Professional Documents
Culture Documents
Laporan Ekskursi Paleontologi
Laporan Ekskursi Paleontologi
Dwina Rosa Panjaitan1.a, Andatito Gemilang Kalbu1, Andreas Marulli Pakpahan1, Hissy Ijitiha
Sari1 , Mufiq Arfan1, Muhammad Ariq Falah1, Okryan Wahyu Prawira1, Rafi Aditya Darmawan1 ,
Ratasha Safa Maura1, Redho Rahmatullah1. Akbar Tangguh1, Dwi Novita Sari1, Febiola Vallentina
Simanjuntak1, Anggita Cyndi Maria1
1
Teknik Geologi, Teknik Manufaktur dan Mineral Kebumian, Institut Teknologi Sumatera
a
Email: dwina.119150054@student.itera.ac.id
Abstract
Geology essentially uses nature as a source or a laboratory in obtaining study sources. studied
the coastal paleobatimetry zone in the pesawaran area, the geological map of Tanjug Karang.
Before understanding paleobatimetry we must also understand the bathymetric zone and
differentiate it, understand Dunham's classification, its relation to sedimentary lithology and
identify it in the field of paleontology. In the observation area is a clastic sediment deposit. The
paleobatimetry zone studies the depositional environment of underwater life in the past. also
used to reconstruct bathymetry in the present and its usefulness in the future. In the observation
area, chert outcrops were found which are characteristic of deep sea life (bathymetry). It is
estimated that the outcrop has increased and is found in paleobatimetry areas. Observations
started from the terrestrial area, the coast to the deeper one, namely the reef crast zone.
Dunham's classification is used to determine the genesis and name of deposits based on the
lithology of the bioclasts and lithoclasts that comprise them. terrestrial sediments are mud
supported and are called wackstone (having a composition of 15% bioclast and 85% lithoclase).
While the patai area has a bioclast composition of 20% and lithoclasts about 80% (packstone,
grain supported). And the Reef Crest area has a bioclast composition of 70% and 30%
lithoclase (a packstone that is almost close to grainstone).
Abstrak
Geologi pada hakikatnya menggunakan alam sebagai sumber atau laboratorium dalam
memeperoleh sumber kajian. dikaji mengenai zona paleobatimetri pantai di daerah pesawaran,
peta geologi Tanjug Karang. Sebelum memahami paleobatimetri kita juga harus memahami
zona batimetri dan membedakannya, memahami klasifikasi Dunham, kaitannya dengan litologi
sedimen serta mengidentifikasikannya dalam bidang ilmu paleontologi. Pada daerah
pengamatan merupakan endapan sedimen klastik. Zona paleobatimetri mengkaji tentang
linkungan pengendapan kehidupan bawah air pada masa lampau. dimanfaatkan pula untuk
merekonstruksi batimetri pada masa kini dan kebermanfaatan di masa depan. Pada daerah
pengamatan ditemukan singkapan rijang yang merupakan penciri kehidupan laut
dalam(batimetri). Diperkirakan singkapan mengalami kenaikan dan ditemukan pada daerah
paleobatimetri. Pengamatan dimulai dari daerah terrestrial, pantai hingga yang lebih dalam
yaitu zona reef crast. Digunkana klasifikasi Dunham untuk menentukan genesa dan menamai
endapan berdasarkan litologi bioclast dan lithoclast penyusunnya. sedimen pada rawa/terrestrial
merupakan mud supported dan dinamakan wackstone (memiliki komposisi 15% bioclast dan
85% lithoclast). Sedangkan daerah patai memiliki komposisi bioclast 20% dan lithoclast sekitar
80% (packstone, bersifat grain supported). Dan deerah Reef Crest memiliki komposisi bioclast
70% dan lithoclast 30% (packstone yang hampir mendekati grainstone).
1
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geologi pada hakikatnya menggunakan alam sebagai sumber atau laboratorium
dalam memeperoleh sumber kajian. Segala bentuk pembelajaran di kelas harus dapat
diaplikasikan untuk mengidentifikasi alam. Pada praktikum kali ini dilakukan
dengan cara yang berbeda dibandingkan praktikum pada minggu sebelumnya.
Dilakukan penelitian pada lapangan yang mengacu pada peta geologi Tanjung
Karang daerah Pesawaran. Pada pengamatan kita dapat mengkaji mengenai zona
paleobatimetri. Pengamatan dilakukan pada daerah pantai. Dimulai dari daerah
terestrial hingga pantai yang lebih dalam yaitu zona reef crast.
