Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

1

FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA PADA PETANI


HORTIKULTURA DI KABUPATEN LAMPUNG BARAT
Prayudhy Yushananta1*, Nia Melinda2, Arif Mahendra3, Mei Ahyanti4, Yetti Angraini5
1,2,3,4
Department of Environmental Health, Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang.
5
Department of Midwifery, Poltekkes Kemenkes Tanjungkarang

Artikel Info : Abstract


Pesticide poisoning is still an important health problem in agricultural areas, especially horticultural
Received 27 Juli 2020 agriculture. Various chronic health effects can be caused by long-term exposure to pesticides. This study
Accepted 15 Agustus 2020 aims to determine the risk factor of pesticide poisoning in horticultural farmers in West Lampung
Regency.
Available online 24 Agustus
The study used a cross sectional design which was conducted in four different areas as the center of
2020
horticulture agriculture, West Lampung Regency, Lampung Province. The study involved 289
participants by interviewing, observing and examining blood samples to measure cholinesterase levels
Editor: Ferry Kriswandana
as an indicator of pesticide poisoning. In this section, we have applied research ethical procedures. The
obtained data were analyzed using Chi squre test, Odds Ratio test and Logistic Regression.
The results showed that the risk factors for pesticide poisoning were incomplete use of personal
protected equipment (PPE), spraying with the wrong dose and spraying frequency. Unwearing a
complete PPE had a 4.54 times (OR = 4.54; 95% CI 2.09-9.83) higher risk of experiencing pesticide
Key word :
poisoning, and statistically suggested, a very significant relationship (p-value = 0.0001). While the use
of excessive dosage has a risk of 4.39 times (OR = 4.39; 95% CI 1.87-10.33; p-value = 0.001); and the
Pesticides, cholinesterase, frequency of spraying more than twice a week had a 2.33 times higher risk of experiencing pesticide
horticulture, PPE, dosage poisoning (OR = 2.33; 95% CI 1.24-4.40; p-value = 0.009).
Excessive use of pesticide dosage and the frequency of spraying with the cover blanked method are the
main factors of pesticide exposure to farmers. On the other hand, the use of PPE is a method of
protection from exposure. It needs joint efforts through increasing knowledge about the dangers of
pesticides, pesticide management, how to work safely, and the use of PPE.

Kata Kunci : Keracunan pestisida masih menjadi masalah kesehatan yang penting di daerah pertanian, khususnya
pertanian hortikultura. Berbagai efek kesehatan kronik dapat ditimbulkan akibat paparan pestisida
Pestisida, cholinesterase, jangka panjang. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor risiko keracunan pestisida pada petani
hortikultura, APD, dosis hortikultura di Kabupaten Lampung Barat.
Penelitian menggunakan rancangan cross sectional yang dilakukan di empat wilayah berbeda sebagai
sentra pertanian hortikultura Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Penelitian melibatkan 289
orang partisipan dengan metode wawancara, observasi serta pemeriksaan sampel darah untuk
pemeriksaan kadar cholinesterase sebagai indikator keracunan pestisida. Pada bagian ini, kami telah
menerapkan prosedur etik penelitian. Data yang diperoleh, dianalisis menggunakan uji Chi squre,
Odds Ratio dan Regresi Logistic.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa faktor risiko keracunan pestisida adalah penggunaan alat
pelindung diri (APD) yang tidak lengkap, penyemprotan dengan dosis berlebihan dan frekwensi
penyemprotan. Tidak menggunakan APD secara lengkap berisiko 4,54 kali (OR=4,54; 95% CI 2,09-
9,83) lebih tinggi mengalami keracunan pestisida, dan secara statistik menunjukkan hubungan yang
sangat signifikans (p-value =0,0001). Sedangkan penggunaan dosis berlebihan berisiko 4,39 kali
(OR=4,39; 95% CI 1,87-10,33; p-value =0,001); dan frekwensi penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu
berisiko 2,33 kali lebih tinggi mengalami keracunan pestisida (OR=2,33; 95% CI 1,24-4,40; p-value
=0,009).
Penggunaan dosis pestisida secara berlebihan serta frekwensi penyemprotan dengan metode cover
blanked, menjadi faktor utama paparan pestisida pada petani. Di sisi lain, penggunaan APD menjadi
metode proteksi dari paparan. Perlu upaya bersama melalui peningkatan pengetahuan tentang
bahaya pestisida, pengelolaan pestisida, cara bekerja dengan aman, dan penggunaan APD.


