Masyarakat Desa Tertinggal

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

MASYARAKAT DESA TERTINGGAL:

Kebutuhan, Permasalahan, Aset, dan Konsep Model Pemberdayaannya


(Studi di Desa Jambu, Engkangin, Sendangmulyo & Mlatirejo*

Muhtar dkk.**

ABSTRACT
This study is aimed to identify needs, problems, resources, and programs that conducted by the government.
The type and approach study is qualitative-descriptive. Location of the study: Engkangin & Jambu
village-West Kalimantan, than, Mlatirejo & Sendangmulyo villages-Central Java. Informants purposively
determined: community representatives, community leaders, local communities, and social agency
officials of district and provincial level. Data collection techniques: interview, observation, study
documentation and group discussion. Field data analyzed qualitatively. The results showed, in the
Jambu and Engkangin Village, it is limited, due to limited assets. Meanwhile, for people in the village
of Sendangmulyo & Mlatirejo, daily necessities relatively satisfied, because of assets become available.
In terms of utilization of local/natural resources in Jambu and Engkangin village, it is still the potential.
In terms of program development, in the Jambu & Engkangin village, not undertaken in a sustainable.
These programs are still charitatif. Of this realities suggested: Ministry of Social Affairs to make
empowerment programs, with adequate assistance as well as control; Relevant government institutions,
it is possible to do: Provision of clean water, health and education infrastructure, development/
improvement of transport infrastructure, rubber cultivation and freshwater fish (Jambu & Engkangin
village), and the use of manure as a bio-gas through the guidance of technology appropriate and the
management of banana fruit (Sendangmulyo & Mlatirejo village). The empowerment model needs to be
done in a participatory manner, through a series of steps: program planning, formulation of action
plans, implementation, evaluation, and termination.

Keywords: Social empowerment, needs, problems, and resources identification.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kebutuhan, sumberdaya, permasalahan, dan program
pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. Jenis dan pendekatan penelitian deskriptif-kualitatif.
Lokasi penelitian Ds. Jambu & Ds. Engkangin-Kalbar serta Desa Sendangmulyo & Ds. Mlatirejo-
Jateng. Informan ditentukan secara purposive: perwakilan masyarakat, pemuka masyarakat (formal,
informal), dan aparat instansi sosial kabupaten dan provinsi. Teknik pengumpulan data: panduan
wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan diskusi kelompok. Data lapangan dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian di Ds. Jambu dan Ds. Engkangin, dari sisi pemenuhan kebutuhan pokok
dapat dikatakan terbatas karena terbatasnya asset. Sementara di Ds. Sendangmulyo dan Mlatirejo,
kebutuhan pokok relatif terpenuhi karena tersedianya asset. Dari pemanfaatan sumberdaya (alam) di
Ds. Jambu & Ds. Engkangin masih merupakan potensi. Dari sisi program pemberdayaan, di Ds. Jambu
& Ds. Engkangin, belum dilaksanakan secara berkelanjutan. Program tersebut masih bersifat charitatif.
Atas realitas itu disarankan: Kementerian Sosial dapat melakukan program pemberdayaan
sekurangnya: Pemberdayaan Fakir Miskin dan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni, disertai
pendampingan dan pengendalian yang proporsional; Instansi terkait, dimungkinkan melakukan:

17
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Penyediaan air bersih, prasarana kesehatan, pendidikan, prasarana jalan, budidaya karet dan ikan
air tawar (Ds. Jambu & Ds. Engkangin) serta penyuluhan prilaku sehat; Bantuan stimulan ternak
(sapi) dan pemanfaatan kotorannya sebagi kompos melalui teknologi tepat guna serta pengelolaan
buah pisang (Ds. Sendangmulyo & Mlatirejo). Sementara itu, model pemberdayaan perlu dilakukan
secara partisipatif, melalui: asesmen, perencanaan program, formulasi rencana aksi, pelaksanaan,
evaluasi, dan terminasi.

Kata-kata kunci: Pemberdayaan sosial, identifikasi kebutuhan, permasalahan dan sumber daya.

