Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 6

Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

ISSN: 0852-3581
E-ISSN: 9772443D76DD3
©Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/

Keberhasilan inseminasi buatan menggunakan semen beku dan semen cair


pada sapi Peranakan Ongole

Trinil Susilawati, Nurul Isnaini, Aulia Puspita Anugra Yekti, Ika Nurjanah, Errico dan
Nolasco da costa

Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang


Jl. Veteran Malang 65145 Jawa Timur

trinil_susilawati@yahoo.com

ABSTRACT: The purpose of this research was to know about the successfully artificial
insemination (AI) using frozen and liquid semen of Ongole cross (PO) cattle indicated by
Service per Conception (S/C), Days Open (DO) dan Conception Rate (CR). The materials
used were 60 heads of Ongole crossbred cattle which were selected purposively using some
criteria, such as having calving experience, healthy, and free from any reproduction disorder.
This field experiment consisted of direct observation and interview to acquire primary and
secondary data. Datas were analyzed descriptively and continued by a paired t-test. The
results showed that the value of (S/C) was very significantly different (P<0.01), DO was not
significantly different (P>0.05). CR for P1, P2, P3, and P4 was found 63.33% , 86.67%,
16.33%, 83.33% respectively. The conclusion of this research was AI using frozen and liquid
semen with only 5 days preservation had a difference on the value of service per conception.
The most successfull AI was found higher in the liquid semen which was stored for 1 and 5
days than that of frozen semen.

Key words : semen, service per conception, days open, calving interval

PENDAHULUAN mencukupi kebutuhan konsumen, sehingga


Populasi penduduk di Indonesia antisipasi yang dilakukaan pemerintah
semakin meningkat seiring dengan adalah impor daging dan impor bakalan
peningkatan pendapatan masyarakat, hal untuk digemukkan (Direktorat Jenderal
tersebut menyebabkan konsumsi daging Peternakan, 2007). Selain impor daging
sapi cenderung meningkat. Pemenuhan dan sapi bakalan, usaha produktivitas sapi
daging dalam negeri akan terus terhambat pedaging sampai saat ini masih terus
bila terjadi kekurangan sapi bakalan yang dikembangkan, baik dari segi produksi
akan digemukkan dan sering terjadinya daging, kualitas daging dan perbaikan
pemotongan sapi betina produktif, reproduksi ternak, namun kenyataannya
sehingga mengakibatkan populasi sapi di masih belum optimal. Cara untuk
Indonesia mengalami penurunan. Salah mempercepat peningkatan populasi sapi
satu wilayah produksi sapi pedaging pedaging dengan mengoptimalkan
terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur teknologi IB. Susilawati (2013)
yaitu sebanyak 4,7 juta ekor atau 31,89% menyatakan bahwa IB telah terbukti
dari total populasi sapi pedaging di memberikan dampak positif pada
Indonesia (Kementerian Pertanian, 2011). peningkatan populasi ternak. Program IB
Populasi sebanyak itu belum mampu merupakan salah satu teknologi reproduksi

14
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

yang mampu dan telah berhasil gangguan penyakit reproduksi dan minimal
meningkatkan perbaikan mutu genetik memiliki kondisi birahi 3A.
ternak.
Program IB pada umumnya Metode
dilakukan menggunakan semen beku. Metode yang digunakan dalam
Namun, penggunaan semen beku penelitian ini adalah percobaan lapang
menghadapi beberapa masalah yaitu dengan sampel sebanyak 60 ekor sapi PO.
kurang lebih 30% spermatozoa mati Kelompok I: 30 ekor pada sapi yang sama
selama pembekuan dan spermatozoa yang di IB dengan (P1= semen beku dan P2=
bertahan hidup selama pembekuan semen cair lama simpan 1 hari), Kelompok
mempunyai fertilitas rendah. Selain itu, II: 30 ekor lainnya pada sapi yang sama di
harga nitrogen cair yang cukup mahal, IB dengan (P3= semen beku dan P4=
sehingga penggunaan semen menghasilkan semen cair lama simpan 5 hari) yang
persentase kebuntingan yang lebih rendah. dilakukan oleh inseminator di desa
Situmorang (2002) menyatakan bahwa setempat. Data yang digunakan dalam
teknologi penggunaan semen cair yang penelitian ini adalah data primer dan data
digunakan sebagai pengganti semen beku sekunder. Pengambilan data primer
dianggap lebih sederhana dan lebih baik. dilakukan dengan cara pengamatan secara
Hal ini terlihat pada penggunaan semen langsung (observasi) di lapang yang
cair menghasilkan tingkat kebuntingan meliputi berbagai variabel antara lain:
yang lebih tinggi. jumlah sapi yang digunakan, reproduksi
Faktor keberhasilan IB dipengaruhi ternak, body condition score (BCS), umur
oleh kualitas semen, reproduksi ternak, ternak, breed, manajemen peternakan, dan
keterampilan teknis inseminator dan lingkungan. Data sekunder meliputi
deteksi birahi oleh peternak. Oleh karena identitas peternak, tanggal IB, tanggal
itu, penelitian ini bertujuan untuk partus dan riwayat kesehatan ternak
mengetahui keberhasilan inseminasi buatan berdasarkan hasil wawancara langsung
menggunakan semen beku dan semen cair dengan pemilik ternak dan data rekording
pada sapi Peranakan Ongole. inseminator.

