Peta Gerakan Literasi Digital Di Indonesia: Studi Tentang Pelaku, Ragam Kegiatan, Kelompok Sasaran Dan Mitra

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

PETA GERAKAN LITERASI DIGITAL DI INDONESIA:


STUDI TENTANG PELAKU, RAGAM KEGIATAN, KELOMPOK SASARAN DAN MITRA

Novi Kurnia
novikurnia@ugm.ac.id
Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada
Santi Indra Astuti
santi.indraastuti@gmail.com
Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Bandung

Abstrack
Digital society nowadays faces various problems such as hoax or fake news, privacy
violation, cyberbullying, violence and pornography content, digital media addiction.
The question is whether such problems are emerging because of there is no adequate
digital literacy in Indonesia? To answer this question, Jaringan Pegiat Literasi Digital
(Japelidi, Network of Digital Literacy Activists) conducts a mapping research on digital
literacy movement in Indonesia. This study involves 56 researchers from 26 universities
in Indonesia. It maps out 342 digital literacy activities conducted in 9 cities in Indonesia.
Some research findings are: universities are the main actor in literacy digital movement in
Indonesia, public speaking forums are the most frequent digital literacy activities, main
target group for digital literacy is the youth and schools are the best partners for digital
literacy activities. Based on these findings, the study recommends some suggestions:
to increase the digital literacy activities conducted by various actors in Indonesia, to
develop various methods of digital literacy programs, to widen the target groups, and
to establish relationship with various partners not only schools, but also government,
media and corporation. In addition, the study recommend that digital literacy should be
implemented in various levels: family, schools, and the state.

Abstrak
Beragam persoalan seperti informasi hoaks, pelanggaran privacy, cyberbullying,
konten kekerasan dan pornografi, dan adiksi media digital dianggap sebagai persoalan
masyarakat digital terkini. Pertanyaannya, apakah problem tersebut muncul karena
rendahnya literasi digital di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Jaringan
Pegiat Literasi Digital (Japelidi) melakukan pemetaan gerakan literasi digital di
Indonesia. Dengan metode desk study dan case study, penelitian melibatkan 56 peneliti
dari 28 prodi yang berasal dari 26 perguruan tinggi. Kajian mencakup 342 kegiatan
literasi digital di 9 kota di Indonesia memetakan setidaknya 342 kegiatan. Temuan utama
penelitian ini antara lain: perguruan tinggi adalah pelaku utama atau motor dalam
gerakan literasi digital, sosialisasi adalah kegiatan yang paling sering dilakukan, kaum
muda merupakan kelompok sasaran yang paling dominan, dan mitra yang paling adalah
sekolah. Penelitian merekomendasikan perlunya lebih banyak pelaku kegiatan yang
bukan berasal dari perguruan tinggi, pentingnya mengeksplorasi ragam literasi digital
yang bersifat kreatif dan ‘empowerment’, perlunya memperluas target sasaran literasi
digital supaya tidak hanya tertuju pada kaum muda saja, dan pentingnya kemitraan

149
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

dengan berbagai pihak diperluas dan diperkuat, khususnya dengan pemerintah, media
dan korporasi. Selain itu, peneliti merekomendasikan bahwa literasi digital harus
diberikan dalam level keluarga, sekolah, dan negara.
Keywords: Digital Literacy, Movement, Mapping.

PENDAHULUAN 129.2 juta pengguna Internet mengakses


Jumlah pengguna Internet di Indonesia media sosial. Konten selanjutnya yang paling
telah mencapai 132.7 juta orang dari 256.2 banyak diakses adalah hiburan sebanyak
juta orang populasi Indonesia. Ini berarti, 96.8% atau 128.4 juta orang. Pada peringkat
pengguna Internet di Indonesia telah men- ketiga, konten berita menjadi yang paling
capai 51.8% dari jumlah penduduk Indonesia banyak diakses dengan persentase tak jauh
seluruhnya. Komposisinya bisa dikatakan berbeda dengan konten hiburan, yaitu
berimbang di antara laki-laki (52.5%) dan 96.4% atau 127.9 juta. Ini disusul dengan
perempuan (47.5%). Namun demikian, dari konten pendidikan (93.8% atau 124.4 juta
segi geografis, pengguna Internet terbesar orang), konten komersial (93.1% atau 123.5
berada di pulau Jawa sebanyak 65% (86.3 juta orang) dan layanan publik (91.6% atau
juta orang), sisanya tersebar di Sumatera 121.5 juta orang).
(15.7%), Sulawesi (6.3%) dan Kalimantan Mengingat media sosial merupakan
(5.8%). Dua wilayah lainnya yaitu Bali dan konten yang paling banyak diakses, mari
Nusa persentasenya di bawah 5%. Ini mem- kita fokuskan bagaimana data menyangkut
perlihatkan adanya kesenjangan dalam perilaku pengguna media sosial di Indonesia.
penggunaan Internet (APJII, 2016). Walaupun sempat diramalkan akan digan-
Kesenjangan juga tampak dari segi usia. tikan oleh tren microblogging, namun
Dari keseluruhan pengguna Internet, yang kenyataannya Facebook masih tetap merajai.
dominan adalah kelompok usia 35-44 tahun Sebanyak 71.6 juta orang, atau 54% pengguna
sebesar 29.2%, diikuti oleh kelompok usia media sosial di Indonesia mengakses
25-34 tahun sebanyak 24.4%. Pada peringkat Facebook, diikuti oleh Instagram sebanyak
ketiga, ditempati oleh kelompok usia 10-24 19.9 juta (15%), dan YouTube sebanyak 14.5
tahun sebanyak 18.4%, diikuti oleh kelompok juta orang (11%). Mengagetkan, pengguna
usia 45-54 tahun sebanyak 18%. Kelompok Twitter hanya mencapai 7.2 juta orang
usia di atas 55 tahun jumlahnya sebanyak (5.5%). Ini artinya, Twitter yang di negara
10%. Kelompok usia yang paling produktif, lain menjadi primadona, tidak demikian
yaitu 25 sd. 44 tahun jumlahnya mencapai halnya di Indonesia.
53.6% atau sebanyak 71 juta orang, menjadi Sebenarnya masih banyak lagi data
pengguna Internet yang paling dominan. mengenai perilaku pengguna Internet di
Dari segi profesi, pengguna Internet Indonesia, yang bisa diekstraksi dari laporan
didominasi oleh kelompok pekerja/wira- survei APJII 2016. Kendati demikian, dengan
swasta sebanyak 62% atau 82.2 juta orang. melihat sejumlah data basic tersebut, dapat
Mengejutkan, pada peringkat kedua, ibu dikatakan bahwa dari segi konten yang
rumah tangga menjadi pengguna internet diakses, temanya tidak jauh berbeda. Namun
terbanyak dengan jumlah 22 juta orang demikian, kesenjangan terlihat dari sebaran
atau 16.6%. Pada peringkat ketiga, terdapat geografis pengguna Internet yang dominan di
kelompok mahasiswa dengan jumlah 10.3 pulau Jawa, sebaran usia pengguna Internet
juta (7.8%). Kelompok pelajar berjumlah 8.3 yang dominan di kalangan kelompok usia 25
juta orang (6.3%). s.d. 44 tahun, sebaran berdasarkan profesi
yang didominasi oleh kalangan pekerja/
Berbicara mengenai jenis konten Inter- wiraswasta diikuti oleh Ibu Rumah Tangga
net yang diakses, sebagaimana dapat diduga, (IRT), serta dominasi Facebook sebagai
media sosial menjadi konten yang paling media sosial yang paling banyak diakses oleh
dominan diakses. Sebanyak 97.4% atau pengguna Internet di Indonesia.
150
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

