Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Tugas Kelompok Ke 1

Minggu ke 5

Anggota Kelompok:

1. Zakaria
2. Riza Adi Nurisma (2101777195)
3. Iswahyuni
4. Septian Dwi Aristiani
5. A.A.Putri (2101784074)

Toshiba - a case of internal audit failure

Toshiba, a 140-year-old pillar of Japan Inc, is caught up in the country's biggest accounting
scandal since 2011. In 2011, Olympus Corp was embroiled in a scandal. In July 2015, Toshiba
Corp president Hisao Tanaka and his two predecessors quit after investigators found that the
company inflated earnings by at least $1.2 billion during the period 2009-2014. Toshiba is one of
the early adopters of the corporate governance reforms initiated in Japan. The corporate
governance structure met corporate governance standards. Time and again cases of corporate
governance failures have provided evidence that good corporate governance structure does not
necessarily lead to good corporate governance. Organisation culture is a critical determinant of
the quality of corporate governance.

Some of the observations of the independent investigation committee of the company on internal
audit demand discussion and debate.

The investigation committee observes, "According to the division of duties rules of Toshiba, the
corporate audit division is in charge of auditing the corporate divisions, the companies, branch
companies, and affiliated companies. However, in reality the corporate audit division mainly
provided consultation services for the 'management' being carried out at each of the companies,
etc (as part of the business operations audit), and it rarely conducted any services from the
perspective of an accounting audit into whether or not an accounting treatment was appropriate."

The observations of the committee give the impression that the fault of the internal audit in
Toshiba was that it focused on consultation service rather than assurance service. Should internal
audit avoid providing consultation service? I do not think so. It was not the fault of the internal
audit that it provided consultation service. The fault was that it did not pay attention to
accounting audit.

In Toshiba, the top management used to set targets that are unachievable. There was excessive
pressure from the top management to achieve those targets.
The variable pay is a significant portion of the total pay. The compensation of executive officers
comprises a base compensation based on title and a role compensation based on work content.
Forty per cent to 45 per cent of the role compensation is based on performance of the overall
company or business department. 'Challenge' to achieve unachievable targets and performance-
based pay provide enough motivation to manage earnings. Therefore, accounting audit should
have been a focus area for internal audit.

Internal audit can function independently only if the audit committee is capable, independent and
effective, and the internal auditor reports to the audit committee.

In Toshiba, the audit committee was neither capable not independent. The three external
members of the audit committee had no knowledge of finance and accounting. An ex-Chief
Financial Officer (CFO), who was the CFO during the timeframe when accounting irregularities
occurred, was the only whole time member of the audit committee. Therefore, the internal audit
was not independent of the management. Earnings management had the tacit approval of the top
management. Therefore, it is not surprising that accounting audit was excluded from the scope of
internal audit. It is incorrect to infer that the accounting audit did not receive the attention of the
internal audit because its focus was on providing consultation service.

Contemporary literature defines internal audit as 'assurance and consulting service'. The issue is
of balancing between consultation service and assurance service. Problem arises when the
internal auditor forgets that the internal audit is primarily an assurance function. The consultation
service flows from the assurance service. Although, the primary objective of operation audit is to
obtain assurance that the internal control that is installed to achieve operation objectives is
adequate and operating effectively, the auditees look to the internal auditor for suggestions and
consultancy. Such consultation service is a by-product of the assurance service. Auditees should
not be denied the benefits of internal auditor's understanding of the industry and the business,
and the challenges before the auditees in achieving operation objectives. Exclusion of
consultation service from the scope of internal audit would result in sub-optimal utilisation of
internal audit resources.

Organisation culture also determines the effectiveness of internal audit. The investigation
committee observes, "A corporate culture existed at Toshiba whereby employees could not act
contrary to the intent of their superiors". In such a culture an upright internal auditor cannot
survive, particularly if he is not independent of the management. Perhaps, it is the reason that the
internal audit in Toshiba had chosen the easy path of focusing on 'consultation service' only
without reporting internal control weaknesses.

Internal auditor is the 'eyes and ears' and 'go-to man' of the audit committee. Therefore, internal
audit failure leads to corporate governance failure.

Instruksi:
Jelaskan kelemahan pengendalian internal dan audit internal dari Toshiba!