Corresponding author : Prayudhy Yushananta
Jl. Soekarno-Hatta No 6, Bandar Lampung, Provinsi Lampung
Email : prayudhiyushananta@poltekkes-tjk.ac.id

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
2

PENDAHULUAN terhadap kesehatan petani. Pengukuran paparan


Penggunaan pestisida seringkali bahan kimia termasuk pestisida dan
menimbulkan gangguan kesehatan baik pemeriksaan kesehatan akibat paparan bahan
terhadap petani maupun masyarakat sebagai kimia, seharusnya dilakukan secara rutin sebagai
konsumen hasil pertanian. Diperkirakan 1 sampai upaya menjamin dan melindungi keselamatan
5 juta kasus keracunan pestisida terjadi di dunia dan kesehatan pekerja (Depnaker, 1986;
setiap tahunnya, dengan kematian mencapai Kemenaker RI, 2018). Penelitian bertujuan untuk
220.000 jiwa. Keracunan pestisida terjadi akibat mengetahui faktor risiko keracunan pestisida
penggunaan dengan dosis yang tidak tepat dan pada petani hortikultura di Kabupaten Lampung
dilakukan secara terus menerus. Efek utama Barat. Penelitian ini telah melalui kaji etik oleh
keracunan pestisida adalah gangguan sistem Komisi Etik Penelitian Kesehatan Politeknik
saraf seperti sakit kepala, pusing, paresthesia, Kesehatan Tanjungkarang, dengan Ethical
tremor, diskoordinasi, kejang; serta menghambat cleareance nomor 211/EA/KEPK-TJK/VII/2019.
enzim asetylcholinesterase yang menggangu
organ gerak. Dampak jangka panjang pestisida METODE
antara lain anemia, anoreksia, berkurangnya 1. Subjek Penelitian
berat badan dan gangguan fungsi hati (Agustina Penelitian bertujuan mengetahui faktor risiko
& Norfai, 2018; Arwin & Suyud, 2016; Azmi, keracunan pestisida pada petani hortikultura
Naqvi, Azmi, & Aslam, 2006; Britt & Budinky A, dengan menggunakan rancangan cross sectional.
2000; Fauziyyah, Suhartono, & Astorina, 2017; Jumlah sampel sebanyak 289 orang yang
Kartini et al., 2019; Nassar, Salim, & Malhat, tersebar di 4 kecamatan sentra pertanian
2016; Neghab, Jalilian, Taheri, Tatar, & Haji hortikultura, yaitu Kecamatan Balik Bukit, Sukau,
Zadeh, 2018; Okvitasari, Anwar, & Suparmin, Sikincau, dan Way Tenong (Gambar 1). Pemilihan
2016; Patil, Patil, & Govindwar, 2003; sampel dilakukan dengan metode random, dan
Prasetyaningsih, Arisandi, & Retnosetiawati, besar sampel pada masing-masing lokasi
2017; Sihana, Dawson, & Buckley, 2019). mengikuti jumlah petani hortikultura secara
Salah satu pengguna pestisida terbesar pada proporsional. Pengambilan data dilakukan
pertanian adalah sektor pertanian hortikultura dengan wawancara dan melakukan observasi
yang digunakan dalam dosis besar dan terus pada setiap responden. Pada akhir wawancara,
menerus selama musim tanam. Sehingga, petani dilakukan pengambilan sampel darah untuk
tanaman holtikultural adalah populasi yang mengukur kadar Cholinestrase untuk
berisiko mengalami keracunan pestisida. mengetahui efek keracunan dari penggunaan
Paparan pestisida terjadi pada saat persiapan pestisida.
peralatan, mencampur pestisida, penyemprotan,
membersihkan alat dan pakaian kerja,
membersihkan rumput dan hama, menyiram
tanaman dan pemanenan.
Kabupaten Lampung Barat merupakan
daerah pertanian hortikultura terluas di Provinsi
Lampung. Berdasarkan sumber pendapatan
daerah, sektor pertanian (dalam hal ini tanaman
pangan dan hortikultura) merupakan sektor
yang sangat vital dan strategis bagi
perekonomian dengan rerata kontribusi Gambar 1. Peta Kabupaten Lampung Barat (BPS,
pendapatan sebesar 53,81% PDRB. Luas lahan 2019)
pertanian hortikultura seluas 1.254Ha dengan
produksi tanaman sayuran sebesar 237.500 ton 2. Sampel darah
yang terdiri dari bawang merah, kentang, cabai Sampel darah diambil dari pembuluh darah
dan kubis (BPS, 2019). vena menggunakan jarum suntik heparinized
Namun, hingga saat ini belum terdapat untuk menghindari pembekuan. Pembuatan
pemetaan dampak penggunaan pestisida serum darah dilakukan in-situ dengan

