Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

PERLINDUNGAN KONSUMEN :

REGULASI BISNIS
SLAMET MUJIONO
IAINU Kebumen
slm.mujiono@gmail.com

Abstract
Consumer protection against halal food seems to get less attention. Based on the research results YLKI
complaints relating to halal food very little. But at least the complaint against kosher food does not mean
that Indonesian Muslims do not care about the food and drinks are not permitted to circulate freely without
Halal certification. During this Indonesian Muslims believe in the MUI for halal products. In business
regulation, consumer protection Muslims for halal products not only in the form of halal labeling contained
in food safety laws. However, we must have integrity and other economic laws, so there is no guarantee
the implementation of halal labeling. It is strongly associated with things that are businesses, such as trade
agreements, distribution, advertising, packaging, negligence and abuse of halal labeling. Muslim consumer
protection is likely to be equated with consumer protection in general in Indonesia to enact legislation contains
consumer protections contained in Economic Law Indonesia. Due to the halal labeling is closely related to
the implementation of Islamic law, the Consumer Protection Law in Indonesia at least absorbing elements,
values and norms contained in Islamic law especially were very closely related to consumer protection, labeling
halal and business regulasasi Products- halal products in Islamic economics. Based on the description above
key issues discussed was how the consumer protection Muslims for halal products in the Islamic Business
Ethics Regulation.

Keyword: Consumer Protection, Labeling, Certification, Regulation

PENDAHULUAN pola konsumsi konsumen ditentukan oleh


Sistem ekonomi yang berkembang dengan produsen melalui kekuatan promosi. Pengusaha
kekuatan pasar dan menurunnya peran negara, dengan bebas dapat menghasilkan produknya,
tidak menutup kemungkinan akan terjadi sehingga konsumen sangat tergantung bahkan
persaingan sangat ketat antar pengusaha fanatik terhadap merk tertentu. Dari sudut
terutama dalam menarik konsumen (Zomrotin, pandang ekonomi, produsen sebagai penghasil
1997). Pada posisi yang sama produsen dan barang dan konsumen sebagai pengguna
konsumen harus dapat bertindak secara barang, akan berbeda halnya dengan aspek
rasional, yakni memaksimalkan keuntungan sosiologis, dimana hubungan produsen dengan
bagi produsen dan manfaat mengkonsumsikan konsumen semakin renggang, akibat dari sistem
barang dan jasa bagi konsumen. Produsen pasar bebas. Hal ini disebabkan konsumen
dan konsumen diasumsikan bahwa mereka tidak mengetahui dengan jelas siapa yang
mengetahui informasi pasar. Akan tetapi hal memproduksi barang yang mereka peroleh.
ini tidaklah mudah, karena yang terjadi justru Pada hal produk yang diproduksi untuk
68 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

konsumen telah dikemas sedemikian rupa pengaduan terhadap makanan halal bukan
dengan teknologi yang canggih dan kemudian berarti umat Islam Indonesia tidak peduli
dipasarkan dengan manajemen dan iklan yang kepada makanan dan minuman yang tidak
berlebihan (AZ Nasution, 2000). Dilihat halal beredar dengan bebas tanpa sertifikasi
dari sisi ini, maka posisi setiap produsen dan halal.Selama ini umat Islam Indonesia percaya
konsumen semakin tidak seimbang. Produsen kepada MUI terhadap produk halal.
berada pada titik yang selalu diuntungkan di Dalam regulasi bisnis, perlindungan
tengah keterbatasan pengetahuan konsumen konsumen muslim terhadap produk halal
terhadap suatu produk. tidak saja berupa labelisasi halal yang tertuang
Dengan begitu globalisasi ekonomi perlu dalam Undang-Undang Pangan. Akan tetapi
melindungi hak-hak konsumen. Namun dalam harus memiliki integritas hukum ekonomi
praktek pembangunan ekonomi ini tidak lainnya, sehingga ada jaminan pelaksanaan
dibarengi dengan aspek perlindungan terhadap labelisasi halal. Hal ini sangat terkait dengan
konsumen. Dapat dilihat dari pembentukan hal-hal yang bersifat bisnis, seperti perjanjian
Hukum Ekonomi Indonesia sedikit sekali perdagangan, distribusi, periklanan, kemasan,
menyinggung perlindungan konsumen. kelalaian dan penyalahgunaan labelisasi
Di samping itu persoalan makanan dan halal. Perlindungan konsumen muslim
minuman yang dilarang oleh Islam (babi, kemungkinan dapat disamakan dengan
alkohol dan lainnya) dalam regulasi bisnis perlindungan konsumen pada umumnya
sekarang ini, telah dapat dikemas dalam bentuk di Indonesia dengan memberlakukan UU
yang lain, sehingga susah dilacak dengan mata yang memuat perlindungan konsumen yang
telanjang, bahkan ada kemungkinan untuk terdapat pada Hukum Ekonomi Indonesia.
menempel kepada produk makanan dan Dikarenakan labelisasi halal berhubungan
minuman berupa bahan-bahan tambahan yang erat dengan pelaksanaan hukum Islam,
berasal dari hewan yang diharamkan. maka Hukum perlindungan Konsumen di
Selama ini sertifikasi halal ditentukan oleh Indonesia setidaknya menyerap unsur-unsur,
MUI dengan memberikan fatwa terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang terdapat
produsen yang menginginkan produknya dalam Hukum Islam terutama yang sangat erat
diaudit, melalui uji coba laboratorium BPOM hubunganya dengan perlindungan konsumen,
MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat- labelisasi halal dan regulasasi bisnis produk-
obatan dan Kosmetika). produk halal dalam ekonomi Islam.
Perlindungan konsumen terhadap Berdasarkan uraian tersebut di atas
makanan halal sepertinya kurang mendapat permasalahan pokok yang dibahas adalah
perhatian. Berdasarkan hasil penelitian YLKI bagaimana perlindungan konsumen muslim
pengaduan yang berkaitan dengan makanan terhadap produk halal dalam Regulasi Etika
halal sangat sedikit. Namun sedikitnya Bisnis Islam.
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 69

