Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

OPEN ACCESS

E-ISSN : 2549-6581
DOI: 10.21776/ub.JOIM.2020.004.01.3

Artikel Hasil Penelitian


Diterima : 2 Juli 2018
Direview : 16 Oktober 2019
Dimuat : Desember 2019 – Maret 2020

Hubungan antara Pola Makan dan Asupan Karbohidrat dengan


Kejadian Premenstrual Syndrome (PMS) pada Mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan Universitas Brawijaya dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) Normal

Hasna Nur Afifah1, Yuseva Sariati2, Catur Saptaning Wilujeng3


1
Program Studi S1 Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, Email:
hasnaafifah77@gmail.com, Tlp: +6282243775343
2
Program Studi S1 Kebidanan, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya
3
Program Studi S1 Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya

ABSTRACT

Menstruation is one of the most important life cycles for women. Hormonal changes
that occur during menstrual periods will cause physical and psychological changes
prior to and during menstruation. The symptoms experienced by women before
menstruation begin are called premenstrual syndrome (PMS). Having a good dietary
pattern and adequate carbohydrate intake is one of several ways to reduce
premenstrual syndrome symptoms. The purpose of this study was to determine the
relationship of dietary pattern and carbohydrate intake to the incidence of premenstrual
syndrome in students of Midwifery Bachelor Program University of Brawijaya. The
design of this study was cross sectional. Diettary pattern was measured by
questionnaire, carbohydrat intake was measured through interviews using SQ - FFQ
(Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaires), and PMS was measured by
sPAF (Shortened Premenstrual Assessment Form). The sample of this study were
students of 2015, 2016, and 2017 class (n = 74) selected by purposive sampling
method. The results of this study indicate that dietary pattern and the incidence of
premenstrual syndrome has a significant relationship (p value = 0.049) with OR =
3.578, and carbohydrate intake with the incidence of premenstrual syndrome also has
a significant relationship (p value = 0.006) with OR = 7.622. The conclusion of this
study is there is a relationship between diettary pattern and carbohydrate intake to the
incidence of premenstrual syndrome (PMS) in respondents who have a normal BMI.

Key words: Premenstrual Syndrome (PMS), dietary pattern, carbohydrate intake,


normal Body Mass Index (BMI)

ABSTRAK

Menstruasi merupakan salah satu hal yang paling penting dalam siklus kehidupan
wanita. Perubahan hormon yang terjadi selama siklus menstruasi dapat menyebabkan
20
21 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

perubahan fisik maupun psikis sebelum dan saat menstruasi. Gejala-gejala yang
dialami oleh wanita sebelum dimulainya menstruasi tersebut disebut dengan sindrom
pramenstruasi atau premenstrual syndrome (PMS). Memiliki pola makan yang baik
serta asupan karbohidrat yang cukup merupakan salah satu cara untuk mengurangi
gejala premenstrual syndrome. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan
pola makan dan asupan karbohidrat terhadap kejadian premenstrual syndrome pada
mahasiswi Program Studi S1 Kebidanan Universitas Brawijaya dengan Indeks Massa
Tubuh (IMT) normal. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Pola makan diukur
dengan kuesioner, asupan karboidrat diukur melalui wawancara menggunakan SQ –
FFQ (Semi-Quantitative Food Frequency Questionnaires), dan PMS dengan sPAF
(Shortened Premenstrual Assessment Form). Sampel penelitian merupakan mahasiswi
Program Studi S1 Kebidanan Universitas Brawijaya angkatan 2015, 2016, dan 2017
(n=74) yang dipilih dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pola makan dan kejadian premenstrual syndrome memilki
hubungan yang signifikan (p value = 0,049) dengan nilai OR = 3,578, dan asupan
karbohidrat dengan kejadian premenstrual syndrome juga memiliki hubungan yang
signifikan (p value = 0,006) dengan nilai OR = 7,622. Kesimpulan dari penelitian ini
yaitu terdapat hubungan antara pola makan dan asupan karbohidrat terhadap kejadian
premenstrual syndrome (PMS) pada responden yang memiliki IMT normal.

