ID Peranan para Pihak Dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan Hutan Untuk P

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 21

PERANAN PARA PIHAK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN UNTUK PERTAMBANGAN


(The Roles of Stakeholders in Policy Implementation of the Use of Forest Area
for Mining Activity)

Manifas Zubayr1, Dudung Darusman2, Bramasto Nugroho2 & Dodik Ridho Nurrohmat2
1
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Jl. Ir. H. Juanda 100 Bogor, Indonesia;
e-mail: manifas_zaf@yahoo.co.id
2
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Dramaga,
Kampus IPB Dramaga, Bogor, Indonesia; e-mail: ddarusman@yahoo.com,
bramasto2001@yahoo.co.id, dnrochmat@yahoo.com

Diterima 19 April 2014 direvisi 28 Mei 2014 disetujui 11 September 2014

ABSTRACT
This study aimed to find the role and relationships among stakeholders in the policy implementation.
Descriptive qualitative approach with indepth interview method, document and literature review and
unstructured observations used in this study. Stakeholder analysis has been done by identifying the interests and
influence of stakeholders, also an analysis of the rights, responsibility, revenues and relationship (4R's) of
stakeholders. The study results showed that there are nineteen stakeholders related to the policy implementation
of the use of forest area. Ministry of Forestry is the main stakeholders while the leasehold of forest area license's
holder become stakeholders' key in the policy implementation of the use of forest area. The role of both become a
main factor of the successful implementation of policy. There is a good balance between the rights, responsibility
and revenues for each stakeholder. While the relationships among stakeholders existed in various levels, from
collaboration to conflict. Ministry of Forestry is expected to allocate deconcentration budget to implement the use
of forest area policy. The regional government is also expected to prepare adequate human resources to conduct
monitoring and evaluation activities such the leasehold of the forest area license.
Keywords: The use of forest area, stakeholders, policy implementation.

ABSTRAK
Studi ini bertujuan mengetahui peranan dan hubungan antara para pihak dalam implementasi
kebijakan penggunaan kawasan hutan (PKH). Pendekatan kualitatif deskriptif dengan metode indepth
interview, document and literature review dan observasi tak terstruktur digunakan dalam studi ini. Analisis
para pihak dilakukan dengan mengidentifikasi kepentingan dan pengaruh para pihak serta analisis
terhadap rights, responsibility, revenues dan relationship (4R's) para pihak. Hasil studi menunjukkan bahwa
terdapat 19 pihak yang terkait dengan implementasi kebijakan PKH. Kementerian Kehutanan menjadi
pihak utama sedangkan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) menjadi pihak kunci dalam
implementasi kebijakan PKH. Peranan keduanya menjadi tolok ukur keberhasilan implementasi
kebijakan ini. Terdapat keseimbangan yang cukup baik antara rights, responsibility dan revenues untuk
masing-masing pihak. Hubungan di antara para pihak terjalin dalam berbagai tingkat, dari bekerjasama
sampai dengan adanya konflik. Kementerian Kehutanan perlu mengalokasikan anggaran yang cukup
untuk mengurangi kendala implementasi kebijakan PKH, sedangkan pemerintah daerah juga perlu
menyiapkan sumber daya manusia yang memadai untuk melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi
IPPKH.
Kata kunci: Penggunaan kawasan hutan, implementasi kebijakan, para pihak.

239
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

I. PENDAHULUAN pemerintah daerah. Dalam proses imple-


mentasi kebijakan PKH, pemerintah telah
Kebijakan penggunaan kawasan hutan membagi peranan para pihak, baik di pusat
(PKH) adalah penggunaan atas sebagian maupun di daerah sesuai kewenangannya.
kawasan hutan untuk kepentingan pemba- Freeman (1984) mendefinisikan para pihak
ngunan di luar kegiatan kehutanan tanpa atau pemangku kepentingan sebagai kelompok
mengubah fungsi dan peruntukan kawasan atau individu yang dapat mem-pengaruhi atau
hutan. Pengaturan dan pelaksanaan kebijakan dipengaruhi oleh pencapaian tujuan. Pomeroy
ini mulai dirumuskan pada tahun 1978 dengan & Guieb (2006) memberikan definisi yang
diterbitkannya SK Direktur Jenderal Kehu- lebih holistik dari para pihak dan menggam-
tanan No. 64/Kpts/DJ/I/1978 tentang barkan mereka sebagai individu, kelompok
Pedoman Pinjam Pakai Tanah Kehutanan. SK atau organisasi, dalam berbagai cara, tertarik,
tersebut merupakan respon terhadap Instruksi terlibat atau terpengaruh (positif atau negatif)
Presiden No. 1 Tahun 1976 tanggal 13 Januari oleh suatu kegiatan/proyek tertentu atau
1976 tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas tindakan terhadap sumber daya.
Bi-dang Keagrariaan dengan Bidang Kehutan- Tujuan penelitian ini adalah mengiden-
an, Pertambangan, Transmigrasi dan Pekerja- tifikasi kepentingan dan pengaruh para pihak
an Umum. serta peranan dan hubungannya dalam proses
Sejarah perkembangan kebijakan PKH implementasi kebijakan PKH untuk per-
dapat dikelompokkan menjadi tiga periode, tambangan. Analisis para pihak dalam
yaitu periode penggunaan (1978-2004), periode penelitian ini berguna untuk mengetahui
pembatasan atau pengendalian (2004-2010) dan bagaimana dukungan, kepentingan, pengaruh,
periode pemulihan (2010-sekarang). Pada peranan serta tingkat dan bentuk hubungan
periode penggunaan, kebijakan lebih menitik- antar pihak yang berkepentingan dalam
beratkan pada pengaturan penggunaan implementasi kebijakan PKH. Dalam tulisan
kawasan hutan, disusul periode pengendalian ini akan disajikan hasil kajian analisis para
di mana kebijakan mulai mengatur pem- pihak tersebut dalam implementasi kebijakan
batasan-pembatasan luas yang bertujuan untuk PKH.
mengendalikan aktivitas pertambangan di
dalam kawasan hutan. Pada periode
pemulihan, kebijakan menitikberatkan pada II. METODE PENELITIAN
pengaturan untuk memulihkan kawasan
hutan. A. Pendekatan Penelitian
Hingga saat ini kebijakan PKH telah
mengalami beberapa kali perubahan per- Penelitian ini menggunakan pendekatan
aturan dalam perjalanan implementasinya. kualitatif deskriptif, yaitu proses penelitian
Proses implementasi kebijakan PKH selama untuk memahami masalah-masalah sosial
kurun waktu 35 tahun (1978-2013) tidak berdasarkan pada penciptaan gambaran
terlepas dari peranan berbagai pihak. holistik lengkap yang dibentuk dengan kata-
Perkembangan kebijakan PKH juga meng- kata, melaporkan pandangan informan kunci
akibatkan semakin beragamnya para pihak secara terperinci dan disusun dalam sebuah
yang terlibat dalam implementasi kebijakan situasi yang alamiah (Creswell, 2002). Dalam
PKH tersebut. Perkembangan tersebut juga penelitian ini akan digunakan studi kasus
dilandasi oleh kebijakan-kebijakan lain yang intrinsik (intrinsic case study). Penelitian jenis
memberikan peranan lebih besar kepada ini dimaksudkan untuk memahami sebuah

240
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

kasus tertentu. Metode ini bukan karena suatu Pengumpulan data dilakukan di Bogor,
kasus mewakili kasus-kasus lain atau karena Jakarta, Samarinda, Banjarbaru, Kendari,
menggambarkan sifat atau problem tertentu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Tanah Bumbu,
namun karena dalam seluruh aspek kekhu- Konawe Utara dan Kolaka. Pengumpulan data
susan dan kesederhanaannya, kasus itu sendiri dan informasi dilakukan pada bulan Juli-
menarik minat (Stake, 2009). Desember 2013.

