Professional Documents
Culture Documents
Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Proses Pengambilan Keputusan Etis
Hubungan Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Proses Pengambilan Keputusan Etis
didikan memiliki pengaruh yang signifikan terha- menjadi sangat penting. Hasil penelitian mengenai
dap pengambilan keputusan etis. Hasil yang ber- filosofi moral personal menyimpulkan bahwa mo-
beda ditemukan Shafer (2001), Cagle dan Baucus ral filosofi yang berbeda antar individu (idealism
(2006) dan Benarnd dan Sweeney (2010) yang dan relativism) akan menghasilkan keputusan yang
menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak memi- berbeda.
liki pengaruh terhadap pengambilan keputusan Di sisi lain, contoh dari faktor eksternal yang
etis. Dapat disimpulkan, temuan dari penelitian- memengaruhi empat tahapan proses pengambilan
penelitian tersebut memperlihatkan ketidakkon- keputusan etis adalah variabel organisasional
sistenan hasil terhadap teori yang dikemukan oleh seperti kode etik, ilim etis, ukuran organisasi, tipe
Rest, sehingga pengaruh level pendidikan dan usia industri. Namun demikian, sebelum tahun 1991,
terhadap pengambilan keputusan etis masih penelitian mengenai etika bisnis hampir keselu-
menarik untuk dilakukan. ruhannya memfokuskan pada penginvestigasian
Terkait perbedaan gender, telah banyak variabel individual dan organisasional yang mem-
penelitian yang mendiskusikan hal tersebut secara pengaruhi proses pengambilan keputusan etis.
teoretis dan penjelasan telah banyak pula dieks- Hingga akhirnya di tahun 1991, Jones pertama kali
plorasi untuk menemukan penjelasan rasional atas memberikan gagasan bahwa pengambilan kepu-
perbedaan tersebut, salah satunya adalah teori tusan etis juga dipengaruhi oleh faktor di luar
sosialisasi gender (Betz et al., 1989; Nguyen et al., individu yaitu intensitas moral (Leitsch, 2004).
2008). Perspektif pria dan wanita terkait isu etika Intensitas moral merupakan tingkat isu yang ber-
adalah berbeda. Pria lebih fokus pada pencapaian kaitan dengan imperatif moral atas suatu situasi
kesuksesan sehingga cenderung untuk mengabai- (Jones, 1991).
kan aturan, berbeda dengan wanita. Analisis meta Meskipun penelitian mengenai pengaruh dari
pun telah dilakukan untuk merekonsiliasi temuan berbagai variabel individual dan intensitas moral
terkait pengaruh dari jenis kelamin tersebut, yakni telah banyak dilakukan oleh peneliti, namun masih
Jaffee dan Hyde (2000), dan temuan mereka terdapat gap penelitian bahwa masih sedikit ter-
mendukung teori tersebut. Namun, hasil penelitian dapat bukti empiris mengenai penelitian tersebut
tersebut umumnya berasal dari negara bagian terutama di negara berkembang seperti di Indo-
barat, dan terdapat kemungkinan hasil tersebut nesia. Selain itu dari penjabaran di atas, dapat
kemungkinan akan berbeda mengingat Indonesia, disimpulkan secara keseluruhan masih terdapat
negara bagian timur, memiliki budaya yang ber- inkonsistensi temuan penelitian-penelitian sebe-
beda. Terlebih juga masih terdapat temuan yang lumnya mengenai pengaruh dari variabel individual
belum konsisten terkait gender. Selain itu terdapat seperti tingkat pendidikan, usia, gender, dan
fenomena pula bahwa saat ini di lingkungan bisnis filosofi moral personal terhadap tahapan dalam
telah banyak wanita yang mencapai level tinggi di proses pengambilan keputusan etis.
posisi manajerial (Nguyen et al., 2008). Sehingga Penelitian ini hanya melihat tiga tahapan dari
masih penting untuk menginvestigasi pengaruh dari proses pengambilan keputusan etis, yakni ethical
gender terhadap proses pengambilan keputusan recognition, ethical judgment, dan ethical inten-
etis. tion. Alasan tidak digunakannya ethical behavior
Selanjutnya, Gowing et al. (2005), Abdol- karena untuk menginvestigasinya, diperlukan
mohammadi dan Baker (2006), Fritzsche dan Oz waktu dan biaya yang cukup besar. Tujuan yang
(2007) menyatakan bahwa filosofi moral personal ingin dicapai oleh penelitian ini adalah menguji
memiliki pengaruh terhadap pengambilan kepu- secara komprehensif hubungan dari variabel
tusan etis. Filosofi moral personal berkaitan individual (tingkat pendidikan, usia, gender, dan
dengan aturan dan prinsip-prinsip yang dipertim- filosofi moral personal) serta variabel eksternal
bangkan oleh individu saat pembuatan keputusan (intensitas moral) terhadap proses pengambilan
untuk membedakan antara benar dan salah keputusan etis dari mahasiswa sarjana akuntansi
(Ferrell dan Fraedrich, 1997). Seorang akuntan dan mahasiswa pascasarjana akuntansi. Pemilihan
profesional dalam melaksanakan suatu pekerjaan mahasiswa akuntansi sebagai responden dalam
harus memiliki nilai-nilai individual yang dijadikan penelitian ini adalah karena mahasiswa akuntansi
pertimbangan dalam pengambilan suatu keputusan nantinya akan memiliki peran sebagai akuntan di
(Schlenker dan Forsyth, 1977). Penyimpangan- berbagai instansi dan perusahaan.
penyimpangan atas keputusan yang dibuat oleh Penelitian ini diharapkan dapat menambah
seorang akuntan seperti kasus di atas menyebab- bukti empiris dari literatur mengenai pengambilan
kan penelitian mengenai filosofi moral personal keputusan etis di lingkup bisnis terutama dengan
81
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
menggunakan dua jenis kelompok mahasiswa Ethical recognition merupakan tahapan fun-
akuntansi yang berbeda jenjang pendidikan serta damental dan krusial dalam proses pengambilan
diharapkan dapat memberikan bahan masukan keputusan etis. Rest (1986) berargumen bahwa
bagi pihak akademisi dalam menyusun kurikulum kemampuan untuk mengidentifikasi dan secara
pembelajaran untuk mahasiswanya agar kemam- tepat menilai isu etis dalam suatu situasi tertentu
puan mahasiswa dalam mengndentifikasi isu-isu merupakan prasyaarat yang penting dalam men-
etis menjadi meningkat. capai keputusan etis yang tepat. Selanjutnya, ethical
Bagian selanjutnya dari artikel ini akan dijab- judgment memiliki elemen utama kemampuan
arkan mengenai beberapa literatur dan argumen kognitif seseorang ketika dihadapkan oleh isu etis
teoritis, diikuti pembahasan atas metode pengum- untuk membedakan antara yang benar dan yang
pulan dan analisis data berikut hasil-hasil yang salah, sehingga dengan kata lain tahapan ini uta-
menjadi temuan. Artikel ini kemudian ditutup manya didasarkan pada Cognitive Moral Develop-
dengan penyampaian simpulan, implikasi, saran ment (CMD), namun penelitian ini tidak ditujukan
serta keterbatasan penelitian. untuk mengelaborasi secara ekstensif aspek teoretis
dari CMD. Kedua tahapan tersebut dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti variabel individual dan
TINJAUAN LITERATUR DAN karakteristik dari problem etis itu sendiri. Kedua
PERUMUSAN HIPOTESIS tahapan ini juga masih berkaitan dengan proses
kognitif yang menjadi penyebab dari munculya
Pengambilan Keputusan Etis ethical intention dan ethical behavior.
