Professional Documents
Culture Documents
Miskonsepsi Pada Optika Geometri Dan Remidiasinya: January 2014
Miskonsepsi Pada Optika Geometri Dan Remidiasinya: January 2014
net/publication/299494548
CITATIONS READS
10 3,744
1 author:
Sutopo Sutopo
State University of Malang
54 PUBLICATIONS 189 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Uncovering students' ideas and difficulties in grasping fundamental concepts in physics View project
All content following this page was uploaded by Sutopo Sutopo on 30 March 2016.
Sutopo
Juruan Fisika FMIPA UM
sutopo.fisika@um.ac.id
Abstrak.Melalui studi longitudinal selama tiga tahun terakhir dengan subjek pene-
litian mencakup mahasiswa S1 dan S2 Pendidikan Fisika serta sejumlah guru Fisika
SMP/SMA ditemukan sejumlah miskonsepsi pada optika geometri. Peper ini menya-
jikan sejumlah miskonsepsi yang secara teoritis dapat dicegah atau diremidiasi sejak
pendidikan dasar dan menengah.Miskonsepsi yang dimaksud berkaitan dengan (1)
peranan sinar istimewa dalam pembentukan bayangan, (2) sifat bayangan nyata, dan
(3) bayangan maya yang dihasilkan cermin datar. Pengalaman sukses meremidiasi
miskonsepsi tersebut beserta implikasinya pada pembejaran optika geometri di
sekolah juga disajikan.
Salah satu aspek penting dari tujuan Dalam konteks membantu siswa
pembelajaran IPA di sekolah adalah agar menguasai bahan kajian IPA, teori belajar
siswa memahami bahan kajian (konsep, konstruktivis mengingatkan para pendidik
prinsip, hukum, teori) secara bermakna bahwa siswa datang ke kelas tidaklah
sehingga mampu menerapkannya untuk dengan kepala kosong,tanpa pengetahuan
menjelaskan fenomena alam dan/atau apapun terkait bahan kajian yang akan
teknologi yang dijumpai dalam kehidupan dipelajari. Selain itu, teori belajar kons-
sehari-hari.Meskipun dewasa ini tujuan truktivis juga mengingatkan bahwa penge-
pembelajaran IPA sudah dikembangkan tahuan baru tidak dapat ditransferkan
hingga mencakup aspek-aspek lain seperti begitu saja dari guru ke siswa.Kalaupun
sikap dan kecakapan berfikir ilmiah, pe- siswa mampu mengungkapkan kembali
nguasaan bahan kajian tetap menjadi pengetahuan baru yang ditransferkan guru,
perhatian utama para pendidik IPA. Hal ini sangat mungkin ungkapan kata-kata siswa
disebabkan karena tanpa pemahaman hanya bersifat hafalan secara tekstual
bahan kajian yang baik, sangat sulit me- semata, tanpa pemahaman yang bermak-
ngembangkan sikap dan kecakapan berfikir na.Untuk memahami pengetahuan baru
ilmiahsiswa. secara bermakna, siswa harus memproses
356
Sutopo, Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya, 357
perlukan perencanaan yang cermat dalam gerak dan gaya, minskonsepsi yang paling
pembelajaran optika geometri. umum dan paling sulit diremidiasi adalah
Penelitian menunjukkan bahwa se- tentang konsep percepatan. Miskonsepsi
bagian besar mahasiswa mengalami kesu- tersebut adalah (1) percepatan negatif sela-
litan yang serius tentang konsekuensi dari lu dipikirkan memperlambat gerak sedang-
sifat cahaya yang merambat lurus dalam kan percepatan positif selalu mempercepat
suatu medium kemudian memantul gerak, (2) percepatan sebanding dengan
dan/atau membias jika menjumpai medium kecepatan, semakin cepat gerak benda
lain (Goldberg & McDermott, 1986,1987; semakin besar percepatannya, dan seba-
Wosilait, Heron, Shaffer, & McDermott, liknya (Sutopo, et al., 2012; Sutopo &
1998).Beberapa temuan para peneliti Waldrip, 2014).Terkait topik cahaya dan
tersebut disarikan sebagai berikut. Seba- penglihatan, penulis juga menemukan
gian besar siswa tidak mampu menjelaskan banyak miskonsepsi, baik pada mahasiswa
terjadinya bayangan pada kamera lubang maupun guru. Beberapa miskonsepsi ter-
jarum (pinhole camera), bahkan jarang ada sebut akan dipaparkan lebih rinci dalam
siswa yang mampu memprediksi apa yang artikel ini.
