Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

TOLERANSI BERAGAMA DALAM PRAKTEK NEGARA MADINAH

(UPAYA MENGUNGKAP REALITA SEJARAH NABAWIYAH)

Ardiansyah
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Sumatera Utara
Jl. Dr. Sutomo Ujung No. 3 Medan 20212
Email: ardi_maksum@yahoo.com

Abstract: Religious Tolerance in Medina: An Effort to Find out Reality of Nabawiyah History. Mostly news of
mass media recently has informed that there are many violences occured on behalf of religion. The horizontal
conflicts occured in many places due to interfaith gaps so that the religion is sometimes regarded as a trigger of
disharmony. All religions actually give peace and tolerance. The religious tolerance, however, means to behave,
to be really well to all, and to respect different religion that they believe. Such attitude will come from the
awareness and plurality which has been given by Allah naturally. The tolerance, on the other hand, does not
mean that all religions are equal and true in the context of worshiping the God. It is because the tolerance
also means freedom to worship the God based on their religious belief, not based on recognizing the truth of
each religion. In Islamic history, the religious tolerance used to practice when Muhammad saw was in Medina.
Besides the prophet Muhammad saw interacted intensively and on dominant with various interfaith and cross–
culture communities in the middle Arabian societies, as well as with the strongest power politic like Roman and
Persian at that time.
Keywords: religious tolerance, history, Medina, freedom of interfaith

Abstrak: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah (Upaya Mengungkap Realita Sejarah Nabawiyah).
Dari pemberitaan di media massa, sering kali diperoleh informasi betapa banyaknya tindak kekerasan yang
mengatasnamakan agama. Begitu juga konflik-konflik horisontal yang terjadi di masyarakat, tak jarang berlatar
belakang perbedaan agama, sehingga agama seolah-olah sebagai pemicu ketidak harmonisan. Padahal, semua
agama mengajarkan kedamaian dan toleransi. Toleransi beragama berarti sikap saling menghormati, menghargai
perbedaan dan merdeka untuk memeluk suatu agama yang diyakini. Sikap ini muncul dari kesadaran akan
kemajemukan yang merupakan suatu keniscayaan dari sunnatullah. Toleransi beragama tidak berarti semua
agama sama dan mesti mengakui kebenaran semua agama. Sebab toleransi beragama itu sendiri mengandung
makna kebebasan untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan agama masing-masing, bukan pengakuan
terhadap kebenarannya. Dalam sejarah Islam, toleransi beragama sudah dipraktekkan oleh Nabi Muhammad
saw. di Madinah. Ini terbukti dari penyampaian ajaran Islam lewat dakwah tanpa pemaksaan terhadap orang
lain. Selain itu, Nabi Muhammad saw juga berinteraksi secara intensif dengan berbagai kelompok agama dan
budaya yang berlaku secara dominan di tengah masyarakat Arab, serta kekuatan-kekuatan politik terbesar masa
itu seperti Romawi dan Persia.
Kata kunci: toleransi beragama, sejarah, Madinah, kebebasan beragama

Pendahuluan toleran dan perdamaian dunia. Ayat-ayat suci


Islam adalah agama perdamaian dan kasih Alquran banyak menekankan urgensi toleransi
sayang. Tidak sulit untuk membuktikan semboyan beragama yang penjabarannya didapatkan dalam
ini. Salah satu buktinya adalah ayat pertama dalam praktek kehidupan nabi Muhammad saw.
Alquran berbunyi: “ ” dengan nama Namun dewasa ini, tudingan terhadap
Allah yang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ayat ini Islam dan umatnya sebagai agen kekerasan
kemudian dijadikan sebagai pembuka dari surat- dan tindakan anarkis serta tuduhan teroris,
surat yang lain kecuali surat al-Taubah. Ruh dari semakin sering dilontarkan oleh orang-orang
ayat ini menjadi simbol dan prinsip dasar ajaran di luar Islam. Hal ini tentu tidak perlu ditanggapi
Islam yang membawa rahmat, mengandung pesan dengan emosional apalagi kekerasan. Sebab,

173 |
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

tindakan itu malah semakin memojokkan Islam Pengertian di atas juga menunjukkan bahwa
dan membenarkan tudingan mereka. Oleh sebab sikap toleran menjadi instrumen terpenting dalam
itu, umat Islam mestilah menemukan formulasi memelihara harmonisasi antar umat beragama.
tepat untuk menjawabnya dengan sikap terbaik, Konflik antar umat beragama telah berlangsung
guna mematahkan stigma tersebut. Sikap yang sejak kehadiran agama-agama itu sendiri.
bijak adalah menjawab tudingan itu dengan Membela agama kerap dijadikan alasan untuk
sikap toleran sesuai dengan praktek yang pernah melegitimasi tindak kekerasan dan anarkisme.
dilakukan nabi Muhammad saw baik di Mekah Hal ini tentunya dapat dihindarkan manakala
maupun Madinah. Bukankah ketika Nabi saw anak bangsa ini memahami dan menjalankan
hidup di dua kota suci itu berinteraksi secara ajaran agamanya dengan baik. Terkadang, kondisi
langsung dengan kaum yang berbeda aqidah ini semakin diperparah dengan berita-berita di
dengan akidah yang dibawa Nabi saw. Dalam media masa, baik cetak maupun elektronik, yang
pada itu, mengkaji ulang sejarah toleransi terkesan memblow-up permasalahan tersebut,
beragama yang dipraktekkan Nabi saw menjadi sehingga semakin memanaskan suasana. Di sisi
kebutuhan mendesak saat ini. Hal ini dapat lain, bermunculannya ‘pahlawan kesiangan’
dilakukan dengan merujuk kepada Alquran dan yang memiliki kepentingan untuk menjadikan
tafsirnya serta hadis-hadis sahih sebagai sumber konflik antar umat beragama ini sebagai ajang
informasi akurat dan terpercaya. Tulisan ini kampanye dirinya sebagai ‘tokoh HAM’ yang
memaparkan sekelumit dari al-sîrah al-nabawiyah membela kaum tertindas. Sehingga berbagai
berkenaan dengan praktek toleransi beragama teori tentang kebebasan beragama pun dijadikan
di negara Madinah. landasan pemikirannya. Padahal, sebenarnya
apa yang ia kemukakan itu bukanlah toleransi
Meluruskan Pengertian Toleransi Beragama beragama akan tetapi kebebasan tanpa batas
dalam memaknai ajaran agama. Kebebasan tanpa
Secara etimologis, kata toleransi berasal
batas itulah yang menyebabkan penodaan dan
dari kata “toleran” yang berarti sifat atau
penistaan Ahmadiyah terhadap agama Islam
sikap menenggang, menghargai, menghormati,
terjadi, yang akhirnya memancing kemarahan
membiarkan, membolehkan pendirian, pendapat,
umat Islam.
pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan
yang berbeda atau bertentangan dengan Oleh sebab itu, perlu didalami suatu per-
pendirian sendiri.1 Adapun dalam bahasa Arab, masalahan secara objektif dan komprehensif agar
padanan katanya adalah “ ” yang berarti akar permasalahan sebenarnya dapat ditemukan.
menghargai dan menerima perbedaan. 2 Dari Sebab, boleh jadi suatu tindakan kekerasan muncul
pengertian kata tersebut, maka makna toleransi karena segelintir orang yang menafsirkan ajaran
beragama berarti sikap saling menghormati dan agama dengan penafsiran akal dan hawa nafsunya
menghargai perbedaan serta merdeka untuk sendiri. Penafsiran itu berbeda jauh dari penafsiran
memeluk suatu agama yang diyakini. Sikap ini yang dipahami mayoritas pemeluk agama tersebut,
muncul dari kesadaran akan kemajemukan yang sehingga ia dianggap telah menodai agama itu
merupakan suatu keniscayaan dari sunnatullah. dengan penafsiran aneh dari akalnya. Atau boleh
Tidak dapat dipungkiri akan kehadiran perbedaan jadi permasalahan muncul karena penghinaan atau
dalam kehidupan ini, dan yang terpenting penistaan terhadap agama tertentu baik dengan
adalah bagaimana cara dan metode yang tepat sengaja maupun tidak sengaja. Ketika salah satu
untuk mengelola perbedaan itu agar kehidupan dari dua kemungkinan itu terjadi, maka konflik sulit
senantiasa harmonis. dihindari. Dalam pada itulah, toleransi beragama
dalam artian menghargai dan menghormati ke-
1
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: bebasan beragama dalam bingkai aturan dan
Balai Pustaka, 2001), h. 1204. batasannya, wajib ditegakkan di tengah-tengah
2
M. Rawas Qal`aji, Mu`jam Lughât al-Fuqahâ’, (Beirut: Dâr
masyarakat beragama itu sendiri.
Ardiansyah: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah

