Juridic Analysis of Authority in Nurse The Provision of Red Label Drugs in The Independent Nursing Practice

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi

Vol. 6 No. 1 Juni 2020


E-ISSN: 2580-5134, P-ISSN: 2442-6822
Web: http://jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/yurisprudentia

ANALISIS YURIDIS KEWENANGAN PERAWAT DALAM


PEMBERIAN OBAT-OBATAN LABEL MERAH PADA PRAKTIK
KEPERAWATAN MANDIRI
(Juridic Analysis Of Authority In Nurse The Provision Of Red Label Drugs In The
Independent Nursing Practice)

Aris PrioAgus Santoso, dan Tatina Siska Wardani


Universitas Duta Bangsa Surakarta
Email: arisprio_santoso@udb.ac.id

Abstract

Article 30 paragraph (1) of Law No. 38/2014 letter j explains that nurses
are authorized to administer drug administration to clients, but the facts on the
field nurses are actually arrested by Police for providing pharmaceutical
preparations for clients. This shows that there has been an imbalance between
regulations and facts on the ground.
The problem in this study is how the nurse's authority in the service of
giving red label medicines in the practice of independent nursing and how the
legal protection of nurses in the practice of independent nursing
This research method uses a normative juridical approach, with secondary data
collection, to prove whether it is true that nurses are prohibited from giving red
label drugs. The data obtained were analyzed qualitatively.
Based on the results of the study found that nurses have the authority
to administer all drugs including red labeled drugs except drugs that contain
narcotics and psychotronics. Nurses can provide these drugs both in terms of
limitations and not. In that case, nurses obtain preventive legal protection by
carrying out their obligations as nurses and fulfilling the rights of patients and
not committing unlawful acts.

Kata kunci: Perawat, Obat Label Merah, Praktik Perawat Independen

A. Pendahuluan Pancasila dan Pembukaan UUD (1945).


Kesehatan merupakan hak asasi Oleh karena itu, setiap kegiatan dan upaya
manusia dan salah satu unsur untuk meningkatkan derajat kesehatan
kesejahteraan yang harus diwujudkan masyarakat yang setinggi-tingginya
negara sesuai dengan cita-cita bangsa dilaksanakan berdasarkan prinsip non
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam diskriminatif, partisipatif, perlindungan,

127
Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi
Vol. 6 No. 1 Juni 2020

dan berkelanjutan yang sangat penting memiliki peran dalam menjamin dan
artinya bagi peningkatan ketahanan dan memantau kualitas asuhan keperawatan.
daya saing bangsa, pembentukan sumber Keempat, perawat memiliki tugas sebagai
daya manusia Indonesia, dan peneliti dalam upaya untuk
pembangunan nasional. mengembangkan body of knowledge
Dari tinjauan terhadap RPJMN keperawatan.2
(Rencana Pembangunan Jangka Praktik keperawatan mandiri
Menengah) 2015-2019 tampak tidak merupakan praktik perawat perseorangan
ditemukan secara spesifik dasar atau berkelompok di tempat praktik
pembangunan kesehatan. Dalam RPJMN mandiri di luar Fasilitas Pelayanan
tersebut upaya promotif dan preventif Kesehatan. Praktik Keperawatan Mandiri
masih kurang mendapat penekanan yang diberikan dalam bentuk asuhan
saksama.1 Hal ini membuktikan bahwa keperawatan yang bertujuan untuk
masih lemahnya penguatan upaya memandirikan klien yang membutuhkan
kesehatan masyarakat sehingga hak sehat bantuan karena ketidaktahuan,
masyarakat belum mampu diberikan secara ketidakmampuan, dan ketidakmauan
maksimal. memenuhi kebutuhan dasar dan merawat
Perawat sebagai salah satu tenaga dirinya.3 Hadirnya praktik keperawatan
paramedis yang bertugas memberikan mandiri ini, diharapkan mampu mengatasi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai masalah kesehatan yang ada di
umum. Tugas utama perawat adalah masyarakat. Meskipun UU No.38/2014
memberikan pelayanan kesehatan atau tentang Keperawatan melegalkan perawat
memberikan asuhan keperawatan sesuai dalam melakukan pelayanan kesehatan
dengan keterampilan dan keahlian yang perorangan namun perawat harus tetap
dimilikinya. Perawat dalam memberikan berhati-hati dalam melakukan pelayanan
pelayanan kesehatan terdapat beberapa kesehatan karena pidana dalam praktik
peran. Pertama, perawat memiliki peran keperawatan bisa terjadi di mana saja dan
dalam mengatasi masalah yang dihadapi kapan saja apabila perawat telah lalai,
pasien. Kedua, perawat memiliki tanggung tidak mengantongi izin/ lisensi yang jelas,
jawab dalam memberikan penyuluhan
kepada pasien/klien. Ketiga, perawat 2
Hudi Purnawan, 2017, Tesis: Diskresi
Tindakan Peimpahan Wewenang Tindakan Medik
1
Hapsara HR, 2016, Penguatan Upaya dari Dokter kepada Perawat di Kotawaringin
Kesehatan Masyarakat dan Pemberdayaan Timur, Surakarta: UMS, hal. 2.
3
Masyarakat Bidang Kesehatan di Indonesia, DPP PPNI, 2017, Pedoman Praktik
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hal.2. Keperawatan Mandiri, Jakarta: DPP PPNI, hal.6.

