Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

DAMPAK KRISIS TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

Oleh: Saliman
(Staf Pengajar Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta)

Abstract
The economic growth of Indonesian before the year 1997 was
considerably rapid and able to bring Indonesia obtaining a notation as one
of Asian tigers. The economic growth brought positive impact to the
matters pertaining to manpower of Indonesia. In 1997 the economic crises
had befallen on Indonesia, the economic condition of Indonesia destroyed,
business and industrial world were collapsed, signed by the bankruptcy of
several companies. Even, there were some companies moved abroad,
seeking new countries that had lower costs of production as home base.
The impact of the crisis was many labor force lost their employment.
The severance of working relation (PHK) was undertaken for the sake of
efficiency so that the production could be run. On the other side, new job
seekers emerged to compete in obtaining work field. The accumulation of
the severance of working relation (PHK) and new labor force results in the
increasing number of unemployment. Meanwhile the absorption power of
work field was considerable limited due to the lack of opening new
business.
Ironically, there were various job vacancies unoccupied. The vacancies
were still unoccupied since many job seekers graduating from Indonesian
educational institution lacked expertise, skills and professionalism
demanded. The educational institution had merely been able to pass
unprepared labor force. Consequently, many educated unemployed could
not be absorbed in field of work. There shall be many potential negative
impacts due to the educated unemployment. Therefore, it necessitated real
efforts in educational world to prepare its graduates so that they would be
absorbed in work field, for example by the reevaluation of curriculum
substance. The curriculum should be able to provide real experience for
students. The entrepreneurship as exploratory subject should be taught
since Senior High School. Furthermore, the apprentice program needed to
be formulated by involving world of business and industry so that the
implementation would give contribution significantly to the preparation
process of labor force.
Key words: economic crisis, labour force, employment

74
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

A. Pendahuluan partisipasi angkatan kerja, angka


Pertumbuhan ekonomi Indonesia pengangguran, angka pertumbuhan
sampai pertengahan tahun 1997 lapangan kerja yang selalu menunjukkan
menunjukkan perkembangan yang luar peningkatan.
biasa, diikuti beberapa keberhasilan yang Dari sisi partisipasi angkatan kerja
cukup menggembirakan di berbagai menurut Revrisond Baswir (2003) dapat
bidang. Keberhasilan pertumbuhan diketahui bahwa persentase angkatan
ekonomi yang cukup nyata adalah kerja di Indonesia mengalami
naiknya pendapatan per kapita dari peningkatan yang sangat tajam dari 46,8
hanya sekitar US $ 70 pada masa persen pada tahun 1971 menjadi 53
sebelum Pelita I menjadi di atas US $ persen pada tahun 1990. Peningkatan ini
780 pada periode 1990-an. secara substansial terjadi karena
Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkatnya partisipasi angkatan kerja
yang cukup tinggi tersebut berhasil wanita. Partisipasi angkatan kerja wanita
menurunkan jumlah penduduk miskin. naik cukup berarti dari 32,6 persen pada
Pada tahun 1970, penduduk miskin lebih tahun 1980 menjadi 39,6 persen pada
dari 70 juta jiwa atau 60 persen dari tahun 1990. Sementara itu angkatan
jumlah penduduk, pada tahun 1993 kerja pria meningkat pada periode yang
jumlahnya menjadi 25,9 juta jiwa atau sama dari 68,8 persen menjadi 70,6
13,6 persen dari jumlah penduduk, dan persen.
bahkan pada akhir tahun 1996, jumlah Sementara itu mengenai kondisi
penduduk miskin berkurang lagi menjadi angka pengangguran lebih jauh
tinggal 22,5 juta atau sebesar 11,34 Revrisond Baswir (2003) menjelaskan
persen dari jumlah penduduk. bahwa terlepas dari konsep
Keberhasilan yang lain adalah pengangguran di Indonesia, data
tumbuhnya perekonomian selama Orde memperlihatkan bahwa persentase
Baru dengan rata-rata 7 persen per pengangguran di Indonesia pada tahun
tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi 1994 hanya sekitar 4,4 persen. Angka ini
ini membuat dunia internasional kagum relatif lebih rendah dibandingkan dengan
sehingga Indonesia disebut sebagai salah Negara lain dan juga relatif konstan pada
satu dari empat macan Asia. kurun waktu yang cukup lama. Kondisi ini
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tampaknya lebih berkaitan dengan
tinggi tersebut membawa dampak positif konsep pengangguran di Indonesia di
pada dunia ketenagakerjaan. Dampak mana orang dikatakan menganggur
positif tersebut tercermin dari beberapa apabila hanya bekerja satu jam per
indikasi ketenagakerjaan, seperti tingkat minggunya.