Kenyataan menunjukkan, banyaknya gerakan literasi digital di Indonesia, baik


jumlah pengguna Internet di Indonesia, dari segi konsep, isu/tema, konten, sasaran,
serta tingginya frekuensi mengakses konten maupun pendekatan aksinya.
informasi dan media sosial, tidak serta-merta Penelitian jelas membutuhkan sumber-
menjamin ‘kedewasaan’ netizen Indonesia daya yang tidak sedikit. Untuk itu, penelitian
dalam menggunakan Internet. Selain ke- dilaksanakan dengan melibatkan kerjasama
senjangan yang terjadi, berbagai kasus berbagai prodi/jurusan komunikasi di
penyalahgunaan Internet juga marak, mulai berbagai kota di Indonesia. Inilah yang
dari internet fraud, adiksi atau kecanduan, merupakan keunggulan riset bersama ini, jika
pelanggaran privasi, bias realitas, hingga dibandingkan dengan riset-riset sejenis yang
yang paling mutakhir adalah meluasnya kemungkinan pernah dilakukan di negara
hoax. Jika ditelisik, sejumlah kasus tersebut lain. Kelebihan lain dari penelitian bersama
bermuara pada satu hal, yaitu rendahnya ini adalah menjawab persoalan gerakan
literasi digital masyarakat Indonesia. literasi digital di Indonesia yang cenderung
Bertitiktolak dari kenyataan tersebut, sporadis, reaktif dan tidak berkelanjutan.
sejumlah pihak melakukan berbagai upaya Pertanyaan yang diajukan dalam penelitian
untuk meningkatkan literasi digital di ini adalah bagaimana peta gerakan literasi
tengah masyarakat. Upaya yang sebenarnya digital di Indonesia dilihat dari pelaku, ragam
telah dimulai bertahun-tahun silam itu kegiatan, kelompok sasaran dan mitra?
dilakukan dengan menggunakan berbagai Di akhir penelitian, potret gerakan literasi
pendekatan guna menuntaskan berbagai isu digital di Indonesia akan menghasilkan
terkait dengan permasalahan digital. Ada semacam peta atau database/direktori terkait
yang memakai pendekatan general, yaitu dengan isu literasi digital di Indonesia. Pada
memberikan pembekalan literasi digital tahapan selanjutnya, pemetaan ini akan
secara umum. Ada pula yang menggunakan mampu menjawab positioning Indonesia
pendekatan tematik, entah itu membidik dalam aktivitas literasi digital yang tengah
konten tertentu seperti “anti-hoax”, “internet dan telah berlangsung sekarang, sekaligus
security”, atau berfokus pada cohort tertentu memberikan rekomendasi bagi gerakan-
seperti “remaja” dan “anak-anak”, atau tertuju gerakan literasi digital berikutnya, sehingga
pada segmen tertentu seperti “guru”, “ibu dapat mengisi agenda yang belum terisi atau
rumah tangga”. Meningkatkan level literasi belum intensif tergarap dalam peta besar
publik, atau membuat masyarakat menjadi literasi digital Indonesia. Rekomendasi ter-
melek digital memang bukan tugas yang bisa -sebut juga bermanfaat untuk menyusun
diwujudkan melalui satu dua pendekatan modul standar literasi digital sesuai dengan
saja. Namun, harus dilakukan melalui konteks Indonesia, yang bisa berujung pada
berbagai sisi. pelatihan-pelatihan dan/atau kampanye
Kendati demikian, resikonya, gerakan digital di Indonesia melalui berbagai
literasi digital menjadi sporadis dan terkesan platform.
‘tanpa’ agenda yang jelas. Semua kegiatan Literasi secara harfiah diterjemahkan
terkesan reaktif, dalam arti dilakukan sebagai sebagai kemampuan membaca dan menulis.
respons sesaat terhadap situasi-situasi ter- Dalam perkembangannya, kemampuan
tentu. Akibatnya, sulit menilai sudah sampai membaca dan menulis saja ternyata tidak
di mana gerakan literasi digital di Indonesia cukup untuk menjadikan manusia agar
telah berproses. Pun sama sulitnya menilai mampu berfungsi sepenuhnya dalam sebu-
apakah gerakan literasi digital memang betul- ah masyarakat. Kemampuan baca tulis haki-
betul efektif mengatasi persoalan. Untuk itu, katnya merupakan sarana bagi seseorang
sebelum bergerak lebih jauh mencari resep, untuk terlibat dalam aspek kehidupan yang
model atau pendekatan yang tepat sasaran jauh lebih luas, seperti melakukan aktivitas
sesuai dengan situasi yang dihadapi, perlu yang berhubungandengan ilmu pengetahuan,
dilakukan kajian dan pemetaan terhadap melakukan transaksi ekonomi, terlibat dalam

151
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

kehidupan politik, dan sebagainya. Sesuai retoris-filosofis “What’s new for society
dengan konteksnya, maka literasi sebagai about the new media?” Flew menyatakan
‘keaksaraan’ berkembang menjadi beragam bahwa new media bukanlah semata-mata
jenis literasi, seperti literasi politik, literasi Internet, World Wide Web, atau lompatan
finansial, literasi hukum, termasuk literasi perkembangan teknologi komunikasi dan
media, literasi informasi, dan literasi digital. informasi. Adalah penting untuk memahami
Konsep literasi media muncul seiring new media sebagai pertumbuhan media yang
dengan dominasi media di tengah kehidupan berkaitan dengan proses-proses sosial dan
manusia yang mentransfer data dan teknologi dalam tiga aspek: (1) digitization
informasi yang digunakan manusia untuk dan konvergensi; (2) interaktivitas; dan (3)
melaksanakan perikehidupannya sehari- network dan networking (Flew, 2004:19).
hari. Potter mencatat, pada awalnya para Kompleksitas new media membutuhkan
pakar mendefinisikan media literacy sebagai adanya kemampuan literasi baru—yang
‘the ability to access and process information tidak semata-mata mengerangka literasi
from any form of transmission’. Definisi media sebagai cara untuk mengakses dan
tersebut kemudian didetailkan menjadi “... menggunakan media. Pada titik inilah konsep
the ability to access, analyse, evaluate and literasi digital muncul sebagai tuntutan
create messages across a variety of contexts sekaligus panduan untuk menempatkan diri
(Livingstone, 2003). Inilah definisi yang di dalam peradaban media baru.
menjadi pijakan para pegiat literasi media Konsep literasi digital dilontarkan oleh
maupun perencana pendidikan untuk Paul Gilster pertama kali pada tahun 1997
diintegrasikan di dalam kurikulum yang dalam buku berjudul Digital Literacy. Gilster
bertujuan menciptakan manusia yang mendefinisikannya secara sederhana sebagai
mampu berfungsi dengan baik di Abad ‘literacy in the digital age’, atau kemampuan
Informasi. Pendekatan ini dimaknai sebagai untuk memahami dan menggunakan in-
pendekatan ‘life skill’. formasi melalui beragam sumber digital
Namun, pertumbuhan media dan (Bowden dalam Lankshear & Knobel, 2008:
fenomenanya ternyata tidak cukup lagi 18). Dalam perkembangannya, digital literacy
menyelesaikan permasalahan literasi me- atau tepatnya digital literacies didefinisikan
dia. Diperlukan cara pandang baru, yang sebagai ‘practices of communicating, relating,
tidak semata-mata mengerangka literasi thinking and ‘being’ associated with digital
media sebagai perkara membangun life media’ (Jones & Hafner, 2012:13). Definisi ini
skill. Pendekatan life skill memang menye- bersumber dari akar konsepsi perkembangan
lesaikan masalah-masalah teknis. Namun, media digital sebagai social phenomenon—
kenyataannya, pendekatan ini juga menuntut fenomena sosial, yang membawa berbagai
konsumsi media dalam intensitas tinggi, konsekuensi ekonomi, sosial dan politik.
sehingga sulit dikendalikan dan cenderung Istilah ‘practices’ dipilih karena konsep ini
sehingga berlebihan. Menurut Potter, saat- mencakup segala cara untuk memanfaatkan
nya kini mengembangkan media literacy as literasi secara aktif, termasuk aktivitas
a set of perspective that we actively use to pemaknaan yang melandasinya.
expose ourselves to the media and interpret “Literacy practices are made up of
the meaning of the messages we encounter. specific activities and at the same time
It is multidimensional, and a continuum are part of broader social processes…
(Potter, 2014:14). The concept provides the route map for
Karakter literasi media yang disebut- thinking about topics as diverse as the
sebut Potter sebagai ‘multidimensional’ role of agency, and the significance of
dan ‘continuum’ menjadi sangat penting the body, objects and texts. It clarifies
ketika dunia memasuki abad baru, the relations of actions and discourse
… Human life are made up of social
yaitu new media. Menjawab tantangan
practices. That is the reason why we
Livingstone yang melontarkan pertanyaan