Pada setiap lokasi umumnya menunjukkan ciri khas litologi batuan yang dapat
diamati. Ciri khas ini dipegaruhi oleh lingkungan dan kaitannya dengan aspek lain
dalam lingkungan (seperti misalnya makhluk hidup dan sifat fisik pantai umumnya).
Melalui setiap zona penting untuk menelaah lebih jauh mengenai karakteristik fosil
pada stiap zona pengamatan. Hal ini penting untuk memahami apa yang telah terjadi
di daerah itu terutama waktu sebelum fosil-fosil pada batuan berpindah dan
mempengaruhi litologi setiap zona. Pengamatan ini digunakan untuk memahami
rekonstruksi pantai pada zaman dahulu. Bagaimana bentukan alam dan makhluk
hidup pada zaman tersebut. Sehingga penting untuk memahami praktikum kali ini
(rekonstruksi kehidupan masa lalu suatu lingkungan) guna mempersiapkan
pemahaman sebagai geologist di masa mendatang
1. Apa itu zona paleobatimetri dan apa yang membedakannya dengan zona
batimetri?
2. Apakah dasar klasifikasi Dunham dan kaitannya dengan pembagian zona
paleobatimetri?
3. Bagaimana litologi batuan pada sedimen rawa, pantai dan back reef? Tentukan
presentasi lithoclast dan bioclast dan bagaimana kaitannya dengan klasifikasi
Dunham?
4. Bagaimana kaitan paleontologi dalam mengidentifikasikan batuan dan
lingkungan pengendapan pada batuan?
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari praktikum kali ini adalah:
2
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
3. Mahasiswa dapat memahami litologi batuan pada sedimen rawa, pantai dan back
reef dan membedakannya berdasarkan komposisi lithoclast dan bioclast serta
hubungannya dengan klasifikasi Dunham
4. Mahasiswa dapat mendeskripsikan batuan dan lingkungan pengendapan batuan
serta mengidentifikasikannya dengan bidang ilmu paleontologi.
Klasifikasi Dunham (1962) dilasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping. Karena
menurut Dunham, dalam sayatan tipis, tekstur deposisional merupakan aspek yang
tetap. Dasar yang dipakai oleh Dunham untuk menentukan tingkat energi adalah fabrik
batuan. Bila batuan bertekstur mud supported diinterpretasikan terbentuk pada energi
rendah karena Dunham beranggapan lumpur karbonat hanya terbentuk pada lingkungan
yang berarus tenang. Sebaliknya Dunham berpendapat bahwa batuan dengan fabrik
grainsupported terbentuk pada energi gelombang kuat sehingga hanya komponen
butiran yang dapat mengendap. Batugamping dengan kandungan beberapa butir (< 10
%) di dalam matrikss Lumpur karbonat disebut mudstone, dan bila mudstone tersebut
mengandung butiran tidak saling bersinggungan disebut wackestone. Lain halnya bila
antar butirannya saling bersinggungan disebut packstone atau grainstone; packstone
mempunyai tekstur grainsupported dan biasanya memiliki matriks mud.
3
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
Gambar 1. Penyusun
sedimen klastik
2.1 Zona Paleobatimetri
Seperti yang sudah dijelaskan paleobatimetri mengkaji tentang tentang kedalaman
bawah air pada masa kuno untuk merekonstruksi batimetrinya sehingga dapat
diketahui lingkungan pengendapan, memperkirakan batimetri pada masa kini dan
mendatang. Sebelum memahami zona paleobatimetri , ada baiknya kita memahami apa
itu batimetri dan perbedannya. Batimetri merupakan ilmu yang mengkaji kedalaman
bawah air. Batimetri sendiri berlaku untuk kedalaman masa kini. Batimetri
menunjukkan kedalaman yang menggambarkan ciri khas kehidupan pada setiap
kedalamannya. Berikut merupakan pembagian zona batimetri linkungan laut:
4
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
kedalaman sekitar 600 meter dan pada kedalaman sekitar 2000 meter merupakan zona
dimana aragonit tidak terbentuk lagi atau dikenal sebagai Aragonite Compensation
Depth (ACD). Sedangkan mineral kalsit mulai melarut pada kedalaman sekitar 3000
meter dan pada kedalaman sekitar 4200 meter tidak ditemukan lagi mineral karbonat
atau disebut Calcite Compensation Depth (CCD). Sedangkan dolomit merupakan
batuan karbonat yang terbentuk oleh hasil diagenesa batuan yang telah ada. Dengan
demikian maka dolomit hanya umum dijumpai pada daerah evaporasi atau transisi.