B. Metode Pengumpulan Data C. Metode Analisis Data


Pengumpulan data dilakukan dengan Grimble & Wellard (1997) berpendapat,
metode wawancara mendalam (in-depth in- analisis para pihak adalah sebuah alat yang
terview) dengan beberapa pakar dan informan, sangat baik untuk digunakan dalam meng-
studi dokumen dan literatur (document analisis kebijakan dan perumusannya serta
review), analisis isi peraturan perundangan dapat dipertimbangan dalam perumusan
yang berhubungan dengan kebijakan PKH dan kebijakan program-program pengelolaan
observasi di lapangan pada beberapa per- sumber daya alam. Analisis ini merupakan
usahaan pertambangan yang telah memiliki sebuah pendekatan untuk memahami sebuah
izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH). sistem kebijakan dan perubahan di dalamnya
Dalam penelitian ini digunakan metode dengan mengidentifikasi aktor-aktor kunci
bentuk observasi tidak terstruktur (unstruc- atau para pihak dan sejauh mana peranan
tured observation), yaitu observasi yang maupun kepentingan mereka di dalamnya.
dilakukan tanpa menggunakan guide observa-
tion (Bungin, 2009). Pengambilan sampel 1. Identifikasi Para Pihak
dilakukan dengan kombinasi metode pur- Identifikasi pelaku kebijakan yang terkait
posive sampling dan snowball sampling. dengan PKH dilakukan dengan analisis para
Data primer digali dari para pakar dan pihak. Tujuan analisis para pihak adalah untuk
informan kunci dari lembaga-lembaga yang mengidentifikasi institusi yang terkait dengan
terlibat langsung dalam proses implementasi penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan
kebijakan PKH. Sumber data primer tersebut pertambangan. Para pihak adalah orang,
diambil dari Kementerian Kehutanan, Dinas kelompok, atau lembaga yang mungkin mem-
Kehutanan Provinsi (Dishutprov), Dinas pengaruhi atau terkena dampak intervensi
Kehutanan Kabupaten (Dishutkab), Dinas proyek atau kebijakan yang diusulkan, baik
Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten negatif atau positif (McCracken & Narayan,
(DisESDM Kab), Badan Lingkungan Hidup 1998). Identifikasi para pihak akan dilakukan
Daerah (BLHD) Kabupaten, Balai Peman- ber-dasarkan karakteristik para pihak menurut
tapan Kawasan Hutan (BPKH), Balai Crosby (1991), yaitu: 1) para pihak utama
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS), (primary stakeholder), yaitu para pihak yang
Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan terkena dampak langsung, baik positif maupun
Produksi (BP2HP), Balai Konservasi Sumber negatif oleh suatu program atau proyek serta
Daya Alam (BKSDA), perusahaan pemegang mempunyai kepentingan langsung dengan
IPPKH dan perusahaan pemegang izin usaha kegiatan tersebut; 2) para pihak pendukung
pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK). (secondary stakeholder), yaitu para pihak yang
Data sekunder diperoleh dari dokumen- tidak memiliki kepentingan langsung terhadap
dokumen maupun sumber pustaka lain yang kegiatan tersebut tetapi memiliki kepedulian;
relevan dan terpercaya. 3) para pihak kunci (key stakeholder), yaitu para

241
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

pihak yang memiliki kewenangan legal dalam kajian peranan para pihak ini akan digunakan
hal pengambilan keputusan. pendekatan analisis 4R (rights, responsibilities,
Langkah selanjutnya adalah mengelom- revenues, dan relationship) (Dubois, 1998;
pokkan dan membedakan para pihak. Me- IIED, 2005; Salam & Noguchi, 2006).
nurut Eden & Ackermann (1998) yang dikutip Pendekatan 4R merupakan perangkat yang
oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009) dapat digunakan untuk mengklarifikasi
metode analisis yang digunakan yaitu matriks peranan (roles) yang dimainkan oleh para
pengaruh dan kepentingan dengan meng- pihak yang berbeda dan sifat hubungan
klasifikasikan para pihak ke dalam key players, (relationship) di antara mereka. Kerangka 4R
context setters, subjects dan crowd (Gambar 1). membongkar peranan dari para pihak ke
Pengaruh (influence) merujuk pada kekuatan dalam rights, responsibilities, revenues serta
(power) yang dimiliki para pihak untuk menilai relationship di antara para pihak yang
mengontrol proses dan hasil dari suatu terlibat (IIED, 2005).
keputusan. Kepentingan (importance) merujuk Identifikasi 3R (right, responsibilities dan
pada kebutuhan para pihak di dalam revenues) dilakukan dengan menginventarisasi
pencapaian hasil dan tujuan. dan menganalisis ketiga peranan para pihak
tersebut dalam peraturan perundangan yang
2. Peranan Para Pihak ada (desk study) terkait dengan implementasi
kebijakan PKH. Selanjutnya dilakukan
Analisis ini bertujuan untuk menganalisis
crosscheck di lapangan dengan interview,
hubungan dan dinamika di antara berbagai
observasi dan penelaahan terhadap dokumen-
pihak di tingkat lokal, nasional maupun
dokumen yang mendukung seperti laporan
internasional yang mempunyai ikatan
kegiatan terkait dengan IPPKH. Untuk
kepentingan terhadap sumber daya hutan dan
menilai tingkatan masing-masing peranan para
tambang. Salah satu cara dalam mempelajari
pihak dilakukan scoring berdasarkan inter-
karakteristik para pihak adalah melalui analisis
pretasi terhadap data dan informasi yang diper-
kekuatan para pihak yang bertujuan untuk
oleh dengan cara menghubungkan dan/atau
menjelaskan peran para pihak yang sifat dan
membandingkan antara hasil desk study dengan
hubungannya berbeda satu sama lain. Pada
Tinggi (High)
Kepentingan (Importance)

Subjects Key players


Rendah (Low)

Crowd Context setter

Rendah (Low) Tinggi (High)


Pengaruh (Influence)

Sumber: Reed et al. (2009)

Gambar 1. Matriks pengaruh dan kepentingan para pihak


Figure 1. Matrix of the stakeholders importance and influence

242
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

hasil crosscheck tersebut. Masing-masing langsung yang timbul sebagai akibat dari
tingkatan diberikan bobot nilai (skor) untuk dilaksanakannya kebijakan PKH, baik yang
memudahkan sebesar apa peranan para pihak telah diperhitungan (by design) maupun
tersebut dalam implementasi kebijakan PKH. tidak diperhitungkan.
Untuk memudahkan dalam memberikan Dengan batasan-batasan tersebut maka
bobot nilai pada setiap pihak, dalam penelitian pemberian bobot nilai untuk ketiga unsur ter-
ini, 3R dibatasi sebagai berikut: sebut adalah seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2.
- Rights: hak yang dimiliki oleh para pihak
terkait dengan pengambilan keputusan, 3. Hubungan Antar Pihak
perumusan kebijakan dan implementasi-
Sebagaimana dalam mengidentifikasi 3R,
nya, hak yang timbul sebagai akibat di-
untuk mengidentifikasi hubungan antar pihak
laksanakannya kebijakan PKH, akses da-
juga menggunakan cara yang sama, hanya
lam penggunaan kawasan hutan, serta
sedikit berbeda dalam memberikan bobot nilai
besarnya pengaruh yang ditimbulkan.
(skor) untuk menilai hubungan yang meliputi:
- Responsibilities: meliputi kewenangan, ke-
interaksi, sinergi, keberlanjutan (kontinuitas)
wajiban dan tugas-tugas yang berkaitan
dan kekuatan hubungan bahkan untuk
dengan PKH dan pelaksanakan kebijakan/
mengetahui ada-tidaknya konflik atau peluang
aturan/keputusan yang telah ditetapkan.
terjadinya konflik akibat hubungan tersebut.
- Revenues: merupakan manfaat atau ke-
Tabel 2 memberikan batasan verifier terhadap
untungan yang diperoleh para pihak, baik
pembobotan yang dilakukan terhadap
berupa manfaat langsung maupun tidak
hubungan antar pihak.

Tabel 1. Bobot nilai (skor) dan verifier untuk mengetahui hak (rights) para pihak dalam imple-
mentasi kebijakan PKH.
Table 1. Scores and verifiers to identify the stakeholder's rights, responsibilites and revenues in the
policy implementation of the use of forest area.

