Professional Documents
Culture Documents
Tingkat Kesiapan (Readiness) Implementasi E-Learning Di Sekolah Menengah Atas Kota Yogyakarta
Tingkat Kesiapan (Readiness) Implementasi E-Learning Di Sekolah Menengah Atas Kota Yogyakarta
E-mail : nurhadiw@gmail.com
Abstrak
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui tingkat kesiapan sekolah dan mengungkap faktor atau
area mana yang masih lemah dan memerlukan perbaikan dan area mana yang sudah dianggap berhasil atau
kuat dalam mendukung penerapan e-learning dalam proses pembelajaran. Model yang digunakan adalah
menggunakan model ELR Chapnick yang menggunakan delapan faktor readiness untuk mengukur ELR,
yaitu psychological readiness, sociological readiness, environmental readiness, human resource readiness,
financial readiness, technological skill (aptitude) readiness, equipment readiness, dan content readiness.
Model Chapnick akan memberikan hasil berupa skor yang dapat menentukan peringkat kesiapan e-learning
suatu sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa e-learning readiness SMA Kota Yogyakarta
mempunyai skor 103,76. Skor ini menurut model Chapnick masuk dalam kategori cukup siap. Kategori
yang mempunyai skor e-learning readiness yang tinggi adalah kategori sociological readiness.
Berdasarkan model Chapnick, skor ELR yang masuk dalam kategori siap adalah sociological readiness,
enviromental readiness, human resource readiness, technological readiness, dan content readiness.
Abstract
The purpose of the study is to find out the level of school readiness as well as to uncover the factors
or areas which they are weak and need improvement and which areas have been considered successful or
powerful in supporting the implementation of e-learning in the learning process. The used model was ELR
Chapnick model that uses eight factors of readiness to measure ELR, namely psychological readiness,
sociological readiness, environmental readiness, human resource readiness, readiness financial,
technological skills (aptitude) readiness, readiness equipment and content readiness. Chapnick model will
give results in the form of a score which can determine the rank of the e-learning readiness of a school.
The results showed that the e-learning readiness in Yogyakarta high school has a score of 103.76.
According to Chapnick model, this score is belongs to a quite ready category. Categories that have high
scores of e-learning readiness is sociological readiness category. Based on the Chapnick model, ELR
scores that belong to the ready category is sociological readiness, environmental readiness, human
resource readiness, technological readiness and content readiness.
belajar secara elektronik menggunakan kom- rapkan e-learning dalam proses pembelajaran
puter dan media berbasis komputer. berdasarkan skor ELR Model Chapnick dan
Berdasarkan skor tingkat kesiapan dari secara sociological sudah siap untuk mene-
delapan kategori E-learning Readiness (ELR) rapkan e-learning dalam proses pembelajaran
Model Chapnick, diperoleh skor total E-learn- atau menunjukkan bahwa aspek interpersonal
ing Readiness untuk SMP-SMP di Kota Yog- lingkungan SMP di Kota Yogyakarta, dimana
yakarta sebesar 114,87 (Nur Hadi, 2010). De- program akan diimplementasikan, sudah sa-
ngan kata lain, SMP-SMP di Kota Yogyakarta ngat siap (Nur Hadi, 2010).
secara keseluruhan cukup siap untuk mene-
A
50.00%
Total 40.00% B
30.00%
20.00%
H 10.00% C
0.00%
G D
F E
Total Capaian Skor ELR
Grafik 1. Capaian Skor ELR SMP Kota Yogyakarta Secara Keseluruhan
Tujuan penelitian ini adalah (1) menge- dan area mana sudah dianggap berhasil atau
tahui tingkat kesiapan (e-readiness) untuk pe- kuat dalam mendukung penerapan e-learning
nerapan e-learning dalam proses pembelajaran dalam proses pembelajaran.
