Professional Documents
Culture Documents
Kesehatan Spiritual Dan Kesiapan Lansia Dalam Menghadapi Kematian
Kesehatan Spiritual Dan Kesiapan Lansia Dalam Menghadapi Kematian
Abstract
Spirituality is a harmonious relationship between man, nature and God. Spirituality has
dimensions that provide power when facing emotional stress, physical illness and death and
affects human life in every stage of its development, including the elderly. One of the issue
often faced by the elderly is associated with their preparation in the face of death and one of
the factors that affect is spirituality. The purpose of this research was to describe the spiritual
health and readiness of the elderly to face of death, both the elderly who were in Panti
Wredha Salib Putih Salatiga and the elderly who lived with her family in Getasan. This study
used qualitative research methods with descriptive phenomenology approach and
comparative study design. Participants in this study amounted to 6 participants, 3
participants who stay at home and 3 participants who stay at home with their family. The
results showed that spiritual health is affected by the meaning of life, the concept of religion
and divinity, social interaction, the concept of healthy and illness, well-being and spirituality,
as well as readiness to face death.
Keywords: death, elderly, spiritual health
hidup sebelumnya (Taylor, Lillis, LeMone P fakta atau sifat objek yang diteliti
& Lynn, 2011). (Sugiyono, 2012). Jumlah partisipan dalam
Berdasarkan hasil wawancara awal penelitian ini enam orang, yaitu tiga orang
yang dilakukan di Panti Wredha Salib Putih yang tinggal di panti dan tiga orang yang
Salatiga, para lansia di panti tersebut tinggal di rumah bersama dengan keluar-
memiliki kegiatan kerohanian, berupa ganya. Karakteristik riset partisipan adalah
ibadah sebanyak empat kali dalam individu lanjut usia yang berusia 60 tahun
seminggu, meskipun demikian beberapa ke atas dan dapat berkomunikasi dengan
lansia menyatakan perasaan takutnya jika baik. Partisipan dipilih menggunakan
meninggal kepada pengurus panti dan teknik purposive sampling yaitu dipilih sesuai
terlihat tidak mau berkumpul bersama para kebutuhan dan tujuan penelitian (Poerwadi,
lansia yang lain. Di samping itu, peneliti 2005).
juga melakukan pengamatan pendahuluan Data dikumpulkan dengan mengguna-
di Dusun Dukuh, Getasan, Kabupaten kan wawancara mendalam (in depth
Semarang. Dusun tersebut sudah memiliki interview), yaitu suatu cara mengumpulkan
satu mushola dan satu gereja sehingga data dengan maksud untuk menetapkan
lansia di Dusun Dukuh pun memiliki gambaran lengkap tentang topik yang
kegiatan kerohanian. Para lansia yang diteliti dan mendalam (Moleong, 2007).
beragama Islam biasanya ikut dalam Dalam pelaksanaannya proses wawancara
kegiatan ibadah Jumat serta pengajian atau menggunakan pedoman wawancara yang
yasinan yang ada di dusun tersebut. terstruktur, artinya pedoman wawancara
Sekalipun demikian, terdapat lansia yang sudah dipersiapkan sesuai dengan tujuan,
menyatakan belum siap jika “dipanggil” sehingga mempermudah jalannya wawan-
Tuhan, karena perasaan takut jika cara. Setelah melalui tahap pengumpulan
meninggalkan keluarganya. Berdasarkan data, data kualitatif yang diperoleh diolah
fenomena tersebut maka peneliti tertarik dengan melakukan reduksi data, penyajian
untuk melakukan penelitian yang berjudul data dan penarikan kesimpulan (Silalahi,
“Kesehatan spiritualitas lansia dan kesiapan 2009). Peneliti membuat transkrip verbatim
lansia dalam menghadapi kematian”. dengan mendengarkan kembali hasil
Tujuan umum dari penelitian ini adalah rekaman dan melengkapinya dengan field
mendeskripsikan kesehatan spiritual dan note yang dibuat saat wawancara. Transkrip
kesiapan lansia dalam menghadapi kema- verbatim dibaca kembali berulang-ulang
tian, baik lansia yang berada di Panti sambil mendengarkan hasil rekaman untuk
Wredha Salib Putih Salatiga, maupun lansia menentukan tingkat saturasi data. Selain
yang tinggal bersama keluarganya di Dusun itu, peneliti menggunakan teknik triangu-
Dukuh, Getasan. lasi sebagai teknik untuk mengecek
keabsahan data, yaitu membandingkan
Penelitian ini menggunakan metode
hasil wawancara terhadap partisipan
penelitian kualitatif dengan tipe pendekatan
sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data
fenomenologi deskriptif. Penelitian ini
(Moleong, 2007).
