Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 41

Some examples of complex ions formed by

transition metals

[Fe(H2O)6]2+
[Co(NH3)6]2+
[Cr(OH)6]3-
[CuCl4]2-

Other metals also form complex ions - it isn't


something that only transition metals do. Transition
metals do, however, form a very wide range of complex
ions.
Bonding in simple complex ions
Al(H2O)6 3+
We are going to look in detail at the bonding in the
complex ion formed when water molecules attach
themselves to an aluminium ion to give Al(H2O)63+.
Start by thinking about the structure of a naked
aluminium ion before the water molecules bond to it.
Aluminium has the electronic structure
1s22s22p63s23px1
When it forms an Al3+ ion it loses the 3-level electrons to
leave
1s22s22p6
Bonding in simple complex ions
That means that all the 3-level orbitals are now empty.
The aluminium uses of six of these to accept lone pairs
from six water molecules.
It re-organises (hybridises) the 3s, the three 3p, and two
of the 3d orbitals to produce six new orbitals all with the
same energy.
You might wonder why it chooses to use six orbitals
rather than four or eight or whatever. Six is the
maximum number of water molecules it is possible to fit
around an aluminium ion (and most other metal ions).
By making the maximum number of bonds, it releases
most energy and so becomes most energetically stable.
Only one lone pair is shown on each water molecule. The
other lone pair is pointing away from the aluminium and so
isn't involved in the bonding. The resulting ion looks like
this:

Dotted arrows represent lone pairs coming


from water molecules behind the plane of
the screen or paper. Wedge shaped arrows
represent bonds from water molecules in
front of the plane of the screen or paper.
3+
Al(H2O)6

Because of the movement of electrons towards the


centre of the ion, the 3+ charge is no longer located
entirely on the aluminium, but is now spread over the
whole of the ion.
Because the aluminium is forming 6 bonds, the co-
ordination number of the aluminium is said to be 6. The
co-ordination number of a complex ion counts the
number of co-ordinate bonds being formed by the metal
ion at its centre.
In a simple case like this, that obviously also counts the
number of ligands - but that isn't necessarily so, as you
will see later. Some ligands can form more than one co-
ordinate bond with the metal ion.
3+
Fe(H2O)6
This example is chosen because it is very similar to
the last one - except that it involves a transition metal.
Iron has the electronic structure
1s22s22p63s23p63d64s2
When it forms an Fe3+ ion it loses the 4s electrons and
one of the 3d electrons to leave
1s22s22p63s23p63d5
Looking at this as electrons-in-boxes, at the bonding
level:
+3
Fe(H2O)6
Looking at this as electrons-in-boxes, at the bonding
level:

Now, be careful! The single electrons in the 3d level are


NOT involved in the bonding in any way. Instead, the
ion uses 6 orbitals from the 4s, 4p and 4d levels to
accept lone pairs from the water molecules.
Before they are used, the orbitals are re-organised
(hybridised) to produce 6 orbitals of equal energy.
Once the co-ordinate bonds have been formed, the ion looks
exactly the same as the equivalent aluminium ion.

Because the iron is forming 6 bonds, the co-ordination number


of the iron is 6.
2-
CuCl4
This is a simple example of the formation of a complex
ion with a negative charge.
Copper has the electronic structure
1s22s22p63s23p63d104s1
When it forms a Cu2+ ion it loses the 4s electron and one
of the 3d electrons to leave
1s22s22p63s23p63d9
To bond the four chloride ions as ligands, the empty 4s
and 4p orbitals are used (in a hybridised form) to accept
a lone pair of electrons from each chloride ion. Because
chloride ions are bigger than water molecules, you can't
fit 6 of them around the central ion - that's why you only
use 4.
Only one of the 4 lone pairs on each chloride ion is shown. The
other three are pointing away from the copper ion, and aren't
involved in the bonding.
CuCl42-
That gives you the complex ion:

The ion carries 2 negative charges overall. That comes


from a combination of the 2 positive charges on the
copper ion and the 4 negative charges from the 4
chloride ions.
In this case, the co-ordination number of the copper is,
of course, 4.
Kompleks Logam-d (Transisi):
Struktur Elektronik dan sifat-
sifatnya
(Teori Medan Kristal)
Sumber:
Inorganic Chemistry, Atkins, 5eds
Pendahuluan
• Kompleks logam-d berperan penting dalam kimia anorganik
• Ikatan Logam – Ligan melalui 2 model teoritis:
1. Teori Medan Kristal (Crystal-Field Theory)
sederhana, berdasarkan model elektrostatik dari ikatan, hanya dapat
diterapkan pada padatan ionik
Tetapi: dapat dipakai untuk menjelaskan struktur elektronik dari
kompleks secara langsung (straightforward)
Parameter penting: Parameter Ligand-field yang menyebabkan
spektrum warna dan sifat magnet.
2. Teori Medan Ligan (Ligand-Field Theory)
Diturunkan dari teori orbital molekul, lebih rumit, tetapi memberikan
deskripsi yang lebih lengkap mengenai struktur elektronik dari
kompleks  dapat menjelaskan sifat-sifat yang lebih banyak dari
kompleks
• Tinjauan akan difokuskan pada kompleks oktahedral dan
tetrahedral  bentuk geometri yang paling penting
Struktur Elektronik: Teori Medan Kristal
(CFT)
• Pada CFT  sepasang elektron pada ligan
digambarkan sebagai: titik bermuatan negatif
(atau parsial negatif dari dipol) yang menolak
elektron pada orbital d dari ion.
• Teori fokus pada
– splitting pada orbital d yang membaginya menjadi
kelompok dengan energi berbeda
– Menggunakan spitting tersebut untuk
menjelaskan dan mengaitkan spektrum optik
(warna), kestabilan termodinaik dan sifat magnet
dari kompleks
Kompleks
Oktahedral

6 titik negatif mewakili ligan terdapat pada sumbu-


sumbu orbital d, mengelilingi ion inti logam
Kompleks Oktahedral
Gangguan dari ligan menyebabkan splitting
energi
• Elektron pada orbital dz2
dan dx2-y2 (simetri tipe eg
pada Oh) terkonsentrasi
dekat ligan  ditolak,
energi menjadi
tinggi/tidak stabil
• Elektron pada orbital dxy,
dyz, dzx (simetri tipe t2g
pada Oh) berada agak
jauh dari ligan 
barrycenter terstabilkan
• Pemisahan 2 set orbital
akibat splitting tersebut
dinamakan Ligand-field
splitting parameter (o)
Contoh: Sifat yang dapat dijelaskan
dengan CFT
• Kompleks 1 elektron dari
heksaaquatitanium (III)
• [Ti(H2O)6]3+
• Absorption max pertama:
493nm,
• o=20300 cm-1 u/ eg  t2g

• U/ kompleks dgn e>1,


perlu dipertimbangkan
energi tolakan elektron-
elektron
Ligan-field splitting parameters (o)
dari kompleks ML6
Ligand-field splitting parameters
(o)
• o berubah secara sistematis berdasarkan identitas dari ligan.
• Contoh: untuk kompleks [CoX(NH3)5]n+, dengan X = I-, Br-, Cl-,
H2O dan NH3, warna berubah dari:
X I- Br- Cl- H2O NH3
Warna

• Deret ini menunjukkan bahwa energi dari transisi elektron


dengan energi terendah (begitu juga o) meningkat dengan
bergantinya ligan.
• Berlaku secara umum, tidak dipengaruhi identitas ion logam
• Berdasarkan kenaikan energi transisi yang disebabkan oleh
ligan ketika terdapat dalam kompleks, Ligan dapat diurutkan
dalam deret spektrokimia
Deret Spektrokimia
I- < Br- < S2-< SCN- < Cl- < NO2- <N3- < F- <
OH- < C2O42- < O2- < H2O < NCS- <
CH3C=N < py < NH3 < en < bpy < phen <
NO2- < PPh3 < CN- < CO
Medan lemah/
weak-field ligand