Pemahaman Ulang terhadap Argumentasi al-Sya`bi, Qatadah, dan al-Hasan al-Bashri dan al-
Toleransi Beragama. Dhahhâk. Ketiga, bahwa ayat tersebut dikhususkan
Membicarakan toleransi beragama, maka kepada kaum Anshar saja. Hal ini berdasarkan
Islam lewat Alquran dan sunah sangat kaya sebab turun ayat tersebut bahwa ada seorang
dengan prinsip dasar yang dapat dijadikan wanita Anshar yang setiap kali melahirkan anak,
standart dalam implementasinya. Karena itu, baik maka anaknya itu meninggal dunia. Sehingga
Alquran maupun sunah, haruslah dikaji dengan ia bernazar sekiranya kelak ia memiliki anak,
benar secara mendalam dan komprehensif dengan maka ia akan menjadikannya seorang Yahudi.
merujuk kepada pendapat ulama terdahulu dan Namun, ketika Bani Nadhir memeluk Islam dan
selanjutnya dielaborasi guna memenuhi kebutuhan mereka pun masuk Islam, anak-anak mereka masih
kontemporer. Terdapat sejumlah ayat Alquran beragama Yahudi. Maka mereka bertekad untuk
yang selalu dijadikan argumen toleransi beragama, tidak membiarkan begitu saja agama anak-anak
namun sering kali pula pemahaman terhadap ayat mereka tersebut. Maka turunlah ayat ini. (HR.
tersebut diselewengkan dan dipaksakan. Sehingga Abu Daud).3 Pendapat ini didukung oleh Sa‘îd
kesimpulan yang dihasilkan pun menyimpang dan bin Jubair dan Mujâhid.
terkesan dipaksakan untuk mendukung pemikiran Sementara pendapat keempat, yaitu pendapat
kelompok tertentu. Imam al-Suddi, bahwa ayat ini turun karena
Di antara ayat Alquran yang kerap dijadikan peristiwa yang terjadi menimpa keluarga Abu al-
argumentasi toleransi beragama adalah firman Husain. Ia memiliki dua orang anak yang berprofesi
Allah Swt: sebagai pedagang minyak wangi. Ketika pedagang
dari Syam datang ke Madinah membawa barang
dagangannya, salah seorang dari pedangang
itu berhasil membujuk kedua anaknya tersebut
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
memeluk Nashrani dan membawa mereka
(Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar
daripada jalan yang sesat…”. (QS. al-Baqarah ke Syam. Maka sang ayah sangat sedih dan
[2]: 256). mengadukan prihal kejadian tersebut kepada
Nabi saw. Ketika Nabi saw hendak mengutus
Menurut Imam al-Qurthubi (w. 671 H), para
seseorang untuk mengembalikan kedua anak
ulama berbeda pendapat dalam memahami
tersebut, maka turunlah ayat ini.
pengertian “Tidak ada paksaan untuk (memasuki)
Pendapat kelima, adalah pendapat Imam
agama (Islam)…”. Pendapat pertama, riwayat
Malik bahwa ayat ini ditujukan kepada tawanan
dari Ibnu Mas`ud ra. dan merupakan pendapat
perang yang berasal dari Ahli Kitab (Yahudi atau
mayoritas mufassirîn bahwa ayat ini mansûkh
Nashrani), maka mereka tidak boleh dipaksa
dengan ayat-ayat yang memerintahkan nabi
memeluk Islam. Namun, jika mereka dari kalangan
Muhammad saw untuk memerangi orang kafir
paganis (penyembah berhala) atau Majusi, baik
dan munafik yang menolak masuk Islam. Adapun
dari golongan muda maupun tua, maka mereka
ayat yang menasakhnya antara lain firman-Nya:
boleh dipaksa untuk memeluk Islam. Dengan
asumsi bahwa mereka belum memiliki agama,
sehingga mereka boleh dipaksa untuk memeluk
“Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir agama yang benar yaitu Islam, dan agar mereka
dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah
tidak memeluk agama yang batil. Adapun Ahli
terhadap mereka...”(QS. al-Taubah [10]: 73).
Kitab baik dari Arab maupun `ajam, maka mereka
Adapun pendapat kedua, bahwa ayat tersebut tidak boleh dipaksa memeluk Islam selama mereka
ditujukan khusus kepada Ahli Kitab, dengan
demikian mereka tidak boleh dipaksa untuk
memeluk Islam selama mau membayar jizyah
3
Abû Dâud Sulaimân ibn al-Asy’ats ibn Ishâq al-Sijistâni,
Sunan Abî Dâud, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-`Arabi, t.th), Juz VII, h.
(retribusi). Pendapat ini didukung oleh Imam
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

