Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Analisis Perilaku Masyarakat di Kawasan Konservasi Cagar Alam Gunug Sibela

Halahera Selatan Provinsi Maluku Utara

(People’s Behaviour Analysis at Wild Life Conservation Area of Sibela Mountain in South
Hamahera, North Maluku Province)

Ade Haerullah1), Said Hasan2)


1),2)
Dosen Program Studi Biologi FKIP Universitas Khairun Ternate
E-mail: umhaerullah@yahoo.co.id

Abstract

This research was done in wild life conservation area of Sibela mountain, South
Halmahera Regency, North Maluku Province from November 2009 to February 2010. The purpose
of the research is to give evidence about how is the people’s behavior towards the wild life
conservation area of Sibelia Mountain, the. The population of the research was all of patriarchs in
three villages: Sawadai village, Tuokona and Gandasuli village. Furthermore, 46-47 people are
chosen randomly from each village to get 140 patriarchs of total sample. Questionnaire instrument
was used to collect the data. Questionnaire instrument and closed response interview guideline
were used to collect the data of people’s behavior toward the wild life area conservation. Prior to
distribute the instrument to the respondents, a test is carried out to the people who live in east
Halmahera wild life area excluding from the research sample to get its validity and reliability. The
result of analysis on people’s behavior in three different villages living in wild life area shows that
they still have a low level of land utilization (about 20% - 25%). This result indicates that
respondents who answered the questions of utilize of the conservation area tend to be in small
number. This result also shows that the people of the three villages are having a tendency to do
activities that caused environmental damage (contra conservation). The analysis result on people’s
behavior in maintaining wild life conservation area of Sibela Mountain is also at a low level. From
the three villages, the percentages are 8% - 13%. It indicates that people’s behavior tendency of
maintaining or preserve the conserved area is at a very low level.