menelusuri dan menggali data mengenai
arti dan makna pengalaman seseorang
secara individu (Wood & Haber, 2006). Pembahasan
Penelitian ini menggunakan desain studi
Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah
komparasi, yaitu mendeskripsikan perbeda-
enam kategori yang mendeskripsikan
an dan persamaan antara dua atau lebih
kesehatan spiritualitas lansia, baik yang Menurut hasil kajian Musa As’ari (dalam
tinggal di rumah maupun yang tinggal di Asyafah, 2009) manusia memiliki amanat
panti, serta kesiapannya dalam menghadapi dari Tuhan, hal ini kemudian ditanggapi
kematian, yaitu kategori makna hidup, oleh lansia dan kemudian dijadikan makna
konsep agama dan ketuhanan, konsep sehat dalam hidupnya.
sakit, interaksi sosial, kesehatan dan Bastaman (2007) menyatakan bahwa
spiritualitas, dan kematian. seseorang yang memiliki hidup yang
bermakna dapat membuatnya menghayati
Makna Hidup hidupnya dengan menunjukkan semangat
Dalam penelitian ini, baik partisipan yang dan gairah hidup, serta menjauhkan mereka
tinggal di rumah maupun di panti, dari perasaan hampa dan tidak berguna.
menyatakan bahwa tujuan hidupnya adalah Hidup yang memiliki tujuan yang jelas akan
untuk keluarga, seperti mendoakan anak menjadikan seseorang terarah dan menge-
cucunya, mengharapkan hidup yang rukun tahui apa yang akan hendak ia lakukan. Bila
bersama anak dan cucunya, serta tujuan hidup terpenuhi maka kehidupan
mengharapkan hidup yang berkecukupan akan dirasa berguna dan bermakna, serta
bagi keluarganya. Di samping itu, sebagian menimbulkan perasaan bahagia dan
memaknai hidup mereka sebagai utusan berharga.
Sang Pencipta.
Konsep Agama dan Ketuhanan
Bastaman (2007) mengungkapkan
bahwa makna hidup adalah sesuatu yang Semua partisipan yang tinggal di panti
dianggap paling benar, penting dan maupun yang tinggal di rumah menyatakan
berharga karena mampu memberikan nilai percaya kepada Tuhan. Kepercayaan ini
tersendiri bagi seseorang dan dapat tidak hanya tergantung pada sistem keaga-
dijadikan sebagai tujuan hidup. Ia juga maan formal saja, karena ada partisipan
menambahkan bahwa seseorang yang yang sekalipun tidak memeluk agama
mencapai kebermaknaan hidup akan mera- apapun (secara formal), tetap meyakini
sakan hidupnya penuh makna, berharga keberadaan Tuhan. Partisipan menanggapi
dan memiliki tujuan mulia. keberadaan Tuhan dengan sikap bersyukur
Menurut Rahmat (Setiyono, 2004) terhadap segala sesuatu yang sudah Tuhan
makna hidup seseorang dapat ditemukan berikan, baik dalam susah dan senang,
salah satunya di dalam tanggung jawab dan sehingga syukur yang dipanjatkan menim-
mampu menentukan apa yang akan bulkan rasa tenang dan senang dalam diri
dilakukannya dan apa yang paling baik mereka.
bagi dirinya dan orang lain. Permatasari Kepercayaan dan keyakinan yang
(2004) juga mengingatkan bahwa keluarga dinyatakan partisipan didukung oleh
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan Fowler (1981, dalam Kozier, 2004) yang
sosial, yaitu sumber kasih sayang serta rasa menjelaskan bahwa keimanan dapat
mencintai dan dicintai. Hal tersebut dimiliki pada orang yang beragama
merupakan salah satu nilai hidup yang maupun yang tidak beragama. Dengan
menjadikan hidup bermakna, sehingga selalu mengingat Tuhan dalam hidup akan
keluarga mampu menimbulkan makna membuat seseorang merasa damai dan
hidup terhadap seseorang. Namun, bagi tentram (Al-Isawi, 2005). Menurut hasil
semua umat beragama, Tuhan juga penelitian yang dilakukan Isnaeni (2012)
merupakan sumber makna dalam hidup. lansia merasa bahagia walaupun hidup di
panti dikarenakan adanya aktivitas sehari- yang di panti mengaku memiliki hubungan
hari dan berdoa serta melakukan kegiatan yang baik dengan keluarga mereka walau-
keagamaan, sehingga rasa syukur muncul pun keluarganya jarang datang menjenguk
dan membawa ketenangan pada mereka. ke panti.