75
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

Kondisi lapangan pekerjaan di membalik keadaan ekonomi Indonesia


Indonesia dalam dua dekade terakhir ini, menjadi porak poranda. Banyak sektor
telah terjadi perubahan yang cukup swasta yang bangkrut, sehingga banyak
signifikan. Pada tahun 1971 tercatat tenaga kerja yang di PHK, seiring dengan
73,04 persen orang yang bekerja pada bertambahnya angkatan kerja baru yang
sektor pertanian, 11,19 persen di sektor mulai mencari pekerjaan. Pada akhirnya
industri dan 15,76 persen di sektor jasa. daya beli masyarakat sangat lemah
Sementara pada tahun 1986 persentase sebagai akibat meningkatnya
tenaga kerja yang bekerja di sektor pengangguran, kemiskinan meningkat,
pertanian menurun menjadi 55 persen dan kebodohan menjadi penyakit yang
dan sisanya bekerja di lapangan sulit disembuhkan.
pekerjaan lainnya yaitu industri dan jasa. Salah satu persoalan nasional yang
Lapangan pekerjaan yang meningkat sampai saat ini belum terpecahkan
tajam pada tahun 1990 adalah adalah masalah pengangguran yang
perdagangan (14,7 persen), jasa (13,1 diperkirakan akan tetap mewarnai
persen) dan manufaktur (11,4 persen). ketenagakerjaan Indonesia hingga
Perubahan lapangan kerja penduduk ini beberapa waktu mendatang. Sebagai
merupakan dampak dari perkembangan gambaran riil pada tahun 2001 di mana
ekonomi Indonesia pada kurun waktu pertumbuhan ekonomi nasional sebesar
1970-an dan 1980-an. Indikator 3,3 persen hanya mampu menciptakan
perkembangan ekonomi juga diikuti kesempatan kerja bagi hanya 970 ribu
dengan perubahan status pekerjaan, orang, sementara angkatan kerja telah
yang ditandai dengan jumlah tenaga meningkat dengan 2,5 persen dari tahun
kerja pada sektor formal dan non formal. sebelumnya. Jumlah ini merupakan 8,10
Jumlah tenaga kerja pada sektor formal persen dari angkatan kerja Indonesia
naik dari 26 persen (1980) menjadi 35 pada tahun 2001, dan persentase
persen (1997), sedangkan jumlah pengangguran terbuka ini lebih besar
nonformal turun dari 74 persen (1980) dari persentase pengangguran terbuka
menjadi 65 persen (1997), namun secara pada tahun 2000 yang sebesar 6,08
total persentase tenaga kerja non formal persen dari total angkatan kerja.
selalu lebih besar dibandingkan dengan Selama 10 tahun terakhir ini telah
tenaga kerja di sektor formal. terjadi pergeseran dalam pengangguran
Kondisi tersebut di atas ternyata tidak terbuka, yaitu dari pengangguran
berjalan mulus, Indonesia sebagai salah berpendidikan rendah ke pengangguran
satu kekuatan ekonomi Asia tidak berpendidikan tinggi. Studi yang
sustainable. Krisis ekonomi yang terjadi dilakukan oleh Depnakertrans baru-baru
pada pertengahan tahun 1997 telah ini mengemukakan angka bahwa

76
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

penganggur terbuka berpendidikan dunia kerja, tetapi juga berimbas pada


akademi atau D3 pada tahun 2000 kondisi dunia pendidikan yang ada. Para
tercatat sebesar 8,61 persen dari lulusan dari perguruan-perguruan tinggi
angkatan kerja jenjang pendidikan terkemuka sekalipun, saat ini mengalami
tersebut telah meningkat menjadi 11,22 kesulitan untuk dapat menembus pasar
persen pada tahun 2002. Sementara itu dunia kerja. Beberapa hal yang kiranya
penganggur terbuka berpendidikan menjadi penyebab adalah : Masih
universitas / D3 pada tahun 2000 sedikitnya peluang kerja di perusahaan-
tercatat sebesar 12, 03 persen menurun perusahaan. Hal ini menyebabkan tingkat
menjadi 10,83 persen pada tahun 2001. persaingan mendapatkan pekerjaan
Sedangkan Studi pada tahun 2003 tersebut semakin tinggi di mana tidak
menyajikan data pencari kerja seperti hanya dibutuhkan seorang tenaga kerja
terlihat pada Tabel 1. yang menguasai teknis pekerjaan tetapi

Tabel 1. Pencari Kerja Terdaftar Menurut Pendidikan Tahun 2003 (dalam ribuan)
Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
< SD 2,698 2,452 5,150
SMTP 3,878 2,121 5,999
SMTA 56,741 55,369 112,110
Diploma 2,086 2,487 4,573
Universitas 3,337 3,835 7,172
Jumlah 68,740 66,264 135,004
Sumber : Depnakertrans, Direktorat Diaguna - Ditjen PPTKDN Data Juli s.d.
September 2003