mau membayar jizyah.4 Penjelasan pendapat- tanpa pemaksaan terhadap orang lain tidak-
pendapat ulama ini juga ditemukan dalam tafsir lah bertentangan dengan prinsip toleransi ber-
Ibnu Katsir (w. 774 H).5 agama atau kebebasan beragama. Jika toleransi
Dari paparan di atas, maka dapat disimpulkan beragama dimaknai dengan meninggalkan
bahwa pada prinsipnya Allah Swt memerintahkan dakwah karena menghargai dan menghormati
kepada “Pemerintahan Islam” untuk memaksa agama yang lain, maka hal tersebut bertentangan
orang-orang kafir dan munafik memeluk Islam. dengan perintah Allah pada ayat di atas. Sebab,
Namun, khusus bagi Ahli Kitab (Yahudi dan Allah Swt telah memerintahkan kepada Nabi
Nasrani) yang mau membayar jizyah, tidak Muhammad saw dan umatnya untuk mengajak
boleh dipaksa masuk Islam, sebaliknya hak-hak manusia ke jalan Allah dengan cara yang baik
mereka wajib dilindungi. Sedangkan penganut dan bijaksana. Dakwah yang dilakukan dengan
kepercayaan dan agama lain boleh untuk dipaksa cara yang damai dan simpatik tanpa kekerasan
memeluk Islam, dengan asumsi bahwa mereka dan paksaan telah dipraktekkan Nabi saw ketika
belum memiliki agama, sekalipun mereka mau pembebasan kota Mekah yang menghasilkan
membayar jizyah. prestasi gemilang yaitu seluruh penduduk Mekah
memeluk Islam. Demikian pula dengan perjanjian
Namun demikian, dalam proses mengajak
damai dengan kaum Yahudi di Madinah yang
manusia ke jalan Allah, umat Islam haruslah
tertuang dalam Piagam Madinah merupakan
menggunakan strategi dakwah yang menyentuh
praktek nyata dari toleransi beragama, tanpa
dan damai serta menghindari kekerasan dan
meninggalkan dakwah. Bahkan sikap arif dan
tindakan anarkis. Dakwah yang santun dan hikmah
bijaksana Nabi saw yang tertuang dalam Piagam
akan mendapatkan sambutan positif dan sekaligus
Madinah menarik simpatik kaum Yahudi dan
menghindarai pencitraan negatif terhadap Islam
Paganis di Madinah, sehingga mereka mengakui
itu sendiri. Sesuai dengan firman-Nya:
eksistensi kepemimpinan beliau. Jadi, dapat
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
disimpulkan bahwa umat Islam memiliki tugas
hikmah dan nasehat yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya untuk mendakwahkan ajaran Islam dengan cara
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang damai dan bijaksana serta tidak mencederai
siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang kebebasan beragama itu sendiri.
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat Catatan penting lainnya berkenaan dengan
petunjuk.” (QS. al-Nahl [16]: 125). toleransi beragama adalah bahwa toleransi
Hal ini menjadi sangat penting khususnya beragama tidak berarti semua agama sama dan
pada masa kini. Tindakan kekerasan dan mesti mengakui kebenaran agama yang berbeda
pemaksaan yang dilakukan oleh penganut suatu dengan keyakinannya. Bahkan jika itu harus
agama dengan dalih apa pun dapat menyebabkan dilakukan, maka hal tersebut bertentangan
kontra produktif. Dengan kata lain, sikap itu dengan toleransi beragama itu sendiri. Toleransi
dapat menimbulkan kebencian dan penolakan tercipta karena ada perbedaan, jika semuanya
sekalipun yang disampaikan adalah benar. Dalam sama, maka tidak perlu lagi ada toleransi. Selain
pada itu, strategi dakwah dengan pendekatan itu, toleransi beragama itu sendiri mengandung
humanis serta makruf ternyata lebih efektif dalam makna kebebasan untuk menjalankan ibadah
mengajak umat manusia ke jalan Allah. menurut keyakinan agama masing-masing,
Menyampaikan ajaran Islam lewat dakwah bukan pengakuan terhadap kebenaran semua
agama.
Terkesan dari wacana yang dibangun oleh
4
Abû `Abdillâh Muhammad ibn Ahmad ibn Abî Bakr al-
Anshâri al-Qurthûbî, al-Jâmi` li Ahkâm al-Qur’ân, (Riyâdh: Dâr sebagian tokoh Islam Liberal, adanya upaya untuk
`Âlam al-Kutub, 2003), Juz III, h. 280-281. menyamakan pengertian toleransi beragama
5
Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl ibn‘Umar ibn Katsîr al-Qurasyi
dengan pengakuan kebenaran terhadap agama-
al-Dimasyqi, Tafsîr al-Qur’ân al-`Azhîm, (al-Madinah al-
Ardiansyah: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah

agama samawi.6 Upaya itu mereka lakukan suatu ayat, misalnya tentang kedudukan nabi
dengan dengan menyetir penafsiran terhadap Muhammad saw sebagai penutup para nabi
ayat suci Alquran seperti dalam surah al-Baqarah dan rasul, dianggap perbedaan itu sesuatu
[2]: 62 dan al-Mâidah [5]: 44-48 dan ayat 69. Ayat- yang harus diterima atas nama toleransi intern
ayat ini ditafsirkan sebagai bentuk pengakuan umat beragama? Tentu jawabannya, tidak! Jadi,
Alquran terhadap kebenaran dan kesinambungan toleransi bukan berarti kebebasan beragama
agama Yahudi dan Nasrani sekalipun telah datang tanpa batasan dan aturan. Segala sesuatu
agama Islam yang dibawa nabi Muhammad saw. mestilah ada aturannya. Ketika aturan dan
Pemikiran seperti ini mengarah kepada pluralisme batasan itu dilampaui, maka meluruskannya
beragama bukan toleransi beragama. tidaklah bertentangan dengan makna kebebasan
Pluralisme agama tidaklah mencerminkan beragama dan tidak pula disebut dengan
dan berbeda dengan pengertian toleransi pemaksaan berkeyakinan.
beragama. Sebab toleransi beragama berarti Penafsiran ayat-ayat di atas dengan pe-
bahwa setiap orang berhak dan merdeka untuk ngakuan keselamatan bagi umat di luar Islam,
menyatakan bahwa agama yang dianutnya benar. tentunya keliru. Sebab, penafsiran seperti itu
Berbeda dengan wacana pemikiran yang kerap akan menafikan ayat-ayat Alquran lainnya seperti
disuarakan kelompok pluralisme agama bahwa firman Allah: “Sesungguhnya agama (yang diridhai)
seluruh agama sama dan mengajarkan kebaikan. di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-
Karena itu, menurut mereka, bagian dari orang yang telah diberi Al-Kitab (Yahudi dan
toleransi beragama adalah pengakuan bahwa Nasrani) kecuali sesudah datang pengetahuan
pengikut agama selain Islam masuk surga dan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada)
boleh mengikuti kebaktian agama lain seperti di antara mereka. Siapa yang kafir terhadap ayat-
mengikuti perayaan natal. 7 Oleh sebab itu, ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat
tidak mengherankan jika kaum liberal itu adalah hisab-Nya.” (QS. Âli Imrân [3]: 19). Keabadian
kelompok terdepan dalam membela penistaan Islam sebagai satu-satunya syariat yang benar juga
agama Islam yang dilakukan oleh Ahmadiyah, ditegaskan baginda Nabi saw dalam sabdanya:
dengan dalih kebebasan dan toleransi beragama. “Kelak akan turun ‘Isa anak Maryam saw yang
Apakah jika terdapat penafsiran berbeda dengan akan menjadi pemimpin yang adil, mematahkan
mainstream penafsiran mayoritas ulama tentang salib dan membunuh babi”. (HR. Muslim). Imam
Muslim menyebutkan beberapa riwayat hadis lain
6
Wacana pengakuan dan keselamatan umat non Muslim yang menjelaskan bahwa kelak ketika nabi ‘Isa
serta non muslim masuk surga dipaparkan oleh Abd. Moqsith turun ke bumi akan melaksanakan syariat nabi
Ghazali dalam bukunya dengan pernyataan sebagai berikut:
Muhammad saw dan berhukum dengan Alquran.8
“Agama yang satu tidak membatalkan agama yang lain, karena
setiap agama lahir dalam konteks historis dan tantangannya Menurut al-Zamakhsyari, ayat di atas me-
sendiri. Walau begitu, semua agama terutama yang berada
rupakan publikasi Allah Swt kepada manusia
dalam rumpun tradisi Abrahamik, mengarah kepada tujuan yang
sama, yakni kemaslahatan dunia dan kemaslahatan akhirat. bahwa Islam adalah agama keadilan dan tauhid.
Dengan memperhatikan kesamaan tujuan ini, perbedaan Islam adalah satu-satunya ajaran yang diakui
eksoterik agama-agama mestinya tidak perlu dirisaukan.
kebenarannya oleh Allah Swt.9 Senada dengan
Kesamaan tujuan ini pula yang menyebabkan Islam disamping
melakukan afirmasi terhadap prinsip-prinsip ajaran agama penyataan tersebut, Imam Ibnu Katsîr menegaskan
sebelumnya, sekaligus memberi pengakuan teologis mengenai bahwa keimanan kaum Yahudi dan Nasrani
keselamatan para pengikut agama lain itu.” Lihat Abd. Moqsith
Ghazali, Argumentasi Pluralisme Agama; Membangun Toleransi
berakhir dengan kehadiran agama Islam yang
Berbasis al-Qur’an, (Depok: Penerbit KataKita, 2009), h. 240-241.
7
Dalam hal ini Abd. Moqsith menegaskan bahwa me- 8
Lebih lanjut lihat Kitab Shahîh Muslim ibn Hajjâj pada
rayakan natal bagi umat Islam dibolehkan, maka apalagi kitab al-Îmân; bab Nuzul ‘Isa ibn Maryam Hâkiman bi Syarî’ati
sekedar mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani. Nabiyyina Muhammad saw, hadis no. 220-225.
Mengucapkan selamat natal tak hanya diberikan kepada umat 9
Abû al-Qâsim Mahmud ibn `Umar al-Khawarizmi al-
Kristiani, melainkan juga kepada orang-orang yang mengimani Zamakhsyari, al-Kasysyâf `an Haqâ’iq al-Tanzîl wa `Uyûn al-
kenabian Isa al-Masih, termasuk umat Islam. Abd. Moqsith Aqâwîl fî Wujûh al-Ta’wîl, (Beirut: Dâr Ihya’ al-Turâts al-`Arabi,
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

dibawa nabi Muhammad saw. Keimanan mereka Biqâ’î (w. 885 H) bahwa ayat ini bertujuan untuk
hanya dapat diterima hingga datang priode nabi menghibur (tasliyah) Nabi saw yang merasakan
Muhammad saw. Pada masa Muhammad saw, kesedihan yang mendalam apabila dakwah yang
orang-orang yang tidak mengikuti ajarannya dan ia sampaikan ditolak. Sebab, beliau senantiasa
tidak pula mau meninggalkan sunnah Isa as. dan mengharapkan kesediaan mereka untuk mengikuti
kitab Injil, maka mereka akan binasa.10 ajaran agama yang disampaikannya.12
Dari kedua pendapat ulama tafsir ter- Dalam pada itu, dari ayat di atas juga dapat
kemuka tersebut, jelaslah bahwa kehadiran dipahami bahwa perbedaan agama merupakan
Islam mengakhiri masa berlaku agama samawi keniscayaan dalam kehidupan ini, sehingga
sebelumnya yaitu Yahudi dan Nasrani. Agama mustahil terjadi penyatuan akidah manusia dalam
Islam yang dibawa nabi Muhammad saw adalah satu masa. Sebab, Allah Swt tidak menghendaki
satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah hal itu terjadi. Hal ini terbukti, Nabi saw sekalipun
Swt. Keyakinan seperti ini tentunya sama sekali tidak mampu mengislamkan pamannya Abu
tidak bertentangan dengan toleransi beragama Thalib, Allah berfirman:
dan tidak pula mengekang kebebasan beragama
seseorang. Sebab, sekali lagi, toleransi beragama
bukan berarti pengakuan terhadap kebenaran
seluruh agama atau yang sering disebut dengan
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
istilah pluralisme agama.
petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi
Adapun ayat lain yang sering dijadikan Allah memberi petunjuk kepada orang yang
landasan toleransi beragama adalah firman-Nya: dikehendaki-Nya” (QS. al-Qashash [28]: 56).
Nabi Saw hanyalah penyampai ajaran agama
Allah Swt dan memberikan peringatan, sedangkan
perkara hidayah adalah milik-Nya semata. Hal ini
ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya
beriman semuanya? (QS. Yûnus [10]: 99). kamu hanyalah orang yang memberi peringatan.
Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka”
Menurut Syaikh Mutawalli al-Sya`rawi (QS. al-Ghâsyiyah [88]: 21-22) .
bahwa ayat ini menegaskan hanya Allah Swt
yang mampu memaksakan keimanan masuk ke Dari paparan di atas, jelaslah bahwa ayat
dalam hati seseorang. Namun, Allah Swt tidak tersebut lebih menegaskan kekuasaan Allah Swt
melakukan pemaksaan itu, sebab pemaksaan dalam menguasai alam semesta ini dan sekaligus
keimanan seperti itu mencerminkan sifat “al- sebagai hiburan kepada kekasih-Nya, bukan
qudrah” dan “al-qahhâr” (kekuasaan dan bentuk larangan kepada Nabi saw untuk memaksa
pemaksaan) bukan mencerminkan sikap “al- manusia mengikuti ajarannya. Dengan demikian,
mahabbah” (cinta dan kasih sayang). Padahal, penggunaan ayat ini dalam konteks toleransi
Allah Swt hanya menghendaki keimanan yang beragama tidaklah tepat sepenuhnya. Sebab,
muncul dari kecintaan bukan paksaan kekuasaan. ketidakmampuan Nabi saw dalam menyatukan
Karena itu pula, Allah membiarkan hamba-hamba- manusia dalam satu akidah dikarenakan Allah
Nya untuk memilih antara beriman atau tidak. Swt tidak menghendakinya. Sekiranya Allah
Sebab, dengan keimanan yang tidak dipaksakan
itulah muncul keimanan yang tulus.11 Menurut Al-
(Mesir: Akhbâr al-Yaum, t.th), Juz XI, h. 4085.
12
Al-Biqâ’î Ibrahim ibn Umar ibn Hasan al-Ribâth, Nazhm
10
Ibnu Katsîr, Tafsîr al-Qur’ân…, Juz. I, h. 284. al-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa al-Suwar, (Beirut: Dâr al-Kutub al-
Ardiansyah: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah

menghendaki hal itu terjadi, pastilah Nabi saw orang berhak mempercayai bahwa agama
mampu mengislamkan seluruh umat manusia yang dia peluk adalah agama yang benar.
pada masa itu. Dengan demikian, orang harus menghormati
Selain itu, fakta sejarah yang tidak ter- kepercayaan dan pilihan orang lain yang
bantahkan adalah bahwa Nabi saw senantiasa berbeda. Namun perlu dicatat bahwa sungguh
berdakwah kepada kaumnya agar mereka sangat aneh lagi naif, jika ada seorang muslim
mengikuti ajaran yang dibawanya. Sekiranya yang mau mengakui kebenaran agama lain
Nabi saw memahami makna toleransi beragama dengan sukarela.
dengan mengakui kebenaran ajaran agama selain 5. Bahwa dakwah yang disampaikan dengan
Islam, niscaya beliau tidak mengajak mereka damai dan bijaksana akan menghasilkan simpati
memeluk Islam. Kalaupun dikatakan bahwa seruan dan melestarikan harmonisasi beragama itu
dakwah Nabi saw tersebut lebih disebabkan sendiri. Terbukti dengan keteladanan yang
penyelewengan kandungan Taurat dan Injil yang dipraktekkan Nabi saw di negara Madinah
dilakukan kaum Yahudi pada masa itu. Maka hal yang akan dibahas berikut ini.
ini semakin menguatkan bahwa selain ajaran
Islam, tidaklah selayaknya dianut atau diyakini. Piagam Madinah dan Praktek Nyata
Sebab, sumbernya sudah tidak otentik dan tidak Toleransi Beragama.
valid lagi. Setiap orang yang menggunakan akal Dewasa ini, banyak kalangan yang me-
sehatnya, pastilah memilih ajaran agama yang nyuarakan kebebasan beragama dengan dalih
terjamin otentisitas dan validitas sumbernya Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka lupa kalau
(Alquran), daripada agama yang sumbernya telah Nabi Muhammad saw telah mempraktekkan
tercemar dengan tangan jahil manusia (Taurat toleransi beragama itu lebih dari 14 abad yang
dan Injil). lalu. Toleransi beragama tersebut tertuang dalam
Dari paparan seputar argumentasi toleransi “Piagam Madinah” yang ditetapkan pada tahun
beragama, maka dapatlah disimpulkan beberapa 622 M (1 Hijriah). Ketika itu, belum ada satu
prinsip dasar toleransi beragama sebagai berikut: negara pun yang memiliki peraturan bagaimana
cara mengatur hubungan antara umat beragama.
1. Bahwa toleransi beragama berarti meng-
Piagam Madinah, dalam beberapa pasalnya, sudah
hormati dan menghargai kemerdekaan
jelas mengatur hubungan tersebut:
beragama bagi pemeluknya. Sesuai dengan
Pasal 16: “bahwa sesungguhnya kaum-bangsa
firman-Nya: “Untukmu agamamu, dan untuk-
Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak
kulah agamaku.” (QS. al-Kâfirûn [109]: 6).
mendapat bantuan dan perlindungan, tidak
2. Toleransi beragama berarti menjamin boleh dikurangi haknya dan tidak boleh
kemerdekaan setiap individu untuk memilih diasingkan dari pergaulan umum.”
suatu keyakinan tanpa ada paksaan dan Pasal 24: “Warga negara (dari golongan) Yahudi
tekanan, serta berhak meyakini bahwa agama memikul biaya bersama-sama dengan kaum
yang dipeluknya adalah benar. beriman, selama negara dalam peperangan.”
3. Seruan dakwah yang disampaikan kepada Pasal 25: “(1) Kaum Yahudi dari suku Banu
manusia tidaklah bertentangan dengan `Auf adalah satu bangsa negara (ummah)
pengertian toleransi beragama, selama dengan warga yang beriman. (2) Kaum Yahudi
dakwah yang disampaikan dengan cara damai bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum
muslimin bebas memeluk agama mereka. (3)
dan tidak memaksa serta anarkis.
Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-
4. Prinsip toleransi beragama bukan berarti pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri
bahwa umat beragama harus mengakui mereka sendiri. (4) Kecuali kalau ada yang
kebenaran seluruh agama yang ada. Jika mengacaukan dan berbuat kejahatan, yang
demikian, maka hal itu bertentangan dengan menimpa diri orang yang bersangkutan dan
prinsip toleransi beragama itu sendiri. Setiap keluarganya”.
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Menurut Munawir Sjadzali bahwa batu-batu tidak melarang kaum Muslimin untuk berbuat
dasar telah diletakkan oleh Piagam Madinah baik terhadap kaum agama lain selama mereka
sebagai landasan bagi kehidupan bernegara untuk tidak memusuhi umat islam. Sejak awal, umat
masyarakat majemuk di Madinah adalah: Islam sudah diajarkan untuk menerima kesadaran
1. Semua pemeluk Islam, meskipun berasal akan keberagaman dalam agama (pluralitas).
dari banyak suku, tetapi merupakan satu Misalnya firman Allah Swt berikut ini: “Allah tidak
komunitas. melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu
2. Hubungan antar sesama anggota komunitas
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
Islam dan antara anggota komunitas Islam
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
dengan anggota komunias lain didasarkan
orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya
atas prinsip-prinsip: a) bertetangga baik; b)
Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai
saling membantu dalam menghadapi musuh
kawanmu orang-orang yang memerangimu karena
bersama; c) membela mereka yang teraniaya;
agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
d) saling menasehati; e) menghormati ke-
membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
bebasan beragama. 13
siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka
Disebut piagam atau charter karena isinya mereka itulah orang-orang yang zalim”. (QS. al-
mengakui hak-hak kebebasan beragama dan Mumtahanah [60]: 8-9).15
berkeyakinan, kebebasan berpendapat dan
Paling tidak, ayat di atas menjelaskan bahwa
kehendak umum warga Madinah supaya keadilan
Allah Swt tidak melarang nabi-Nya dan kaum
terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur
muslimin untuk berbuat baik dan menjalin
kewajiban-kewajiban kemasyarakatan semua
hubungan baik dengan orang-orang di luar Islam
golongan, menetapkan pembentukan persatuan
selama mereka tidak memerangi umat Islam.
dan kesatuan semua warga dan prinsip-prinsipnya
Ketika mereka memerangi atau mengusir dan/
untuk menghapuskan tradisi dan peraturan
atau membantu mengusir umat Islam dari tanah
kesukuan yang tidak baik. Disebut konstitusi
airnya, maka Allah Swt melarang umat Islam
(constitution) karena di dalamnya terdapat prinsip- untuk menjadikan mereka sebagai teman. Dengan
prinsip untuk mengatur kepemimpinan umum demikian, toleransi hanya tercipta ketika kedua
dan dasar-dasar sosial politik yang bekerja untuk belah pihak saling menghormati dan menghargai
membentuk suatu masyarakat dan pemerintahan ajaran agama yang lain. Ketika salah satu pihak
sebagai wadah persatuan penduduk Madinah.14 tidak menghormati apalagi sampai melecehkan
Nabi Muhammad saw telah berinteraksi ajaran agama yang lain, maka akan terjadi konflik
secara intensif dengan seluruh kelompok agama dan tidak terhindarkan lagi. Di sinilah ulama dan
seperti Paganis (penyembah berhala), Yahudi tokoh agama memiliki peran penting dalam
dan Nasrani, budaya-budaya yang berlaku secara menjaga toleransi beragama di tengah-tengah
dominan di tengah-tengah masyarakat Arab, serta masyarakat.
kekuatan-kekuatan politik terbesar ketika itu Dalam menjalankan fungsi sebagai Rasul
seperi Romawi dan Persia. Ayat-ayat Alquran yang utusan Allah Swt dan pemimpin negara Madinah,
berbicara tentang kaum Yahudi, Nasrani, Persia, nabi Muhammad saw telah memberikan suri
Romawi, menggambarkan bagaimana kaum teladan terbaik dalam hal toleransi beragama.
muslim telah digembleng dan diberi pedoman Hal ini dapat dicermati dari kepemimpinan beliau
yang sangat gamblang dalam menyikapi budaya dan segala aspek kehidupannya yang tercantum
dan agama di luar Islam. Bahkan, Alquran juga dalam sabdanya berikut ini:

13
Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah 15
Adian Husaini, “Piagam Madinah dan Toleransi
dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1990), h. 15-16. Beragama”, Makalah disampaikan dalam Seminar Sehari dengan
14
Misrah, “Kebebasan Beragama dalam Perspektif tema: “Implementasi Akhlak Rasulullah Saw dalam Kehidupan
Hadis”, dalam Miqot Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, Vol. XIV No. 2, Berkeluarga, Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara” di
Ardiansyah: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah

Dalam kedua hadis diatas memaparkan


betapa kuat perlindungan Nabi saw terhadap
kaum non Muslim yang hidup di wilayah Islam. Hal
ini menegaskan praktek langsung dari toleransi
beragama yang diajarkan Nabi saw di negara
Madinah kepada seluruh umat manusia. Nabi saw
menjalankan fungsinya sebagai nabi pemimpin
agama, sekaligus pemimpin negara Madinah.
“(Imam al-Bukhâri berkata) bahwa Qais bin Hafsh Law inforcement menjadi agenda utamanya
telah menyampaikan kepada kami (ia berkata) Abdul dengan menegakkan prinsip persamaan derajat di
Wahid telah menyampaikan kepada kami (ia berkata) hadapan hukum. Rasulullah saw tidak membeda-
al-Hasan bin Amru telah menyampaikan kepada bedakan hukum atas penduduk Madinah baik
kami (ia berkata), Mujâhid telah menyampaikan dari kalangan umat Islam maupun non Muslim.
kepada kami dari Abdullah bin `Amru ra. dari Nabi Menariknya, setelah dokumen perjanjian itu
saw bersabda: “Siapa pun yang memerangi (kafir)
disosialisasikan kepada kaum Yahudi dan
mu`âhad, dia tidak akan mendapatkan wangi surga.
Sesungguhnya wangi surga itu dapat dijangkau dari lainnya, Nabi saw tidak membentuk polisi untuk
empat puluh tahun perjalanan” (HR. al-Bukhâri).16 mengawasi dan menegakkan hukum atas orang-
orang yang melanggarnya. Di sinilah kelebihan
Dalam hadis ini Nabi saw dengan tegas
Piagam Madinah tersebut dimana Nabi saw
melarang umatnya untuk membunuh mu`âhad
memberdayakan peran aktif dan kekuatan
atau dalam hadis lain disebut dengan ahlu al-
masyarakat dalam menjaga keamanan. Hal ini
dzimmah (Dzimmi). Adapun mu`âhad berarti orang
pula yang menumbuhkan rasa tanggung jawab
atau kelompok di luar Islam yang mengadakan
secara kolektif yang memperkokoh ketahanan
perjanjian damai dalam kurun waktu tertentu baik
masyarakat itu sendiri. Setiap orang bertanggung
dengan membayar jizyah (retribusi) atau adanya
jawab memelihara keamanan dan mewujudkan
jaminan dari sultan yang berkuasa atau mereka
keadilan dalam masyarakat Madinah. Namun,
hidup di wilayah kekuasaan umat Islam.17 Mereka
ketika terjadi perselisihan di tengah-tengah
berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana
masyarakat Madinah, maka dikembalikan kepada
kaum muslimin dan tidak boleh disakiti apalagi
hukum Allah dan Rasul-Nya.19
dibunuh tanpa sebab yang benar. Bahkan jika
Masyarakat Madani adalah “lukisan ideal”
mereka dibunuh tanpa sebab yang benar, maka
Islam masa lalu yang dikenal dengan masyarakat
diyah (dendanya) sama dengan membunuh
salaf, yang telah melahirkan sebuah negara
seorang muslim. Hal ini ditegaskan dalam sabda
(state), yang sudah sangat maju dibandingkan
Nabi saw berikut ini:
dengan negara-negara pada masanya atau
yang pernah ada dalam sejarah sebelumnya. Ini
digambarkan oleh Robert N. Bellah, sosiolog
Amerika terkemuka:
“Dari Ibnu `Umar ra. bahwasanya Nabi saw “Tidak lagi dapat dipersoalkan bahwa di
bersabda: “Diyah seorang dzimmi sama dengan bawah Nabi Muhammad saw, masyarakat
diyah seorang muslim”. (HR. al-Baihaqi dan
ibn al-Husain ibn Ali, Sunan al-Baihaqi al-Kubrâ, (India: Majlis
Abdurrazzâq). 18
Dâ’irah al-Ma`ârif al-Nizhâmiyah al-Kâ’inah, 1344H), Juz VIII, h.
102; dalam kitâb al-Diyât, bâb diyah ahl al-dzimmah, hadis no.
16
Hadis ini diriwayatkan imam al-Bukhâri dalam kitab 16788. Sedangkan riwayat Abd al-Razzâq ibn Humam al-Shan’âni,
Shahîhnya; kitâb al-Jizyah, bâb itsm man qatala mu`ahidan Mushannaf Abd al-Razzâq, (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1403 H),
bighairi jurmin, hadis no. 2930. tahqiq Habiburrahman al-A`zhami, Juz VI, h. 128; dalam kitâb Ahl
17
Ibnu Hajar al-`Asqalâni Ahmad ibn `Ali Abû Fadhl al- al-Kitâb, bâb Diyah al-Yahudi wa al-Nashrani, hadis no. 10226.
Syâfi’î, Fath al-Bâri fî Syarhi Shahîh al-Bukhârî, (Beirut: Dâr al- 19
Akram Dhiyâ al-Dîn `Umari, Masyarakat Madani: Tinjauan
Ma`rifah, 1379H), Juz XII, h. 259. Historis Kehidupan Zaman Nabi, terj. Mun’im A. Sirry, (Jakarta:
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