MATERI DAN METODE Variabel pengamatan


Variabel yang diamati dalam
Lokasi dan waktu penelitian penelitian ini adalah service per conception
Penelitian ini dilakukan pada (S/C), yakni suatu angka yang
tanggal 26 September 2015 hingga 4 menunjukkan berapa banyak ternak
Februari 2016 di Loka Penelitian Grati diinseminasi untuk mendapatkan hasil
Pasuruan untuk pengenceran semen dan kebuntingan; Days Open (DO), yaitu lama
pengaplikasian semen cair dilaksanakan di kosong ternak yang tidak bunting lagi
4 desa yaitu Dandang Gendis, Sumber setelah ternak partus; dan Conception Rate
Anyar, Sidarum dan Plosari, Kecamatan (CR), yaitu persentase sapi betina yang
Nguling, Kabupaten Pasuruan, Jawa bunting pada IB pertama. Untuk
Timur. membedakan hasil IB dengan
menggunakan semen beku dan semen cair
Materi dilakukan dengan uji T berpasangan.
Materi yang digunakan dalam
penelitian ini 60 ekor sapi indukan PO (30 Data pendukung
ekor di IB dengan semen cair lama simpan Persentase motilitas spermatozoa
1 hari dan 30 ekor di IB dengan semen cair hari ke-1 dan 5 dengan perlakuan Tris
lama simpan 5 hari) dengan kriteria sudah aminomethan +20% kuning telur dapat
pernah melahirkan, sehat, bebas dari dilihat pada Tabel 1.

15
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

Tabel 1. Data persentase motilitas spermatozoa hari ke 1 dan 5


Hari Rataan±SD
1 65,25±1,42
5 53,75±1,32
Sumber: Da Costa, Susilawati dan Isnaini (2016)

HASIL DAN PEMBAHASAN Iswoyo dan Widiyaningrum (2008)