akan terjadi pada layar yang ditempatkan Miskonsepsi yang dipaparkan pada
di belakang lubang kecil yang dihadapkan artikel ini merupakan miskonsepsi yang
padasuatu benda. Terkait dengan pemben- terutama disebabkan oleh keterbatasan pe-
tukan bayangan pada cermin datar, se- ngetahuan factual responden yang mes-
bagian besar siswa mengalami kesulitan tinya dapat diperoleh ketika di jenjang
mengkaitkan prinsip-prinsip optika geo- pendidikan dasar dan menengah. Strategi
metri dengan terjadinya bayangan tersebut. untuk menyembuhkan miskonsepsi juga
Sebagian besar siswa juga berpendapat dipaparkan. Dengan demikian, diharapkan
bahwa posisi bayangan pada cermin datar tulisan ini dapat memberikan inspirasi bagi
bergantung pada posisi pengamat. Terkait para pembaca, khususnya para guru IPA,
dengan pembentukan bayangan pada lensa dalam merancang pembelajaran optika
positif dan cermin cekung, sebagian besar geometri.
siswa mengalami kesulitan mentransfer
diagram pembentukan bayangan menjadi METODE
set up percobaan real yang melibatkan Miskonsepsi yang dipaparkan pada
penyusunan letak benda, lensa/cermin, dan tulisan ini diperoleh melalui serangkaian
layar. Daftar kesulitan tersebut juga sering studi longitudinal (Creswell, 2012: 379)
penulis jumpai pada mahasiswa tahun dengan pendekatan kualitatif yang di-
pertama, bahkan juga pada sejumlah guru lakukan selama tiga tahun, mulai tahun
yang telah memiliki pengalaman mengajar 2012 s.d 2014. Responden terdiri atas
cukup lama. mahasiswa S1 Pendidikan Fisika UM pe-
Pengalaman penulis berinteraksi serta matakuliah Fisika Dasar dan Kapita
dengan mahasiswa, khususnya mahasiswa Selekta Fisika Sekolah, mahasiswa S2
calon guru Fisika, menunjukkan banyak Pendidikan Fisika, dan guru peserta PLPG
mahasiswa yang mengalami miskonsepsi Rayon UM.
terkait topik-topik fisika yang justru sudah Data diperoleh melalui observasi
dipelajari sejak sekolah dasar.Topik-topik selama kegiatan diskusi dalam rangka
pada gaya dan gerak serta cahaya dan memecahkan soal-soal konseptual sebagai-
penglihatan merupakan topik yang paling mana disajikan pada bagian berikutnya,
banyak terjadi miskonsepsi. Pada topik Hasil dan Pembahasan.Kegiatan remidiasi
Sutopo, Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya, 359
Sebatang lilin yang menyala ditempatkan di depan lensa positif sehingga pada layar yang
ditempatkan di belakang lensa terbentuk bayangan nyala lilin yang tajam dan terbalik. Jika lebih dari
separoh bagian bawah lensa kemudian ditutup dengan karton sehingga sinar 2 dan 3 tidak dapat
masuk ke lensa, apa yang teramati di layar?
Layar
A. Tidak lagi terdapat bayangan nyala lilin, hanya terdapat telau cahaya yang bentuknya tidak bisa
dikaitkan dengan nyala lilin.
B. Masih terdapat bayangan nyala lilin, tetapi hanya bagian ujung saja yang tampak.
C. Masih terdapat bayangan nyala lilin, tetapi ujung bawahnya terpotong.
D. Masih terdapat bayangan nyala lilin secara lengkap, tetapi lebih redup daripada sebelum lensa
ditutup.