Keywords: Behavior, Conservation area, Wild Life

PENDAHULUAN dihadapinya. Perilaku diartikan juga sebagai


(1) cara pandang berbuat atau bertingkah
Keanekaragaman hayati terdiri dari laku, (2) keseluruhan tanggapan atau reaksi
flora (tumbuhan) dan fauna (binatang) yang atau perbuatan dalam berbagai situasi, (3)
tersebar di seluruh Nusantara. Penyebaran penuntun seseorang dalam bertingkah laku di
flora dan fauna tersebut memiliki tingkat tengah orang banyak, (4) aksi atau reaksi
keragaman yang berbeda antara satu daerah terhadap sesuatu dalam keadaan
dengan daerah yang lainnya. bagaimanapun; perilaku adalah unsur kecil
Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh yang dapat menjadi bahan belajar dalam
Indonesia merupakan kekayaan yang tak percobaan . Dalam konteks ini, perilaku
ternilai harganya sehingga perlu dilestarikan. merupakan pola atau pedoman bagaimana
Pelestarian keanekaragaman hayati dapat seharusnya seseorang bereaksi atau bertindak
ditempuh melalui upaya konservasi dalam kehidupan sehari-hari, berbuat dan
(Kathryn,2000) menyesuaikan diri dalam kehidupan
Perilaku merupakan tanggapan atau masyarakat.
reaksi individu yang terwujud dalam bentuk Perilaku sebagai hasil kekuatan yang
gerakan badan maupun ucapan. Zimbardo ada dalam diri individu dan kekuatan yang
dan Gering dalam Sahman (2003) berasal dari lingkungan psikologi.
mengartikan perilaku sebagai suatu cara atau Lingkungan psikologi yang dimaksud adalah
perbuatan yang dilakukan oleh manusia. seluruh fakta psikologi yang diketahui atau
Prilaku dimaknai sebagai hasil perbuatan disadari oleh individu. Fakta psikologi
seseorang yang ditunjukan secara terus tersebut akan membentuk keseluruhan dari
menerus dan cenderung berkesinambungan pengetahuan dari individu dan merupakan
akibat adanya situasi dan kondisi yang kekuatan yang mempengaruhi tingkah laku.
Perilaku sifatnya spesifik sehingga bentuk status sosial ekonomi, tanggung jawab
perwujudan perilaku seorang individu lingkungan, partisipasi dalam aktifitas sosial,
terhdap sesuatu bisa berbeda-beda. Perilaku etika lingkungan, wawasan ekologis,
tersebut akan sangat tergantung kepada keterpaan informasi, pemahaman tentang
perkembangan mental dan kepribadian keanekaragaman hayati (Keraf, 2002).
seseorang di samping faktor pengaruh dari Konservasi (conservation) yang
lingkungan itu sendiri. Perilaku manusia juga diartikan sebagai perlindungan yang lahir
merupakan hasil interaksi antara rangsangan dari ide pembentukan lembaga perlindungan
(stimulus) respon dan semua bentuk perilaku di Eropa Preservasi yang berarti pengawetan
yang kompleks termasuk kebiasaan, berpikir sisa – sisa hutan alam di Eropa. Di Indonesia,
dan reaksi emosional yang dibentuk dari kesadaran konservasi baru dimulai pada akhir
stimulus respon khusus yang dapat dilihat tahun 1970-an, dengan penyiapan draf
dan diukur sehingga kita dapat memproduksi Undang-undang tentang Konservasi Sumber
dan mengontrol perilaku seseorang jika kita Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang
mengontrol stimulus (Skinner, 2000) baru disahkan pada tahun 1990, dua puluh
Sikap terhadap suatu perilaku tahun kemudian. Kesadaran upaya
dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku perencanaan dan pengukuhan beberapa
tersebut akan membawa kepada hasil yang kawasan konservasi termasuk penunjukan
diinginkan atau tidak diinginkan. Keyakinan dan penetapan beberapa kawasan menjadi
mengenai perilaku apa yang bersifat Taman Nasional (Wiratno dkk, 2001).
normatif (yang diharapkan oleh orang lain) Konservasi sumberdaya alam
dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan dewasa ini lebih diarahkan kepada konservasi
harapan normativ tersebut membentuk norma keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan
subjektif dalam diri individu. Kontrol keanekaragaman hayati kini berada di
perilaku ditentukan oleh pengalaman masa ambang kepunahan. Menurut Chiras spesies
lalu dan perkiraan individu mengenai yang terancam punah perlu diselamatkan
seberapa sulit atau mudahnya untuk didasarkan pada alasan, estetika, ekonomi
melakukan perilaku yang bersangkutan. dan stabilitas ekosisitem (Chiras,1990).
Kontrol perilaku ini sangat penting artinya Undang-undang No 5 tahun 1967, kawasan-
ketika rasa percaya diri seseorang sedang kawasan pelestarian terdiri atas cagar alam,