152
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

emphasize people’s lived experiences totaled 13.4 billion pages in the World
and everyday relations to technologies Wide Web (Kunder, 2013) which has
…” (Barton & Lee, 2013: 30-31). been estimated to be only 1% of all web
pages (Sponder, 2012) (Potter, 2014:5-4).
Dalam dunia virtual dimana internet
menjadi media baru yang sangat penting Potter mengilustrasikan pertumbuhan
dalam kehidupan sehari-hari, dibutuh- media di tahun 2014, berdasarkan observasi
kan adanya pemahaman dan agensi peng- di tahun 2013. Maka bisa dibayangkan, ketika
gunanya, sebab teknologi hanyalah alat tulisan ini dibuat, sudah berapa kali lipat
semata yang tidak menentukan bagaimana pertumbuhan yang terjadi.
kita harus bertindak (Koltay, 2011). Untuk Sementara pertumbuhan media baik
itu dibutuhkan serangkaian pemahaman dari segi konten maupun teknologi dan
dan tindakan dengan menerapkan berbagai aplikasi berkembang pesat, tidak demikian
literasi media baru alias literasi digital. halnya dengan kemampuan manusia untuk
Arti penting literasi digital tidak hanya mencerna, menyeleksi dan memahami
dikarenakan tingginya terpaan media saja, pesan-pesan komunikasi. Setidaknya, ini
melainkan adanya beberapa faktor lainnya. tergambar dari tingkat literasi yang dari
Pertama, peran penting informasi dalam tahun ke tahun sangat mencemaskan karena
proses demokrasi. Kedua, peran penting mengalami penurunan kapasitas literasi
partisipasi budaya dan kewarganegaraan. sebagaimana disimpulkan oleh kajian-kajian
Ketiga, berkembangnya budaya popular yang memetakan tingkat literasi warga, di
membuat anak dan remaja semakin banyak antaranya “The World’s Most Literate Nation
mengakses media digital (Koltay, 2011). Potter (WMLN)” dari Jhon W. Miller, Presiden
menambahkan, peran penting literasi media Central Connecticut State University New
dalam bentuk baru ini juga didorong oleh Britain (CCSU, 2016) dan Programme for
tingginya pertumbuhan media yang tidak International Student Assessment (PISA)
sebanding dengan kemampuan manusia (OECD, 2012).
untuk mengimbanginya. Sebagai gambaran, Dalam konteks media baru yang ditandai
pertumbuhan media dirinci oleh Potter; oleh konvergensi media dan interaktivitas,
Our culture is saturated with media literasi tidak hanya terkait dengan mencerna
messages—far more than you may isi media saja, melainkan juga memproduksi
realize. Hollywood releases more than teks yang bersifat multimedia dan bahkan
700 hours feature films each years, teks yang bersifat interaktif dalam
which adds to its base of more than konteks hypermedia. Hal ini disebabkan
100.000 hours of films they have already pertumbuhan penggunaan internet yang
released in the previous years. In sangat pesat (Buckingham, 2006). Tantangan
addition, users of a video platform such media baru bukan hanya bersumber dari sisi
as YouTube upload more than 100.000 teknologinya, atau bentuk pasar/industri
new hours of video every day (Youtube, yang menyertainya. Pada media digital,
2013). Commercial television stations terjadi perubahan posisi khalayak dari
generate about 48 million hours of video audiens pasif menjadi audiens yang memiliki
messages every year worldwide, and
keleluasaan untuk mereproduksi teks secara
radio station send out 65.5 million hours
of original programming each year. We mandiri berkat sejumlah fasilitas yang
now have more than 140 million books dimiliki internet. Di satu sisi, keistimewaan
titles in existence, and another 1.500 ini merupakan affordances—keuntungan. Di
new book titles are published through sisi lain membawa tekanan tersendiri karena
the world each day. Then there is the untuk mampu memanfaatkan affordances
World Wide Web—or Internet which tersebut, dibutuhkan kemampuan yang tidak
is so huge that no one knows how big sekadar terbatas pada penguasaan akses dan
it really is. Google started indexed web teknologi.
pages about a decades ago and has now

153
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

Affordances senantiasa datang bersama literasi media, sebab hanya membawa


constraints—tekanan-tekanan. Menghadapi makna pada literasi komputer secara teknis
teks-teks digital, karena itu, membutuhkan atau penguasaan komputer semata. Oleh
modalitas yang berbeda untuk mampu karena itu, konsep digital literasi kemudian
menghadapi affordances dan constraints, mengemuka karena konsepsinya tidak hanya
serta menempatkan diri dalam konteks terkait dengan penguasaan teknis komputer
mediasi di tengah-tengah affordances dan semata melainkan juga pengetahuan dan
constraints tersebut. juga emosi dalam menggunakan media
dan perangkat digital termasuk internet
Multimodal texts in many print-based
(Buckingham 2006). Konsep lain yang juga
media (and even websites) is relatively
static and are created by a single terkait dengan literasi digital adalah literasi
author. In Web 2.0 spaces, by contrast, informasi yang membekali khalayak dengan
multimodal content can be co-created kemampuan untuk mencerna, memahami,
and constantly edited by multiple users. menyeleksi, dan mendapatkan kembali (to
The convergence of writing spaces in new retrieve) informasi di tengah banjir informasi
social media presents new opportunities yang terjadi.
for easy creation, posting, and sharing Apapun cara pandangnya, konsep literasi
of multimodal texts. (Barton & Lee, digital tidak berdiri sendiri, tetapi terkait
2013:30) dengan beberapa konsep literasi lainnya.
Contoh yang ditampilkan dalam Penelitian ini mengedepankan literasi digital
kutipan di atas memperlihatkan salah satu karena menimbang bahwa literasi informasi
dampak perkembangan teknologi dalam semata-mata membatasi pada kemampuan
digital media, yaitu meningkatkan konten memahami dan menyeleksi informasi,
multimodal yang biasanya ditemui dalam literasi komputer atau TIK semata-mata
teks. Menggabungkan unsur visual, teks, terarah pada penguasaan alat, sedangkan
dan audio sekaligus, konten yang dijumpai literasi digital yang terfokus pada platform
dalam media digital mengombinasikan digital menempatkan mediasi sebagai
beberapa modalitas sekaligus—inilah yang persoalan utama.
disebut dengan multimodality. As a result,
‘Digital literacies’ involve not just being
a range of new literacies are needed to cope
able to ‘operate’ tools like computers and
with the proliferation of images, graphics, mobile phones, but also the ability to
video, animation and sound in digital texts adapt the affordances and constraints of
(Jones & Hafner, 2012:50). Oleh karena itu these tools to particular circumstances
penggunaan istilah literasi sendiri sebenarnya … In other words, while we may seem
mengandung arti jamak bukan tunggal. at times to focus quite heavily on the
Sebab, dengan meningkatkan penggunaan ‘digital’ part of digital literacies, that
media konvergensi mengandung makna is, to dwell on the affordances and
literasi jamak yang mencakup berbagai constraints of these new technologies,
literasi dari serangkaian bentuk komunikasi what we are really interested in is not
dan media kontemporer (Buckingham, the tools themselves, but the process
2006). Media digital adalah wujud dari of mediation, or, as others called it,
komunikasi dan media kontemporer yang mediated action (Scollon, 2001; Wertch,
1993), the process through which people
disitir oleh Buckingham.
appropriate these tools to accomplish
Sebagai bagian dari literasi media, particular social practices. (Jones &
literasi digital sendiri bukanlah konsep Hofner, 2012:19)
yang benar-benar baru. Selain literasi
Dengan pemaknaan bahwa literasi
digital sebenarnya juga terdapat konsep
digital adalah sebuah konsep yang mengarah
yang disebut dengan literasi komputer yang
pada mediasi antara teknologi dengan
muncul pada tahun 1980an. Konsep ini
khalayak atau user untuk mempraktikkan
dianggap tidak memadai untuk kebutuhan
teknologi digital secara produktif, maka