Pada umumnya responden juga apa yang terjadi pada layar. Untuk mem-
mengalami kesulitan ketika diminta meng- berikan kesan yang lebih mendalam, mula-
gambarkan arah sinar bias dari sinar-sinar mula tutuplah sebagian kecil tepi lensa
yang tidak termasuk sinar istimewa, mes- kemudian secara bertahap perluaslah bagi-
kipun sinar tersebut dibuat dari benda yang an lensa yang ditutup tersebut. Dengan
bayangannya sudah diberikan. Sebagai percobaan itu, responden dapat mengamati
contoh, jika pada diagram di Gambar 2 sendiri bahwa pada layar tetap terjadi
ditambahkan sebarang sinar ke-4, mereka bayangan yang utuh tetapi lebih redup
tidak dapatmenggambarkan sinar biasnya. dibandingkan dengan sebelum lensa
Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan ditutup; semakin banyak bagian lensa yang
respondenterkaitfenomena pembentukan ditutup semakin redup bayangan yang
bayangan masih belum lengkap. dihasilkan.
Miskonsepsi tentang pembentukan Setelah mengamati sendiri bahwa
bayangan tersebut biasanya dapat di- bayangan tetap terbentuk meskipun seba-
remidiasi dengan menghadirkan fenomena gian besar lensa ditutup, responden diminta
nyata. Fenomena tersebut mudah sekali menjelaskan apa peran sinar istimewa
direalisasikan melalui percobaan sederhana dalam pembentukan bayangan. Melalui
sebagai berikut. Mula-mula hasilkan ba- pertanyaan-pertanyaan penuntun, respon-
yangan nyata dari lilin dan tangkap ba- den dapat mengkonstruksi pemahaman
yangan itu dengan layar. Kemudian tutup- baru yang lebih baik sebagai berikut.(1)
lah sebagian besar lensa dengan karton/ Dalam pelukisan bayangan, peran sinar
kertas tebal dan minta siswa mengamati istimewa hanyalah untuk membantu men-
Sutopo, Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya, 361
duga di mana letak bayangan yang di- layar, baik yang dihasilkan oleh lensa
hasilkan lensa. (2) Bayangan dibentuk oleh maupun cermin, termasuk bayangan
semua sinar dari benda yang mengenai nyata.Namun demikian, ada sebagian
lensa, tidak hanya oleh tiga sinar istimewa responden yang berpandangan sebaliknya.
saja. Konsekuensinya, selama masih ada Bagi responden kelompok ini, bayangan
sinar yang mengenai lensa, maka bayangan yang dihasilkan cermin rias adalah nyata
tetap terbentuk. (3) Jika letak bayangan sebab bayangan tersebut secara nyata dapat
sudah diketahui, maka semua sinar akan dilihat keberadaannya. Sebaliknya, baya-
dibiaskan menuju titik bayangan tersebut. ngan oleh lensa positif adalah bayangan
Dengan prinsip-prinsip baru yang telah maya sebab untuk melihatnya harus digu-
dibangun tersebut, pada umumnya respon- nakan layar; tanpa bantuan layar bayangan
den mampu menjelaskan mengapa bayang- tersebut tidak terlihat.
an tetap terjadi meskipun sebagian besar Konsepsi bahwa bayangan nyata
permukaan lensa ditutup. Selain itu, res- dapat ditangkap dengan layar adalah
ponden dengan percaya diri mampu me- konsepsi yang benar. Namun demikian, pe-
nunjukkan arah sinar bias dari sinar-sinar nelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
yang tidak termasuk sinar istimewa. besar responden yang sudah memiliki
pemahaman benar tersebut juga memiliki
Miskonsepsi Terkait Sifat-Sifat pemahaman yang salah tentang sifat
Bayangan Nyata bayangan nyata, yaitu hanya dapat diamati
Pada umumnya siswa yang sudah dengan bantuan layar. Miskonsepsi seperti
mempelajari optika mampu mendes- itu banyak terjadi pada mahasiswa S1 dan
kripsikan perbedaan antara bayangan nyata S2, bahkan di kalangan para guru fisika
dan bayangan maya.Sebagian besar res- yang sudah memiliki pengalaman meng-
ponden pada penelitian ini sudah memiliki ajar yang cukup lama.
pemahaman yang benar bahwa bayangan Cara yang biasa penulis gunakan
yang dihasilkan cermin rias dan kaca spion untuk mengungkap miskonsepsi tersebut
termasuk bayangan maya, sedangkan adalah dengan mengajukan pertanyaan
bayangan yang dapat ditangkap dengan konseptualseperti pada Gambar 3.