berada dalam kondisi yang lemah suaka margasatwa serta hutan wisata yang
(Azwar,1995). masih dibagi lagi menjadi taman buru dan
Bila perilaku manusia dalam hutan wisata. Namun demikian
memperlakukan lingkungan sesuai dengan pengelompokan dan kriteria terus
tuntutan moral maka, hal itu sudah berkembang, antara lain karena pengaruh
mencerminkan adanya etika konservasi yakni beberapa pertemuan Nasional dan
perilaku beretika lingkungan yang Internasional di bidang konservasi, seperti
mendukung konservasi lingkungan. Konggres Taman Nasional dan Kawasan
Konservasi lingkungan yang didalamnya Lindung Sedunia di Bali pada bulan Oktober
terdapat konservasi keanekaragaman hayati 1982 serta penerbitan panduan IUCN (The
merupakan sebuah etika lingkungan yang international Union for Conservation Of
perlu terus dikembangkan seluruh lapisan Nature and Resources). Ketika Undang-
masyarakat untuk menciptakan undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi
keseimbangan lingkungan (Anonim, 2003) Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Eksploitasi yang berlebihan dapat diterbitkan, kategori kawasan konservasi juga
menimbulkan krisis kenanekaragaman hayati mengikuti aturan tersebut yang terdiri dari :
yang tak dapat dipisahkan dengan krisis etika kawasan suaka alam ( KSA) yang terdiri atas
dan moral masyarakat, karena keterlibatan Cagar alam (CA) dan suaka margasatwa
masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya (SM), kawasan pelestarian alam (KPA) yang
hayati secara berlebihan berdampak terhadap berupa taman nasional (TN), taman wisata
berkurangnya jenis sumberdaya hayati alam (TWA), dan taman hutan raya (THR)
tersebut. Perilaku masyarakat dalam (Wiratno, 2001).
konservasi cagar alam merupakan sebuah Banyak manfaat kawasan konservasi
gejala sosial yang diduga terkait dengan berdasarkan tipe pengelolaan masing-masing
berbagai faktor antara lain tingkat kawasan tersebut, yang sangat bergantung
pendidikan, tingkat pendapatan, kearifan pada spesifikasi tujuan konservasi yang
tradisional, kegemaran atau hobi yang ditetapkan. Variasi tujuan konservasi dapat
merupakan bagian dari sikap hedonisme, berkisar pada : 1) Pemeliharaan dan
perlindungan sumber daya lingkungan, jasa untuk kepentingan penelitian, pendidikan,
dan proses-proses ekologi, 2) Produksi pengembangn ilmu pengetahuan dan kegiatan
sumber daya alam, seperti kayu dan satwa budidaya, 2) Kawasan Suaka Margasatwa
liar, 3) Produksi rekreasi dan jasa wisata, 4) yang berfungsi untuk melestarikan
Perlindungan benda-benda dan situs sejarah keanekaragaman atau keunikan jenis satwa
serta budaya, serta 5) penyediaan peluang- dapat dilakukan pembinaan habitat untuk
peluang pendidikan dan penelitian tujuan penelitian, pendidikan dan juga wisata
Menurut Primack R.B (2001) dalam terbatas, 3) Kawasan Taman Nasional adalah
Yusuf Mohtar (2008) bahwa fungsi dari kawasan pelestraian alam yang mempunyai
kawasan lindung adalah sebagai berikut ; 1) ekosisitem asli, dikelola dengan Zonasi
Kawasan Cagar Alam hanya dapat dilakukan yang dimanfaatkan untuk penelitian,
untuk kepentingan penelitian, pendidikan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata
pengembangn ilmu pengetahuan dan kegiatan dan rekreasi, 4) Kawasan taman Hutan Raya
budidaya, 2) Kawasan Suaka Margasatwa alaha kawasan untuk tujuan koleksi
yang berfungsi untuk melestarikan tumbuhan dan /atau satwa yang alami atau
keanekaragaman atau keunikan jenis satwa buatan yang dimanfaatkan untuki
dapat dilakukan pembinaan habitat untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
tujuan penelitian, pendidikan dan juga wisata pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata
terbatas, 3) Kawasan Taman Nasional adalah dan rekreasi, 5) Kawasan Taman Wisata
kawasan pelestraian alam yang mempunyai Alam adalah kawasan pelestraian alam yang
ekosisitem asli, dikelola dengan Zonasi dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi
yang dimanfaatkan untuk penelitian, Selain dari Kawasan Suaka Alam
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan Kawasan Pelestarian Alam, di Indonesia
dan rekreasi, 4) Kawasan taman Hutan Raya juga ada lagi hutan yang dilindungi
alaha kawasan untuk tujuan koleksi berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
tumbuhan dan /atau satwa yang alami atau yaitu Hutan Lindung. Kawasan Hutan