Skor Kategori Ukuran (Verifier)


(Score) (Category) Hak (Righs) Tanggungjawab (Responsibilities) Manfaat (Revenues)
5 Sangat tinggi Mempunyai hak, sangat Menjalankan tanggungjawabnya, Mendapatkan manfaat
(Highest) mempengaruhi sangat mempengaruhi kinerja langsung, sesuai dengan
implementasi kebijakan implementasi kebijakan tujuan/target
4 Tinggi (High) Mempunyai hak, cukup Menjalankan tanggungjawabnya, Mendapatkan manfaat
mempengaruhi cukup mempengaruhi kinerja tidak langsung sesuai
implementasi kebijakan implementasi kebijakan dengan tujuan/ target
3 Cukup (Enough) Mempunyai hak, sedikit Menjalankan tanggungjawabnya, Mendapatkan manfaat
mempengaruhi proses sedikit mempengaruhi kinerja langsung, tidak sesuai
implementasi kebijakan implementasi kebijakan (tanpa) dengan
tujuan/target
2 Rendah (Low) Mempunyai hak, tidak Menjalankan tanggungjawabnya, tidak Mendapatkan manfaat
mempengaruhi proses mempengaruhi kinerja implementasi tidak langsung tanpa
implementasi kebijakan kebijakan ada target
1 Sangat rendah Tidak mempunyai hak Tidak mempunyai tanggungjawab, Tidak Mendapatkan
(Lowest) namun mempengaruhi namun mempengaruhi kinerja manfaat
proses implementasi implementasi kebijakan, atau
kebijakan mempunyai tanggungjawab, namun
tidak menjalankannya
0 Miskin (Poor) Tidak mempunyai hak dan Tidak mempunyai tanggungjawab Tidak mempunyai
pengaruh tanggungjawab

243
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Tabel 2. Bobot nilai dan ukuran untuk mengidentifikasi hubungan antar pihak dalam imple-
mentasi kebijakan PKH.
Table 2. Scores and verifiers to identify the stakeholder's relationships in implementation policy of the
use of forest area.

Skor Kategori hubungan Interaksi Kontinuitas Sinergitas Kekuatan Konflik


(Score) (Relationship category) (Interaction) (Continuity) (Sinergity) (Closeness) (Conflict)
5 Sangat baik (Excellent) Ada Kontiniu Ada Kuat Tidak
4 Baik (Good) Ada Kontiniu Ada Cukup Tidak
3 Cukup baik (Enough) Ada Kontiniu Tidak Lemah Tidak
2 Kurang baik (Bad) Ada Tidak Tidak Lemah Tidak
1 Tidak ada hubungan (No Tidak Tidak Tidak Lemah Tidak
relationship)
0 Tidak teridentifikasi (Unidentified) - - - - -
-1 Potensial terjadi konflik (Rarely Ada Tidak Tidak Lemah Ada
conflict occurred)
-2 Biasanya/sering terjadi konflik Ada Kontiniu Tidak Cukup Ada
(Usually conflict occurred)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN pembuatan dan implementasi kebijakan


PKH, yaitu: Kementerian Kehutanan,
A. Identifikasi Para Pihak BPKH, BPDAS, BP2HP dan BKSDA.
2. Para pihak utama, yaitu para pihak yang
Identifikasi para pihak merupakan langkah
terkena dampak langsung, baik positif
awal yang dapat dilakukan dalam proses
maupun negatif oleh suatu program atau
implementasi kebijakan PKH. Para pihak
proyek serta mempunyai kepentingan
dapat diidentifikasi berdasarkan beberapa
langsung dengan kegiatan tersebut. Para
sudut pandang, di antaranya: pihak yang
pihak menjadi penentu utama dalam
menerima manfaat, siapa yang terkena
pelaksanaan kebijakan. Para pihak tersebut
dampak, siapa yang rentan, siapa yang
adalah perusahaan pemegang IPPKH.
mendukung, siapa lawan dan bagaimana
3. Para pihak pendukung, yaitu para pihak
hubungan antar para pihak (McCracken &
yang tidak memiliki kepentingan secara
Narayan, 1998).
langsung terhadap implementasi kebijakan
Para pihak yang terlibat dalam proses
PKH tetapi memiliki kepedulian. Mereka
implementasi kebijakan PKH teridentifikasi
berperan sebagai pendukung dalam imple-
sebanyak 15 pihak. Berdasarkan batasan dalam
mentasi kebijakan atau dapat juga sebagai
identifikasi yang dirangkum oleh Crosby
intermediaries atau fasilitator dalam proses
(1991) diklasifikasikan ke dalam para pihak
dan cukup berpengaruh terhadap peng-
kunci, para pihak utama dan para pihak
ambilan keputusan. Para pihak pendukung
pendukung, yaitu sebagai berikut:
ini adalah: 1) KemESDM; 2) Pemerintah
1. Para pihak kunci, merupakan para pihak
Provinsi (Gubernur, Dishutprov,
yang secara legalitas memiliki kewenangan
DisESDM Prov); 3) Pemerintah Kabupaten
atau dengan kata lain memiliki pengaruh
(Bupati, Dishutkab, DisESDM Kab,
dan kepentingan yang tinggi dalam
BLHD).
pengambilan keputusan pada proses

244
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

Selain 15 pihak di atas, terdapat beberapa massa (ormas).


pihak lain yang teridentifikasi keterlibatannya Dari ke-15 pihak yang teridentifikasi
dalam implementasi kebijakan PKH, meski- tersebut, hanya 10 pihak yang berhasil
pun tidak mempunyai kepentingan dan teridentifikasi tingkat kepentingan dan pe-
pengaruh secara langsung. Para pihak tersebut ngaruhnya. Hasil identifikasi dan kategorisasi
adalah masyarakat, aparat keamanan, lembaga terhadap 10 pihak tersebut disajikan pada
swadaya masyarakat (LSM) dan organisasi Tabel 3 dan Gambar 2.

Tabel 3. Nilai rataan skor dan tingkat kepentingan dan pengaruh para pihak dalam imple-
mentasi kebijakan PKH.
Table 3. The average score of stakeholders importance and influence in policy implementation of the
use of forest area.

Kepentingan (Importance) Pengaruh (Influence)


No. Para pihak (Stakeholders)
Skor (Score) Tingkat (Level) Skor (Score) Tingkat (Level)
1. BPKH 17,00 Tinggi 24,00 Tinggi
2. BPDAS 16,33 Tinggi 18,00 Tinggi
3. BP2HP 8,50 Rendah 8,50 Rendah
4. Dishut Provinsi 15,00 Tinggi 15,67 Tinggi
5. Dishut Kabupaten 15,00 Tinggi 13,00 Rendah
6. Dis ESDM Provinsi 5,67 Rendah 5,67 Rendah
7. DisESDM Kabupaten 5,33 Rendah 5,00 Rendah
8. BLHD Kabupaten 8,00 Rendah 7,50 Rendah
9. Pemegang IPPKH 20,36 Tinggi 16,82 Rendah
10. Pemgang IUPHHK 13 00 Rendah 10,67 Rendah

25 Subjects Key players

PEMEGANG IPPKH
20
(Importance)
Kepentingan

BPKH
BPDAS
15 DISHUT KAB DISHUT PROV

PEMEGANG IUPHHK

10
BP2HP
BLHD KAB

DISESDM PROV
DISESDM KAB Crowd Context Setter
5
5 10 15 20 25
Pengaruh
(Influence)

Gambar 2. Posisi para pihak dalam matriks kepentingan dan pengaruh.


Figure 2. Stakeholders position in the importance and influence matrix.