Dari studi tersebut dapat diketahui juga memiliki keunggulan kompetitif


bahwa pencari kerja yang merupakan lainnya seperti keunggulan personality,
bagian dari pengangguran semakin kepemimpinan, kreativitas dan lain-lain.
besar. Bahkan diketahui bahwa Di sisi lain perusahaan-perusahaan
persentase penganggur terbuka yang merupakan pengguna dari para
cenderung semakin menaik dengan lulusan lembaga pendidikan
semakin tingginya tingkat pendidikan, membutuhkan para karyawan yang
yang selanjutnya lebih dikenal dengan mempunyai kualifikasi baik, tidak hanya
pengangguran terdidik. Pengangguran dalam bidang keprofesian dan aspek-
ternyata tidak hanya menjadi aspek manajerial tetapi juga aspek etika
permasalahan ketenagakerjaan dan dan moralitas yang justru memberikan

77
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

kontribusi yang cukup besar dalam tidak membawa hasil maksimal, bahkan
pengembangan perusahaan yang menambah keterpurukan perekonomian
bersangkutan. Untuk mendapatkan SDM Indonesia. Selanjutnya ketidakpercayaan
yang berkualitas tersebut, perusahaan masyarakat terhadap para pemimpin
terkadang mengeluarkan investasi yang bangsa memuncak sehingga berakibat
cukup besar. Persoalan pokok yang chaos di mana-mana, sebagai luapan
dihadapi dalam bidang ketenagakerjaan rasa ketidakpuasan masyarakat. Kondisi
adalah kelebihan tenaga kerja serta tersebut banyak disebut sebagai krisis
kecilnya kesempatan kerja yang tercipta multidimensional. Banyak hal yang terjadi
pada setiap sektor sehingga terjadi akibat krisis yang melanda Indonesia,
pengangguran. Lebih lanjut dapat tulisan ini akan mencoba mengupas
dijelaskan bahwa para penganggur yang berbagai kondisi kaitannya dengan krisis
dimiliki oleh baik di kota maupun di multidimensional yang menerjang
pedesaan merupakan penyumbang Indonesia. Terutama akan dikaji
terbesar dari daerah lumbung-lumbung mengenai dampak krisis terhadap
kemiskinan. ketenagakerjaan di Indonesia, dan
Di samping penganggur terbuka, mengatasi pengangguran terdidik.
setengah penganggur yaitu mereka yang
bekerja kurang dari 35 jam per minggu B. Krisis dan Ketenagakerjaan
juga menjadi isu pokok ketenagakerjaan. Seiring dengan terjadinya krisis yang
Jumlah setengah penganggur ini lebih berawal pada pertengahan tahun 1997,
besar dari pada penganggur. Penduduk kondisi ketenagakerjaan berubah drastis.
miskin khususnya mereka yang berada di Perekonomian yang sebelumnya tumbuh
bawah garis kemiskinan berhubungan demikian pesat, ternyata mengalami
erat dengan pengangguran dan setengah kontraksi. Demikian pula halnya dengan
menganggur. ketenagakerjaan. Dunia ketenagakerjaan
Krisis ekonomi yang terjadi pada yang telah menunjukkan pertumbuhan
pertengahan tahun 1997 telah membalik ke arah positif, berbalik arah seratus
keadaan ekonomi Indonesia menjadi delapan puluh derajat.
kalang kabut, celakanya Negara dililit Akibat keruntuhan perusahaan-
utang akibat bantuan luar negeri yang perusahaan dan atau akibat kebijakan
sangat mengikat. International Monetary perusahaan menghadapi krisis, tenaga
Found (IMF) kemudian tampil sebagai kerja mengalami dampak secara
dewa penolong, akan tetapi tidak langsung berupa pemutusan hubungan
mujarab dalam mengobati penyakit yang kerja (PHK). Tercatat selama akhir 1997
diderita oleh Indonesia. Suntikan dana terjadi beberapa kasus PHK. Berdasarkan
yang diberikan IMF kepada Indonesia data yang didapat dari Depnaker seperti