buatan yang dimanfaatkan untuki Lindung adalah hutan- hutan yang fungsinya
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, untuk melindungi kawasan hutan sebagai
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata sumberdaya air, tanah dan ekosisitemnya,
dan rekreasi, dan 5) Kawasan Taman Wisata sehingga dapat memberikan perlindungan
Alam adalah kawasan pelestraian alam yang pada sistem penyangga kehidupan (Primack
dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi R.B, 2001)
Banyak manfaat yang diberikan Selain dari Kawasan Suaka Alam
kawasan konservasi berhubungan tipe dan Kawasan Pelestarian Alam, di Indonesia
pengelolaan masing-masing kawasan juga ada hutan yang dilindungi berdasarkan
tersebut, yang sangat bergantung pada Keputusan Menteri Kehutanan yaitu Hutan
spesifikasi tujuan konservasi yang Lindung. Kawasan Hutan Lindung adalah
ditetapkan. Variasi tujuan konservasi dapat hutan- hutan yang fungsinya untuk
berkisar pada : 1) Pemeliharaan dan melindungi kawasan hutan sebagai
perlindungan sumber daya lingkungan, jasa sumberdaya air, tanah dan ekosisitemnya,
dan proses-proses ekologi, 2) Produksi sehingga dapat memberikan perlindungan
sumber daya alam, seperti kayu dan satwa pada sistem penyangga kehidupan (Primack
liar, 3) Produksi rekreasi dan jasa wisata, 4) R.B, 2001)
Perlindungan benda-benda dan situs sejarah Berdasarkan hasil observasi yang
serta budaya, serta 5) penyediaan peluang- dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa
peluang pendidikan dan penelitian Kawasan Cagar Alam Gunung Sibela telah
Beberapa dari manfaat tersebut mengalami penurunan luas area yang telah
merupakan sumber daya dengan nilai guna ditetapkan berdasarkan Surat keputusan
langsung yang dapat dinilai dengan harga (SK) Menteri Kehutanan Republik Indonesia
pasar, seperti penebangan hutan dan No 326/Kpts/Um/II/87 tanggal 15 oktober
perikanan. Demikian juga manfaat-manfaat 1987 Cagar Alam Gunung Sibela memiliki
lain seperti rekreasi, yang bergantung kepada luas 23.024,00 Ha. Gunung Sibela
penggunaan langsung oleh manusia, juga merupakan salah satu gunung yang tertinggi
dapat dinilai dengan banyak cara. di Maluku Utara dengan ketinggian 2.118
Selain itu fungsi dari masing meter di atas permukaan laut. Cagar Alam
kawasan lindung juga di kemukakan oleh Gunung Sibela terletak di Pulau Bacan
Primack R.B (1998) sebagai berikut ; 1) kabupaten Halmahera Selatan Propinsi
Kawasan Cagar Alam hanya dapat dilakukan Maluku Utara, memiliki banyak sumber/mata
air yang tetap mengalir ke beberapa sungai. cagar alam. Sebelum instrument dibagikan ke
Potensi kawasan Cagar Alam Gunung Sibela, responden dilakukan uji coba pada
antara lain adalah: Memiliki beraneka ragam masyarakat yang berada di kawasan cagar
jenis fauna seperti: Monyet (Macaca nigra alam Halmahera Timur, yang tidak dijadikan
sp.), Burung Nuri Ternate (Lorius garulus), sebagai sampel penelitian untuk mengetahui
Bayan (Eclectus roratus), Burung Bidadari validitas dan reliabilitasnya. Untuk Validitas
Kasturi Merah (Eos bornea), Kakatua Alba instrumen dihitung dengan koefisien korelasi
(Cacatua alba), dan Perkicit Violet (Eos skor setiap butir dengan skor total.
squamata). Beranekaragam jenis flora Penghitungan koefisien korelasi dihitung
misalnya: Matoa (Pometia pinnata), Gufasa dengan Excell for Windows dan SPSS 14 for
(Vitex cofassus), Samama (Anthocephalus Windows, dengan kriteria validitas butir
macrophyllus), serta Anggrek Alam dibandingkan antara r-hitung dengan r-tabel,
(Donrobium Sp) (Anonim,2001). bila r-hitung lebih besar dari r-tabel (r-hitung
Pengurangan luas area Kawasan > r-tabel) pada taraf signifikansi 5%, maka
Cagar Alam Gunung Sibela ini terjadi akibat butir tes dikatakan valid (Arikunto, 2001).
dari adanya kegiatan masyarakat yang Validitas isi dilakukan oleh ahli. Sedangkan
memanfaatkan kawasan ini dengan alasan untuk menguji reliabilitas instrumen
pembukaan lahan pertanian serta adanya menggunakan koefisien reliabilitas dengan
pembalakan hutan ( eksploitasi), padahal menggunakan rumus Alpha Cronbach
kawasan cagar alam ini semestinya dilindungi (Sugiyono, 2005). Penghitungannya
karena dari gunung Sibela ini dapat memanfaatkan program SPSS 14 for
diandalkan sebagai sumber mata air yang Windows. Rumus Alpha Cronbach menurut
baik dan selalu memenuhi kebutuhan Sugiyono (2005) sebagai berikut.