dan (Susilawati, 2013) menyatakan bahwa
Service per conception penyebab tingginya nilai S/C karena : (1)
Nilai S/C untuk masing-masing peternak terlambat mendeteksi saat birahi
semen kelompok I : P1 ((1,47±0,79), P2 atau terlambat melaporkan sapi birahinya
(1,13±0,38), Kelompok II : P3 (2,07±0,64) kepada inseminator, (2) adanya kelainan
dan P4 (1,17±0,38). Hasil analisis data uji t pada alat reproduksi induk sapi, (3)
berpasangan antara P1 dengan P2 dan inseminator kurang terampil, (4) fasilitas
antara P3 dengan P4 menunjukkan pelayanan inseminasi yang terbatas, dan
perbedaan sangat nyata terhadap nilai S/C (5) kurang lancarnya transportasi. Angka
(P<0,01). Nilai S/C semen beku S/C ≥2 menunjukkan tingkat reproduksi
memperoleh nilai yang lebih tinggi bila sapi tersebut kurang efisien sehingga
dibandingkan dengan semen cair lama berdampak pada jarak beranak yang lebih
simpan 1 hari dan 5 hari. Hal ini terjadi lama dan merugikan peternak karena harus
karena semen beku akan mengalami mengeluarkan biaya IB lebih banyak.
penurunan fertilitas selama proses Hasil wawancara menunjukkan
pembekuan dan proses thawing yang bahwa inseminator mempunyai
dilakukan inseminator kurang tepat. Semen pengalaman lebih dari 10 tahun, sehingga
cair dengan lama simpan 1 hari keterampilan dalam melakukan IB sangat
memberikan nilai S/C yang lebih baik dan mampu mendeposisikan semen
rendah/baik bila dibandingkan dengan pada posisi 4+. Oleh sebab itu inseminator
semen cair dengan lama simpan 5 hari. Hal bukan salah satu faktor tingginya nilai S/C.
ini disebabkan oleh motilitas semen cair Semen yang digunakan harus mempunyai
dengan lama simpan 1 hari lebih tinggi PTM minimal 40% sesuai standar SNI
yaitu 65,25% dibandingkan dengan semen untuk meningkatkan hasil kebuntingan.
cair dengan lama simpan 5 hari (53,75%). Semen cair dengan pengencer tris
Semakin lama semen disimpan maka aminomethan+20% kuning telur yang
kualitasnya akan semakin turun. disimpan selama 1 dan 5 hari mempunyai
Peternak juga mampu mendeteksi motilitas spermatozoa diatas SNI.
birahi tepat waktu, sehingga IB dilakukan Spermatozoa yang mempunyai motilitas
pada waktu yang tepat dan didukung diatas minimal SNI mampu menurunkan
dengan inseminator yang terampil dalam nilai S/C di lokasi penelitian.
menjalankan IB dan mampu
mendeposisikan semen pada 4+. Ihsan dan Days open (DO)
Wahyuningsih (2011) menyatakan bahwa Nilai DO untuk masing-masing
kisaran normal nilai S/C adalah 1,5-2,0. semen, kelompok I: P1 (102,03±19,66), P2
Semakin rendah nilai S/C maka semakin (100,43±32,74), Kelompok II: P3
bagus tampilan reproduksi ternak betina (110,1±12,99) dan P4 (103,4±13,27).
dan mampu menekan biaya pemeliharaan. Analisis Uji t berpasangan menunjukkan
Berdasarkan nilai S/C yang diperoleh, bahwa IB menggunakan semen beku dan
maka dalam satu kali kebuntingan semen cair tidak terdapat perbedaan yang
dibutuhkan 2,07 straw untuk semen beku nyata terhadap DO (P>0,05). Jumlah
dan 1,17 straw untuk semen cair. penggunaan semen cair ternyata
memberikan nilai yang lebih rendah bila