Tahapan ethical intention sendiri salah satu-
Pengambilan keputusan merupakan proses nya dipengaruhi oleh intensi yang ada pada diri
identifikasi dan pemilihan suatu tindakan untuk individu. Ajzen dan Fishbein (1980) menjelaskan
merespon suatu permasalahan atau kesempatan tentang theory of reason action (TRA) dan Theory
(Langley et al., 1995). Proses pengambilan kepu- Planned Behaviour (TPB) yang menjelaskan me-
tusan etis, menurut Carlson et al. (2002), adalah “a ngenai intensi etis.Teori tersebut menjelaskan
process by which individuals use their base to bahwa intensi berkaitan dengan hasil pengambilan
determine whether a certain issue is right or keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan
wrong”. suatu tindakan. Teori ini telah diuji oleh beberapa
Rest (1979; 1986) mengajukan empat tahapan peneliti, salah satunya Oumlil dan Balloun (2008)
sekuensial dari proses pengambilan keputusan etis yang membuktikan bahwa keputusan dalam ber-
untuk mendeskripsikan kognitif individual ketika tindak atas suatu masalah dipengaruhi oleh intensi
mereka dihadapi oleh dilema etika. Keempat taha- seorang individu tersebut. Hal ini berarti intensi
pan tersebut yang pertama adalah ethical recog- memiliki peran untuk menentukan tindakan atau
nition. Tahapan ini berkaitan dengan kemampuan keputusan yang akan diambil oleh seseorang.
seseorang untuk menginterpretasikan situasi terten- Sesuai dengan model yang dibangun oleh Rest
tu adalah etis atau tidak etis. Tahapan kedua ada- et al. (1986) dan Jones (2001), ethical intention
lah ethical judgment, dimana pada tahapan ini merupakan outcome yang paling penting yang
individu menentukan tindakan seperti apakah yang sebelumnya dipengaruhi oleh pertimbangan etis
secara moral adalah benar. Selanjutnya tahapan ke- (ethical judgement). Ethical intention merupakan
tiga adalah ethical intention. Pada tahapan tersebut tahap dimana individu akan menitikberatkan nilai-
individu mulai memprioritaskan suatu alternatif nilai etika dalam kaitannya terhadap nilai lain.
etis tertentu dibandingkan alternatif lainnya. Ter- Ajzen (1991) mengatakan bahwa tahap intensi etis
akhir adalah ethical behavior, yakni individu benar- merupakan salah satu prediktor yang paling signi-
benar melakukan tindakan yang etis. fikan untuk perilaku yang akan diambil selanjutnya
Setiap tahapan adalah berbeda secara konsep- oleh individu, khususnya jika lingkup pengambilan
tual, dan kesuksesan di salah satu tahapan tidak keputusan tersebut bersfiat spesifik. Sehingga sebe-
berarti juga akan sukses di tahapan selanjutnya. narnya dengan mengeksplorasi sampai tahapan ini
Para peneliti di bidang bisnis dari berbagai area saja sudah cukup, terlebih lagi untuk menginves-
seperti pemasaran, audit, manajemen telah meng- tigasi tahapan ethical behavior akan memerlukan
adopsi rerangka milik Rest tersebut dalam pene- waktu dan biaya yang besar karena merupakan hal
litian mereka. Ada yang hanya menguji di salah yang susah untuk mengukur perilaku etis
satu tahap dan ada juga yang menginvestigasi di dua seseorang.
atau lebih tahap (Musbah, 2010).
82
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
83
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
suatu tindakan tertentu. Orang lebih peduli dibuatnya (Kohlberg, 1976). Senada, McPhail dan
mengenai orang lain yang dekat dengannya Walters (2009) menyatakan pula bahwa bentuk
(secara sosial, budaya, psikologis, fisik) diban- yang berbeda dari tingkat pendidikan dapat ber-
dingkan dengan orang yang jauh. kontribusi terhadap level kematangan etika yang
berbeda.
Penelitian ini akan menggunakan semua kom- O’Fallon and Butterfield (2005) menemukan
ponen dari intensitas moral yang telah dikemukan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh positif dan
oleh Jones (1991). Hal ini dilatarbelakangi karena signifikan terhadap pembuatan keputusan etis
penelitian ini ingin membuktikan bahwa seluruh (ethical decision making). Namun, hasil berbeda
komponen tersebut akan berkontribusi dalam ditemukan oleh Cagle and Baucus (2006) yang
memprediksi intensitas moral. Jones (1991) menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak berhu-
menyatakan bahwa masing-masing dari komponen bungan signifikan terhadap pengambilan kepu-
intensitas moral tersebut merupakan variabel inde- tusan etis. Perbedaan yang ditemukan oleh masing-
penden yang akan memiliki pengaruh secara masing peneliti tersebut, menjadi alasan penulis
signifikan di masing-masing tahapan pengambilan untuk menguji dan mengkonfirmasi pengaruh ting-
keputusan etis. Selain itu terdapat sebuah pang- kat pendidikan terhadap pengambilan keputusan
gilan untuk melakukan penelitian terkait hal terse- etis.
but karena bukti empiris yang ada masih sangat Riset mengenai perkembangan moral kognitif
sedikit (O’Fallon dan Butterfield, 2005). Oleh menemukan bahwa penalaran moral juga dipenga-
sebab itu, peneliti mengajukan hipotesis sebagai ruhi oleh usia, karena usia memengaruhi moral
berikut: maturity seseorang (McPhail dan Walters, 2009).
H3:iiBesaran konsekuensi (Magnitude of conse- Teori CMD oleh Kohlberg (1976) menyugestikan
quences) memiliki hubungan positif dengan: bahwa terdapat dampak posittif dari usia terhadap
(a) ethical recognition, (b) ethical judgment, perkembangan moral, individu secara umumnya
(c) ethical intention. akan berpindah dari tahapan yang rendah atas
H4: Konsensus Sosial (Social Consencus) memi- penalaran moral ke tahapan yang lebih tinggi.
liki hubungan positif dengan: (a) ethical recog- Sehingga diekspektasikan individu yang lebih tua
nition, (b) ethical judgment, (c) ethical inten- akan menunjukkan perilaku yang menjunjung nilai-
tion. nilai etis dibandingkan individu yang lebih muda.
H5: Probabilitas Efek (Probability of Effect) Namun berdasarkan histori literatur, ternyata
memiliki hubungan positif dengan: (a) ethical hubungan antara usia dan pengambilan keputusan
recognition, (b) ethical judgment, (c) ethical etis menghasilkan temuan yang belum konsisten
intention. (Musbah, 2010). Dengan demikian, variabel usia
H6: Kesegeraan temporal (Temporal Immediacy) menarik untuk tetap diteliti bagiamana hubungan-
memiliki hubungan positif dengan: (a) ethical nya dengan proses pengambilan keputusan etis.
recognition, (b) ethical judgment, (c) ethical Selanjutnya untuk variabel gender, seperti
intention. yang telah dijelaskan sepintas di bagian penda-
H7: Efek Konsentrasi (Concentration of Effect) huluan, telah terdapat banyak bukti empiris yang
memiliki hubungan positif dengan: (a) ethical mengarahkan pada suatu simpulan bahwa wanita
recognition, (b) ethical judgment, (c) ethical lebih etis dibandingkan pria. Hal tersebut dika-
intention. renakan sesuai dengan teori sosialisasi gender, pria
H8: Kedekatan (Proximity)memiliki hubungan lebih fokus pada pencapaian kesuksesan sehingga
positif dengan: (a) ethical recognition, (b) cenderung untuk mengabaikan dan melanggar
ethical judgment, (c) ethical intention. aturan sehingga akan terlibat pada suatu tindakan
yang tidak etis. Di lain sisi, wanita lebih fokus pada
Tingkat Pendidikan, Usia dan Gender penyelesaian tugas mereka dengan baik serta
menjaga harmoni di tempat kerja sehingga mereka
Rest et al. (1986) menyatakan bahwa tingkat cenderug untuk tidak melanggar aturan dan lebih
pendidikan dan usia dapat memengaruhi pening- sedikit dalam terlibat pada suatu tindakan yang
katan Cognitive Moral Development (CMD) indi- tidak etis (Guffey dan McCartney, 2007). Namun
vidu. Peningkatan cognitive moral akan berdam- demikian, masih tetap diperlukan penginvesti-
pak pada peningkatan kemampuan seorang indi- gasian terkait hal ini karena masih ditemukan
vidu dalam mempertimbangkan isu moral yang banyak temuan yang tidak konsisten, selain itu
selanjutnya berdampak pada keputusan etis yang fenomenanya saat ini wanita telah banyak menca-
84
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
pai posisi tinggi di level manajerial sehingga meru- sitas yang masing-masing berada di Kota Surabaya
pakan hal yang penting untuk memahami perbe- dan Yogyakarta. Subjek penelitian yang merupakan
daan gender dalam proses pengambilan keputusan mahasiswa akuntansi ini digunakan untuk menilai
etis (Musbah, 2010). Berdasarkan pemaparan bagaimana pengambilan keputusan etis mereka
tersebut, maka peneliti mengajukan hipotesis: karena mereka diekspektasikan akan menjadi
H9: Nilai rata-rata (a) ethical recognition, (b) akuntan di masa depan (Musbah, 2010). Kriteria
ethical judgment, (c) ethical intention akan sampel penelitian ini adalah subjek telah lulus atau
secara signifikan lebih besar untuk maha- sedang mengambil mata kuliah bertemakan etika
siswa pascasarjana (tingkat pendidikan lebih bisnis dan profesi. Dengan demikian, pertim-
tinggi) dibandingkan mahasiswa sarjana. bangan dipilihnya dua universitas tersebut sebagai
H10: Nilai rata-rata (a) ethical recognition, (b) sampel penelitian ini adalah dalam hal diajarkan-
ethical judgment, (c) ethical intention akan nya mata kuliah etika bisnis dengan materi yang
secara signifikan lebih besar untuk maha- tidak jauh berbeda satu sama lain serta sesuai
siswa wanita dibandingkan pria. dengan submateri yang ingin diteliti, yakni terkait
H11: Nilai rata-rata (a) ethical recognition, (b) pengambilan keputusan etis. Kriteria tersebut juga
ethical judgment, (c) ethical intention akan telah digunakan di beberapa penelitian sebelumnya
secara signifikan lebih besar semakin meni- (Cagle dan Baucus, 2006; Chan dan Leung, 2006;
ngkatnya usia mahasiswa. Musbah, 2010) .
