Professional Documents
Culture Documents
Faktor Risiko Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura Di Kabupaten Lampung Barat
Faktor Risiko Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura Di Kabupaten Lampung Barat
Kata Kunci : Keracunan pestisida masih menjadi masalah kesehatan yang penting di daerah pertanian, khususnya
pertanian hortikultura. Berbagai efek kesehatan kronik dapat ditimbulkan akibat paparan pestisida
Pestisida, cholinesterase, jangka panjang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor risiko keracunan pestisida pada petani
hortikultura, APD, dosis hortikultura di Kabupaten Lampung Barat.
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional yang dilakukan di empat wilayah berbeda sebagai
sentra pertanian hortikultura Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Penelitian melibatkan 289
orang partisipan dengan metode wawancara, observasi serta pemeriksaan sampel darah untuk
pemeriksaan kadar cholinesterase sebagai indikator keracunan pestisida. Pada bagian ini, kami telah
menerapkan prosedur etik penelitian. Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan uji Chi squre,
Odds Ratio dan Regresi Logistic.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa faktor risiko keracunan pestisida adalah penggunaan alat
pelindung diri (APD) yang tidak lengkap, penyemprotan dengan dosis berlebihan dan frekwensi
penyemprotan. Tidak menggunakan APD secara lengkap berisiko 4,54 kali (OR=4,54; 95% CI 2,09-
9,83) lebih tinggi mengalami keracunan pestisida, dan secara statistik menunjukkan hubungan yang
sangat signifikans (p-value =0,0001). Sedangkan penggunaan dosis berlebihan berisiko 4,39 kali
(OR=4,39; 95% CI 1,87-10,33; p-value =0,001); dan frekwensi penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu
berisiko 2,33 kali lebih tinggi mengalami keracunan pestisida (OR=2,33; 95% CI 1,24-4,40; p-value
=0,009).
Penggunaan dosis pestisida secara berlebihan serta frekwensi penyemprotan dengan metode cover
blanked, menjadi faktor utama paparan pestisida pada petani. Di sisi lain, penggunaan APD menjadi
metode proteksi dari paparan. Perlu upaya bersama melalui peningkatan pengetahuan tentang
bahaya pestisida, pengelolaan pestisida, cara bekerja dengan aman, dan penggunaan APD.
⁎
Corresponding author : Prayudhy Yushananta
Jl. Soekarno-Hatta No 6, Bandar Lampung, Provinsi Lampung
Email : prayudhiyushananta@poltekkes-tjk.ac.id
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
2
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
3
pemutaran pada 500 RPM selama 15 menit. 0,792), masa kerja (p-value = 0,077), cara kerja
Selanjutnya, serum dikirim pada suhu 40C untuk (p-value = 0,471), dan pengetahuan (p-value =
dilakukan pemeriksaan di Laboratorium 0,946). Sedangkan variabel yang menunjukkan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. hubungan yang signifikans dengan keracunan
Pengukuran kadar cholinesterase menggunakan pestisida adalah frekwensi penyemprotan (p-
sphectrofotometer pada panjang gelombang 405 value = 0,004), dosis pestisida (p-value = 0,000),
nm. dan penggnaan APD (p-value = 0,000).
Dilakukan analisis multivariat untuk
3. Analisis Data mengetahui hubungan yang valid serta variabel
Pada penelitian ini, kami menggunakan yang dominan antara variabel independen
perangkat lunak statistik SPSS 20.0 untuk dengan keracunan pestisida. Hasil analisis
menganalisis data, dan dilakukan secara mendapatkan bahwa variabel yang paling tinggi
bertahap. Analisis univariat menggunakan risikonya terhadap keracunan pestisida adalah
frekwensi dan proporsi; bivariat menggunakan penggunaan APD yang tidak lengkap (Tabel 3).
chi square dan Odds Ratio; dan multivariat Tidak menggunakan APD secara lengkap
dengan Regresi Logistic. berisiko 4,45 kali (OR=4,54; 95%CI=2,09-9,83)
lebih tinggi mengalami keracunan pestisida,
HASIL dibandingkan yang menggunakan APD secara
lengkap. Secara statistik, kedua variabel
Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan
menunjukkan hubungan yang sangat signifikans
bahwa sebanyak 24,6% petani mengalami
(p-value=0,0001).
