran fragmen batu, bata merah,
para guru dan resi sampai umpak dan lingga di Kampung
pada cantrik. Semuanya Ngadipuro Lor, Kelurahan
keluar membawa senjata Madyopuro, Kecamatan
untuk memburu Ken Angrok Kedungkandang, Kota Malang.
dan hendak memukulinya. Kemudian terdapat juga
Para pertapa seolah-olah ingin temuan lingga patok atau lingga
membunuh Ken Angrok. Tiba- semu yang masih in situ (di lokasi)
tiba terdengar suara dari di daerah Dusun Kebalon, Kelurahan
angkasa, “Jangan kalian Cemorokandang, Kecamatan
bunuh oranbg itu, hei pertapa. Kedungkandang, Kota Malang. Lalu,
Anak itu adalah anakku dan sekitar timur Dusun Sekaran,
dia mempunyai pekerjaan tepatnya di wilayah Dusun
besar di dunia ini.” Bonangan Kidul, Desa Kedungrejo,
Demikianlah suara dari Kecamatan Pakis, Kabupaten
angkasa yang terdengar oleh Malang, juga terdapat kekunaan
para pertapa. Ken Angrok berupa bekas bangunan suci yang
ditolong dan bangun seperti dijadikan punden desa, dengan
sedia kala. Dia mengucapkan artefak berupa fragmen kaki arca
sumpah. Katanya, “Tidak aka ganesha dan dewa (Śiwa/Durga?),
nada pertapa di timur Kawi batu umpak dan sebaran bata merah
yang tidak sempurna kuno berukuran besar. Dan yang
pengetahannya tentang menarik di desa tetangganya yaitu
emas.” Ken Angrok pergi dari Desa Kedungrejo, tepatnya di
Kabalon ke Turyântapada, ke “Dusun Kedungboto”, menurut
kepala Desa Bapa. keterangan penduduk terdapat
Pengetahuannya tentang tumpukan bata merah berukuran
emas sudah sempurna … besar berada di dekat “kedung”
(Kasdi, 2008:85 dan dekat DAS Amprong, yang kini
Kriswanto, 2009:31-33). dijadikan punden desa. Kesemua
situs-situs ini menjalin sebuah
DISKUSI DAN PEMBAHASAN simpul bahwa wilayah ini dahulu
Melihat paparan data di atas merupakan satu kesatuan wilayah
dapat dikatakan bahwa, temuan pemukiman kuno yang sudah maju
bata merah, arung, uang kepeng, sejak zaman Hindu-Buddha.
fragmen kramik, fragmen batu Seperti yang sudah
pipisan, batu lumpang, fosil tulang dijelaskan sebelumnya, bahwa
binatang, benda-benda yang terbuat daerah dekat temuan, terdapat
dari emas, perunggu dan kuningan sebuah dusun yang bernama
serta diperkuat cerita lisan bahwa “Kebalon”, di Kelurahan
dahulu di situs ini terdapat beberapa Cemorokandang. Diduga kuat
arca pada Situs Sekaran, Dusun wilayah inilah yang disebut dengan
Sekaran, Desa Sekarpuro, nama “Kabalan” atau “Kebalon”
Kecamatan Pakis, Kabupaten dalam beberapa prasasti dan
Malang, merupakan sebuah susastra kuno. Semula Profesor S.
“kompleks pemukiman kuno”, Wojowasito (1978:15-16)
setidaknya sejak zaman Hindu- berpendapat letak Kabalon itu
Buddha. Hal ini diperkuat juga adalah di Kampung Kebalen
(Kelurahan Jodipan, Kecamatan salah satu contoh, dimana masjid itu
Blimbing, Kota Malang), dengan didirikan di atas bekas candi (Tim
alasan bahwa tempat tersebut Hari Jadi Kabupaten Malang,
merupakan tempat “panepen” sesuai 1984:72-73).
dengan berita di Pararaton, karena Kemudian tidak jauh dari
dekat tempat tersebut di tepi Sungai Dusun Kebalon juga, tepatnya di
Brantas, di kuburan Tionghoa Kelurahan Buring, Kecamatan
sekarang (kini pemakaman umum Kedungkandnag, Kota Malang,
Kuthobedah), terdapat gua kecil, pernah ditemukan juga dua buah
berbentuk persegi buatan manusia, artefak “tugu pal”, yang kini disimpan
yang digunakan orang untuk di Museum Mpu Purwa Kota Malang.
bersemedi. Sekarangpun oleh Tugu batu itu berukuran: Tinggi: 98
beberapa aliran kebatinan masih Cm, Panjang: 34 Cm dan Lebar:
digunakan sebagai tempat menyepi. 33,5 Cm, dengan nomor inventaris
Namun para ahli lebih cenderung 127/Kota Malang. Sedangkan tugu
dan sepakat menempatkan daerah yang kedua berukuran: Tinggi: 46
“Kabalan” itu dengan Dusun Kebalon Cm dan Jari-Jari: 33,5 Cm, dengan
di Kelurahan Cemorokandang yang nomor inventaris 128/Kota Malang.
hanya sekitar 1 km dari Desa Kedua batu ini belum data diketahui
Sekarpuro (Tim hari Jadi Kabupaten secara pasti fungsinya. Apabila tugu
Malang, 1984:73 dan Cahyono, ini ditemukan di tepi sungai, seperti
2013:153). yang terdapat di daerah jombang
Bahkan tidak jauh dari Dusun dekat aliran Sungai Brantas,
Kebalon terdapat kompleks makam fungsinya jelas sebagai tiang
yang disakralkan yaitu “Kompleks penambat perahu. Namun, benda ini
Makam Ki Ageng Gribig” beserta ditemukan di daerah Buring yang
para Bupati Malang dan pejabat- jauh dari sungai, ataukah mnemang
pejabat dari Malang maupun luar batu tugu tersebut merupakan
Malang, yang letaknya di Dusun barang pindahan. Apabila berasal
Gribig Sentana, Kelurahan dari tempat tersebut (Buring), maka
Madyopuro, Kecamatan dugaan lain berfungsi sebagai tugu
Kedungkandang, Kota Malang batas wilayah (Suwardono,
(letaknya hanya ± 1 Km dari Dusun 2011:71).
Sekaran). Di Makam Gribig ini Kemudian, yang menarik dan
terdapat bekas-bekas benda sangat perlu mendapat perhatian
purbakala berupa batu bata yang dan “kajian toponimi” disini adalah
terserak di sela-sela makam di situ. nama-nama daerah tempat situs-
Nampaknya, di tempat makam para situs ini berada. Jika kita amati peta
Bupati Malang dahulu, pernah berdiri Karesidenan Pasuruan tahun 1874-
tempat bangunan bersejarah, yang 1880 pada lembar lembar ke-1, kita
perlu diselidiki. Penunjukan tempat tidak mendapatkan nama-nama
itu sebagai makam, kiranya bukan seperti Lesanpuro, Madyopuro dan
secara kebetulan, sebab banyak juga Sekarpuro, tempat Situs
contoh bangunan suci yang Sekaran berada. Alih-alih jika kita
sekarang didirikan di atas bangunan cermati nama Kelurahan Lesanpuro
yang bersejarah dari masa lampau. itu dahulu adalah “Tegaron”9,
Tempat semcam itu dianggap suci,
sehingga tidak perlu mencari tempat 9
Lutfi (2003:34&38) menduga Tegaron adalah
lain untuk membangun makam di wanua sekaligus watak yang dahulu bernama
“Tugaran” yang disebut dalam Prasasti Turyyan
tempat lain. Masjid Kudus adalah (851 Saka/929 M). Kini Tegaron bersatus
kampung dalam Kelurahan Lesanpuro. Dahulu di