Data dikumpulkan dengan menggunakan
metode survey. Metode ini memiliki kelebihan
METODE PENELITIAN dalam hal validitas eksternalnya yang tinggi, yakni
kemampuan hasil suatu penelitian dalam digene-
Penelitian ini menggunakan penelitian kuan- ralisasi (Ghozali, 2009; Ertambang dan Utami,
titatif dengan teknik pengumpulan data survey 2015). Prosedur penyebaran kuesioner dilakukan
dengan memberikan kuesioner jenis tertutup ke- dengan menyebarkan kuesioner setiap ada sesi
pada responden. Dalam setiap kuesioner, akan ter- perkuliahan yang sedang berlangsung dan kemu-
dapat tiga bagian. Bagian pertama berisi keterangan dian meminta partisipan untuk langsung mengi-
singkat demografi responden, bagian kedua berisi sinya dan setelah itu dikembalikan langsung kepa-
pertanyaan filosofi moral personal dan yang ketiga da peneliti. Prosedur tersebut selain praktis, juga
terdiri dari dua skenario mengenai pengambilan dapat mencegah terjadinya non reponse bias.
keputusan etis dalam ranah akuntansi serta respon Selain itu, untuk mencegah adanya bias respon
pernyataan untuk intensitas moral. yang terjadi, salah satunya adalah dengan meminta
data demografi responden yang tidak terlalu leng-
Pengumpulan Data kap atau hanya sesuai dengan kebutuhan pene-
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa sar- litian, dengan kata lain responden tidak perlu
jana dan pascasarjana yang ada di salah satu univer- merasa khawatir bila kejujurannya diketahui oleh
Faktor Internal
- Filosofi Moral Personal
- Tingkat Pendidikan
- Usia
- Gender
85
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
pihak penyelenggara penelitian. Total kuesioner apakah aktor yang terlibat dalam situasi yang ada di
yang disebarkan kepada subjek penelitian adalah skenario seharusnya tidak melakukan tindakan
197 kuesioner. Kuesioner yang dapat diolah lebih tersebut. Terakhir,ethical intention diukur dengan
lanjut untuk pengujian statistik adalah 173 kue- menyatakan tingkat persetujuan responden untuk
sioner dan sisanya sebanyak 54 kuesioner tidak tidak melakukan tindakan serupa seperti tindakan
dapat diolah lebih lanjut. Alasan tidak diguna- yang ada dalam skenario.Untuk variabel tingkat
kannya 54 kuesioner tersebut adalah karena dua pendidikan diukur lewat jenjang pendidikan yang
alasan, pertama responden tidak mengisi secara sedang ditempuh oleh responden yang mana
lengkap atas butir-butir pernyataan kuesioner mau- didikotomuskan menjadi dua yaitu jenjang sarjana
pun isian mengenai informasi demografi. Kedua, dan pascasarjana.
terdapat pula beberapa beberapa responden yang Kuesioner filosofi moral personal (ethics
tampaknya tidak serius dalam mengisi jawaban position) diambil dari instrumen yang telah dibuat
kuesioner. Hal tersebut diperlihatkan dengan ada- oleh Forsyth (1980) yang mengukur dimensi
nya kecenderunga pemilihan jawaban dengan skala idealisme dan relativisme dengan masing-masing
yang sama. memiliki 10 pernyataan. Skenario pada kuesioner
ini menggunakan skenario yang dibuat oleh
Pengukuran Variabel Institute of Management Accountantsdan telah
diabstraksikan oleh Flory, et al. (1992) yang mana
Variabel independen dalam penelitian ini secara originalnya memiliki empat skenario dengan
adalah: (1) idealisme, (2) relativisme, (3) besaran masing-masing memiliki sembilan pertanyaan.
konsekuensi, (4) konsensus sosial, (5) kesegeraan Rincian skenario tersebut adalah: (1) Skenario
temporal, (6) tingkat pendidikan, (7) usia, (8) pertama= menyetujui pelaporan biaya yang diper-
gender. Sedangkan variabel dependen adalah (1) tanyakan; (2) Skenario kedua= manipulasi pembu-
ethical recognition, (2) ethical judgment, dan (3) kuan perusahaan; (3) Skenario ketiga= melanggar
ethical intention. Adapun yang dimaksud dengan kebijakan perusahaan; (4) Skenario keempat=
variabel idealisme adalah sejauh mana individu memperpanjang kredit yang diragukan. Skenario
berfokus pada kebenaran yang melekat atau yang digunakan pada penelitian ini adalah skenario
kesalahan dari tindakan terlepas dari hasil tindakan kedua dan keempat. Keempat skenario tersebut
tersebut. Relativisme adalah sejauh mana individu secara umumnya akan ditemukan pada dunia kerja
menolak aturan atau standar moral yang universal. dan memiliki tingkat ketidaketisan yang bervariasi
Besaran konsekuensi (magnitude of consequences) (Leitsch, 2004).
didefinisikan sebagai jumlah kerugian (manfaat) Skenario kedua (manipulasi pembukuan per-
yang dihasilkan oleh pengorbanan (keberman- usahaan) mewakili isu akuntansi yang memiliki
faatan) dari sebuah tindakan etis. tingkat tidak etis lebih tinggi dibandingkan dengan
Konsensus sosial adalah tingkat kesepakatan skenario keempat (memperpanjang kredit yang
sosial bahwa sebuah tindakan dianggap sebagai diragukan). Oleh karenanya, skenario yang digu-
tindakan yang baik atau buruk. Probabilitas efek nakan pada penelitian ini hanya dua skenario,
adalah kemungkinan sebuah tindakan akan menye- yakni skenario tentang manipulasi pembukuan per-
babkan kerugian dengan segera di masa yang akan usahaan dan memperpanjang kredit yang diragu-
datang. Kesegeraan temporal adalah jarak atau kan. Peneliti mengambil masing-masing satu skena-
waktu antara pada saat terjadi dan awal mula rio untuk mewakili masing-masing kategori berda-
konsekuensi dari sebuah tindakan etis tertentu. sarkan tingkat ketidaketisan isu tersebut. Sehingga
Efek konsentrasi adalah jumlah orang yang meme- alasan lain untuk mencegah kejenuhan partisipan
ngaruhi dan dipengaruhi oleh sebuah tindakan dalam mengisi kuesioner dapat tepenuhi. Pernya-
yang dilakukan. Terakhir kedekatan adalah pera- taan pada masing-masing skenarioadalah sebanyak
saan kedekatan (sosial, budaya, psikologi, atau sembilan pernyataan sesuaitujuan penelitian, yakni
fisik) yang dimiliki oleh pembawa moral (moral dengan rincian tiga pernyataan mengukur tiga
agent) untuk si pelaku dari kejahatan (kemanfa- tahapan proses pengambilan keputusan etis, dan
atan) dari suatu tindakan tertentu. enam pertanyaan mengukur enam variabel
Ethical recognition diukur dengan menya- intensitas moral. Seluruh pernyataan dalam
takan tingkat persetujuan dari pernyataan apakah kuesioner penelitian ini disajikan dengan skala
situasi yang ada di skenario melibatkan problema likert berdasarkan peringkat dari 1 (menyatakan
etika atau tidak, selanjutnya ethical judgment tidak setuju) sampai 5 (menyatakan sangat setuju).
diukur dengan menyatakan tingkat persetujuan
86
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
87
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
Selanjutnya untuk variabel relativisme, pada kedua skenario. Variabel kesegeraan temporal
kelompok mahasiswa sarjana terlihat bahwa tidak memiliki hubungan positif signifikan (β=0,22;
ditemukan hubungan signifikan baik di skenario p<0,1) untuk kelompok mahasiswa sarjana di
pertama maupun kedua. Selanjutnya, pada kelom- skenario dua saja, dan tidak memiliki hubungan
pok mahasiswa pascasarjana, relativisme ditemu- signifikan untuk kelompok mahasiswa pascasarjana
kan memiliki hubungan negatif signifikan (β=-0,21, di kedua skenario.
