Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 8, Nomor 1, Januari 2020


ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

ANALISIS PROSES PENATALAKSANAAN HIPERTENSI


(STUDI KASUS DI PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG)

Irana Eka Wardana, Ayun Sriatmi, WuIan Kusumastuti


Bagian Administrasi Dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro
EmaiI: Iranawardana@gmail.com

Abstract : The number of hypertensive patients in Purwoyoso Public Health


Center has increased from 2016 to 2018. However, the coverage of hypertensive
patients who seek treatment regularly is still low and far from the 100% target
coverage. The purpose of this study is to describe the management of
hypertension in PIS-PK in Purwoyoso Public Health Center, Semarang City. This
research is a qualitative research with a descriptive analytic approach. Data
collection using in-depth interviews were selected based on purposive sampling
techniques. The research subjects were PTM Program Holders, Doctors, Nurses,
PIS-PK Coordinators, Head of Puskesmas and four patients with hypertension.
The aspects studied were the diagnosis of hypertension, lifestyle interventions,
pharmacological efforts and medication adherence, and the referral system. The
results showed that the patient only did a one-time examination so that it affected
the process of providing education, administering medication and taking
medication compliance, as well as the patient's unwillingness to be referred.
There are several obstacles in the management of hypertension, including patient
busyness, distance to the puskesmas, the level of patient awareness in
conducting routine checks, low participation in educational activities, not taking
drugs again after the drugs run out, and do not want to be referred. The
availability of Posbindu to conduct early detection of hypertension only takes
place in three hamlet in Kalipancur. In this study, suggest officers provide drug
counseling to improve medication adherence and maximize the role of families in
supervision of hypertension sufferers.

Keywords : Governance, Hypertension, PIS-PK

PENDAHULUAN

Program Indonesia Sehat penyakit menular HIV-AIDS,


dengan Pendekatan Keluarga (PIS- Tuberkulosis, dan Malaria, serta
PK) merupakan salah satu upaya menanggulangi penyakit tidak
untuk meningkatkan jangkauan menular seperti Hipertensi,
sasaran dan meningkatkan akses Diabetes, Obesitas, Kanker dan
masyarakat pada pelayanan Gangguan Jiwa.1 World Health
keluarga. Program Indonesia Sehat Organization (WHO) tahun 2015
dalam mendukung keberhasilan menunjukkan sekitar 1,13 Miliar
pencapaian sasaran pembangunan orang di dunia menyandang
kesehatan difokuskan pada empat hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di
area prioritas diantaranya, untuk dunia terdiagnosis hipertensi.
menurunkan Angka Kematian Ibu Secara nasional, 25,8% penduduk
dan Angka Kematian Bayi, Indonesia menderita hipertensi, jika
menurunkan prevalensi balita saat ini jumlah penduduk Indonesia
pendek (stunting), menanggulangi sebesar 252.124.458 jiwa maka