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
3

pemutaran pada 500 RPM selama 15 menit. 0,792), masa kerja (p-value = 0,077), cara kerja
Selanjutnya, serum dikirim pada suhu 40C untuk (p-value = 0,471), dan pengetahuan (p-value =
dilakukan pemeriksaan di Laboratorium 0,946). Sedangkan variabel yang menunjukkan
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. hubungan yang signifikans dengan keracunan
Pengukuran kadar cholinesterase menggunakan pestisida adalah frekwensi penyemprotan (p-
sphectrofotometer pada panjang gelombang 405 value = 0,004), dosis pestisida (p-value = 0,000),
nm. dan penggnaan APD (p-value = 0,000).
Dilakukan analisis multivariat untuk
3. Analisis Data mengetahui hubungan yang valid serta variabel
Pada penelitian ini, kami menggunakan yang dominan antara variabel independen
perangkat lunak statistik SPSS 20.0 untuk dengan keracunan pestisida. Hasil analisis
menganalisis data, dan dilakukan secara mendapatkan bahwa variabel yang paling tinggi
bertahap. Analisis univariat menggunakan risikonya terhadap keracunan pestisida adalah
frekwensi dan proporsi; bivariat menggunakan penggunaan APD yang tidak lengkap (Tabel 3).
chi square dan Odds Ratio; dan multivariat Tidak menggunakan APD secara lengkap
dengan Regresi Logistic. berisiko 4,45 kali (OR=4,54; 95%CI=2,09-9,83)
lebih tinggi mengalami keracunan pestisida,
HASIL dibandingkan yang menggunakan APD secara
lengkap. Secara statistik, kedua variabel
Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan
menunjukkan hubungan yang sangat signifikans
bahwa sebanyak 24,6% petani mengalami
(p-value=0,0001).
keracunan pestisida, ditandai dengan kadar
Pada Table 3 juga terlihat bahwa penggunaan
enzim cholinesterase < 3990 μ/L, dan lebih dari
dosis pestisida berlebihan mempunyai risiko 4,39
separuh petani bekerja lebih dari 5 jam per hari
kali (OR=4,39; 95%CI=1,87-10,33) lebih tinggi
(68,2%%).
untuk mengalami keracunan pestisida, dan
Pada Tabel 2 terlihat bahwa sebagian besar
secara statistik menunjukkan hubungan yang
responden (79,2%) telah bekerja pada pertanian
signifikans (p-value=0,001). Sedangkan
holtikultura lebih dari 5 tahun. Namun, sebanyak
frekwensi penyemprotan lebih dari 2 kali
63,3% masih bekerja dengan cara yang berisiko
seminggu, berisiko 2,33 kali (OR=2,33;
keracunan.
95%CI=1,24-4,40) lebih tinggi mengalami
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa
keracunan pestisida, dengan kemaknaan statistik
penyemprotan tanaman dilakukan lebih dari 2
sebesar 0,009.
kali seminggu (59,5%), dan sebanyak 67,8%
menggunakan pestisida dengan dosis yang
PEMBAHASAN
berlebihan. Sebanyak 62,3% petani tidak
menggunaan alat pelindung diri (APD) secara Keracunan pestisida dalam darah diukur
lengkap untuk melindungi dirinya dari paparan dengan metode kinetic yang ditandai adanya
pestisida, dan sebanyak 40,5% petani masih reaksi potasium ferosianida menjadi potasium
memiliki pengetahuan yang kurang baik dalam ferisianida akibat reaksi reduksi.
pengelolaan pestisida. Spektrofotometer digunakan untuk pembacaan
hasil pada panjang gelombang 405 nm. Hasilnya
Tabel 1: Distribusi Keracunan Responden menunjukkan sebanyak 24,6% petani
hortikulutura mengalami keracunan. Masuknya
Variabel n %
racun pertisida melalui kulit, mulut, dan saluran
Keracunan 71 24,6
pernapasan, akan mengganggu kerja enzin
Tidak Keracunan 218 75,4
Cholinesterase dalam darah, yang berperan
dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut
Dilakukan analisis chi square untuk
syaraf (Agustina & Norfai, 2018; Azmi et al.,
mengetahui hubungan masing-masing variabel
2006; Del Prado-Lu, 2007; Eskenazi et al., 2004;
independen dengan keracunan pestisida. Hasil
Istianah. & Yuniastuti, 2017; Kapeleka, Sauli,
analisis tidak menunjukkan hubungan yang
Sadik, & Ndakidemi, 2019; Rustia, Wispriyono,
signifikans pada variabel lama bekerja (p-value =
Susana, & Luthfiah, 2010; Yushananta, Ahyanti,
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
4