Semua partisipan yang tinggal di panti Hubungan yang baik tersebut
menyatakan dirinya rutin melaksanakan menimbulkan perasaan senang pada lansia
ibadah. Semua lansia diwajibkan mengikuti serta membuat mereka merasa ada yang
ibadah tersebut, salah satu lansia menga- mengurus dan memenuhi kebutuhan di
takan mereka akan ditegur atau dimarahi masa tua mereka. Konteks ini sejalan
jika tidak mengikuti ibadah tersebut. dengan yang disebutkan oleh Bandiyah
Partisipan yang tinggal di rumah menya- (2013) bahwa peran keluarga bagi lansia
takan dirinya rutin beribadah di masjid dan adalah menjaga dan merawat lansia,
di gereja, serta rutin mengikuti perkum- memberikan motivasi, mengantisipasi peru-
pulan keagamaan. Sedangkan satu partisi- bahan ekonomi, serta mempertahankan
pan yang lain menyatakan tidak memiliki status mental dan memfasilitasi kebutuhan
ritual ibadah seperti yang umum dilakukan spiritualitas lansia. Pemenuhan dukungan
oleh orang yang beragama. keluarga (family support) secara emosional
Lansia yang tinggal di panti maupun di menimbulkan perasaan yang bahagia pada
rumah berdoa kapan saja dan di mana saja. lansia (Boyles, 2008).
Partisipan menyatakan segala harapan Bagi lansia yang tinggal di panti,
mereka kepada Tuhan, serta mendoakan mereka tidak tinggal bersama keluarganya.
keluarga dan orang-orang yang mereka Namun, sebagaimana menurut Sarafino
kasihi. Mereka juga mengatakan merasakan (1998) dukungan atau bantuan yang
adanya rasa damai setelah mereka berdoa. dibutuhkan lansia bisa diperoleh dari
Hal ini sama dengan yang diungkap- berbagai sumber, sehingga lansia yang
kan oleh Benson (2000) bahwa doa yang tinggal di panti mendapatkan dukungan
dilakukan berulang-ulang (repetitive prayer) dari sesama teman di panti, pengurus panti,
akan membawa berbagai perubahan dokter maupun perawat yang ada di panti.
fisiologis, seperti berkurangnya kecepatan
detak jantung, menurunnya kecepatan Hubungan dengan tetangga
nafas, menurunnya tekanan darah, melam- Selain menjalin hubungan yang baik
batnya gelombang otak dan pengurangan dengan keluarga, semua partisipan yang
menyeluruh kecepatan metabolisme. tinggal di rumah menyatakan memiliki
Kondisi ini disebut sebagai respon relaksasi hubungan yang baik dengan tetangga
(relaxation response). mereka. Sedangkan, bagi lansia yang
tinggal di panti tidak semua mengatakan
Interaksi Sosial memiliki relasi dengan tetangga di sekitar
panti. Hal ini terjadi karena berbagai
Hubungan dengan keluarga
keterbatasan lansia, seperti tidak tahu jalan
Semua partisipan, baik yang tinggal di keluar panti karena lingkungan yang baru
rumah maupun di panti menyatakan ataupun karena keterbatasan fisik yang
memiliki hubungan yang baik dengan susah untuk berjalan.