154
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

gerakan literasi digital pun dirancang dan UNESCO Policy Brief mengenai digital
diselenggarakan di berbagai wilayah. Tujuan literacy setahun kemudian, walaupun
dari kegiatan literasi digital pada dasarnya pelbagai studi pendahuluan dan aktivitas di
sama, walaupun aktivitasnya bervariasi. ruang pendidikan telah dimulai sejak 2006,
di antaranya melalui proyek besar Digital
A digitally literate person: (1) Possesses
Information Forecast Research (2006-2011)
the variety of skills – technical and
cognitive – required to find, understand, dan Project of Information Literacy yang
evaluate, create, and communicate dimulai sejak 2008 (Head, 2009:2). Negara-
digital infor-mation in a wide variety negara di Asia seperti China dan Jepang
of formats; (2) Is able to use diverse dengan cepat juga menyamai gerak negara-
technologies appropriately and negara maju tersebut dalam mengakuisisi
effectively to re-trieve information, konsep-konsep literasi digital untuk
interpret results, and judge the quality pengembangan SDM. India dan Singapura
of that in-formation; (3) Understands tidak ketinggalan.
the relationship between technology, Di belahan Afrika, Afrika Selatan
life-long learning, personal privacy,
tercatat sebagai negara yang cukup progresif
and stewardship of information; (4)
Uses these skills and the appropriate dalam memasukkan literasi digital sebagai
technology to communicate and bagian dari kurikulum pendidikan formal.
collaborate with peers, colleagues, Dimulai dari tingkat perguruan tinggi (2012),
family, and on occasion, the gen-eral selanjutnya literasi digital diadopsi menjadi
public; and (5) Uses these skills to bagian dari kurikulum dasar. Studi tentang
actively participate in civic society and literasi digital pada siswa sendiri secara
contribute to a vibrant, informed, and general telah dimulai pada tahun 2010,
engaged community. (ALA Digital kemudian berlanjut pada topik-topik yang
Literacy Taskforce, 2011) lebih spesifik semisal pemanfaatan blogging,
Dengan tujuan menciptakan visual arts melalui media digital, hingga
manusia digital berikut segala kapasitas/ digital story-telling dan music making. Saat
kompetensinya, menjadi jelas bahwa tugas kurikulum literasi digital mulai diadopsi
literasi digital tidaklah mudah—bahkan pada tahun 2014, Afrika Selatan memiliki
untuk lembaga dunia sekelas PBB. Walaupun persiapan yang cukup matang (Brown &
proyek digitalisasi telah dimulai sejak Mayisela, 2015:3).
1980, UNESCO baru menyentuh persoalan Di Indonesia, aroma literasi digital
literasi digital pada bulan Mei 2007 sebagai sesungguhnya sudah tercium sejak
tindak lanjut Konferensi Lisbon. Secara kurikulum TIK (Teknologi Informasi dan
resmi, aspek-aspek literasi digital menjadi Komunikasi) menjadi bagian dari Kurikulum
bagian dari 16 indikator yang dirumuskan 2006 atau KTSP. Dengan alasan bahwa pem-
oleh Education Council sebagai wujud belajaran TIK dapat diintegrasikan pada
‘measuring information society’. Aspek- mata pelajaran lainnya, maka subjek TIK pun
aspek literasi digital tersebut adalah ICT dihilangkan dari Kurikulum 2013, sehingga
skills, civic skills, learning to learn skills, dan menimbulkan kontroversi yang cukup panas
participation of adults in lifelong learning, di kalangan pendidik, baik dari komunitas
dengan prioritas pada area-area yang terkait guru-guru TIK maupun lingkungan sekolah
dengan pengembangan digital competence— secara general. Terlepas dari pro kontra
termasuk pengembangan infrastruktur (IITE yang terjadi, kegiatan literasi digital di
Policy Brief, 2011). Sebagai catatan, isu literasi Indonesia berlangsung terus, termasuk yang
baru masuk agenda UNESCO pada tahun berbasis kerelawanan. Di tingkat nasional,
2004, jadi jangan terkejut jika isu literasi Gerakan Relawan TIK (RTIK) dimotori
digital baru muncul tiga tahun kemudian. oleh Kemkominfo dan berhasil menjaring
Negara-negara maju seperti Amerika simpatisan di berbagai propinsi. Perguruan
Serikat, Kanada dan Australia merespons tinggi pun aktif bergerak, khususnya prodi

155
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

ilmu komunikasi di berbagai wilayah yang masing institusi pada level kota merupakan
sebelumnya pernah terlibat dalam gerakan tahapan selanjutnya (Tier Kedua), yang
literasi media. Di luar itu, komunitas- lantas dijadikan satu sebagai hasil penelitian
komunitas dan LSM juga aktif berkiprah, bersama yang menggambarkan gerakan
terutama setelah isu hoax-anti hoax bergema literasi digital di 9 kota di Indonesia (Tier
di tingkat nasional. Pada titik ini, kebutuhan Ketiga). Laporan penelitian ini adalah
literasi digital tampaknya berhasil me- output dari Tier Ketiga, yaitu hasil penelitian
nyatukan berbagai pihak dengan latar bersama yang memetakan aktivitas literasi
belakang yang bervariasi untuk bersama- digital di 9 kota (data nasional).
sama mengangkat isu ini. Penelitian ini melibatkan 56 peneliti
yang berasal dari 28 prodi dari 26 perguruan
METODE tinggi di 9 kota di Indonesia (Yogyakarta,
Salatiga, Semarang, Surakarta, Malang,
Penelitian bersama ini dilakukan Bandung, Banjarmasin, Bali dan Jakarta)
dengan metode Desk Study dan Case Study. sebagaimana yang terlihat dalam tabel 1.
Metode Desk Study dilaksanakan melalui
studi literatur mengenai gerakan literasi Dari tabel 1 terlihat bahwa peneliti
digital di Indonesia berdasarkan dokumen- masih didominasi kota-kota di pulau Jawa,
dokumen terkait, seperti laporan kegiatan, sedangkan yang berasal dari luar Jawa hanya-
berita media massa, arsip, dan sebagainya. lah Bali dan Banjarmasin. Menimbang
Sementara Case Study untuk mengeksplorasi keterlibatan institusi, maka Kota Yogyakarta
keunikan maupun tantangan khas di adalah yang terbanyak—diwakili 10 per-
setiap kota dilaksanakan melalui FGD guruan tinggi. Demikian pula dengan jumlah
atau wawancara mendalam terhadap para penelitinya, sebagaimana terlihat dalam
pemangku kepentingan literasi digital. Grafik 1 dan 2 berikut ini. Para peneliti di
sini adalah dosen, alumni, dan mahasiswa.
Sebagai penelitian yang melibatkan Gambaran selengkapnya dapat dilihat dalam
banyak sumberdaya, maka salah satu Grafik 1 dan 2 berikut ini.
tantangan yang dihadapi adalah mengelola
kelompok besar yang masing-masing
memiliki berbagai kesibukan tersendiri.
Untuk memudahkan pengelolaan tim
peneliti, sekaligus menyelaraskannya dengan
tujuan penelitian, maka dalam prosesnya
penelitian ini dibagi-bagi menjadi sejumlah
tahapan yang terangkum dalam alur seperti
tergambar dalam Bagan 1.
Alur pada bagan 1 memperlihatkan empat
tahapan penelitian bersama. Tahap Nol (Tier Grafik 1. Jumlah Prodi/Fak Per Kota
0) dimulai dari penelitian individu peneliti di
masing-masing prodi/perguruan tinggi yang
sifatnya adalah pilihan. Sedangkan Tahap
Pertama (Tier Pertama) adalah penelitian
di level prodi/perguruan tinggi yang wajib
dilakukan oleh peneliti atau tim peneliti di
masing-masing insitusi untuk memetakan
gerakan literasi digital di perguruan tinggi
masing-masing dan atau insitusi lainnya
sesuai kesepakatan dengan perguruan
tinggi lain di kota yang sama, jika ada. Hasil Grafik 2. Jumlah Peneliti Per Kota
gabungan dari laporan penelitian di masing-