Seorang siswa ingin mengamati bayangan nyata dari lilin yang ditempatkan di depan
lensa positif. Secara teoretis, sifat dan letak bayangan tersebut dapat diduga dengan
menggunakan diagram sinar seperti pada gambar.
Tanpa menggunakan layar, siswa tadi ingin mengamati bayangan lilin dengan cara
menempatkan matanya di tiga posisi A, B, dan C seperti di gambar. Cara mana yang
akan berhasil?
(A) Cara A (B) Cara B (C) Cara C (D) Semuanya bisa berhasil
(E) Tidak satupun yang akan berhasil, sebab bayangan nyata hanya dapat dilihat
dengan bantuan layar.
yang ditemukan ketika posisi mata sangat geometri pada pembentukan bayangan,
dekat dengan posisi bayangan, maka benda responden diminta menerapkan penge-
tersebut tidak terlihat dengan jelas. tahuannya untuk menilai benar-tidaknya
Pengetahuan faktual terakhir tersebut di- suatu diagram pembentukan bayangan
gunakan untuk memperkuat pemahaman sebagaimana disajikan pada Gambar 4.
responden tentang konsep titik dekat Pertanyaan tersebut terbukti mampu
penglihatan (punctum proximum). meningkatkan pemahaman responden
Untuk memperkuat pemahaman tentang pembentukan bayangan.
responden tentang prinsip-prinsip optika
Manakah diagram pembentukan bayangan berikut yang kurang tepat? Berikan alasannya.
(1) (2)
O
I
(3)
(4)
Jawaban responden pada umumnya telah diberikan, kesulitan lain yang muncul
mengumpul pada pilihan B, C, dan D. adalah dalam menentukan letak bayangan
Sebagian besar memilih jawaban C karena sinar-sinar pantul yang digunakan
(kunci), namun banyak juga yang memilih tidak berpotongan. Fakta menunjukkan
jawaban B atau D. Responden yang memi- bahwa siswa yang mengalami kesulitan
lih jawaban D pada umumnya beralasan melukis bayangan cenderung memiliki
bahwa bayangan pada cermin selalu meng- miskonsepsi yang kokoh dan sulit
ikuti pengamat sehingga selalu tampak di diremidiasi.
depan pengamat. Sementara itu, responden
yang memilih jawaban B beralasan bahwa Penyebab Timbulnya miskonsepsi
mata biasa melihat secara lurus. Berdasarkan hasil interaksi dengan
Miskonsepsi tersebut biasanya dapat para responden yang mengalami miskon-
diremidiasi dengan meminta responden sepsi sebagaimana yang telah dipaparkan,
melalukan pengamatan yang cermat dilan- ditemukan beberapa penyebab terjadinya
jutkan dengan tugas membuat diagram miskonsepsi tersebut.Pertama, keterbatasan
pembentukan bayangan berdasarkan pengetahuan faktual tentang fenomena
hukum pemantulan cahaya, yaitu besarnya terkait. Miskonsepsi seperti (1) bayangan
sudut pantul selalu sama dengan besarnya nyata hanya dapat dilihat dengan bantuan
sudut datang. Remidiasi melalui pengamat- layar, (2) bayangan yang dihasilkan lensa
an terbukti efektif menyadarkan responden akan hilang/rusak jika sebagian besar
akan miskonsepsinya. Namun demikian, permukaan lensa ditutup, dan (3) posisi
ketika diminta membuat diagram pem- bayangan pada cermin datar bergantung
bentukan bayangannya, pada umumnya pada posisi pengamat, muncul akibat
mereka mengalami kesulitan.Kesulitan keterbatasan pengetahuan faktual tersebut.