PEMBAHASAN regulasi sendiri masing-masing (AZ Nasution,


Prinsip Perlindungan Konsumen 2002). Melalui regulasi ini kemudian muncul
bermacam-macam kode etik bisnis dan
Asas-asas Perlindungan Konsumen dalam asosiasi-asosiasi bisnis seperti kode etik industri
Regulasi Bisnis
farmasi, kode etik industri periklanan, kode
Kebangkitan di dunia industrialisasi pada etik industri penerbitan, kode etik industri
akhirnya melahirkan banyak sistem ekonomi makanan, dan masih banyak yang lain.
di dunia ini (Kapitalis, Sosialis dan lainnya).
Kemudian dipertanyakan apakah regulasi
Setiap sistem ekonomi memiliki teori-teori
bisnis merupakan etika bisnis yang diakui
baik berupa prinsip maupun cara atau metode
oleh masyarakat, negara, agama dan lainnya,
memproduksi, tujuan produksi, pertukaran,
pertanyaan lain apakah regulasi bisnis sudah
transportasi, manajemen, audit keuangan, dan
dapat melindungi konsumen dari bahaya
konsumsi (Yusuf Qardhawi, 1996). Aturan-
produksi, teknologi yang dipergunakan dan
aturan dalam melakukan kegiatan bisnis ini
keamanan penggunaannya baik terhadap
kemudian dikenal dengan regulasi bsinis.
kesehatan maupun lingkungan hidup.
Istilah regulasi sendiri adalah terjemahan dari
Setiap masyarakat secara sosiologis
self regulation, artinya rangkaian prinsip-prinsip
memiliki budaya, agama dan kebiasaannya
tentang tingkah laku dan perilaku bisnis dalam
sendiri yang menjadi ciri khas suatu komunitas.
melakukan kegiatan perdagangan termasuk
Aturan dan nilai yang ada memiliki dimensi
memproduksi, distribusi dan pemasaran yang
yang sangat luas baik menyentuh kehidupan
dilakukan oleh kalangan dan kelompok bisnis
berpolitik, bermasyarakat, bekerja sampai
tertentu (AZ Nasution, 2002). Dengan adanya
pada kegiatan ekonomi. Satu contoh ada
aturan regulasi bisnis, maka kalangan bisnismen,
komunitas tertentu tidak boleh memakan
produsen, distributor dan pihak-pihak lain yang
atau mengkonsumsi makanan tertentu maka
terkait seperti konsultan, biro periklanan, profesi
kegiatan ekonomi yang melakukan regulasi
dokter, farmasi, pedagang dan lainnya terkait
bisnis dengan unsur makanan yang dilarang
oleh aturan regulasi yang merupakan bentuk
akan melahirkan benturan dan bertentangan
pengawasan dan kontrol terhadap kegiatan
dengan aturan tersebut.
bisnisnya, aturan itu adalah:
Oleh karena itu regulasi bisnis harus
Pertama, dikendalikan oleh hukum
menjamin terlaksananya aturan dan etika
yang berlaku dan diterapkan oleh pejabat
budaya dan agama yang ada pada masyarakat
yang berwenang. Kedua, dikendalikan oleh
didukung oleh kaedah Ushul Fiqh; "Sesuatu
regulasi sendiri kalangan usaha atau profesi,
yang telah terkenal menurut 'Urf (adat), seperti
dengan pentaatannya dijalankan oleh badan
sesuatu yang disyaratkan dengan syarat"., dari
atau lembaga yang dibentuk oleh kelompok/
ungkapan ini kebiasaan umat Islam berupa
usaha/ profesi, berdasarkan ketentuan dalam
perlunya memperhatikan nilai-nilai Hukum
70 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

Islam sebagai kebiasaan yang telah dilakukan Hanya saja Islam menekankan agar melakukan
dalam regulasi bisnis. audit revisi dan pengawasan perilaku ekonomi
Regulasi bisnis juga harus menjamin dalam rangka menjauhkan regulasi bisnis dari
adanya keselamatan dan kepuasan konsumen dampak kemudaratan dan kerusakan.
dalam menggunakan hasil produksi atau jasa. Dalam regulasi bisnis Islam tertuang
Regulasi bisnis yang tidak melahirkan rasa aman aturan-aturan yang mengatur secara terperinci
dan keselamatan konsumen, maka regulasi kegiatan ekonomi yang boleh dilakukan dan
bisnis seperti ini bertentangan dengan hak-hak yang dilarang, hal ini bermaksud melindungi
konsumen dan tanggung jawab produsen. konsumen, produsen dan pihak lainnya dari
Dengan begitu regulasi bisnis setidaknya kerugian dan kemudaratan. Perlindungan
mengandung dua faktor yaitu menyentuh etika konsumen dalam regulasi bisnis Islam dapat
kebiasaan, budaya, agama dan menyentuh dikelompokan pada kegiatan:
kepuasan konsumen. Oleh karena itu a. Regulasi produksi
hubungan konsumen dan produsen dalam Prinsip yang fundamental dalam Ekonomi
regulasi bisnis harus dilandasi kepada etika Islam yang ingin dicapai adalah terbentuknya
bisnis yang disepakati masyarakat konsumen, hasil-hasil produksi yang dapat meningkatkan
produsen dan negara. kesejahteraan sosial dan kemaslahatan. Kegiatan
Regulasi bisnis dalam Ekonomi Islam produksi dilakukan berdasarkan tingkat
dibatasi kepada tujuan akhir dari kegiatan kebutuhan manusia, yaitu: (1) Kebutuhan
ekonomi yaitu kemaslahatan, mencegah pokok seperti sandang, pangan dan tempat
kemudaratan dan mencegah kerusakan. tinggal; (2) Kebutuhan sekunder seperti
Ungkapan asy-Syatibi (Abu Ishak asy-Syatibi, barang mewah dan lainnya (Syauqi Ahmad
1954) tentang maslahah dapat dijadikan Dunya, 1994). Islam lebih mengutamakan
pijakan dan tujuan Ekonomi Islam. Maslahah memproduksi barang primer terlebih dahulu
adalah apa yang menopang tegaknya hidup setelah terpenuhi baru memproduksi barang
dan sempurnanya kehidupan manusia, sekunder.
dan memenuhi apa yang menjadi tuntutan Kegiatan produksi harus melakukan proses
kualitas-kualitas emosional dan intelektual produksi barang atau jasa yang dipandang
dalam pengertian yang mutlak. Islam halal dan baik. Artinya dilarang
Dari ungkapan asy-Syatibi ini terkandung membuat barang haram atau mengandung
cakupan yang sangat luas, mencakup komponen barang yang dilarang, satu contoh
substansi kehidupan umat manusia. Dalam memproduksi barang tekstil dari babi, anjing,
pelaksanaannya pada lapangan ekonomi membuat makanan dari arak atau mendirikan
Islam tidak membatasi metode dan cara yang tempat prostitusi termasuk produksi yang
digunakan untuk melakukan produksi baik memperdagangkan aurat dan susila seperti
teori maupun teknologi yang digunakan. pembuatan film yang mempertontonkan aurat.
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 71