76
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

terdapat 65.048.110 jiwa yang optimal. Informasi yang didapatkan


menderita hipertensi, sedangkan tidak semua proses tatalaksana
prevalensi penderita yang berobat dapat dilaksanakan dengan optimal
secara teratur sebesar 24,2%, selama ini tatalaksana yang
terbilang masih rendah dibandingkan dilakukan berupa penyuluhan
dengan indicator PIS-PK lain. Di kesehatan dengan tema faktor-faktor
Jawa Tengah, berdasarkan hasil penyebab hipertensi dan manfaat
rekapitulasi data kasus Penyakit pencegahan hipertensi di beberapa
Tidak Menular (PTM) yang RW di dua Kelurahan yaitu
dilaporkan secara keseluruhan pada Kalipancur dan Purwoyoso yang
tahun 2015 sebanyak 603.840 kasus memiliki jumlah pederita hipertensi
hipertensi menempati proporsi paling banyak, namun hal ini tidak
terbesar dari seluruh PTM yang cukup karena tidak sesuai dengan
dilaporkan. Berdasarkan Profil Standar Pelayanan Minimal yang
Kesehatan Kota Semarang tahun seharusnya dilakukan oleh
2017, Kota Semarang merupakan puskesmas.
wilayah dengan jumlah kasus PTM Menurut Peraturan Menteri
tertinggi di Provinsi Jawa Tengah nomor 4 tahun 2019 tentang Standar
dengan total penderita hipertensi Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan
sebesar 8.583 kasus dengan Dasar pada SPM Bidang Kesehatan
prevalensi penderita hipertensi yang menjelaskan bahwa penderita
berobat secara teratur sebesar hipertensi mendapatkan pelayanan
2.359 (27,4%).2 kesehatan sesuai standar meliputi
Berdasarkan studi pendahuIuan pengukuran tekanan darah
di Puskesmas Purwoyoso dari 12 dilakukan minimal satu kali sebulan
indikator PIS-PK, hipertensi di fasilitas pelayanan kesehatan,
menduduki peringkat pertama edukasi perubahan gaya hidup,
dengan cakupan penderita yang upaya farmakologi dan melakukan
meIakukan pengobatan secara rujukan jika diperlukan. Sedangkan
teratur masih rendah dan jauh dari dalam pedoman tatalaksana
cajupan target 100 %. Pada tahun hipertensi upaya yang dilakukan
2016 jumlah penderita hipertensi berupa Diagnosis hipertensi,
sebesar 1.082 sedangkan yang intervensi pola hidup, upaya
melakukan pengobatan secara farmakologi dan kepatuhan minum
teratur hanya 110 dengan obat dan melakukan rujukan jika
persentase (10%), pada tahun 2017 diperlukan.
jumlah penderita sebesar 2.010 Disatu sisi semakin banyak
sedangkan yang melakukan jumlah penderita hipertensi namun
pengobatan secara teratur sebesar kecenderungan melakukan
303 dengan persentase (15%), pada pengobatan secara teratur masih
tahun 2018 jumlah penderita rendah. Hal ini yang menjadi dasar
hipertensi sebesar 2.748 sedangkan peneliti ingin melihat kondisi yang
yang melakukan pengobatan secara terjadi bagaimanakah
teratur hanya 421 dengan penatalaksanaan hipertensi di
presentase 15%. Puskesmas Purwoyoso. Karena itu,
Penatalaksanaan hipertensi diperlukan penelitian lebih lanjut
sebagi upaya pengurangan resiko terkait analisis penatalaksanaan
naiknya tekanan darah dan hipertensi pada program Indonesia
pengobatanya di Puskesmas sehat dengan pendekatan keluarga
Purwoyoso dinilai masih belum

77
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

di Puskesmas Purwoyoso Kota (2012) IMT merupakan alat


Semarang. sederhana untuk memantau
status gisi seseorang yang
METODE berkaitan dengan kekurangan
Tujuan peneIitian ini adaIah dan kelebihan berat badan.3
penIitian kuaIitatif dengan Kemudian dilakukan anamnesa
pendekatan deskriptif. Penelitian oleh perawat dari hasil
dilaksanakan pada bulan Juli sampai pemeriksaan fisik dan keluhan
Agustus 2019. Objek yang akan yang dirasakan pasien dengan
diteliti adalah penatalaksanaan melihat riwayat hipertensi serta
hipertensi pada Program Indonesia penyakit lain pasien dari bulan
Sehat dengan Pendekatan KeIuarga maupun tahun sebelumnya
(PIS-PK) dari segi proses melalui sitem puskesmas
penatalaksanaan hipertensi yang (SIMPUS). Dari hasil anamnesa
meliputi diagnosis hipertensi, yang dilakukan, perawat dan
intervensi pola hidup, upaya dokter dapat menyimpulkan
farmakologi dan kepatuhan minum apakah diagnosis dapat mulai
obat dan sistem rujukan dan rujukan ditegakkan, hal ini sejalan
balik serta dari segi input yang dengan penelitian Yogiantoro
meliputi SDM, sarana dan prasarana Min (2014), yang menyebutkan
dan serta metode. Penentuan bahwa diagnosis hipertensi
Subjek penelitian menggunakan ditegakkan berdasarkan data
purposive sampling dengan informan anamnesa, pemeriksaan fisik,
utama yaitu pemegang program dan pemeriksaan penunjang
PTM, perawat, dokter dan lainnya. Anamnesa yang
koordinator PIS-PK. Informan dilakukan meliputi tingkat
trianguIasi yaitu kepaIa puskesmas hipertensi dalam lama
dan 4 orang penderita hipertensi. menderita hipertensi, riwayat
Pengumpulan data melalui dan gejala-gejala penyakit yang
wawancara mendalam dan berkaitan seperti penyakit
observasi. jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler dan lainnya.4
HASIL DAN PEMBAHASAN Penegakkan diagnosis
1. Diagnosis Hipertensi hipertensi tidak dapat dilakukan
Dalam menegakkan melalui satu kali kunjungan saja,
diagnosis hipertensi di diperlukan pemeriksaan
Puskesmas Purwoyoso sudah berulang minimal dua hingga
dilakukan sesuai dengan tiga kali pemeriksaan di
Standar Pelayanan Minimal puskesmas dimana rata-rata
(SPM) dan pedoman dua kali pemeriksaan dapat
penatalaksanaan hipertensi, ditentukan untuk mendiagnosis
dimana diperlukan pemeriksaan hipertensi pada pasien tersebut.
fisik terlebih dahulu berupa cek Biasanya kunjungan kedua
tekanan darah, menimbang dilakukan 4 hingga 5 hari
berat badan dan mengukur setelah kunjungan/ pemeriksaan
tinggi badan untuk menghitung pertama dengan memperbaiki
Indeks Massa Tubuh (IMT) pola hidupnya, kecuali pasien
pasien agar petugas dapat dengan hipertensi urgensi/
mengetahui apakah pasien emergensi yang memiliki riwayat
memiliki berat badan yang sehat penyakit lain yang apabila tidak
atau tidak. Menurut Supariasa