yang sering muncul adalah dalam memilih/ Kedua, pengalaman sukses mene-
menentukan sinar datang. Ketika bantuan rapkan pengetahuan prosedural meskipun
Sutopo, Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya, 365
tidak disertai dengan pemahaman yang sepsi “bayangan nyata hanya dapat dilihat
baik tentang konsep yang mendasari dengan bantuan layar” karena untuk
prosedur tersebut. Sebagaimana telah di- mengamati bayangan nyata diperlukan
uraikan, sebagian besar responden dapat bantuan layar.
melukiskandan mendeskripsikan sifat-sifat Keempat, memperoleh pengetahuan
bayangan yang dihasilkan lensa dengan yang salah. Sebagian besar mahasiswa
menggunakan sifat-sifat tiga sinar isti- yang mengalami miskonsepsi menyatakan
mewa. Dalam menyelesaikan tugas-tugas bahwa pengetahuan yang mereka peroleh
terkait dengan pembentukan bayangan, di sekolah memang seperti itu. Artinya,
proses berfikir responden terfokus pada miskonsepsi itu terwariskan dari guru.
upaya menentukan sinar mana dari ketiga Banyak penelitian yang menunjukkan
sinar istimewa tersebut yang cocok dengan bahwa guru merupakan salah satu penye-
persoalan yang dipecahkan.Begitu sinar- bab munculnya miskonsepsi (Ogan-
sinar yang diperlukan telah berhasil di- Bekiroglu, 2007).
temukan, maka tugas berikutnya dapat
diselesaikan dengan mudah.Pengalaman KESIMPULAN DAN SARAN
sukses dengan frekuensi yang cukup tinggi Telah terjadi beberapa miskonsepsi
tersebut telah mengantarkan siswa pada pada sebagian besar mahasiswa dan guru
suatu prinsip bahwa untuk melukis terkait prinsip-prinsip optika geometri.
bayangan pada lensa harus digunakan Beberapa miskonspi tersebut berkaitan
minimal dua dari tiga sinar istimewa dengan (1) peranan sinar-sinar istimewa
tersebut. Prinsip tersebut pada gilirannya dalam pembentukan bayangan, (2) konsep
berubah menjadikonsepsi bahwa bayangan bayangan nyata, dan (3) bayangan yang
padalensa merupakan hasil perpotongan dihasilkan cermin datar (cermin rias).
sinar bias, atau perpanjangannya, dari Semua miskonsepsi yang ditemukan pada
sinar-sinar istimewa.Konsepsi itulah yang studi ini terkait dengan topik yang sudah
melahirkan miskonsepsi “tidak akan dipelajari sejak di jenjang pendidikan
terbentuk bayangan jika sebagian besar dasar.Sebagian besar miskonsepsi timbul
permukaan lensa ditutup“. akibat keterbatasan pengetahuan faktual
Ketiga, kesalahan menginterpre- dan pengetahuan konseptual yang dimiliki
tasikan informasi diperkuat dengan responden.
kecenderungan berfikir implikasi yang Mengingat miskonsepsi tersebut
tidak tepat. Munculnya miskonsepsi “ba- dapat dicegah atau diremidiasi sejak dini,
yangan nyata hanya dapat dilihat dengan maka untuk mencegah terjadinya mis-
bantuan layar” juga didukung oleh faktor konsepsi tersebut pada siswa lain, berikut
ini.Informasi asli yang diterima kemudian dikemukakan beberapa hal pokok yang
dihafalkan adalah “bayangan nyata dapat perlu diupayakan dalam pembejaran optika
ditangkap layar, sedangkan bayangan geometri di jenjang pendidikan dasar dan
maya tidak dapat ditangkap layar”. Selan- menengah.