128
Analisis Yuridis…|Aris Prio Agus Santoso

tidak memiliki kompetensi, dan melanggar apparat penegak hukum karena tidak
batas kewenanganya. mengantongi SIPP dan mengedarkan obat-
Data dari Persatuan Perawat obatan label merah tanpa izin. Dalam
Nasional Indonesia mengenai malpraktik putusannya, majelis hakim Purnomo Amin
keperawatan di Indonesia pada tahun Tjahjo, menyatakan terdakwa Harsono
2010-2015 ada sekitar 485 kasus. Dari 485 Eko Saputro telah terbukti secara sah dan
kasus malpraktik tersebut, 357 kasus meyakinkan bersalah melakukan tindak
malpraktik administratif, 82 kasus perawat pidana tanpa izin, mengedarkan sediaan
yang tidak memberikan prestasinya farmasi, dan atau alat kesehatan yang tidak
sebagaimana yang disepakati dan termasuk memiliki izin edar sebagaimana dalam
dalam malpraktik sispil, dan 46 kasus Pasal 196-198 jo UU No.36/2009. Harsono
terjadi akibat tindakan medik tanpa divonis penjara selama tiga bulan dan
persetujuan dari dokter yang dilakukan denda sejumlah satu juta rupiah dengan
dengan tidak hati-hati dan menyebabkan ketentuan apabila denda tersebut tidak
luka serta kecacatan kepada pasien atau dibayar diganti kurungan selama dua
tergolong dalam malpraktik kriminal bulan.5
dengan unsur kelalaian.4 Berdasarkan uraian di atas bahwa
Pasal 30 ayat (1) UU No. 38/2014 sangat dibutuhkan standar kewenangan
huruf j mejelaskan bahwa perawat perawat dalam pemberian obat-obatan
berwenang melakukan penatalaksanaan label merah, terutama terhadap praktik
pemberian obat kepada klien, namun fakta keperawatan mandiri sehingga diharapkan
di lapangan perawat justru ditangkap oleh dapat memberikan kepastian hukum
aparat penegak hukum karena memberikan dalam pelayanan kesehatan yang di
sediaan farmasi bagi klien. Berkaca dari lakukan perawat. Oleh karena itu, peneliti
maraknya pelanggaran hukum yang tertarik untuk meniliti dan mengambil
dilakukan oleh perawat dalam praktik judul “Analisis Yuridis Kewenangan
mandiri, sebagai salah satu contoh yang Perawat dalam Pemberian Obat-
dilakukan oleh Perawat Harsono Eko Obatan Label Merah pada Praktik
Saputro di Banyuwangi di penghujung Keperawatan Mandiri”.
akhir tahun 2017 yang tertangkap basah
4
Mike Asmaria, 2016, Tesis: Persepsi Perawat
5
Tentang Tanggung Jawab dalam Pelimpahan Destur, 2019, Perawat Praktik Tanpa SIPP
Kewenangan Dokter Kepada Perawat di Ruang Dipenjara 3 Bulan, diakses dari:
Rawat Inap Non Bedah Penyakit Dalam RSUP. https://senyumperawat.com/2019/02/perawat-
DR. M. Djamil Padang, Padang: Universitas praktik-tanpa-sipp-dipenjara-3-bulan-tahun-
Andalas, hal. 6. lalu.html (Tanggal 7 Februari 2019).