Arab telah membuat lompatan jauh ke depan tetapi menjadi sikap yang dapat dirasakan oleh
dalam kecanggihan sosial dan kapasitas umat lain.
politik. Tatkala struktur yang telah terbentuk
Jika dicermati pasal-pasal dalam Piagam
dikembangkan oleh para khalifah pertama
Madinah, maka dapat disimpulkan bahwa
untuk meyediakan prinsip penyusunan suatu
imperium dunia, hasilnya sesuatu masa dan piagam ini memiliki tiga pilar utama; pertama,
tempat yang sangat modern. Ia modern keadilan yaitu persamaan derajat dihadapan
dalam hal tingginya tingkat komitmen, hukum. Kedua, toleransi beragama, dan ketiga
keterlibatan dan partisipasi yang diharap- kebersamaan dalam senang maupun susah. Dalam
kan dari kalangan rakyat jelata sebagai implementasi pilar-pilar tersebut, keterbukaan
anggota masyarakat. Ia modern dalam hal Nabi saw dan partisipasi masyarakat merupakan
keterbukaan kepemimpinannya untuk dinilai, kunci keberhasilan baginda Nabi saw dalam
kemampuan mereka untuk landasan-landasan
memimpin penduduk Madinah yang selama
universalitas dan dilambangkan dalam upaya
ini terus berkecamuk dalam perang saudara.
melembagakan kepemimpinan yang tidak
bersifat turun temurun… Upaya orang- Ketetapan pasal demi pasal dalam piagam itu,
orang muslim modern untuk melukiskan menjamin hak semua kelompok sosial memperoleh
masyarakat dini tersebut sebagai contoh persamaan dalam masalah-masalah umum, sosial
yang sesungguhnya terlihat dari nilai-nilai dan politik sehingga dapat diterima oleh semua
nasionalisme, partisipatif, dan egaliter yang pihak, termasuk kaum Yahudi. Menurut Philip K.
sama sekali bukanlah suatu pembentukan Hitti, fakta historis ini merupakan bukti nyata
ideologis yang tidak historis, eksperimen itu kemampuan Nabi Muhammad saw melakukan
terlalu modern pada masa itu. 20
negosiasi dan konsolidasi dengan berbagai
Nabi Muhammad saw sangat menyadari golongan dan bangsa di Madinah.21
kemajemukan masyarakat kota Madinah pada
Prestasi Rasulullah saw dalam membangun
masa itu, sehingga isi piagam tersebut, bukan
peradaban yang unggul di Madinah dalam soal
hanya memperhatikan kepentingan umat Islam
membangun toleransi beragama kemudian diikuti
akan tetapi juga umat di luar Islam. Piagam itu
oleh Umar bin Khattab ra. yang pada tahun 636
menjadi landasan bagi tujuan utama beliau,
M menandatangani “Perjanjian Aelia” dengan
yaitu mempersatukan penduduk Madinah
kaum Kristen di Jerusalem. Sebagai pihak yang
secara integral yang terdiri dari unsur-unsur
menang Perang, Umar bin Khattab ra. tidak
heterogen. Kerja besar yang dibangun Nabi
menerapkan politik pembantaian terhadap pihak
saw beserta para sahabatnya berupaya untuk
Kristen. Karen Armstrong memuji sikap Umar
tidak hanya mempersatukan kaum Muslimin saja
bin Khattab dan ketinggian sikap Islam dalam
secara eksklusif, akan tetapi membangun suatu
menaklukkan Jerusalem, yang belum pernah
masyarakat majemuk yang saling menghormati
dilakukan para penguasa mana pun sebelumnya.
dalam perbedaan dan saling membahu dalam
Karen Armstrong menegaskan:
kebersamaan. Piagam ini sekaligus merupakan
kontrak sosial (contract social) pertama dalam “Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih
sayang dari penganut (agama) monoteistik,
sejarah umat manusia.
dibandingkan dengan semua penakluk
Prinsip dasar dari piagam ini perlu untuk Jerusalem lainnya, dengan kemungkinan
dikembangkan sehingga tidak sebatas catatan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin
sejarah, akan tetapi terimplementasi dalam satu penaklukan yang sangat damai dan tanpa
kehidupan masyarakat dunia. Dengan cara tetesan darah, yang kota itu belum pernah
tersebut semboyan Islam rahmatan lil‘alamîn menyaksikannya sepanjang sejarahnya yang
tidak hanya tertulis sebatas semboyan akan panjang dan sering tragis. Saat kaum Kristen
menyerah, tidak ada pembunuhan di sana,