78
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

segera ditangani akan posbindu yang berjalan aktif dan


menimbulkan kerusakan pada optimal. Posbindu di Kelurahan
organ lainnya maka penegakkan Purwoyoso sejauh ini belum
diagnosis hipertensi segera berjalan dikarenakan sulitnya
dilakukan untuk menentukan mencari kader yang mau terlibat
tatalaksana yang akan diberikan dalam kegiatan posbindu
melalui intervensi pola hidup, dikarenakan dilakukan dengan
pemberian obat atau bahkan sukarela. Sejalan dengan
dilakukan rujukan jika penelitian Nugraheni Wahyu
diperlukan. Menurut Setiawan (2018), mengungkapkan kader-
dan Bustami (1995), diagnosis kader posbindu ini pada
hipertensi tidak bisa ditegakkan umumnya adalah relawan yang
berdasarkan sekali pengukuran, berasal dari masyarakat yang
kecuali bila tekanan darah dipandang memiliki kemampuan
diastolik (TDD) ≥ 120 mmHg lebih dibandingkan anggota
dan/atau tekanan darah sistolik masyarakat lainnya. Mereka
(TDS) ≥ 210 mmHg.5 inilah yang memiliki andil besar
Selain dilakukan pada saat dalam memperlancar proses
kegiatan kunjungan rumah kegiatan posbindu.7
deteksi dini juga dilakukan pada Sementara itu terkait kendala
saat kegiatan posbindu. hal ini yang dihadapi dalam proses
dilakukan agar kader maupun penegakkan diagnosis
petugas kesehatan dapat terus hipertensi di Puskesmas
memantau pasien dengan Purwoyoso, petugas
hipertensi secara rutin untuk mengungkapkan setiap pasien
pasien yang tidak melakukan yang melakukan pemeriksaan
pemeriksaan ke puskesmas. seharusnya dapat diistirahatkan
Yulia Masrul (2019), terlebih dahulu sebelum
mengungkapkan keberadaan dilakukan cek tekanan darah
posbindu setiap bulannya dalam karena banyak faktor yang
wadah desa siaga aktif disetiap mempengaruhi hasil tensimeter
kelurahan untuk mewaspadai seperti perjalanan pasien dari
dan memonitor tekanan darah rumah ke puskesmas yang jauh
dan segera ke sehingga pasien sedang lelah,
puskesmas/fasilitas kesehatan pasien ke puskesmas lari-lari
jika tekanan darahnya tinggi. dan kepanasan dan
Melalui posbindu masyarakat sebagainnya. Menurut penelitian
cukup mendapatkan Artiyaningrum Budi (2014),
kemudahan akses untuk mengungkapkan pengukuran
mendeteksi atau monitoring tekanan darah sebaiknya
tekanan darahnya.6 dilakukan pada pasien setelah
Petugas mengungkapkan istirahat yang cukup, yaitu
kegiatan posbindu dilakukan di sesudah berbaring paling sedikit
dua kelurahan yaitu Kelurahan 5 menit, pengukuran dilakukan
Kalipancur dan Kelurahan pada posisi terbaring karena
Purwoyoso. Namun warga banyak faktor yang akan
mengungkapkan kegiatan mempengaruhi hasil tekanan
posbindu hanya terdapat di darah.8
Kelurahan Purwoyoso dimana Selain itu kesadaran pasien
dari 13 RW hanya terdapat 3 akan pentingnya melakukan