1   
masyarakat, adanya peningkatan kegiatan
masyarakat ini, mengakibatkan adanya St 2
penurunan debit air bahkan pada beberapa
sungai telah kering yakni sungai Gandasuli
R1  K
K 1 St 2
dan sungai Sawadai.
Selain kegiatan yang di sebutkan di Keterangan:
atas, masyarakat juga melakukan perburuan R1 = reliabilitas instrumen
terhadap satwa liar cukup tinggi dimana K = rata-rata kuadrat antar subyek
terdapat sejumlah masyarakat di beberapa 2
∑ St = rata-rata kuadrat kesalahan
desa menangkap burung-burung endemik St2 = varians total
untuk diperdagangkan di wilayah Maluku
Utara dan di luar Maluku Utara bahkan
sampai ke luar Negeri (Anonim,2001). Data yang telah terkumpulkan lalu
Berdasarkan fenomena dan kerangka dianalisis secara deskriptif dengan
berfikir tersebut, maka penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi ganda
bertujuan untuk membuktikan bagaimana dengan menggunakan fasilitas Excell for
perilaku masyarakat terhadap kawasan Windows dan SPSS 14 for Windows. Untuk
konservasi Cagar Alam Gunung Sibela mengetahui perbedaan skor tes awal dengan
Halamahera Selatan Provinsi Maluku Utara. skor tes akhir pengetahuan lingkungan
dilakukan uji-t pada p=0,05. Signifikansi
METODE PENELITIAN regresi ganda diuji dengan statistik F, dengan
taraf signifikansi 0,05. Setelah diperoleh
Penelitian ini dilaksanakan pada koefisien korelasi ganda, uji signifikansi
bulan November 2009 sampai bulan Pebruari koefisien korelasi ganda dengan statistik F.
2010. Populasi dalam penelitian ini adalah Akhir pengujian dapat disimpulkan seberapa
seluruh Kepala Keluarga yang menguni tiga besar hubungan skor pengetahuan lingkungan
desa yakni desa Sawadai, Tuokona, dan desa dengan persepsi, sikap dan minat dalam
Gandasuli. Selanjutnya diambil secara acak pengelolaan lingkungan hidup (Putrawan,
46-47 orang di setiap desa sehingga mencapai 1990).
140 orang kepala Keluarga. Data dapat Untuk mendapatkan data yang akurat maka
dikumpulkan dengan menggunakan peneliti melakukan pengamatan secara
instrument angket. Instrumen angket dan langsung ke lokasi penelitian tentang
pedoman wawancara tertutup yang digunakan gambaran umum lokasi tersebut. Selanjutnya
untuk menjaring data tentang perilaku untuk memperoleh data primer digunakan
masyarakat terhadap konservasi kawasan pedoman wawancara (Interview guide) yaitu
tentang perilaku masyarakat terhadap berada disekitar kawasan tersebut diantaranya
konservasi cagar alam gunung Sibela yang Desa Sawadai, Tuokona dan Gandasuli yang
telah diuji validitas maupun reabilitasnya. dijadikan sampel dalam penelitian ini.
Desa Sawadai terletak di bagian
Untuk menganilis data digunakan rumus Barat kawasan cagar alam gunung Sibela,
sebagai berikut : Desa Tuokona merupakan anak desa dari
F Panambuang yang berbatasan langsung
P= x 100% (Sudijono,2000) dengan desa Sawadai dan Desa Gandasuli.
N Dari ketiga desa ini ada dua desa yang
memiliki karakter desanya antara satu
Dimana : dengan lainnya yaitu desa Tuokona dan desa
F = Frekwensi yang sedang dicari Sawadai yakni karakter desanya masih
presentasnya tergolong kategori terbelakang , ini bisa
N = Banyaknya individu/Responden terlihat pada jumlah anak yang
P= Angka presentase berpendidikan, pada kedua desa ini hampir
setiap anak yang lulus Sekolah Dasar (SD)
Sedangkan untuk menganlisa data tiap tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP
indikator digunakan rumus yang dikemukkan dan SMA bahkanapalagi melanjutkan
oleh Ridwan dalam Kaufua (2005) sebagai pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi.
berikut: Berbeda dengan Desa Gan dasuli yang juga
TNR berada di kawasan cagar alam tapi telah
X NR = memiliki karakter desa yang bisa
JR dikategorikan sebagai desa yang tidak
tertinggal lagi, ini terbukti bahwa tingkat
XNR pendidikan masyarakat desa Gandasuli lebih
= X 100% maju dibanding dua desa yang telah
BM disebutkan di atas.
Mata pencaharian masyarakat Desa
Dimana:
Sawadai, Tuokona, maupun desa Gandasuli
% TPM = Persen perilaku adalah bertani tanaman bulanan seperti
masyarakat Tomat (Solanum lycopersicum), Cabe
X NR = Rata-rata nilai (Capsicum anum), Mentimun ( Cucumis
responden sativus Linn), Ubi kayu (Manihot utilisima
BM = Bobot maksimun Poh) serta tanaman tahunan seperti Coklat
TNR = Total nilai responden (Theobroma cacao), kelapa (Cocos nucifera)
JR = Jumlah responden dan lain-lain. Bercocok tanam adalah satu-
satunya mata pencaharian mereka. Cara
Semua data yang didapat dianalisis bercocok tanam para petani di desa ini masih
dengan menggunakan bantuan fasilitas bersifat tradisonal bahkan masih berpindah-
Excell for Windows dan SPSS 14 for pindah tempat, sehingga sasaran utamanya
Windows. adalah ke arah kawasan cagar alam. Mental
Berdasarkan nilai presentase pada bercocok tanam seperti ini juga diakui oleh
indikator Perilaku masyarakat diperoleh beberaapa orang di desa tersebut bahwa
maka ditafsirkan dalam kalimat kualitatif selain ingin memperluas lahan, juga tidak
sebagaimana dikemukakan Ridwan (2003). dikung oleh pengetahuan yang memadai. Ini
Angka 0-40 % Rendah, Angka 41-70 % sangat jelas bahwa para petani di desa ini
Sedang, dan Angka 71-100% Tinggi. rata-rata memiliki tingkat pendidikan rendah.
Hasil Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil perhitungan
presentase jawaban responden, tentang
Deskripsi Hasil Penelitian Berdasarkan perilaku masyarakat terhadap kawasan cagar
Desa Sebagai Sampel alam dengan menggunakan bantuan fasilitas
Berdasarkan hasil penelitian Excell for Windows dan SPSS 14 for
ditemukan bahwa Kawasan Cagar alam Windows diperoleh sebagaimana pada
Gunung Sibela terdapat beberapa 3 desa yang Gambar 1. Dari jawaban responden seperti
dihuni oleh berbagai masyarakat yang disajikan pada gambar 1 dapat di
memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan klasifikasikan berdasarkan indikator
serta perilaku yang berbeda. Desa- desa yang penelitian seperti disajikan pada Tabel 2.
Tebel 1. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Sawadai.
Nama Desa Tingkat pendidikan Jumlah
Diploma 2 1 Orang
Sawadai SLTA 7 Orang
SLP 10 Orang