jutnya, atribut “dapat ditangkap layar” Pertama, perlunya memfasilitasi sis-
tersebut secara operasional bergeser wa untuk mengeksplorasi sebanyak mung-
menjadi “karena dapat ditangkap layar, kin pengetahuan faktual. Peran utama guru
maka untuk mengamati bayangan nyata dalam hal ini adalah memfasilitasi siswa,
dapat dilakukan dengan menggunakan baik dalam wujud penyediaan peralatan
layar”. Definisi operasional tersebut pada maupun dalam bentuk pemberian arahan,
perjalanannya berubah menjadi miskon- pertanyaan, atau tantangan. Fenomena-
366, J-TEQIP, Tahun V, Nomor 2, November 2014
fenomena yang dipaparkan pada tulisan ini bahwa bayangan nyata adalah bayangan
semuanya dapat dieksplorasi di semua yang dapat diindra secara langsung, se-
jenjang pendidikan, bahkan sejak di dangkan bayangan maya adalah bayangan
sekolah dasar. Jika siswa telah memiliki yang tidak langsung dapat dilihat.Oleh
sejumlah pengetahuan faktual tentang hal- karena pemahaman kebahasaan seperti itu,
hal yang telah diuraikan di tulisan ini, kecil siswa tersebut bersikeras menyatakan
kemungkinanterjadi berbagai miskonsepsi bahwa bayangan yang dihasilkan cermin
sebagaimana yang telah diungkapkan. rias termasuk bayangan nyata, sedangkan
Kedua, selain memberikan fasilitas, bayangan yang harus diamati dengan
penting bagi guru untuk mengecek atau menggunakan bantuan layar adalah ba-
memverifikasi kevalidan data atau fakta yangan maya. Contoh lain terkait dengan
yang dikemukakan siswa. Memastikan topik optika adalah kata “normal”, yang
kevalidan fakta merupakan kunci dalam muncul pada frase “garis normal” dalam
kerja ilmiah, sebab hanya dengan data hukum pembiasan cahaya. Penulis pernah
yang validlah kebenaran suatu teori dapat menjumpai siswa yang memaknai kata
diuji. Juga hanya berdasarkan data yang normal tersebut sebagai “yang seharusnya”
valid para ilmuwan mengembangkan teori. atau “lawan dari tidak wajar”. Dia me-
Kevalidan suatu fakta dapat diuji dengan maknai garis normal pada pembiasan
melakukan pengamatan ulang atau cahaya sebagai garis lurus yang dibuat
mempersilakan siswa lain menguji kebe- dengan memperpanjang sinar datang,
narannya dengan prosedur yang sama. karena sinar itulah yang “seharusnya” ada
Ketiga, aspek kebahasaan juga jika cahaya tidak dibiaskan. Tidak tertutup
merupakan hal penting yang perlu di- kemungkinan bahwa di antara siswa kita
perhatikan guru.Banyak istilah dalam IPA juga ada yang berpikiran seperti itu.Selain
yang tidak sepenuhnya semakna dengan dapat menyebabkan miskonsepsi (Parker,
penggunaan sehari-hari. Sebagai contoh, 2006) miskomunikasi akibat ketidak-
kata maya dan nyata pada frase “bayangan samaan makna suatu kata juga sering ber-
nyata” dan “bayangan maya” memiliki kontribusi pada ketidakvalidan dalam
makna yang sedikit berbeda dengan makna mendeskripsikan suatu fakta.Oleh karena
umum sehari-hari. Sebagaimana telah itu, aspek kebahasaan merupakan aspek
disinggung, ada siswa yang berpendapat yang sangat penting diperhatikan guru.
DAFTAR RUJUKAN
Allen, M. & Coole, H. (2012). mecahnics. American Journal of
Experimenter Confirmation Bias Physics, 50, 66-71.
and the Correction of Science Creswell, J.W. (2012). Educational
Misconceptions. Journal of Science research: Planning, conducting, and
Teacher Education, 23, 387–405. evaluating quantitative and
Caleon, I. & Subramaniam, R. (2010). qualitative research 4th ed. Boston,
Development and Application of a MA: Pearson Education, Inc.
Three-Tier Diagnostic Test to Assess Duit, R., & Treagust, D. (2003).
Secondary Students’ Understanding Conceptual change: A powerful
of Waves. International Journal of framework for improving science
Science Education, 32, 939–961. teaching and learning. International
Clement, J. (1982). Strudents’ Journal of Science Education, 25,
preconceptions in introductory 671–688.
Sutopo, Miskonsepsi pada Optika Geometri dan Remidiasinya, 367