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
Kelurahan Madyopuro itu bernama pen) yang berarti “indah atau molek”.
“Ngadipuro Tengah” dan Desa Sementara, S. Wojowasito
Sekarpuro bernama “Ngadipuro Lor” (1977:05), mengartikan kata “Adi”,
(kini kesemuanya menjadi nama dengan pengertian permulaan,
dusun atau kampung). Jika kita pertama-tama, terutama dan nomor
bertanya pada para sesepuh di satu. Sedangkan kata “Pura”,
daerah-daerah dan juga daerah menurut Zoetmulder dan Robson
sekitar/tetangganya, maka mereka (2006:882), berasal dari Bahasa
semua sepakat bahwa nama Sanskerta, yang berarti benteng,
desa/kelurahan yang mereka pakai istana, kota, keraton, tempat tinggal
saat ini adalah nama yang baru. raja, ibu kota dan kerajaan.
Uniknya, nama-nama itu kita jumpai Jadi, dari berbagai
dalam “dunia pewayangan”. Kita pengertian tersebut dapat
akan ambil contoh nama-nama disimpulkan bahwa toponimi
sebagai berikut: a) Sawojajar “Adipura” memiliki pengertian
sebagai nama kelurahan diambil dari “benteng dan istana yang indah dan
nama tempat (kesatrian) Nakula dan utama”. Toponimi tersebut juga
Sadewa, b) Lesanpuro sebagai semakin membenarkan bahwa
nama kelurahan diambil dari nama daerah ini memang tempat Kerajaan
tempat (kesatrian) Setyaki; c) Vassal Majapahit yang bernama
Ngawonggo sebagai nama desa “Kabalan” seperti yang sudah
diambil dari nama tempat (keraton) disebut dalam naskah kuno dan
Prabu Karna; d) Mondoroko sebagai prasasti. Baru pada masa berikutnya
nama dusun diambil dari nama nama dari Ngadipuro Lor diciutkan
tempat (negeri) Dewi Madrim; e) menjadi nama dusun dan desanya
Saptorenggo sebagai nama desa menjadi “Desa Sekarpuro”. Begitu
diambil dari nama tempat (pertapan) juga dengan nama dari Ngadipuro
Begawan Palasara dan Abiasa Tengah yang disempitkan menjadi
(Kakek para Pandawa Lima dan nama dusun/kampung dan desanya
Kurawa), begitu juga dengan nama menjadi “Kelurahan Madyopuro”.
Nusantoro, Sekarpuro, Tasikmadu, Menurut Suwardono dan Rosmiayah
dll, diambil dari nama tempat (1997:16) apabila diperhatikan
pewayangan dan legenda. dengan seksama, nama Madyopuro
Di atas dapat kita simpulkan berarti “kota tengah”. Barangkali
bahwa nama Desa Sekarpuro dan dahulu di sana pernah dijadikan
Kelurahan Madyopuro pada awalnya pusat pemerintahan. Bukti yang
adalah “Ngadipuro” dengan mendukung lagi, adalah menurut
tambahan arah mata angina dan kini cerita rakyat Malang. Pasar Besar
yang menjadi pertanyaan adalah Malang yang asli adalah pasar
apa arti nama dari “Ngadipuro” dan Kedungkandang sekarang. Baru
mengapa diberi nama demikian? tahun 1901 dipindahkan ke arah
Pertama-tama harus kita pahami barat yaitu pasar besar yang
bahwa “Ngadipuro” berasal dari kata sekarang ini.
“Adipura (Adi + Pura)”, yang Tinggalan arkeologis dan
mendapat bunyi sengau (ng) dalam juga toponimi-toponimi daerah-
pelafalannya. Menurut, S. daerah sekitar bahwa Ngadipuro
Prawirotmojo (1988:03) “Adi” berasal dahulu adalah pusat pemerintahan
dari Bahasa Kawi (atau Jawa Kuna, setidaknya sejak Majapahit juga
menguatkan hal tersebut. Misalnya,
kampung ini terdapat sejumlah temuan arkeologis