Diploma 2 Orang
Tuokona SMU 15 Orang
SMP 30 Orang

Gandasuli
S3 1 Orang
S2 1 Orang
S1 22 Orang
D3 6 Orang
D2 10 Orang
D1 4 Orang
SLTA 180 Orang
SLTP 383 Orang
Sumber: Kantor kepala desa masing-masing Desa

100
Presentase Jawaban Responden

90
80
70
60
50
40 :
Keterangan
30 Presentase Jawaban Responden dalam hal pemanfaatan
20 Presentase Jawaban Responden dalam hal pemeliharaan
10
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23
item

Gambar 1. Presentase Jawaban Responden Berdasarkan Indikator

Tabel 2. Presentase Jawaban Responden Berdasarkan Indikator dan Setiap Desa.


Desa Jumlah
No Indikator Sawadai Panambuang Gandasuli
Presentase (%) Presentase (%) Presentase (%)
1 Pemanfaatan 24% 25% 20% 69%

2 Pemeliharaan 10% 13% 8% 31%

Jumlah 100%
Pembahasan
Etika lingkungan merupakan suatu
Perilaku Masyarakat Dalam Pemanfaatan perilaku manusia dalam mewujudkan moral
Kawasan Konservasi Cagar Alam Gunug lingkungan yang berisi petunjuk mengenai
Sibela Bacan. bagaimana manusia harus menempuh
Hasil analisis untuk perilaku kehidupan, berperilaku serta
masyarakat ketiga desa dalam memanfaatkan bertanggungjawab terhadap lingkungan dan
kawasan konservasi tergolong rendah yaitu alam. Dengan adanya etika lingkungan, maka
20 % - 25 %. Artinya responden yang dalam memanfaatkan lingkungan untuk
menjawab tidak memanfaatkan kawasan memenuhi kebutuhannya, manusia juga
konservasi tergolong rendah. Hal ini membatasi tingkah lakunya dengan
menunjukan masyarakat di ketiga desa mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap
memiliki perilaku cenderung melakukan berada dalam batas keseimbangan. Kita
tindakan merusak lingkungan (kontra semua menyadari bahwa perilaku, yang
konservasi). merusak hubungan dengan alam akan
Rendahnya tingkat pengetahuan dan mendatangkan bencana lingkungan. Selain
pemahaman sangat mempengaruhi perilaku tingkat pendidikan faktor pendapatan
seseorang. Selama ini masyarakat di ketiga ekonomi, wawasan ekologis, serta
desa hanya mengandalkan kepercayaan dan meningkatnya populasi manusia
perasaan bahwa apa yang mereka lakukan menyebabkan terjadinya penyempitan lahan
adalah benar atau tidak melanggar aturan dan konservasi (Primack dkk, 2001).
etika lingkungan. Azwar (1995) menjelaskan Konservasi lingkungan di dalamnya
bahwa kecenderungan berperilaku banyak terdapat konservasi keanekaragaman hayati,
dipengaruhi oleh kepercayaan dan perasaan. habitat serta bahan genetik yang merupakan
Secara teoritis perilaku terjadi atas sebuah sebuah tindakan etika lingkungan yang perlu
asumsi/presepsi dan keyakinan. terus dikembangkan untuk menciptakan
Dalam perspektif etika lingkungan, keseimbangan lingkungan (Anonim, 2003).
manusia cenderung menafsirkan lingkungan Hasil penelitian (pada Tabel 2)
sebagai wadah dalam rangka memperoleh menunjukan terjadinya perubahan tata guna
keuntungan. Kecendrungan ini menyebabkan lahan yang cukup besar pada kawasan
manusia kadang mengeksploitasi sumber konservasi cagar alam gunung Sibela.
daya alam untuk kesenangan dan keuntungan Perubahan tata guna lahan itu adalah
pribadi, yang berakibat rusaknya kondisi perubahan fungsi kawasan konservasi
lingkungan hidup. menjadi kawasan pertanian oleh masyarakat.
Adopsi Prinsip-prinsip Masyarakat Menurut Wiratno (2001) bahwa Indonesia
Adat dalam Melestarikan Hutan arah perubahan penggunaan sumber daya
Masyarakat adat menganut prinsip-prinsip hutan telah sampai pada tingkat yang
pelestarian hutan yang berkembang secara mengkhawatirkan konversi kawasan lindung
evolusioner serta diwariskan secara turun menjadi lahan-lahan pertanian, perkebunan,
temurun pemukiman, perburuan satwa dan sebagainya
 Prinsip utama yang mereka anut pada tiga dekade terakhir ini terjadi dimana-
adalah manusia dan alam memiliki mana. Konversi lahan telah membawa
hubungan yang selaras dan seimbang. banyak masalah bagi ekosistem, flora dan
 Prinsip kedua adalah ilmu fauna dan sampai saat ini belum ada
pengetahuan lokal dan struktur penyelesaian.
pemerintahan masyarakat adat Seperti yang terjadi di Pulau
dianggap mampu untuk memecahkan Sumatera kawasan konservasi dengan luas