Medan kuat/ strong


field ligand
Warna Kompleks tergantung pada Nilai 0 = h= E

0 = h

“red “violet
absorption” absorption”

“looks green” “looks yellow

rsl sifat Kompleks Koordinasi 22


RSL Teori Medan Kristal-Ligan 23
Spektra absorbsi dan Warna Kompleks
• Spektrum visible berikut :
– : warna berhubungan dengan panjang gelombang
sinar. Sinar putih adalah kombinasi semua warna.
Larutan atau gelas berwarna mengabsorbsi sebagian
spektrum visible, warna yang terlihat adalah sisa dari
spektrum. Bila hanya terjadi puncak absorbsi tunggal
dalam spektrum visible larutan, warna yang terlihat
adalah warna komplementer.

• Dibawah spektrum sinar visible adalah komplementari


warna, warnanya. Jadi bila larutan mengabsorbsi sinar
merah, warnanya akan hijau-Biru. Bila larutan
mengabsorb sibar hijau, warnanya purple.

• Lihat Gambar Berikut ini


RSL Teori Medan Kristal-Ligan 24
Spektra absorbsi dan Warna Kompleks

RSL Teori Medan Kristal-Ligan 25


Roda Warna

Warna Warna
diabsorbsi diobservasi

RSL Teori Medan Kristal-Ligan 26


Spektra absorbsi dan Warna Kompleks
Efek Ligand dan Warna
Elektron-t dari kompleks oktahedral
[Ti(H2O)6]3+ dapat dieksitasi ke salah satu
orbital-e bila mengabsorbsi foton dari
energi yang setara dengan O
Panjang gelombang dari radiasi yang
teradsorbsi menginformasikan energi
pemisahan medan ligand (ligand field
splitting energy)
Panjang gelombang foton umumnya
dalam jangkauan visibel
Sehingga kompleks umumnya berwarna

RSL Teori Medan Kristal-Ligan 27


Kekuatan medan-ligan juga
bergantung pada identitas ion
logam pusat
• Mn2+ < Ni2+ < Co2+ < Fe2+ < V2+ < Fe3+ < Co3+
< Mo3+ < Rh3+ < Ru3+ < Pd3+ < Ir3+ < Pt3+

• Nilai o meningkat dengan kenaikan bilangan


oksidasi dari ion logam pusat; juga meningkat
dari atas ke bawah dalam satu grup.
• Makin kecil ukuran dari ion dengan biloks
tinggi, makin pendek jarak ligan-logam,
makin besar energi interaksinya
Pengisian elektron pada orbital d-
tersplitting
• Karena orbital d dari komplek tidak memiliki
energi yang sama, maka konfigurasi elektron
dalam keadaan dasar (ground-state) menjadi
tidak terlihat; tetapi ada splitting energi dari
orbital tersebut: eg dan t2g.
• Pengisian elektron:
– elektron mengisi orbital t2g; satu demi satu
(untuk 3 elektron pertama)
– Elektron ke-4 dan seterusnya mengisi orbital
tergantung pada kekuatan medan ligan
Pengisian elektron
Ligan Medan-lemah Ligan Medan-kuat

konfigurasi Elektron konfigura Elektron


tdk si tdk berps
berps
3d4
t32geg1 4 t42g 2
3d5
t32geg2 5 t42g 1
3d6
t42geg2 4 t42g 0
3d7
t52geg2 3 t62geg1 1

Pengisian elektron pada orbital


d8, d9 dan d10 sudah cukup jelas
Kompleks Octahedral:
High-Spin Versus Low-
Spin

RSL Teori Medan Kristal-Ligan 31


Ligan-Field Stabilization Energy
(LFSE)
• Contoh: ion Ti2+ (3d2) dan V2+ (3d3)
• Pengisian orbital:  buat sendiri ya..
• Elektron d menempati orbital t2g
• Energi orbital t2g relatif terhadap barry center
adalah -0.4 o, sehingga:

– Untuk kompleks Ti2+ 2x -0.4 o = -0.8 o


– Untuk konpleks V2+  3x -0.4 o = -1.2 o

• Kestabilan tambahan ini, relatif terhadap


barry center disebut Ligand-Field
Stabilization Energy (LFSE)
Pairing energy (P)
• Pada sistem Cr3+ (3d4)
• Elektron ke-4 dapat menempati orbital t2g
dan berpasangan dengan elektron
sebelumnya. Tetapi, sebelumnya akan
mengalami tolakan Coulomb yang kuat 
Pairing energy, P.  alternatif ke-1
• Atau, elektron ke-4 dapat mengisi orbital
eg yang memiliki energi yg lebih tinggi. 
alternatif ke-2
LFSE
• Pada alternatif ke-1 (t42g)
stabilisasi = 4 x 0.4 o = 1.6 o
melawan pairing energy = P
LFSE nett = 1.6 o – P
• Pada alternatif ke-2 (t32geg1)
LSFE = (3 x 0.4 o ) – (1 x 0.6o) = 0.6o
Konfigurasi yang diadopsi tergantung dari nilai
mana yang lebih tinggi: 1.6 o – P atau 0.6o
Medan kuat – Medan lemah
• Jika o < P  kasus medan lemah
energi lebih rendah diperoleh bila orbital yg lebih
tinggi terisi danmemberikan konfigurasi (t32geg1)
• Jika Jika o > P  kasus medan kuat
energi lebih rendah dicapai bila hanya orbital yg
lebih rendah yang terisi, walaupun harus
menghadapi pairing energy, P. Konfigurasi yang
dihasilkan: (t42g)
Check deret
• Hasilnya: [Cr(OH2)6]  (t 2geg )
2+ 3 1
spektrokimia
[Cr(CN)6]4- (t42g) dari ligan,
H2O < CN-
Pengukuran jumlah elektron tidak
berpasangan
• Satu cara untuk menentukan elektron tidak berpasangan
adalah dengan mengamati sifat magnetik dari senyawa.
• Teknik sederhana untuk menentukan momen magnet
(Metode Timbangan GOUY) meliputi: penimbangan
sampel ketika ada dan tidak adanya medan magnet yang
kuat.
• Dengan kalibrasi menggunakan standard yang diketahui,
seperti Hg[Co(SCN)4] jumlah elektron tidak berpasangan
dapat dihitung.
• Untuk memprediksi momen magnet, dapat digunakan
rumus spin-only yang sederhana:

μ = √[4S(S+l)] Bohr Magneton (BM)


S adalah bilangan kuantum spin ( S=1/2 untuk setiap
elektron tidak berpasangan).

μ = √[n(n+2)] Bohr Magneton (BM)


n adalah jumlah elektron tidak berpasangan, n=1.
Pengukuran sifat magnet
• Pengukuran ini digunakan untuk
menghitung jumlah spin tidak
berpasangan dalam sebuah kompleks
sehingga konfigurasi keadaan dasar dapat
teridentifikasi
• Perhitungan hanya-spin mungkin gagal
untuk kompleks low spin 3d5 dan high spin
3d6 dan 3d7
Klasifikasi
• Diamagnetik (ditolak oleh kutub magnit):
senyawa yang semua elekronnya berpasangan
• Paramagnetik (ditarik oleh kutub magnit):
Senyawa yang mengandung satu atau lebih
elektron tak-berpasangan.
– Gaya tarik antara kompleks paramagnetik dengan
medan magnit sebanding dengan jumlah elektron tak-
berpasangan didalam kompleks.
– Sehingga dapat ditentukan apakah high-spin atau
low-spin dengan mengukur kuatnya interaksi antara
kompleks dan medan magnit.
• Dapat dibedakan melalui eksperimen neraca
Guoy

You might also like