p<0,05) dengan ethical recognition namun hanya Variabel konsentrasi efek memiliki hubungan
untuk skenario pertama. Dengan demikian H2a positif signifikan (β= 0,25; p<0,05) dengan ethical
tidak terdukung untuk kelompok mahasiswa recognition untuk kelompok mahasiswa sarjana di
sarjana, dan H2a terdukung parsial untuk kelom- skenario pertama, dan tidak memiliki hubungan
pok mahasiswa pascasarjana. Berpindah ke faktor signifikan untuk kelompok mahasiswa pascasarjana
intensitas moral, untuk variabel besaran konse- di kedua skenario. Variabel kedekatan memiliki
kuensi tidak ditemukan hubungan signifikan hubungan negatif signifikan (β=0,27; p<0,05)
dengan ethical recognition baik untuk kelompok namun dengan arah yang berlawanan sesuai pre-
mahasiswa sarjana dan pascasarjana. Variabel kon- diksi untuk kelompok mahasiswa sarjana di ske-
sensus sosial memiliki hubungan positif signifikan nario pertama, dan tidak memiliki hubungan sig-
(β= 0,33; p<0,1) untuk kelompok mahasiswa nifikan untuk kelompok mahasiswa pascasarjana.
sarjana di skenario kedua, serta juga memiliki Dengan demikian disimpulkan, H3a tidak
hubungan positif signifikan untuk kelompok maha- terdukung di kedua kelompok sampel, H4a terdu-
siswa pascasarjana baik di skenario pertama (β= kung untuk kelompok mahasiswa pascasarjana,
0,21; p<0,05) maupun kedua (β= 0,29; p<0,01). dan terdukung parsial untuk kelompok mahasiswa
Variabel probabilitas efek memiliki hubungan sarjana, H5a tidak terdukung untuk kedua
negatif signifikan dengan ethical recognition di kelompok sampel, H6a terdukung parsial untuk
kedua skenario untuk kelompok mahasiswa kelompok mahasiswa sarjana dan tidak terdukung
sarjana (β=-0,49; p<0,05 dan β=-0,24, p<0,1). untuk kelompok mahasiswa pascasarjana, H7a
Meskipun hubungan yang ditemukan signifikan terdukung parsial untuk kelompok mahasiswa sar-
namun tidak sesuai dengan arah prediksi yang jana dan tidak terdukung untuk kelompok maha-
seharusnya. Sedangkan untuk kelompok maha- siswa pascasarjana, H8a tidak terdukung untuk
siswa pascasarjana, probabilitas efek tidak memiliki kedua kelompok sampel.
hubungan signifikan dengan ethical recogntion di
88
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
Hubungan Filosofi Moral Personal dan Intensitas Selanjutnya, untuk variabel relativisme, pada
Moral terhadap Ethical Judgment kelompok mahasiswa sarjana terdapat hubungan
negatif signifikan hanya di skenario pertama (β=-
Hubungan antara filosofi moral personal dan 0,24; p<0,1). Lalu pada kelompok mahasiswa
ethical judgment juga diinvestigasi dengan menguji pascasarjana, relativisme tidak memiliki hubungan
dua hipotesis, yakni terkait hubungannya dengan negatif signifikan. Dengan demikian H2b terdu-
idealisme (H1b) dan relativisme (H2b). Untuk kung parsial untuk kelompok mahasiswa sarjana
idealisme pada kelompok mahasiswa sarjana, dan tidak terdukung untuk kelompok mahasiswa
ditemukan hubungan positif signifikan (β= 0,30; pascasarjana.
p<0,05) dengan ethical judgment namun hanya Berpindah ke faktor intensitas moral, untuk
pada skenario pertama. Sedangkan untuk kelom- variabel besaran konsekuensi ditemukan hubungan
pok mahasiswa pascasarjana, idealisme memiliki positif signifikan dengan ethical judgment untuk
hubungan positif signifikan (β= 0,20; p<0,05 dan kelompok mahasiswa sarjana di skenario pertama
β= 0,16; p<0,05) dengan ethical judgment di kedua (β= 0,33; p<0,1) sedangkan untuk kelompok maha-
skenario. Dengan demikian, H1b terdukung untuk siswa sarjana tidak ditemukan hubungan signi-
kelompok mahasiswa pascasarjana dan terdukung fikan. Variabel konsensus sosial memiliki hubu-
parsial untuk kelompok mahasiswa sarjana. ngan positif signifikan (β= 0,26; p<0,1) untuk kelo-
89
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
mpok mahasiswa sarjana di skenario kedua, serta H5b, H6b, dan H7b tidak terdukung untuk kedua
juga memiliki hubungan positif signifikan untuk kelompok sampel, terakhir untuk H8b terdukung
kelompok mahasiswa pascasarjana baik di skenario parsial untuk kelompok mahasiswa pascasarjana
pertama (β= 0,3; p<0,01) maupun kedua (β= 0,55; dan tidak terdukung untuk kelompok mahasiswa
p<0,01). Kemudian, berturut-turut untuk variabel sarjana.
probabilitas efek, kesegeraan temporal, dan
konsentrasi efek tidak ditemukan hubungan Hubungan Filosofi Moral Personal dan Intensitas
signifikan untuk kedua kelompok mahasiswa baik Moral terhadap Ethical Intention
di skenario pertama maupun kedua. Terakhir
variabel kedekatan, ditemukan hubungan positif Hubungan antara filosofi moral personal dan
signifikan (β= 0,14; p<0,1) untuk kelompok ethical intention diinvestigasi dengan menguji dua
mahasiswa pascasarjana di skenario kedua saja. hipotesis yakni terkait hubungannya dengan
Dengan demikian disimpulkan, H3b terdu- idealisme (H1c) dan relativisme (H2c). Untuk
kung parsial untuk kelompok mahasiswa sarjana variabel idealisme, pada kelompok mahasiswa
dan tidak terdukung untuk kelompok mahasiswa sarjana, Tabel 5 memperlihakan variabel tersebut
pascasarjana, H4b terdukung untuk kelompok tidak memiliki hubungan signifikan dengan ethical
mahasiswa pascasarjana dan terdukung parsial intention baik di skenario pertama maupun kedua.
untuk kelompok mahasiswa sarjana, berturut-turut Sedangkan untuk kelompok mahasiswa pasca-
1
90
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
sarjana terdapat hubungan positif signifikan antara konsekuensi tidak ditemukan hubungan signifikan
idealisme dengan ethical intention (β= 0,24; dengan ethical intention. untuk kelompok
p<0,01) di skenario kedua. Dengan demikan, H1c mahasiswa sarjana baik pada skenario pertama
terdukung parsial untuk kelompok mahasiswa maupun kedua.
pascasarjana dan tidak terdukung untuk kelompok Sedangkan untuk kelompok mahasiswa pasca-
mahasiswa sarjana. sarjana ditemukan hubungan positif signifikan di
Selanjutnya, untuk variabel relativisme, pada kedua skenario (β= 0,22; p<0,05 dan β= 0,40;
kelompok mahasiswa sarjana terlihat bahwa tidak p<0,01). Variabel konsensus sosial tidak memiliki
ditemukan hubungan signifikan baik di skenario hubungan signifikan dengan ethical intention untuk
pertama maupun kedua. Lalu pada kelompok kelompok mahasiswa sarjana baik pada skenario
mahasiswa pascasarjana, relativisme ditemukan pertama maupun kedua. Sedangkan untuk
memiliki hubungan negatif signifikan (β= -0,23, kelompok mahasiswa pascasarjana ditemukan
p<0,05) namun hanya untuk skenario pertama. hubungan positif signifikan di skenario kedua
Sehingga H2c tidak terdukung untuk kelompok skenario (β= 0,19; p<0,05).
mahasiswa sarjana terdukung parsial untuk Variabel probabilitas efek tidak memiliki
kelompok mahasiswa pascasarjana. Berpindah ke hubungan signifikan dengan ethical intention untuk
faktor intensitas moral, untuk variabel besaran
91
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
kelompok mahasiswa sarjana baik pada skenario recognition wanita lebih besar signifikan untuk
pertama maupun kedua. Sedangkan untuk kelompok mahasiswa sarjana di skenario satu
kelompok mahasiswa pascasarjana, probabilitas (t=1,4, p<0,05) namun tidak ditemukan perbedaan
efek memiliki hubungan positif signifikan di signifikan untuk kelompok mahasiswa pasca-
skenario kedua (β= 0,35; p<0,01). Variabel sarjana. Sehingga H10a terdukung parsial untuk
kesegeraan temporal tidak memiliki hubungan kelompok mahasiswa sarjana namun tidak untuk
signifikan dengan ethical intention untuk kelompok mahasiswa pascasarjana.