Kata kunci: Premenstrual Syndrome (PMS), pola makan, asupan karbohidrat, Indeks
Massa Tubuh (IMT) normal

*Korespondensi: Hasna Nur Afifah. Surel: hasnaafifah77@gmail.com

PENDAHULUAN

Menstruasi merupakan salah pramenstruasi atau premenstrual


satu hal yang paling penting dalam syndrome (PMS).
siklus kehidupan wanita. Perubahan
hormon yang terjadi selama siklus Salah satu faktor penyebab
menstruasi dapat menyebabkan terjadinya sindrom pramenstruasi
perubahan fisik maupun psikis adalah faktor gaya hidup. Pola
sebelum dan saat menstruasi (1). hidup yang tidak sehat dalam hal
Sebagian besar wanita akan nutrisi diduga dapat menyebabkan
mengalami satu atau lebih gejala terjadinya PMS, terutama pada
psikis maupun fisik sebelum kelompok umur remaja putri yang
menstruasi terjadi. Gejala psikis pada dasarnya memiliki pola makan
yang biasanya terjadi seperti sifat yang kurang baik dan belum dapat
mudah marah, suasana hati yang menjalankan pola makan tersebut
muram, sering menangis, dan sesuai dengan prinsip menu
(3),(4)
perubahan suasana hati, sedangkan seimbang . Pada penelitian yang
gejala fisik yang sering dialami dilakukan oleh Seedhom et al.,
seperti kram perut, kelelahan, menyebutkan bahwa kebiasaan
kembung, nyeri payudara konsumsi makanan manis,
(mastalgia), timbul jerawat dan minuman berkafein, makanan cepat
penambahan berat badan(2). Gejala- saji, serta kurangnya konsumsi
gejala yang dialami oleh wanita buah dan sayur memiliki hubungan
sebelum dimulainya menstruasi kuat terhadap kejadian sindrom
disebut dengan sindrom pramenstruasi (5).
22 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

Rendahnya asupan menandatangani informed consent,


karbohidrat juga diduga menjadi mahasiswi yang mengalami keluhan
salah satu penyebab terjadinya premenstrual syndrome minimal tiga
sindrom pramenstruasi. siklus menstruasi berturut-turut,
Berdasarkan hasil penelitian yang mahasiswi dengan Indeks Massa
dilakukan oleh Devi, asupan Tubuh (IMT) normal 18,5 – 25,0,
karbohidrat rendah pada kelompok mahasiswi dengan usia 18 – 23
yang mengalami sindrom tahun, mahasiswi yang memiliki
pramenstruasi dibandingkan dengan siklus menstruasi teratur (21-35
yang tidak. Konsumsi karbohidrat hari) dan memiliki lama menstruasi
menyebabkan gula darah meningkat 3-8 hari. Kriteria eksklusi antara lain:
dan berpengaruh terhadap suasana mahasiswi yang mengonsumsi obat-
hati akibat dari kerja produksi obatan atau jamu herbal pereda
hormone serotonin sehingga dapat rasa nyeri saat menjelang
membantu dalam meringankan menstruasi, mahasiswi yang
(6)
gejala PMS . memiliki riwayat penyakit yang
berkaitan dengan sistem reproduksi
Menurut laporan dari WHO (misalnya: endometriosis, FAM
(World Health Organization) (Fibro Adenoma Mamae),
disebutkan bahwa angka kejadian metroragia, menorhagia), mahasiswi
PMS di negara-negara Asia lebih yang sedang menjalani diet detox,
tinggi dibandingkan di negara- diet mayo, dan diet OCD
negara Barat(7). Sebuah penelitian (Obsessive Corbuzier's Diet).
yang dilakukan oleh Mufidah pada Kriteria drop out antara lain:
mahasiswi S1 Kebidanan mahasiswi yang tidak mengisi
Universitas Brawijaya Malang, kuesioner dengan lengkap, dan
menunjukkan hasil 20,5% mahasiswi yang tidak
responden mengalami gejala PMS mengembalikan kuesioner.
ringan, 75% mengalami gejala PMS
sedang, dan sisanya mengalami Sasaran Penelitian
gejala PMS berat(8).
Populasi penelitian ini adalah
Berdasarkan latar belakang mahasiswi Program Studi S1
tersebut, peneliti tertarik untuk Kebidanan Fakultas Kedokteran
mengetahui lebih lanjut tentang Universitas Brawijaya angkatan
hubungan antara pola makan dan 2015, 2016, dan 2017, dengan
asupan karbohidrat terhadap jumlah sampel 74 responden.
kejadian Premenstrual Syndrome Teknik purposive sampling
(PMS) pada mahasiswi Program digunakan dalam pengambilan
Studi S1 Kebidanan Universitas sampel. Data yang dikumpulkan
Brawijaya. menggunakan kuesioner pola
makan, lembar SQ – FFQ, dan
METODE PENELITIAN kueioner sPAF (Shortened
Premenstrual Assessment Form)
Penelitian ini menggunakan
yang sudah tervalidasi. Analisis
desain penelitian cross sectional.
penelitian menggunakan Fisher’s
Kriteria inklusi antara lain:
Exact Test dengan kepercayaan α
mahasiswi yang bersedia untuk
menjadi responden dengan > 0,05 yang kemudian data yang
23 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