keluarganya. Mereka yang tinggal di rumah
Bagi lansia yang tinggal di rumah,
merasa senang tinggal satu rumah bersama
memiliki relasi yang baik dengan tetangga
dengan keluarganya, sedangkan mereka
merupakan kekhasan masyarakat yang yang baik antar sesama lansia di panti. Hal
tinggal di daerah pedesaan. Mereka ini didukung oleh hasil penelitian yang
mengenal semua tetangganya dari yang telah dilakukan Marwanti (1997) mengenai
dekat sampai yang jauh. Gotong royong kondisi kehidupan lanjut usia di Panti
pun masih sangat terasa, tetangga saling Wredha Karitas dan Nazaret Bandung,
tolong-menolong satu sama lain. Hal ini bahwa hubungan sosial yang terjalin di
sama dengan yang dikemukakan Darmojo panti kurang baik. Salah satu faktor yang
(2004) bahwa di daerah pedesaan pergaulan memengaruhi adalah latar belakang lansia
antara lansia dilakukan secara teratur, yang beragam, sehingga dalam konteks ini
mereka lebih sering mengunjungi atau dibutuhkan juga dukungan keluarga atau
dikunjungi, sedangkan di daerah perkotaan orang terdekat untuk menyelesaikan
kegiatan ini jarang dilakukan. masalah tersebut. Meskipun demikian,
Keseharian lansia yang dilakukan di secara ideal, menurut hasil penelitian yang
dalam panti dan kebutuhan lansia yang dilakukan oleh Setiti (2007) kebutuhan
telah disediakan di panti membuat lansia sosial merupakan kebutuhan lansia yang
tidak perlu keluar panti untuk mencari dapat memengaruhi emosional lansia. Setiti
kebutuhan mereka. Selain itu, keterbatasan menjelaskan bahwa lansia membutuhkan
fisik mereka juga menghambat mereka orang-orang dalam berinteraksi secara
untuk berinteraksi dengan lingkungan luar. sosial. Mereka membutuhkan teman bicara,
Menurut Fitria (2010) derajat kesehatan dan sering dikunjungi dan disapa serta
kemampuan fisik yang menurun akan silaturahmi dari keluarga dekat.
mengakibatkan lansia secara perlahan
menarik diri dari hubungan dengan Konsep Sehat Sakit
masyarakat sekitar. Pengertian sehat sakit
Semua partisipan, baik yang tinggal di panti
Hubungan dengan sesama teman di panti
maupun di rumah mengartikan bahwa
Dalam berhubungan dengan sesama teman sehat adalah keadaan dimana badan atau
di panti, ada partisipan yang menyatakan fisik mereka tidak merasakan sakit atau
memiliki hubungan yang baik, ada juga tidak merasakan adanya gangguan.
yang mengatakan tidak, bahkan ada yang Demikian juga dengan sakit, mereka
menyatakan dirinya selalu merasa jengkel mengartikan sakit adalah keadaan dimana
dengan orang-orang di panti. Konteks ini tubuh mengalami perubahan, seperti tidak
sangat terkait dengan proses penyesuaian nafsu makan, tidur terus dan tidak bisa
diri. Dalam proses penyesuaian diri sebagai melakukan aktivitas atau bekerja.
akibat perpindahan tempat tinggal dari
Pemahaman mengenai sehat dan sakit
rumah ke panti memanglah tidak mudah.
yang dimiliki lansia masih sangat terbatas.
Tidak jarang situasi seperti itu akan
Sehat dipandang sebagai keadaan tubuh
menyebabkan munculnya masalah dalam
yang kuat dan tidak lemah, sedangkan sakit
hubungan interpersonal, seperti konflik.
dipandang sebagai keadaan yang tidak
Subekti (dalam Jafar, 2011) menyatakan
enak yang dirasakan tubuh. Hal ini sama
bahwa masalah yang dirasakan lansia dapat
dengan yang dinyatakan Solita (2007)
berupa konflik dengan orang lain, tidak
bahwa sakit adalah konsep psikologis yang
menyukai perilaku lansia lain, atau merasa
menunjuk pada perasaan, persepsi, atau
dimusuhi orang. Konflik tersebut dapat
pengalaman subjektif seseorang tentang
menyebabkan tidak terjalinnya hubungan
ketidaksehatannya atau keadaan tubuh kan lansia yang tingal di rumah mengha-
yang dirasa tidak enak. rapkan memiliki hidup sejahtera bersama
keluarganya.
