Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

KEPENTINGAN POLITIK PEMERINTAHAN MU’AWIYAH BIN ABU

SUFYAN: PERPINDAHAN KEKUASAAN DARI KUFAH KE


DAMASKUS
Nurus Syarifah
Interdisciplinary Islamic Studies, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
Jalab Laksda Adisucipto, Yogyakarta, Indonesia
Pos-el: nurussyarifah29@gmail.com

Abstract: This article explains about the events of political interest that occurred during the time of
Ali bin Abi Thalib, from the murder of Utsman bin Affan to move of power to Damascus by
Muawiyah bin Abu Sufyan. The method used in this research is descriptive analytical method. This
method is used to map the discussion and answer the question why Mu'awiyah chose Damascus as the
center of his power and what was the reason to move? After conducting the research, it can be
concluded that the conflict between Ali bin Abu Talib and Muawiyah bin Abu Sufyan was based on
the failure of Ali bin Abi Talib to reveal the case of Utsman bin Affan. This failure triggered domestic
political turmoil due to Muawiyah's disapproval of Ali's performance, which seemed to have taken the
case seriously. The Shiffin war incident became the entrance for Muawiyah to overthrow Ali bin Abi
Talib. Tahkim, which could be expected as a solution to the conflict, actually became a loss for Ali
and left the leadership to his son, Husein. Muawiyah's soft power strategy to coup Husein went
smoothly. After he assumed control as caliph, Muawiyah moved the center of power to Damascus.
This is because Damascus is a strategic area and can provide benefits for the caliphate of Muawiyah
bin Abu Sufyan.
Keywords: Political Interests; Mu'awiyah bin Abu Sofyan; Ali bin Abi Thalib; Damascus
Abstrak: Artikel ini menjelaskan tentang peristiwa kepentingan politik yang terjadi pada masa Ali bin
Abi Thalib, mulai dari kasus terbunuhnya Utsman bin Affan hingga perpindahan kekuasaan ke
Damaskus yang dilakukan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Metode ini digunakan untuk memetakan pembahasan
dan menjawab pertanyaan mengapa Mu’awiyah memilih Damaskus sebagai pusat kekuasaannya dan
apa alasan pemindahan tersebut? Setelah dilakukan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa konflik
yang terjadi antara Ali bin Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan dilatatarbelakangi oleh
kegagalan Ali bin Abi Thalib mengungkap kasus Utsman bin Affan. Kegagalan tersebut memicu
gejolak politik dalam negeri karena ketidakterimaan pihak Muawiyah terhadap kinerja Ali yang
terkesan tidak sungguh-sungguh menangani kasus tersebut. Peristiwa perang Shiffin menjadi pintu
masuk Muawiyah untuk menjatuhkan Ali bin Abi Thalib. Tahkim yang semula dapat diharapkan
sebagai solusi konflik justru menjadi kerugian bagi pihak Ali dan menyerahkan pimpinan kepada
anaknya, Husein. Strategi soft power Muawiyah untuk mengkudeta Husein berjalan mulus. Setelah ia
memegang kendali sebagai khalifah, Muawiyah memindahkan pusat kekuasaan ke Damaskus. Hal
tersebut dikarenakan Damaskus merupakan wilayah strategis dan dapat memberikan keuntungan bagi
kekhalifahan Muawiyah bin Abu Sufyan.
Kata kunci: Kepentingan Politik; Mu’awiyah bin Abu Sofyan; Ali bin Abi Thalib; Damaskus

AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam 77


Vol. 6, No. 1, 2021
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

Pendahuluan Gejolak konflik ini diperparah


Situasi dan kondisi politik yang dengan kegagalan Ali bin Abi Thalib
terjadi di Kufah semakin memanas. Hal mengungkap pembunuhan Utsman bin
tersebut dikarenakan terpilihnya Ali bin ‘Affan yang merupakan kerabat
Abi Thalib sebagai khalifah menggantikan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Kekecewaan
Utsman bin Affan sekitar tahun 36 H. Mu’awiyah bin Abu Sufyan terhadap
Konstelasi politik ini diperkeruh dengan pengungkapan kasus tersebut
banyaknya tuntutan dan desakan mengakibatkan adanya friksi yang
kelompok-kelompok terhadap Ali untuk membingkai ketegangan kedua belah pihak
menuntaskan kasus terbunuhnya Utsman sehingga muncullah peristiwa perang
bin Affan. Mereka meminta sang khalifah Shiffin.3
untuk segera menangkap dan memproses Berakhirnya perang Shiffin
hukum pelaku maupun dalang di balik ditandai dengan adanya tahkim/ arbitrase
pembunuhan khalifah Utsman bin Affan.1 yang awalnya bertujuan untuk
Terpilihnya Ali bin Abi Thalib mendamaikan konflik tersebut. Namun,
sebagai khalifah mengawali perseteruan proses ini tidak berjalan mulus. Pihak
antara dirinya dengan Mu’awiyah bin Abu Mu’awiyah yang diwakili ‘Amr bin ‘Ash
Sufyan. Saat itu, Ali dibaiat menjadi mengingkari kesepakatan yang telah
pengganti Utsman oleh mayoritas umat terjalin dengan pihak Ali yang saat itu
Muslim. Namun sekelompok orang diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari.
menuntut Khalifah Ali agar mengusut Hasil dari arbitrase itu
tuntas pembunuhan Utsman. Tuntutan atas memunculkan dualism kepemimpinan
kasus tersebut kemudian dipolitisasi oleh umat Islam, yaitu Muawiyah nin Abi
Muawiyah bin Abu Sufyan untuk Sufyan berkuasa di wilayah Syiria dan
kepentingannya. Hal tersebut Mesir secara otonom. Sementara itu, Ali
menimbulkan konflik yang juga bin Abi Thalib tetap memegang semua
melibatkan para pendukung Ali dan juga kendali kekuasaan dan berpusat di Basrah.
Muawiyah.2
3
Perang Shiffin adalah perang yang
terjadi antara pihak Ali bin Abi Thalib dan
1 Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tanggal 1 Shafar
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah,
37 H/ 657 M. Peristiwa tersebut terjadi setalah
terj. Amir Hamzah dan Misbah, jilid XI, (Jakarta:
adanya kesepakatan kedua belah pihak untuk
Pustaka Azzam, 2012), h. 225.
melakukan peperangan. Ketika itu, pasukan
2
Abdul Jamil Wahab, Konflik Mu’awiyah bergerak menuju sungai Euphrates dari
Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik arah kota Shiffin, sedangkan pasukan Ali bin Abi
Keagamaan Aktual, (Jakarta: PT. Elex Media Thalib bergerak dari Nukhailah menuju tanah
Komputindo, 2014), h. 64-65. Syam.

78
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

Akan tetapi, sejak saat itu friksi politik di Metode Penelitian


kalangan umat Islam semakin tampak di Tulisan ini merupakan penelitian
permukaan. Ada kelompok yang aspirasi kualitatif yang bersifat kepustakaan
politiknya memihak Ali dan ada pula (library research). Metode yang
kelompok yang afiliasi politiknya digunakan adalah deskriptif analitis yaitu
mendukung Muawiyah.4 dengan menghimpun data-data yang
Pasca meninggalnya Ali bin Abi relevan dengan pembahasan terlebih
Thalib, pembaiatan khalifah diberikan dahulu, untuk kemudian dianalisis.
kepada Hasan yang merupakan putra Ali. Adapun teknik pengumpulan data dalam
Namun, usia Hasan yang kala itu masih penelitian ini adalah teknik dokumentasi.
sangat muda membuatnya tidak siap untuk Teknik ini merupakan sebuah teknik
menjadi khalifah saat itu. Hal inilah yang pengumpulan data yang bersumber dari
kemudian dimanfaatkan oleh Mu’awiyah dokumen, seperti buku, jurnal, surat kabar,
bin Abu Sufyan untuk merangkai siasat majalah, maupun laporan penelitian yang
merebut kekhalifahan dari Hasan. kemudian dijadikan sebagai data
Komunikasi yang terjalin antara penelitian.5 Data-data yang relevan dengan
Mu’awiyah dan Hasan akhirnya menemui penelitian ini dikumpulkan kemudian
kesepakatan bahwa Hasan menyerahkan dibaca, dipahami dan dianalisis, sehingga
posisinya sebagai khalifah kepada dapat menyajikan jawaban dari
Mu’awiyah. Ia pun kemudian dibaiat permasalahan yang dikemukakan dalam
sebagai seorang khalifah. Setelah menjadi tulisan ini.
khalifah, ia memindahkan kekuasaan yang
Pembahasan
semula berada di Kufah beralih ke
Terjadinya Perang Shiffin
Damaskus. Pemindahan kekuasaan yang
Besarnya gelombang fitnah pada
dilakukan oleh Mu’awiyah ini tentu
masa Ali memicu timbulnya perang
menimbulkan pertanyaan, yaitu mengapa
saudara, yang melibatkan sahabat-sahabat
Mu’awiyah memilih Damaskus sebagai
Nabi. Salah satunya yaitu perang Shiffin
pusat kekuasaannya dan apa alasan
yang terjadi pada tahun 37 H di tebing
pemindahan tersebut? Jawaban dari
Sungai Furat yang kini terletak di Suriah
pertanyaan ini akan dipaparkan dalam
(Syam). Perang ini merupakan perang
pembahasan berikut.

4 5
Abdul Jamil Wahab, Konflik Moehnilabib, dkk, Dasar-dasar
Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik Metodologi Penelitian, (Malang: Lembaga
Keagamaan Aktual, h. 65. Penelitian IKIP Malang, 1997), h. 89.