79
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

pemeriksaan tekanan darah bagaimana mengatur pola hidup


masih sangat rendah, sehingga dan pengobatan terhadap
terdapat banyak pasien tidak penyakit yang diderita, sehingga
rutin datang ke puskesmas. kesadaran untuk patuh terhadap
Penegakkan diagnosis tidak perawatan dan pengobatan
dapat dilakukan secara optimal akan meningkat.10
karena banyak pasien yang Selain dilakukan disaat
tidak melakukan pemeriksaan pemeriksaan di puskesmas,
kembali setelah melakukan dikarenakan banyak pasien
pemeriksaan pertama sehingga yang tidak rutin melakukan
petugas tidak dapat memantau pemeriksaan sehingga edukasi
dan mengetahui perkembangan tidak dapat diberikan secara
pasien. Didapatkan alasan teratur maka edukasi juga
rendahnya tingkat rutinitas dilakukan pada saat kunjungan
kunjungan puskesmas yaitu rumah yang dilakukan tiga bulan
kunjungan petugas PIS-PK yang sekali, kegiatan puskesling
melakukan cek tekanan darah (puskesmas keliling) yang
menjadikan warga dilakukan dua bulan sekali
mempresepsikan bahwa sudah namun edukasi yang diberikan
dilakukan pemeriksaan dirumah tidak hanya seputar hipertensi
sehingga tidak perlu melakukan saja, serta kegiatan edukasi
pemeriksaan ke puskesmas, dengan mengumpulkan pasien
kesibukan dari paisen itu hipertensi di Aula Puskesmas
sendiri, serta jarak puskesmas namun partisipasi masyarakat
yang jauh dan tidak ada dan rasa keingintahuan
keluarga yang mengantar, Hal masyarakat untuk ikut serta
ini sejalan dengan penelitian dalam penyuluhan masih sangat
Netha Damayantie (2018), kurang. Hal ini sejalan dengan
bahwa keterjangkauan akses penelitian Helda Putri, dkk
pelayanan kesehatan adalah (2017), yang mengungkapkan
kemampuan setiap orang dalam bahwa ketidaktahuan pasien
mencari pelayanan kesehatan terhadap pentingnya edukasi
sesuai dengan yang mereka pola hidup membuat rendahnya
butuhkan.9 partisipasi pasien untuk
mengikuti penyuluhan, padahal
2. Intervensi Pola Hidup sebagian hipertensi dapat
Edukasi sebagai indikator dikendalikan dengan cara
intervensi pola hidup di melakukan modifikasi gaya
Puskesmas Purwoyoso hidup.11 Untuk menanggulangi
diberikan pada pasien dengan hal tersebut sehingga petugas
hipertensi baik pada saat berinisiatif untuk melakukan
pemeriksaan di puskesmas, edukasi dengan mengikuti
pada saat kunjungan keluarga kegiatan kemasyarakatan yang
dan pada kegiatan Puskesling dilakukan oleh warga seperti
(puskesmas keliling). Hadidi kegiatan arisan, dawis dan
Khofi (2015) dalam sebagainya agar masyarakat
penelitiannya menyatakan mendapatkan pengatuhan
edukasi yang diberikan kepada hipertensi secara rutin.
pasien akan menambah Kendala dalam
pengetahuan pasien tentang melaksanakan kegiatan edukasi