78
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

dikutip Revrisond Baswir (2003), sampai Pada tahun 1998 kondisi lebih parah
akhir tahun 1997 terdapat 42 perusahaan lagi. Menurut data FSPSI, tenaga kerja
yang sudah mengajukan permohonan yang terkena PHK selama krisis moneter
PHK kepada Depnaker, dengan total sudah mencapai 30 juta orang. (Harian
pekerja yang diajukan sejumlah 15.199 Terbit, 30 Desember 1998). Sedangkan
tenaga kerja. Angka tersebut cukup menurut Depnaker kenaikan
spektakuler di mana angka serapan pengangguran pada tahun 1998 sebesar
tenaga kerja sangat kecil. 7,9 juta orang, terdiri dari tenaga kerja
Sementara itu berdasarkan pendataan baru sebesar 2,7 juta dan tenaga kerja
dari masing-masing sektor yang terkena kena PHK sebesar 5,2 juta. Bila
dampak krisis, jumlah kasus PHK dijumlahkan dengan pengangguran
ternyata jauh lebih besar. Bahkan sampai tahun sebelumnya yang berjumlah 5,8
akhir Desember 1997 telah menyebabkan juta maka total pengangguran pada
terjadinya PHK terhadap 40 ribu pekerja tahun 1998 adalah 13,7 juta, atau
yang menggantungkan nasibnya di sebesar 14,8 persen dari total angkatan
sektor properti. Di samping itu terdapat kerja. Sementara itu Bappenas
potensi PHK lagi sebesar 190 ribu pekerja menghitung angka pengangguran yang
lainnya. Sampai Oktober 1997 sekitar 50 terjadi selama tahun 1998 sebesar 12,44
persen dari pengembang swasta terpaksa juta orang atau 13,6 persen dari
menghentikan kegiatannya karena krisis. angkatan kerja yang sebesar 91,53 juta.
Dengan demikian ratusan rubu tenaga Angka tersebut terdiri dari pengangguran
kerja dari sektor tersebut juga terancam baru sebesar 2,8 juta dan korban PHK
di PHK. sebesar 3,84 juta ditambah
Secara keseluruhan menurut pengangguran tahun 1997 sebesar 5,8
Departeman Tenaga Kerja RI, PHK telah juta orang. Sampai saat ini tidak ada
menimpa satu juta pekerja dikarenakan data pasti mengenai karakter
krisis moneter sampai akhir 1997 pengangguran yang terjadi selama krisis.
(Kompas, 30 Desember 1997). PHK Berdasarkan data BPS (Biro Pusat
terjadi di beberapa sektor usaha, Statistik) sampai Mei 1997, sekitar 45
terutama bidang konstruksi, properti dan persen tenaga kerja bekerja di bawah 35
perbankan. Secara keseluruhan menurut jam per minggu atau setara dengan 25
Depnaker dan Bappenas seperti persen pengangguran penuh. Jika
dijelaskan Revrisond Baswir (2003), ditambah angka pengangguran terbuka
jumlah pengangguran sampai akhir 2.67 persen dan pengaruh krisis ekonomi
tahun 1997 adalah sebesar 5,8 juta yang berkepanjangan, total
orang. pengangguran nyata bisa mencapai 35-

79
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

40 persen. Suatu tingkat yang sangat angkatan kerja yang benar-benar


serius dan membahayakan dalam menganggur. Di luar pengertian
pembangunan nasional. tersebut, di Indonesia terdapat sejumlah
besar penganggur yang dalam konsep
C. Pengangguran Tenaga Kerja ekonomi termasuk dalam kualifikasi
Terdidik pengangguran terselubung (disguised
Persoalan mendasar ketenagakerjaan unemployment), yakni tenaga kerja yang
di Indonesia saat ini adalah menyangkut tidak bekerja secara optimal karena tidak
masalah pengangguran. Seperti memperoleh pekerjaan yang sesuai
dijelaskan sebelumnya pengangguran dengan bidangnya disebabkan lemahnya
disebabkan oleh pertambahan angkatan permintaan tenaga kerja. Konsep lainnya
kerja baru yang jauh lebih besar adalah under employment, yakni tenaga
dibanding pertumbuhan lapangan kerja kerja yang jumlah jam kerjanya tidak
produktif yang dapat diciptakan setiap optimal karena ketiadaan kesempatan
tahun. Pasca krisis moneter, gap tersebut untuk bekerja.
semakin membengkak tajam. Di samping masalah tingginya angka
Pada tahun 1998 tingkat pengangguran, yang termasuk juga
pengangguran mencapai 5,7 persen. rawan adalah pengangguran tenaga
Angka ini sebenarnya masih di sekitar terdidik, yaitu angkatan kerja
tingkat pengangguran natural (Natural berpendidikan menengah ke atas dan
Rate of Unemployment), suatu tingkat tidak bekerja. Fenomena ini patut
yang secara alamiah mustahil diantisipasi sebab cakupannya
dihindarkan. Ini mencakup berdimensi luas, khususnya dalam
pengangguran yang muncul karena kaitannya dengan strategi serta
peralihan antar kerja oleh tenaga kerja. kebijakan perekonomian dan pendidikan
Dengan jumlah angkatan kerja 92,7 juta, nasional.
pengangguran 5,7 persen berarti Tabel 2 mengungkapkan beberapa
terdapat 4,5 juta orang penganggur. hal menarik. Pertama, pada 1998,
Sebenarnya tingkat pengangguran ini hampir separuh (49 persen) penganggur
relatif kecil dibanding tingkat ternyata berpendidikan menengah atas
pengangguran di beberapa negara (SMTA Umum dan Kejuruan). Kedua,
industri maju di Eropa di tahun 90-an periode 1982-1998, terjadi peningkatan
yang bahkan mencapai dua digit. pengangguran berpendidikan menengah
Namun tingkat pengangguran 5,7 persen ke atas (SMTA, Akademi dan Sarjana)
tersebut sebenarnya adalah angka secara signifikan dari 26 persen menjadi
pengangguran terbuka (open 57 persen, atau meningkat hampir 120
unemployment), yakni penduduk persen. Ketiga, laju peningkatan