& Anggraini, 2020). Efek keracunan akibat anemia, anorexia, dan neuropati tertunda
paparan pestisida berlebihan adalah gejala (Agustina & Norfai, 2018; Azmi et al., 2006; Britt
sistem saraf seperti sakit kepala, pusing, & Budinky A, 2000; Prasetyaningsih et al., 2017;
paresthesia, tremor, diskoordinasi, Sihana et al., 2019; Yushananta et al., 2020).
kejang. Sedangkan efek kronis jangka panjang
dapat mengakibatkan berat badan menurun,

Tabel 2: Distibusi dan Hubungan Variabel Penelitian dengan Keracunan Pestisida


p-
Variabel n % n % n % OR 95%CI
Value
Lama Bekerja > 5 jam sehari 197 68,2 47 23,86 150 76,14 0,89
0,792 0,5092-
< 5 jam sehari 92 31,8 24 26,09 68 73,91
1,57
Masa kerja > 5 tahun 229 79,2 62 27,07 167 72,93 2,1
0,077
1-5 tahun 60 20,8 9 15 51 85 0,98-4,53
Cara Kerja <Kurang Baik 183 63,3 48 26,23 135 73,77 1,28
0,471
Baik 106 36,7 23 21,7 83 78,3 0,73-2,26
Frekwensi > 2 kali
172 59,5 53 30,81 119 69,19 2,45
Penyemprotan seminggu
0,004
1-2 kali
117 40,5 18 15,38 99 84,62 1,35-4,45
seminggu
Dosis Pestisida Melebihi Dosis 196 67,8 64 32,65 132 67,35 5,957
0
Sesuai Dosis 93 32,2 7 7,53 86 92,47 2,61-13,61
Penggunaan APD Tidak Lengkap 180 62,3 62 34,44 118 65,56 5,84
0
Lengkap 109 37,7 9 8,26 100 91,74 2,76-12,34
Pengetahuan Kurang Baik 117 40,5 28 23,93 89 76,07 0,94
0,946
Baik 172 59,5 43 25 129 75 0,55-1,63

Hasil penelitian mendapatkan tiga variabel keracunan pada petani (Istianah. & Yuniastuti,
yang berhubungan dengan keracunan pestisida, 2017). Penelitian lain juga menyampaikan hasil
yaitu penggunaan APD yang tidak lengkap, dosis yang sama (Arwin & Suyud, 2016; Azmi et al.,
pestisida berlebihan, dan frekwensi 2006; Del Prado-Lu, 2007; Kapeleka, Sauli, Sadik,
penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu. APD & Ndakidemi, 2019; Kurniasih, Setiani, &
adalah perlengkapan kerja yang harus Nugraheni, 2013; Okvitasari et al., 2016;
digunakan saat melakukan penyemprotan Prasetyaningsih et al., 2017). Perilaku tidak
pestisida agar terlindungi dari paparan pestisida, menggunakan APD secara lengkap pada saat
terdiri dari topi, kacamata, masker, baju lengan mengaplikasikan pestisida merupakan kebiasaan
panjang, sarung tangan, celana panjang, dan yang dilakukan secara terus menerus, termasuk
sepatu bot (Depnaker, 1986). Hasil penelitian dalam mencampur pestisida (Arwin & Suyud,
mendapatkan bahwa penggunaan APD yang 2016; Istianah. & Yuniastuti, 2017). Penggunaan
tidak lengkap merupakan variabel yang paling APD yang rendah menunjukkan kurangnya
dominan berhubungan dengan kejadian pemahaman petani tentang risiko pestisida
keracunan pestisida, dengan nilai risiko sebesar (Fauziyyah et al., 2017)
4,54 kali. Penggunaan APD merupakan variabel
yang berhubungan signifikans dengan