245
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Key player merupakan para pihak yang dan pengaruh yang besar seperti pada kuadran
aktif karena mereka mempunyai kepentingan key players. BP2HP meskipun sebagai UPT
dan pengaruh yang tinggi terhadap imple- pemerintah pusat, namun kepentingan dan
mentasi kebijakan PKH. Subjects memiliki pengaruhnya tidak terlalu besar. Hal itu terkait
kepentingan yang tinggi tetapi pengaruhnya dengan peranan BP2HP yang juga tidak terlalu
rendah dan walaupun mereka mendukung besar terhadap keberhasilan implementasi
kegiatan, kapasitasnya terhadap dampak kebijakan PKH. Peranan BP2HP hanya
mungkin tidak ada. Para pihak dalam kategori sebagai pendukung dalam pelaksanaan
ini akan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan PKH di lapangan. Sementara
implementasi kebijakan jika mempunyai pemegang IUPHHK, BLHD dan DisESDM
modal dan aksi bersama yang kuat. Context Prov juga tidak mempunyai kepentingan dan
setter memiliki pengaruh yang tinggi tetapi pengaruh yang besar. Hal itu sesuai dengan
sedikit kepentingan, sedangkan Crowd hasil identifikasi bahwa ketiga institusi ter-
merupakan para pihak yang memiliki sedikit sebut merupakan para pihak pendukung
kepentingan dan pengaruh terhadap hasil yang (secondary stakeholders).
diinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan Dishutprov maupun Dishutkab mem-
untuk mengikutsertakannya dalam pengam- punyai tingkat kepentingan yang sama, na-
bilan keputusan. mun mempunyai tingkat pengaruh yang
Hasil pemetaan posisi para pihak me- berbeda. Dishutprov mempunyai pengaruh
nunjukkan bahwa para pihak yang masuk yang lebih besar dibanding Dishutkab yang
dalam kuadran key players adalah pemegang disebabkan oleh peranan Dishutprov dalam
IPPKH, BPKH dan BPDAS. Ketiganya implementasi kebijakan PKH juga lebih besar.
mempunyai kepentingan dan pengaruh yang Peranan tersebut terkait dengan pemberian
besar terhadap keberhasilan implementasi pertimbangan teknis dalam rangka penerbitan
kebijakan PKH. Pemegang IPPKH merupa- rekomendasi Gubernur untuk calon pemegang
kan pihak utama dalam implementasi IPPKH dan koordinator tim evaluasi IPPKH
kebijakan PKH, keberhasilan implementasi dalam rangka persetujuan prinsip IPPKH, per-
sangat ditentukan oleh kinerja pemegang panjangan IPPKH (eksplorasi maupun eks-
IPPKH. Baik-buruknya respon pemegang ploitasi), pengembalian lahan IPPKH maupun
IPPKH terhadap kebijakan PKH sangat evaluasi IPPKH periodik. Sementara peranan
menentukan keberhasilan implementasi Dishutkab adalah dalam kegiatan pemantauan
kebijakan tersebut, sedangkan BPKH dan IPPKH secara periodik.
BPDAS merupakan pihak kunci yang Pihak lainnya yang teridentifikasi yaitu
merupakan perpanjangan tangan pemerintah LSM, ormas dan masyarakat di sekitar ka-
pusat (Kementerian Kehutanan) di daerah. wasan hutan tidak mempunyai kepentingan
Keduanya merupakan ujung tombak dalam maupun pengaruh terhadap tingkat keber-
pelaksanaan kegiatan IPPKH di lapangan hasilan implementasi kebijakan PKH. Na-
sehingga keduanya mempunyai kepentingan mun demikian, dalam realitanya ketiga pihak
dan pengaruh yang besar terhadap keber- tersebut mempengaruhi kinerja pemegang
hasilan implementasi kebijakan PKH. IPPKH. Masyarakat memanfaatkan keber-
Adapun pada kuadran crowd terdapat adaan perusahaan tambang dengan melakukan
pemegang IUPHHK, BP2HP, BLHD dan tuntutan atas kawasan hutan dengan harapan
DisESDM Prov. Pada kuadran ini setiap pihak mendapatkan ganti rugi atau kompensasi,
dikategorikan tidak mempunyai kepentingan sedangkan LSM dan ormas berharap

246
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

mendapatkan keuntungan dari adanya konflik mikian juga dengan pengaruhnya terhadap
tersebut dengan berperan sebagai mediator. implementasi kebijakan PKH.
Pada akhirnya LSM dan ormas juga meminta
imbalan atas peranannya sebagai mediator B. Peranan Para Pihak
tersebut.
Keberhasilan implementasi kebijakan salah
Kondisi tersebut umum terjadi hampir di
satunya ditentukan oleh berfungsinya institusi
seluruh kawasan hutan di Indonesia, di mana
yang dibangun. Aturan main dijalankan
keterlibatan atau akses masyarakat yang sangat
dengan baik, para pihak yang berkompeten
rendah terhadap sumber daya hutan dan lahan
dapat menjalankan peranannya sesuai dengan
serta hasil-hasilnya. Pemerintah seolah tidak
hak, tugas, tanggungjawab serta mendapatkan
memperdulikan keberadaan masyarakat di
manfaat yang diharapkan. Dalam proses
sekitar kawasan hutan. Bagaimanapun masya-
perumusan dan imple-mentasi kebijakan PKH,
rakat di sekitar kawasan hutan mempunyai
Kementerian Kehutanan berusaha membagi
kepentingan terhadap sumber daya hutan habis tugas kepada para pihak yang ber-
maupun lahan sebagai sumber pemenuhan kompeten, baik di institusi pusat di daerah
kebutuhan dalam aspek ekonomi, sosial maupun institusi pemerintah daerah. Namun
maupun budaya (Roslinda et al., 2012; demikian, masih terdapat berbagai kendala
Kusumedi & Rizal, 2010). dalam pelaksanaannya. Keterbatasan sumber
Kepentingan dan pengaruh institusi ke- daya manusia pelaksana, minimnya anggaran
hutanan, baik UPT maupun institusi daerah dan lemahnya koordinasi menjadi per-
dipengaruhi oleh peranan mereka yang telah masalahan klasik dalam implementasi
digariskan dalam peraturan perundangan. kebijakan. Hasil identifikasi terhadap peranan
Kepentingan dan pengaruh pemegang IPPKH para pihak dalam implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh hak dan kewajiban pemegang PKH disajikan dalam Tabel 4.
IPPKH, keuntungan yang akan diperoleh, Kementerian Kehutanan sebagai key players
partisipasi dan komitmen pemegang IPPKH merupakan aktor dominan sejak perumusan
dalam implementasi kebijakan IPPKH. kebijakan PKH sampai dengan implemen-
Berbeda dengan pemegang IPPKH, kepen- tasinya. Dukungan UPT Kementerian
tingan dan pengaruh pemegang IUPHHK Kehutanan di daerah (BPKH, BPDAS, BP2HP
dipengaruhi oleh motivasinya terhadap dan BKSDA/TN) memudahkan dalam
keberadaan sumber daya tambang dan energi pelaksanaan kebijakan. Pemberian kewe-
di dalam areal konsesinya. Jika motivasi nangan memantau dan mengevaluasi IPPKH
pemegang IUPHHK adalah mengambil atau kepada pemerintah provinsi (mengevaluasi)
mencari keuntungan/rente (rent seeking) maka dan pemerintah kabupaten/kota (memantau)
akan semakin tinggi kepentingan pemegang pada dasarnya meringankan beban tugas dan
IUPHHK tersebut terhadap keberadaan tanggung-jawab pemerintah pusat. Meskipun
sumber daya tambang dan mineral atau pemerintah daerah hanya mendapatkan
perusahaan tambang yang berada di dalam sedikit porsi kewenangan dalam implementasi
konsesi IUPHHK-nya. Demikian juga jika kebijakan PKH, namun keterlibatan pemerin-
motivasi pemegang IUPHHK adalah ke- tah daerah dalam implementasi kebijakan
inginan untuk bisa bekerjasama atau ber- tersebut cukup besar. Hasil identifikasi
koordinasi dalam pengelolaan hutan. Jika terhadap keterlibatan para pihak dalam
pemegang IUPHHK bersikap tidak peduli implementasi kebijakan PKH menunjukkan
maka kepentingan mereka akan rendah, de- perbedaan yang tidak menyolok, yaitu 52,9%

247
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Tabel 4. Hak, tanggung jawab dan manfaat yang diperoleh para pihak dalam implementasi
PKH.
Table 4. Stakeholder's rights, responsibilities and revenues in the policy implementation of the use of
forest area.