129
Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi
Vol. 6 No. 1 Juni 2020

yang berkaitan dengan peraturan


perundang-undangan.
B. Metode Penelitian
Teknik analisis data dalam
Metode pendekatan yang
penelitian ini menggunakan teknik analisis
digunakan dalam penelitian ini adalah
kulitatif, yaitu metode yang lebih
pendekatan yuridis normatif, yaitu suatu
menekankan pada aspek pemahaman
penelitian hukum yang dilakukan
secara mendalam terhadap suatu masalah
berdasarkan bahan hukum utama dengan
dari pada melihat permasalahan untuk
cara menelaah teori-teori, konsep-konsep,
penelitian generalisasi. Adapun analisis
asas-asas hukum serta peraturan
kualitatif dalam penelitian ini digunakan
perundang-undangan yang berhubungan
untuk menjawab permasalahan bagaimana
dengan penelitian ini. Pendekatan ini
kewenangan perawat dalam obat-obatan
dikenal pula dengan pendekatan
label merah pada praktik keperawatan
kepustakaan, yakni dengan mempelajari
mandiri dan bagaimana perlindungan
buku-buku, peraturan perundang-undangan
hukum bagi perawat pada praktik
dan dokumen lain yang berhubungan
keperawatan mandiri.
dengan penelitian ini. Spesifikasi
penelitian ini bersifat deskriptif analisis, C. Kewenangan Perawat dalam
Pemberian Obat-Obatan Label
agar supaya data yang terkumpul dapat Merah pada Praktik Keperawatan
digambarkan dan analisis sesuai dengan Mandiri
1. Analisis UU No. 36 tahun 2009
pokok permasalahan penelitian.
tentang Kesehatan
Bentuk Penelitian ini adalah
Pasal 196 berbunyi bahwa:
deskriptif yang bertujuan agar
“Setiap orang yang dengan sengaja
mendapatkan gambaran kewenangan
memproduksi atau mengedarkan
perawat dalam obat-obatan label merah
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan
pada praktik keperawatan mandiri.
yang tidak memenuhi standar dan/atau
Data yang digunakan dalam
persyaratan keamanan, khasiat atau
penelitian ini bersumber pada data
kemanfaatan, dan mutu sebagaimana
sekunder yaitu data yang diperoleh melalui
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
dokumen-dokumen terkait berupa literatur
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara
baik dari buku, naskah ilmiah, laporan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
penelitian, artikel, website dan lain-lain
denda paling banyak

130
Analisis Yuridis…|Aris Prio Agus Santoso

Rp1.000.000.000,00 (satu miliar ditetapkan dengan Peraturan


rupiah)”. Pemerintah”.

Jika dikaitkan dengan Pasal 98 ayat Pada Peraturan Pemerintah No. 51


(2) yang berbunyi: tahun 2009 tentang Pekerjaan
“Setiap orang yang tidak memiliki Kefarmasian:
keahlian dan kewenangan dilarang 1) Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa:
mengadakan, menyimpan, “Pekerjaan Kefarmasian adalah
mengolah, mempromosikan, dan pembuatan termasuk pengendalian
mengedarkan obat dan bahan yang mutu Sediaan Farmasi, pengamanan,
berkhasiat obat”. pengadaan, penyimpanan dan
Maka bisa diperoleh kesimpulan pendistribusi atau penyaluranan obat,
bahwa dalam Pendidikan baik S1 maupun pengelolaan obat, pelayanan obat atas
D3 keperawatan, perawat diajarkan ilmu resep dokter, pelayanan informasi
farmakologi dan farmakoterapi yang obat, serta pengembangan obat, bahan
menjadi salah satu mata kuliah, sehingga obat dan obat tradisional”.
sudah jelas dalam hal ini perawat memiliki 2) Pasal 2 Ayat (2) berbunyi bahwa:
keahlian dalam bidang obat-obatan “Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana
meskipun tidak sespesifik ahli farmasi, dimaksud pada ayat (1) harus
jadi secara langsung dapat dimaknai dilakukan oleh tenaga kesehatan
bahwa perawat juga berwenang melakukan yang mempunyai keahlian dan
hal tersebut di atas, karena perawat sudah kewenangan untuk itu”.
dibekali dengan pendidikan ini dan tidak Tenaga Kesehatan menurut Pasal
ada yang melarang perawat menggunakan 11 UU No. 36 tahun 2014 adalah tenaga
ilmu ini dalam melaksanakan pelayanan medis, tenaga psikologi klinis, tenaga
kesehatan. keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga
Kemudian jika dikaitkan dengan kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,
Pasal 98 ayat (3) yang berbunyi: tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
“Ketentuan mengenai pengadaan, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian
penyimpanan, pengolahan, promosi, medis, tenaga teknik biomedika, tenaga
pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan tradisional, dan, tenaga
kesehatan harus memenuhi standar kesehatan lain.
mutu pelayanan farmasi yang Dari uraian tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa perawat yang