80
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

Tabel 2. Struktur Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan ( persen)


Pendidikan 1982 1995 1998
SD ke bawah 61.74 40.68 23.09
SLTP 11.79 16.33 19.44
SLTA Umum 12.30 24.90 32.13
SLTA Kejuruan 12.69 11.61 16.86
Diploma 0.91 2.61 3.47
- Diploma I 0.74 0.94
- Diploma II 1.87 2.53
Universitas 0.57 3.86 5.02
Sumber: Statistik Tahunan Indonesia, 1985, 1995, 1998

pengangguran di sekolah menengah didominasi sektor-sektor subsistensi yang


kejuruan lebih rendah daripada sekolah tidak membutuhkan tenaga kerja
menengah umum, baik pada menengah berpendidikan.
pertama maupun pada menengah atas. Ini menimbulkan gejala supply induce
Keempat, persentase peningkatan tingkat di mana tenaga kerja terdidik yang
pengangguran berpendidikan sarjana jumlahnya cukup besar memberi tekanan
adalah paling tinggi, yang melonjak dari kuat terhadap kesempatan kerja di sektor
0,57 persen pada 1982 menjadi 5,02 formal yang jumlahnya relatif kecil,
persen pada 1998. sehingga terjadi pendayagunaan tenaga
Secara kualitatif, kualitas tenaga kerja kerja terdidik yang tidak optimal. Secara
nasional meningkat disebabkan dua hal. makro ini juga disebabkan transformasi
Pertama, pembangunan ekonomi pada struktur ekonomi dari sektor primer
tingkat tertentu berhasil meningkatkan (pertanian) ke sektor sekunder dan
pendapatan masyarakat sehingga tersier (industri dan jasa) tidak diikuti
masyarakat lebih mampu membiayai transformasi penyerapan tenaga kerja.
pendidikan formal dan mengakomodasi Periode 1980-1998, penyerapan tenaga
makanan bergizi yang membantu kualitas kerja sektor primer turun 9 persen
tenaga kerja. Kedua, berbagai kebijakan menjadi 47 persen, sementara sektor
di bidang pendidikan nasional membawa sekunder dan tersier hanya meningkat 3
peningkatan pada kualitas pendidikan persen dari 23 persen. Di lain pihak
formal angkatan kerja. Akan tetapi, pada kontribusi sektor primer terhadap PDB
saat angkatan kerja terdidik meningkat turun sebesar 9 persen menjadi 15
dengan pesat, lapangan kerja masih persen sementara sektor sekunder dan

81
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

tersier meningkat sekitar 14 persen keterampilan yang dibutuhkan untuk


menjadi 27 persen. masuk dunia kerja. Apa yang terjadi
Tampaknya gejala tersebut sekarang adalah, mayoritas angkatan
diakibatkan pola perkembangan industri kerja berpendidikan SMTA Umum bekerja
saat ini yang kurang berbasis pada di sektor perdagangan dan sektor
permasalahan nasional yang sifatnya informal yang produktivitasnya relatif
seolah labor surplus padahal karena rendah.
permintaan yang kecil. Dengan
demikian, di samping membangun D. Upaya Pengurangan
industri skala besar yang sifatnya padat Pengangguran Tenaga Kerja
modal dan teknologi, perhatian juga Terdidik
sudah seharusnya diberikan pada Gugatan berkepanjangan terhadap
pengembangan industri yang lebih pendidikan nasional berkisar pada
berorientasi pada penyerapan tenaga kualitas para lulusan yang tidak cocok
kerja terdidik yang tidak hanya dengan kebutuhan dunia usaha.
jumlahnya besar tetapi juga tumbuh Lembaga pendidikan tidak bisa
dengan sangat cepat. menghasilkan lulusan siap pakai yang
Perlu juga penanganan serius sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan
terhadap tingginya persentase lulusan perkembangan ekonomi nasional.
SMTA Umum yang menganggur (lebih Ketidaksesuaian (mismacth) ini kemudian
tinggi daripada SMTA Kejuruan). Hal ini menjadi isu utama dalam polemik antara
karena pada dasarnya SMTA Umum dunia pendidian dan dunia usaha. Jalan
dipersiapkan untuk memasuki perguruan keluar yang sempat mengemuka
tinggi, pada hal untuk masuk ke dunia beberapa tahun lalu adalah konsep link
perguruan tinggi, selain tempat terbatas, and macth (kaitan dan padanan) antara
mahalnya biaya juga menjadi kendala dunia pendidikan dan dunia usaha yang
utama. didengungkan mantan Mendikbud
Berbagai perubahan menyangkut Wardiman.
penjurusan di tingkat menengah atas Ketidaksesuaian tersebut barangkali
tampaknya tidak akan mampu menjawab dapat tergambar data empiris berikut.
permasalahan kualitas angkatan kerja Dari 593.153 lowongan kerja terdaftar
golongan pendidikan ini. Seharusnya, pada Departemen Tenaga Kerja sampai
kurikulum SMTA Umum sekarang akhir 1997, terdapat 17 persen lowongan
mendapat proporsi keterampilan praktis kerja yang tidak dapat terisi. Sekitar 50
sehingga bilamana lulusan SMTA tidak persen di antaranya adalah angkatan
mampu melanjutkan ke perguruan kerja berpendidikan sarjana dan sarjana
tinggi, paling tidak sudah memiliki bekal muda, sedangkan paling rendah lulusan