Jawaban:

Literatur kontemprorer mendefinisikan audit internal sebagai ‘assurance and consulting


service’. Problemanya adalah menyeimbangkan antara layanan konsultasi dengan layanan
penjamin. Persoalan muncul ketika auditor internal lupa bahwa fungsi utama audit internal ialah
sebagai penjamin dimana layanan konsultasi mengalir dari layanan penjaminan. Walaupun ,
tujuan utama audit operasi adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa pengendalian internal yang
diterapkan untuk mencapai tujuan operasi cukup memadai dan beroperasi secara efektif, auditee
meninjau  internal auditor untuk saran dan konsultasi. Layanan konsultasi semacam itu
merupakan layanan sampingan dari layanan penjaminan. Auditee tidak seharusnya  menolak
manfaat dari auditor internal yang memiliki pemahaman terhadap industri dan bisnis, dan
teguran sebelum auditee mencapai tujuan operasinya. Pengecualian layanan konsultasi dari ruang
lingkup audit internal akan menghasilkan penggunaan sumber audit internal yang optimal.
Budaya organisasi juga menentukan efektivitas audit internal. Seperti laporan panitia
investigasi yang telah disebutkan sebelumnya tentang adanya budaya di Toshiba dimana
karyawan tidak dapat menentang perintah atasan. Apabila budaya perusahaan seperti ini, audit
internal yang jujur tidak akan dapat bertahan, terutama jika terlepas dari manajemen. Mungkin
ini adalah alasan mengapa audit internal di Toshiba memilih jalan yang mudah untuk berfokus
hanya pada ‘layanan konsultasi’tanpa melaporkan kelemahan pengendalian internal.
Audit internal adalah “mata dan telinga” dan “go to man” dari komite audit. Oleh karena
itu, kegagalan audit internal, menyebabkan kegagalan tata kelola perusahaan.

Beberapa kelemahan pengendalian internal yang dapat diidentifikasi antara lain:

1. Kelemahan pertama dalam pengendalian internal Toshiba berada pada divisi audit yang
seharusnya bertanggung jawab atas audit divisi perusahaan, justru lebih sering menyediakan
layanan konsultasi kepada manajemen dan jarang melakukan kegiatan audit akuntansi.
Memang salah satu fungsi dari auditor adalah memberikan jaminan kepada manajemen
mengenai keputusan yang diambil manajemen, namun tugas pertama dari auditor juga untuk
memeriksa kebenaran dari laporan keuangan yang disediakan oleh klien.
2. Komite audit yang bertanggung jawab terhadap laporan keuangan Toshiba tidak memiliki
kebebasan dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dikarenakan pihak Toshiba membatasi
pergerakan auditor dengan tidak memberikan izin untuk memeriksa dokumen-dokumen
penting untuk keperluan laporan audit. Oleh karena itu audit internal tidak memiliki
cangkupan yang luas dalam mengetahui kecurangna yang dilakukan oleh Toshiba.
Kelemahan pengendalian audit bukan disebabkan oleh ketidak mampuan auditor dan komite
audit, melainkan disebabkan oleh Toshiba yang membatasi ruang lingkup pemeriksaan
audit.
3. Manajemen dalam Toshiba juga sering kali memberikan target yang tidak dapat dicapai,
yang akhirnya justru memberikan tekanan berlebihan kepada bawahan untuk mencapai
target apapun caranya. Ini merupakan bentuk kelemahan pengendalian internal yang dialami
oleh Toshiba. Penentuan target yang tidak memungkinkan akan menimbulkan masalah
motivasi, dan tekanan yang berlebih kepada karyawan yang nantinya akan mendorong
kecenderungan karyawan untuk melakukan kecurangan demi menghindari kegagalan dalam
mencapai target yang ditetapkan. Kecenderungan yang sering terjadi akibat penentuan target
yang tidak masuk akal salah satunya adalah gamesmanship.
4. Adanya kelalaian dari auditor internal dalam hal tugas dan tanggung jawab utamanya adalah
melakukan audit pemeriksaan atas laporan keuangan perusahaan, dan kondisi kelalaian ini
yang terjadi di perusahaan Toshiba yang menyebabkan adanya kesalahan dalam penyajian
laporan keuangan yang mana tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
5. Adanya tekanan dalam hal pencapaian target yang di tetapkan oleh pimpinan mencerminkan
tidak adanya komunikasi yang baik di antara pimpinan dan seluruh karyawan sehingga
menimbulkan karyawan tidak mampu mengutarakan pendapat dan terpaksa melakukan
segala perintah tanpa dapat memberikan suara, sehingga dampak buruk yang diterima
perusahaan merupakan akibat dari komunikasi yang buruk dan tidak terbuka dalam
manajemen perusahaan.
6. Seorang akuntan Toshiba telah mengorbankan kepentingan publik demi kepentingan
pribadi. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan Toshiba, menyebabkan
pengambilan keputusan yang salah bagi investor. Hal demikian bisa saja terjadi karena
kurangnya kontrol internal berupa supervisi terhadap bagian keuangan sehingga satu orang
memungkinkan untuk melakukan fraud atau tindakan yang menyalahi kode etik.
7. Seorang akuntan Toshiba terbukti tidak jujur dalam menyusun laporan keuangan, sehingga
telah melanggar prinsip kode etik akuntansi. Kelemahan ini dapat terjadi karena kurangnya
supervisi atau pemberian kuasa yang bebas pada satu karyawan.
8. Seorang akuntan terbukti meninggikan laba didalam laporan keuangannya dikarenakan
pengaruh para eksekutifnya. Kelemahan ini dapat terjadi karena kurangnya kontrol dan
keterlibatan pemangku kepentingan atau stakeholder dalam suatu perusahaan sehingga
memungkinkan perusahaan memberi dan menerbitkan laporan yang tidak sesuai.