yang sayang sekali saat ini telah banyak yang toponimi toponimi “Desa
raib.
Sumberkradenan”, yang berasal dari dikarenakan terdapat kedung atau
kata “Sumber + Ka-Raden-An”, pusaran air atau lubuk (cekungan) di
sumber memiliki pengertian “mata sungai, yang di dekatnya terdapat
air” (Prawiroatmojo, 1981:216), banyak kekunaan berupa batu bata
kemudian “Kradenan” yang berasal merah brukuran besar. Semua
dari kata “Raden” yang berarti gelar toponimi di atas menggambarkan
bangsawan keturunan raja-raja bahwa wilayah Pakis dan sekitarnya
(Prawiroatmojo, 1981:216), berarti pada zaman dahulu telah terdapat
memiliki pengertian “wilayah tempat suatu kegiatan sosio-kultural yang
tinggal para bangsawan maju dan hal ini membuktikan
(Kradenan)”, jadi dua kata dalam bahwa Situs Sekaran tidak berdiri
nama desa tersebut dapat kita sendiri sebaran situs-situs
simpulkan, berarti “wilayah tempat disekitarnya, berita dari prasasti dan
tinggal para bangsawan (Kradenan) naskah kuno memberikan kita
yang terdapat sumber mata airnya informasi bahwa wilayah Situs
(Sumber)”. Sekaran sampai dengan desa-desa
Dalam catatan SEKWILDA yang telah disebutkan diatas
(t.t.:293), Desa Sumberkradenan merupakan satu kesatuan wilayah
memiliki 3 buah dusun, yakni: a) kuno yang membentang setidaknya
Dusun Jebuk; b) Dusun Bonangan dari abad ke VIII-XV M bahkan lebih.
dan juga c) Dusun Premban. [peta]
Toponimi-toponimi dusun, toponimi KESIMPULAN
“Jebuk”, memiliki pngertian ramuan Situs Sekaran dapat
kecantikan tradisional campuran dari disimpulkan adalah suatu kompleks
bahan tepung beras dan bahan- pemukiman kuno masa Hindu-
bahan alami, terutama dari pinang Buddha. Situs ini berdasarkan kajian
muda. Kemudian “Premban” berasal di atas berkaitan erat dengan
dari kata “Pa + remban”, remban wanua Kabalan/Kabalon yang mana
memiliki arti “sembuh”, jadi wanua ini pada masa Majapahit naik
Paremban atau Premban adalah satus menjadi negara vassal
“tempat pengobatan ata Majapahit. Toponimi “pura” yang
penyembuhan”. Dan terakhir adalah melekat pada nama desa tempat
“Bonangan (Bonang + an)”, Bonang situs ini berada (dan juga kelurahan
adalah alat musik sejenish gong tetangganya) memperkuat bahwa
atau kenong, berarti Bonangan bisa pada sekitar wilayah ini lah
diartikan “tempat pembuat atau kompleks keraton Nagari Kabalan
penabuh alat musik bonang” bahkan masa Majapahit. Dukungan
tidak menutup kemungkinan bahwa toponimi, tinggalan arkeologis dan
dahulu disini terdapat tinggalan juga informasi cerita rakyat
arkeologis berupa “Watu Kenong memperkuat hal itu. Sehingga, situs
atau Watu Gong” yang merupakan ini memperkuat dugaan keberadaan
umpak batu berbentuk gong guna wanua kuno Kabalan yang disebut
menyangga sebuah bangunan. Lalu, dalam sumber prasasti dan juga
yang terakhir tak jauh dari Desa naskah kuno dari abad ke VIII-XV M.
Sumberkradenan, terdapat Dusun
Kedungboto, Desa Kedungrejo, SARAN/REKOMENDASI
Kecamatan Pakis, Kabupaten Diharapkan pihak
Malang. Pemerintah Derah (PEMDA)
Dusun tersebut dinamakan, Kabupaten Malang pro-aktif untuk
“Kedungboto (Kedung + Bata)”, segera melindungi dan

