Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

Jurnal Didaktik Matematika Lilik Setyaningsih, Arta Ekayanti

ISSN 2355-4185(p), 2548-8546(e)

Analisis Keterampilan Berfikir Siswa SMP Berdasarkan Taksonomi


Bloom dalam Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau dari
Kemampuan Number Sense

Lilik Setyaningsih1, Arta Ekayanti2


1,2
Program Pendidikan Matematika, Universitas Muhammadiyah Ponorogo
Email: arta_ekayanti@ymail.com

Abstract. This research aims to: (1) know the thinking skills of students who had low
number sense ability in solving math problems (2) know the thinking skills of students who
had medium number sense ability in solving math problems (3) know the thinking skills of
students who had high number sense ability in solving math problems. This research is
qualitative descriptive. Classes VII D of MTSN 2 Ponorogo were chosen as the sample by
purposive sampling techniques. The data collection techniques were test and non-test while
the instrument used to collect the data were number sense ability test and math problems
that covering 6 cognitive categories. The data analysis techniques were carried out by
collecting data, reducing data, analyzing data and drawing conclusions from the results of
the analysis. The results show that students thinking skills who had low number sense
ability tended to LOTS level. Students in this category were only able to solved the
category of remembering (C1) and understanding (C2) math problems. The students
thinking skills who had medium number sense ability also tended to LOTS level. Students in
this category were able to solved the problem until the category applying (C3). While the
students who had a high number sense ability tended to enter HOTS level. Students in this
category were able to solved the problem until the analysis category evaluating (C5).

Keywords: Thinking Skills, Bloom’s Taxonomy, Low Order Thinking Skill (LOTS), Higher
Order Thinking Skill (HOTS), Number Sense

Pendahuluan
Keterampilan berpikir merupakan keterampilan kognitif yang melibatkan aktivitas mental
dalam memilih teknik yang tepat untuk digunakan baik bersifat prinsip, fakta maupun prosedur.
Kemampuan tersebut digunakan untuk memperoleh pengetahuan dan memecahkan masalah.
Dalam dunia pendidikan, keterampilan berpikir termasuk bagian dari ranah kognitif.
Keterampilan berpikir terdiri dari dua, yaitu keterampilan berpikir dasar (rendah) dan
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dicapai apabila
keterampilan berpikir tingkat rendah telah dikuasai. Keterampilan berpikir perlu dikembangkan
didalam proses pembelajaran terutama untuk menyelesaikan persoalan matematika. Setiap siswa
diarahkan untuk memiliki keterampilan berpikir hingga tingkat tertinggi. Hal ini akan
memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal-soal non rutin dengan penalaran dan bukan
hanya menggunakan rumus atau algoritma yang baku.
Taksonomi Bloom merupakan dasar bagi berpikir tingkat tinggi. Bloom membagi
keterampilan berpikir menjadi enam aspek kognitif. Tiga aspek kognitif yang meliputi
mengingat (C1), memahami (C2) dan mengaplikasi (C3) menjadi bagian dari keterampilan
berpikir tingkat rendah atau Lower Order Thinking Skill (LOTS). Sedangkan tiga aspek kognitif