20
Nurcholish Madjid, Cita-Cita Politik Islam Era Reformasi, 21
K. Ali, Sejarah Islam: Tarikh Pra-Modern, (Jakarta: Raja
Ardiansyah: Toleransi Beragama dalam Praktek Negara Madinah

tidak ada penghancuran properti, tidak ada masyarakat. Tiga pilar keberhasilan Nabi saw
pembakaran simbol-simbol agama lain, tidak dalam membangun negara Madinah ditengah-
ada pengusiran atau pengambil-alihan, dan tengah kemajemukannya meliputi keadilan yaitu
tidak ada usaha untuk memaksa penduduk persamaan derajat dihadapan hukum, toleransi
Jerusalem memeluk Islam. Jika sikap respek
beragama, dan rasa tanggungjawab serta
terhadap penduduk yang ditaklukkan dari
kebersamaan dalam senang maupun susah.
Kota Jarusalem itu dijadikan sebagai tanda
integritas kekuatan monoteistik, maka Islam
telah memulainya untuk masa yang panjang Pustaka Acuan
di Jerusalem, dengan sangat baik tentunya”.22 `Asqalânî, Ahmad ibn `Ali Abû Fadhl al-Syâfi’î
Demikianlah pengakuan akan toleransi ibn Hajar al-, Fath al-Bâri fî Syarh Shahîh al-
beragama telah dipraktekkan Nabi saw dan Bukhârî, Beirut: Dâr al-Ma`rifah, 1379 H.
para khulafaur rasyidin. Fakta sejarah ini tidak Ali, K., Sejarah Islam: Tarikh Pra-Modern, Jakarta:
terbantahkan, dan menjadi catatan manis sejarah RajaGrafindo Persada, 2000.
peradaban Islam yang terukir dengan tinta Armstrong, Karen, A History of Jerusalem: One
emas. Jadi, ajaran dan tradisi Islam dipenuhi City, Three Faiths, London: Harper Collins
dengan berbagai catatan tentang toleransi Publishers, 1997.
antar umat manusia. Ketinggian peradaban Baihaqi, Abû Bakr Ahmad ibn al-Husain ibn Ali al-,
Islam pernah membawa rahmat bagi seluruh Sunan al-Baihaqi al-Kubrâ, India: Majlis Da’irah
dunia. Karena itu pula, generasi Islam saat al-Ma`ârif al-Nizhâmiyah al-Kâ’inah, 1344 H.
ini harus mengkaji kembali peradaban Islam Biqâ’î, Ibrahim ibn Umar ibn Hasan al-Ribâth al-,
yang sesungguhnya guna menjawab berbagai Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa al-Suwar,
tantangan kontemporer. Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 2003.
Dhiyâ al-Dîn, Akram, Umari, Masyarakat Madani;
Penutup Tinjauan Historis Kehidupan Zaman Nabi, terj.
Mun’im A. Sirry, Jakarta: Gema Insani Press,
Dewasa ini, hidup berdampingan dengan
1999.
berbagai perbedaan suku bangsa, agama,
Ghazali, Abd. Moqsith, Argumentasi Pluralisme
dan bahasa merupakan suatu keniscayaan.
Agama; Membangun Toleransi Berbasis al-
Kemajemukan ini tidak mungkin terbendung
Qur’an, Depok: Penerbit KataKita, 2009.
dan akan terus berkembang seiring dengan
Husaini, Adian, “Piagam Madinah dan Toleransi
kemajuan zaman. Islam telah memberikan
Beragama”, Makalah disampaikan dalam
pedoman untuk mengatur kemajemukan
Seminar Sehari dengan tema: “Implementasi
itu dan telah pula dipraktekkan oleh nabi
Akhlak Rasulullah saw dalam Kehidupan
Muhammad saw sebagimana tertuang dalam
Berkeluarga, Bermasyarakat, Berbangsa dan
Piagam Madinah yang merupakan UUD dari
Bernegara” di Sasana Amal Bakti Kementerian
Negara Madinah. Kemajemukan suku bangsa dan
Agama RI, pada tanggal 17 Maret 2010.
agama juga ditemukan pada masa itu, dan Nabi
Katsîr, Abû al-Fidâ’ Ismâ’îl ibn Umar ibn, Tafsîr al-
saw mampu mengelola perbedaan itu menjadi
Qur’ân al-`Azhîm, al-Madînah al-Munawwarah:
kekuatan. Banyak kalangan, bahkan di luar Islam
Dâr al-Thaibah, 1999.
sekalipun, mengakui bahwa Piagam Madinah
Madjid, Nurcholish, Cita-Cita Politik Islam Era
merupakan perjanjian politik pertama yang
Reformasi, Jakarta: Paramadina, 1999. Misrah,
disepakati antara berbagai kelompok masyarakat
“Kebebasan Beragama dalam Perspektif
di Madinah. Perjanjian ini menjadi rule model
Hadis”, dalam Miqot, Jurnal Ilmu-ilmu
bagi pemimpin yang berkuasa setelah itu untuk
Keislaman, Vol. XIV No. 2, 2010.
membangun kerjasama dan kesepahaman antara
Qal`aji, M. Rawas, Mu`jam Lughât al-Fuqahâ’,
Beirut: Dâr al-Nafâ’is, 1988.
22
Karen Armstrong, A History of Jerusalem: One City, Three Qurthûbî, Abû `Abdillâh Muhammad ibn Ahmad
MADANIA Vol. XVIII, No. 2, Desember 2014

ibn Abî Bakr al-Anshâri al-, al-Jâmi‘ li Ahkâm Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1990.
al-Qur’ân, Riyâdh: Dâr ‘Âlam al-Kutub, 2003. Sya`râwi, Muhammad Mutawalli, Tafsîr al-Sya`râwi,
Shan`âni, Abd al-Razzaâ ibn Humam al-, Mushannaf Mesir; Akhbâr al-Yaum, t.th.
Abd al-Razzâq, Beirut: al-Maktab al-Islâmi, Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1403 H. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Sijistâni, Abû Dâud Sulaimân ibn al-Asy`ats ibn Zamakhsyari, Abû al-Qâsim Mahmud ibn Umar
Ishâq al-, Sunan Abî Dâud, Beirut: Dâr al-Kitâb al-Khawarizmi al-, al-Kasysyâf `an Haqâ’iq at-
al-`Arabi, t.th. Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh al-Ta’wîl,
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-`Arabi, t.th.

You might also like