79
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

antara kubu Ali dan kubu Mu’awiyah yang mencopot gubernur-gubernur yang
saat itu menjabat sebagai gubernur Syria. diangkat oleh Utsman. Ali meyakini
Mu’awiyah menolak untuk membaiat Ali bahwa pemberontakan-pemberontakan
sebagai khalifah dengan alasan Ali tidak yang terjadi karena keteledoran mereka.
mengambil satu pun langkah nyata untuk Selain itu, Ali juga menarik kembali tanah
membalaskan darah Utsman. Namun, yang dihadiahkan oleh Utsman kepada
beberapa riwayat menyebutkan bahwa penduduk dengan menyerahkan hasil
penyebab sebenarnya hanyalah karena pendapatannya kepada negara dan
Mu’awiyah, yang telah lama menjabat memakai kembali sistem distribusi pajak
sebagai gubernur, tidak rela kehilangan tahunan di antara orang-orang Islam,
jabatannya yang saat itu ingin diganti oleh sebagaimana pernah diterapkan oleh
Ali dengan Sahal bin Hunaif.6 pemerintahan khalifah Umar bin Khattab.
Tuntutan ini disuarakan oleh Pada bulan Shafar 37 H/657 M,
Mu’awiyah bin Abu Sufyan yang memiliki peperangan tak terhindarkan, terjadilah
hubungan nasab dengan Utsman dari jalur perang tersebut dengan kekuatan 95.000
Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kemudian orang di pihak Ali dan 85.000 orang di
didukung oleh sahabat-sahabat lain seperti pihak Mu’awiyah. Pihak Ali yang
Ubadah bin ash-Shamit, Abu ad-Darda’, dipimpin oleh Malik al-Asytar hampir
Abu Umamah, Amr bin Abasah, dan memperoleh kemenangan, ketika Amr bin
sahabat lainnya.7 Ash yang memimpin pasukan Mu’awiyah
Sebenarnya Ali bukan tidak ingin melancarkan siasat yang cerdik dengan
segera mencari dan menghukum para menancapkan Alquran di ujung tombak
pembunuh Utsman, akan tetapi dalam dan mengacungkannya. Ini dimaksudkan
periode awal kepemimpinannya, Ali lebih sebagai pertanda seruan untuk mengakhiri
memprioritaskan stabilitas politik, peperangan dan mengikuti keputusan Al-
ekonomi dan keamanan dalam negeri. Ali Quran.8
banyak mengubah kebijakan yang Adanya desakan dari para
dilakukan Utsman pada periode pengikutnya, akhirnya Ali menerima
sebelumnya, salah satunya dengan usulan Mu’awiyah untuk melakukan
arbitrase (tahkim) dengan menunjuk juru
6
Abdul Syukur al-Azizi, Kitab Sejarah
Peradaban Islam Terlengkap, (Yogyakarta: Saufa,
bicara antara kedua belah pihak. Pihak Ali
2014), h. 113. menunjuk Abu Musa Al-Asy’ari,
7
Ibnu Katsir, Al-Bidayah wa An-Nihayah,
terj. Amir Hamzah dan Misbah, jilid XI, (Jakarta: 8
Ibnu Muhazim, Waqi’ah al-Shiffin,
Pustaka Azzam, 2012), h. 225. (Kairo: Bashirati, 1974), h. 478.

80
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

sedangkan pihak Mu’awiyah menunjuk Ali, salah satunya dengan munculnya


Amr bin Ash yang dikenal sebagai politisi kelompok Khawarij sebagai kelompok
ulung bangsa Arab. Setelah melakukan yang keluar dari barisan pendukung Ali
perundingan, akhirnya kedua belah pihak dikarenakan kekecewaan mereka
merumuskan sebuah kesepakatan:9 terhadapnya.
1. Menurunkan Ali dan Mu’awiyah dari Dari sini terlihat bagaimana strategi
kursi kekhalifahan yang diterapkan oleh Mu’awiyah bin Abu
2. Kewenangan pemerintahan selanjutnya Sufyan untuk menggulingkan Ali dari
diberikan pada badan musyawarah kursi kekhalifahan berjalan dengan baik.
umat, untuk mencari bentuk pemilihan Kelompok Mu’awiyah hampir mengalami
pemimpin yang paling tepat bagi kekalahan pada saat terjadinya perang
mereka, baik pihak Ali dan Mu’awiyah Shiffin. Dalam kondisi seperti itu,
maupun pihak yang lain. Mu’awiyah tentu saja tidak ingin
Namun kesepakatan ini menuai kehilangan kekuatan di hadapan Ali.
kontroversi. Kedua perwakilan sepakat Mu’awiyah sadar bahwa cara hard power
untuk menurunkan pemimpin mereka di tidaklah efektif untuk mengalahkan Ali bin
depan publik, dimulai oleh Abu Musa Al- Abi Thalib. Mu’awiyah menggunakan
Asy’ari sebagai orang yang lebih tua untuk strategi soft power untuk menyelamatkan
menyampaikan orasinya dengan mencopot wajah mereka. Tahkim adalah jalan
Ali dan Mu’awiyah dari jabatannya. Akan diplomasi yang dipilih oleh Mu’awiyah
tetapi, pada giliran Amr bin Ash, ia untuk memainkan babak baru dalam
mengkhianati kesepakatan tersebut. Ia ketegangan kedua pihak.
mengumumkan dan menetapkan Strategi Mu’awiyah menggunakan
Mu’awiyah sebagai khalifah dikarenakan cara soft power tidaklah sia-sia, hal ini
Ali mundur dari kekhalifahan. Hasil juga mengakibatkan kelompok Ali bin
arbitrase semacam ini sangat merugikan Thalib terbelah menjadi dua. Sebagian
pihak Ali yang secara de jure memiliki kelompok Ali bin Abi Thalib
legitimasi sebagai khalifah yang menginginkan tahkim sebagai solusi
sebenarnya, sementara Mu’awiyah hanya mengakhiri perang Shiffin, sedangkan
menjabat sebagai gubernur provinsi. sebagian lagi tidak sependapat dengan
Adapun kerugian lain yang ditimbulkan adanya tahkim terlebih Ali bin Abi Thalib
adalah turunnya simpatisan pendukung juga tidak menginginkannya. Di tengah
gejolak internal tersebut, Ali bin Abi
9
Ibnu Katsir, Al Bidayah, h. 401. Thalib melihat mayoritas kelompoknya