diperoleh akan diolah menggunakan Malang telah memberikan


aplikasi statistik. Komisi Etik persetujuan untuk dilakukannya
Penelitian Kesehatan Fakultas penelitian ini.
Kedokteran Universitas Brawijaya

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA


Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Kejadian Premenstrual
Syndrome (PMS), Pola Makan, dan Asupan Karbohidrat dengan IMT
Normal

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Kejadian Premenstrual


Syndrome (PMS), Pola Makan, dan Asupan Karbohidrat dengan IMT
Normal
N %
Usia
19 tahun 18 24,3
20 tahun 13 17,6
21 tahun 30 40,5
22 tahun 13 17,6
Total 74 100
Kejadian premenstrual syndrome (PMS)
PMS Sedang 52 70,3
PMS Ringan 22 29,7
Total 74 100
Pola Makan
Pola makan tidak sehat 61 82,4
Pola makan sehat 13 17,6
Total 74 100
Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat kurang 64 86,5
Asupan karbohidrat cukup 10 13,5
Total 74 100

Berdasarkan tabel 1, responden, sedangkan yang


distribusi responden penelitian mengalami kejadian premenstrual
berdasarkan usia yaitu 18 syndrome ringan sebesar 29,7%
responden dengan usia 19 tahun dengan jumlah 22 responden.
(24,3%), 13 responden berusia 20 Distribusi responden yang memiliki
tahun (17,6%), 30 responden pola makan yang tidak sehat yaitu
berusia 21 tahun (40,5%), dan 13 sebesar 82,4% dengan jumlah 61
responden berusia 22 tahun responden, sedangkan yang
(17,6%). Distribusi responden yang memiliki pola makan sehat sebesar
mengalami kejadian premenstrual 17,6% dengan jumlah 13
syndrome sedang yaitu sebesar responden. Distribusi responden
70,3% dengan jumlah 52 yang memiliki asupan karbohidrat
24 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

kurang yaitu sebesar 86,5% dengan cukup sebesar 13,5% dengan


jumlah 64 responden, sedangkan jumlah 10 responden.
yang memiliki asupan karbohidrat

Analisa Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Premenstrual Syndrome


(PMS)

Tabel 2. Analisa Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Premenstrual


Syndrome (PMS)
Premenstrual
Syndrome Total
X2 p OR
Sedang Ringan
N % N % N %
Tidak
Pola 46 62,2 15 20,3 61 82,4
Sehat
Makan 4.390 0,049 3,578
Sehat 6 8,1 7 9,5 13 17,6
Total 52 70,3 22 29,7 74 100,0