156
peneliti, sekaligus menyelaraskannya dengan tujuan penelitian, maka dalam
prosesnya penelitian ini dibagi-bagi menjadi sejumlah tahapan yang terangkum
dalam
Novi alur seperti
Kurnia tergambar
dan Santi dalam Bagan
Indra Astuti, 1.
Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

Penelitian Individu Penelitian Perguruan TinggiPenelitian Kota Penelitian Bersama


TIER 0 TIER 1 TIER 2 (mikro) TIER 3 (makro)

Bagan
Bagan 1. Penelitian
1. Alur

Tabel 1. Komposisi Tim Peneliti JAPELIDI

No. Kota Prodi/Fakultas & Perguruan Tinggi Jumlah


peneliti
1 Yogyakarta 1. Paskasarja (S2) Ilmu Komunikasi UGM (koordinator) 5
2. Prodi Komunikasi UNY 2
3. Prodi Ilmu Komunikasi UPN 1
4. Prodi Ilmu Komunikasi UMY 1
5. Prodi Ilmu Komunikasi STPMD “APMD” 1
6. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Atmajaya 1
Yogyakarta
7. STMM “MMTC” 2
8. Prodi Ilmu Komunikasi UIN 2
9. Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Respati Yogyakarta 1
10. Prodi Komunikasi Universitas Islam Indonesia 2
2 Salatiga 1. Prodi Public Relations, Universitas Kristen Satya 1
Wacana
2. Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana 1
3. Prodi DIII Teknologi Komunikasi, Universitas Kristen 2
Satya Wacana
3 Semarang 1. Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang 1
2. Prodi Penyiaran Fakultas Ilmu Komputer Universitas 1
Dian Nuswantoro
3. Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Bahasa dan Ilmu 1
Komunikasi Universitas Islam Sultan Agung
4 Surakarta 1. Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Sebelas Maret 2
2.Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah 3
Surakarta
5 Malang Raya 1. Prodi Ilmu Komunikasi FISIP, Universitas 2
Muhammadiyah Malang
2. Prodi Komunikasi, FISIP, Universitas Tribuana 1
Tunggadewi Malang
6 Bandung Prodi Ilmu Jurnalistik Universitas Islam Bandung 3
Program Studi Ilmu Komunikasi Telkom University 3
7 Banjarmasin Prodi S1 Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Lambung 7
Mangkurat (UNLAM)
8 Bali Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Udayana 2
9 Jakarta Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia 2
Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina 3
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof Dr Moestopo 3
(Beragama)
9 Kota 28 Prodi/Fakultas 56
26 Perguruan Tinggi Peneliti

157
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

Dari Grafik 1 terlihat bahwa jumlah prodi akhirnya merefleksikan visi dan misi literasi
terbanyak di peringkat kedua ada di Salatiga, digital, maka apapun nama dan kemasan
Semarang, dan Jakarta. Kota Surakarta, kegiatannya tetap disertakan dalam
Malang, Bandung dan Banjarmasin berada di pemetaan ini.
peringkat ke-3. Adapun Bali menjadi wilayah Setelah temuan setiap kota
dengan jumlah peneliti paling sedikit diakumulasikan, terkumpul tak kurang dari
karena hanya diwakili oleh 1 prodi dari 1 342 kegiatan literasi digital di 9 kota, dengan
universitas. Sementara itu, kalau dilihat komposisi terbesar adalah Yogyakarta
dari jumlah peneliti, Yogyakarta memiliki (24,85%), diikuti oleh Bandung (23,09%)
jumlah peneliti yang paling banyak (18 dan Banjarmasin di posisi ketiga (13,15%).
peneliti) sedangkan Bali yang paling sedikit Yang paling sedikit adalah Salatiga (4.09%).
(2 peneliti). Dengan begitu, jumlah peneliti Kegiatan literasi digital yang dicover
berbanding lurus dengan jumlah perguruan berlangsung dari tahun 2010 hingga 2017 per
tinggi sebagaimana bisa dilihat dalam grafik Juni 2017. Rentang waktunya mencapai 8
2. (delapan) tahun.
Sejumlah 56 peneliti yang tergabung Pengumpulan 342 kegiatan literasi
dalam Japelidi memetakan tidak kurang dari digital ini berdasarkan metode snowballing
342 kegiatan literasi digital di kota masing- yang bergulir dari satu kegiatan literasi digital
masing, baik yang dilakukan di perguruan ke kegiatan lainnya yang dilakukan oleh
tinggi tempatnya bekerja, maupun oleh para pegiat literasi digital di kota masing-
berbagai institusi lain seperti pemerintah, masing pada kurun waktu April hingga
komunitas, media, korporasi, dan lainnya. awal September 2017. Proses snowballing
Adapun persebaran kegiatan literasi digital dimulai dari masing-masing peneliti yang
yang tercatat dalam penelitian bisa dilihat kemudian dibawa ke level perguruan tinggi
pada grafik berikut. untuk kemudian disinkronkan dengan
perguruan tinggi lain di kota yang sama.
Grafik 3. Presentase Kegiatan Literasi Gabungan dari data yang didapatkan dari
Digital Per Kota 9 kota kemudian dikumpulkan menjadi
satu untuk menunjukkan data “Indonesia”.
Data ini bukanlah sampel yang dapat
digeneralisasikan secara statistik. Namun
setidaknya, geliat literasi digital di 9 kota
ini dapat memberikan gambaran mengenai
upaya yang telah dilakukan berbagai pihak
di Indonesia untuk mengatasi permasalahan
yang bermuara pada literasi digital.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Bagian ini menjelaskan temuan
penelitian dan pembahasannya ditinjau dari
Yang dimaksud dengan kegiatan literasi aspek pelaku, ragam kegiatan, kelompok
digital adalah segala aktivitas yang terkait sasaran, dan mitra. Pembahasan secara
dengan penelitian dan pengabdian kepada mendetail dilakukan berdasarkan urutan di
masyarakat atau transfer of knowledge atas, dimulai dari temuan menyangkut aktor
bertemakan literasi digital. Istilahnya sendiri atau pelaku kegiatan literasi digital.
tidak selalu literasi digital, tetapi bermacam-
macam tergantung dari latar belakang
penyelenggara, pemahaman penyelenggara,
maupun pendekatan dan tujuan kegiatan.
Tim menyepakati bahwa sepanjang tujuan

158
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

Pelaku Kegiatan Literasi Digital di Banjarmasin (6 kegiatan). Surakarta


Dilihat dari pelaku gerakan literasi memang layak disebut sebagai Kota
media di 9 kota Indonesia, perguruan tinggi Komunitas. Kegiatan literasi digital dengan
(56,14%) adalah pelaku utama yang disusul pelaku komunitas paling banyak muncul di
dengan pemerintah (14,34%), komunitas Surakarta (5 kegiatan). Data selengkapnya
(13,52%), lembaga swadaya masyarakat bisa dilihat di Grafik 5.
(5,32%), sekolah dan korporasi masing-
masing sebesar 3,68%. Pelaku lainnya adalah
asosiasi profesi dan ormas sebesar 2,86%,
plus media (0,4%). Komposisi lengkapnya
dapat dilihat pada Grafik 4.