1
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 6, No. 1, April 2019

lainnya yang meliputi menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) merupakan
bagian dari keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Older Thinking Skill (HOTS)
(Anderson, L.W., & Krathwohl, 2001).
Di Indonesia, keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa masih tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari hasil survei internasional yaitu Trends in International Mathematics and Science
Study atau TIMSS 2015 yang dirilis oleh pusat penilaian pendidikan badan penelitian dan
pengembangan (Mendikbud, 2015). TIMSS dilakukan dalam rangka membandingkan prestasi
matematika dan IPA siswa kelas 8 dan siswa kelas 4 di beberapa negara di dunia. Hasil survei
tersebut menunjukkan bahwa prestasi siswa Indonesia bidang matematika mendapat peringkat
45 dari 50 negara dengan skor 397. Hasil survei juga menunjukkan bahwa siswa Indonesia
belum menguasai soal-soal yang termasuk dalam domain bernalar. Siswa Indonesia terbiasa
dengan soal-soal rutin dan komputasi sederhana sehingga masih kurang dalam melakukan
penalaran.
Selain keterampilan berpikir, kemampuan number sense siswa juga mempengaruhi
berlangsungnya proses pembelajaran. Number sense memiliki peranan yang sangat penting
dalam memecahkan masalah matematika terutama masalah yang memerlukan keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Aperapar dan Hoon (Nurhanida dkk, 2016) mengatakan bahwa
kemampuan number sense merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika,
kemampuan number sense sangat diperlukan siswa dalam menyelesaikan persoalan matematika
yang rumit dan tinggi.
Number sense atau disebut juga kepekaan terhadap bilangan atau penguasaan terhadap
bilangan. Menurut (McIntonh, 1992) number sense mengarah pada pemahaman seseorang
terhadap bilangan dan operasinya. Pilmer C. David mendefinisikan 3 unsur dalam number sense
yaitu number sense is a sound understanding of number and operation, number sense is the
ability to operate flexibly with number dan number sense is characterized by its intuitive nature
(Pilmer, 2008). Dalam hal ini, number sense merupakan kemampuan atau kepekaan seseorang
dalam memahami bilangan dan operasinya sehingga dapat menyelesaikan masalah matematika
secara intuitif dan fleksibel tanpa terpaku dengan algoritma atau perhitungan yang tradisional.
Namun fakta yang terjadi dilapangan belum sesuai dengan apa yang diharapkan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan peneliti terhadap beberapa siswa
setingkat SMP diperoleh informasi bahwa siswa jarang menggunakan kemampuan number
sense dalam menyelesaikan soal-soal matematika. Hal serupa juga diungkapkan dalam
penelitian Purwono yang meneliti tentang penilaian kemampuan number sense siswa sekolah
dasar di Indonesia (Purwono, 2014). Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa kemampuan
number sense siswa masih rendah dan siswa mendominasi menggunakan algoritma dalam

2
Jurnal Didaktik Matematika Lilik Setyaningsih

menyelesaikan masalah. Hal ini juga diungkapkan oleh (Nurhanida dkk, 2016) bahwa siswa di
Indonesia jarang dibiasakan dan dilatih untuk mengembangkan number sensenya sehingga
masih menggunakan cara prosedural atau algoritma yang baku untuk menyelesaikan masalah
matematika.
Seseorang yang memiliki kemampuan number sense akan mampu berpikir fleksibel
sehingga mampu menemukan alternatif penyelesaian lain yang lebih mudah tanpa dibatasi oleh
cara prosedural atau algoritma yang baku. Dalam Taksonomi Bloom, siswa yang terbiasa untuk
berpikir non algoritma tidak hanya mampu menerapkan rumus tetapi juga mampu memahami
dan menerapkan rumus tersebut dalam kondisi yang berbeda. Hal ini secara tidak langsung akan
berkaitan dengan keterampilan berpikir siswa. Dimana kemampuan untuk berpikir fleksibel
akan muncul ketika siswa terbiasa untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara lain,
tidak prosedural atau non algoritma. Dengan demikian, ketika beberapa siswa memiliki
kemampuan number sense yang berbeda satu sama lain, kemungkinan siswa-siswa tersebut
akan memiliki keterampilan berpikir yang berbeda-beda juga.
Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan keterampilan berpikir siswa SMP
berdasarkan Taksonomi Bloom dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari kemampuan
Number Sense”.

Metode
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis penelitiannya adalah
penelitian studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes
sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi soal tes matematika
muatan number sense dan soal matematika yang mencakup 6 kategori kognitif berdasarkan
Taksonomi Bloom. Subjek yang diambil adalah siswa siswi program Bilingual kelas VII D
MTSN 2 Ponorogo yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Setelah dipilih, subjek
diberikan soal tes pertama yaitu tes matematika muatan number sense. Berdasarkan data hasil
tes pertama, subjek dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu subjek dengan kemampuan
number sense rendah, sedang, dan tinggi. Pada masing-masing kategori dipilih tiga subjek untuk
diberikan tes kedua yaitu tes soal matematika. Tes kedua bertujuan untuk mengetahui tingkat
keterampilan berfikir siswa berdasarkan Taksonomi Bloom.
Tes matematika muatan number sense terdiri dari 10 soal. Kesepuluh soal tersebut
mencakup beberapa indikator yang meliputi: (1) memahami konsep bilangan, operasi bilangan
dan hubungan antar bilangan dan operasinya, (2) menggunakan berbagai representasi bilangan
dan operasi bilangan, (3) mengenali ukuran relatif dari bilangan, (4) menguraikan dan
menyusun kembali bilangan secara fleksibel, dan (5) memutuskan dengan bijaksana dari hasil