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
5

Tabel 3: Hasil analisis Multivariat

Keracunan B SE p-wald OR 95% CI


Penggunaan APD 1,512 0,394 0,0001 4,54 2,09-9,83
Frekwensi Penyemprotan 0,847 0,324 0,009 2,33 1,24-4,40
Dosis Pestisida 1,481 0,436 0,001 4,39 1,87-10,33
Constanta -3,936 0,552 0,0001 0,02

Masuknya pestisida ke dalam tubuh melalui adalah penyemprotan yang dilakukan tanpa
beberapa cara (portal of enty), yaitu kulit, melihat ada atau tidaknya hama pada tanaman
pernafasan, dan pencernaan. Cara yang paling atau dilakukan secara “Cover Blanket System”
sering adalah melalui kulit, dan penyerapannya (Prasetyaningsih et al., 2017; Yushananta et al.,
akan semakin efektif apabila terdapat kelainan 2020) Pada penelitian ini, risiko mengalami
kulit atau keringat. Sedangkan keracunan keracunan pada petani yang melakukan
melalui pernafasan merupakan kasus terbanyak penyemprotan lebih dari 2 kali seminggu
kedua setelah kontaminasi kulit (Kurniasih et al., sebesar 2,33 kali. Frekwensi penyemprotan
2013). Penggunaan APD berperan untuk berkaitan dengan frekwensi paparan paestisida.
menutup pintu masuk (portal of enty), sehingga Menghindari keracunan sekaligus
tubuh terlindungi.dari paparan pestisida. APD meningkatkan efektifitas penggunaan
merupakan upaya penggunaan alat yang pestisidam sebaiknya penyemprotan dilakukan
berfungsi untuk mengisolasi sebagian atau pada sore hari (pukul 16.00-17.00), ketika suhu
seluruh tubuh dari sumber bahaya (Kemenaker udara kurang dari 300C, kembaban 50-80%, dan
RI, 2018). Keracunan pestisida disebabkan tidak kecepatan angin 3-5 km/jam. Penyemprotan
terlindunginya tubuh saat kontak dengan pada pagi hari, kandungan uap air masih tinggi
pestisidanya (Kurniasih et al., 2013; sehingga bercampur dengan butiran semprot
Prasetyaningsih et al., 2017). yang berakibat menurunnya efektifitas atau daya
Dosis pestisida adalah jumlah pestisida yang bunuh pestisida. Sedangkan penyemprotan yang
digunakan pada saat penyemprotan tanaman dilakukan pada siang hari saat matahari terik,
hortikultura. Hasil penelitian mendapatkan suhu udara di atas permukaan tanah lebih
sebanyak 67,8% petani menggunakan dosis rendah, sehingga akan terjadi pergerakan udara
yang berlebihan, tidak sesuai takaran seperti dari bawah ke atas (turbulensi) yang akan
tercantum pada label kemasan. Penggunaan menerbangkan butiran semprot. Penguapan
dosis hanya berdasarkan kebiasaan atau akan menurunkan efektifitas penyemprotan dan
pengalaman petani lain. Besarnya risiko meningkatkan paparan yang masuk lewat kulit
mengalami keracunan akibat penggunaan dosis (Kementan, 2020; Novizan, 2008).
yang berlebihan sebesar 4,39 kali. Selain Tiga variabel hasil analisis multivariat
menyebabkan keracunan, penggunaan pestisida membuktikan bahwa keracunan pestisida
dengan dosis besar dan secara terus-menerus berkaitan erat dengan jumlah atau dosis
dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara paparan dan frekwensi paparan. Semakin sering
lain terakumulasinya residu pestisida pada terpapar dengan dosis yang tinggi, akan
produk pertanian, pencemaran lingkungan meningkatkan risiko keracunan pestisida (Britt &
pertanian, penurunan produktivitas, dan Budinky A, 2000). Di sisi lain, penelitian juga
keracunan pada hewan non target (Agustina & menunjukkan bahwa penggunaan APD menjadi
Norfai, 2018; Fauziyyah et al., 2017; Istianah. & pemutus kontak atau penghalang dari paparan
Yuniastuti, 2017; Kurniasih et al., 2013; Okvitasari pestisida. Pola hubungan ketiga variabel dapat
et al., 2016; Rustia et al., 2010). dijelaskan pada Gambar 2.
Metode penyemprotan pestisida yang tidak
didasarkan pada pengendalian indikatif, juga
menjadi variabel yang berhubungan dengan
keracunan pestisida. Pengendalian non-indikatif