kelompok mahasiswa sarjana baik pada skenario Selanjutnya nilai rata-rata ethical judgment
pertama maupun kedua. Sedangkan untuk wanita lebih besar signifikan untuk kelompok
kelompok mahasiswa pascasarjana, kesegeraan mahasiswa sarjana baik di skenario pertama mau-
temporal memiliki hubungan positif signifikan di pun kedua (t=-3,37, p<0,01 dan t= -1,81, p<0,1)
skenario pertama (β= 0,18; p<0,1). Terakhir, untuk namun tidak ditemukan perbedaan signifikan
variabel konsentrasi efek dan variabel kedekatan untuk kelompok mahasiswa pascasarjana. Sehingga
tidak memiliki hubungan signifikan baik di H10b terdukung untuk kelompok mahasiswa
kelompok mahasiswa sarjana maupun pascasarjana sarjana namun tidak untuk kelompok mahasiswa
di kedua skenario. pascasarjana. Terakhir H10c tidak terdukung
Dengan demikian disimpulkan, H3c tidak untuk kedua kelompok sampel, namun secara
terdukung untuk kelompok mahasiswa sarjana dan mengejutkan ditemukan hubungan signifikan yang
terdukung untuk kelompok mahasiswa pasca- berlawanan dengan prediksi. Bahwa ternyata di
sarjana, H4c tidak terdukung untuk kelompok kelompok mahasiswa pascasarjana untuk tahapan
mahasiswa sarjana dan terdukung parsial untuk ethical intention justru mahasiswa pria lebih etis
kelompok mahasiswa pascasarjana, H5c tidak dibandingkan wanita (t= 2,00; p<0,05).
terdukung untuk kelompok mahasiswa sarjana dan Analisis terakhir terkait pengaruh dari variabel
dan terdukung parsial untuk kelompok mahasiswa individual, adalah mengenai usia. Pada bagian
pascasarjana, H6c tidak terdukung untuk kelom- demografi telah dijelaskan bahwa ternyata usia dari
pok mahasiswa sarjana dan terdukung parsial kedua kelompok sampel (mahasiswa sarjana dan
untuk kelompok mahasiswa pascasarjana, terakhir pascasarjana) hampir tidak terlalu berbeda, dimana
H7c serta terakhir H8c tidak terdukung untuk sebagian besar sampel yakni sebesar 82% memiliki
kedua kelompok sampel. usia di rentang 20-25 tahun, oleh karenanya uji
beda atas kelompok berdasarkan usia di bawah ini
Hubungan Tingkat Pendidikan, Usia, dan Gender akan dijadikan satu untuk mahasiswa sarjana dan
terhadap Ethical Recognition, Ethical Judgment, pascasarjana. Dapat dilihat pada Tabel 8, tidak
dan Ethical Intention ditemukan perbedaan di keseluruhan tahapan
proses pengambilan keputusan etis berdasarkan
Berdasarkan hasil Independent t-test yang ada usia. Sehingga dengan demikian H11a, H11b, dan
di Tabel 6 di bawah ini terlihat bahwa terdapat H11c tidak terdukung.
perbedaan yang signifikan atas nilai rata-rata dari
ethical judgment baik untuk skenario pertama dan Diskusi
skenario kedua berdasarkan tingkat pendidikan.
Dengan kata lain nilai rata-rata dari ethical Hasil regresi maupun uji beda yang telah
judgment lebih besar untuk mahasiswa pasca- disimpulkan pada Tabel 9 berikut ini memper-
sarjana (t= -6,29; p<0,01 dan t= -5,41; p<0,01). lihatkan bahwa idealisme merupakan variabel yang
Sehingga dengan demikian H9b terdukung namun memiliki hubungan positif signifikan paling kuat
tidak untuk H9a dan H9c. dengan ketiga tahapan proses pengambilan
Berikutnya adalah pembahasan mengenai keputusan etis. Alasan di balik temuan tersebut
hubungan dari gender dengan tiga tahapan proses adalah jika dilihat dari Tabel 4.2 diketahui bahwa
pengambilan keputusan etis. Independent t-test rata-rata variabel idealisme (3,98) lebih tinggi
dilakukan dengan lebih spesifik yakni tetap mem- dibandingkan rata-rata variabel relativisme (3,45).
bagi sampel menjadi kedua kelompok (mahasiswa Hal tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa
sarjana dan pascasarjana) dan kemudian dilihat akuntansi (sarjana dan pascasarjana) yang menjadi
pengaruh dari gender di masing-masing kelompok responden pada penelitian ini cenderung untuk
sampel, sehingga dengan demikian hasil yang memberikan bobot yang lebih tinggi pada filsafat
terlihat menjadi lebih detail. Tabel 7 di bawah ini moral yang idealistik dibandingkan filsafat moral
memperlihatkan bahwa nilai rata-rata ethical yang relativistik ketika membuat keputusan etis.
91
92
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
Dengan kata lain mahasiswa yang menjadi Relativisme juga ditemukan memiliki hubu-
responden dalam penelitian ini dapat dicap sebagai ngan negatif signifikan dengan berbagai tingkat
"absolutis" (idealisme tinggi dan relativisme rendah) hubungan yang berbeda-beda di lintas keseluruhan
atau mereka yang percaya bahwa tindakan mereka tahapan pengambilan keputusan etis. Sparks dan
harus menghormati aturan moral universal dan Hunt (1998) menjelaskan dua alasan yang dapat
harus menghasilkan konsekuensi positif bagi menjelaskan hubungan negatif antara relativisme
semua pihak yang terlibat (Forsyth, 1992). dengan tahap pengambilan keputusan etis.
Pertama, ketidakpercayaan atau penolakan pada
Tabel 6. Perbedaan Ethical Recognition, Ethical Judgment, dan Ethical Intention berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Tahapan Proses Pengambilan Mahasiswa Sarjana Mahasiswa Pascasarjana
Keputusan Etis dan Skenario M (SD) M (SD) t
N= 65 N= 108
Ethical Recognition
Skenario 1 4,18 (0,49) 4,11 (0,64) 0,78
Skenario 2 3,91 (0,57) 3,94 (0,80) -0,32
Ethical Judgment
Skenario 1 3,35 (0,77) 4,07 (0,63) -6,29***
Skenario 2 3,07 (0,83) 3,75 (0,78) -5,41***
Ethical Intention
Skenario 1 3,60 (0,88) 3,49 (1,04) 0,70
Skenario 2 3,38 (0,84) 3,32 (0,96) 0,42
***p<0,01; **p<0,05; *p<0,1
Tabel 7. Perbedaan Ethical Recognition, Ethical Judgment, dan Ethical Intention berdasarkan Gender
Tahapan Proses Mahasiswa Sarjana Mahasiswa Pascasarjana
Pengambilan Pria Wanita Pria Wanita
Keputusan Etis M (SD) M (SD) t M (SD) M (SD) t
dan Skenario N= 20 N= 45 N= 32 N= 76
Ethical Recognition
Skenario 1 4,00 (0,45) 4,26 (0,49) -1,4** 4,15 (0,72) 4,09 (0,61) 0,46
Skenario 2 3,90 (0,44) 3,91 (0,63) -0,07 3,81 (0,96) 4,00 (0,73) -0,98
Ethical Judgment
Skenario 1 2,90 (0,71) 3,55 (0,72) -3,37*** 4,09 (0,64) 4,06 (0,63) 0,20
Skenario 2 2,80 (0,69) 3,20 (0,86) -1,81* 3,65 (0,86) 3,80 (0,74) -0,88
Ethical Intention
Skenario 1 3,55 (0,88) 3,62 (0,88) -0,30 3,78 (1,03) 3,34 (1,03) 2,00**
Skenario 2 3,20 (0,69) 3,46 (0,89) -1,18 3,53 (1,04) 3,21 (0,92) 1,57
***p<0,01; **p<0,05; *p<0,1
Tabel 8. Perbedaan Ethical Recognition, Ethical Judgment, dan Ethical Intention berdasarkan Usia
Mahasiswa Sarjana dan Mahasiswa Pascasarjana
Tahapan Proses Pengambilan 20-25 tahun 25-30 tahun 30-35 tahun >35 tahun
Keputusan Etis dan Skenario M (SD) M (SD) M (SD) M (SD) F
N= 142 N= 20 N= 7 N= 4
Ethical Recognition
Skenario 1 4,14 (0,57) 4,10 (0,64) 4,00 (1,00) 4,25 (0,50) 0,21
Skenario 2 3,92 (0,71) 3,90 (0,91) 4,00 (0,81) 4,00 (0,00) 0,04
Ethical Judgment
Skenario 1 3,75 (0,79) 4,00 (0,64) 4,28 (0,75) 3,75 (0,50) 1,55
Skenario 2 3,45 (0,87) 3,60 (0,94) 3,85 (0,69) 4,00 (0,00) 1,04
Ethical Intention
Skenario 1 3,53 (0,97) 3,60 (0,99) 3,57 (1,27) 3,00 (1,15) 0,42
Skenario 2 3,31 (0,91) 3,45 (1,05) 3,57 (0,78) 3,50 (0,57) 0,31
***p<0,01; **p<0,05; *p<0,1
93
92
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