masalah pemanfaatan sumberdaya 3,38 juta ha, telah dieksploitasikan kayunya
hutan. dan selanjutnya diubah menjadi areal
 Prinsip ketiga adalah wilayah hutan perkebunan (Wiratno dkk, 2001). Hal yang
adat dibagi-bagi menurut fungsinya. sama juga terjadi pada kawasan cagar alam
 Prinsip keempat adalah untuk gunung Sibela.
mengurangi kecemburuan sosial maka
dilakukan pendistribusian hasil hutan. Perilaku Masyarakat dalam Pemeliharaan
 Prinsip kelima adalah alokasi fungsi Kawasan Konservasi Cagar Alam Gunung
hutan dan penegakan hukum adat Sibela Bacan.
dalam memelihara hutan milik Hasil analisis perilaku masyarakat
bersama. (Nababan, 2003) dalam pemeliharaan kawasan konservasi
cagar alam gunung Sibela juga tergolong dan menjaga fungsi hidroligis tanah untuk
rendah yaitu dari ketiga desa diperoleh nilai menjamin ketersedian unsur hara tanah, air
presentasenya 8%-13%. Hal ini menunjukkan tanah dan air permukaan
bahwa perilaku masyarakat yang cenderung Untuk membatasi perilaku yang
memelihara atau melestarikan kawasan yang dapat menimbulkan fenomena negatif
dilindungi sangat rendah. terhadap kelestarian alam manusia dituntut
Primack (2001) mengatakan bahwa untuk memiliki dan menggunakan “etika”
manusia menggunakan kekayaan alam seperti sehingga manusia dapat memberikan respon
kayu bakar, daging dari hewan liar, serta terhadap apa yang perlu dipilih dan tindakan
tumbuh-tumbuhan liar dan manusia apa yang perlu diambil pada situasi tertentu,
mengubah habitat alamiahnya menjadi tanah etika yang ideal ini melahirkan norma-norma
pertanian atau tempat tinggal memberikan hukum ditengah masyarakat yang
andil besar bagi kepunahan keanekaragaman memberikan sanksi tegas terhadap siapa saja
hayati serta peyempitan habitat satwa. yang melanggarnya. (Basien N dkk, 2000).
Beberapa ahli percaya bahwa pembatasan
populasi manusia adalah kunci untuk SIMPULAN
pelestarian keanekaragaman hayati. Namun,
bukan berarti kepunahan spesies dan Sesuai dengan penjelasan pada
kerusakan ekosistem disebabkan oleh pembahasan tentang perilaku masyarakat
manusia akan tetapi juga berkembangannya terhadap kawasan konservasi Cagar Alam
industri dan masyarakat modern yang Gunung Sibela dapat diambil beberapa
materialistik akan menyebabkan kenaikan kesimpulan sebagai berikut : 1) Perilaku
permintaan kekayaan alam yang luar biasa. masyarakat terhadap kawasan konservasi
Sehingga pemakaian sumberdaya alam yang dalam hal pemanfaatan kawasan tergolong
tidak seimbang di sebuah negara juga rendah, dan 2) Perilaku masyarakat terhadap
merupakan penyebab kerusakan kawasan konservasi dalam hal pelestarian
keanekaragaman hayati. juga tergolong rendah.
Hasil penelitian (lampiran 4) Dari hasil penelitian ini disarankan agar: 1)
menunjukan bahwa selama ini masyarakat Pemerintah Daerah serta Dinas terkait yang
bukan memelihara kawasan konservasi serta membidangi masalah Perlindungan Hutan
keanekaragaman hayati yang terdapat dan Konservasi Alam( PHKA) untuk mencari
didalam kawasan tersebut malainkan solusi mengenai masalah yang terjadi di
mengeksploitasi kawasan serta Kawasan Cagar Alam Gunung Sibela (
keanekaragaman hayati untuk memenuhi pemanfaatan kawasan secara ilegal), 2) perlu
keperluan hidup sehari-hari. Kawasan adanya penelitian lanjutan oleh seluruh
konservasi Cagar Alam seharusnya tertutup komponen masyarakat yang peduli terhadap
untuk segala bentuk kegiatan yang akan pelestarian kawasan konservasi, 3) Perlu
mengganggu habitat satwa serta organisme adanya sosialisasi tentang manfaat kawasan
yang lain tetapi masyarakat disekitar kawasan konservasi kepada masyarakat yang tinggal
malah menggunakan kawasan tersebut untuk di sekitar kawasan tersebut, 4) perlu adanya
daerah pertanian. penelitian lanjut oleh Mahasiswa Biologi.
Menurut Soemarwoto (2004) bahwa
kawasan Cagar Alam tidak dibolehkan segala DAFTAR PUSTAKA
jenis eksploitasi. Kawasan Cagar Alam hanya
dapat digunakan sebagai kawasan untuk Alikodra HS, Rais SH. 2004. Bumi Makin
penelitian, pariwisata serta pendidikan. Panas Banjir Makin Luas Menyibak
Menurut Koordinator Birdlife Sumba, Tragedi Kehancuran Hutan. Editor :