Teknologi yang digunakan juga haruslah dengan instrumen perdagangan, sementara


teknologi yang tidak bertentangan dengan instrumen perdagangan ingin mendapatkan
ketentuan halal dan haram sebagai contoh manfaat keuntungan sebesar-besarnya, dan
penggunaan teknologi transgenetika DNA konsumen ingin mendapatkan barang dan jasa
babi untuk dikembangkan pada binatang lain yang berkualitas baik, terjamin dan terjangkau
seperti sapi, kambing dan lainnya, kemudian harganya. Untuk itu regulasi perdagangan
hasil dari transgenetika ini melahirkan binatang harus memiliki kode etik yang menjadi etika
baru yang dagingnya serta susunya dikonsumsi. bisnis, sehingga tidak merugikan konsumen
Untuk melindungi konsumen proses sekaligus tidak merugikan produsen dan
produksi harus dilakukan dengan adil dalam instrumen perdagangan lainnya.
proses produksi mengandung arti: Etika bisnis dalam regulasi perdagangan
1) Jujur dalam pengolahan dari proses bahan Islam mengandung 5 prinsip yang menjadi asas
baku hingga menjadi barang jadi. kegiatan perdagangan di tengah masyarakat,
2) Tidak dibenarkan dalam proses produksi yaitu (Chairul Fuad Yusuf, 1997):
melakukan kegiatan monopoli atau 1) Aksioma unitas (kesatuan), konsep tauhid
penimbunan barang sehingga proses dalam Islam mengandung arti adanya
distribusi barang ke konsumen terhambat. kesatuan antara satu dengan lainnya.
"Dan janganlah kamu memakan harta dari Bentuk kehidupan yang homogen dari
sebahagian kamu dengan jalan batil." (Q.S segala aspek kehidupan manusia; sosial,
al-Baqarah: 188). politik, ekonomi, hukum dan agama yang
saling terkait serta konsisten satu sama
b. Regulasi Perdagangan
lainnya. Prinsip perdagangan dalam teori
Regulasi perdagangan merupakan kegiatan modern disebut model stakeholder yaitu
bisnis yang menghubungkan antara produsen memandang perusahaan sebagai suatu
dengan konsumen. Dalam kegiatan perdagangan sistem yang terkait (Hasan Fauzi, 2000).
banyak lembaga, individu dan faktor lainnya
2) Equilibirium (keseimbangan), berkaitan
yang terlihat diantaranya; distributor, agen,
dengan aspek keadilan merupakan suasana
pengecer, penjual, sampai faktor penunjang
keseimbangan, di antara berbagai aspek
seperti transportasi, merk dagang, hak dagang
kehidupan yang membentuk tatanan sosial
(property), promosi dagang sampai kerjasama
yang harmonis.
perdagangan (kongsi), dan lembaga keuangan.
Begitu kompleksnya regulasi bisnis dalam 3) Kehendak bebas, kemampuan manusia
melakukan kegiatan perdagangan, sehingga untuk bertindak tanpa paksaan dari luar
hak-hak konsumen sering diabaikan. sesuai dengan parameter ciptaan Allah
serta posisinya sebagai khalifah di muka
Di samping itu seringkali terjadi benturan-
bumi.
benturan kepentingan antara konsumen
72 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

4) Tanggung jawab, kebutuhan akan yang dapat merusak diri dan tatanan sosial, satu
tanggung jawab ditekankan oleh Islam contoh dilarang mengkonsumsi alkohol, karena
pada semua aspek, bahkan Islam lebih jauh merusak kesehatan dan dapat menimbulkan
menegaskan agar manusia bertanggung berbagai kegiatan yang merugikan masyarakat.
jawab terhadap fasilitas yang diberikan Dengan begitu Islam memberikan
oleh Allah seperti udara, air dan waktu perlindungan terhadap konsumen untuk
(kesehatan, kesempatan) yang didapat mengkonsumsi barang dan jasa dalam dua
selama hidup manusia di dunia. dimensi: (1 Melindungi konsumen itu sendiri
5) Ihsan merupakan suatu tindakan yang dari bahaya-bahaya barang dan jasa yang
berorientasi kepada kemaslahatan orang mengkonsumsinya; dan (2) Melindungi
lain dan masyarakat. konsumen lain sebagai konsumen pasif, satu
contoh bahaya rokok, alkohol dan praktek
Prinsip perdagangan inilah yang menjiwai
prostitusi akan merusak konsumen yang tidak
segala aktivitas bisnis. Oleh karena itu
mengkonsumsinya.
perilaku ekonomi menurut pandangan Islam
harus memiliki perilaku, dimana penjual Dalam regulasi konsumsi, Islam memiliki
menawarkan harga dengan harga yang wajar. pola konsumsi yang harus dan menjadi pijakan
bagi masyarakat yang mengkonsumsi barang
c. Regulasi Konsumsi dan jasa, yaitu:
Da l a m t e o r i k o n s u m e n m o d e r n , 1) Jangan boros (QS; al-Isra’ ayat 26-27)
rasionalisme ekonomi merupakan dasar
2) Menahan diri dari kebatilan, tidak
masyarakat mengkonsumsi barang, makanan
melakukan pola konsumsi yang dilarang
dan jasa. Rasionalisme ekonomi beranggapan
(QS; al-Maidah ayat 90).
bahwa konsumen berusaha memaksimumkan
kepuasan, pemanfaatan semaksimal mungkin 3) Mengkonsumsi barang yang halal (QS; al-
dengan pertimbangan rasio. Dalam ekonomi Baqarah ayat 169: "Hai sekalian manusia,
modern kepuasan memanfaatkan barang makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
konsumsi hanya terbatas kepada penggunaannya terdapat di bumi…"
saja. Akan tetapi tidak mengandung dimensi 4) Dilarang menimbun harta (QS; al-
kepuasan jasmani dan rohani (Muhammad Humazah: 1-3).
Nejatullah Siddiqy, 1991). 5) Membayar zakat QS; at_taubah ayat 60)
Oleh karena itu perilaku konsumen dalam Pola konsumsi yang telah digariskan
Islam dibatasi oleh moral dan etika yang oleh etika Islam kemudian menjadi dasar
berangkat dari filasafat Islam. Islam tidak perlindungan konsumen dalam Ekonomi
membatasi manusia untuk mengkonsumsi Islam, yaitu:
barang dan jasa, tetapi Islam memberikan
1) Mendapat perlindungan keamanan dari
batasan kepuasan, melarang pola konsumsi
negara.
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 73