131
Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi
Vol. 6 No. 1 Juni 2020

termasuk bagian dari tenaga kesehatan, 2) Pengobatan sendiri dengan obat


memiliki keahlian dan kewenangan dalam dimaksud tidak memberikan risiko
mengadakan, menyimpan, mengolah, pada kelanjutan penyakit;
mempromosikan, dan mengedarkan obat 3) Penggunaanya tidak memerlukan cara
dan bahan yang berkhasiat obat. dan/atau alat khusus yang dilakukan
Pasal 197 berbunyi bahwa: oleh tenaga kesehatan;
“Setiap orang yang dengan sengaja 4) Penggunaanya diperlukan untuk
memproduksi atau mengedarkan penyakit yang prevalensinya tinggi di
sediaan farmasi dan/atau alat Indonesia;
kesehatan yang tidak memiliki izin 5) Obat dimaksud memiliki rasio khasiat
edar sebagaimana dimaksud dalam keamanan yang dapat
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan dipertanggungjawabkan untuk
pidana penjara paling lama 15 (lima pengobatanya sendiri.
belas) tahun dan denda paling Sedangkan obat yang hanya boleh
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu diberikan dokter adalah obat yang
miliar lima ratus juta rupiah)”. mengandung narkotika dan psikotropika.
Jika dikaitkan dengan Pasal 106 ayat Sebagaimana Pasal 102 Ayat (1) UU
(1) berbunyi bahwa: No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
“Sediaan farmasi dan alat kesehatan berbunyi bahwa:
hanya dapat diedarkan setelah “Penggunaan sediaan farmasi yang
mendapat izin edar”. berupa narkotika dan psikotropika
Dalam hal ini golongan obat label hanya dapat dilakukan berdasarkan
merah (label K) pastinya sudah memiliki resep dokter atau dokter gigi dan
izin edar. Terbukti sudah banyak di dilarang untuk disalahgunakan”.
pasarkan di apotek-apotek untuk diperjual Sehingga dapat dimaknai bahwa
belikan. Diperkuat dengan Pasal 2 selain narkotika dan psikotropika,
Permenkes No. 919/Menkes/Per/IX/1993 golongan obat label merah dapat
tentang Kriteria Obat yang dapat diberikan oleh tenaga kesehatan
Diserahkan Tanpa Resep, di antaranya: selain dokter dan dokter gigi.
1) Tidak dikontraindikasikan untuk Dari uraian di atas, dapat ditarik
penggunaan pada wanita hamil, anak kesimpulan bahwa golongan obat label
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di merah (label K) yang diperjual belikan di
atas 65 tahun; apotek adalah obat-obatan yang telah