16
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

dibandingkan dengan semen beku dan panjang. Masa kosong yang panjang juga
apabila hasil penelitian ini diterapkan di disebabkan karena para peternak tidak
masyarakat secara luas dan kontinyu akan mengawinkan sapinya sebelum pedet
memberikan dampak yang lebih positif disapih, lama penyapihan 3-4 bulan akan
terhadap reproduksi ternak. mempengaruhi nilai DO yang semakin
Ali et al., (2000) menyatakan panjang. Tujuan peternak melakukan hal
bahwa masa kosong tidak ada yang kurang ini untuk menghindari kawin berulang.
dari 30 hari. Hal ini diperkuat oleh Faktor lain yang mempengaruhi
pernyataan Stevenson (2001) bahwa masa lama DO adalah bangsa dan keadaan
kosong untuk ternak yang baik adalah 40- musim. Bangsa ternak sapi PO di lokasi
60 hari setelah partus. Hasil penelitian penelitian masih memiliki masa kosong
Izquierdo et al., (2008) menyatakan bahwa yang panjang dan melebihi batas ideal.
rata-rata masa kosong yang terjadi pada Nuryadi dan Wahyuningsih (2011)
ternak adalah 85-115 hari setelah partus. menyatakan bahwa sapi PO memiliki masa
Hasil penelitian yang diperoleh masih lebih kosong yang lebih rendah dibandingkan
rendah bila dibandingkan dengan hasil dengan bangsa sapi peranakan Limousin.
penelitian Nuryadi dan Wahyuningsih Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis
(2011) bahwa DO sapi PO yaitu statistik yang memperlihatkan nilai DO
130,27±20,99 hari. Setelah dilakukan sapi PO 130,27±20,99 hari dan sapi
evaluasi di lapang, lama kosong yang peranakan Limousin 149,32±24,19 hari.
panjang diakibatkan karena pakan yang Pengaruh musim sangat menentukan
diberikan pada ternak hanya berasal dari ketersedian pakan, pada musim penghujan
limbah pertanian seperti jerami, tebon ketersediaan pakan lebih melimpah
jagung dan rumput gajah tanpa ada dibandingkan dengan musim kemarau.
tambahan pakan konsentrat. Selain itu, Kenyataan di lokasi penelitian pada musim
hanya bekatul yang ditambahkan pada air kemarau panjang, tingkat kebuntingan
minum. Cara ini hanya dilakukan oleh lebih rendah dibandingkan dengan musim
beberapa peternak dan sebagian besar penghujan. Hal ini terjadi karena
pemberian minum hanya dengan air biasa. ketersediaan pakan yang kurang akan
Nutrisi dalam pakan merupakan faktor mempengengaruhi jumlah pakan yang
penting yang harus dipenuhi untuk dikonsumsi ternak dimana semakin rendah
kehidupan pokok dan kebutuhan. nutrisi dalam pakan dapat menurunkan
Pemberian pakan dilakukan 3-4 nilai produktivitas ternak. Menurut Taufik
kali/hari dengan rata-rata kuantitas hijauan and Suriyasataphorn (2008), sapi di musim
yang diberikan sebanyak 38,33±19,69 hujan dan musim dingin memiliki peluang
kg/ekor/hari. Pemberian pakan di lokasi kebuntingan yang lebih tinggi
penelitian masih lebih rendah bila dibandingkan dengan musim panas,
dibandingkan dengan hasil penelitian walaupun hasilnya tidak signifikan.
Wahyudi dkk., (2014) bahwa berdasarkan
penimbangan pakan yang diberikan di Conception rate
lokasi penelitian dapat diketahui kuantitas Kelompok I menunjukkan CR
hijauan yang diberikan rata-rata sebesar semen beku (P1) sebesar 63,33%, semen
43±6,16 kg/ekor/hari dan konsentratnya cair dengan penyimpanan 1 hari (P2)
sebesar 4,80±1,58 kg/ekor/hari. Hartatik sebesar 86,67%. kelompok II, CR pada
dkk., (2009) menyatakan bahwa pemberian hasil IB menggunakan semen beku (P3)
pakan yang kualitasnya kurang bagus dan sebesar 16,67 % dan menggunakan semen
jumlah pemberiannya kurang, bisa cair dengan penyimpanan 5 hari (P4)
mengganggu proses reproduksi sehingga sebesar 83,33 %.
mengakibatkan kawin berulang, nilai S/C Nilai CR semen beku lebih rendah
tinggi, DO yang lebih lama dan CI yang bila dibandingkan dengan semen cair

17
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

dengan lama simpan 1 dan 5 hari. Hal ini aminomethan + 20% kuning telur lebih
disebabkan oleh kualitas semen beku baik dengan penyimpanan 1 hari dan 5 hari
mengalami penurunan selama proses dibandingkan menggunakan semen beku.
pembekuan. Semen yang sudah dibekukan
menghadapi beberapa masalah yaitu Ucapan terimakasih
kurang lebih 30% spermatozoa mati Peneliti mengucapkan terima kasih
selama pembekuan dan spermatozoa yang kepada Loka penelitian sapi potong Grati,
bertahan hidup mempunyai fertilitas yang inseminator, dan peternak sapi di
lebih rendah. Penggunaan semen beku Kecamatan Grati yang telah memberikan
menghasilkan persentase kebuntingan yang fasilitas penelitian.
lebih rendah bila dibandingkan dengan
semen cair, dimana semakin tinggi kualitas DAFTAR PUSTAKA
semen akan mempengaruhi tingkat Ali, A. K. A., A. Al-Haidary, M. H.
kebuntingan ternak. Alshaikh, Gamil, and E. Hayes.
Faktor lain yang mempengaruhi 2000. Effect of days open on the
rendahnya nilai CR pada semen beku lactation curve of holstein cattle in
adalah proses thawing yang dilakukan Saudi Arabia. Journal Animal
inseminator harus diperhatikan, karena Science. 7 (4): 288-298.
thawing dapat menurunkan motilitas Arifianti, R. I., B. Purwantara, T. L. Yusuf,
spermatozoa. Thawing yang dilakukan D. Sajuthi, dan Amrozi. 2008.
inseminator dilokasi penelitian yaitu Angka konsepsi hasil inseminasi
dengan menggunakan air sumur atau air semen cair versus semen beku
biasa yang mempunyai kisaran suhu 250C. pada kuda yang disinkronisasi
Proses thawing seperti ini dapat estrus dan ovulasi. Media
menurunkan kualitas semen. Thawing yang Peternakan. 33 (1): 3
baik dan dianjurkan adalah pada air hangat Da Costa, N., Susilawati dan Isnaini. 2016.
yang bersuhu 36-370C selama 15-30 detik. Kualitas semen sapi Peranakan
Hasil penelitian Utami dan Tophianong Ongole (PO) selama pendinginan
(2014) menyatakan bahwa semen beku menggunakan pengencer yang
setelah thawing dalam air 370C memiliki berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu
kecenderungan menghasilkan motilitas peternakan. 12(1): 53-62
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Direktorat Jenderal Peternakan,
dalam air 80C. Hal ini menunjukkan bahwa Departemen Pertanian. 2007.
bila suhu thawing semakin rendah dan Strategi pengembangan
durasi thawing panjang menyebabkan peternakan di Indonesia pada
penurunan motilitas spermatozoa. Selain milenium ketiga: Kebijakan
itu, suhu thawing 370C yang digunakan Bidang Kesehatan Hewan: 90-03.
sesuai dengan suhu ideal bagi aktivitas Hartatik, T., D. A. Mahardika, T. S. M.,
spermatozoa, sehingga persentase Widi, dan E. Baliarti. 2009.
spermatozoa motil terlihat lebih tinggi. Karakteristik dan kinerja induk
Arifianti dkk., (2008) menyatakaan bahwa sapi silangan Limousin-Madura
rendahnya nilai CR hasil IB dengan semen dan Madura di Kabupaten
beku disebabkan oleh kurangnya jumlah Sumenep dan Pamekasan. Buletin
spermatozoa motil. Peternakan. 33 (3): 143-147.
Ihsan, M. N., dan S. Wahyuningsih. 2011.
KESIMPULAN Penampilan reproduksi sapi
potong di Kabupaten Bojonegoro.
Kesimpulan Jurnal Ternak Tropika. 12 (2):76-
Keberhasilan IB menggunakan 80.
semen cair dengan pengencer tris