2) Mendapatkan informasi barang dan jasa Makanan yang baik (thayyib) sebenarnya
yang jelas sesuai dengan harganya. sangat terkait dengan pola konsumsi manusia,
3) Perlindungan atas kualitas barang. agar selalu memperhatikan makanan yang
4) Berhak memperoleh harga yang wajar. mengandung gizi, yang dapat mendukung
kesehatan dan kelangsungan hidup. Dalam
Perlindungan Konsumen terhadap Produk al-Qur'an suratcAbasa ditemukan perintah
Halal yang sangat jelas berbunyi: "Hendaknya
Produk halal yang menjadi pokok konsumsi manusia memperhatikan makanannya",
masyarakat merupakan suatu kewajiban ayat ini mengandung arti agar manusia
yang harus dipenuhi dalam regulasi bisnis dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari
sejak dari bahan baku, produksi, distribusi, memperhatikan kualitas makanannya.
hingga mengkonsumsinya. Produksi bahan Makanan yang baik juga mengandung
makanan dari bahan olahan yang halal dalam arti menghindari makanan yang kurang baik,
Hukum Islam digariskan dengan tegas. Hal tidak aman dan kotor yang dalam khazananh
ini mengandung arti setiap kegiatan produksi fiqh sering disebut khabitsah, sebagaimana
makanan harus berpegang kepada prinsip yang dijelaskan dalam al-Qur'an: "…dan
produk halal yang telah digariskan oleh dihalalkan bagi mereka segala yang baik dan
syari'at Islam. Prinsip produk makanan dan mengharamkan atas mereka yang buruk…"
bahan olahan dalam Hukum Islam menurut (Q.S al-A'raf: 157).
Abdul Manan dikendalikan oleh lima prinsip Disamping kehalalan dan sifat baik dari
(Muhammad Abdul Manan, 1995), yaitu: makanan masih ada lagi persyaratan lain
1) Prinsip keadilan; 2) Prinsip kebersihan; 3) yang cukup penting dalam mengkonsumsi
Prinsip kesederhanaan; 4) Prinsip kemurahan makanan. Persyaratan adalah bagaimana usaha
hati; 5) Prinsip moralitas. yang dilakukan dalam memperolehnya dan
Berdasarkan lima prinsip ini bagi membuatnya. Rezeki yang diperoleh dengan
masyarakat muslim memenuhi kebutuhan cara yang haram seperti pangan, sandang,
bukan berorientasi kepada kepuasan belaka, tempat tinggal, sebahagian ulama ada yang
tetapi ada dimensi lain yang haram diikuti. berpendapat hasilnya haram untuk dikonsumsi
Islam memandang pemenuhan kebutuhan meskipun makanan tersebut makanan yang
memiliki tujuan dimensi dunia dan dimensi halal. "Nabi menjelaskan bahwa tubuh yang
akhirat. Manfaat kebutuhan dalam Islam lebih dibesarkan dari makanan yang haram, baik
ditekankan kepada tingkat kemasalahatan dan cara mendapatkannya, maupun jenis makanan
kemudaratan, sejauh pemenuhan kebutuhan itu sendiri, maka neraka lebih baik untuknya".
tidak mendatangkan kemudaratan dan merusak, (H.R Tirmidzi) (Abdul Aziz Dahlan, 1997).
maka Islam memberikan keluasan untuk Hadis di atas mengandung arti cara
mengkonsumsi baik barang, makanan dan jasa. yang digunakan, dengan demikian dalam
74 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