di Sekolah Menengah Atas di Kota Yogyakarta Agar penerapan e-learning dalam proses
dan (2) mengungkap faktor atau area mana pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan
yang masih lemah dan memerlukan perbaikan sukses, perlu dilakukan evaluasi untuk menge-
Tingkat Kesiapan (Readiness).... (Nur Hadi&Nur Insani) 119
tahui tingkat kesiapan sekolah untuk pene- dan IMS. SCORM memungkinkan pengem-
rapan e-learning dalam proses pembelajaran di bang dan penyedia konten e-learning lebih
sekolah. konsisten dan mudah dalam implementasi
Evaluasi digunakan untuk memotret karena sifat SCORM yang reusable. Standar
profil dan kapasitas TI di sekolah tersebut dan SCORM berkembang dari versi SCORM 1.0,
mengevaluasi kecukupannya untuk mencapai SCORM 1.1, SCORM 1.2, SCORM 2004. Saat
tujuan. Dari hasil evaluasi tersebut akan dike- ini sudah banyak Learning Management
tahui tingkat kesiapan sekolah dalam penera- System (LMS) yang mendukung SCORM,
pan e-learning. termasuk di dalamnya adalah a Tutor dan
Komponen utama yang membentuk e- Moodle untuk yang open source, dan intra-
learning menurut R. S. Wahono (2009) adalah Learn untuk produk komersial (R. S. Wahono,
Infrastruktur E-learning dan system dan apli- 2009). SCORM memungkinkan untuk mela-
kasi e-learning. Infrastruktur e-learning dapat kukan impor dan ekspor konten (bahan ajar)
berupa personal computer (PC), jaringan kom- yang sudah dibuat di LMS ke LMS lain dengan
puter, internet dan perlengkapan multimedia, mudah.
termasuk di dalamnya peralatan teleconference Dalam implementasi e-learning, perlu
apabila kita memberikan layanan synchronous diketahui terlebih dahulu e-learing readiness
learning. Sistem dan Aplikasi E-learning (ELR). Borotis & Poulymenakou (Priyanto,
dapat memvirtualisasi proses pembelajaran 2008) mendefinisikan e-learning readiness
konvensional, bagaimana manajemen kelas, (ELR) sebagai kesiapan mental atau fisik suatu
pembuatan materi atau konten, forum diskusi, organisasi untuk suatu pengalaman pembelaja-
sistem penilaian (rapor), sistem ujian online ran. Model ELR dirancang untuk menyeder-
dan segala fitur yang berhubungan dengan hanakan proses dalam memperoleh informasi
manajemen proses pembelajaran. Sistem dasar yang diperlukan dalam mengembangkan
perangkat lunak tersebut sering disebut dengan e-learning.
Learning Management System (LMS). Organisasi Web Forum mengeluarkan
Menurut R. S. Wahono (2009) terdapat laporan Global Information Technology Re-
beberapa organisasi dan konsorsium yang me- port (GITR) yang berisi analisis terkait dengan
ngeluarkan standar dalam dunia e-learning di- kekuatan dan kelemahan TIK di suatu negara
antaranya adalah sebagai berikut. serta evaluasi terhadap perkembangannya
1. Advanced Distributed Learning (ADL) (Yudi Prayudi, 2009). Laporan yang dikeluar-
(http://adlnet.org) kan dalam GITR ini menggunakan parameter
2. Aviation Industry CBT Committee (AIC-C) Networked Readiness Index (NRI) yang
(http://aicc.org) memuat 3 komponen utama sebagai alat ukur,
3. IMS Global Consortium (IMS) (http:// yaitu (1) lingkungan ICT yang tersedia baik
imsproject.org) dalam lingkup negara atau komunitas, (2) ke-
4. IEEE Learning Technology Standards siapan pelaku utama ICT baik secara individu,
Committee (IEEE LTSC) (http://ltsc.ieee. bisnis ataupun pemerintahan, dan (3) penggu-
org) naan ICT di kalangan stakeholder.
Salah satu standar yang diterima banyak Salah satu model evaluasi yang dikenal
pihak adalah yang dikeluarkan ADL, yaitu luas adalah Kirkpatrick Model yang dikemu-
Shareable Content Object Reference Model kakan oleh Donald Kirkpatrick (Yudi Prayudi,
(SCORM). Spesifikasi SCORM mengkom- 2009). Dalam model ini, Kirkpatrick membagi
binasikan elemen-elemen dari spesifikasi evaluasi e-learning dalam empat level yaitu:
standar yang dikeluarkan oleh IEEE, AICC reaction, knowledge, behavior dan result.