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
mengkonservasi keberadaan Budaya (BPCB Trowulan) Jawa
daripada situs ini. Mengingat, boleh Timur, Jurusan Sejarah Fakultas
dikatakan situs ini merupakan Ilmu Sosial (FIS) dan Museum
harapan terakhir guna merekontruksi Pembelajaran Universitas Negeri
keberadaan wilayah Kabalan pada Malang, Dinas Pariwisata dan
masa lampau. Saat ini wilayah Situs Kebudayaan (DISPARBUD)
Sekaran berada pada wewenang Kabupaten Malang, Ikatan Ahli
pihak PT Jasamarga Pandaan- Arkeologi (IAAI) KOMDA Jawa
Malang dan juga pihak pemerintah Timur, Kecamatan Pakis dan Desa
pusat (mengingat proyek jalan tol ini Sekarpuro Kabupaten Malang,
merupakan proyek skala nasional), POLSEK dan KORAMIL Kecamatan
namun dalam koordinasinya pihak Pakis Kabupaten Malang, PT
Jasamarga dan pemerintah pusat Jasamarga Pandaan-Malang,
cukup kooperatif dalam Komunitas Jelajah Jejak Malang
menyelamatkan situs ini. Dukungan (JJM), barisan Mbah Sinto (BMS)
penyelamatan situs ini juga mengalir dan Pandu Pusaka, tanpa
dari pihak kecamatan dan desa, dukunganb dari pihak-pihak tersebut
pihak keamanan, pihak akademisi mustahil penelitian ini dapat segera
dan institusi pendidikan dan jga dirampungkan.
komunitas penggiat sejarah dan
bhudaya setempat. Jika
penyelamatan dan penetapan situs
un tuk dilindungi berhasil,
diharapkan kedepan proses
eskavasi dan kajian akademis yang
mendalam terkait keberadaan situs
ini bisa kembali dilakukan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih kami
haturkan kepada beberapa pihak
antara lain: Balai Pelestarian Cagar