80
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

bagi penderita hipertensi yaitu sebaliknya persepsi negatif


rendahnya partisipasi tentang penyakit yaitu
masyarakat untuk mengikuti seseorang tidak dapat dengan
edukasi, masyarakat masih baik memahami penyakit dan
belum aware dengan kondisi cara yang tepat untuk
mereka sendiri selain itu sulit mengontrol penyakitnya.12
untuk mengumpulkan pasien
hipertensi dalam satu waktu 3. Upaya Farmakologi dan
yang bersamaan. Edukasi yang Kepatuhan Minum Obat
diberikan pada saat kegiatan Upaya farmakologi atau
warga juga tidak dapat pemberian obat di Puskesmas
dilakukan dengan optimal Purwoyoso dilakukan apabila
dikarenakan banyak masyarakat pasien hipertensi derajat 1 tidak
dengn hipertensi dan berisiko mengalami penurunan tekanan
hipertensi tidak hadir meskipun darah setalah < 6 bulan
sudah diberitahu kader untuk menjalani pola hidup sehat.
mengikuti kegiatan warga karna Ketepatan obat juga harus
akan ada penyuluhan yang mempertimbangkan keadaan
diberikan oleh petugas pasien sehingga tidak
kesehatan. Alasan yang menimbulkan alergi atau
didapatkan dari penderita kesalahan dalam pemilihan obat
hipertensi yaitu dikarenakan kepada pasien yang tidak
kesibukan, jarak dari rumah memungkinkan penggunaan
yang jauh apabila edukasi obat tersebut atau keadaan
dilakukan di puskesmas serta yang dapat meningkatkan resiko
materi yang diberikan oleh efek samping obat, ketepatan
petugas puskesmas atau kader dosis juga sangat diperhatikan
hanya seputar itu saja sehingga agar penurunan tekanan darah
kebanyakan dari mereka sudah dapat tercapai. Berdasarkan
mengetahuinya dan penelitian Oktora Rizki (2015),
beranggapan tidak perlu yang menyatakan peresepan
mengikuti edukasi lagi. obat antihipertensi berada pada
Sementara itu edukasi yang rentang dosis minimal dan dosis
diberikan oleh petugas perhari yang dianjurkan maka
kesehatan belum sepenuhnya peresepan dikatakan tepat
dilakukan oleh pasien, banyak dosis, namun apabila dosis
dari mereka yang belum mau yang diberikan tidak sesuai atau
mengubah pola hidup mereka melebihi kisaran maka akan
serta mengurangi menyebabkan keadaan
mengkonsumsi makanan yang munculnya efek samping.13
tidak dianjurkan oleh petugas Sementara itu terkait
karna memicu kenaikan tekanan pengawasan kepatuhan pasien
darah. Hal ini sejalan dengan minum obat di Puskesmas
penelitian yang dilakukan Arifin Purwoyoso dilakukan oleh PMO
Setya (2016), menyatakan (Pemantau Minum Obat) yang
bahwa persepsi positif tentang dilakukan oleh dokter dan
penyakit yaitu seseorang dapat perawat ketika pasien
memahami penyakit dan cara melakukan pemeriksaa ke
untuk mengontrol penyakitnya puskesmas Petugas
dengan baik, akan tetapi mengungkapkan. Kepatuhan