Grafik 5. Kategori Pelaku Kegiatan


Terbanyak dan Wilayahnya

Jika Grafik 5 menjelaskan Frekuensi


Pelaku Kegiatan Terbanyak berdasarkan
Grafik 4. Presentase Pelaku Kegiatan Kategori Pelakunya, maka pada Grafik 6
Literasi Digital di 9 Kota ditampilkan frekuensi pelaku kegiatan
paling dominan di tiap kota. Sebagaimana
Tingginya frekuensi perguruan dapat diduga berdasarkan data umum, maka
tinggi sebagai pelaku beragam kegiatan pada Grafik 6, terlihat bahwa pelaku kegiatan
literasi digital antara lain disebabkan literasi digital paling dominan di sebagian
adanya tuntutan melaksanakan Tri Darma besar kota (Yogyakarta, Salatiga, Semarang,
Perguruan Tinggi, khususnya pada program Malang, Bandung, Bali dan Jakarta) adalah
pengabdian masyarakat. Berkaca pada perguruan tinggi.
analisis situasi yang ada, maka para pegiat
literasi digital kalangan kampus ini pun
menyertakan literasi digital sebagai bagian
program pengabdian masyarakat. Maraknya
program semacam ini akhirnya memosisikan
perguruan tinggi sebagai motor gerakan
literasi digital di kotanya masing-masing.
Berdasarkan kategorisasi pelakunya,
maka terlihat bahwa pelaku literasi digital
dari kalangan kampus paling banyak
ditemukan di Yogyakarta (57 kegiatan). Grafik 6. Frekuensi Pelaku Kegiatan
Sedangkan pelaku sekolah (6 kegiatan) dan Terbanyak di Setiap Kota
lembaga swadaya masyarakat (4 kegiatan)
paling banyak muncul di Jakarta. Korporasi
(6 kegiatan) dan media (1 kegiatan) paling Meskipun begitu, di beberapa wilayah,
banyak muncul di Bandung. Sementara perguruan tinggi tidak selalu mendominasi
itu pemerintah paling banyak muncul kategori aktor atau pelaku kegiatan literasi

159
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

digital. Di Bali, pelaku perguruan tinggi Ragam kegiatan literasi digital sangat
sama banyaknya dengan pelaku pemerintah. penting dipetakan karena memperlihatkan
Sedangkan di Surakarta, pelaku dominannya dua hal: (1) cara pandang terhadap solusi
bukanlah perguruan tinggi melainkan problematika literasi digital; dan (2)
komunitas. Yang dimaksud dengan pelaku model/ragam kegiatan dominan maupun
sendiri adalah aktor atau inisiator atau yang belum banyak dieksplorasi untuk
manajer utama dari kegiatan literasi digital, mengedukasi atau mengampanyekan literasi
sebagaimana ditemukan dalam laporan desk digital. Data pada Grafik 7 memperlihatkan
study. Para pelaku kegiatan literasi digital ini bahwa ‘kurikulum’ masih menempati urutan
menjadi penanggungjawab formal kegiatan terendah sebagai ragam kegiatan literasi
yang dilaksanakan. Apabila pelaku kegiatan digital. Ini disebabkan baru sebagian kecil
lebih dari satu, maka yang menandatangani perguruan tinggi yang menempatkan literasi
laporan kegiatan atau penanggungjawab media atau digital sebagai satu mata kuliah
kegiatan otomatis dianggap punya peran tersendiri. Di antara tim sendiri, tercatat
paling dominan sehingga dikategorikan baru beberapa perguruan tinggi yang sudah
sebagai pelaku. Tanpa mengurangi peng- mempunyai mata kuliah literasi media atau
hargaan kepada kontribusi masing-masing, literasi digital, yaitu UGM, Unisba, UNY,
pihak lain yang kurang dominan sebagai Unriyo dan Universitas Paramadina Jakarta.
pelaksana kegiatan literasi digital lantas Selanjutnya, terdapat dua grafik yang
diposisikan sebagai ‘mitra’. akan menjelaskan pemetaan ragam kegiatan
literasi digital di 9 kota secara lebih teperinci.
Ragam Kegiatan Literasi Digital Grafik 8 memaparkan frekuensi kegiatan
terbanyak berdasarkan kategori kegiatan.
Dilihat dari ragam kegiatan, sosialiasi Sedangkan Grafik 9 memaparkan temuan
atau ceramah (29,64%) adalah kegiatan ragam kegiatan di masing-masing kota. Jika
literasi digital yang paling sering dilakukan, dilihat dari cluster ragam kegiatan terbanyak
diikuti oleh workshop atau pelatihan (20,9%), pada Grafik 8, nampak bahwa bahwa kegiatan
seminar atau diskusi (14,32%), peneliti- sosialisasi (37 kegiatan) paling banyak di-
an (11,33%), talkshow (11,08%), publikasi temukan di Banjarmasin sebagaimana
(4,78%), kampanye dan advokasi (4,28%), publikasi (7 kegiatan). Sedangkan kegiatan
lain-lain (kompetisi dan pendampingan dan talkshow (21 kegiatan) dan seminar (19
pembentukan unit anti hoaks) sebesar 2,01% kegiatan) ditemukan paling banyak di Yogya-
dan kurikulum (1,51%). Data selengkapnya karta. Sementara itu, workshop (18 kegiatan)
bisa dilihat di Grafik 7. dan kurikulum (3 kegiatan) paling banyak
ditemukan di Jakarta. Kegiatan penelitian
paling banyak ditemukan di Bandung (3
kegiatan), juga ragam kegiatan ‘lain-lain’ (4
kegiatan). Sedangkan di Malang, kegiatan
paling banyak adalah kampanye (5 kegiatan).
Yang termasuk dalam kategori ‘lain-lain’
contohnya adalah lomba bertema literasi
digital yaitu blogging dan vlogging, juga
pembuatan alat bantu edukasi literasi digital
seperti kuartet dan video.