keracunan pestisida, ditandai dengan kadar
Pada Table 3 juga terlihat bahwa penggunaan
enzim cholinesterase < 3990 μ/L, dan lebih dari
dosis pestisida berlebihan mempunyai risiko 4,39
separuh petani bekerja lebih dari 5 jam per hari
kali (OR=4,39; 95%CI=1,87-10,33) lebih tinggi
(68,2%%).
untuk mengalami keracunan pestisida, dan
Pada Tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar
secara statistik menunjukkan hubungan yang
responden (79,2%) telah bekerja pada pertanian
signifikans (p-value=0,001). Sedangkan
holtikultura lebih dari 5 tahun. Namun, sebanyak
frekwensi penyemprotan lebih dari 2 kali
63,3% masih bekerja dengan cara yang berisiko
seminggu, berisiko 2,33 kali (OR=2,33;
keracunan.
95%CI=1,24-4,40) lebih tinggi mengalami
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
keracunan pestisida, dengan kemaknaan statistik
penyemprotan tanaman dilakukan lebih dari 2
sebesar 0,009.
kali seminggu (59,5%), dan sebanyak 67,8%
menggunakan pestisida dengan dosis yang
PEMBAHASAN
berlebihan. Sebanyak 62,3% petani tidak
menggunaan alat pelindung diri (APD) secara Keracunan pestisida dalam darah diukur
lengkap untuk melindungi dirinya dari paparan dengan metode kinetic yang ditandai adanya
pestisida, dan sebanyak 40,5% petani masih reaksi potasium ferosianida menjadi potasium
memiliki pengetahuan yang kurang baik dalam ferisianida akibat reaksi reduksi.
pengelolaan pestisida. Spektrofotometer digunakan untuk pembacaan
hasil pada panjang gelombang 405 nm. Hasilnya
Tabel 1: Distribusi Keracunan Responden menunjukkan sebanyak 24,6% petani
hortikulutura mengalami keracunan. Masuknya
Variabel n %
racun pertisida melalui kulit, mulut, dan saluran
Keracunan 71 24,6
pernapasan, akan mengganggu kerja enzin
Tidak Keracunan 218 75,4
Cholinesterase dalam darah, yang berperan
dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut
Dilakukan analisis chi square untuk
syaraf (Agustina & Norfai, 2018; Azmi et al.,
mengetahui hubungan masing-masing variabel
2006; Del Prado-Lu, 2007; Eskenazi et al., 2004;
independen dengan keracunan pestisida. Hasil
Istianah. & Yuniastuti, 2017; Kapeleka, Sauli,
analisis tidak menunjukkan hubungan yang
Sadik, & Ndakidemi, 2019; Rustia, Wispriyono,
signifikans pada variabel lama bekerja (p-value =
Susana, & Luthfiah, 2010; Yushananta, Ahyanti,
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
4
& Anggraini, 2020). Efek keracunan akibat anemia, anorexia, dan neuropati tertunda
paparan pestisida berlebihan adalah gejala (Agustina & Norfai, 2018; Azmi et al., 2006; Britt
sistem saraf seperti sakit kepala, pusing, & Budinky A, 2000; Prasetyaningsih et al., 2017;
paresthesia, tremor, diskoordinasi, Sihana et al., 2019; Yushananta et al., 2020).
kejang. Sedangkan efek kronis jangka panjang
dapat mengakibatkan berat badan menurun,
Hasil penelitian mendapatkan tiga variabel keracunan pada petani (Istianah. & Yuniastuti,
yang berhubungan dengan keracunan pestisida, 2017). Penelitian lain juga menyampaikan hasil
yaitu penggunaan APD yang tidak lengkap, dosis yang sama (Arwin & Suyud, 2016; Azmi et al.,
pestisida berlebihan, dan frekwensi 2006; Del Prado-Lu, 2007; Kapeleka, Sauli, Sadik,
penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu. APD & Ndakidemi, 2019; Kurniasih, Setiani, &
adalah perlengkapan kerja yang harus Nugraheni, 2013; Okvitasari et al., 2016;
digunakan saat melakukan penyemprotan Prasetyaningsih et al., 2017). Perilaku tidak
pestisida agar terlindungi dari paparan pestisida, menggunakan APD secara lengkap pada saat
terdiri dari topi, kacamata, masker, baju lengan mengaplikasikan pestisida merupakan kebiasaan
panjang, sarung tangan, celana panjang, dan yang dilakukan secara terus menerus, termasuk
sepatu bot (Depnaker, 1986). Hasil penelitian dalam mencampur pestisida (Arwin & Suyud,
mendapatkan bahwa penggunaan APD yang 2016; Istianah. & Yuniastuti, 2017). Penggunaan
tidak lengkap merupakan variabel yang paling APD yang rendah menunjukkan kurangnya