Terjadinya perbedaan tersebut tidak hanya terjadi oleh karena perbedaan sinar matahari
yang bisa masuk tetapi juga disebabkan oleh temperatur air laut, kandungan Mg2+,
saturasi dari konsentrasi CO3 serta fisiologi biotanya. (Faid,2013). Pada praktikum ini
tidak dikaji mengenai zona batimetri secara langsung. Karena untuk memahaminya
harus mencapai kedalaman yang cukup jauh. Sehingga pengamatan klasifikasi Dunham
digunakan untuk membantu rekonstruksi lingkungan pengendapan zona paleobatimetri
saja. Berdasarkan hasil pengamatan juga dapat dipahami kondisi batimetri di masa kini
dan pemanfaatannya di masa mendatang dalam bentuk sumber daya geologi.
Terestrial
Gambar 3. Paleobatimetri
2.2 Singkapan Rijang
Pada saat observasi lapangan ditemukan singkapan di daerah pengamatan. Salah satunya
singkapan rijang. Rijang terbentuk sebagai hasil proses biologi (kelompok organisme
bersilika), secara umum merupakan penciri lingkungan laut. Pada batuan terdapat
rekahan tipis atau pun sisipan kuarsa dan mineral berwaarna putih yang menyisip pada
batuan rijang. Mineral putih ini diperkirakan adalah Kalsit Karbonat (CaCO3) dapat
bereaksi dengan HCl. Berdasarkan zona Batimetri pada kedalaman 5000 meter lebih
merupakan kedalaman tempat umumnya terbentuk batuan rijang. Maka dapat ditentukan
awalnya rijang merupakan singkapan yang terbentuk di laut dalam, kemudian terjadi
kenaikan dasar laut. Sehingga singkapan rijang berada pada CCD (kedalaman 3000-
5
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
5000, tempat terbentuknya kalsit karbonat). Maka diperkirakan bahwa proses ini
mengakibatkan terdapatnya mineral kalsium karbonat pada singkapan.
Terdapat pula rekahan tipis kuarsa pada batuan, dimana kuarsa terbentuk paling bawah
berdasarkan deret bowen. Terbentuk di permukaan bumi atau melewati proses/tahap
paling akhir sesuai dengan ketentuan deret bowen (berdasarkan temperature dan tekanan
yang semakin tinggi terbentuk cukup lama). Kuarsa diperkirakan berasal dari magma
gunung yang terletak beberapa kilometer dari singkapan. Diyakini bahwa batuan sudah
terbentuk cukup lama pada zona batimetri laut. Namun mengalami kenaikan ke
permukaan dan ditemukan pada daerah zona paleobatimetri kehidupan bawah laut
tersebut.
Pada batuan juga ditemukan singkapan batuan konglomerat. Berdasarkan lembar peta
geologi Tanjung Karang, singkapan konglomerat merupakan hasil perpindaha dari titik
asalnya. Transportasi tersebut bisa di karenakan gelombang atau patahan atau juga di
karenakan longsoran. Yang disebabkan oleh daerah relief tinggi kerendah pada proses
waktu yang lama.
6
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
mengetahui kodisi paleobatimetri lebih jelas dan digunakan untuk rekontruksi batimetri
masa kini. Litologi batuan dan jenis fosil dapat memperjelas keadaan paleobatimetri dan
merupakan tujuan utama dikaji praktikum ini. Maka klasifikasi Dunham sangat penting
dan berkaitan.
Berdasarkan presentasi ditentukan bahwa sampel termasuk wakstone, masih terdapat
grain dalam sampel namun jumlahnya sedikit. Merupakan batuan mudsupported yang
mengandung butiran lebih dari 10%, tetapi butir tidak saling bersingungan, berbutir
kasar yang mengambang pada matrik (dalam hal ini merupakan lithoclast). Batuan ini
diimpilikasikan terendap pada lingkungan transisi pada lingkungan transisi dari energi
rendah menuju energi tinggi. Ukuran setiap butir yang dapat diamati cenderung lebih
besar dibandingkan butir di zona lain pada wilayah paleobatimetri. Sedangkan jumlah
komposisi organiknya lebih kecil dibandingkan zona lain.
Hal ini sesuai dengan analogi lingkungan hidup yang dipelajari dalam paleontologi.