120 Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains Tahun I, No. 2, Desember 2013
kasi masalah, membuat komparasi dan evalua- rencana dan pengambilan keputusan di masa
si dan untuk mengetahui apa yang dilakukan yang akan datang. Penelitian dilaksanakan
orang lain dalam menangani masalah atau si- pada Agustus-September 2013 di sebanyak 9
tuasi yang sama untuk kepentingan pembuatan SMA negeri di Kota Yogyakarta.
SDM Metode
Kurangnya Referensi
implementasi E-Learning
Kualitas SDM Kurang
IT Style kurang
Material Manajemen
na ada kebijakan dari kepala sekolah untuk me- oleh Gilbert & Jones (Herman Surjono 2007),
nolak ijin dijadikan lokasi pengambilan data. yaitu: pengiriman materi pembelajaran melalui
Alasan adanya kebijakan tersebut diantaranya suatu media elektronik seperti Internet,
adalah kesibukan dari guru dan kepala sekolah intranet/extranet, satelit, broadcast, audio/
SMA, dalam waktu yang bersamaan pihak video tape, interactive TV, CDROM, dan
sekolah telah menerima banyak usulan peneli- Computer-Based Training (CBT).
tian. Priyanto (2008) menjelaskan bahwa pe-
Hasil E-learning Readiness Score untuk nerapan e-learning melibatkan beberapa aspek
SMA negeri di Kota Yogyakarta disajikan pa- yaitu: (1) infrastruktur teknologi; (2) sumber
da Tabel 2. daya; dan (3) lingkungan. Setiap entitas
memiliki peran yang berbeda tetapi konvergen
Tabel 2. E-learning Readiness Score SMA
untuk menciptakan suatu sistem. Infrastruktur
Negeri di Kota Yogyakarta
No Kategori ELR Skor
teknologi terdiri atas hardware dan software.
1 Psychological 15.81 Hardware meliputi ketersediaan komputer,
2 Sociological 11.44 jaringan intranet, dan koneksi internet.
3 Environmental 16.78 Learning Management System (LMS)
4 Human resource 8.02 merupakan software utama untuk e-learning
5 Financial 7.29 yang dirancang untuk menangani proses
6 Technological skill 12.94 komunikasi antara dosen dan mahasiswa
7 Equipment 15.11
dalam proses pembelajaran. Untuk menangani
8 Content 16.38
infrastruktur teknologi ini diperlukan unit
Total 103.76
khusus (administrator) yang memberi layanan
Pergeseran paradigma sistem pembela- teknis untuk menangani sistem secara
jaran mulai nampak pada proses transfer keseluruhan dan berkelanjutan.
pengetahuan. Proses pembelajaran yang ada Sumber Daya Manusia terdiri dari Guru
sekarang ini cenderung lebih menekankan dan siswa. Guru bertugas untuk menyediakan
pada proses mengajar (teaching), berbasis konten pembelajaran dalam format digital dan
pada isi (content base), bersifat abstrak dan melakukan evaluasi. Siswa bertugas untuk
hanya untuk golongan tertentu (pada proses ini mengakses konten pembelajaran, menger-
pembelajaran cenderung pasif). Seiring per- jakan tugas, dan mengerjakan tes. Lingkungan
kembangan ilmu dan teknologi ICT, proses menurut Psycharis (Priyanto, 2008) yang
pembelajaran mulai bergeser pada proses terdiri atas kepemimpinan dan kultur,
belajar (learning), berbasis pada masalah (case merupakan faktor yang sangat penting dalam
base), bersifat kontekstual dan tidak terbatas kesuksesan e-learning. Di sini peran pemim-
hanya untuk golongan tertentu. Pada proses pin sangat penting dalam menciptakan kultur
pembelajaran seperti ini siswa dituntut untuk yang kondusif dalam imlementasi e-learning,
lebih aktif dengan mengoptimalkan sumber- bukan sebaliknya, kultur menciptakan kepe-
sumber belajar yang ada. mimpinan.