Para pihak Skor Tanggungjawab Skor Manfaat Skor


Hak (Rigths) (Score) (Score) (Score)
(Stakholder) (Responsibilities) (Revenues)
Kunci:
1. Kemen- Menyusun 5 Mengolah, menganalisis, 5 Mendapatkan 5
hut kebijakan memproses dan menerbitkan penerimaan negara
(peraturan), IPPKH dari PNBP
menganlisis
permohonan
IPPKH
2. BPKH Memberikan 4 - Tata batas dan inventarisasi 5 Penyerapan 4
pertimbangan - Penilaian hasil revegetasi anggaran,
teknis, - Verifikasi calon lokasi pemberdayaan,
bimbingan dan rehabilitasi DAS peningkatan
pembinaan - Penilaian hasil rehabilitasi kualitas dan
bidang ke- DAS kesejahteraan SDM
planologi-an - Monitoring dan atau evaluasi
IPPKH
- Verifikasi PNBP
- Pemeriksaan lapangan lahan
kompensasi
3. BPDAS Bimbingan dan 4 - Penilaian hasil revegetasi 4 Penyerapan 4
pembinaan - Verifikasi calon lokasi anggaran,
rehabilitasi DAS rehabilitasi DAS pemberdayaan,
- Penilaian hasil rehabilitasi peningkatan
DAS kualitas dan
- Monitoring dan atau evaluasi kesejahteraan SDM
IPPKH
- Verifikasi PNBP
- Pemeriksaan lapangan lahan
kompensasi
4. BP2HP Bimbingan dan 3 - Bimbingan dan pembinaan 3 Pemberdayaan, 3
pembinaan tata dalam kegiatan inventarisasi peningkatan
usaha kayu tegakan kualitas dan
- Penilaian hasil revegetasi kesejahteraan SDM
5. BKSDA, Menentukan 3 - Verifikasi calon lokasi 3 Rahabilitasi 2
BTN, lokasi rehabilitasi DAS kawasan konservasi
Tahura rehabilitasi DAS - Penilaian hasil rehabilitasi
dalam kawasan DAS
konservasi

248
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

Tabel 4. Lanjutan.
Table 4. Continued.

Para pihak Skor Tanggungjawab Skor Manfaat Skor


Hak (Rigths) (Score) (Score) (Score)
(Stakholder) (Responsibilities) (Revenues)
Utama:
1. Perusa- Mendapatkan 5 Memenuhi semua kewajiban 5 Keuntungan 5
haan akses IPPKH finansial dari
Pertam- menggunakan eksploitasi
bangan kawasan hutan tambang dalam
(Peme- untuk kawasan hutan
gang eksploitasi
IPPKH) tambang

Pendukung:
1. Kemen- Menerbitkan 5 Bimbingan dan pembinaan 3 Pendapatan negara 5
terian PKP2B/KK pelaksanaan kegiatan
ESDM pertambangan (supporting)
2. Gubernur Menerbitkan 5 Pengawasan (supporting) 3 Pendapatan daerah 5
rekomendasi
3. Bupati Menerbitkan 5 Pengawasan (supporting) 3 Pendapatan daerah 5
IUP
4. Dinas Memberikan 4 - Tata batas dan inventarisasi 4 Pemberdayaan, 2
Kehu- pertimbangan - Verifikasi calon lokasi peningkatan
tanan teknis, evaluasi rehabilitasi DAS kualitas dan
Provinsi IPPKH - Penilaian hasil rehabilitasi kesejahteraan SDM
DAS
- Evaluasi dan atau monitoring
IPPKH
- Verifikasi PNBP
- Pemeriksaan lapangan lahan
kompensasi
5. Dinas Monitoring 4 - Tata batas dan inventarisasi 4 Pemberdayaan, 2
Kehu- IPPKH - Penilaian hasil revegetasi peningkatan
tanan - Verifikasi calon lokasi kualitas dan
Kabupa- rehabilitasi DAS kesejahteraan SDM
ten/Kota - Penilaian hasil rehabilitasi
DAS
- Evaluasi dan atau monitoring
IPPKH
- Verifikasi PNBP
- Pemeriksaan lapangan lahan
kompensasi
6. Dis- - 1 - Memberikan pertimbangan 3 1
ESDM teknis dalam rekomendasi
Provinsi Gubernur
- Penilaian hasil penanaman
revegetasi
7. Dis- - 1 Pemantauan pelaksanaan 1 1
ESDM kegiatan pertambangan
Kabupa- (supproting)
ten

249
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Tabel 4. Lanjutan.
Table 4. Continued.

Para pihak Skor Tanggungjawab Skor Manfaat Skor


Hak (Rigths) (Score) (Score) (Score)
(Stakholder) (Responsibilities) (Revenues)
8. Badan - 1 Pemantauan lingkungan hidup 1 Membantu 2
Ling- (supporting) monitoring dan
kungan evaluasi kinerja
Hidup perusahaan dalam
pengelolaan
lingkungan hidup

9. Perusa- Melakukan 3 Memantau kegiatan pemegang 2 Positif: 3


haan kerjasama/ IPPKH mendapatkan
Kehu- koordinasi kompensasi yang
tanan dengan lebih besar
(Peme- pemegang (Keuntungan),
gang IPPKH menarik retribusi
IUPHHK) dari pemegang
IPPKH
Negatif: kegagalan
sertifikasi PHPL,
terganggunya
pengelolaan hutan
dan penurunan
kualitas lingkungan
10. Masya- Mendapatkan 3 Melindungi dan menjaga 2 Pendapatan, 3
rakat manfaat kawasan kawasan hutan (Supporting) kesejahteraan
hutan
11. LSM - 1 - 1 Bantuan finansial 3
dari perusahaan
12. Ormas - 1 - 1 Bantuan finansial 3
dari perusahaan
13. Aparat - 1 - 1 Bantuan finansial/ 3
pendapatan dari
perusahaan

Keterangan (Remark): Supporting merupakan peranan sebuah institusi yang mendukung berjalannya implementasi
kebijakan PKH.

keterlibatan pemerintah pusat berbanding bobot (skor) juga menunjukkan kecen-


47,1% keterlibatan pemerintah daerah untuk derungan yang menurun dari para pihak kunci,
semua kegiatan dari proses permohonan izin para pihak utama dan para pihak pendukung.
sampai dengan implementasi di lapangan Selain pemegang IPPKH yang mendapatkan
(Lampiran 1). haknya atas akses memasuki dan
Keseimbangan antara rights, responsibilities menggunakan kawasan hutan untuk kegiatan
dan revenues atau 3R hampir pada setiap pihak pertambangan, para pihak lain yang mem-
yang terlibat menunjukkan tingkat peranan punyai skor rights dan responsibilities maksimal
dan keterlibatan para pihak dalam imple- adalah Kementerian Kehutanan, Kementerian
mentasi kebijakan PKH relatif merata. Nilai ESDM, Gubernur dan Bupati. Keempat