81
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

menginginkan tahkim sehingga ia bersedia turun dari kursi kekhalifahan


memutuskan untuk mengikuti ajakan berdasarkan isi tahkim yang telah
kelompok Mu’awiyah. Ketika ia disepakati bersama, Amr bin Ash
mengusulkan Malik al-Asytar untuk melakukan pengkhianatan dengan
mewakili pihaknya dalam perundingan mengingkari kesepakatan tersebut saat
bersama Mu’awiyah, lagi-lagi desakan memberikan pernyataannya. Ia hanya
muncul dari mayoritas kelompoknya yang menyetujui penurunan Ali bin Abi Thalib
mendorong Abu Musa al-Asy’ari untuk dari kursi khalifah dan selanjutnya
menjadi wakil dalam tahkim tersebut. mengangkat Mu’awiyah sebagai khalifah.
Akhirnya, Ali bin Abi Thalib menunjuk Setelah pernyataan Amr bin Ash
Abu Musa untuk menjadi delegasi tersebut, kelompok Ali bin Abi Thalib
pihaknya. Sedangkan dari pihak kembali terpecah menjadi dua, yaitu Syiah
Mu’awiyah, Amr bin Ash yang turun dan Khawarij. Syiah menjadi basis
sebagai delegasi kelompoknya. kelompok yang loyal terhadap Ali bin Abi
Perundingan tersebut awalnya Thalib, sedangkan Khawarij menjadi
berjalan lancar dan menghasilkan beberapa kelompok yang tidak memihak Ali
kesepakatan yang disepakati bersama. maupun Mu’awiyah. Strategi Mu’awiyah
Hingga akhirnya kedua pihak akan untuk menurunkan Ali bin Abi Thalib dari
mengumumkan hasil tahkim tersebut. kursi khalifah berhasil. Hal tersebut
Sebelum pengumuman tersebut, Amr bin dibuktikan dengan turunnya Ali bin Abi
Ash yang merupakan seorang politikus Thalib sebagai khalifah, kemudian
handal mempersilahkan Abu Musa untuk Mu’awiyah juga berhasil melemahkan
menjadi orang pertama yang basis kelompok Ali yang sebelum adanya
menginformasikan hasil kesepakatan di tahkim hampir memenangkan perang
depan dua kedua belah pihak. Amr bin Ash Shiffin dan membuat Mu’awiyah
menjadikan aspek senioritas sebagai dalih menderita kekalahan.
untuk mendahulukan Abu Musa, namun
Terbunuhnya Khalifah Ali hingga
ternyata ada motif lain di balik aspek
Pembaiatan Mu’awiyah
“senioritas” tersebut. Ternyata Amr bin
Konflik dan pemberontakan
Ash telah mengatur siasat untuk
semakin gencar usai terjadinya tahkim
memberikan informasi yang kontradiktif
antara pihak Ali dan Mu’awiyah.
dengan pernyataan Abu Musa. Ketika Abu
Disamping dualisme kelompok tersebut,
Musa terlebih dahulu menyampaikan
terdapat pula kelompok ketiga yang
bahwa Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah

82
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

melakukan oposisi terhadap Ali dan kalangan umat Islam, para penduduk di
Muawiyah. Kelompok ketiga ini pada wilayah Irak mengangkat Hasan bin Ali
awalnya merupakan pendukung Ali, sebagai penerus Ali, sementara Mu’awiyah
namun mereka kecewa terhadap Ali karena dinobatkan sebagai khalifah di wilayah
dianggap menyetujui arbitrase yang jelas- Syria. Hal ini terus berlangsung bahkan
jelas merugikan pihak Ali. Mereka diwarnai dengan desakan dari pihak
berjumlah kurang lebih 12.000 tentara dan Mu’awiyah hingga berakhir dengan
kemudian membuat basis kekuatan di perjanjian damai yang dikenal dengan
wilayah Harurah. Mereka dikenal dengan ‘Amul Jama’ah atau tahun persatuan.
nama kelompok Khawarij.10 Perjanjian ini terjadi pada tahun 41 H/ 662
Situasi semacam ini terus M. Adapun isi dari perjanjian tersebut
berlangsung hingga akhirnya memuncak adalah:12
dengan terbunuhnya khalifah Ali. Ia 1. Hasan bin Ali rela turun dari khalifah
ditusuk dengan pedang beracun saat demi persatuan umat Islam
sedang beribadah di masjid Kufah, oleh 2. Mu’awiyah tidak mencela Ali bin Abu
Abdurrahman bin Muljam yang Thalib
merupakan kelompok Khawarij. Wafatnya 3. Setelah kepemimpinan Mu’awiyah,
khalifah Ali bin Abi Thalib pada tanggal khalifah selanjutnya akan dipilih secara
21 Ramadhan tahun 40 H/661 M ini musyawarah.
menimbulkan dampak politis yang cukup Proses penyerahan kekuasaan dari
berat bagi para pengikut setia khalifah Ali Hasan bin Ali kepada Mu’awiyah bin Abi
bin Abi Thalib yaitu Syi’ah. Oleh Sufyan dilakukan di suatu tempat yang
karenanya, tidak lama kemudian para bernama Maskin dengan ditandai
pengikut Ali bin Abi Thalib (Syi’ah) pengangkatan sumpah setia. Dengan
melakukan sumpah setia (baiat) atas Hasan demikian, Mu’awiyah telah berhasil
bin Ali untuk di angkat menjadi khalifah meraih cita-cita untuk menjadi seorang
pengganti khalifah Ali bin Abi Thalib.11 pemimpin umat Islam menggantikan posisi
Sebenarnya, pasca wafatnya Ali dari Hasan bin Ali sebagai khalifah.
terjadi dualisme kepemimpinan di Meskipun Mu’awiyah tidak mendapatkan
pengakuan secara resmi dari warga kota
10
Abdul Jamil Wahab, Konflik
Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik
Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya
Keagamaan Aktual, h. 65.
11 12
Mahmoud M. Ayoub, The Crisis of M.A. Shaban, Sejarah Islam (600-750):
Muslim History: Akar-Akar Krisis Politik dalam Penafsiran Baru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Sejarah Muslim, (Bandung: Mizan, 2003), h. 196. 1993), h. 121.

83
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

dilakukan oleh Mu’awiyah sampai Hasan bin Ali sebagai Khaliah


akhirnya secara defacto dan dejure jabatan menggantikan ayahnya. Muawiyah
tertinggi umat Islam berada di tangan kemudian menantang pihak Hasan untuk
Mua’wiyah bin Abi Sufyan. Dengan berperang untuk mendapatkan kekuasaan.
demikian berdirilah dinasti baru yaitu Namun, Hasan tidak menghendaki adanya
Dinasti Bani Umayyah (661-750 M).13 peperangan. Hasan memilih jalan damai
Berdasarkan pemaparan di atas, dan menyerahkan kekuasaan kepada
bisa dilihat bahwa Mu’awiyah memang Muawiyah dengan sejumlah perjanjian.14
mengedepankan kekuatan soft power-nya Usaha tersebut berhasil dan Hasan
untuk merebut kekuasaan dari Ali bin Abi memberikan kursi kekhalifahan kepada
Thalib. Adanya kaum khawarij dalam Mu’awiyah, sehingga secara de facto dan
pusaran konflik tersebut memberikan de jure Mu’awiyah resmi menjadi
keuntungan tersendiri bagi Mu’awiyah. khalifah.
Meskipun secara implisit maupun eksplisit Pasca penyerahan kekuasaan
Khawarij tidak mendukung kedua pihak kepada Muawiyah, kelompok pendukung
tersebut, tetapi dengan adanya Khawarij, Ali ternyata semakin berkembang pesat,
turut andil dalam melemahkan pengaruh khususnya di Kufah. Mereka bahkan
Ali bin Abi Thalib. Terbunuhnya Ali bin mengundang Husen bin Ali yang saat itu
Abi Thalib oleh Khawarij membuktikan di Makkah untuk datang ke Kufah dan
bahwa ia kini tidak memiliki pengaruh akan mereka daulat sebagai khalifah.
yang kuat untuk merangkul eks- Husen pun berangkat memenuhi undangan
pengikutnya. tersebut dengan rombongan berjumlah 70
Pasca terbunuhnya Ali bin Abi orang. Saat perjalanan sudah mendekati
Thalib, kelompok Syi’ah membaiat putra Kufah -tepatnya di padang karbala-
Ali bernama Hasan sebagai khalifah mereka mendapat serangan tak terduga
selanjutnya. Melihat situasi ini, Muawiyah dari 4.000 pasukan di Kufah yang
mendapatkan peluang untuk mengambil dipimpin oleh Amr bin Saad.
alih kekuasaan kaum muslimin secara Penyeranagan tersebut atas perintah
penuh. Ia membawa sekitar 40.000 Gubernur Kufah, Ubaidillah bin Ziyad.15
pasukan tempur ke Kufah yang mana
14
Abdul Jamil Wahab, Konflik
ketika itu masyarakatnya telah membaiat Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik
Keagamaan Aktual, h. 65.
13 15
Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tarikh Abdul Jamil Wahab, Konflik
al-Umam wa al-Muluk, (Beirut: Muassasah al- Keagamaan: Analisis Latar Belakang Konflik
A'lami lil Matbu'ah, 1983), h. 159. Keagamaan Aktual, h. 66.