Sampai sekarang masih belum ada stan- Chapnick dan Aydm (Priyanto, 2008)
dart yang baku baik dalam hal definisi maupun memperingatkan bahwa harus berhati-hati da-
implementasi e-learning. Hal ini menjadikan lam proses adopsi e-learning untuk suatu
banyak orang mempunyai konsep yang organisasi. Pada penerapan e-learning diper-
bermacam-macam. E-learning merupakan lukan data prakondisi sebelum program
kependekan dari electronic learning. Salah diterapkan. Tahap analisis bertugas menyiap-
satu definisi umum dari e-learning diberikan kan data prakondisi yang mencakup semua
Tingkat Kesiapan (Readiness).... (Nur Hadi&Nur Insani) 123
aspek yang akan mempengaruhi keberhasilan Tabel 3. Tingkat Kesiapan SMA Negeri Kota
e-learning, diwujudkan dalam dokumen ana- Yogyakarta
lisis kebutuhan. Chapnick (2000) menyatakan No Kategori ELR Skor Keterangan
1 Psychological 15.81 Cukup Siap
bahwa sebelum mengimplementasikan pro-
2 Sociological 11.44 Siap
gram e-learning, organisasi perlu melakukan
3 Environmental 16.78 Siap
analisis kebutuhan dengan memuat dukumen 4 Human resource 8.02 Siap
kebutuhan (requirements document) yang 5 Financial 7.29 Cukup Siap
mencakup: (1) sasaran (sasaran makro organi- 6 Technological skill 12.94 Siap
sasi dan sasaran mikro pembelajaran); (2) skor 7 Equipment 15.11 Cukup Siap
kesiapan e-learning; (3) daftar keuntungan dan 8 Content 16.38 Siap
kendala dalam mengadopsi e-learning; dan (4) Total 103.76 Cukup Siap
daftar kemungkinan konfigurasi e-learning. Human Resource Readiness masuk da-
Dari skor kesiapan e-learning tahap analisis di- lam kategori siap, hal ini berarti pertimbang-
peroleh area mana yang dipandang sudah siap kan ketersediaan dan rancangan sistem duku-
dan area mana yang lemah, data ini digunakan ngan sumber daya manusia sudah memadai.
sebagai base line untuk tahap berikutnya. Tingkat kesiapan Human Resource dapat juga
Berdasarkan hasil konversi skala peni- dilihat dari tingkat pendidikan guru di sekolah
laian ELR Model Chapnick, maka dapat tersebut yang minimal sarjana bahkan banyak
dianalis sebagai berikut. Untuk SMA Negeri juga yang sudah S2, hal ini memberikan
kategori yang mempunyai tingkat kesiapan dukungan untuk tingginya tingkat kesiapan
tinggi adalah kategori sociological readiness, kategori human resource.
enviromental readiness, human resource rea- Model e-learning readiness menjadi
diness, dan technological skill readiness, con- instrumen yang sangat efektif untuk mela-
tent readiness. kukan evaluasi efektifitas strategi organisasi
Berdasarkan hasil konversi skala penila- dalam mengembangan e-learning dan sebagai
ian ELR Model Chapnick (Tabel 3), maka da- dasar evaluasi dari efektifitas program e-
pat dianalis sebagai berikut. learning. Model e-leaning readiness dipan-
1. Berdasarkan skor tingkat kesiapan dari dang tepat sebagai instrumen yang ”meng-
delapan kategori ELR tersebut didapat awal” perjalanan pengembangan e-learning
skor total E-learning Readiness untuk dari tahap analisis sampai pada tahap evalua-
SMA di Kota Yogyakarta sebesar 103,76. si.