250
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

lembaga tersebut mempunyai kewenangan mempunyai kepentingan untuk bisa men-


untuk menerbitkan surat izin, pertimbangan dapatkan manfaat langsung dari konflik yang
teknis maupun rekomendasi yang diperlukan terjadi.
dalam permohonan izin IPPKH. Dengan Keseimbangan pembagian peran dan
demikian peranan para pihak terkait dengan keterlibatan tersebut tidak menjadikan pe-
rights dan responsibilities para pihak mem- merintah daerah menerima IPPKH diter-
punyai korelasi dengan kewenangan yang bitkan oleh pemerintah pusat. Baik peme-
dimiliki dan besarnya pengaruh yang ditimbul- rintah provinsi maupun kabupaten berpen-
kan sebagai akibat penggunaan rights tersebut. dapat bahwa pada era desentralisasi seperti
Sebaliknya, terdapat lima pihak yang ter- sekarang ini, seharusnya kewenangan IPPKH
identifikasi yang tidak memiliki rights dan diberikan kepada daerah karena daerah lebih
responsibilities apapun dalam implementasi mengetahui situasi dan kondisi daerahnya
kebijakan PKH, yaitu DisESDM Provinsi, masing-masing. Mereka menganggap bahwa
DisESDM Kabupaten, Badan Lingkungan pemerintah pusat melakukan tebang pilih
Hidup Daerah Kabupaten, LSM, ormas dan kewenangan. Alasan mereka adalah, terdapat
aparat. Namun keberadaan kelima pihak kewenangan pengelolaan kawasan hutan yang
tersebut mempunyai pengaruh terhadap memerlukan dana diberikan ke daerah tetapi
implementasi kebijakan PKH, walaupun kecil. pemerintah pusat tidak memberikan anggaran
Bahkan masyarakat, LSM, ormas dan aparat yang mencukupi. Sementara kewenangan yang
mendapatkan manfaat langsung dari keber- menghasilkan pendapatan asli daerah di-ambil
adaan pemegang IPPKH di daerah mereka. oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat
Mereka memanfaatkan situasi (opportunistic terkesan setengah hati dalam mem-berikan
behavior) untuk mengambil keuntungan. kewenangan kepada pemerintah daerah.
Masyarakat melakukan tuntutan atas kawasan Demikian pendapat dan persepsi para pihak
hutan yang dipinjam-pakai sebagai lahan terhadap kewenangan pemberian IPPKH.
garapan mereka, sehingga terjadi konflik atas Dalam Permenhut Nomor P.16/ Menhut-
kawasan hutan yang dipinjam-pakai. II/2014 telah dijelaskan dengan cukup lengkap
Sementara LSM dan ormas mengatasnamakan peranan para pihak dalam implementasi
masyarakat berpura-pura membantu meme- kebijakan PKH. Masing-masing pihak men-
diasi pemegang IPPKH dengan masyarakat. dapatkan peranannya sesuai dengan tugas
Namun, baik LSM maupun ormas hanya ingin pokok dan fungsi yang melekat pada masing-
mendapatkan keuntungan (opportunistic masing institusi. Dari 17 jenis kegiatan yang
behavior) dari pemegang IPPKH. Adapun teridentifikasi dalam proses implementasi
aparat keamanan bersikap pasif, yaitu kebijakan PKH, Dishutkab dan Dishutprov
menunggu laporan dari pihak-pihak yang ber- mempunyai keterlibatan paling tinggi (11 kali)
konflik, kemudian melihat dan menganalisis sementara BPKH (10 kali), BPDAS (7 kali),
konflik. Tindakan yang akan dilakukan oleh dan BP2HP (7 kali). Kelima pihak tersebut
aparat keamanan sangat tergantung pada secara bersamaan melakukan kegiatan-
situasi dan kondisi masyarakat, seberapa besar kegiatan: pemeriksanaan lapangan calon lahan
konflik yang terjadi, pendekatan pemegang kompensasi, verifikasi calon lokasi rehabili-
IPPKH, siapa pemilik pemegang IPPKH dan tasi DAS, penetapan lokasi rehabilitasi DAS,
bagaimana kebijakan pimpinan kesatuan dari penilaian tegakan hasil revegetasi, penilaian
aparat tersebut. Pada akhirnya apapun upaya hasil penanaman rehabilitasi DAS, monitoring
yang dilakukan oleh aparat, mereka tetap IPPKH dan evaluasi IPPKH.

251
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Keterlibatan pemerintah daerah bersama hubungan yang dibangun dalam bentuk


dengan pemerintah pusat (yang diwakili oleh kooperatif, meskipun nilainya bervariasi dari
Unit Pelaksana Teknis Pusat di daerah) positif dua dengan kategori terjalin hubungan
menunjukkan adanya sinergi dan koordinasi yang kurang baik sampai dengan positif lima
yang cukup bagus dalam implementasi dengan kategori hubungan sangat baik. Nilai
kebijakan PKH (Lampiran 1). Pemerintah positif satu dikategorikan sebagai tidak ada
pusat juga telah memberikan kewenangan hubungan yang terjalin dalam konteks
yang cukup besar kepada pemerintah daerah pelaksanaan implementasi kebijakan PKH di
dengan selalu melibatkannya dalam setiap lapangan, nilai nol tidak teridentifikasi dalam
pengambilan keputusan, mulai dari kegiatan penelitian ini. Nilai yang bertanda negatif
pengajuan permohonan IPPKH oleh berarti terjadi hubungan dalam bentuk
perusahaan tambang sampai dengan penilaian konflik, yaitu nilai negatif satu yang berarti
pengembalian areal IPPKH-nya. hubungan biasanya disertai dengan konflik
Namun demikian, pemerintah daerah dan skor negatif dua yang berarti hubungan
merasa porsi yang diberikan oleh pemerintah sering disertai dengan konflik.
pusat masih dirasa setengah hati. Alasan Hubungan sangat baik ditunjukkan oleh
kewenangan pemberian IPPKH yang Dinas Kehutanan Provinsi dengan BPKH dan
seharusnya berada di pemerintah provinsi BPDAS, sementara hubungan BPKH dengan
maupun pemerintah kabupaten masih menjadi BPDAS berkategori baik. Hubungan baik juga
tuntutan. Mereka juga mengeluhkan keter- ditunjukkan oleh pemegang IPPKH dengan
lambatan dan tidak memadainya anggaran BPKH, BPDAS, Dinas Kehutanan Provinsi,
(dekonsentrasi) untuk kegiatan monitoring Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten
dan evaluasi mengingat volume IPPKH yang dan antara BPDAS dengan BKSDA dan BTN.
sangat banyak. Sebaliknya, hubungan konflik dengan
intensitas sering ditunjukkan oleh pemegang
C. Hubungan Antar Pihak IPPKH dengan masyarakat di sekitar wilayah
IPPKH dan organisasi massa, sedangkan
Hubungan antar pihak dalam imple-
konflik dalam kategori biasa terjadi
mentasi kebijakan PKH terjadi dalam dua
ditunjukkan oleh pemegang IPPKH dengan
bentuk, yaitu kooperatif dan konflik. Hu-
pemegang IUPHHK, LSM dan kadang-kadang
bungan kooperatif terjadi ketika dua atau lebih
dengan aparat keamanan. Hubungan antar
pihak menjalin interaksi dan bersinergi untuk
pihak dengan kategori lainnya terjalin dalam
melaksanakan kebijakan PKH, sedangkan
batas-batas yang wajar sesuai dengan keter-
hubungan konflik terjadi jika interaksi yang
libatannya dalam implementasi PKH.
terbangun antar pihak menyebabkan ketidak-
Hasil observasi di lapangan, wawancara
harmonisan akibat perbedaan-perbedaan yang
dengan informan kunci dan informasi lain
timbul akibat implementasi kebijakan PKH
yang diperoleh selama penelitian menun-
tidak dapat dipersatukan. Berdasarkan hasil
jukkan bahwa perbedaan kepentingan dan
olahan data dan informasi wawancara semi
pengaruh yang dimiliki oleh pemegang IPPKH
terstruktur maka hubungan antar pihak dalam
dan IUPHHK sering menimbulkan konflik.
implementasi kebijakan PKH sebagaimana
Konflik tersebut terkait dengan hak dan
disajikan pada Tabel 5.
kewajiban yang diberikan oleh pemerintah
Pada Tabel 5 dapat dilihat bentuk hu-
kepada masing-masing pemegang izin terkait
bungan antar pihak dalam implementasi
dengan pengelolaan kawasan hutan. Pada
kebijakan PKH. Tanda positif berarti bahwa

252
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

Tabel 5. Matriks hubungan antar pihak dalam implementasi kebijakan PKH.


Table 5. Matrix of stakeholder's relationships in policy implementation of the use of forest area.

Dishut Prov (Provincial Forestry Service)

LSM (Non Government Organization)


Dishut Kab (District Forestry Service)

Ormas (Communiaty Organization)


DisESDM Prov (Provincial Mining

Aparat Keamanan (Human security


BKSDA (Agency for Conservation

Pemegang IUPHHK (License of


Pemegang IPPKH (Leasehold of
of Production Forest Utilization)
DisESDM Kab (District Mining

BP2HP (Agency for Monitoring


BPDAS (Agency for Watershed

BLHD (Environment Agency


Resources and Energy Service)

Resources and Energy Service)

BTN (National Park Agency)

forest production utilization)

Masyarakat (Community)
BPKH (Agency for Forest

forest area license holder)


Territory Establishment)

inDistrict Government)
of Natural Resources)
Management System)
Para pihak (Stakeholder)

apparatus)
Dishut Prov (Provincial
2 3 0 5 5 3 0 0 1 2 0 4 1 0 1
Forestry Service)
DisESDM Prov
(Provincial Mining Resour- 0 0 2 2 2 1 1 1 0 0 2 1 0 1
ces and Energy Service)
Dishut Kab (District
2 4 4 3 0 0 2 0 0 3 1 0 1
Forestry Service)
DisESDM Kab (District
Mining Resources and 1 1 1 1 1 2 0 0 4 1 0 1
Energy Service)
BPKH (Agency for Forest
4 3 2 2 1 0 0 4 1 0 1
Territory Establishment)
BPDAS (Agency for
Watershed Management 3 4 4 1 0 0 4 1 0 1
System)
BP2HP (Agency for
Monitoring of Production 1 1 1 0 0 2 1 0 1
Forest Utilization)
BKSDA (Agency for
Conservation of Natural 4 1 0 0 3 1 0 0
Resources)
BTN (National Park
1 0 0 3 1 0 0
Agency)
BLHD (Environmental
0 0 3 1 0 0
Agency in District Government
LSM (Non Government
4 -1 1 0 4
Organization)
Ormas (Community
-2 1 0 5
Organization)
Pemegang IPPKH (Leasehold
-1 -1 -2
of forest area license holder)
Pemegang IUPHHK (License
0 0
of forest production utilization)
Aparat Keamanan (Human
2
security apparatus)
Masyarakat (Community)