84
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

Pembunuhan terhadap Husen yang Spanyol. 16 Selain itu, pemindahan ibu kota
lebih dikenal sebagai peristiwa karbala negara ini juga memiliki implikasi politis
tersebut memiliki tendensi terhadap dan merupakan fenomena baru yang
kekuasaan dari kekhalifahan Muawiyah. disuguhkan Mu’awiyah kepada
Dengan meninggalnya Husen, maka masyarakat dan rival politiknya. Damaskus
Muawiyah tidak terlalu merasa khawatir bagi Mu’awiyah merupakan basis
akan ancaman kudeta kekuasaannya. kekuasaan dan kekuatan, sehingga sangat
Terlebih, sebelum terbunuhnya Husen, logis kalau pusat pemerintahannya tidak
basis kekuatan kelompok Syiah di Kufah berada lagi kota Kufah.17
berkembang pesat dan kuat. Hal ini tentu Mu’awiyah sebagai khalifah
saja bisa menganggu kebijakan-kebijakan memiliki basis yang rasional dan solid
dan strategi politik Muawiyah dalam untuk pembangunan landasan politik
menjalankan system pemerintahannya. berikutnya di masa depan, di antaranya
yaitu:
Usaha dan Kebijakan Mu’awiyah bin
1. Dukungan yang kuat dari masyarakat
Abu Sufyan
Suriah dan keluarga Bani Umayah.
Mu’awiyah dibaiat sebagai khalifah
Suriah yang telah lama diperintah oleh
-setelah mendapatkan limpahan kekuasaan
Mu’awiyah mempunyai pasukan yang
penuh dari Hasan bin Ali- pada tahun 40
kokoh, terlatih, dan disiplin di garis
H/ 660 M di Illiya (Yerussalem).
depan dalam peperangan melawan
Selanjutnya, ia memindahkan pusat
Romawi.18
kekuasaan dan pemerintahan dari Kufah ke
Suriah dengan menjadikan Damaskus 16
Siti Maryam, dkk, Sejarah Peradaban
sebagai ibu kota kerajaan Islam, yang Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: LESFI, 2002), h. 81.
mana sebelumnya Damaskus adalah ibu 17
Khoiro Ummatin, “Tiga Pilar
kota provinsi Syria. Perpindahan pusat Penyangga Eksistensi Dinasti Umayyah”, Jurnal
Dakwah, Vol. XIII, No. 2, Tahun 2012, h. 209.
pemerintahan ke Damaskus menjadi 18
Mu’awiyah bin Abi Sufyan merupakan
salah satu sahabat yang dipercaya Nabi saw.
langkah yang sangat strategis bagi sebagai penulis al-Qur’an. Pada masa Khulafaur
Mu’awiyah untuk melebarkan Rasyidin, ia diangkat menjadi salah seorang
panglima perang di bawah komando utama Abu
kekuasaannya ke Mesir, Armenia, Ubaidah bin Jarrah untuk menaklukkan Palestina,
Suriah dan Mesir dari tangan Imperium Romawi
Mesopotamia utara, Georgia dan Timur. Kemudian ia menjabat sebagai gubernur
Suriah pada masa Khalifah Umar bin Khathab. Saat
Azerbaijan sampai ke Asia kecil dan itu Suriah merupakan sebuah provinsi penting
dalam kekuasaan Bizantium, kemudian ditaklukkan
oleh para pahlawan muslim di bawah komando
Khalid bin Walid, dengan perjuangan yang terus
menerus berhasil menumbangkan imperium