Tabel 2 menunjukkan 61 reponden yang didapat sebesar 3,578 yang


(82,4%) memiliki pola makan tidak artinya wanita yang memiliki pola
sehat dengan 46 diantaranya makan tidak sehat 3,6 kali lebih
mengalami gejala premenstrual berisiko mengalami premenstrual
syndrome sedang (62,2%) dan 15 syndrome dibandingkan dengan
lainnya mengalami gejala wanita yang memiliki asupan pola
premenstrual syndrome ringan makan yang sehat.
(20,3%). Sementara itu, terdapat 13
responden (17,6%) yang memiliki Analisa Hubungan Asupan
pola makan sehat. Sebanyak 6 dari Karbohidrat dengan Kejadian
13 responden mengalami gejala Premenstrual Syndrome (PMS)
premenstrual syndrome sedang
(8,1%) dan 7 lainnya mengalami Tabel 3 menunjukkan 64
gejala premenstrual syndrome reponden (86,5%) memiliki asupan
ringan (9,5%). karbohidrat yang kurang dengan 49
Hasil statistik pada tabel 2 diantaranya mengalami gejala
didapatkan p value = 0,049. premenstrual syndrome sedang
Dikarenakan nilai p value < α (0,049 (66,2%) dan 15 lainnya mengalami
< 0,05) sehingga hipotesis gejala premenstrual syndrome
penelitian diterima, artinya terdapat ringan (20,3%). Sementara itu,
hubungan antara pola makan terdapat 10 responden (13,5%)
dengan kejadian premenstrual yang memiliki asupan karbohidrat
syndrome. Nilai Odds Ratio (OR) yang cukup.
25 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

Tabel 3. Analisa Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian


Premenstrual Syndrome (PMS)
Premenstrual
Syndrome Total
X2 p OR
Sedang Ringan
N % N % N %
Asupan Kurang 49 66,2 15 20,3 64 86,5
Karbohidrat Cukup 3 4,1 7 9,5 10 13,5 8.975 0,006 7,622
Total 52 70,3 22 29,7 74 100,0

Sebanyak 3 dari 13 memiliki pola makan yang kurang


responden tersebut mengalami baik dan belum dapat menjalankan
gejala premenstrual syndrome pola makan sesuai dengan prinsip
sedang (4,1%) dan 7 lainnya menu seimbang(4).
memiliki gejala ringan (9,5%). Department of Food Science
and Technology of Binus University
Hasil statistik pada Tabel 3
menyebutkan bahwa memiliki pola
didapatkan p value = 0,006.
makan yang tidak teratur akan
Dikarenakan nilai p value < α (0,006
menyebabkan perut kosong dan
<0,05) sehingga hipotesis penelitian
kadar gula darah turun. Perubahan
diterima, artinya terdapat hubungan
kondisi fisik, mental, emosional, dan
antara asupan karbohidrat dengan
sensasi kelaparan mulai terasa
kejadian premenstrual syndrome.
yang menjadikan sinyal untuk
Nilai OR yang didapat sebesar
mencari makanan. Tubuh akan
7,622 yang artinya wanita yang
mengirimkan pesan kebutuhan
memiliki asupan karbohidrat yang
makan bisa dalam bentuk sakit
kurang 7,6 kali lebih berisiko
kepala ringan, lesu, mual, mudah
mengalami premenstrual syndrome
tersinggung, tidak mampu
dibandingkan dengan wanita yang
berkonsentrasi, dan penurunan
memiliki asupan karbohidrat yang
koordinasi tangan serta mata,
cukup.
dimana hal tersebut akan dapat
PEMBAHASAN memperburuk gejala premenstrual
syndrome(9).
Hubungan Pola Makan dengan Reid menyebutkan terapi
Kejadian Premenstrual Syndrome yang dapat digunakan dalam
(PMS) dengan IMT Normal meredakan gejala premenstrual
syndrome adalah modifikasi gaya
Penelitian ini menunjukkan hidup, salah satunya yaitu diet.
hasil bahwa pola makan Pengurangan asupan garam
berhubungan dengan kejadian disarankan agar dapat membantu
premenstrual syndrome. Penelitian mencegah edema dan
yang dilakukan Nurmiaty dkk., pembengkakan pada wanita yang
sejalan dengan hasil penelitian ini, mengalami PMS. Pengurangan
dimana kelompok umur remaja putri kafein juga terbukti bermanfaat
memiliki hubungan dengan pada wanita agar tidak mengalami
terjadinya premenstrual syndrome ketegangan, kecemasan, dan
karena mereka pada dasarnya insomnia. Makan kecil tapi sering
26 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