81
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

menjalani pengobatan sangat suatu kejadian yang tidak


diperlukan untuk mengontrol diharapkan yang mengganggu
tekanan darah serta mencegah terapi pengobatan hipertensi
terjadinya komlikasi. Menurut meliputi membutuhkan
penelitian Rumagit Benedicta tambahan terapi obat, dosis
(2016), menyatakan diperlukan kurang dan ketidaktaatan pasien
berbagai upaya untuk meminum obat karena sudah
meningkatkan kepatuhan pasien merasa sehat.16 Kendala lain
terhadap terapi obat untuk yang dihadapi yaitu pasien tidak
mengendalikan tekanan darah melakukan kontrol kembali
dengan maksud mencegah ketika obat sudah habis
komplikasi penyakit.14 sehingga pemantauan terhenti
Pemantauan minum obat dan petugas tidak dapat melihat
oleh petugas hipertensi belum perkembangan pasien.
dapat dilakukan pada semua Informasi yang didapatkan dari
pasien hipertensi, karena informan triangulasi terkait
pemantauan dilakukan pada alasan rendahnya tingkat
saat jam kerja sementara jumlah rutinitas kunjungan puskesmas
penderita hipertensi banyak adalah karena kesibukan,
sehingga terdapat beberapa sehingga pasien tidak sempat
pasien yang lepas dari datang, tidak ada yang
pengawasan.Pengawasan mengantar, kendala jarak yang
kepatuhan minum obat lebih jauh sehingga tidak telaten
ditekankan pada kesadaran karena harus bolak balik ke
pasien dan peran dari keluarga. puskesmas 10 hari sekali.
Hal ini sejalan dengan penelitian Penelitian yang dilakukan oleh
Avia Rusadi (2016) yang Prayogo (2013) menyatakan
mengungkapkan bahwa hasil bahwa ada hubungan antara
terapi obat tidak akan mencpai akses pelayanan kesehatan
tingkat optimal tanpa adanya menuju fasilitas kesehatan
kesadaran diri pasien itu sendiri, dengan kepatuhan minum obat.
bahkan dapat mengakibatkan Semakin jauh jarak rumah
kegagalan terapi. Menurut pasien dari tempat pelayanan
penelitian sumantri, dkk (2014) kesehatan dan sulitnya
menyatakan bahwa kepatuhan transportasi maka, akan
menurut WHO adalah seberapa berhubungan dengan
baik perilaku seseorang dalam keteraturan berobat.17
menggunakan obat, mengikuti
diet atau mengubah gaya hidup 4. Sistem Rujukan
sesuai tatalaksana terapi.61 Penderita hipertensi dapat
Kendala yang dihadapi dilakukan rujukan apabila pada
selama proses farmakologi dan fase pasien sudah diberi
kepatuhan minum obat informan intervensi untuk mengubah pola
mengungkapkan banyak pasien hidupnya namun tekanan
yang tidak mengkonsumsi obat darahnya tetap sama atau naik
secara teratur dan beberapa tapi penderita terbukti tidak
pasien tidak menghabiskan obat memiliki penyakit lain, namun
karena merasa sudah sembuh. hal ini pasien juga belum dapat
Hal ini sejalan dengan penelitian dilakukan rujukan tapi akan
Rahmantika Dina (2017) bahwa dimaksimalkan untuk diberikan

82
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

terapi obat, kecuali pasien Sakit namun masyarakat sering


hipertensi dengan urgensi/ kali menolak dengan alasan
emergensi dengan penyakit lain cukup dilakukan pengobatan di
maka akan dimaksimalkan puskesmas.19 Jika memang
dengan pemeberian obat kriteria pasien memang jelas
terlebih dahulu, kemudian sudah harus dilakukan rujukan
apabila tekanan darahnya masih maka akan dilihat RS mana
naik, baru bisa dilakukan yang akan dituju, jaminan
rujukan. Berdasarkan penelitian kesehatan yang dimiliki,
Umami, dkk (2017) menyertakan hasil anamnesa
mengungkapkan bila pada dan upaya yang telah dilakukan
pasien telah terjadi komplikasi, oleh puskesmas.
tingkat keparahan (severity of Selanjutnya bentuk
illness), adanya penyakit kronis pemantauan pasien hipertensi
lain yang sulit yang seluruhnya setelah dilakukan rujukan ke
membutuhkan pelayanan lebih rumah sakit tidak dilakukan lagi
lanjut, maka dokter layanan dengan alasan karena sudah
primer secara cepat dan tepat ditangani oleh pihak rumah
harus membuat pertimbangan sakit, kecuali jika pasien
dan memutuskan dilakukan melakukan kontrol kembali ke
rujukan.18 puskemas maka akan dilakukan
Sejauh ini di Puskesmas evaluasi apakah pasien sudah
Purwoyoso belum terdapat lebih baik atau tekanan
pasien dengan hipertensi darahnya masih tinggi. Namun
dilakukan rujukan ke rumah terdapat perbedaan pendapat
sakit dikarenakan masih dapat dari petugas lain yang
ditangani di puskesmas dan mengungkapkan monitoring
terdapat obatnya. Petugas penderita hipertensi rujuk balik
mengungkapkan banyak pasien dilakukan oleh Prolanis
hipertensi dengan komplikasi (Program Pengelolaan
penyakit lain seharusnya sudah Penyaakit Kronis) untuk pasien
dilakukan rujukan ke puskesmas BPJS. Kegiatan prolanis
namun pasien tidak bersedia dilakukan satu bulan sekali
dirujuk dan lebih memilih untuk dengan kegiatan pelayanan
rawat jalan saja meskipun tatalaksana berupa senam
pasien sudah diberikan arahan bersama dan edukasi.
oleh petugas puskesmas.
Karena penolak tersebut dokter KESIMPULAN DAN SARAN
hanya melakukan pemantauan 1. Diagnosis tidak dapat
dengan pemberian obat dan ditegakkan secara optimal
pasien tetap diberi arahan agar karena pasien hipertensi hanya
apabila tekanan darahnya datang satu kali sementara
berangsur naik mau melakukan standar penegakkan diagnosis
rujukan. Hal ini sejalan dengan hipertensi membutuhkan
penelitian Hastuti Dwi (2017) minimal dua kali pemeriksaan.
yang mengungkapkan bahwa Pasien tidak melakukan
banyaknya masyarakat yang pemeriksaan di puskesmas
menderita hipertensi dengan karena terkendala jarak dari
komplikasi yang seharusnya rumah ke puskesmas yang
dilakukan rujukan ke Rumah jauh, kesibukan dari pasien dan
keberadaan petugas