132
Analisis Yuridis…|Aris Prio Agus Santoso

memiliki izin edar. Analoginya bahwa, “Setiap orang yang tidak memiliki
kalau obat-obatan tersebut tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk
izin edar, pasti petugas apotik tidak berani melakukan praktik kefarmasian
memperjualbelikannya, sehingga pada sebagaimana dimaksud dalam Pasal
dasarnya golongan obat label merah dapat 108 dipidana dengan pidana denda
diberikan oleh siapa saja yang memiliki paling banyak Rp100.000.000,00
keahlian dan kewenangan dalam hal itu. (seratus juta rupiah)”.
namun hal itu dipersempit dengan pasal Jika dikatikan dengan Pasal 108
102 ayat (1) UU No.36/2009, bahwa Ayat (1) berbunyi bahwa:
khusus obat yang mengandung narkotika “Praktik kefarmasiaan yang meliputi
dan psikotropika hanya dapat diberikan pembuatan termasuk pengendalian
dengan resep dokter. mutu sediaan farmasi, pengamanan,
Citicoline, Captropil, dan pengadaan, penyimpanan dan
Licodipine misalnya, memang merupakan pendistribusian obat, pelayanan obat
golongan obat label merah (label K), akan atas resep dokter, pelayanan
tetapi dalam kandungan obat tersebut tidak informasi obat serta pengembangan
mengandung narkotika dan psikotropika, obat, bahan obat dan obat tradisional
sehingga tidak hanya perawat, petugas harus dilakukan oleh tenaga
farmasipun memiliki kewenangan dalam kesehatan yang mempunyai
megedarkanya karena obat-obatan tersebut keahlian dan kewenangan sesuai
dimaksudkan untuk penyakit yg dengan ketentuan peraturan
prevalinsinya tinggi di Indonesia (Pasal 2 perundang-undangan”.
Permenkes No. Artinya perawat dalam hal ini boleh
919/Menkes/Per/IX/1993). Penyakit yang melakukan pembuatan termasuk
prevalensinya tinggi yang banyak muncul pengendalian mutu sediaan farmasi,
di masyarakat antara lain, hipertensi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
stroke, dan diabetes. Hal ini membuktikan dan pendistribusian obat, pelayanan obat
bahwa perawat boleh memberikan atas resep dokter, pelayanan informasi obat
golongan obat label merah (label K) serta pengembangan obat, bahan obat dan
kepada pasien, asalkan obat tersebut tidak obat tradisional, karena perawat termasuk
mengandung narkotika dan psikotropika. tenaga kesehatan (Pasal 11 UU
No.36/2014). Diperkuat kembali pada
Pasal 198 berbunyi bahwa: pasal 2 Ayat (2) PP No.51/2009, bahwa,
Pekerjaan Kefarmasian (pengadaan,

133
Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi
Vol. 6 No. 1 Juni 2020

produksi, distribusi atau penyaluran, dan 8) memberikan konsultasi Keperawatan


pelayanan sediaan farmasi) harus dan berkolaborasi dengan dokter;
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang 9) melakukan penyuluhan kesehatan dan
mempunyai keahlian dan kewenangan konseling; dan
untuk itu. 10) melakukan penatalaksanaan
Dari seluruh uraian di atas, dapat pemberian obat kepada Klien sesuai
disimpulkan bahwa perawat memiliki dengan resep tenaga medis atau obat
kewenangan dalam melakukan pekerjaan bebas dan obat bebas terbatas”.
kefarmasian, di antaranya; melakukan Dalam penjelasan Pasal 30 Ayat (1),
pengadaan, produksi, distribusi atau yang dimaksud dengan “obat bebas
penyaluran, dan pelayanan sediaan terbatas” adalah obat yang berlogo bulatan
farmasi, sehingga perawat tidak bisa di berwarna biru yang dapat diperoleh tanpa
jerat dengan pasal berikut apabila resep dokter.
memberikan obat golongan merah. Pasal 30 Ayat (1) huruf j secara
singkat dapat dideskripsikan bahwa,
2. Analisis UU No. 38 tahun 2014 tentang perawat dapat melakukan pemberian obat
Keperawatan baik sesui dengan resep dokter maupun
Pasal 30 Ayat (1) berbunyi bahwa: tanpa resep dokter. Dalam pasal di atas
Dalam menjalankan tugas sebagai juga tidak membunyikan bahwa obat label
pemberi Asuhan Keperawatan di bidang merah/obat terbatas tidak dapat
upaya kesehatan perorangan, Perawat diberikan oleh perawat, sehingga asas
berwenang: Nullum Delictum Nulla Poena Sine
1) melakukan pengkajian Keperawatan Praevia Lege Poenali dapat dimanfaatkan
secara holistik; sebagai celah hukum dalam kasus di atas.
2) menetapkan diagnosis Keperawatan; Sedangkan obat yang harus menggunakan
3) merencanakan tindakan Keperawatan; resep dokter adalah obat yang memiliki
4) melaksanakan tindakan Keperawatan; kandungan narkotika dan psikotropika
5) mengevaluasi hasil tindakan (Pasal 102 UU No.36/2009).
Keperawatan; Pasal 33 ayat (4) berbunyi bahwa:
6) melakukan rujukan; Dalam melaksanakan tugas pada
7) memberikan tindakan pada keadaan keadaan keterbatasan tertentu
gawat darurat sesuai dengan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
kompetensi; Perawat berwenang:

134
Analisis Yuridis…|Aris Prio Agus Santoso

1) Melakukan pengobatan untuk Menurut Soedikno Mertokusumo,


penyakit umum dalam hal tidak ada perlindungan hukum adalah jaminan
tenaga medis; hak dan kewajiban manusia dalam
2) Merujuk pasien sesuai sistem rangka memenuhi kepentingan sendiri
rujukan dengan ketentuan pada maupun di dalam hubungan manusia.7
sistem rujukan; dan Menurut Sukendar dan Aris Prio,
3) Melakukan pelayanan kefarmasian sarana perlindungan hukum dibagi menjadi
secara terbatas dalam hal tidak 2 (dua) macam, yaitu: 8
terdapat tenaga kefarmasian. a. Perlindungan hukum preventif adalah
Maksud dari pasal tersebut adalah langkah atau cara yang dilakukan
bahwa perawat berwenang melakukan untuk mencegah suatu kejadian yang
pelayanan kefarmasian dalam hal tidak berakibat hukum.
adanya apotek ataupun tenaga medis di b. Perlindungan hukum represif adalah
suatu wilayah. langkah atau cara yang dilakukan
Dari uraian di atas dapat apabila suatu kejadian yang berakibat
disimpulkan bahwa, perawat boleh hukum itu telah terjadi.
memberikan obat label merah (label K) Langkah perlindungan hukum perawat
kecuali obat-obatan yang mengandung dalam praktik keperawatan mandiri:9
narkotika dan psikotropika (obat yang a. Upaya Preventif
harus menggunakan resep dokter). 1) Memenuhi kewajiban perawat
(misalnya: bekerja sesuai dengan
1. Perlindungan Hukum Perawat pada SPO, standar etik, standar profesi
Praktik Keperawatan Mandiri dan standar pelayanan);
Satjipto Raharjo menyatakan 2) Melengkapi administrasi dalam
bahwa, perlindungan hukum adalah praktik keperawatan
memberi pengayoman terhadap Hak mandiri(misalnya: STR,SIPP, dan
Asasi Manusia (HAM) yang dirugikan sertifikat keahlian/kompetensi);
orang lain dan perlindungan itu
diberikan kepada masyarakat agar 7
Soedikno Mertokusumo, 1991, Mengenal
Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty,
dapat menikmati semua hak-hak yang hal. 9.
8
Sukendar, dan Aris Prio, 2019, Tindak
diberikan oleh hukum.6 Pidana dalam Praktik Keperawatan Mandiri
(Perlindungan Hukum bagi Perawat dan Pasien),
Yogyakarta: Nuha Medika, hal. 82-83.
9
Aris Prio Agus Santoso, 2019, Etika
6
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, Profesi Keperawatan dan Hukum Kesehatan,
Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 53. Jakarta: Trans Info Media, hal. 112.