DAFTAR PUSTAKA

Ardiwijaya, R., Utomo, B.B., & Rangkuti, N. 2013. Pengembangan Pariwisata


Warisan Budaya: Palembang dari Wanua Sriwijaya menuju Destinasi
Wisata. Yogyakarta: Kepel Press.

Cahyono, M.D. (2013). Wanwacarita Kesejarahan Desa-Desa Kuno di Kota


Malang. Malang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota
Malang.

Darini, R. (2013). Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddha.


Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Djafar, H. (2009). Masa Akhir Majapahit: Girīndrawarddhana & Masalahnya.


Depok: Komunitas Bambu.
Hardiati, E.S., Djafar H., Soeroso, Ferdinandus, P.E.J., & Nastiti, T.S. (2010).
Zaman Kuno. Dalam Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai
Pustaka.

Lutfi, I. 2003. Desa-Desa Kuno di Malang Periode Abad ke-9-10 Masehi dalam
Jurnal
Sejarah: Kajian Sejarah dan Pengajarannya, Tahun Kesembilan No.1,
Februari 2003. Hal. 28-40. Malang: Fakultas Ilmu Sosial UM.

Kasdi, A. (1996). Mengenal Sumber Sejarah I: Negara Kertagama Sebagai


Sumber Sejarah (Edisi Revisi). Surabaya: University Press IKIP
Surabaya.

_____________. (2008). Serat Pararaton, Kajian Historis sebagai Sastra


Sejarah. Surabaya: Unesa University Press.

Kriswanto, A. (2009). Pararaton Alih Aksara dan Terjemahan. Jakarta:


Wedatama Widya Sastra.

Magetsari, N. 1995. Manfaat Arkeologi sebagai Identitas: sebagai Permasalahan


Metodologis. Dalam H. Santiko, R.F Nurlambang, & A.A Munandar
(Eds.), Kirana: Persembahan untuk Prof. Dr. Haryati Soebadio. Hal.1-
9. Jakarta: Intermasa.

Malang Post. (2019). “Harta Karun Ditemukan di Tol Mapan: Ada Struktur Bata
Kuno, Diduga Peninggalan Majapahit”. Dalam Malang Post, Edisi
Rabu, 6 Maret 2019. Hal 01&07. Malang: Harian Pagi Malang Post.

Mimin, A.Y. (2015). “Perancangan Museum Agro-History Surowono Kabupaten


Kediri Tema: Historicism”. (Tugas Akhir). Malang: Jurusan Teknik
Arsitektur Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maliki Malang.

Muljana, S. (2006). Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Yogyakarta: LKiS.

Munandar, A. A. (1990). Kegiatan Keagamaan di Pawitra: Gunung Suci di Jawa


Timur Abad ke-14-15. (Tesis). Depok: Fakultas Ilmu Budaya, UI

Notosusanto, N. (1971). Norma-Norma Dasar Penelitian dan Penulisan Sejarah.


(Seri Text-Book Sedjarah ABRI). Jakarta: Departemen Pertahanan-
Keamanan Pusat Sedjarah ABRI.