3
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 6, No. 1, April 2019

perhitungan melalui strategi yang berbeda. Teknik penilaian tes pertama menggunakan skala
angka yang ditunjukkan pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kriteria penilaian number sense


N Kriteria Skor
o
1. Tidak menjawab/menjawab tetapi salah 0
2. Menjawab benar tanpa memberikan alas an 1
3. Menjawab benar tetapi alasannya kurang tepat 2
4. Menjawab benar dengan alasan menggun akan penghitungan secara 3
prosedural/algoritma
5. Menjawab benar dengan alasan menggunakan kemampuan number sense 4

Tes kedua berupa pemberian 6 soal matematika yang mencakup 6 kategori kognitif.
Keenam kategori kognitif tersebut berupa mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3),
mengaplikasikan (C4), mengevaluasi (C5) dan mencipta (C6). Materi yang dipilih untuk tes
kedua adalah bangun datar segi empat. Rubik penilaian masing-masing butir soal pada tes kedua
terlihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Rubik penilaian pada setiap butir soal matematika


Nomor Soal
1 2 3 4 5 6
Indikator
(C1 (C2 (C3) (C4 (C5) (C6)
) ) )
Mengenali dan mengingat kembali  
Menyebutkan, menjelaskan, dan menafsirkan     
Menerapkan, dan mengoperasikan    
Memecah menjadi beberapa bagian dan menghubungkan   
Mengkaji ulang dan memeriksa 
Menemukan /memformulasikan 

Data hasil tes soal matematika muatan number sense dan soal matematika dikonfirmasi
melalui proses wawancara. Teknik analisis data dilakukan dengan cara mengumpulkan data,
mereduksi data, menganalisis data, dan menarik kesimpulan dari hasil analisis.

Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil pelaksanaan tes pertama yaitu tes kemampuan numbers sense, peneliti
memperoleh data skor tertinggi siswa yaitu 34 sedangkan skor terendah yaitu 9. Perolehan data
skor tersebut akan digunakan untuk menentukan lebar interval. Lebar interval digunakan untuk
membuat kriteria pada masing-masing kategori. Berikut ini adalah lebar interval yang diperoleh
dalam penelitian ini :
nmax −nmin 34−9
Lebar interval = =¿ =8.33
3 3

4
Jurnal Didaktik Matematika Lilik Setyaningsih

Hasil lebar interval yang diperoleh tersebut digunakan peneliti untuk mengelompokkan
siswa menjadi tiga kelas berdasarkan kemampuan number sense. Kemudian dapat diperoleh
data kuantitatif pada masing-masing kelas. Data kuantitatif dikonversi kedalam data kualitatif
yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Konversi data kuantitatif ke kualitatif


No. Interval Kategori Frekuensi
1. 9 ≤ x <16.66 Rendah 8
2. 16.66 ≤ x <24.99 Sedang 9
3. 24.99 ≤ x ≤34 Tinggi 9

Pada setiap kategori di tabel 3, peneliti mengambil 3 dari masing-masing kategori


sehingga subjek berjumlah 9. Subjek tersebut akan diteliti dengan memberikan tes soal
matematika untuk mengukur keterampilan berpikir siswa pada setiap kategori. Kesembilan
subjek tersebut sebelumnya telah mendapatkan skor pada tes pertama sebagai berikut:

Tabel 4. Kesembilan subjek yang terpilih dari tes pertama


No. Kode Siswa Skor number sense Kategori
1. R1 14 Rendah
2. R2 11 Rendah
3. R3 9 Rendah
4. S1 23 Sedang
5. S2 25 Sedang
6. S3 21 Sedang
7. T1 34 Tinggi
8. T2 32 Tinggi
9. T3 31 Tinggi

Berdasarkan hasil pelaksanaan tes kedua yaitu tes soal matematika, peneliti memperoleh data
bahwa tidak ada subjek yang mampu menyelesaikan soal sampai pada kategori mencipta (C6).
Berikut akan diuraikan data hasil tes kedua pada masing-masing kategori.