253
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

umumnya, konflik muncul karena pemegang Dengan berbagai modus yang dipakai, masya-
IUPHHK tidak menyetujui aktivitas peme- rakat berusaha untuk mendapatkan kom-
gang IPPKH yang dianggap mengganggu status pensasi (ganti rugi) terhadap lahan yang
kelestarian hutan pemegang IUPHHK. Alasan mereka klaim. Masyarakat menanami lahan
lainnya adalah tidak disepakatinya nilai ganti tersebut dengan berbagai jenis tanaman kayu
rugi tegakan dan sarana prasarana yang telah yang mempunyai nilai jual. Masyarakat juga
dibangun, sementara pemegang IPPKH me- berusaha mendapatkan surat keterangan
rasa telah memiliki izin dari Menteri Kehu- kepemilikan lahan tersebut dari aparat yang
tanan yang sah secara hukum untuk dapat berwenang, sementara pemegang IPPKH
melakukan kegiatan di kawasan hutan yang berusaha untuk membawa permasalahan
telah ditetapkan. Selain itu, banyak pemegang tersebut ke institusi yang berwenang namun
IPPKH mengeluhkan tuntutan nilai ganti rugi tidak mendapatkan respon positif, hingga pada
tegakan dan sarana prasarana yang tidak akhirnya melaporkannya kepada aparat
rasional dari pemegang IUPPHK. keamanan.
Konflik akan semakin tinggi ketika pe- Konflik pemegang IPPKH dengan ma-
megang IUPHHK memanfaatkan situasi syarakat tersebut dimanfaatkan oleh banyak
(rent seeking/opportunistic behavior) untuk ormas yang bermunculan dalam masyarakat
mencari keuntungan atas keberadaan per- yang mengatasnamakan masyarakat asli atau
usahaan tambang di dalam areal konsesi masyarakat adat. LSM juga memanfaatkan
IUPHHK-nya. Konflik tersebut menim- kondisi tersebut untuk mendapatkan keun-
bulkan permasalahan tersendiri dalam proses tungan dari pemegang IPPKH, sementara
implementasi kebijakan PKH. Pemerintah aparat mendapatkan keuntungan dari
perlu berperan aktif dalam menyelesaikan peranannya dalam memediasi konflik di antara
konflik-konflik tersebut yang sebenarnya mereka.
telah diketahui sejak lama. Sementara ini, Hubungan konflik ini sangat merugikan
sebagian besar konflik diselesaikan dengan pemegang IPPKH. Selain harus mengeluarkan
kompromistis, di mana pemegang IPPKH biaya transaksi tambahan untuk penyelesaian
(dengan kekuatan modal) cenderung mengalah konflik, perusahaan juga mengalami kerugian
untuk mengikuti permintaan pemegang finansial atas biaya sewa peralatan dan waktu
IUPHHK. Kompromi juga terjadi dengan produksi. Selama penyelesaian konflik ter-
melakukan hubungan 'business to business'. sebut tidak jarang masyarakat melakukan
Beberapa masalah lanjutan akibat overlapping pemblokiran terhadap produksi perusahaan.
izin dalam areal yang sama tersebut adalah Dalam kurun waktu tersebut perusahaan harus
ketidakjelasan batas kewenangan pengelolaan menerima kerugian dari penyewaan alat-alat
hutan, terbukanya akses ke dalam wilayah berat dan alat-alat produksi tambang yang lain.
IUPHHK tanpa bisa dikontrol oleh kedua Keberadaan aparat keamanan juga mempunyai
belah pihak. kecenderungan yang merugikan bagi perusa-
Hubungan konflik yang terjadi antara haan. Aparat keamanan cenderung untuk
pemegang IPPKH dengan masyarakat, ormas mengulur-ulur waktu penyelesaian konflik
LSM maupun aparat keamanan terkait dengan bahkan lebih condong 'melindungi' masya-
klaim masyarakat terhadap kawasan hutan. rakat untuk mendapatkan kompensasi.
Sebagian besar kawasan hutan yang telah Terlebih terdapat beberapa oknum aparat
mendapatkan IPPKH telah diklaim oleh keamanan yang mempunyai klaim lahan di
masyarakat di sekitar wilayah tersebut. dalam kawasan hutan.

254
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat

IV. KESIMPULAN DAN SARAN B. Saran


Pemerintah (Kementerian Kehutanan)
A. Kesimpulan
perlu mengurangi kendala implementasi
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 15 kebijakan PKH tersebut dengan mengaloka-
pihak yang terkait dengan implementasi sikan anggaran untuk kegiatan pemantauan
kebijakan PKH secara langsung. Kementerian dan penilaian yang cukup dan tepat waktu,
Kehutanan menjadi pihak utama sedangkan meningkatkan pengawasan dan penegakan
pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan hukum. Pemerintah daerah perlu menyi-
(IPPKH) menjadi pihak kunci dalam imple- apkan sumber daya manusia yang memadai
mentasi kebijakan PKH. Peranan keduanya untuk melaksanakan kegiatan pemantauan
menjadi tolak ukur para pihak menjalankan dan evaluasi IPPKH. Penelitian lebih men-
peranannya dengan baik. dalam terkait dengan adanya konflik antara
Terdapat keseimbangan yang cukup baik pemegang IPPKH dan IUPHHK serta keter-
antara rights, responsibility dan revenues untuk libatan masyarakat, LSM dan ormas dalam
masing-masing pihak. Keseimbangan juga implementasi kebijakan PKH perlu dilakukan.
terjadi dalam keterlibatan pemerintah daerah,
baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten dalam implementasi kebijakan DAFTAR PUSTAKA
IPPKH. Hal ini menunjukkan bahwa
Kementerian Kehutanan telah berusaha [IIED] International Institute for Environ-
membagi habis tugas kepada para pihak yang ment and Development. (2005). The four
berkompeten, baik institusi pusat di daerah R's. London: International Institute for
maupun institusi pemerintah daerah. Environment and Development (IIED).
Hubungan antar pihak terjalin dalam
berbagai tingkat, dari bekerjasama sampai Bryson, J.M. (2004). What to do when para
dengan adanya konflik. Keseimbangan pe- pihaks matter: a guide to para pihak
ranan, keterlibatan dan hubungan para pihak identification and analysis techniques.
yang baik tidak menjamin keberhasilan Public Management Review, 6(1), 21-53.
implementasi sebuah kebijakan. Keberhasilan Bungin, B. (2009). Penelitian kualitatif: komu-
implementasi kebijakan ditentukan oleh nikasi, ekonomi, kebijakan publik, dan ilmu
banyak faktor, di antaranya adalah ber- sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada
fungsinya institusi yang dibangun dan aturan Media Grup.
main yang dijalankan dengan baik.
Dalam implementasi kebijakan PKH Creswell, J.W. (2002). Desain penelitian: pen-
masih terdapat berbagai kendala dalam pe- dekatan kualitatif dan kuantitatif (Ang-
laksanaannya, di antaranya adalah: keterba- katan III dan IV KIK-UI). (Nur Khabibah,
tasan sumber daya manusia pelaksana, mi- penerjemah; Budiman A., Bambang H., &
nimnya anggaran dan pengawasan yang ketat Chryshnada D.L., Eds.). Jakarta, ID: KIK
dan penegakan hukum masih menjadi per- Press.
masalahan dalam keberhasilan implementasi Crosby, B.L. (1991). Stakeholder analysis: a vi-
kebijakan ini. tal tool for strategic managers. (Technical
Notes, No. 2). Washington, D.C.: Agency
for International Development.