Poerbatjaraka, R.M.Ng., dan Hadidjaja, T. (1952). Kepustakaan Djawa. Jakarta:


Penerbit Djambatan.

Prawiroatmojo, S. (1981). Bausastra Jawa-Indonesia Jilid II. Jakarta: P.T.


Gunung Agung.

______________. (1988). Bausastra Jawa-Indonesia Jilid I. Jakarta: C.V. Haji


Masagung.

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
Raharjo, S., Munandar, A.R., dan Zuhdi, S. (1998). Sejarah Kebudayaan Bali:
Kajian Perkembangan dan Dampak Pariwisata. Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah
dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.

Riana, I. K. (2009). Kakawin Dēśa Warṇnana Uthawi Nāgara Kṛtāgama Masa


Keemasan Majapahit. Jakarta: PT Gramedia.

Sekwilda. (Tanpa Tahun). Nama-Nama Dusun dalam Desa di Jawa Timur.


Surabaya: Biro Pemerintahan Desa Sekretariat Wilayah / Daerah
Tingkat I Jawa Timur.

Sidomulyo, H. (2007). Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapañca. Diterbitkan Atas


Kerjasama Wedatama Widya Sastra dengan Yayasan Nandiswara
Jurusan Pendidikan Sejarah FIS UNESSA. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra.

Suhadi, M., dan Kartakusuma, R. (1996). Berita Penelitian Arkeologi No. 47:
Laporan Penelitian Epigrafi di Wilayah Jawa Timur. Jakarta: Proyek
Penelitian Arkeologi Jakarta/Pusat Penelitian Arkeologi
Nasional/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sunyoto, A. (2000). Petunjuk Wisata Sejarah Kabupaten Malang. Malang:


Lingkaran Studi Kebudayaan Malang.

Sukendar, H., Simanjutak, T., Eriawati, Y., Suhadi, M., Prasetyo, B.,
Harkantiningsih, N., & Handini, R. 1999. Metode Penelitian Arkeologi.
Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Suprapta, B. (2015). Makna Gubahan Ruang Situs-Situs Hindu-Buddha Masa


Siŋhasari Abad XII-XIII Masehi di Saujana Dataran Tinggi Malang dan
Sekitarnya. (Disertasi). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya, UGM.

Suryani NS, E. (2012). Filologi. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Suwardono dan Rosmiayah, S. (1997). Monografi Sejarah Kota Malang. Malang:


C.V. Sigma Media.

Suwardono. (2004). Upacara Adat Bersih Desa di Kelurahan Dinoyo Kecamatan


Lowokwaru Kota Malang dalam Perspektif Sejarah dan Nilai Tradisi.
Malang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kota Malang.

_________. (2005). Mutiara Budaya Polowijen Dalam Makna Kajian Sejarah,


Cerita Rakyat, dan Nilai Tradisi. Malang: Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Pemerintah Kota Malang.

_________. (2011). Kepurbakalaan di Kota Malang Koleksi Prasasti dan Arca.


Malang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kota Malang.
_________. (2013). Tinjauan Ulang Prasasti Dinoyo II Tahun 820 Śaka. (Online).
Diakses dari www.hurahura.wordpress.com, 08/03/2019:10:00 WIB.

Utami, A.T. (1993). Prasasti Pamotoh (Telaah Isi dan Tinjauan Hak-Hak
Istimewa). (Skripsi). Yogyakarta: Fakultas Sastra Jurusan Arkeologi,
UGM.

Tim Hari Jadi Kabupaten Malang. (1984). Dari Pura Kāñjuruhan Menuju
Kabupaten Malang (Tinjauan Hari Jadi Kabupaten Malang). Malang:
Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Malang.

Topographische kaart der afdeelingen Pasoeroean, Bangil en Malang van de


residentie Pasoeroean: opgenomen ingevolge Gouvernements Besluit
van den 6 den Juli no. 8 in de jaren 1874-1880 / in steendruk gebracht
op de schaal van 1:100.000 aan de Topographische Inrichting te 's-
Gravenhage. (1911). 's-Gravenhage: Topographische Inrichting.

Trigangga, Wardhani, F., dan Retno W, D., (2015). Prasasti & Raja-Raja
Nusantara. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Museum Nasional Indonesia.