arti luas teknologi yang dipergunakan dalam menganggap konsumen bukan satu kekuatan
memperoleh atau memproduksi makanan, politik yang riil atau dengan kata lain posisi
hendaknya diperhatikan hal-hal yang konsumen dimata negara sangat lemah.
diperbolehkan dalam Hukum Islam, misalnya Negara memandang kontribusi pengusaha
tidak mencampur dengan bahan yang haram (sektor industri) masih sangat besar, bahkan
ke dalam proses produksi, tidak melakukan sangat dibutuhkan diberbagai bidang. Hal ini
penipuan dengan mengkemas makanan haram justru memberikan keluasan pada pengusaha
menjadi makanan yang halal. untuk memproyeksikan usahanya semata-
mata pada keuntungan tanpa memperhatikan
Perlindungan Konsumen Muslim terhadap kepentingan dan keselamatan konsumen.
Produk Halal
Dalam perspektif lebih luas negara lebih
Kembali kepada konteks pemikiran arah
banyak mendengarkan dan memperhatikan
industrialisasi di Indonesia dan implikasinya
kepentingan produsen ketimbang
terhadap produk-produk halal dan segala
memperhatikan keluhan-keluhan konsumen
permasalahan di muka, ternyata konsumen
di Indonesia. Hal ini menciptakan hubungan
muslim menghadapi pola regulasi bisnis
negara dengan pengusaha semakin kental dan
yang merugikan dan sulitnya mendapatkan
di sisi lain hubungan pengusaha, negara dan
produk halal di pasar Indonesia. Kesulitan
konsumen mengalami hubungan terputus.
mendapatkan produk halal semakin diperparah
Meskipun terdapat asosiasi perdagangan
dengan pola regulasi bisnis yang menerapkan
yang dilegalkan oleh negara justru membuat
pola input output system. Dengan sistem ini
regulasi bisnis menjadi semakin ekslusif,
sudah pasti konsumen muslim tidak dijadikan
artinya di luar asosiasi tersebut tidak ada
suatu unsur atau faktor proses produksi, hal
yang berhak memberikan aturan main dalam
ini tentunya melanggar hak konsumen untuk
bisnis tertentu.Semua ini pada akhirnya
mendapatkan produk yang diinginkan.
telah menciptakan sistem monopoli hak-
Sangat ironis umat Islam yang mencapai
hak konsumen yang membuat konsumen di
85 persen dari penduduk Indonesia tidak
Indonesia berada pada posisi terjerembab.
memiliki jaminan untuk mendapatkan produk
Posisi konsumen di Indonesia berada pada
halal. Secara sosiologis wajar apabila konsumen
posisi sulit dan ada kesan dipaksakan untuk
muslim menuntut produsen, perilaku bisnis
menerima produk yang disodorkan tanpa
dan tanggungjawab pemerintah terhadap
diperbolehkan menggugatnya.
penyediaan produk halal. Akan tetapi yang
Kondisi konsumen muslim yang sebahagian
terjadi konsumen muslim berada pada posisi
besar memiliki tingkat pengetahuan regulasi
yang tidak menguntungkan, apalagi politik
bisnis dan informasi produk yang rendah,
ekonomi di Indonesia posisi konsumen
telah menciptakan keterbatasan pengetahuan
bukanlah satu kekuatan yang terorganisir
mengenai hak dan kewajiban konsumen
dan mudah dimobilasasi, sehingga negara
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 75

muslim di Indonesia. Pada akhirnya konsumen h. Hak untuk mendapatkan pendidikan


muslim terkukung oleh budaya nerima konsumen.
(keterpaksaan) tanpa mengetahui bagaimana i. Hak untuk memperoleh kebutuhan pokok.
cara menggugatnya. j. Hak untuk memilih.
Ketidaktahuan hak dan kewajiban k. Hak untuk mendapatkan ganti rugi.
konsumen muslim terhadap produk halal justru
dimanfaatkan produsen dan perilaku bisnis yang Hak untuk Mendapatkan Lingkungan yang
bertindak semena-mena dibalik ketidaktahuan Sehat
dan ketidakberdayaan konsumen muslim. Pada dasarnya hak-hak perlindungan
Dalam banyak hal produsen dan perilaku konsumen muslim tidak jauh berbeda dengan
bisnis lebih tahu akan hal ini, bahkan kondisi hak konsumen pada umumnya, baik di dunia
seperti ini dimanfaatkan oleh produsen untuk internasional maupun nasional. Akan tetapi
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya kebutuhan hak konsumen muslim di samping
(Imam Baehaqie Abdullah, 1990). mendapatkan hak secara umum juga dituntut
Adapun hak-hak konsumen muslim menunaikan kewajiban mengkonsumsi produk
yang harus dipenuhi dengan regulasi bisnis di halal, baik dari tinjauan sosiologis maupun
Indonesia antara lain: hukum dan lain sebagainya. Wajar umat Islam
Indonesia menuntut hak konsumen untuk
a. Berdasarkan ketentuan Hukum Islam maka
mendapatkan produk halal dan meminta
konsumen muslim untuk mendapatkan
tanggungjawab produsen dan perilaku bisnis
produk, pangan, jasa dan lainnya yang sesuai
lainnya untuk menyediakan produk halal.
dengan syari'at Islam atau bernilai halal.
Berangkat dari hak-hak konsumen muslim
b. Hak untuk mendapatkan produk yang
di Indonesia maka kewajiban produsen dalam
aman.
regulasi bisnis pada saat ini adalah:
c. Hak untuk diberi secara lebih jelas hal-hal
a. Menerapkan cara memproduksi yang benar
yang menyangkut produk.
dan baik. Dalam hal ini produsen harus
d. Hak untuk memilih berbagai produk yang
melakukan kontrol dan pengawasan selama
tersedia.
proses produksi dari mulai bahan baku,
e. Hak untuk didengar oleh perusahaan pengepakan, pengemasan, pemberian label
terhadap hal-hal yang dikeluhkan (Hasan dan distribusinya.
Fauzi, 1997).
b. Memenuhi mutu standar yang telah
f. Hak untuk membentuk organisasi atau ditentukan baik oleh pemerintah,
kelompok konsumen. maupun perjanjian internasional yang
g. Hak untuk mendapatkan jaminan per- berkaitan dengan mutu. Produsen harus
lindungan dari negara terhadap konsumsi menginformasikan secara jelas bahan-bahan
produk halal. yang dipakai sejauh mana keamanannya,
76 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