18
J. Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (3): 14 - 19

Iswoyo dan Widiyaningrum, P. 2008. Susilawati, T. 2011. Spermatology.


Performans reproduksi sapi Universitas Brawijaya (UB) Press.
Peranakan Simmental (PSM) hasil Malang
inseminasi buatan di Kabupaten Susilawati, T. 2013. Pedoman inseminasi
Sukoharjo Jawa Tengah. Jurnal buatan pada ternak. Universitas
Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11 Barwijaya (UB) Press. Malang.
(3): 125-133. ISBN 978-602-203-458-2.
Izquierdo, C. A., S. D. P. Betancurt, V. M. Stevenson, J. S. 2001. Reproductive
X. Campos, C. G. R. Lang, A. C. management of dairy cows in high
Jimenez, M. S. C. Jimenez, J. E. milk-producing herds. Jurnal
G. Liera, dan J. A. S. Oaxaca, S. Dairy Science. 84 (2): 128-143.
C. Suares. 2008. Effect of the off- Taufik and Suriyasataphorn. 2008.
springs sex on open days in dairy Survival analysis of the effect of
cattle. Journal Animal Veteriner.7 season at calving, lactation
(10): 1329-1d331. number and breeding on days
Kementerian Pertanian Badan Pusat open in dairy cattle. Jurnal Ilmu
Statistik. 2011. Rilis hasil akhir Ternak dan Veteriner. 13 (3): 214-
PSPK 2011:3. 220.
Nuryadi dan Wahjuningsih, S. 2011. Utami, T. dan T. C. Topianong. 2014.
Penampilan reproduksi sapi Pengaruh suhu thawing pada
Peranakan Ongole dan Peranakan kualitas spermatozoa sapi
Limousin di Kabupaten Malang. pejantan. Jurnal sains veteriner.
Jurnal Ternak Tropika 12 (1): 76- 32(1). ISSN: 0126-042.
81. Wahyudi, L., T. Susilawati.dan N. Isnaini.
Situmorang, P. 2002. Pengaruh kolesterol 2014. Tampilan reproduksi hasil
terhadap daya hidup dan fertilitas inseminasi buatan menggunakan
spermatozoa sapi. Jurnal Ilmu semen beku hasil sexing pada sapi
Ternak Dan Veteriner. 7 (4): 251- Persilangan Ongole di peternakan
258. rakyat. Jurnal Ternak Tropika 15
(1): 80-88.

19

You might also like