dominan berhubungan dengan kejadian pemahaman petani tentang risiko pestisida
keracunan pestisida, dengan nilai risiko sebesar (Fauziyyah et al., 2017)
4,54 kali. Penggunaan APD merupakan variabel
yang berhubungan signifikans dengan
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
5
Masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui adalah penyemprotan yang dilakukan tanpa
beberapa cara (portal of enty), yaitu kulit, melihat ada atau tidaknya hama pada tanaman
pernafasan, dan pencernaan. Cara yang paling atau dilakukan secara “Cover Blanket System”
sering adalah melalui kulit, dan penyerapannya (Prasetyaningsih et al., 2017; Yushananta et al.,
akan semakin efektif apabila terdapat kelainan 2020) Pada penelitian ini, risiko mengalami
kulit atau keringat. Sedangkan keracunan keracunan pada petani yang melakukan
melalui pernafasan merupakan kasus terbanyak penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu
kedua setelah kontaminasi kulit (Kurniasih et al., sebesar 2,33 kali. Frekwensi penyemprotan
2013). Penggunaan APD berperan untuk berkaitan dengan frekwensi paparan paestisida.
menutup pintu masuk (portal of enty), sehingga Menghindari keracunan sekaligus
tubuh terlindungi.dari paparan pestisida. APD meningkatkan efektifitas penggunaan
merupakan upaya penggunaan alat yang pestisidam sebaiknya penyemprotan dilakukan
berfungsi untuk mengisolasi sebagian atau pada sore hari (pukul 16.00-17.00), ketika suhu
seluruh tubuh dari sumber bahaya (Kemenaker udara kurang dari 300C, kembaban 50-80%, dan
RI, 2018). Keracunan pestisida disebabkan tidak kecepatan angin 3-5 km/jam. Penyemprotan
terlindunginya tubuh saat kontak dengan pada pagi hari, kandungan uap air masih tinggi
pestisidanya (Kurniasih et al., 2013; sehingga bercampur dengan butiran semprot
Prasetyaningsih et al., 2017). yang berakibat menurunnya efektifitas atau daya
Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang bunuh pestisida. Sedangkan penyemprotan yang
digunakan pada saat penyemprotan tanaman dilakukan pada siang hari saat matahari terik,
hortikultura. Hasil penelitian mendapatkan suhu udara di atas permukaan tanah lebih
sebanyak 67,8% petani menggunakan dosis rendah, sehingga akan terjadi pergerakan udara
yang berlebihan, tidak sesuai takaran seperti dari bawah ke atas (turbulensi) yang akan
tercantum pada label kemasan. Penggunaan menerbangkan butiran semprot. Penguapan
dosis hanya berdasarkan kebiasaan atau akan menurunkan efektifitas penyemprotan dan
pengalaman petani lain. Besarnya risiko meningkatkan paparan yang masuk lewat kulit
mengalami keracunan akibat penggunaan dosis (Kementan, 2020; Novizan, 2008).
yang berlebihan sebesar 4,39 kali. Selain Tiga variabel hasil analisis multivariat
menyebabkan keracunan, penggunaan pestisida membuktikan bahwa keracunan pestisida
dengan dosis besar dan secara terus-menerus berkaitan erat dengan jumlah atau dosis
dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara paparan dan frekwensi paparan. Semakin sering
lain terakumulasinya residu pestisida pada terpapar dengan dosis yang tinggi, akan
produk pertanian, pencemaran lingkungan meningkatkan risiko keracunan pestisida (Britt &
pertanian, penurunan produktivitas, dan Budinky A, 2000). Di sisi lain, penelitian juga
keracunan pada hewan non target (Agustina & menunjukkan bahwa penggunaan APD menjadi
Norfai, 2018; Fauziyyah et al., 2017; Istianah. & pemutus kontak atau penghalang dari paparan
Yuniastuti, 2017; Kurniasih et al., 2013; Okvitasari pestisida. Pola hubungan ketiga variabel dapat
et al., 2016; Rustia et al., 2010). dijelaskan pada Gambar 2.
Metode penyemprotan pestisida yang tidak
didasarkan pada pengendalian indikatif, juga
menjadi variabel yang berhubungan dengan
keracunan pestisida. Pengendalian non-indikatif
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
6
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
7
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)