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
6

bekerja, dan membuang kemasan di


sembarang tempat, merupakan cara kerja
yang umum ditemukan pada petani
hortikultura. Cara kerja yang kurang baik akan
meningkatkan risiko keracunan pestisida (Del
Prado-Lu, 2007; Istianah. & Yuniastuti, 2017;
Kapeleka et al., 2019; Kurniasih et al., 2013)
Pengetahuan seseorang terhadap suatu
Gambar 2. Hubungan dosis, frekwensi paparan, objek akan berpengaruhi pada sikap yang
APD dan keracunan pestisida ditunjukkan, yang selanjutnya mempengaruhi
perilaku. Pada penelitian ini, hampir separuh
Gambar 2 menunjukkan bahwa APD petani memiliki pengetahuan yang kurang
berperan sebagai proteksi dari paparan baik tentang pengelolaan pestisida. Walaupun
pestisida. Namun demikian, penggunaan secara statistik tidak berhubungan, namun
pestisida dengan dosis berlebih serta tingkat pengetahuan diduga ikut berperan
frekwensi penyemprotan berlebihan tidak dalam perilaku penggunaan APD dan cara
disarankan, karena residu pestisida akan kerja. Pengetahuan tentang penggunaan
berdampak pada produk pertanian, pencemaran pestisida secara aman akan bermanfaat bagi
lingkungan pertanian, penurunan produktivitas, petani, masyarakat dan lingkungan (Istianah.
dan keracunan pada hewan non target (Agustina & Yuniastuti, 2017).
& Norfai, 2018; Fauziyyah et al., 2017; Istianah. & Strategi intervensi utama yang harus
Yuniastuti, 2017; Kurniasih et al., 2013; Okvitasari dilakukan untuk menurunkan risiko keracunan
et al., 2016; Rustia et al., 2010). pestisida pada petani hortikultura adalah
Walaupun pada penelitian ini tidak minimasi paparan, melalui penggunaan dosis
menunjukkan hubungan statistik yang yang adekuat, frekwensi penyemprotan
bermakna, keracunan pestisida diduga juga dengan pendekatan pengendalian indikatif,
berkaitan dengan lama bekerja, masa kerja, serta penggunaan APD secara lengkap.
cara kerja, dan pengetahuan. Hasil penelitian Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
mendapatkan bahwa sebagian besar petani tentang bahaya pestisida, cara pengelolaan
telah bekerja pada pertanian hortikultura lebih dan pengaplikasian pestisida yang tidak
dari 5 tahun (79,2%), bekerja lebih dari 5 jam berisiko, menjadi tuntutan intervensi
setiap harinya (68,2%), dan bekerja dengan mendesak yang harus dilakukan untuk
cara yang berisiko mengalami keracunan mengurangi risiko keracunan pestisida. Di sisi
(63,3%). Lamanya waktu kerja berkaitan lain, pengukuran paparan pestisida di lokasi
dengan lama paparan harian, sedangkan masa pertanian serta pemeriksaan kesehatan akibat
kerja berkaitan dengan risiko gangguan paparan pestisida pada petani juga harus
kesehatan kronis. Semakin lama waktu kerja dilakukan secara periodik oleh pengawas dan
dan masa kerja, maka semakin besar pula pemeriksa ketenagakerjaan, untuk menjamin
risiko keracunan pestisida (Agustina & Norfai, dan melindungi keselamatan dan kesehatan
2018; Arwin & Suyud, 2016; Istianah. & pekerja (Depnaker, 1986; Kemenaker RI, 2018).
Yuniastuti, 2017; Kapeleka et al., 2019;
Kurniasih et al., 2013; Okvitasari et al., 2016; SIMPULAN
Rustia et al., 2010). Menurut Permenaker Penelitian ini memberikan informasi yang
No.Per-03/Men/1986 pasal 2 ayat 21, tenaga berguna mengenai paparan pestisida pada
kerja yang mengelola pestisida tidak boleh pertanian hortikultura. Penggunaan APD yang
mengalami pemaparan >5 jam sehari dan 20 tidak lengkap, paparan pestisida dengan dosis
jam dalam seminggu (Depnaker, 1986). yang berlebihan serta tingginya frekwensi
Menyemprot tanpa memperhatikan arah penyemprotan, menjadi faktor risiko terjadinya
angin, bekerja di dekat lahan yang sedang di keracunan pestisida.
semprot, bekerja tanpa menggunakan APD Meningkatkan pengetahuan tentang
secara lengkap, makan dan minum sambil bahaya pestisida dan keterampilan cara