juga dapat mengurangi perubahan gula darah rendah dapat


suasana hati(10). Gibson juga menyebabkan keadaan
menyebutkan bahwa dengan makan hipoglikemia, dengan gejala seperti
makanan dapat mengubah suasana kelelahan, pusing kepala, atau
hati dan kecenderungan emosional, bahkan sampai pingsan yang mana
mengurangi iritabilitas, akan memperparah kondisi wanita
meningkatkan ketenangan. dan yang mengalami PMS.
berpengaruh secara positif. Namun,
ini tergantung pada ukuran dan Hasil penelitian Houghton &
komposisi makanan yang Bertone-Johnson menjelaskan
berhubungan dengan kebiasaan bahwa asupan karbohidrat dapat
dan kebutuhan pemakan(11). dikaitkan dengan PMS melalui
Strategi dalam pendekatan regulasi neurotransmitter serotonin.
diet untuk pengobatan premenstrual Wanita dengan PMS telah terbukti
syndrome adalah dengan mengatur memiliki kadar serotonin yang lebih
pola makan, seperti makan dengan rendah selama fase luteal akhir.
jadwal yang teratur, mengkonsumsi Karbohidrat adalah bagian dari
makanan yang mengandung lingkaran umpan balik, di mana
magnesium dan vitamin, asupan karbohidrat yang lebih
memperbanyak minum air putih, rendah dikaitkan dengan kadar
mengurangi konsumsi kafein dan triptofan yang lebih rendah.
alkohol, dan mengurangi makanan Triptofan adalah prekursor asam
yang mengandung garam(12). amino untuk serotonin; tingkat
triptofan yang lebih rendah
menyebabkan tingkat serotonin
Hubungan Asupan Karbohidrat yang lebih rendah. Oleh karena itu,
dengan Kejadian Premenstrual asupan karbohidrat yang rendah
Syndrome (PMS) dengan IMT dapat dikaitkan dengan konsentrasi
Normal serotonin yang lebih rendah
sehingga berkontribusi terhadap
Penelitian ini menunjukkan PMS(13).
hasil bahwa asupan karbohidrat
berhubungan dengan kejadian Penelitian Nagata C. et al.,
premenstrual syndrome. Penelitian bertentangan dengan hasil
yang dilakukan Devi sejalan dengan penelitian ini, yaitu konsumsi
hasil penelitian ini, dimana karbohidrat tidak secara signifikan
karbohidrat memiliki peran untuk relevan dengan gejala PMS(14).
peningkatan gula darah sehingga Houghton et al. juga mendapatkan
dapat membantu dalam penurunan hasil yang sama di penelitiannya
gejala premenstrual syndrome. bahwa tidak ada bukti hubungan
Rendahnya konsentrasi gula yang signifikan antara asupan
menyebabkan adrenalin dikeluarkan karbohidrat dengan risiko PMS.
dari tubuh. Adrenalin dapat Sementara itu, wanita yang memiliki
menyebabkan efektifitas asupan maltosa yang tinggi akan
progresteron berhenti, dimana mengalami risiko yang lebih tinggi
progesterone memiliki peran untuk untuk merasakan gejala PMS(15).
mengurangi gejala premenstrual
syndrome(6). Oleh karena itu, jika
27 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