Randja Pati, Kepada Pos Kupang, sabtu (7/8) Simon S, Sinaga N. Bandung: Penerbit
bahwa di dalam kawasan Cagar Alam Nuansa Yayasan Nuansa Cendekia
dilarang melakukan kegiatan apapun kecuali
kegiatan yang berkaitan dengan fungsi Anonim, 2005. Rekomendasi untuk
dengan tidak mengubah bentang alam, Pemerintah Kabupaten Maluku Utara
kondisi penggunaan lahan serta ekosistem dalam Pengelolaan dan Pelestarian
alam yang ada. Kegiatan yang dapat Kawasan Konservasi cagar alam
mengakibatkan perubahan kawasan Cagar Gunung Sibela Maluku Utara.
Alam dilarang. Menurut dia, perlindungan Yayasan KAMMU Maluku Utara,
terhadap kawasan lindung dilakukan untuk Ternate (Tidak diterbitkan).
mencegah erosi, bencana banjir, semenditasi
Arief, A. dan Soemarno, 2004. Wisata Alam Ekowisata, Fakultas Kehutanan
Berbasis Hutan, dalam Soemarno Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
(editor), Model Penge lolaan Sumber
Daya Hutan Untuk Pengembangan Haerullah A, 2008. Studi Pengetahuan
Wilayah dan Pember dayaan Masyarakat tentang budidaya rumput
Masyarakat, Universitas Brawijaya, laut di desa Tuniku kecamatan Jailolo
Malang kabupaten Halamheras Barat. Jurnal
edukasi FKIP Universitas Khairun
Azwar S, 2000. Sikap Manusia. Pustaka Volume 24 No. 2 Juli 2008: 10-20
Pelajar. Yogyakarta.
Irawati, E., 2004. Studi Karakteristik Sosial
Bintariadi, B. 2006. Pro Fauna Tolak Cagar Budaya Yang Berpengaruh Terhadap
Alam Pulau Sempu Jadi Obyek Pembentukan Ruang Kota Nelayan
Wisata, Tempointeraktif edisi 18 Sendang Biru Kabupaten Malang.
Januari 2006 Tugas Akhir Program Studi PWK
WIB.http://www.tempointeraktif.com/ Fakultas Teknik Universitas
hg/nusa/jawamadura/2006/01/18/brk,2 Brawijaya. Malang
0060118-72507,id.html dikunjungi
tanggal 25 April 2009 Jhantami H, 2001. Ancaman Globalisasi dan
Imperalisme Lingkungan.Insist Press.
Bachtiar, 2006. Perilaku Masyarakat Dalam Jakarta.
Konservasi Satwa Khas Ditinjau dari
Pemahaman tentang Nababan, Abdon. 2003. Pengelolaan
Keanekaragaman hayatu dan Sumberdaya Alam Berbasis
Komitmen pada Pelestarian Masyarakat Adat (Tantangan dan
Ekosisitem. Makalah untuk seminar Peluang). Makalah Pelatihan
Nasional (tidak di Terbitkan). Pengelolaan Lingkungan Hidup di
Daerah. Pusat Penelitian lingkungan
Basien N dkk, 2000, Membangun Presepsi Hidup, IPB. 5 Juli 2002.
“Deep Ecology And Analasis dalam
pembangunan Berkelnajutan (suatu Prasta, A., 2003, Arahan Pengembangan
Tinjauan Peningkatan bencana Alam Kawasan Pariwisata Cibodas
Di Indonesia Available From Berdasarkan Konsep Ekowisata,
indomedia. htm. Tugas Akhir, Departemen Teknik
Planologi Fakultas Teknik Sipil dan
Darusman, D dan Widada. 2004. Konservasi
Perencanaan ITB, Bandung
dalam Perspektif Ekonomi
Pembangunan. Direktorat Konservasi
Purwita, T. 2007. Tatkala Hutan Tak Lagi
Kawasan-Ditjen PHKA, Japan
Hijau Refleksi Krisis Catatan
International Cooperation Agency
Pengabdian Seorang Rimbawan.
(JICA), Laboratorium Politik Sosial
Tangerang. Wana Aksara
Ekonomi Kehutanan IPB. Bogor.
Skinner ,F.B. 2000. Behavior as a Learning
Damanik, J. dan Weber, H. F., 2006, Theory Available From
Perencanaan Ekowisata Dari Teori ke Behaviorism.htm.
Aplikasi, Puspar UGM & Penerbit
ANDI, Yogyakarta Sujiono Anas, 2000. Pengantar Statistik
Pendidikan. Raja Grafindo Persada.
Darsoprajitno, S. H., 2002, Ekologi Pari Jakarta.
wisata, Penerbit Angkasa, Bandung.
Soemarwoto, O. 2001. Atur-Diri-Sendiri
Paradigma Baru Pengelolaan
Ecotourism Australia. 20002, Cairn Charters
Lingkungan Hidup Pembangunan
on Parthnerships for Eco tourism.
Ramah Lingkungan: Berfihak pada
Cairns: Ecotourism Australia
rakyat, ekonomis, berkelanjutan.
Gajah Mada University Press.
Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep
Jogyakarta.
Dasar Ekowisata di dalam Fandeli, C.
dan Mukhlison (editor). Pengu sahaan
Wood, M. E., 2002, Ecotourism: Principles, Wiratno, dkk. 2001. Berkaca di Cermin Retak
Practices and Policies for Refleksi Konservasi dan Implikasi
Sustainability, The International bagi Pengelolaan Taman Nasional.
Ecotourism Society, Burlington The Gibbon Foundation Indonesia,
PILI-NGO Movement .Jakarta.

You might also like