penggunaan bahan tambahan dan batas Sesudah pembentukan YLKI yang belum lagi
kadaluarsa produk tersebut. berumur 2 tahun, telah diikuti pertemuan-
c. Pemantauan produk yang sudah beredar per temuan perlindungan konsumen
(Zamrotin, 1997). internasional. Dari hasil pertemuan-pertemuan
d. Memperhatikan ketentuan produk halal inilah YLKI mendapatkan bentuk dan arah
dalam syari'at Islam termasuk dalam proses perlindungan konsumen di Indonesia (Munir
produksi, teknologi yang dipergunkaan Fuady, 1994). Lahirnya gelombang gerakan
dari labelisasi kemasannya. konsumen di Indonesia pada tahun 1970
(terutama kelahiran YLKI terlihat sejak semula
Perlindungan Konsumen Muslim di Indonesia usaha perlindungan konsumen merupakan
Gerakan perlindungan konsumen di imbas atau pengaruh dari perjuangan dan
Indonesia pada awalnya didorong oleh ikhtiar gerakan konsumen di Eropah dan Amerika
pemasyarakatan produk-produk dalam negeri Serikat yang sejak lama diperjuangkan.
pada tahun 1970-an. Tuntutan perlindungan Dari gerakan konsumen, baik gerakan
konsumen yang menjadi isu pada saat itu konsumen di Indonesia maupun gerakan
adalah adanya kepastian terlindunginya konsumen internasional, konsumen muslim
masyarakat Indonesia dari mutu produk. Hal di Indonesia dapat dikatakan memiliki payung
itu berangkat dari suatu kenyataan bahwa dengan terlaksananya hak-hak konsumen
produk dalam negeri nisbi kualitasnya. muslim. Hal ini dapat ditelusuri dengan adanya
Di tengah struktur masyarakat yang hak yang diakui secara internasional yaitu hak
semakin kompleks dan saling ketergantungan untuk memilih (the right of choose), dalam
terdapat berbagai aspek permasalahan konteks ini konsumen memiliki kebebasan
kehidupan masyarakat konsumen berkembang untuk menentukan pilihannya sesuai dengan
semakin serius, hal itu perlu ditangani dan keinginannya, termasuk kebebasan memilih
membutuhkan profesionalisme kelembagaan sesuai dengan kepercayaan dan agamanya. Hal
dan hukum (Imam Baehaqie dan Zaim Saidi, ini sejalan dengan pemikiran bahwa memilih
991). Dengan dasar pemikiran tersebut sesuatu produk adalah hak bebas dan harus
maka kehadiran lembaga konsumen yang dihormati produsen dan pihak lain.
mengakomodir hak-hak dan keluhan- Di samping alasan di atas resolusi PBB juga
keluhan konsumen dapat disalurkan sekaligus dapat dijadikan pijakan perlunya perlindungan
diperjuangkan. konsumen muslim di Indonesia dan di negara-
Di Indonesia gerakan konsumen diawali negara Islam lainnya. Poin yang mendukung
dengan berdirinya Yayasan Lembaga Konsumen antara lain; (i) Promosi dan perlindungan
Indonesia yang berkantor di Jakarta, pada bulan pada kepentingan ekonomi konsumen; (ii)
Mei 1973. Organisasi ini bergerak atas dasar Dilakukannya pilihan ini sesuai dengan
pengabdian kepada kehidupan manusiawi. kehendak dan kebutuhan, dan kebebasan
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 77

membentuk organisasi konsumen; (iii) ini tidak mungkin dilakukan konsumen.


Diberikan kesempatan pada mereka untuk Kondisi ini semakin diperlemah lagi dengan
menyatakan pendapat sejak saat proses pola kerja lembaga konsumen di Indonesia
pengambilan keputusan yang berkaitan dalam menangani pengaduan kasus kerugian
dengan konsumen. konsumen yaitu apabila tes laboratorium makan
Un t u k m e l i n d u n g i p ro d u k y a n g biaya harus ditanggung konsumen.
dikategorikan thayyiba (baik) dan menjauhi Dari kondisi di atas jelas kehadiran
pangan yang khabaits (rusak, berbahaya, lembaga-lembaga konsumen di Indonesia
tidak aman dan tidak sehat) sesuai tuntutan kurang mendukung untuk mendapatkan
syari'at Islam dapat diperjuangkan bersama- produk halal. Walaupun ada beberapa lembaga
sama dengan konsumen lainnya di Indonesia konsumen yang secara spesialisasi menangani
dengan gerakan konsumen internasional dan perlindungan hak konsumen muslim di
gerakan konsumen Indonesia seperti apa yang Indonesia. Namun lembaga ini kurang populer
telah di bahas di muka. Akan tetapi hak untuk dan kurang diminati masyarakat, karena pola
mendapatkan produk halal, konsumen muslim kerjanya kurang dapat mengakomodir hak-hak
mengalami banyak hambatan, hambatan konsumen di Indonesia.
kelembagaan berupa gerakan konsumen, selama Sebenarnya perlindungan konsumen
ini di Indonesia banyak berorientasi kepada muslim selalu diperjuangkan dengan lembaga-
mutu makanan, kelalaian produsen, dan bahaya lembaga dan organisasi-organisasi Islam seperti
suatu produk, artinya gerakan konsumen lebih NU, Muhammadiyah, MUI dan lainnya.
mengarah kepada dampak konsumsi pangan Secara kelembagaan organisasi ini sangat
secara nyata, seperti kasus kerancunan, kasus efektif memperjuangkan konsumen muslim
kadaluarsa, kasus pemalsuan dan lainnya. di Indonesia karena memiliki keanggotaan
Sepinya lembaga konsumen yang yang besar, dan memiliki cabang, ranting
memperjuangkan produk halal juga didukung serta perwakilan sampai ke tingkat kecamatan
dengan sikap masyarakat muslim Indonesia yang bahkan ada yang sampai tingkat kelurahan.
pasif, sehingga terkadang konsumen muslim Dengan sumber daya ini seharusnya lembaga-
sendiri kurang memperhatikan produk yang lembaga ke-Islaman dan Ormas-ormas Islam
dikonsumsikan, konsumen muslim di Indonesia dapat menegakan hak-hak konsumen muslim.
mulai tergugah haknya mendapatkan produk Akan tetapi pola kerja yang dilakukan lembaga-
halal ketika ada kasus beredarnya produk tidak lembaga ke-Islaman tidak mendukung
halal. Sedangkan halangan teknis konsumen terciptanya perlindungan konsumen muslim
muslim tidak mampu mendeteksi produk untuk mendapatkan produk halal, karena
yang dikonsumsinya bernilai halal atau tidak, hampir keseluruhan lembaga-lembaga ke-
karena untuk membuktikannya perlu diadakan Islaman di Indonesia bersifat pasif. Apabila
serangkaian tes laboratorium, tentunya hal ada kasus dimasyarakat yang berkaitan dengan
78 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