KESIMPULAN 2. Bagi institusi diharapkan hasil


penelitian ini dapat menjadi sumber
1. terdapat hubungan antara pola informasi dalam menambah sebuah
makan dengan kejadian kegiatan yang dapat menunjang
premenstrual syndrome, dengan keteraturan pola makan pada
risiko kejadian wanita yang memiliki mahasiswa.
pola makan tidak sehat 3,6 kali
berisiko mengalami premenstrual 3. Bagi masyarakat diharapkan hasil
syndrome dibandingkan dengan penelitian ini dapat menjadikan
wanita yang memiliki pola makan informasi tambahan khusunya bagi
yang sehat, perempuan dalam menerapkan
gaya hidup sehat, salah satunya
2. terdapat hubungan antara asupan dengan memiliki pola makan yang
karbohidrat dengan kejadian teratur dan asupan karbohidrat yang
premenstrual syndrome, dengan cukup agar tidak memperburuk
risiko kejadian wanita yang asupan keadaan kesehatannya ketika
karbohidratnya kurang memiliki mengalami premenstrual syndrome.
risiko 7,6 kali mengalami
premenstrual syndrome DAFTAR PUSTAKA
dibandingkan dengan wanita yang
memiliki asupan karbohidrat yang (1). Garg, S., and Anand, T.
cukup, Menstruation related myths in
India: strategies for combating
3. sebagian besar responden it. Journal of Family Medicine
memiliki pola makan yang tidak and Primary Care, 2015, 4(2),
sehat, yaitu sebesar 82,4% 184–186.
responden; hampir seluruh
responden memiliki asupan (2). Sinaga, E., Saribanon, N.,
karbohidrat yang kurang, yaitu Sa’adah, S.N., Salamah, U.,
sebesar 86,5% responden; Murti, Y.A., Trisnamiati, A., dan
sebagian besar responden Lorita, S. 2017. Manajemen
mengalami premenstrual syndrome Kesehatan Menstruasi.
dengan gejala sedang, yaitu Universitas Nasional,
sebesar 70,3% responden. IWWASH, Global One.
SARAN (3). Fairus, M. dan Prasetyowati,
2009. Gizi dan Kesehatan
1. Berdasarkan hasil penelitian, Reproduksi. Pustaka Medika,
diharapkan peneliti selanjutnya Yogyakarta.
dapat meneliti variable asupan
karbohidrat dengan menggunakan (4). Nurmiaty, Wilopo S.A. dan
SQ – FFQ yang dikombinasikan Sudargo, T. Perilaku Makan
dengan metode food recall 24 jam dengan Kejadian Sindrom Pre-
agar hasil yang didapatkan lebih menstruasi pada Remaja,
akurat, serta dapat melakukan Berita Kedokeran Masyarakat,
penelitian dengan responden yang 2011, 27(2): 75-82.
dapat dikumpulkan bersama
sehingga waktu penelitian dapat (5). Seedhom AE, Mohammed ES,
berjalan lebih cepat. Mahfouz EM. Life style factors
28 Journal of Issues in Midwifery, Vol. 4 No. 1 Bulan April – Juli 2020, Halaman 20-28

associated with premenstrual (11). Gibson, EL. Emotional


syndrome among El-Minia influences on food choice:
University students, Egypt. sensory, physio-logical and
ISRN Public Health, 2013. psychological pathways.
Physiol Behav. 2006; 89 (01)
(6). Devi, M. 2009. Hubungan 53-61
Kebiasaan Makan Dengan
Kejadian Sindrom (12). Nurchasanah. 2009.
Pramenstruasi Pada Remaja Ensiklopedia Kesehatan
Putri. Universitas Negeri Wanita. A+ Plusbooks,
Malang, Malang. Yogyakarta.

(7). Mohamadirizi, S., and Kordi, M. (13). Houghton SC & Bertone-


Association between Johnson ER. Macronutrients
menstruation signs and and Pre-menstrual Syndrome.
anxiety, depression, and stress Nova Science Publishers.
in school girls in Mashhad in 2015; 87(5): 137-156.
2011-2012. Iranian Journal of
(14). Nagata C, Hirokawa K,
Nursing and Midwifery
Research, 2013, 18(5), 402– Shimizu N, and Shimizu H.
Soy, fat and other dietary
407.
factors in relation to
(8). Mufidah, I. 2018. Hubungan premenstrual symptoms in
Antara Tingkat Fisik dan Japanese women. BJOG.
Tingkat Stress dengan 2004; 111(6):594–599.
Kejadian Premenstrual (15). Houghton SC, Manson JE,
Syndrome pada Mahasiswi Whitcomb BW, et al.
Program Studi S1 Kebidanan Carbohydrate and fiber intake
FKUB Malang. Skripsi. Tidak and the risk of premenstrual
diterbitkan. Fakultas syndrome. Eur J Clin Nutr.
Kedokteran Universitas 2018;72(6):861–870.
Brawijaya, Malang.

(9). Department of Food Science


and Technology of Binus
University. 2015. Dampak
Negatif Pola Makan Tidak
Teratur, (Online), (http://
foodtech.binus.ac.id/2015/03/0
9/dampak-negatif-pola-makan-
tidak-teratur, diakses 23 April
2019).
(10). Reid RL. 2017. Premenstrual
dysphoric disorder (formerly
premenstrual syndrome),
(Online), (https://www.ncbi.
nlm.nih.gov/books/NBK279045
/, diakses 23 April 2019).

You might also like