Tabel 9. Simpulan Temuan Hubungan antara Faktor Internal dan Eksternal terhadap Tiga Tahapan
Proses Pengambilan Keputusan Etis untuk Kedua Kelompok Mahasiswa Sarjana dan Pascasarjana
Faktor Tahapan Proses Pengambilan Keputusan Etis
Ethical Recognition Ethical Judgment Ethical Intention
Faktor Internal
Filosofi Moral Personal
+ sign + sign + sign
1. Variabel Idealisme
(p<0,05; <0,01) (p<0,05) (p<0,05)
- sign - sign - sign
2. Variabel relativisme
p<0,05) (-<0,1) (p<0,05)
+ sign
3. Tingkat Pendidikan X x
(p<0,01)
Female + sign Female+ sign Male- sign
4. Gender (Female +)
(p<0,05) (p<0,1; <0,05) (p<0,05)
5. Usia X x x
Faktor Eksternal
Dimensi Intensitas Moral
+ sign + sign
1. Besaran Konsekuensi X
(p<0,1) (p<0,05; <0,01)
+ sign + sign + sign
2. Konsensus Sosial
(p< 0,1; <0,05; <0,01) (p<0,1; <0,01) (p<0,05)
- sign + sign
3. Probabilitas Efek x
(p<0,1; <0,05) (p<0,01)
+ sign + sign
4. Kesegeraan Temporal x
(p<0,1) (p<0,1)
+ sign
5. Konsentrasi Efek x x
(p<0,05)
- sign + sign
6. Kedekatan x
(p<0,05) (p<0,1)
kemutlakan moral mungkin dapat mengurangi yang berbeda di ketiga tahapan proses peng-
kemungkinan pelanggaran etika. Dalam dunia ambilan keputusan etis. Variabel yang memiliki
dimana semua masalah adalah relatif dan cende- frekuensi hubungan signifikan paling banyak
rung bernuansa abu-abu, masalah etika mungkin hingga paling sedikit secara berturut-turut adalah:
dapat berbaur dengan segala sesuatu yang lain. konsensus sosial, besaran konsekuensi dan kesege-
Kedua, individu yang cenderung bersikap rela- raan temporal. Sedangkan untuk konsentrasi efek,
tivisme mungkin mempertimbangkan masalah kedekatan, dan probabilitas efek memiliki fre-
etika secara umum menjadi kurang penting diban- kuensi temuan signifikan yang sama dan paling
dingkan individu yang bersikap idealisme. sedikit. Hasil temuan ini sejalan dengan temuan
Hasil terkait filosofi moral personal tersebut milik Barnett dan Valentine (2004) dan Cohen dan
sejalan dengan temuan penelitian yang juga dilaku- Bennie (2006) bahwa untuk komponen besaran
kan di negara-negara yang memiliki karakteristik konsekuensi, frekuensi ditemukannya hubungan
hampir sama dengan Indonesia, yakni mayoritas positif signifikan dengan ketiga tahapan proses
Muslim, bahwa orang Muslim memang lebih pengambilan keputusan etis lebih banyak diban-
bersifat idealistik dibandingkan relativistik (contoh: dingkan kesegeraan temporal. Alasan yang dapat
di Negara Egypt dan Arab Saudi oleh Marta et al., menjelaskan temuan ini adalah ketika individu
2003; Moroko oleh Oumlil dan Balloun, 2008). dihadapkan dengan komponen besaran konse-
Sehingga hasil tersebut juga menyiratkan bahwa kuensi (magnitude of consequence) dan kesege-
salah satu pendekatan yang dapat dipertimbangkan raan temporal (temporal immediacy) secara bersa-
untuk meningkatkan etika dalam proses peng- maan, maka individu tersebut akan mempertim-
ambilan keputusan dalam lingkungan bisnis, khu- bangkan kecepatan konsekuensi pada komponen
susnya di Indonesia, adalah dengan mendorong besaran konsekuensi daripada kesegeraan tem-
filosofi yang idealis dan mencegah filosofi yang poral. Kondisi yang berbeda akan diperoleh bila
relatif. Terkait dimensi intensitas moral, keenam individu tersebut diberikan komponen besaran
variabel memiliki temuan signifikan dengan level
94
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
konsekuensi dan kesegeraan temporal secara merupakan elemen vital dalam tahapan ini.
terpisah (Barnett dan Valentine, 2004). Tahapan ini sangat ditentukan oleh cognitive moral
Hasil tersebut juga selaras dengan pendapat development (CMD) seseorang. Kohlberg (1969,
yang dikemukakan oleh Morris dan McDonald 1976) menyatakan bahwa proses kognitif dari
(1995) yang menyatakan bahwa besaran konse- pengambilan keputusan etis menjadi semakin
kuensi dan konsensus sosial merupakan pengukur rumit ketika individu mulai berkembang, dan salah
utama diantara enam komponen lainnya dalam satu faktor kuat yang mempengaruhi hal tersebut
memprediksi intensitas moral sedangkan untuk adalah tingkat pendidikan itu sendiri.
konsentrasi efek merupakan komponen yang tidak Selanjutnya, tidak ditemukannya hubungan
pernah berkontribusi dalam memprediksi inten- tingkat pendidikan dengan ethical recognition dan
sitas moral, serta Musbah (2010) yang hanya meng- ethical intention sejalan dengan temuan milik Nill
uji pengaruh dari besaran konsekuensi, konsensus dan Schibrowsky (2005); Shafer et al. (2001)
sosial, serta kesegeraan temporal. Meskipun banyak penelitian yang mengungkapkan
Masih terkait variabel-variabel dari dimensi bahwa tingkat pendidikan memainkan peran yang
intensitas moral, sebagai tambahan, menariknya penting dalam proses pengambilan keputusan etis,
probabilitas efek ditemukan memiliki hubungan namun riset-riset menyajikan hasil yang tidak
negatif signifikan terhadap ethical recognition. konsisten. Musbah(2010) menyatakan bahwa
Sehingga dengan kata lain, semakin besar kemung- sampel yang menggunakan mahasiswa dapat
kinan kerugian aktual yang terjadi dari suatu menjadi alasan atas tidak adanya hubungan yang
tindakan, maka semakin rendahnya kesadaran res- signifikan antara tingkat pendidikan dengan proses
ponden bahwa situasi tersebut melibatkan perma- pengambilan keputusan etis. Terdapat indikasi
salahan etika. Hal yang mungkin bisa menjadi bahwa pendidikan etika yang telah diberikan di
penjelasan dari hasil ini adalah sesuatu yang masih perkuliahan –yang mana relatif singkat– belum
belum terjadi (ditonjolkan dengan kata “kemung- mampu meningkatkan sensitivitas mahasiswa da-
kinan”) tidak dianggap sebagai prasyarat utama lam mengidentifikasi situasi-situasi dilema etis
dalam mengakui bahwa suatu tindakan melibatkan (Sofyani et al., 2016).
problema etika. Lain halnya jika sesuatu tersebut Wright (1995) menyatakan bahwa pendidikan
“akan” terjadi. memang merupakan cara terbaik untuk mengem-
Selain itu, untuk variabel kedekatan juga bangkan perilaku etis dalam lingkungan bisnis
ditemukan memiliki hubungan negatif signifikan modern dewasa ini, namun tetap perlu disadari
terhadap tahapan ethical recognition. Dengan kata bahwa proses penginternalisasian nilai-nilai etika
lain, semakin suatu tindakan memengaruhi rekan dalam diri seseorang membutuhkan waktu yang
kerjanya, maka semakin rendahnya kesadaran lama serta dukungan dari faktor-faktor lain seperti
responden bahwa situasi tersebut melibatkan keluarga dan lingkungan eksternal. Alasan kedua
problema etika. Alasan yang mungkin bisa menjadi adalah, mahasiswa bisnis memiliki kecenderungan
penyebabnya adalah karena, pengaruh yang untuk mengabaikan pertimbangan etis demi
ditimbulkan dari tindakan tidak etis terhadap rekan mendapatkan keuntungan ekonomi, sehingga
kerja bisa jadi bersifat positif bukannya negatif, tingkat pendidikan pada mahasiswa bisnis mungkin
karena aktor yang diceritakan di skenario juga tidak menjadi faktor penentu bagi mahasiswa
memiliki kedudukan yang sama dengan rekan- tersebut untuk bersikap etis (Schibrowsky et al.,
rekan kerjanya. 1995).