Tabel 5. Data hasil tes kedua


Indikator
Kode C1 C2 C3 C4 C5 C6
Siswa Nomor Soal
1 2 3 4 5 6
R1  
R2  
R3  
S1   
S2   
S3   
T1     
T2     
T3    

5
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 6, No. 1, April 2019

Siswa yang memiliki kemampuan number sense rendah hanya bisa menyelesaikan soal
matematika sampai pada kategori memahami (C2). Subjek lebih tertarik mengerjakan soal yang
berkaitan dengan kegiatan mengenali, mengingat kembali, membandingkan ataupun
menjelaskan. Siswa pada kategori ini tidak memiliki ketertarikan dalam mengerjakan soal
matematika pada kategori yang lebih tinggi. Soal matematika pada kategori tinggi pada
umumnya berkaitan dengan kegiatan menerapkan, mengoperasikan, menganalisis,
mengevaluasi maupun mencipta. Hal serupa juga diungkapkan oleh Dehaene dan Wilson yang
menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan number sense rendah memiliki
kecenderungan untuk tidak tertarik dalam perhitungan angka (Dehaene & Wilson, 2000). Hal
ini juga diungkapkan oleh (Witri, 2015), rendahnya kemampuan number sense akan berimpikasi
terhadap lemahnya kemampuan siswa dalam numerasi atau literasi matematika sehingga akan
berakibat pada melemahnya motivasi belajar dan munculnya sikap apatis dengan merasa tidak
mau mengerjakan soal matematika.
Siswa yang memiliki kemampuan number sense sedang dapat menyelesaikan soal
matematika sampai pada kategori mengaplikasikan (C3). Berdasarkan hasil penelitian, subjek
pada kategori ini memiliki keterampilan berpikir yang lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang memiliki kemampuan number sense rendah. Subjek S1, S2, dan S3 tidak hanya
mengerjakan soal yang berkaitan dengan kegiatan mengenali, mengingat kembali,
membandingkan ataupun menjelaskan tetapi juga mampu mengerjakan soal nomor 3 yang
berkaitan dengan kegiatan menerapkan dan megoperasikan.
Siswa yang memiliki kemampuan number sense tinggi mampu menyelesaikan soal
sampai pada kategori mengevaluasi (C5). Dalam hal ini, ketiga subjek tidak hanya mampu
mengerjakan soal rutin yang terdapat pada kategori C1 sampai C3 tetapi juga mampu
mengerjakan soal non rutin yang terdapat pada kategori C4 dan C5. Soal non rutin tersebut
mengarah pada berpikir tingkat tinggi yang juga membutuhkan kemampuan penalaran. Hal ini
juga diungkapkan oleh (Hanifah & Masriyah, 2016) yang mengungkapkan bahwa seseorang
yang memiliki kemampuan number sense yang baik akan mempunyai analisis dan penalaran
yang tajam dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang berkaitan dengan bilangan.
Berdasarkan data hasil penelitian, siswa yang memiliki kemampuan number sense tinggi
ada yang mampu menyelesaikan soal pada level mengevaluasi (C5) dengan cara kreatif dan
fleksibel tanpa mengikuti algoritma yang ada. Hal ini terlihat dari hasil tes soal matematika
yang dilakukan oleh subjek T2. Subjek T2 mengerjakan soal nomor 5 dengan cara yang singkat
tetapi hasilnya sangat tepat. Soal nomor 5 berkaitan dengan kegiatan memeriksa. Soal ini berupa
permasalahan kontekstual yang berkaitan dengan luas dan keliling segi empat. Dalam hal ini
siswa diminta untuk menentukan tanah yang memiliki harga jual tertinggi jika diketahui harga

6
Jurnal Didaktik Matematika Lilik Setyaningsih

tanah/m 2, keliling persegi, dan ukuran panjang dan lebar pada persegi panjang. Kutipan hasil
pengerjaan siswa T1 dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
Gambar 1. Jawaban Subjek T1 pada soal matematika nomor 5
Subjek T1 memilih untuk membandingkan keliling tanah untuk memperoleh harga jual
tertinggi. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa menurut subjek T1, jika
keliling tanah lebih besar maka luasnya juga besar. Hal ini menjukkan bahwa siswa yang
memiliki kemampuan number sense yang baik mampu berpikir logis sehingga dapat melihat
permasalahan menjadi lebih sederhana dan memilih alternatif penyelesaian lain yang
menurutnya lebih mudah. Hal senada juga diungkapkan NCTM (Anggraini, Rini, 2015) yang
menyebutkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan number sense yang baik akan
berpengaruh terhadap kelancaran perhitungan dan membuat pemikiran penyelesaian masalah
secara logis.
Disisi lain, siswa tidak selalu menggunakan kemampuan number sensenya dalam
menyelesaikan soal atau permasalahan matematika. Hal ini dapat dilihat dari subjek T1 dan T3
yang memiliki kemampuan numbers sense tinggi dalam mengerjakan soal matematika kategori
C5. Kedua subjek dalam mengerjakan soal kategori C5 cenderung menggunakan algoritma baku
atau cara yang prosedural. Kutipan hasil pengerjaan salah satu subjek yaitu T3 dapat dilihat
pada gambar 2 berikut.