82
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

SD dan diploma satu (D1) sekitar 10 dan aksi-aksi politik yang eksplosif
persen. Demikian juga dari data Biro didukung oleh para lulusan dunia
Pusat Statistik, periode 1980-1997, pendidikan menengah yang tidak
angka pengangguran terbuka pada bekerja.
angkatan kerja berpendidikan menengah Dari dimensi ekonomi, masalah ini
ke atas meningkat tajam. Lebih jauh merupakan pemborosan nasional.
dapat dilihat pada Tabel 3. Investasi pendidikan adalah biaya yang
Tingginya tingkat pengangguran di tidak sedikit, apalagi pada tingkat
kalangan angkatan kerja terdidik ini pendidikan menengah ke atas. Jika
dapat berdampak serius pada berbagai angkatan kerja ini tidak didayagunakan
dimensi kehidupan. Dari dimensi politik, sesuai dengan kapasitasnya, maka
dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi terjadi inefisiensi (pemborosan) biaya,
tingkat pendidikan para pengangggur, waktu, dana maupun energi.
semakin gawat kadar tindakan Dari dimensi sosial-psikologi,
destabilitas yang tercipta. Lulusan pengangguran tenaga terdidik sangat

Tabel 3. Pengangguran dan Lowongan Kerja Tidak Terisi


Tingkat Pengangguran Lowongan Tidak Terisi
Tingkat Pendidikan
1980 1998 1997
SD ke bawah 75,2 23.09 7,9
SLTP 14,5 19.44 30,5
SLTA Umum 6,5 32.13 23,3
SLTA Kejuruan 7,8 16.86 32,9
Akademi 0,5 3.47 35,4
Universitas 0,3 5.02 43,7
Sumber: Keadaan Angkatan Kerja (BPS: 1980, 1997). Direktorat Informasi Pasar
Kerja, Depnaker, 1997

perguruan tinggi yang tidak terlibat berbahaya. Situasi ini akan menimbulkan
dalam kegiatan ekonomi dapat kemerosotan rasa percaya diri dan harga
mendorong pada perubahan sosial yang diri para penganggur. Apabila
cepat. Sementara itu tamatan pendidikan berlangsung dalam kurun waktu relatif
menengah yang tidak bekerja dapat lama, hilangnya rasa percaya diri ini
semakin mempergawat kadar ketidak- akan semakin terakumulasi dan dapat
damaian politik. Banyak kasus kerusuhan mengimbas pada angkatan kerja lainnya.