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
7

pengelolaan dan pengaplikasian pestisida, Studi Praktik Penggunaan Pestisida Dan


menjadi tuntutan mendesak yang harus Kejadian Anemia Pada Petani Buah Di Desa
dilakukan untuk mengurangi risiko keracunan Tunggak Kecamatan Toroh Kabupaten
pestisida. Di sisi lain, pengawasan dan Grobogan. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-
pengukuran paparan pestisida serta dampak Journal), 5(5), 860–870.
kesehatan akibat paparan pada petani, juga Istianah., & Yuniastuti, A. (2017). Hubungan Masa
harus dilakukan secara periodik untuk Kerja, Lama Menyemprot, Jenis Pestisida,
Penggunaan APD dan Pengelolaan Pestisida
menjamin dan melindungi keselamatan dan
dengan Kejadian Keracunan Pada Petani di
kesehatan pekerja.
Brebes. Public Health Perspective Journal, 2(2),
117–123.
DAFTAR PUSTAKA
Kapeleka, J. A., Sauli, E., Sadik, O., & Ndakidemi, P.
Agustina, N., & Norfai, N. (2018). Paparan Pestisida A. (2019). Biomonitoring of Acetylcholinesterase
terhadap Kejadian Anemia pada Petani (AChE) Activity among Smallholder Horticultural
Hortikultura. Majalah Kedokteran Bandung, Farmers Occupationally Exposed to Mixtures of
50(4), 215–221. Pesticides in Tanzania. Journal of Environmental
https://doi.org/10.15395/mkb.v50n4.1398 and Public Health, 2019, 1–11.
Arwin, N. M., & Suyud, S. (2016). Pajanan pestisida https://doi.org/10.1155/2019/3084501
dan kejadian anemia pada petani holtikultura di Kartini, A., Subagio, H. W., Hadisaputro, S.,
Kecamatan Cikajang , Kabupaten Garut tahun Kartasurya, M. I., Suhartono, S., & Budiyono, B.
2016. Berita Kedokteran Masyarakat, 32(7), 245– (2019). Pesticide exposure and stunting among
250. children in agricultural areas. International
Azmi, M. A., Naqvi, S. N. H., Azmi, M. A., & Aslam, Journal of Occupational and Environmental
M. (2006). Effect of pesticide residues on health Medicine, 10(1), 17–29.
and different enzyme levels in the blood of farm https://doi.org/10.15171/IJOEM.2019.1428
workers from Gadap (rural area) Karachi- Kemenaker RI. Peraturan Menteri Ketenaga Kerjaan
Pakistan. Chemosphere, 64(10), 1739–1744. Republik Indonesia No. 5 tahun 2018 tentang
https://doi.org/10.1016/j.chemosphere.2006.01. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan
016 Kerja. , 4 Kemenaker RI § (2018).
BPS. (2019). Provinsi Lampung Dalam Angka 2019. Kementan, B. (2020). Teknik Penyemprotan
Bandar lampung: BPS Provinsi Lampung. Pestisida. Balitbang Pertanian, Kemnetan RI.
Britt, J. K., & Budinky A, R. (2000). Principles of Retrieved from
toxicology: Environmental and Industrial hortikultura.litbang.pertanian.go.id
Applications, 2nd edition. In L. P. Williams, C. R. Kurniasih, S. A., Setiani, O., & Nugraheni, S. A.
James, & M. S. Roberts (Eds.), John Wiley & (2013). Faktor-faktor yang Terkait Paparan
Sons, Inc (2nd ed.). Pestisida dan Hubungannya dengan Kejadian
https://doi.org/10.1136/oem.58.8.545a Anemia pada Petani Hortikultura di Desa
Del Prado-Lu, J. L. (2007). Pesticide exposure, risk Gombong Kecamatan Belik Kabupaten
factors and health problems among cutflower Pemalang Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan
farmers: A cross sectional study. Journal of Lingkungan Indonesia, 12(2), 132–137.
Occupational Medicine and Toxicology, 2(1), 1–8. https://doi.org/10.14710/jkli.12.2.132
https://doi.org/10.1186/1745-6673-2-9 Nassar, A. M. K., Salim, Y. M., & Malhat, F. M.
Depnaker. Permenaker No 3 Tahun 1986 Tentang (2016). Assessment of pesticide residues in
Syarat-Syarat Keselamatan dan Kesehatandi human blood and effects of occupational
Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida. , Pub. L. exposure on hematological and hormonal
No. No 3 Tahun 1986, 1 (1986). qualities. Pakistan Journal of Biological Sciences,
Eskenazi, B., Harley, K., Bradman, A., Weltzien, E., 19(3), 95–105.
Jewell, N. P., Barr, D. B., … Holland, N. T. (2004). https://doi.org/10.3923/pjbs.2016.95.105
Association of in utero organophosphate Neghab, M., Jalilian, H., Taheri, S., Tatar, M., & Haji
pesticide exposure and fetal growth and length Zadeh, Z. (2018). Evaluation of hematological
of gestation in an agricultural population. and biochemical parameters of pesticide
Environmental Health Perspectives, 112(10), retailers following occupational exposure to a
1116–1124. https://doi.org/10.1289/ehp.6789 mixture of pesticides. Life Sciences, 202(April),
Fauziyyah, R., Suhartono, & Astorina, N. (2017). 182–187.
Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)
8