Dari beberapa kelemahan pengendalian internal dan audit internal dari Toshiba tersebut
kelompok kami juga melakukan analisis dan mmberikan solusi untuk kasus yang terjadi pada
Toshiba sebagai berikut:

Analisis :
Dalam kasus ini terdapat permasalahan yang dilanggar oleh para eksekutif Toshiba diantaranya :
1. Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, seorang akuntan harus secara terus-
menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Dalam hal ini, akuntan dalam Toshiba telah mengorbankan kepentingan publik demi
kepentingan mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan
Toshiba, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi investor.
2. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa
harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun, Toshiba terbukti tidak jujur dalam
menyusun laporan keuangan mereka. Sehingga telah melanggar prinsip kode etik
akuntansi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
3. Obyektivitas
Obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau
berada dibawah pengaruh pihak lain. Dalam hal ini, akuntan Toshiba tidak menunjukkan
prinsip obyektivitasnya. Hal ini dibuktikan oleh dalam penyusunan laporan keuangan,
akuntan masih didalam pengaruh para eksekutifnya untuk meninggikan laba didalam
laporan keuangannya.

Solusi
Dalam kasus skandal  akuntansi yang dilakukan oleh Toshiba menunjukkan perilaku bisnis yang
kurang baik. Dilihat dari etika pada kasus ini adanya tindakan kecurangan dalam pembuatan
laporan keuangan dengan menaikan laba operasional perusahaan. Dalam menciptakan etika
bisnis yang baik dikasus ini ada hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain :
1. Menyusun strategi untuk mencapai target penjualan
Pencapaian target dalam perusahaan memanglah sangat penting untuk meningkatkan laba
bagi perusahaan. Apabila perusahaan belum mencapai target yang diinginkan ,
perusahaan dapat menyusun strategi untuk mencapai target penjualannya seperti
mengutamakan kualitas dan inovasi produk, melakukan promosi secara efektif, dan
memberikan pelayanan lebih baik lagi kepada pelanggan.
2. Memperbaiki budaya perusahaan
Budaya diperusahaan Toshiba dimana karyawan tidak dapat menentang perintah atasan
sangatlah tidak baik. Sebagai atasan, mereka harus mengembangkan budaya continuous
improvement seperti mengkomunikasikan ekspetasi mereka, beri informasi dan pelatihan
kepada karyawan, menilai pengetahuan dan keterampilan karyawan-karyawannya,
memberikan dorongan kepada karyawannya, menunjukkan konsistensi, berikan
kesempatan untuk eksperimen dan kesalahan kepada karyawan. Tidak hanya itu, mereka
juga harus memiliki pengontrolan yang baik terhadap sejauh mana perkembangan target
pencapaian mereka. Bentuk pengontrolan ini bisa seperti rapat mingguan, rapat dua
mingguan, atau rapat bulanan.
3. Membangun independensi auditor internal
Independensi internal audit Toshiba sangat buruk. Bahkan 3 komite audit tidak memiliki
pengetahuan tentang keuangan dan akuntansi. Dalam hal ini, audit internal pada
perusahaan Toshiba harus membangun independensinya. Sesuai dengan interprestasi
standar internal audit, untuk mencerminkan independensi, kedudukan Internal audit
dalam organisasi harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga mampu mengungkapkan
pandangan dan pemikirannya tanpa pengaruh ataupun tekanan dari manajemen ataupun
pihak lain yang terkait dengan organisasi. Pemimpin internal audit memiliki akses
langsung dan tidak terbatasi dengan manajemen senior dan komisaris untuk melaporkan
hasil auditnya.

Sumber:

Merchant, K. A., & A., V. der S. W. (2017). Management control systems: performance
measurement, evaluation and incentives. Harlow, England: Pearson.

You might also like