isu beredarnya produk tidak halal, atau distribusi, pemasaran, pengangkutan


meragukan, maka baru dilakukan musyawarah hingga promosi dan penyebarluasan
dan memberikan fatwa. melalui media informasi.
Perlindungan konsumen muslim mulai Banyak saluran perlindungan konsumen
tampak eksistensinya sejak berdirinya MUI di Indonesia bukan berarti hak-hak konsumen
pada tahun 1970, karena dengan berdirinya muslim di Indonesia untuk mendapatkan
lembaga MUI segala permasalahan diakomodir produk halal sudah terpenuhi. Seperti halnya
dan dicari pemecahannya bersama-sama permasalahan konsumen pada umumnya
dengan Kementrian Agama. upaya perlindungan konsumen muslim di
Dari rangkaian di atas, maka perlindungan Indonesia belum optimal dan dilakukan secara
konsumen muslim terhadap kebutuhan sungguh-sungguh, bahkan bersifat klise.
produk halal terutama makanan dan minuman Pelaksanaan produk halal dengan
di Indonesia dilakukan dalam bentuk dan menerapkan labelisasi dan sertifikasi halal
lembaga-lembaga antara lain: tidak dilakukan secara sungguh-sungguh,
1) Perorangan, apabila seseorang mampu baik oleh pemerintah maupun oleh dunia
untuk melakukan analisa baik dari usaha. Labelisasi dan sertifikasasi halal tidak
segi Hukum Islam, Hukum Positif memiliki ketentuan hukumnya hingga tahun
Indonesia, maupun dari segi kandungan 1996, sifatnya hanya sukarela sejauh pengusaha
materi makanan dan minuman dengan melakukan sertifikasi dengan melakukan uji
kemampuan uji coba laboratoroim dapat laboratorium produknya dan mencatumkan
melakukan perlindungan konsumen untuk label halal dikemasan produknya. Pada tahun
mendapatkan produk halal bagi dirinya 1999 lahir UU No 8 tentang Perlindungan
sendiri sekaligus masyarakat umum. Konsumen.
2) Lembaga-lemabaga konsumen baik yang Perlindungan konsumen muslim melalui
ada di Indonesia maupun yang ada di jalur lembaga perlindungan konsumen
dunia internasional, seperti Yayasan selama ini sifatnya baru berupa kasuistik,
Lembaga Konsumen di Indonesia yang seperti kontaversi sahnya pemotongan
tersebar hingga ke kabupaten, dan lembaga daging hewan dengan teknologi alat potong
konsumen lainnya. otomatis, kedudukan hukum memakan daging
3) Lembaga-lembaga Islam dan ormas-ormas kodok, daging kelinci, minuman alkohol
Islam yang ada di Indonesia. dan terakhir isu lemak babi. Adanya BPOM
4) MUI dalam hal ini BPOM MUI baik yang MUI dan terbentuknya undang-undang
ada di Jakarta maupun yang ada di daerah. tentang makanan yang halal dan haram bukan
5) Departemen terkait yang ada hubungannya berarti hak-hak konsumen muslim untuk
dengan kegiatan-kegiatan produksi, mendapat produk halal sudah terpenuhi,
karena untuk membuktikan apakah produk
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 79

yang dikonsumsi di masyarakat halal atau yaitu terdapat dalam pasal 30, setiap produk
haram masih sulit bagi konsumen muslim. olahan yang diproduksi dari dalam dan luar
Selama ini konsumen muslim percaya kepada negeri wajib mencantumkan label halal.
informasi dari produsen, penjual, promosi dan Dalam bab IV pasal 30, 31, 32, 33 dan
label halal dan komposisi yang tercantum pada 34 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996
kemasan produk. tentang Pangan merupakan kepastian hukum
bagi umat Islam mendapatkan produk halal di
Labelisasi Halal dan Sertifikasi Halal dalam
pasaran yaitu tersedianya produk yang berlabel
Hukum Indonesia
halal dan tersedianya sarana informasi tentang
1. Labelisasi Halal produk halal.
Sebagai kelanjutan perlindungan konsumen Dengan demikian perlindungan hukum
terhadap produk halal, maka peraturan terhadap konsumen muslim terutama untuk
perundang-undangan yang dibentuk tidak mendapatkan produk halal memiliki kedudukan
sekedar memuat kepastian halal, tetapi ketentuan- yang kuat dalam Tata Hukum Indonesia.
ketentuan pola konsumsi yang telah digariskan Dari pasal-pasal tersebut setidaknya ada tujuh
dalam syari'at Islam terakomodasi dalam hak yang telah dilindungi bagi umat Islam di
kodifikasi Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia terutama dalam mensikapi regulasi
bagi orang Islam di Indonesia. Kebutuhan bsinis global, sehingga umat Islam tidak perlu
hukum bagi orang Islam dalam mengkonsumsi ragu mengkonsumsi makanan dan minuman
makanan yang sesuai dengan syari'at Islam. yang beredar baik yang diproduksi di dalam
Dengan adanya jaminan konsumen negeri atau yang diproduksi dari luar negeri,
dalam UUD 1945 tidak berarti pembentukan karena pasal 30 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Hukum Perlindungan Konsumen bagi produk Pangan mewajibkan makanan yang masuk dan
halal di Indonesia mendapatkan tempat yang keluar berlabel halal. adapun hak-hak konsumen
khusus seperti pembentukan hukum Peradilan muslim yang telah dipayungi dari pasal-pasal
Agama dan hukum perkawinan Islam, bahkan tersebut diantaranya:
memiliki peradilan khusus (peradilan Agama) a) Hak untuk mendapatkan produk halal.
tersendiri. Selama ini kepastian hukum produk
b) Hak untuk diberi secara jelas hal-hal yang
halal disandarkan kepada hukum yang berlaku
menyangkut produk.
di Indonesia, sejak tahun 1945 sampai tahun
c) Hak untuk memilih berbagai produk yang
1996 produk halal tidak memiliki landasan
tersedia.
hukum yang jelas berupa aturan perundang-
undangan, baru pada tahun 1996 dengan d) Hak untuk didengar.
diundangkannya Undang-Undang Nomor e) Hak untuk mendapatkan perlindungan dan
7 Tahun 1996 tentang Pangan Produk Halal jaminan dari negara terhadap tersedianya
mendapat tempat dalam hukum Indonesia produk halal.
80 JEBI (Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam)-Volume 1, No.1, Januari-Juni 2016