Gambar 2. Jawaban Subjek T3 pada soal nomor 5


Subjek T3 terlihat belum bisa berpikir kreatif dan fleksibel dalam menyelesaikan soal tersebut.
Berdasarkan gambar 2, setelah menemukan besar masing-masing bidang tanah, subjek T3 perlu
mengalikan dengan harga jual per meternya untuk menentukan tanah dengan harga jual
tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa subjek T3 mampu mengerjakan dengan benar namun
tidak terlihat menggunakan kemampuan number sensenya dalam proses pengerjaannya. Hal ini
juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dole dan McIntosh yang meneliti tentang
hubungan mental komputasi, number sense dan kemampuan matematika umum (Dole &
McIntosh, 2000). Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa siswa yang mungkin mendapatkan
nilai tertinggi pada tes mental komputasi dan tes matematika umum mungkin tidak
mengembangkan kepekaan terhadap bilangan (number sense).

7
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 6, No. 1, April 2019

Berdasarkan hasil pekerjaan siswa, dapat diketahui bahwa secara umum keterampilan
berpikir siswa yang memiliki kemampuan number sense rendah cenderung masuk dalam level
LOTS (Low Order Thingking Skill). Hal ini didasarkan dari data hasil penelitian, dimana
individu dalam kategori ini hanya mampu menyelesaikan soal matematika sampai pada kategori
memahami (C2). Begitu juga dengan siswa yang memiliki kemampuan number sense sedang.
Siswa yang memiliki kemampuan numbers sense sedang mampu menyelesaikan soal
matematika sampai pada kategori mengaplikasikan (C3). Berdasarkan Taksonomi Bloom, tiga
aspek kognitif yang meliputi mengingat (C1), memahami (C2) dan mengaplikasikan menjadi
bagian dari keterampilan berpikir tingkat rendah atau Low Order Thingking Skill.
Lain halnya dengan siswa yang memiliki kemampuan number sense tinggi, keterampilan
berpikirnya cenderung masuk dalam level HOTS (Higher Order Thinking Skill). Siswa yang
memiliki kemampuan number sense tinggi berdasarkan data hasil penelitian sudah mampu
menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kegiatan menganalisis (C4) seperti memecah
menjadi beberapa bagian kemudian menghubungkannya serta mampu mengambil keputusan
berdasarkan kriteria atau standar (C5). Dalam hal ini, siswa mampu menyelesaikan dua dari tiga
aspek kognitif yang menjadi bagian dari keterampilan berpikir tingkat tinggi yaitu menganalisi
(C4) dan mengevaluasi (C5).
Number sense dalam dunia Pendidikan patut untuk diperhitungkan. Berdasarkan data
hasil penelitian, siswa yang memiliki kemampuan number sense yang tinggi cenderung mampu
menyelesaikan soal non rutin seperti soal kategori C4 dan C5. Number sense seseorang secara
umum dapat dilatih dan dikembangkan. Pilmer mengungkapkan bahwa kemampuan numbers
sense dapat berkembang seiring dengan pengalaman dan pengetahuan siswa yang didapatkan
dari pedidikan formal maupun informal (Pilmer, 2008). Sehingga dalam pembelajaran, pendidik
perlu membantu siswa dalam melatih dan mengembangkan kemampuan number sensenya.
Dengan begitu siswa akan terlatih untuk berpikir kreatif dan mampu menemukan alternatif
penyelesaian lain yang lebih fleksibel dan sederhana dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Hal tersebut juga akan melatih keterampilan berpikir siswa sampai pada kategori yang lebih
tinggi.