83
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

Karena pengangguran terdidik berada memasuki sektor formal yang kurang


pada kisaran usia muda, rasa minder ini berisiko. Hal ini menimbulkan tekanan
akan berdampak serius mengingat penawaran di mana tenaga kerja terdidik
pemuda adalah generasi penerus dan yang jumlahnya cukup besar memberi
harapan bangsa di masa depan. tekanan kuat terhadap kesempatan kerja
Jika ditelusuri lebih lanjut, di sektor formal yang jumlahnya relatif
meningkatnya pengangguran tenaga kecil, sehingga terjadi pendayagunaan
terdidik merupakan gabungan beberapa tenaga kerja terdidik yang tidak optimal.
penyebab. Pertama, ketidakcocokan Keempat, belum efisiennya fungsi
antara karakteristik lulusan baru yang pasar tenaga kerja. Di samping faktor
memasuki dunia kerja (sisi penawaran kesulitan memperoleh lapangan kerja,
tenaga kerja) dengan kesempatan kerja arus informasi tenaga kerja yang tidak
yang tersedia (sisi permintaan tenaga sempurna dan tidak lancar menyebabkan
kerja). Ketidakcocokan ini mungkin banyak angkatan kerja bekerja di luar
bersifat geografis, jenis pekerjaan, bidangnya. Hal ini tentu saja
orientasi status atau masalah keahlian berpengaruh pada efektivitas dan
khusus. efisiensi penggunaan tenaga kerja.
Kedua, semakin terdidik seseorang, Tidak berarti keunggulan komparatif
semakin besar harapannya pada jenis ini terletak pada upah yang rendah.
pekerjaan yang aman. Golongan ini Justru masalahnya, bagaimana
menilai tinggi pekerjaan yang stabil meningkatkan kualitas lulusan sekolah
daripada pekerjaan yang berisiko tinggi menengah ke atas sehingga elastisitas
sehingga lebih suka bekerja pada penawarannya tinggi. Hal ini berarti perlu
perusahaan besar daripada membuka penekanan perhatian terhadap kurikulum
usaha sendiri. Hal ini diperkuat hasil studi sistem pendidikan formal menyangkut,
Clignet (1980) yang menemukan gejala sejauh mana isi kurikulum mampu
meningkatnya pengangguran terdidik di meningkatkan keterampilan, keahlian dan
Indonesia antara lain disebabkan adanya daya adaptasi lulusan terhadap dunia
keinginan memilih pekerjaan yang aman nyata. Dengan demikian, tidak ada
dari risiko. Dengan demikian angkatan salahnya jika kurikulum secara eksplisit
kerja terdidik lebih suka memilih meliputi beberapa langkah "bimbingan
menganggur daripada mendapat karir" atau informasi realistis tentang
pekerjaan yang tidak sesuai dengan prospek pasar tenaga kerja, latihan
keinginan mereka. manajerial dasar/ wirausaha dan praktek
Ketiga, terbatasnya daya serap permagangan.
tenaga kerja sektor formal sementara Krisis ekonomi yang berkelanjutan,
angkatan kerja terdidik cenderung yang terutama di persulit dengan tarik

84
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

menarik kepentingan berbagai kelompok lulusan sekolah menengah atas untuk


politik, telah menyebabkan tidak bersikap pasif dan putus asa
pengangguran yang lebih tinggi pada apabila hanya mampu sekolah di tingkat
angkatan kerja terdidik. Sementara itu, lanjutan atas. Tetapi mereka akan
persoalan mendasar yang sudah menjadi terangsang dengan berbagai
berkembang sebelum krisis, yaitu adanya alternatif yang mungkin seperti berusaha
mismatch antara dunia pendidikan dan dengan pemahaman tentang dunia usaha
dunia kerja belum juga terjawab. Di lain yang sudah terbentuk sejak di bangku
situasi, akselerasi perubahan di bidang sekolah. Implementasi kewiraswastaan
manajemen, bisnis dan teknologi sangat ini tidak hanya proses belajar di kelas,
cepat dewasa ini. Ini mensyaratkan tetapi lebih pada perangsangan dan
bahwa dunia pendidikan nasional penggalian ide, pengenalan dunia usaha
dihadapkan pada tantangan yang jauh dan pengetahuan tentang berusaha. Ini
lebih berat. Selain kualitas output dalam kemudian melibatkan dunia usaha
hubungan dunia usaha dan dunia dimana baik secara fungsional dan
pendidikan ini, dunia pendidikan nasional institusi, dunia usaha dapat membantu
juga dituntut untuk mampu pengimplementasian program tersebut.
mengadaptasi pada perubahan sosial Masalahnya, sejauh mana konsep
yang terjadi. Ini terutama berkaitan tersebut tertuang dalam kerangka yang
dengan pendidikan dasar dan menengah. lebih operasional. Secara fungsional,
Orientasi pendidikan Orde Baru tentu beberapa perguruan tinggi swasta (PTS)
berbeda dengan orientasi pendidikan sudah menerapkan hal ini di mana
pemerintahan yang demokratis dan banyak praktisi bisnis menjadi dosen-
terbuka. Hal ini yang belum jelas dosen PTS, yang secara perlahan
tercermin dari kementerian pendidikan, membawa perubahan pada kurikulum.
yakni kebijakan apa yang harus dilakukan Akan tetapi, bila tidak diimbangi dengan
dalam upaya mengadaptasi pada penjembatanan secara struktural,
perubahan-perubahan yang terjadi serta misalnya dengan berbagai proyek
untuk turut memajukan kesejahteraan kerjasama penelitian antara dunia usaha
dan kesatuan nasional. dengan perguruan tinggi yang
Salah satu yang mendesak adalah melibatkan mahasiswa, dosen, peneliti
pengenalan dan pengimplementasian dan praktisi niscaya sulit untuk
kewiraswastaan dalam kurikulum mempersempit gap tersebut.
pendidikan nasional mulai dari menengah Akhirnya program magang mungkin
pertama sampai pendidikan tinggi. Ini salah satu alternatif solusi praktis dan
dengan sendirinya akan mendorong para tepat. Hal ini didasarkan bahwa dunia