Dapat dikatakan bahwa SMA di kota Priyanto (2008) mengemukanan bahwa
Yogyakarta cukup siap untuk implemen- model e-learning readiness dapat digunakan
tasi E-learning. sebagai instrumen evaluasi. Dari hasil evalu-
2. Kategori yang mempunyai tingkat kesia- asi dapat diketahui apakah implementasi e-
pan tinggi adalah kategori sociological learning berhasil atau gagal, dilihat dari
readiness.Hal ini berkaitan dengan faktor adanya peningkatan skor atau tidak. Dari hasil
yang mempertimbangkan aspek interper- evaluasi dapat dideteksi apakah area yang
sonal lingkungan di mana program akan lemah sudah dapat diperbaiki. Hasil evaluasi
diimplementasikan. ini selanjutnya digunakan sebagai recycling
3. Kategori yang mempunyai tingkat kesia- decission untuk proses perbaikan pada perio-
pan cukup adalah Psychological readi- de berikutnya. Model ELR tidak hanya digu-
ness, financial readiness, equipment rea- nakan selama proses pengembangan, atau se-
diness, content readiness. lama periode hibah (misal dua tahun), tetapi
124 Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains Tahun I, No. 2, Desember 2013
sebaiknya digunakan secara terus menerus un- searchdog.com. Diakses tanggal 10 Juli
tuk menjaga keberlangsungan program adopsi 2009.
e-learning. Nur Hadi. 2010. Evaluasi E-Readiness untuk
Berdasarkan analisis dan konversi skor Penerapan E-learning dalam Proses
penilaian ELR tidak ditemukan area atau kate- Pembelajaran Sekolah Menengah Per-
gori yang mempunyai tingkat kesiapan rendah tama di Kota Yogyakarta. Perpustakaan
atau tidak siap. Dari hasil konversi skala peni- MTI UGM. Tesis. Dokumen tidak di-
laian ELR, SMA di kota Yogyakarta dalam pe- publikasikan.
nerapan e-learning dalam proses pembelajaran Priyanto. 2008. Model E-Learning Readiness
minimal memperoleh skala penilaian cukup si- Sebagai Strategi Pengembangan E-
ap. Walaupun tidak ada area yang mempunyai Learning. International Seminar Pro-
skala penilaiannya tidak siap, tetap akan di- ceedings, Information and Communi-
cation Technology (ICT) In Educa-
uraikan rekomendasi bagi sekolah untuk dapat
tion.The Graduate School. Yogyakarta
meningkatkan skor ELR karena model ini State University.
dapat digunakan secara terus menerus untuk
menjaga keberlangsungan program penerapan R. S. Wahono 2009. Memilih sistem E-learn-
e-learning dalam proses pembelajaran. ing berbasis opensource http://romisa
triawahono.net/2008/01/24/memilih-sis
tem-elearning-berbasis-opensource/. Di-
SIMPULAN DAN SARAN akses Tanggal 12 Desember Agustus
Model e-learning Readiness tidak hanya 2009.
untuk mengukur tingkat kesiapan institusi un-
Herman Surjono. 2007. Pengantar e-learning
tuk mengimplementasikan e-learning, tetapi
dan implementasinya di UNY,
yang lebih penting adalah dapat mengungkap http://elearning.uny.ac.id
faktor atau area mana masih lemah dan memer-
lukan perbaikan dan area mana sudah dianggap Yudi Prayudi. 2009. Kajian Awal: E-Lear-
berhasil atau kuat dalam mendukung imple- ning Readiness Index (ElRI) Sebagai
Model Bagi Evaluasi E-Learning Pada
mentasi e-learning. Sebuah Institusi. Prosiding Seminar
Berdasarkan hasil penelitian ini disaran- Nasional Aplikasi Teknologi Informasi
kan agar sekolah mengidentifikasi kesiapan- 2009. Yogyakarta.
nya untuk mengimplementasikan e-learning.
Zulfiana Farista. 2007. E-readiness Asses-
Hal ini dimaksudkan agar implementasi e-
ment sebagai langkah Awal Implemen-
learning efisien dan efektif. tasi E-Government di Kabupaten Lom-
bok Timur. Perpustakaan MTI. Tesis.
DAFTAR PUSTAKA Dokumen tidak dipublikasikan.
Chapnick, Samantha. 2000. E-learning Rea-
dinessTM Assessment. http://www.Re