f ) Hak untuk mendapatkan pendidikan g) Susu, es krim


konsumen. h) Daging dan hasil olahannya.
Dalam regulasi bisnis dengan adanya i) Produk yang mengandung minyak hewan,
Undang-Undang Pangan ini, maka setiap gelatin, shortening, lecthin.
perusahaan atau perilaku bisnis memiliki j) Produk lain yang dianggap perlu.
kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan
Tulisan halal harus ditulis dengan huruf
demi melindungi kepentingan konsumsi umat
Arab dan huruf Latin, berwarna hijau dengan
Islam, Undang-Undang Pangan ini sekaligus
ukuran sekurang-kurangnya Univers Medium
membatasi aturan-aturan regulasi bisnis dan
Corps 12 disertai tanda pengenal di dalam
kode etik profesi dan perdagangan.
garis kotak. Tulisan halal harus berada pada
Setiap produsen atau perilaku bisnis wadah atau bungkus yang sesuai, sehingga
memiliki kewajiban untuk mencantumkan tidak mudah terlepas dan dikelilingi oleh
label dalam kemasannya berupa; nama produk, tulisan Majelis Ulama Indonesia, seperti
daftar bahan yang digunakan, berat bersih, contoh berikut:
nama dan alamat produsen, tanggal, tahun
kadaluarsa dan keterangan halal, ketentuan
ini berlaku untuk seluruh produk, baik yang
diproduksi di dalam negeri atau produk dari
luar negeri (produk import). Adapun produk-
produk yang diwajibkan untuk dicantumkan
label halal diatur melalui keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 82/Menkes/SK/I/ 1996
Gambar 1. Label Halal
tentang pencantuman tulisan halal pada label
makanan, terdapat dalam pasal 2 dan pasal Produsen atau perilaku bisnis yang
3: bab II Label, pasal 2: "Pada label makanan mencantumkan tulisan halal harus
dapat dicantumkan label halal". Pasal 3 ayat bertanggungjawab terhadap halalnya makanan
(1) "produk makanan yang dapat dicantumkan tersebut. Ketentuan ini berlaku untuk produk
tulisan halal sebagaimana dalam pasal 2 yang diproduksi di dalam negeri maupun impor.
meliputi:
a) Mie. KESIMPULAN
b) Bumbu masak. Pelaksanaan produk halal dengan
menerapkan labelisasi dan sertifikasi halal
c) Kecap.
tidak dilakukan secara sungguh-sungguh,
d) Biskuit.
baik oleh pemerintah maupun oleh dunia
e) Minyak goreng. usaha. Labelisasi dan sertifikasi halal telah
f ) Coklat/permen. memiliki UU No 8 tahun 1999, meskipun
Perlindungan Konsumen:Labelisasi Halal (Slamet Mujiono) 81

demikian belum memihak sepenuhnya kepada Black, Donald. The Behavior of Law. London :
perlindungan konsumen. Academic Press San Fransisco. 1976.
Perlindungan konsumen muslim melalui Bakry, HM Nurchalis dkk. Bioteknologi dan
jalur lembaga perlindungan konsumen selama al-Qur’an Referensi dalam Da’i Modern.
ini sifatnya baru berupa kasuistik. Adanya Jakarta : Gema Insani Press, 2000.
BPOM MUI dan terbentuknya undang-
undang tentang makanan yang halal dan Bisri, Hasan, KH, dkk. 20 Tahun Majelis
haram bukan berarti hak-hak konsumen Ulama Indonesia. Jakarta : MUI, 1995.
muslim untuk mendapat produk halal sudah Fardiz, Srikanti. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta
terpenuhi, karena untuk membuktikan apakah : Gramedia Utama, 1992.
produk yang dikonsumsi di masyarakat halal
atau haram masih sulit bagi konsumen muslim. Hartono, Sunaryati. In Search of New Legal
Selama ini konsumen muslim percaya kepada Principles. Bandung : Binacipta Publishing
informasi dari produsen, penjual, promosi dan Company, 1992.
label halal dan komposisi yang tercantum pada Hermana. Iradiasi Pangan. Bandung : ITB,
kemasan produk. 2002.

DAFTAR PUSTAKA Idham, Ibrahim, dkk. Laporan Akhir Tim


Penelitian Terhadap Perlindungan
Abdullah, Imam Baehaqie dkk. Menggugat
Konsumen atas Kelalaian Produsen. Jakarta :
Hak, Panduan Konsumen bila Dirugikan.
BPHN Departemen Kehakiman RI, 1992.
Jakarta :YLKI, 1990.
Kahf, Monzer. Ekonomi Islam Telaah Analitik
Atho Muzdhar, Muhammad. Fatwa’ of the
Terhadap Fungsi Islam. Penerjemah. M.
Council of Indonesia Ulama: A Study of
Nastangin. Yogyakarta : Amal Bakti Wakaf.
Islamic Legal Tought in Indonesia 1975-
1997.
1988, Jakarta : INIS, 1993.
Nasution, AZ. Konsumen dan Hukum. Jakarta
Aziz Dahlan (editor). Abdul. Ensklopedi
: Pustaka Sinar Harapan. 2000.
Hukum Islam. Jakarta : PT. Ikhtiar Baru,
Van Hoeve, 1997. Nasution, AZ. Hukum Perlindungan Konsumen.
Jakarta: Diadit Media, 2002.
Ari Efendi dan Hamid, Edy Suandi. Pengantar
Teori Konsumen dan Harga. Yogyakarta : Tantri, C dan Sularsi. 2001. Gerakan Organisasi
BPFE. Universitas Islam Indonesia, 2001. Konsumen. Jakarta: YLKI, 1995.

Bajari, Al, Syekh Muhammad Asryad. Kitab


Sabilal Muthadin II. Surabaya : Bina Ilmu,
1978.

You might also like