85
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

2. Sebagai seorang administrator, pengikutnya. Oleh karena itu, Hasan


Mu’awiyah bin Abi Sufyan sangat meminta agar pengikutnya pun
bijaksana dalam menempatkan para melakukan seperti apa yang
pembantunya dalam jabatan-jabatan dilakukannya, yaitu menjadikan
penting. Mu’awiyah sebagai pemimpin mereka,
3. Mu’awiyah memiliki kemampuan serta patuh dan tunduk pada
menonjol sebagai negarawan sejati, Mu’awiyah setelah melakukan bai’at
bahkan mencapai tingkat hilm -sifat kepadanya.
penting yang dimiliki oleh pembesar 2. Memindahkan pusat kekuasaan ke
Makkah pada zaman dahulu-, hilm Damaskus, dengan alasan rakyat kota
yaitu sifat seseorang yang dapat Damaskus merupakan basis
menguasai diri secara mutlak dan dapat pendukungnya dan wilayah yang
mengambil keputusan-keputusan yang sangat strategis untuk mengembangkan
menentukan, meskipun ada tekanan kekuasaannya ke bekas-bekas wilayah
dan intimidasi. kekuasaan kerajaan Romawi di bagian
Adapun kebijakan Mu’awiyah utara.19
dalam mengatur, menguatkan kedaulatan 3. Mengangkat para pejabat gubernur,
pemerintahan, mengatur persoalan politik baik yang berasal dari yang pro
dan administrasi negara, di antaranya maupun kontra terhadapnya.
yaitu: Mu’awiyah telah memilih beberapa
1. Meminta pengakuan dari para pengikut orang yang dapat memperkuat posisi
Hasan bin Ali. Hasan bin Ali dengan kepemimpinannya. Mereka adalah
tegas telah mengakui Mu’awiyah Amr bin Ash, Mughirah bin Syu’bah,
sebagai pemimpin kepada para dan Ziyad bin Abihi.20

Heraklius di negeri Syam. Satu persatu kota di


19
negeri tersebut berhasil ditaklukkan, Antiokia, Selain itu, pengambilan keputusan ini
Aleppo, Qinasrin, di wilayah utara jatuh ke tangan didasarkan pada pertimbangan politik dan alasan
putra-putra padang pasir, sementara di wilayah keamanan. Damaskus terletak jauh dari Kufah yang
selatan Caesarea menyerah di tangan Mu’awiyah merupakan pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali) dan
setelah diserbu berkali-kali dan dikepung selama jauh pula dari Hijaz yang merupakan tempat
tujuh tahun. Antara 633 dan 640, semua wilayah tinggal mayoritas Bani Hasyim dan Bani Umayyah,
dari selatan ke utara, berhasil ditaklukkan. sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih
Sedangkan pada masa Khalifah Utsman bin Affan, tajam antara kedua bani itu dalam memperebutkan
Mu’awiyah kembali menjadi gubernur Suriah yang kekuasaan.
membawahi wilayah Suriah, Palestina dan 20
Ketiga orang ini dengan Mu’awiyah
Jordania. Lebih lanjut lihat Philip K. Hitti, History
merupakan empat politikus yang sangat
of the Arabs, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan
mengagumkan di kalangan muslim Arab. Lebih
Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi Ilmu
lanjut lihat Montgomery Watt, Kejayaan Islam:
Semesta, 2013), h. 189.
Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono

86
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

4. Membangun kekuatan militer yang Dengan keberaniannya, ia pun berhasil


terdiri dari tiga angkatan, darat, laut mengepung Kota Konstatinopel melalui
dan kepolisian yang tangguh dan loyal. Ekspedisi yang dipusatkan di Kota
Mereka diberi gaji yang cukup, bahkan Pelabuhan Dardanela.21
dua kali lebih besar dibanding gaji Mu’awiyah berusaha kuat
yang diberikan Umar pada tentaranya. meletakkan dasar pemerintahan dan
5. Merekrut orang-orang non-Muslim membangun kebudayaan Islam. Kebijakan
sebagai pejabat-pejabat dalam politik yang ia terapkan salah satunya
pemerintahan, seperti penasehat, dengan memperluas wilayah kekuasaan
administrator, dokter dan di kesatuan- sampai ke wilayah Afrika, sehingga
kesatuan tentara. kekuasaan Islam bertambah luas. Langkah
6. Mengadakan pembaharuan di bidang ini bertujuan untuk menyelamatkan dan
administrasi pemerintahan dan mengamankan kekuasaan negara. Setelah
melengkapinya dengan jabatan-jabatan daerah kekuasaan pemerintahan Islam kuat
baru yang sangat banyak dipengaruhi dan luas, maka langkah pembangunan
oleh kebudayaan Byzantium. kebudayaan Islam mendapat prioritas.
7. Mengubah sistem pemerintahan dari Banyak karya nyata yang dihasilkan pada
bentuk khalifah yang bercorak masa pemerintahannya, mulai dari yang
demokratis menjadi sistem monarchi sifatnya bidang keilmuan, pemerintahan
heredity (kerajaan/ dinasti). hingga ke pembangunan fisik.
Sejak Mu’awiyah menjabat sebagai Perkembangan pembangunan ini makin
khalifah, permasalahan negara menjadi menunjukkan kepada dunia bahwa
stabil, keamanan dalam negeri terkendali, eksistensi Islam tidak mengalami
ekspansi wilayah yang sebelumnya sempat perubahan bahkan memiliki
terhenti karena adanya konflik internal, kecenderungan makin kuat. Kekuatan
kembali dilanjutkan. Salah satu pemerintahan Islam ini menjadikan politik
ekspansinya yang paling spektakuler umat Islam disegani dan diperhitungkan
adalah keberhasilannya menaklukkan oleh negara-negara Barat.
Afrika Utara seluruhnya. Kemudian ia juga Berdasarkan penjelasan di atas,
berhasil melebarkan ekspansinya ke arah setelah Mu’awiyah menjadi khalifah, ia
timur hingga Khurasan, Sijistan dan lekas memindahkan kekuasaan dari Kufah
negeri-negeri di seberang sungai Jaihun.
21
Yusuf Sou’yb, Sejarah Daulat
Hadikusumo, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), Umayyah I di Damaskus, (Jakarta: Bulan Bintang,
h. 19. 1977), h. 21.