Grafik 7. Presentase Ragam Kegiatan


Literasi Digital

160
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

tergolong tidak terlalu rumit persiapannya,


durasinya tidak panjang, namun bisa
menjangkau banyak orang. Kekurangannya,
model sosialisasi atau ceramah cenderung
bersifat satu arah. Diskusi tidak terjadi, namun
sebatas pada tanya jawab di mana kendali
dipegang sepenuhnya oleh moderator atau
narasumber, sehingga eksplorasi terhadap
hal-hal yang belum jelas pun dikerangka
bukan berdasarkan kepentingan user atau
peserta ceramah.
Grafik 8. Frekensi Kegiatan Terbanyak Semakin rumit sebuah ragam kegiatan,
berdasarkan Kategori/Cluster semakin sedikit disentuh atau dijadikan
pilihan untuk menyelenggarakan aktivitas
literasi digital. Itu sebabnya kegiatan
seperti ‘kurikulum’ tercatat sebagai aktivitas
yang paling minim disentuh. Kegiatan
kurikulum memiliki dua varian: pertama,
menyertakan mata kuliah literasi media ke
dalam kurikulum perguruan tinggi dan/
atau kedua, melakukan pendampingan pada
sekolah sasaran guna memasukkan unsur-
unsur literasi digital ke dalam kurikulum
masing-masing. Kedua pilihan sama-sama
Grafik 9. Frekuensi Kegiatan Literasi Digital menantang, butuh kebijakan di tingkat
Terbanyak per Kota pimpinan, serta membutuhkan persiapan
Grafik 9 memungkinkan komparasi panjang. Karena itu menjadi ragam kegiatan
ragam kegiatan literasi digital yang dominan yang paling sedikit dilaksanakan dalam
di setiap kota. Talkshow di media terutama kegiatan literasi digital di 9 kota.
radio adalah ragam literasi digital yang paling
banyak ditemukan di Yogyakarta karena Kelompok Sasaran Kegiatan Literasi
merupakan program rutin setiap minggu Digital
yang dilakukan oleh Prodi Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Indonesia dengan tema Mencermati siapa saja kelompok
yang kebanyakan mengangkat literasi sasaran literasi digital, sangat penting
digital. Sementara itu, kegiatan sosialisasi untuk mengevaluasi arah kegiatan literasi
menjadi program yang dominan di banyak digital yang telah berlangsung di Indonesia
kota: Salatiga, Surakarta, Malang, Bandung, selama ini. Setidaknya, dengan mencermati
Banjarmasin dan Bali. Khusus untuk Salatiga, kelompok sasaran, dapat diketahui siapa
program sosialisasi jumlahnya sama dengan yang selama ini telah terjangkau, dan siapa
program seminar. Sedangkan di Semarang, yang paling sedikit tersentuh oleh literasi
program seminar tergolong dominan jika digital. Temuan pemetaan memperlihatkan
dibandingkan program lain. bahwa dilihat dari kelompok sasaran, remaja
dan pelajar (29,55%) merupakan sasaran
Banyak hal dapat dianalisis lebih jauh utama kegiatan literasi digital di 9 kota
dari data-data ini. Namun yang jelas, ragam di Indonesia. Hal ini dikarenakan kaum
kegiatan literasi digital masih didominasi oleh muda dianggap sebagai kelompok yang
bentuk kegiatan sosialisasi/ceramah/kuliah paling rentan dan dianggap paling banyak
umum. Dari sisi penyelenggara kegiatan, mendapatkan pengaruh buruk dari media
pilihan sosialisasi sebagai ragam kegiatan digital. Atau sebaliknya, mereka dianggap
yang dominan dapat dimaklumi karena

161
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

sebagai agen perubahan yang diharapkan dengan Grafik 12.


bisa turut ambil bagian dalam mengatasi
berbagai persoalan masyarakat digital.
Selain siswa/pelajar/remaja, kelompok
sasaran kegiatan literasi digital adalah
mahasiswa (18,5%), masyarakat umum
(15,22%), orangtua (12,23%), guru dan dosen
(10,14%). Sisanya menarget pihak-pihak
seperti ormas, LSM, pemerintah, dan media,
dengan porsi sebesar 6,86%. Di urutan
terbawah terletak peneliti sebagai target
sasaran kegiatan literasi digital (0,29%). Grafik 11. Frekuensi Kegiatan Setiap
Jenis kegiatannya adalah pembekalan bagi Kelompok Sasaran
peneliti untuk publikasi ilmiah secara
online. Dengan kata, lain, sudah mengarah
pada kebutuhan yang sangat spesifik. Untuk
target sasaran kegiatan literasi digital dapat
disimak selengkapnya dalam Grafik 10.

Grafik 12. Kelompok Sasaran Paling


Dominan di Tiap Kota

Grafik 12 mengomparasikan target


sasaran kegiatan literasi digital terbanyak
di setiap kota yang terlibat dalam pemetaan
ini. Tercatat di Yogyakarta target sasaran
paling banyak adalah masyarakat umum
(19 kegiatan), demikian pula dengan di
Grafik 10. Kelompok Sasaran Kegiatan
Surakarta (5 kegiatan). Kelompok remaja/
Literasi Digital
pelajar menjadi target sasaran terbanyak
dalam kegiatan literasi digital di empat
Sementara itu, jika dilihat dari kota, Bandung (30 kegiatan), Banjarmasin
clusternya, kategori pelajar dan remaja (23 kegiatan), Bali dan Salatiga masing-
termasuk kelompok lainnya sebagai target masing 7 kegiatan. Kegiatan literasi digital
sasaran kegiatan literasi digital paling tinggi di Semarang paling banyak berfokus pada
frekuensinya di Bandung. Kategori peneliti, mahasiswa (10 kegiatan). Sementara di
komunitas dan masyarakat umum sebagai Jakarta, target sasaran terbanyak adalah
target sasaran paling banyak dijumpai di orangtua (17 kegiatan).
Yogyakarta. Sementara guru/dosen/kalangan Mencerdaskan sebuah masyarakat tidak
pendidik serta orangtua sebagai kelompok bisa dilakukan sendirian. Kegiatan literasi
sasaran paling banyak ditemukan di Jakarta digital perlu bermitra dengan banyak pihak
bila dibandingkan kota lainnya. Untuk untuk mencapai visi-misinya. Siapa sajakah
kelompok mahasiswa sebagai target sasaran mitra kegiatan literasi digital yang digandeng
sangat menonjol di beragam kegiatan literasi oleh para pegiat literasi digital di 9 kota,
digital di Malang. Data selengkapnya dapat datanya akan dipaparkan dalam bagian
dilihat pada Grafik 11 yang disandingkan terakhir dari temuan pemetan Japelidi.

162
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

Mitra Kegiatan publikasi, dan sebagainya. Dengan N sebesar


Salah satu kunci sukses berkegiatan di 159, maka bisa disimpulkan bahwa kegiatan
era Informasi adalah mengadopsi prinsip- literasi digital yang bermitra sebanyak 46.5%.
prinsip atau value dari teknologi digital Artinya, 53.5% sisanya adalah kegiatan yang
itu sendiri. Manusia dikatakan memenuhi diselenggarakan sendiri tanpa mitra.
prinsip ‘digital literate’ jika sudah mampu, Mitra terbanyak dalam melakukan
salah satunya, ‘Uses these skills and the kegiatan literasi digital adalah sekolah
appropriate technology to communicate and (32.07%), pemerintah (18,86%), komunitas
collaborate with peers, colleagues, family, and (11,94%), media (8,8%), LSM (8,18%), per-
on occasion, the general public’ (ALA Digital guruan tinggi lain (7,54%), korporasi (6,91%),
Literacy Taskforce, 2011). Dengan demikian lain-lain (bimbingan belajar, organisasi
‘komunikasi’ dan ‘kolaborasi’ menjadi kata massa) sebesar 3,77% dan korporasi dan
kunci bagi literasi digital. Dan itu sebabnya organisasi profesi (1.88%). Sekolah menjadi
mengapa bermitra dan berjejaring menjadi mitra yang paling banyak diajak melakukan
sangat penting. Bagaimanakah selanjutnya gerakan literasi digital karena kelompok
para pegiat literasi media mengerangka sasaran yang paling dominan adalah remaja
kegiatannya? Apakah telah menerapkan dan pelajar.
prinsip-prinsip kolaborasi, bermitra dan Selanjutnya, pada Grafik 14 dan 15 akan
berjejaring? Dengan siapa saja mereka telah ditampilkan data mengenai mitra dengan
menjalin kemitraan? Grafik 13 berikut ini frekuensi kegiatan terbanyak berdasarkan
memperlihatkan jawaban atas pertanyaan kategori mitra, dan komparasi mitra yang
tersebut. paling dominan di setiap kota yang terlibat
dalam pemetaan ini.