135
Yurisprudentia: Jurnal Hukum Ekonomi
Vol. 6 No. 1 Juni 2020

3) Memenuhi hak pasien; Dari uraian di atas dapat


4) Melakukan kolaborasi disimpulkan bahwa, perawat memperoleh
seprofesional mungkin dengan perlindungan hukum sepanjang
tenaga kesehatan lain dan tenaga melaksanakan tugas sesuai dengan standar
medis; pelayanan, standar profesi, standar
5) Menghindari pelanggaran etik. prosedur operasional, dan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan, sehingga
b. Upaya Represif jika perawat tersebut tidak
1) Melakukan mediasi dengan pasien melaksanakanya sesuai yang ditentukan
(yang dalam hal ini bisa diwakili maka dapat dianggap melakukan perbuatan
oleh mediator); melawan hukum. Terkait masalah
2) Memberikan ganti rugi atau jaminan pemberian obat-obatan label merah,
kepada pasien apabila pasien merasa perawat juga memperoleh perlindungan
dirugikan setelah diberikan hukum karena tidak bertentangan dengan
pelayanan. peraturan perundang-undangan, justru
malah diberikan kewenangan secara
Sebagaimana Pasal 36 huruf a UU
atribusi.
No. 38/2014 tentang Keperawatan yang
berbunyi:
“Perawat dalam melaksanakan D. Kesimpulan
Praktik Keperawatan berhak Setelah meneliti mengenai
memperoleh pelindungan hukum kewenangan perawat dalam pemberian
sepanjang melaksanakan tugas sesuai obat-obatan label merah pada praktik
dengan standar pelayanan, standar keperawatan mandiri, dapat ditarik
profesi, standar prosedur operasional, beberapa kesimpulan, antara lain sebagai
dan ketentuan Peraturan Perundang- berikut:
undangan”. 1. Perawat memiliki kewenangan dalam
Kemudian pada Pasal 29 UU No. pemberian semua obat-obatan termasuk
36/2009 tentang Kesehatan yang berbunyi: obat label merah kecuali obat-obatan
“Dalam hal tenaga kesehatan yang mengandung narkotika dan
melakukan kelalaian, dalam psikotronika. Perawat dapat
menjalankan profesinya, kelalaian memberikan obat-obatan tersebut baik
tersebut harus terlebih dahulu dalam hal keterbatasan maupun tidak.
diselesaikan secara mediasi”.

136
Analisis Yuridis…|Aris Prio Agus Santoso

2. Perlindungan hukum bagi perawat yaitu Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung:
Citra Aditya Bakti. 2000
dengan melaksanakan kewajibannya
sebagai perawat dan memenuhi hak-hak Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum
(Suatu Pengantar), Yogyakarta:
pasien serta tidak melakukan perbuatan
Liberty. 1991
melawan hukum. Hal ini merupakan
Sukendar, dan Aris Prio, Tindak Pidana
upaya perlindungan secara preventif
dalam Praktik Keperawatan Mandiri
yang bisa dilakukan oleh perawat. (Perlindungan Hukum bagi Perawat
dan Pasien), Yogyakarta: Nuha
Medika. 2019
Reference
Destur, Perawat Praktik Tanpa SIPP
Aris Prio Agus Santoso, Etika Profesi Dipenjara 3 Bulan, diakses dari:
Keperawatan dan Hukum https://senyumperawat.com/2019/02/
Kesehatan, Jakarta: Trans Info perawat-praktik-tanpa-sipp-
Media. 2019 dipenjara-3-bulan-tahun-lalu.html
(Tanggal 7 Februari 2019).
DPP PPNI, Pedoman Praktik
Keperawatan Mandiri, Jakarta: DPP Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
PPNI, 2017 Republik Indonesia, 1945.

Hapsara HR, Penguatan Upaya Kesehatan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009


Masyarakat dan Pemberdayaan Tentang Kesehatan. Republik
Masyarakat Bidang Kesehatan di Indonesia, 2009.
Indonesia, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2016 Undang-Undang No. 36 Tahun 2014
Tentang Tenaga Kesehatan.
Hudi Purnawan, Tesis: Diskresi Tindakan Republik Indonesia, 2014.
Peimpahan Wewenang Tindakan
Medik dari Dokter kepada Perawat Undang-Undang No. 38 Tahun 2014
di Kotawaringin Timur, Surakarta: Tentang Keperawatan. Republik
UMS. 2017 Indonesia, 2014.

Mike Asmaria, Tesis: Persepsi Perawat Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
Tentang Tanggung Jawab dalam tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Pelimpahan Kewenangan Dokter Republik Indonesia, 2009
Kepada Perawat di Ruang Rawat
Inap Non Bedah Penyakit Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.
RSUP. DR. M. Djamil Padang, 919/Menkes/Per/IX/1993 Tentang
Padang: Universitas Andalas.2016 Kriteria Obat yang dapat
Diserahkan Tanpa Resep. Republik
Indonesia, 1993.

137

You might also like