Simpulan dan Saran


Setelah melakukan penelitian, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keterampilan berpikir siswa yang memiliki kemampuan number sense rendah cenderung
masuk dalam level LOTS (Low Order Thingking Skill). Siswa pada kategori ini hanya
mampu menyelesaikan soal matematika kategori mengingat (C1) dan memahami (C2).
Berdasarkan data hasil penelitian, siswa pada kategori ini hanya mampu mengerjakan soal

8
Jurnal Didaktik Matematika Lilik Setyaningsih

yang berkaitan dengan kegiatan mengenali, mengingat kembali, membandingkan dan


menjelaskan.
2. Keterampilan berpikir siswa yang memiliki kemampuan number sense sedang juga
cenderung masuk dalam level LOTS (Low Order Thingking Skill). Siswa pada kategori ini
mampu menyelesaikan soal matematika sampai pada kategori mengaplikasikan (C3).
Berdasarkan data hasil penelitian, siswa pada kategori ini tidak hanya mengerjakan soal yang
berkaitan dengan kegiatan mengenali, mengingat kembali, membandingkan ataupun
menjelaskan tetapi juga mampu mengerjakan soal kategori C3 yang berkaitan dengan
kegiatan menerapkan dan megoperasikan.
3. Keterampilan berpikir siswa yang memiliki kemampuan number sense tinggi cenderung
masuk dalam level HOTS (Higher Order Thinking Skill). Siswa pada kategori ini mampu
menyelesaikan soal matematika sampai pada kategori menganalisis (C5). Berdasarkan data
hasil penelitian, siswa pada kategori ini sudah mampu menyelesaikan soal yang berkaitan
dengan kegiatan menganalisis (C4) seperti memecah menjadi beberapa bagian kemudian
menghubungkannya serta mampu mengambil keputusan berdasarkan kriteria atau standar
(C5).
Siswa yang memiliki kemampuan number sense tinggi memiliki kepekaan yang baik
terhadap bilangan dan operasinya sehingga mampu melihat permasalahan menjadi lebih
sederhana dan memilih alternatif penyelesaian lain yang menurutnya lebih mudah tanpa harus
mengikuti algoritma baku atau cara prosedural. Disisi lain, siswa tidak selalu menggunakan
number sense dalam menyelesaikan soal atau permasalahan matematika. Namun demikian,
siswa yang memiliki kemampuan number sense yang baik, akan benar-benar memahami tentang
apa yang dihitungnya, mengetahui alasan mengerjakan dengan cara tersebut dan mampu
menemukan alternatif lain yang lebih fleksibel dalam menyelesaikan permasalahan.

Daftar Pustaka
Anderson, L.W., & Krathwohl, D. . (2001). a Taxonomy for Learning, Teaching and Asserting
(Abridged E). Boston: MA:Allyn and Bacon.
Anggraini, Rini, D. (2015). Kemampuan Number Sense Siswa SMP Negeri 5 Pontianak dalam
Menyelesaikan Soal pada Materi Pecahan. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, 4(12),
2015.
Dehaene, & Wilson. (2000). Number Sense and Developmental Dyscalculia. In Proceeding of
The Twenty- third Annual Conference of The Mathematics Education Research Group of
Australasia Incorporated held at Fremantle (pp. 1–37). Western Australia.
Dole, & McIntosh. (2000). DMental Computation, Number Sense and General Mathematics
Ability: Are they Linked? In Proceedings of the Twenty-trid Annual Conference of the
Mathematics Education Research Group of Australasia Incorporated help at Fremantle.
Western Australia.
Hanifah, U., & Masriyah. (2016). Number Sense Siswa SMP ditinjau dari Gaya Kognitif. In

9
Jurnal Didaktik Matematika Vol. 6, No. 1, April 2019

Proceeding Seminar Nasional Pendidikan Matematika (Vol. 9, p. 2016).


McIntonh, D. (1992). A proposed Framework for Examining Basic Number Sense. For the
Learning of Mathematics FLM Publishing Association, 12(3), 1992.
Mendikbud. Hasil survey Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)
(2015). Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan.
Nurhanida dkk. Analisis Kemampuan Number Sense siswa kelas V SD Sekecamatan Tampan
Pekanbaru (2016).
Pilmer, C. D. (2008). Nova Scotia School for Adult Learning Department of Labour and
Woekforce Development (pp. 2–3).
Purwono, Y. W. dkk. (2014). Assessing Number Sense Performance of Indonesian Elementary
School Students. International Education Studies, 7(8), 82.
Witri, G. dkk. (2015). Analisis Kemampuan Number Sense Sekolah Dasar di Pekanbaru. In
Proceeding (p. 7).

10

You might also like