83
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

pendataan PIS-PK menjadikan hanya melakukan pemantauan


warga mempresepsikan bahwa melalui pemberian obat.
sudah dilakukan pemeriksaan
dirumah sehingga ke 1. Saran bagi Puskesmas
puskesmas lagi. Posbindu Purwoyoso
untuk kegiatan deteksi dini a. Mengoptimalkan kegiatan
hipertensi hanya berlangsung posbindu di Kelurahan
di tiga RW dan hanya terdapat Purwoyoso untuk
di Kelurahan Kalipancur. meningkatkan akses
2. Edukasi sebagai indikator deteksi dini hipertensi
Intervensi pola hidup tidak secara aktif.
dapat diberikan secara optimal b. Mendorong peran aktif
kepada pasien, dikarenakan kader dalam pengawasan
meskipun puskesmas sudah dan monitoring penderita
melakukan edukasi melalui hipertensi dengan cara
kegiatan kemasyarakatan memberikan data berupa
seperti arisan dan dawis nama dan alamat penderita
namun warga yang memiliki hipertensi pada kader serta
riwayat hipertensi dan beresiko meningkatkan kompetensi
hipertensi tidak hadir meskipun kader agar mampu
sudah diberitahu oleh kader memberikan edukasi pada
bahwa akan diadakan edukasi. penderita hipertensi dan
3. Sistematika pemberian obat keluarga.
diberikan untuk 6 hingga 10 c. Pada saat pemeriksaan
hari konsumsi dan pasien diharapkan petugas juga
harus datang kembali untuk sekaligus memberikan
mengambil obat setelah obat konseling obat dan
habis. Namun faktanya banyak penggunaanya untuk
pasien yang tidak datang meningkatkan kepatuhan
kembali sehingga pasien tidak minum obat pada penderita
terkontrol sehingga kepatuhan hipertensi.
untuk mengkonsumsi obat d. Melibatkan dan
masih rendah. Pemantauan memaksimalkan peran
minum obat oleh petugas keluarga dalam melakukan
hipertensi belum dapat pengawasan dan
dilakukan pada semua pasien kepatuhan minum obat
dikarenakan keterbatasan (PMO) pada keluarga yang
tenaga dan jumlah pasien menderita hipertensi.
hipertensi yang banyak. e. Petugas puskesmas dapat
4. Terdapat beberapa pasien menitipkan obat untuk
yang seharusnya sudah pasien hipertensi yang tidak
dilakukan rujukan ke rumah rutin mengambil obat di
sakit namun tidak bersedia dan puskesmas melalui tenaga
lebih memilih untuk di rawat kesehatan yang akan
jalan di puskesmas saja melakukan kunjungan
meskipun pasien sudah rumah untuk pemantauan
diberikan arahan oleh dokter. minum obat (PMO) maupun
Karena penolakan tersebut melalui kader posbindu.
sehingga upaya yang dilakukan