87
AL-IMARAH: Jurnal Pemerintahan dan Politik Islam
Vol. 6, No. 1, 2021

ke Damaskus untuk membangun kekuatan Penutup


dan menstabilkan tatanan pemerintahan. Berdasarkan pemaparan di atas,
Hal tersebut lazim dilakukan oleh seorang dapat disimpulkan bahwa perpindahan
pemimpin. Seperti halnya negara yang kekuasaan dari Kufah ke Damaskus
baru merdeka, maka negara tersebut akan memang diwarnai dengan berbagai
fokus terhadap aspek pertahanan dan peristiwa seperti, perang Shiffin, adanya
pemerintahan, untuk menjaga dan tahkim/ arbitrase, terbunuhnya Ali,
menopang stabilitas perekonomian, pengangkatan Hasan hingga pembaiatan
kesehatan dan pendidikan. Mu’awiyah Mu’awiyah sebagai khalifah. Mu’awiyah
menyadari bahwa Kufah bukan basis memilih Damaskus sebagai pusat
wilayah yang dihuni oleh para kekuasaan karena wilayah tersebut sangat
simpatisannya. Hal tersebut tentu saja akan strategis dan diisi oleh basis kekuatan
menghambat kebijakan-kebijakan yang pendukungnya sehingga memudahkan
akan dikeluarkan oleh Mu’awiyah karena dirinya untuk menentukan arah kebijakan
ia akan banyak mendapatkan pertentangan, dalam membangun pemerintahan yang
terlebih para pendukung Ali bin Abi stabil dan kuat. Adapun kepentingan
Thalib belum sepenuhnya menerima politik Mu’awiyah di balik pemindahan
keberadaan Mu’awiyah sebagai khalifah kekuasaan tersebut untuk memperluas
meskipun Hasan telah menerima dan kekuasaan Islam, di samping
menyerukan para pengikutnya untuk mengamankan posisinya sebagai khalifah,
mengikuti dan mematuhi Mu’awiyah. orang nomer satu dalam pemerintahan
Mu’awiyah tetap memainkan aspek Islam saat itu.
soft power untuk mendukung pemikiran
Pustaka Acuan
serta kebijakannya, ia menggunakan alasan
bahwa Damaskus adalah wilayah strategis
Ayoub, Mahmoud M, The Crisis of
sebagai pusat pemerintahan. Ketika ia Muslim History: Akar-Akar Krisis
Politik dalam Sejarah Muslim,
sudah berhasil pindah, maka ia
Bandung: Mizan, 2003.
menguatkan pengaruhnya terhadap
Azizi, Abdul Syukur al, Kitab Sejarah
kelompoknya dan masyarakat untuk
Peradaban Islam Terlengkap,
mendukung pemerintahannya. Sehingga Yogyakarta: Saufa, 2014.
selanjutnya, ia bisa membangun
Hitti, Philip K, History of the Arabs, Terj.
pemerintahan yang ideal dan stabil. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta, 2013.

88
Nurus Syarifah:
Kepentingan Politik dan Strategi Mu’awiyah bin Abu Sofyan: Perpindahan Kekuasaan dari Kufah ke Damaskus

Katsir, Ibnu, Al-Bidayah wa An-Nihayah,


Terj. Amir Hamzah dan Misbah,
Jilid XI, Jakarta: Pustaka Azzam,
2012.

Maryam, Siti, dkk, Sejarah Peradaban


Islam Dari Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta: LESFI, 2002.

Muhazim, Ibnu, Waqi’ah al-Shiffin, Kairo:


Bashirati, 1974.

Shaban, M.A, Sejarah Islam (600-750):


Penafsiran Baru, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1993.

Sou’yb, Yusuf, Sejarah Daulat Umayyah I


di Damaskus, Jakarta: Bulan
Bintang, 1977.

Thabari, Muhammad bin Jarir al-, Tarikh


al-Umam wa al-Muluk, Beirut:
Muassasah al-A’alami lil
Matbu’ah, 1983.

Ummatin, Khoiro, “Tiga Pilar Penyangga


Eksistensi Dinasti Umayyah,”
Jurnal Dakwah, Vol. XIII, No. 2,
Tahun 2012, 203-226.

Wahab, Abdul Jamil, Konflik Keagamaan:


Analisis Latar Belakang Konflik
Keagamaan Aktual, Jakarta: PT.
Elex Media Komputindo, 2014.

Watt, Montgomery, Kejayaan Islam:


Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis, Terj. Hartono
Hadikusumo, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1990.

89

You might also like