Terkait pengaruh dari variabel individu berupa Alasan terakhir yang dapat menjelaskan te-
tingkat pendidikan, gender, dan usia juga menun- muan ini adalah, jika dilihat dari Tabel 1 mengenai
jukkan hasil yang beberapa di antaranya selaras demografi responden, diketahui bahwa meskipun
dengan hasil temuan sebelumnya namun juga terdapat pembeda yang cukup jelas antara grup
kontradiktif. berdasarkan hasil independent t-test berdasarkan tingkat pendidikan yakni 108 respon-
dan anova one-way yang dijelaskan pada bagian den berpendidikan pascasarjanadan 65 responden
sebelumnya terlihat bahwa tingkat pendidikan berpendidikan sarjana, namun mayoritas usia dari
hanya berpengaruh hanya pada tahapan ethical responden dalam penelitian ini adalah sama.
judgment dalam proses pengambilan keputusan Artinya bahwa, tanpa melihat tingkat pendidikan
etis. Ethical judgment merupakan merupakan yang ditempuh, mayoritas responden berusia 20-25
proses kognitif dimana individu menentukan tahun. Terdapat kemungkinan bahwa mahasiswa
tindakan manakah yang benar atau salah. yang menjadi responden dalam penelitian ini
Menentukan antara tindakan yang benar dan salah ketika baru lulus di tingkat sarjana langsung
95
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
melanjutkan pendidikannya ke jenjang selanjutnya Chang dan Leung, 2006) telah membagi beberapa
tanpa pernah mengecap dunia kerja sebelumnya. faktor yang dapat mempengaruhi proses pengam-
Oleh karenanya, tingkat pengalaman terutama bilan keputusan etis. Penelitian ini menggunakan
dalam dunia kerja mungkin dapat lebih men- dua jenis faktor, yakni faktor internal (berdasarkan
jelaskan dibandingkan tingkat pendidikan ketika karakteristik individu: filosofi moral personal yang
dikaitkan hubungannya dengan intensi etis. terdiri dari idealisme dan relativisme, tingkat
Dengan menggunakan sampel mahasiswa sebagai pendidikan, gender dan usia) serta faktor eksternal
proksi praktisi untuk menyelesaikan kuesioner (intensitas moral yang memiliki enam variabel yaki
termasuk skenario bisnis, bisa jadi mereka besaran konsekuensi, konsensus sosial, proba-
menghadapi kesulitan untuk mampu merespon bilitas efek, kesegeraan temporal, konsentrasi efek,
secara memadai. Hal tersebut dikarenakan mereka dan kedekatan).
masih memiliki pengetahuan praktis yang sedikit Penelitian ini menemukan bukti empiris
tentang situasi bisnis tertentu (Weber, 1992). bahwa dari keseluruhan variabel yang dihipote-
Variabel gender, berdasarkan hasil yang siskan, beberapa di antaranya ditemukan hubu-
dipaparkan di atas, sesuai dengan yang telah ngan signifikan terhadap tiga tahapan proses peng-
banyak ditemukan di penelitian sebelumnya bahwa ambilan keputusan etis (ethical recognition, judg-
wanita memang cenderung lebih bersikap etis ment, dan intention) dengan level yang berbeda-
dibandingkan pria. Hal tersebut terlihat dari beda (tingkat signifikansi yang berbeda, di skenario
adanya hubungan signifikan di tahapan ethical yang berbeda). Seluruh variabel yang dihipote-
recognition dan ethical judgment namun hanya siskan ditemukan memiliki hubungan signifikan
pada kelompok mahasiswa sarjana. Selain itu dengan ketiga tahapan pengambilan keputusan etis
temuan mengejutkan adalah pada tahapan ethical tersebut baik di salah satu skenario pertama
intention, ternyata pria lebih menunjukkan maupun kedua, kecuali untuk variabel usia.
perilaku yang pro etis dibandingkan wanita, dan Selaras dengan temuan penelitian-penelitian
hal tersebut ditemukan hanya pada kelompok sebelumnya, idealisme pada penelitian ini memiliki
mahasiswa pascasarjana. hubungan positif signifikan dan relativisme memi-
Hal yang mungkin dapat menjadi penjelasan liki hubungan negatif signifikan dengan tahapan
adalah mahasiswa pascasarjana yang diambil disini pengambilan keputusan etis. Terkait dimensi inten-
beberapa di antaranya adalah mahasiswa Magister sitas moral, umumnya keenam variabel memiliki
Akuntansi yang tampaknya telah memiliki hubungan positif signifikan dengan level yang
pengalaman kerja, sehingga dengan dimilikinya berbeda-beda di ketiga tahapan proses pengam-
pengalaman di dunia kerja sesungguhnya, mereka bilan keputusan etis, kecuali probabilitas efek dan
mungkin sedikit terpengaruh dengan isu-isu etis kedekatan yang ditemukan memiliki hubungan
yang dihadapi di tempat kerja mereka sehari-hari, negatif signifikan dengan ethical recognition. Hasil
seperti misalnya memanipulasi laporan keuangan yang ditemukan adalah sesuai dengan pendapat
adalah hal yang secara lumrah terjadi. Kemudian, yang dikemukakan oleh Morris dan McDonald
terkait kontradiktifnya hasil dari tahapan ethical (1995), bahwa besaran konsekuensi dan konsensus
intention dapat dijelaskan oleh pendapat dari Chan sosial merupakan pengukur utama di antara enam
dan Leung (2006) bahwa individu yang menun- komponen lainnya dalam memprediksi intensitas
jukkan kesuksesan dalam satu tahapan sebelumnya moral.
mungkin tidak cukup sukses di tahapan selanjutnya Selanjutnya, terkait variabel individu berupa
sehingga terjadi ethical failure. Kejadian tersebut tingkat pendidikan, gender, dan usia, keseluruhan-
dapat terjadi misal karena individu yang terlah nya memiliki hubungan positif signifikan kecuali
mengidentifikasi adanya problem etis dalam suatu untuk usia yang tidak memiliki hubungan signi-
situasi mungkin tidak memiliki penalaran moral fikan. Lebih rincinya, tingkat pendidikan hanya
yang cukup atau lengkap untuk menentukan memiliki hubungan positif dengan ethical judg-
tindakan moral di tahapan selanjutnya. ment. Hal menarik lainnya adalah untuk
kelompok mahasiswa pascasarjana, ternyata ketika
mencapai tahapan ethical intention, pria justru
SIMPULAN lebih memiliki peluang untuk bertindak dalam
suatu tindakan etis dibandingkan wanita.
Literatur pengambilan keputusan etis dalam Implikasi teoretis dari penelitian ini diha-
dunia bisnis (O'Fallon dan Butterfield, 2005; rapkan dapat menambah bukti empiris dari
Ferrell dan Fraedrich, 1997; Rest et al., 1986; literatur mengenai pengambilan keputusan etis di
96
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
lingkup bisnis terutama dengan menggunakan dua selanjutnya dapat menggunakan desain metodologi
jenis kelompok mahasiswa akuntansi yang berbeda yang berbeda seperti dengan menggunakan ekspe-
jenjang pendidikan, yakni mahasiswa sarjana dan rimen. Skenario mengenai isu akuntansi dapat
pascasarjana, secara khususnya mengenai faktor- dimanipulasi, sehingga dengan demikian kausalitas
faktor yang mempengaruhi tiga tahapan proses antar variabel yang diteliti menjadi lebih baik
pengambilan keputusan etis. karena dikontrolnya pengaruh dari variabel-
Implikasi praktis dari penelitian ini diharap- variabel lain.
kan dapat memberian bahan masukan bagi pihak
akademisi dalam menyusun kurikulum pembela-
jaran untuk mahasiswanya agar kemampuan DAFTAR PUSTAKA
mahasiswa dalam mengindentifikasi isu-isu etis
menjadi meningkat. Hal ini selaras dengan temuan Abdolemohammadi, M. J., dan C. R. Baker. 2006.