84
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

2. Saran bagi Peneliti Terpadu pada Penyakit Tidak


Selanjutnya Menular di Kota Solok. 2019.
a. Penelitian ini dapat http://jurnal.fk.unand.ac.id.
dijadikan referensi untuk
penelitian selanjutnya yang 7. Nugraheni Wahyu. Strategi
membahas topik Penguatan Program Posbindu
penatalaksanaan hipertensi Penyakit Tidak Menular di
pada PIS-PK Kota Bogor. 2018.
b. Melakukan penelitian
serupa dengan melihat 8. Artiyaningrum Budi. Faktor-
pada aspeksikap, perilaku, Faktor yang Berhubungan
pengetahuan, dan dengan Kejadian Hipertensi
lingkungan agar Tidak Terkendali pada
permasalahan Penderita yang Melakukan
penatalaksanaan hipertensi Pemeriksaan Rutin di
dapat digali lebih dalam. Puskesmas Kedungmundu
Kota Semarang. 2014.
DAFTAR PUSTAKA
9. Damayantie,N.,Heryani,E. M.
1. Kementerian Kesehatan. Faktor-faktor yang
Peraturan Menteri Kesehatan Mempengaruhi Perilaku
Republik Indonesia Nomor 39 Penatalaksanaan Hipertensi
Tahun 2016 tentang oleh Penderita di Wilayah
Pedoman Penyelenggaraan Kerja Puskesmas Sekernan
Program Indonesia Sehat Ilir Kabupaten Muaro Jambi.
dengan Pendekatan Keluarga 2018.
Jakarta. 2016. http://jnk.phb.ac.id/index.php/j
nk.
2. Dinas Kesehatan Kota
Semarang. Profil Kesehatan 10. Hadidi Khofi dkk. Pengaruh
Provinsi Jawa Tengah Tahun Psikoedukasi Terhadap
2016 Semarang. Dinas Pengetahuan, Kopling,
Kesehat Provinsi Jawa Teng. Kepatuhan dan Tekanan
2017;3511351(24). Darah Pada Lansia Dengan
Hipertensi. 2015.
3. Supariasa Nyoman. Penilaian http://repository.unair.ac.id/id/
Status Gizi. Jakarta: eprint/45454.
Kedokteran EGC; 2012.
11. Hellda Putri dkk. Gambaran
4. Yogiantoro M. Pendekatan Penangkapan Edukasi yang
Klinis Hipertensi dalam Buku Diberikan Kepada Pasien
Ajar Penyakit Dalam. 2014. Hipertensi di Ruang
Konsultasi Puskesmas
5. Antihipertensi F dan T. Jatinangor. 2017.
Setiawan, A., Bustami, Z. S.,.
IV. Jakarta: Bagian 12. Arifin, F, F., Ropyanto., Bagus
Farmakologi Fakultas C. Hubungan Antara Persepsi
Kedokteran Universitas Tentang Penyakit Dengan
Indonesia; 1995. Kepatuhan Minum Obat
Hipoglikemik Oral (Oho) di
6. Yulia P,.Masrul. H. Analisis Puskesmas Srondol Kota
Pelaksanaan Pos Pembinaan Semarang. 2016.

85
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 8, Nomor 1, Januari 2020
ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

http://eprints.undip.ac.id/5115 19. Hastuti Dwi. Profil Pasien


3/. Hipertensi dan Diabetes
Melitus yang di Rujuk oleh
13. Oktora Rizki. Gambaran Puskesmas Batua ke Fasilitas
Penderita Hipertensi yang Layanan Kesehatan Tingkat
Dirawat Inap di Bagian Dua. 2017.
Penyakit Dalam RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru. 2015.

14. Rumagit, B., Pojoh, J.,


Manampiring V. Studi
Deskriptif Pemberian Obat
pada Pasien Hipertensi di
Puskesmas Sario. 2016.

15. Sumantri A. Pengaruh


Pendidikan Kesehatan
Hipertensi pada Keluarga
Terhadap Kepatuhan Diet
Rendah Garam Lansia
Hipertensi di Kecamatan
Sukokilo Kabupaten Pati.
2014.

16. Rahmantika Dina.


Indentifikasi Drug Related
Problems (Drps) Kategori
Ketidaktepatan Obat pada
Pasien Hipertensi di Instalansi
Rawat Inap Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Surakarta.
2017.

17. Prayogo AHE. Faktor-Faktor


Yang Mempengaruhi
Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkolosis Pada Pasien
Tuberkolosis Paru di
Puksesmas Pamulanh Kota
Tangerang Selatan. Univ
Islam Negeri Syarif
Hidayatulloh. 2013.

18. Umami Lidia Shafiatul.,


Soeharto Budi. WD. Analisis
Pelaksanaan Rujukan Rawat
Jalan Tingkat Pertama
Peserta BPJS Kesehatan di
Puskesmas. 2017.
http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/medi
co.

86

You might also like