85
Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 2 Nomor 3, Mei 2005

usaha terkesan tertutup terhadap dalam memperebutkan lapangan kerja.


mahasiswa yang datang untuk Dengan demikian jumlah pengangguran
melakukan kegiatan penelitian (riset) meningkat secara tajam, sebagai
sehingga menguatkan adanya akumulasi dari akibat PHK dan angkatan
kesenjangan tersebut. Dengan program kerja baru. Sementara daya serap
magang akan menjembatani kebutuhan lapangan kerja sangat minim karena
baik dari kalangan lembaga pendidikan tidak adanya pembukaan usaha baru.
maupun kalangan dunia usaha. Anehnya di antara membludaknya
angka pengangguran tersebut, ternyata
E. Kesimpulan masih ada beberapa lowongan pekerjaan
Pertumbuhan ekonomi yang cukup yang tidak terisi. Lowongan tersebut
pesat sebelum tahun 1997, tidak dapat terisi karena adanya tuntutak
mengantarkan Indonesia sebagai salah keahlian, ketrampilan, dan
satu macan Asia. Pertumbuhan ekonomi keprofesionalan yang kurang dimiliki oleh
tersebut mampu memacu pertumbuhan tenaga kerja lulsan lembaga pendidikan
di sektor-sektor lain. Termasuk Indonesia. Lembaga pendidikan hanya
membawa dampak positif terhadap mampu meluluskan tenaga kerja yang
ketenagakerjaan Indonesia. Akan tetapi tidak siap pakai. Akibatnya banyak
kondisi ini tidak sustainable, karena pada pengangguran terdidik yang tidak
pertengahan tahun 1997 krisis ekonomi terserap oleh lapangan kerja. Banyak
melanda Indonesia. Kondisi dampak yang potensial terjadi dari
perekonomian bangsa Indonesia porak pengangguran tenaga kerja terdidik.
poranda, karena basis ekonomi yang Oleh karena itu perlu upaya nyata dari
rapuh. Dunia usaha dan dunia industri dunia pendidikan untuk menyiapkan
gonjang-ganjing, yang ditandai dengan lulusannya agar mampu terserap oleh
bangkrutnya beberapa perusahaan. lapangan kerja. Upaya tersebut dapat
Bahkan beberapa perusahaan hengkang dilakukan dengan pencermatan kembali
ke luar negeri mencari negara-negara substansi kurikulum. Kurikulum harus
baru sebagai home base yang biaya mampu memberikan pengalaman nyata
produksinya lebih murah. terhadap peserta didik. Kewiraswastaan
Dampak dari bangkrutnya menjadi mata kajian yang harus
perusahaan, banyak tenaga kerja yang diajarkan sejak SLTA. Selanjutnya
kehilangan pekerjaanya. PHK dilakukan program magang perlu dirumuskan
oleh beberapa perusahaan dalam rangka kembali dengan melibatkan dunia usaha
efisiensi agar produksi tetap berjalan. Di dan dunia industri agar implementasinya
sisi lain pencari kerja baru bermunculan dapat memberikan sumbangan yang
ke permukaan yang ikut bertanding signifikan terhadap penyiapan tenaga

86
Dampak Krisis Terhadap Ketenagakerjaan Indonesia -- Saliman

kerja. Dengan langkah-langkah strategis khususnya pengangguran tenaga kerja


tersebut, maka pengangguran dan terdidik dapat dikurangi jumlahnya.

Daftar Pustaka
Baswir, Revrisond. (1997). Agenda Ekonomi Kerakyatan. Yogyakarta:IDEA – Pustaka
Pelajar.
--------. dkk. (2003). Terjajah di Negeri Sendiri. Jakarta: ELSAM.
Biro Pusat Statistik. (1997). Indikator Kesejahteraan Sosial.
--------. (1998). Statistik Tahunan Indonesia.
Depnaker. (1997). Direktorat Informasi Pasar Kerja.
Depnakertrans. (2003). Direktorat Diaguna - Ditjen PPTKDN.
Gajah Kusumo. (2004). Bahaya kemiskinan & pengangguran tetap mengancam.
Jakarta: Bisnis Indonesia.
Tobing, Elwin. (2004). Pendidikan, Pasar Tenaga Kerja dan Kewiraswastaan. Jakarta:
The Prospect.
---------. (2005). Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik. Jakarta: The Prospect.
Gie, Kwik Kian. (1998). Gonjang-Ganjing Ekonomi Indonesia: Badai Belum akan
Segera Berlalu. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wirosuhardjo, Kartono. (1986). Kebijaksanaan Kependudukan dan Ketenagakerjaan di
Indonesia. Jakarta: Lembaga Penerbitan Fakultas Ekonomi UI.
Harian Terbit. 30 Desember 1998

87

You might also like