Penurunan fungsi fisik Berdasarkan kondisi di atas, dapat
Semua lansia yang tinggal di panti maupun dikatakan bahwa lansia memiliki harapan
di rumah menyatakan mengalami kemun- untuk bisa hidup bersama keluarganya,
duran fisik, misalnya dalam hal kualitas mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga
penglihatan. Namun partisipan tetap untuk menghadapi kesulitan hidup di masa
bersyukur dan menerima keadaan fisik akhir kehidupannya. Hal ini sesuai dengan
yang seperti itu. Hal ini sama dengan yang yang diungkapkan oleh Duggleby, Hicks,
dinyatakan Nugroho (2008) bahwa seseo- Nekolaichuk, Holtslander, Williams,
rang yang memasuki usia tua akan menga- Chambers, Eby (2012) bahwa seseorang
lami kemunduran fungsi fisik, misalnya memiliki harapan yaitu hidup bersama
pendengaran dan penglihatan yang kurang keluarga dengan nyaman dan damai.
jelas, gerakan lambat dan postur tubuh
yang tidak proporsional. Respon yang Kematian
dialami lansia juga berbeda-beda. Beberapa Pengertian mengenai kematian
tidak menerima kenyataan penuaan namun,
sebagian besar mereka menerima fungsi Partisipan dalam penelitian ini baik yang
fisik yang menurun pada dirinya. tinggal di rumah maupun di panti, ada
yang mengatakan bahwa kematian adalah
Kesejahteraan dan Spiritualitas sesuatu yang tidak bisa ditolak, ada yang
mengatakan kematian itu terpisahnya jiwa
Semua partisipan dalam penelitian ini, baik dari raga, serta ada juga yang menyatakan
yang tinggal di panti maupun di rumah kematian adalah jalan untuk ke surga.
menyatakan mereka mengetahui arti me- Pemahaman tersebut sejalan dengan yang
ngasihi. Mereka memahami kasih sebagai diungkapkan Chusairi (dalam Wijaya dan
tindakan yang dilakukan walaupun orang Safitri, 2015) bahwa kematian dipandang
lain tidak berbalik mengasihi mereka. Sikap sebagai sesuatu yang tak terelakkan dan
lansia tersebut, menggambarkan adanya dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat
spiritualitas yang baik. Hal ini sama dengan menimbulkan kecemasan pada seseorang.
yang diungkapkan oleh Tischler (2002) Selain itu, pernyataan bahwa kematian
yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang diyakini sebagai cara untuk dekat dan
berhubungan dengan perilaku dari seorang bertemu Tuhan dan orang-orang yang
individu, menjadi seorang yang spiritual dikasihi yang telah meninggal sebelumnya
berarti menjadi seorang yang terbuka, juga diungkapkan oleh Ross dan Pollio
memberi, dan penuh kasih. (dalam Belsky, 1997). Menurut Adelina
Westburg (2003) mengingatkan bahwa (2007) pandangan lansia tentang kematian
harapan adalah salah satu sumber psiko- memengaruhi kesiapan lansia dan
sosial yang digunakan orang dewasa untuk menghadapi kematian. Lansia yang memi-
mengatasi kesulitan hidup. Partisipan liki iman dan kesadaran bahwa kematian
dalam penelitian ini, baik yang tinggal di akan membawa mereka kembali kepada
rumah maupun di panti memiliki harapan Tuhan akan membuat mereka menerima
yang berbeda-beda di masa tuanya. Lansia kematian yang akan datang. Seperti hasil
yang tinggal di panti menginginkan anak- penelitian yang dilakukan oleh Sneesby,
nya datang menjemputnya pulang, sedang- Satchel, dan Good (2011) yang menyatakan
bahwa lansia yang memiliki keyakinan pada usia dewasa awal (Lefrancois, 1993).
yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki Selain itu, pengertian bahwa kematian tidak
keberanian ketika berhadapan dengan dapat ditolak membuat lansia merasa siap
kematian dan kesakitan. jika sewaktu-waktu akan meninggal. Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan Chusairi
Pengalaman kehilangan (dalam Wijaya & Safitri, 2015) bahwa
kematian dipandang sebagai sesuatu yang
Dalam penelitian ini, lansia yang tinggal di
tak terelakkan dan dapat terjadi kapan saja,
panti maupun di rumah menyatakan
sehingga dapat menimbulkan kecemasan
pernah mengalami kehilangan orang yang
pada seseorang.