Wojowasito, S. (1957). Sedjarah Kebudajaan Indonesia II. Jakarta-Yogyakarta:


Penerbit Kalimosodo.

____________. (1977). Kamus Kawi-Indonesia. Malang: C.V. Pengarang.

____________. (1978). “Asal Mula dan Sejarah Kota Malang”. Dalam Buku 64
Tahun Kota Malang: Kota Pendidikan. Industri dan Pariwisata (1 April
1978). Hal. 09-17. Malang: Pemerintah Kotamadya Derah Tingkat II
Malang.

Yamin, H.M. (1962). Tatanegara Madjapahit Sapta-Parwa, Parwa II. Jakarta:


Jajasan Prapantja.

Zoetmulder, P.J., dan Robson, S.O. (2006). Kamus Jawa Kuna Indonesia. (Ed.
Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Biodata Penulis

(Ahmad Sirojul Munir, S. Hum)

Lahir di Jember, pada 21 April 1993, Ahmad Sirojul Munir kini telah menjadi salah
satu Guru Sejarah di SMA Islam Sabilurrosyad Malang. Mendapatkan gelar
Sarjana dari Universitas Negeri Malang pada Desember 2018. Saat ini, aktif
melakukan penelitian dalam bidang kajian Sejarah Indonesia Kuno bersama
Komunitas Pandu Pusaka dan Jelajah Jejak Malang. Dalam perjalanan kariernya
baru menghasilkan karya ilmiah yang berjudul: Pertimbangan Perluasan Wilayah
Kekuasaan Dyah Balitung di Jawa bagian timur 820-832 Saka (2018).

Situs Sekaran: Sebuah Dugaan Korelasi


Dengan Wilayah Kuno “Kabalan” Masa Mataram Kuno-Majapahit
(Ahmad Sirojul Munir, Devan Firmansyah, Ismail Lutfi)
(Devan Firmansyah, S. Pd)

Lahir di Kota Malang, pada 29 November 1991, Devan Firmansyah kini telah
menjadi salah satu Guru Sejarah di SMKN 4 Kota Malang. Mendapatkan gelar
Sarjana dari Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Budi Utomo Malang pada
2017. Saat ini, aktif melakukan penelitian dalam bidang kajian Sejarah Indonesia
Kuno bersama Komunitas Jelajah Jejak Malang. Dalam perjalanan kariernya
sudah menghasilkan beberapa karya ilmiah diantaranya: Menguak Kisah Fabel
Candi Jago (2017) WR Tsani Media, Kelurahan Samaan Dalam Lintasan Sejarah
Malang (Tinjauan Sosio Kultural Historis). (2018). Penerbit Kantor Kelurahan
Samaan Kota Malang, Sejarah Singkat Kecamatan Singosari dan Mengenal
Tinggalan Kesejarahannya (Dari Masa Prasejarah sampai Masa Kemerdekaan).
(2018). Penerbit Intelegensia Media dan Dinas Pariwisata Kabupaten Malang.

(Drs. Ismail Lutfi, MA)

Lahir di Klaten, pada 31 Juni 1964, Ismail Lutfi kini menjadi salah satu Dosen
Tetap di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.
Mendapatkan gelar Sarjana dari Universitas Gadjah Mada pada 1991, dan gelar
Pasca Sarjana dari Universitas Gadjah Mada pada 2015. Saat ini, Beliau
menjabat sebagai Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Komda Jatim periode 2017-2022
dan aktif penelitian dalam bidang kajian Arkeologi. Dalam perjalanan kariernya
sudah menghasilkan beberapa karya ilmiah diantaranya : Rekontruksi
Keberadaan Pola Dendritik Aspek Kewilayahan Struktur Ekonomi Jawa Kuna
Abad X: Studi Distribusi Artefak Prasasti (2001), Perkebunan tebu rakyat di
Jombang 1975-2001 (2001), Analisis teks prasasti pendek beraksara Nagari dari
Candi Jago (2002), Pemetaan profil wisata budaya Kabupaten Malang (2002),
Desa-Desa Kuno di Malang periode abad ke 9-10 Masehi (2003), Semiotika
Prasasti, dan Epigrafi Kawasan Cagar Budaya Penanggungan (2015).

You might also like