Bahwa semakin jauh dari daerah asal (dalam hal ini wilayah bawah air) bentuk butir
semakin besar (menandakan pada lingkungan air yang lebih tenang dan mengalami
perpindahan ke daerah sedikit gangguan), dan semakin sedikit bioclast uyang diamati
(semakin jauh semakin bersifat mud atau diimplikasikan mengakami pengendapan pada
lingkungan air tenang). Berikut penampakan sampel yang diperoleh dari wilayah
terstrial pada zona batimetri:
Gambar 6. Komposisi
wilayah terestrial
2.4 Wilayah Pantai
Setelah mengamati wilayah terestrial dilakukan pengamatan mendekati lingkungan
perairan yang lebih dalam yaitu pada wilayah pantai ( merupakan transisi antara wilayah
terstrial dengan wilayah perairan). Batuan/sampel memiliki komposisi organik
(bioclast) sekitar 20% dan komposisi anorganik (lithoclast) sekitar 80% dari jumlah
keseluruhan
Degan menggunakan mikroskop stereo diperoleh berapa kisaran perbandingannya dan
dilakukan pemilahan sisa sisa fosil dari fragmen lithoclast (lebih banyak dibandingkan
daerah teresrial). Terdiri dari cangkang, fosil porifera, potongan daun kering, potongan
batang kecil yang sudah mengering, dan bekas tubuh makhluk hidup kecil lainnya yang
merupakan makhluk hidup perairan. Hasil pengamatan digunakan sebagai penanda
lingkungan hidup/ekosistem di masa lalu.
7
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
8
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
Gambar 9. Komposisi
wilayah Reef Crest
2.5 Studi Kasus
Pada jurnal “ Paleobatimetri Formasi Jatiluhur Berdasarka Kumpulan Foraminifera
Kecil Pada Lintasan Sungai Cileungsi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat” dilakukan
pengamatan paleobatimetri pada Formasi Jatiluhur di sekitar Sungai Cileungsi yang
merupakan lingkungan laut dangkal (zona neritik) berdasarkan dominasi foraminifera
yang dikandungnya. Foraminifera sendiri dapat ditemukan di berbagai lingkungan dari
lingkungan payau sampai laut dalam. Kehidupannya sangat dipengaruhi oleh keadaan
tempat hidupnya (Valchev, 2003). Jumlah foraminifera bentonik dan indeks diversitas
9
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
1. Paleobatimetri mengkaji tentang tentang kedalaman bawah air pada masa kuno.
Dilakukan untuk merekonstruksi batimetri (kedalaman air) dari formasi yang
diamati sehingga dapat diketahui lingkungannya. Batimetri merupakan ilmu
yang mengkaji kedalaman bawah air. Batimetri sendiri berlaku untuk kedalaman
masa kini.
2. Klasifikasi Dunham (1962) dilasarkan pada tekstur deposisi dari batugamping
dalam sayatan tipis ( karena merupakan aspek yang tetap). Untuk menentukan
tingkat energi adalah fabrik batuan. Dapat mengetahui nama batuan dan
diagenesa dari presentase fosil yang terkandung didalamnya serta jenis butiran di
dalam massa dasar karbonat zona paleobatimetri formasi yang diamati. Dapat
merekotruksi lingkungan pengendapan masa lalu serta ekosistem kehidupan
bawah air masa lalunya, merekonstruksi zona batimetri di masa kini (pada
praktikum tidak diamati zona batimetri secara lansung). Sehingga diprediksi
dengan paleobatimetri yang ada di sekitar pantai.
3. Berdasarkan klasifikasi Dunham sedimen pada rawa/terrestrial termasuk
kedalam mud supported dan dinamakan wackstone karena memiliki komposisi
15% bioclast dan 85% lithoclast. Sedangkan daerah patai memiliki komposisi
bioclast 20% dan lithoclast sekitar 80% (termasuk kedalam packstone, bersifat
grain supported). Dan deerah Reef Crest memiliki komposisi bioclast 70% dan
lithoclast 30% (termasuk packstone yang hampir mendekati grainstone). Melalui
kecenderungan yang diamati diketahui karakteristik kehidupan batimetri di
masa lalu
4. Berdasarkan kajian paleontologi batuan semakin dekat dengansumber kehidupan
( daam laut) maka pada zona batimetri sedimen semakin besar butirnya dan
bersifat bioclast, sedangkan semakin jauh sedimen semakin halus butirnya dan
cenderung tersusun atas lithoclast. Dapat juga diamati ekologi batimetri masa
lampau berdasarkan jenis fosil yang ditemukan.
10
Panjaitan, Dwina Rosa. Pengolahan Data Ekskursi
REFERENSI
Koesoemadinata R.P., 1980. Geologi Minyak dan Gas Bumi: Edisi 1-2. Jurusan
Teknik Geologi ITB. Bandung
Van Marle, L. J., 1989. Benthic Foraminifera From Banda Arc Regio n, Indonesia,
and Their Paleobathymetric Significance For Geologic Interpretations of
The Late Cenozoic Sedimentary Record. Free University Press.
Amsterdam
11