Grafik 14. Frekuensi Terbanyak untuk Setiap


Kategori Mitra
Grafik 13. Komposisi Mitra Kegiatan Literasi
Digital
Sebagaimana terlihat pada Grafik
Mitra kegiatan didefinisikan sebagai 14, kegiatan literasi digital yang bermitra
pihak-pihak yang turut berkontribusi dalam dengan sekolah, pemerintah dan lain-lain
penyelenggaraan kegiatan, namun tidak paling banyak frekuensinya ditemukan di
bertanggungjawab penuh karena tanggung- Yogyakarta. Kegiatan yang bermitra dengan
jawab utama berada di tangan penyelenggara. sekolah mencapai 29 kegiatan, sementara
Keberadaan mitra ditandai dengan kontri- dengan pemerintah mencapai 8 kegiatan.
busi yang mereka berikan baik dalam bentuk Demikianlah prestasi Yogyakarta. Kegiatan
fisik/material seperti sumbangan donasi, literasi digital yang bermitra dengan LSM
penyediaan ruangan, konsumsi, dan lain- (7 kegiatan) dan Korporasi (4 kegiatan)
lain, ataupun berbentuk nonfisik seperti ditemukan paling banyak frekuensinya
bantuan perijinan, rekomendasi kegiatan, di Jakarta. Sebagai kota Komunitas, wajar
jika Surakarta paling banyak frekuensi

163
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

kegiatannya yang bermitra dengan komuni- pentingnya kolaborasi, keberadaan mitra


tas (5 kegiatan). Kegiatan literasi digital yang dan jejaring mesti diupayakan.
bermitra dengan media juaranya adalah Lagipula, visi misi literasi digital untuk
Malang (10 kegiatan), demikian pula dengan membentuk atau menciptakan generasi
bermitra bersama perguruan tinggi lainnya yang digital literate itu tidak mudah. It takes
(5 kegiatan). a village to raise a child, tutur Hillary Clinton
Komparasi mitra terbanyak di setiap (1996) pada saat menjadi Ibu Negara AS.
kota dapat dilihat pada Grafik 15 berikut ini. Dengan kompleksitas literasi digital, it takes
more than a village to raise a digital literate
kid.

SIMPULAN
Pemetaan kegiatan literasi digital di 9
kota di Indonesia menghasilkan beberapa
kesimpulan. Pertama, pelaku kegiatan lebih
banyak didominasi oleh perguruan tinggi.
Kedua, ragam kegiatan masih lebih banyak
Grafik 15. Mitra Kegiatan Literasi Digital berbentuk sosialisasi/ceramah satu arah.
Paling Dominan per Kota Ketiga, target sasaran kegiatan literasi digital
sebagian besar membidik kaum remaja/
Sesuai dengan data grafik sebelumnya, pelajar. Keempat, mitra terbanyak berasal
maka Yogyakarta didominasi oleh mitra dari kalangan sekolah.
sekolah, demikian pula halnya dengan Bali. Kesimpulan umum ini sedikit berbeda di
Semarang, Jakarta dan Banjarmasin me- setiap kota. Terkait dengan empat komponen
miliki kemitraan yang menonjol dengan utama literasi digital yakni pelaku, ragam
pemerintah. Surakarta dikuasai oleh ko- kegiatan, kelompok sasaran, dan mitra,
munitas, Malang menjalin kemitraan ter- masing-masing kota memiliki temuan yang
banyak dengan media, sementara Bandung khas.
dan Salatiga bervariasi. Untuk Bandung, Pertama, di Yogyakarta ditemukan
kemitraan terbanyak dijalin dengan LSM, pelaku dominan kegiatan literasi digital
Komunitas dan perguruan tinggi lain. adalah PT, dengan ragam talk show, me-
Salatiga didominasi oleh kemitraan bersama narget sasaran masyarakat umum dan pelajar,
sekolah dan pemerintah. serta bermitra dengan sekolah.
Terdapat beragam alasan dan Kedua, di Salatiga, pelaku dominan
pertimbangan untuk menjalin kemitraan kegiatan literasi digital adalah perguruan
dalam melaksanakan kegiatan literasi digital. tinggi, dengan ragam sosialisasi dan ce-
Satu hal yang menarik, pemetaan mem- ramah, menarget sasaran remaja dengan
perlihatkan ragam mitra kegiatan literasi mitra sekolah dan pemerintah.
digital yang tidak semata-mata bersandar Ketiga, di Semarang, pelaku dominan
pada sekolah. Banyak pihak lain juga telah adalah perguruan tinggi, dengan ragam
dilibatkan. Ini bermakna, banyak pihak seminar, menarget mahasiswa dengan mitra
yang sama-sama menganggap literasi digital pemerintah.
adalah isunya juga, bukan semata-mata Keempat, di Surakarta pelaku dominan
permasalahan inisiator kegiatan. Namun, adalah komunitas, dengan ragam sosialisasi,
seperti telah diungkapkan sebelumnya, lebih menarget masyarakat umum, dengan ke-
dari 50% kegiatan literasi digital dilangsung- mitraan bersama sesama komunitas.
kan tanpa mitra. Tidak masalah karena tidak
ada kewajiban untuk bermitra, namun dari Kelima, di Malang, pelaku dominan
perspektif literasi digital yang menekankan adalah perguruan tinggi, dengan ragam

164
Novi Kurnia dan Santi Indra Astuti, Peta Gerakan Literasi Digital di Indonesia: Studi tentang Pelaku, ...

sosialisasi, menarget mahasiswa, dengan DAFTAR PUSTAKA


kemitraan media.
Keenam, di Bandung, pelaku kegiatan
dominan adalah perguruan tinggi, dengan APJII (2016). Infografis Penetrasi dan Perilaku
ragam sosialisasi, menarget pelajar/remaja, Pengguna Internet di Indonesia Survey
bermitra dengan LSM, komunitas, dan PT 2016. Asosiasi Penyelenggara Jasa
lain. Internet Indonesia.
Ketujuh, di Banjarmasin, pelaku Barton, David & Lee, Carmen. 2013. “Language
dominan adalah pemerintah, dengan Online: Investigating Digital Texts and
ragam sosialisasi, menarget pelajar/remaja, Practices”. Oxford: Routledge.
bermitra dengan SKPD/instansi pemerintah Brown, C & Mayisela, T. (2015). CILT
lainnya. Position Paper: Digital literacies. CILT,
Kedelapan, di Bali, pelaku dominan ke- University of Cape Town.
giatan literasi digital adalah perguruan tinggi Buckingham, David. (2006). “Defining
dan pemerintah, dengan ragam kegiatan so- Digital Literacy: What do young people
sialisasi, menarget pelajar/remaja, bermitra need to know about digital media?”.
dengan sekolah. Digital Kompetanse.” 4-2006. 1. 263-
Kesembilan, Jakarta, pelaku dominan 276.
aktivitas literasi digital adalah Universitas,
dengan ragam kegiatan workshop, menarget Flew, Terry. (2004). “New Media: An
orangtua, dan paling banyak bermitra Introduction (2nd Edition)”. Oxford,
dengan pemerintah. New York: Oxford University Press.
Selain keunikan masing-masing kota, Head, Alison J. & Eisenberg, Michael B. (2009).
penelitian yang dilakukan oleh JAPELIDI ini “How College Students Seek Information
juga melihat bahwa gerakan literasi digital in the Digital Age?” Project of Information
di Indonesia cenderung bersifat sukarela, Literacy, University of Washington.
insidental, sporadis dan belum ada sinergi Jones, Rodney H. & Hafner, Christoph A.
antar pelaku gerakan. 2012. “Understanding Digital Literacies:
A practical introduction”. Oxford:
Routledge.
Koltay, Tibor. (2011). “The media and the
literacies: media literacy, information
literacy, digital literacy”. Media, Culture,
& Society. 33(2). 211-221
Lankshear, Colin & Knobel, Michelle. (2008).
“Digital Literacies: concepts, policies and
practices”. New York: Peter Lang.
Potter, James W. 2014. Media Literacy (7th
ed.). Thousand Oaks, California: Sage
Publication.

ALA Digital Literacy Taskforce, 2011. http://


connect.ala.org/files/94226/what%20
is%20digilit%20%282%29.pdf
IITE Policy Brief, May 2011. http://iite.
unesco.org/pics/publications/en/
files/3214688.pdf

165
INFORMASI Kajian Ilmu Komunikasi Volume 47. Nomor 2. Desember 2017

OECD, 2012. Programme for International


Student Assessment (PISA). https://
www.oecd.org/pisa/pisaproducts/
PI S A % 2 02 0 1 2 % 2 0 f ra m e wo rk % 2 0
e-book_final.pdf
CCSU, 2016. The World’s Most Literate
Nation (WMLN). http://webcapp.ccsu.
edu/?news=1767&data

166

You might also like