https://doi.org/10.1016/j.lfs.2018.04.020 Karang Rejo, Dusun Krinjing Lor, Desa


Novizan. (2008). Petunjuk Pemakaian Pestisida (1st Jatisarono, Kecamatan Naggulan, Kabupaten
ed.). Jakarta: AgroMedia Pustaka. Kulon Progo. THE 5TH URECOL PROCEEDING,
Okvitasari, R., Anwar, C., & Suparmin. (2016). (February), 452–457. Retrieved from
Hubungan Antara Keracunan Pestisida Dengan http://lpp.uad.ac.id/wp-
Kejadian Anemia Pada Petani Kentang Di content/uploads/2017/05/59.-yuliana-prasetya-
Gabungan Kelompok Tani Al Farruq Desa Patak 452-457.pdf
Banteng Kecamatan Kejajar Kabupaten Rustia, H. N., Wispriyono, B., Susana, D., & Luthfiah,
Wonosobo Tahun 2016. Politeknik Kesehatan F. N. (2010). Lama Pajanan Organofosfat
Kemenkes Semarang, 299–310. Terhadap Penurunan Petani Sayuran. Makara
Patil, J. A., Patil, A. J., & Govindwar, S. P. (2003). Kesehatan, 14(2), 95–101.
Biochemical effects of various pesticides on Sihana, F., Dawson, A. H., & Buckley, N. A. (2019). A
sprayers of grape gardens. Indian Journal of bedside test for methemoglobinemia , Srilanka.
Clinical Biochemistry, 18(2), 16–22. Bulletin of the World Health Organization A, 1–5.
https://doi.org/10.1007/BF02867362 Yushananta, P., Ahyanti, M., & Anggraini, Y. (2020).
Prasetyaningsih, Y., Arisandi, D., & Retnosetiawati, Risk of pesticides on anaemia events in
P. D. (2017). Persentase Kejadian Anemia Pada horticulture farmers. International Journal of
Petani Terpapar Pestisida Di Kelompok Tani Innovation, Creativity and Change, 13(2), 30–40.

Yushananta, P/Jurnal Ruwa Jurai Volume 14, Number 1, 2020 (page 1-8)

You might also like