Haron et al. (2015). Hasil penelitian Haron et al. Accountants' Value Preferences and Moral
(2015) menemukan bahwa eksposur etika meme- Reasoning. Journal of Business Ethics, 69,
ngaruhi tingkat ethical judgment, sehingga hal 11-25.
tersebut memberikan implikasi bahwa pemerintah Ajzen, I. 1991. The Theory of Planned Behavior.
perlu meningkatkan dan melakukan penilaian Organizational Behavior and Human
kembali atas sistem pendidikan dengan menem- Decision Processes, 50 (2), 179-211.
patkan penekanan yang lebih pada pendidikan Arestanti, M. A., Herawati, N., dan Rahmawati, E.
etika. Implikasi praktis lainnya, terkait hasil 2016. Faktor-Faktor Internal Individual
temuan mengenai filosofi moral personal menyi- dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi
ratkan bahwa salah satu pendekatan yang dapat pada Konsultan Pajak di Kota Surabaya.
dipertimbangkan untuk meningkatkan etika dalam Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-
proses pengambilan keputusan dalam lingkungan 117.
bisnis, khususnya di Indonesia, adalah dengan Barnett, T., dan S. Valentine. 2004. Issue
mendorong filosofi yang idealis dan mencegah Contingencies and Marketers' Recognition
filosofi yang relatif. of Ethical Issues, Ethical Judgments and
Penelitian ini tidak luput dari beberapa keter- Behavioral Intentions. Journal of Business
batasan. Seperti yang terlihat di tabel demografi, Research, 57 (4), 338-346.
terdapat komposisi yang tidak seimbang terkait Bernard, P., dan B. Sweeney. 2010. The
gender, dimana separuh lebih dari responden Relationship Between Demographic
penelitian ini adalah wanita. Penelitian selanjutnya Variables and Ethical Decision Making of
diharapkan memperhatikan hal tersebut. Selain itu Trainee Accountants. International Journal
penelitian ini juga hanya terbatas pada sampel of Auditing, 14 (1), 79-99.
berupa mahasiswa sarjana dan pascasarjana Betz, M., L. O'Connell dan J. M. Shepard. 1989.
akuntansi sehingga diperlukan kehati-hatian untuk Gender Differences in Proclivity for
menggeneralisasi hasil penelitian ke populasi lain. Unethical Behavior. Journal of Business
Penelitian selanjutnya dapat memperluas cakupan Ethics, 8 (5), 321-324.
jenis responden, misal dengan meneliti kelompok Browning, J., dan N. B. Zabriskie. 1983. How
mahasiswa bisnis lainnya seperti manajemen dan Ethical are Industrial Buyers. Industrial
ekonomi, serta juga terkait tingkat pendidikan Marketing Management, 12 (4), 219-224.
dapat diperluas mulai dari mahasiswa diplopma Cagle, J., dan M. Baucus. 2006. Case Studies of
hingga mahasiswa doktor. Untuk lebih menambah Ethics Scandals: Effects on Ethical
kekomprehensifan hasil penelitian, kelompok Perceptions of Finance Students. Journal of
responden dapat juga diperluas ke praktisi yang Business Ethics, 64 (3), 213-229.
berkaitan dengan bisnis secara umumnya dan Carlson, D. S., K. M. Kacmar dan L. L.
akuntansi secara khususnya seperti auditor Wadsworth. 2002. The Impact of Moral
eksternal, auditor internal, akuntan manajemen, Intensity Dimensions on Ethical Mecision
konsultan pajak, hingga ke kalangan pendidik. making: Assessing The Relevance of
Kelemahan lain adalah faktor eksternal yang Orientation. Journal of Managerial Issues,
dipertimbangkan dalam penelitian ini belum men- 14 (1), 15.
cakup variabel yang berkaitan dengan organisasi Chan, S. Y. S., P. dan Leung. 2006. The Effects of
dengan catatan bahwa responden adalah mereka Accounting Students' Ethical Reasoning and
yang telah bekerja.Dari sisi metodologis, penelitian Personal Factors on Their Ethical
97
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
98
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
Oumlil, A., dan J. Balloun. 2008. Ethical Decision- Auditing &Accountability Journal, 14 (3),
Making Differences Between American and 254-277.
Moroccan Managers. Journal of Business Sofyani, H., M. R. F. Anggraini dan S. Ayunani.
Ethics. 2016. Islamic Education Mentoring
Pangesti, M. Y. 2014. Persepsi Intensitas Moral Program and the Religiousity of Prospective
dalam Proses Pembuatan Keputusan Moral. Accountant. Shirkah: Journal of Economics
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, 3 (10), 1-19. and Business, 1 (2).
Rest, J. R. (1976). New approaches in the Sparks, J. R., dan S. D. Hunt. 1998. Marketing
assessment of moral judgment. Moral Researcher Ethical Sensitivity:
development and behavior: Theory, Conceptualization, Measurement, and
research, and social issues, 198-218. Exploratory Investigation. Journal of
Rest., J., S. J. Thoma, Y. L. Moon, dan I. Getz. Marketing, 62 (2), 92-109.
1986. Different Cultures: Sexes and Sweeney, B., dan F. Costello. 2009. Moral
Religions.Moral Development: Advances in Intensity and Ethical Decision-making: An
Research and Theory, 82-132. Empirical Examination of Undergraduate
Schibrowsky, A. John dan J. W. Peltier. 1995.The Accounting and Business Students.
Dark Side of Experiential Learning.The Accounting Education, 18 (1), 75-97.
Journal of Marketing Education, 17 (1),13- Weber, J. J. W. 1992. Scenarios in Business Ethics
24. Research: Review, Critical Assessment, and
Schlenker, B. R dan D. R. Forsyth. 1977. On The Recommendations. Business Ethics
Ethic On Phychological Research. Journal Quarterly, 2 (2), 137-160.
of Experimental Social Phychology, 13, 369- Wright, M. 1995. Can Moral Judgement and
96. Ethical Behaviour Be Learned? A Review of
Shafer, W. E., R. E. Morris dan A. A. Ketchand. The Literature.Management Decision, 33
1999. Effects of Personal Values on (10), 17.
Auditors’ Ethical Decisions. Accounting,
LAMPIRAN
99
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18 (1), 80-101: Januari 2017
Skenario 1
Masha, seorang controller perusahaan, diminta oleh Direktur Keuangan (Sudirman) dalam rapat komite
eksekutif bahwa Direktur Utama mereka ingin perusahaan menaikkan modal kerja, dan hal itu sudah
final. Sayangnya, Masha bingung bagaimana caranya dapat menaikkan modal kerja, bahkan melalui
peningkatan pinjaman, karena pendapatan jauh di bawah laporan forecast yang dikirim ke bank.
Sudirman meminta Masha meninjau kerugian piutang untuk memungkinkan pengurangan dan menahan
penjualan lebih lama hingga akhir bulan. Sudirman juga “memutihkan” surat yang diminta oleh auditor
dari luar yang menggambarkan “nilai sebenarnya” persediaan spare part.
Pada akhir pekan dirumahnya, Masha mendiskusikan hal ini dengan suaminya Gilang, seorang manajer
senior perusahaan lain. Masha mengatakan, “Mereka meminta saya untuk memanipulasi pembukuan”.
“Saya merasa dilematis, karena suara hati saya adalah untuk kepentingan perusahaan, namun disisi lain,
saya diharuskan benar-benar loyal”. Gilang mengatakan bahwa setiap perusahaan melakukan hal yang
sama setiap waktu, jadi hal itu bukan masalah. Gilang meminta Masha untuk tidak melakukan hal-hal
yang dapat membuatnya kehilangan pekerjaan karena betapa pentingnya gaji Gilang untuk menjaga gaya
hidup mereka selama ini.
Evaluasilah tindakan Masha tersebut dengan memberikan tanda silang (X) atas sejauh mana tingkat
kesetujuan atau ketidaksetujuan Anda terhadap masing-masing pernyataan berikut ini.
100
Narsa & Prananjaya – Pengambilan Keputusan Etis
Skenario 2
Miki adalah seorang asisten pengendali Sinar Mas Electronics, sebuah pabrik perlengkapan alat-alat
listrik. Miki berusia akhir 50-an dan akan segera pensiun. Anak perempuan Miki baru saja diterima di
sebuah sekolah medis, sehingga persoalan finansial menjadi beban pikiran Miki. Bos Miki, yang sedang
dalam masa penyembuhan dari sakitnya, tidak dapat masuk kantor, sehingga Miki menjadi penentu
keputusan dalam departemennya.
Miki menerima panggilan telepon dari seorang teman lama yang mengajukan permintaan perlengkapan
dalam jumlah yang cukup besar secara kredit pada Miki. Miki ingin membantu, namun menyadari risiko
jika manambah jumlah penjualan kredit pada perusahaan baru, akan menyalahi peraturan mengenai
kebijakan kredit di Sinar Mas Electronics.
Pada saat Miki mangatakan hal ini pada Wawan, seorang manajer umum, Wawan langsung tertarik.
Wawan mengatakan bahwa perusahaan punya target penjualan sebesar Rp.2,5 miliar untuk memenuhi
budget triwulanan, dan akan menjamin bonus bagi manajemen, termasuk buat Miki.
Evaluasilah tindakan Miki tersebut dengan memberikan tanda silang (X) atas sejauh mana tingkat
kesetujuan atau ketidaksetujuan Anda terhadap masing-masing pernyataan berikut ini.
101