255
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259

Dubois, O. (1998). Capacity to manage role Pomeroy, R. & Guieb, R.R. (2006). Fishery co-
changes in forestry. London: International management. A practical handbook.
Institute for Environment and Develop- Cambridge, M.A.: CABI Publishing and
ment (IIED). Ottawa: International Development
Research Centre.
Freeman, R.E. (1984). Strategic management: a
stakeholder approach. Cambridge: Reed, M.S., Graves, A., Dandy, N., Posthu-
Ballinger. mus, H., Hubacek, K., Morris, J., &, &
Stringer, L.C. (2009). Who's in and why?
Grimble, R. & Wellard, K. (1997). Stake-
A typology of stakeholder analysis
holder methodologies in natural resource
methods for natural resource management.
management: a review of principles,
Journal of Environmental Management, 90,
context, experiences and opportunities.
1933-1949.
Agricultural System, 55(2), 173-193.
Roslinda, E., Darusman, D., Suhardjito, D., &
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976
Nurrohmat, D.R. (2012). Stakeholders
tentang Sinkronisasi Pelaksanaan Tugas
analysis on the management of Danau
Bidang Keagrariaan dengan Bidang
Sentarum National Park Kapuas Hulu
Kehutanan, Pertambangan, Transmigrasi
Regency, West Kalimantan. Tropical Forest
dan Pekerjaan Umum.
Management Journal, 18(2), 78-85.
Kusumedi, P. & Rizal, A. (2010). Analisis
Salam, M.A. & Noguchi, T. (2006). Evaluating
stakeholder dan kebijakan pembangunan
capacity development for participatory
KPH Model Maros di Provinsi Sulawesi
forest management in Bangladesh's Sal
Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan
forest based on '4Rs' stakeholder analysis.
Kehutanan, 7(3), 179-193.
Forest Po-licy and Economics, 8, 785-796.
McCracken, J.R. & Narayan, D. (1998).
Stake, R.E. (2009). Studi kasus. In N.K. Denzin
Participation and social assessment: tools and
& Y.S. Lincoln, Handbook of Qualitative
techniques. Washington, D.C.: The
Research (2th Ed.). (Dariyanto, Badrus S.F.,
International Bank for Reconstruction and
Abi, & John R, Penerjemah). Yogyakarta:
Development.
Penerbit Pustaka Pelajar.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/
Surat Keputusan Direktur Jenderal Kehu-
Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam
tanan Nomor 64/Kpts/DJ/I/1978 tentang
Pakai Kawasan Hutan.
Pedoman Pinjam Pakai Tanah Kehutanan.

256
Lampiran 1. Matriks keterlibatan (peranan) para pihak dalam implementasi kebijakan penggunaan kawasan hutan.
Appendix 1. Matrix of stakeholder's roles in policy implementation of the use of forest area.
Keterlibatan para pihak (Stakeholders roles)

Jenis kegiatan
No.
(Activities)

Menhut (Ministry of Forestry)


Men ESDM (Ministry of Energy and
Mineral Resources)
Gubernur (Governor)
Bupati (Head of Regency/Mayor)
Ditjen Plan (Directorate General of
Ditjen BP DASPS (Direcotrate General
Ditjen BUK (Directorate General of
Ditjen PHKA (Directorate General
Ditjen Minerba (Directorate General of
Dishut Prov (Provincial Forestry
DisESDM Prov (Provincial Mining
Dishut Kab (Kota/District Forestry
DisESDM Kab (District Mining
BPKH (Agency for Forest Territory
BPDAS (Agency for Watershed
Management System)
BP2HP (Agency for Monitoring of
BKSDA (Agency for Conservation of
BTN (National Park Agency)
BLHD (Environmental Agency in
Perhutani (Indonesian State Forestry
BPN (National Land Board)

1 Penerbitan izin Ö Ö Ö
tambang (Issuance of
mining license)
2 Penerbitan dokumen Ö Ö Ö Ö Ö Ö
lingkungan (Issuance of
environment document)
3 Pertimbangan teknis Ö Ö Ö Ö Ö Ö
wilayah pertambangan
(Technical consideration
of mining area)
4 Penerbitan Ö Ö
rekomendasi Gubernur
(Issuance of Governor
recommendation)
5 Proses dan analisis Ö
perizinan PPKH
(Leasehold of forest area
License process and
analysis)
6 Pertimbangan teknis Ö Ö
kawasan hutan (Technical
consideration of forest area)

257
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .
258
9
8
7

12
11
10
No.

area)
forest area)

watersheds
calon lahan

assesment of

(Assesment of

rehabilitasi DAS
Penetapan lokasi
rehabilitasi DAS
(Activities)

(Determination of
forest area license)

(Forest inventory)
kompensasi (Field
Jenis kegiatan

rehabilitation area)
compensation land)
Penerbitan IPPKH

Tata batas kawasan


Lampiran 1. Lanjutan.

hutan (Deliniation of

Inventarisasi tegakan
Appendix 1. Continued.

Verifikasi calon lokasi


Pemeriksaan lapangan

watersheds rehabilition
(Issuance of leasehold of
Ö

Menhut (Ministry of Forestry)


Men ESDM (Ministry of Energy and
Mineral Resources)
Gubernur (Governor)
Bupati (Head of Regency/Mayor)
Ditjen Plan (Directorate General of
Ditjen BP DASPS (Direcotrate General
Ö
Ditjen BUK (Directorate General of
Ditjen PHKA (Directorate General
Ditjen Minerba (Directorate General of
Dishut Prov (Provincial Forestry

Ö
Ö
Ö
Ö

Ö
DisESDM Prov (Provincial Mining
Dishut Kab (Kota/District Forestry

Ö
Ö
Ö
Ö

Ö
DisESDM Kab (District Mining
BPKH (Agency for Forest Territory

Ö
Ö
Ö
Ö

Ö
Keterlibatan para pihak (Stakeholders roles)

BPDAS (Agency for Watershed

Ö
Ö
Ö
Management System)
BP2HP (Agency for Monitoring of

Ö
Ö
Ö
Ö
BKSDA (Agency for Conservation of

Ö
Ö
BTN (National Park Agency)
BLHD (Environmental Agency in

?
BPN (National Land Board)
Perhutani (Indonesian State Forestry

?
Vol. 11 No. 3, Desember 2014 : 239 - 259
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
259
17
16
14
13

15
No.

replanting)
(Assesment of

Penilaian hasil

watersheds area

Evaluasi IPPKH
(Activities)

Verifikasi PNBP
Jenis kegiatan

DAS (Assesment of
revegetation results)
government non-tax

Monitoring IPPKH
the forest area license)
Lampiran 1. Lanjutan.

(Leasehold of the forest


(Leasehold of the forest
Appendix 1. Continued.

Penilaian tegakan hasil

area license evaluation)


penanaman rehabilitasi
revegetasi (Assesment of

area license monitoring)


revenue from leashold of

Menhut (Ministry of Forestry)


Men ESDM (Ministry of Energy and
Mineral Resources)
Gubernur (Governor)
Bupati (Head of Regency/Mayor)
Ditjen Plan (Directorate General of
Ditjen BP DASPS (Direcotrate General
Ditjen BUK (Directorate General of
Ditjen PHKA (Directorate General
Ditjen Minerba (Directorate General of
Dishut Prov (Provincial Forestry

Ö
Ö
Ö
Ö
DisESDM Prov (Provincial Mining
Ö
Dishut Kab (Kota/District Forestry

Ö
Ö
Ö
Ö

Keterangan (Remarks): Keterlibatan pemerintah pusat 37 peran (52,9%), pemerintah daerah 33 peran (47,1%).
DisESDM Kab (District Mining

Ö
BPKH (Agency for Forest Territory

Ö
Ö
Ö
Ö
Keterlibatan para pihak (Stakeholders roles)

BPDAS (Agency for Watershed

Ö
Ö
Ö
Ö
Management System)
BP2HP (Agency for Monitoring of

Ö
Ö
Ö
BKSDA (Agency for Conservation of

Ö
Ö
BTN (National Park Agency)
BLHD (Environmental Agency in
BPN (National Land Board)
Perhutani (Indonesian State Forestry

Ö
Manifas Zubayr, Dudung Darusman, Bramasto Nugroho & Dodik Ridho Nurrohmat
Peranan Para Pihak dalam Implementasi Kebijakan Penggunaan Kawasan . . .

You might also like