mereka kasihi. Walau demikian, mereka
mengalihkan rasa kehilangan tersebut Terkait ketidaksiapan lansia mengha-
dengan cara mengikhlaskan. Ketika berha- dapi kematian dipengaruhi oleh perbuatan
dapan dengan kematian orang yang dikasi- mereka di masa lalu maupun keinginan
hinya, lansia mengalami depresi kesedihan mereka untuk terus memelihara anak dan
dan menggambarkannya melalui kata-kata cucunya. Lansia yang tidak siap dikarena-
yang menyatakan adanya kerinduan mau- kan ingin terus hidup bersama keluarga
pun keputusasaan yang mendalam. Lubis mengalami kekhawatiran bahwa mereka
(2009) mengatakan bahwa depresi meru- tidak dapat kembali ke dunia dan berkum-
pakan suatu akibat dari pengalaman yang pul bersama dengan orang-orang yang
menyakitkan, sehingga mengakibatkan mereka cintai (Hasan, 2006). Menurut
seseorang mengalami kesedihan yang Shihab (dalam Hidayat, 2006) rasa cemas
panjang, memiliki perasaan tidak adanya terhadap kematian juga dapat disebabkan
harapan dan munculnya pikiran tentang oleh kematian itu sendiri dan yang akan
kematian yang berulang. Sedangkan lansia terjadi sesudahnya merupakan suatu
yang memiliki pandangan positif terhadap misteri, adanya pemikiran tentang keluarga
kematian pasangannya dapat menyikapi hal yang ditinggalkan, serta perasaan bahwa
tersebut secara wajar, sehingga lansia akan tempat yang akan dikunjungi sangat buruk.
merasa tenang atas dirinya sendiri maupun
kematian pasangannya (Santrock, 2002). Harapan didampingi ketika menghadapi
kematian
Kesiapan dalam menghadapi kematian Semua lansia dalam penelitian ini, baik
Seluruh partisipan, baik yang tinggal di yang tinggal di rumah maupun di panti
rumah maupun di panti, ada yang mengharapkan adanya dukungan keluarga
menyatakan dirinya siap, namun ada juga ada untuk mendukung dan menemani
yang menyatakan dirinya tidak siap. Siap mereka pada saat menghadapi kematian.
atau tidak siapnya lansia dilatarbelakangi Pendampingan ketika menghadapi kema-
oleh usia yang sudah menua dan pema- tian dapat dilakukan oleh siapa saja baik
haman bahwa kematian adalah sesuatu keluarga, teman ataupun oleh tenaga
yang tidak bisa dielakkan. Kesiapan lansia kesehatan. Lansia yang ingin didampingi
yang dipengaruhi oleh usia juga dinyatakan oleh anggota keluarganya mengharapkan
oleh Nelson dan Nelson (dalam Lahey, adanya penguatan dari orang-orang yang
2003) bahwa variabel usia berhubungan mereka kasihi, sehingga mereka dapat
dengan ketakutan pada kematian, lansia menghadapi serta menjalani saat-saat akhir
memiliki sedikit rasa takut terhadap hidupnya dengan lebih baik dan penuh
kematian dibandingkan dengan individu penerimaan (Wiryasaputra, 2006).
Tempat yang diharapkan ketika menghadapi Harapan, et al., 2014) yang menyebutkan
kematian bahwa lansia ingin mati secara natural,
dalam kedamaian dan bermartabat.
Terkait dengan tempat saat meninggal, ada
partisipan yang menyatakan keinginannya
Tempat yang diinginkan setelah kematian
untuk meninggal di rumah dan di panti.
Namun, ada juga yang belum menyatakan Partisipan yang tinggal di panti dan yang
tempat yang diinginkan. Pernyataan tinggal di rumah menyatakan bahwa
tersebut didukung oleh penelitian yang setelah meninggal, mereka ingin masuk
dilakukan Lee (2009) yang mengungkapkan surga dan tidak ingin masuk ke dalam
bahwa lansia di Amerika berharap mening- neraka. Namun ada partisipan yang
gal di rumah mereka. Sedangkan lansia menyatakan tidak ingin ke surga atau pun
yang ingin meninggal di panti karena tidak neraka, melainkan ingin ke tempat yang
ingin membebani anak mereka dengan tenang. Kondisi di atas didukung oleh
biaya pemakaman dan lain sebagainya. penelitian Wahyuni (2007) yang menyata-
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian kan bahwa lansia mengharapkan kematian
yang dilakukan oleh Hattori, Masuda, dalam ketenangan dan diterima disisiNya
Fetters, Uemura, Mogi, Kuzuya, Iguchi serta masuk surga. Dalam penelitian yang
(2005) yang menyebutkan bahwa faktor dilakukan oleh Santoso (2010) juga diung-
keluarga memengaruhi tempat kematian kapkan bahwa hukuman neraka merupakan
dan siapa yang diinginkan lansia berada faktor internal yang memengaruhi
disampingnya saat menjelang kematian. kecemasan lansia menjelang kematian.