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kementerian Sosial R.I. dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Strategisnya (2010 - 2014) menegaskan bahwa (RPJMN) 2004 - 2009, sebanyak 50 daerah
visi pembangunan bidang kesejahteraan sosial tertinggal telah keluar dari daftar daerah
adalah mewujudkan kesejahteraan sosial tertinggal. Akan tetapi, karena ada pemekaran
masyarakat. Sebagai salah satu respon, daerah, ternyata terdapat 34 kabupaten Daerah
diterbitkan Keputusan Menteri Sosial R.I. Otonomi Baru (DOB) masuk kategori daerah
Nomor 06B/HUK/2010 tentang penyelenggaraan tertinggal (Media Indonesia, 20 Mei 2010).
kesejahteraan sosial di lima puluh kabupaten Dari perspektif wilayah, kawasan yang
tertinggal sebagai upaya percepatan merupakan kantong-kantong kemiskinan
peningkatan kesejahteraan sosial dan keadilan dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:
di daerah tertinggal. kawasan tertinggal dan kawasan terbelakang
Badan Perencanaan dan Pembangunan (Soetomo, 2006: 277-278). Selanjutnya
Nasional (Bappenas) dan Kementerian Soetomo menjelaskan, kawasan tertinggal
Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) adalah suatu wilayah yang cukup lama
tahun 2004 telah melakukan pemetaan dikembangkan bersama-sama dengan wilayah
ketertinggalan daerah. Hasilnya, teridentifikasi yang lain tetapi karena berbagai sebab kawasan
199 kabupaten tergolong daerah tertinggal di tersebut tetap belum dapat berkembang seperti
Indonesia. Berdasarkan sebaran wilayahnya, yang diharapkan, sehingga kehidupan sosial
sebanyak 123 kabupaten kategori daerah ekonomi penduduknya tetap rendah. Salah satu
tertinggal (63%) berada di kawasan Timur penyebab utama karena terbatasnya potensi dan
Indonesia, 58 kabupaten (28%) berada di Pulau sumber daya yang dimiliki. Sedangkan kawasan
Sumatera, dan 18 kabupaten (8%) berada di terbelakang adalah suatu kawasan yang
Pulau Jawa dan Bali (Bappenas, 2008). Namun sebetulnya cukup menyimpan potensi dan
demikian, data terkini menunjukkan, terdapat sumber daya, tetapi belum sempat
183 daerah tertinggal. Seharusnya, tinggal 149 dikembangkan dan ditangani secara sungguh-
desa tertinggal karena pada periode Rencana sungguh sehingga perkembangan sosial

* Tulisan ini disarikan dari hasil Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal: Identifikasi Kebutuhan,
Permasalahan, dan Sumberdaya (di Desa Jambu, Engkangin, Desa Sendangmulyo & Mlatirejo) yang dibiayai oleh dana
hibah RISTEK (2010).
** Tim peneliti: Muchtar, Sutaat, Achmadi JP, Ahmad Suhendi, dan Suyanto.

18
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

ekonomi masyarakatnya rendah dan mayoritas 1.2 Permasalahan


berada dalam kondisi kemiskinan. Setidaknya terdapat enam indikator sebagai
Menurut Owens dan Saw (1997) dalam permasalahan mendasar ketertinggalan daerah,
Soetomo (2006: 278-281), ada dua pandangan yakni: persoalan perekonomian (kemiskinan
untuk menangani daerah tertinggal, pertama: penduduk), sumber daya manusia yang rendah,
pandangan yang dilandasi pertimbangan dan prasarana/infrastruktur, kemampuan/kekuatan
perhitungan ekonomis, yang menyarankan agar keuangan daerah yang terbatas, aksesibilitas
investasi dipusatkan pada wilayah-wilayah yang untuk mencapai pusat-pusat pelayanan dasar
berpotensi tinggi dengan alasan lebih cepat yang minim, serta karakteristik daerah yang
memacu pertumbuhan ekonomi dan rawan konflik sosial dan bencana alam.
peningkatan Gross National Product (GNP). Dalam konteks penelitian ini, Kabupaten
Ke-dua: didasari pada pertimbangan sosial- Rembang, dimana terdapat 314 desa, 55 desa
politik, yang merekomendasikan demi keadilan, termasuk kategori sangat tertinggal dan 165 desa
investasi dilakukan tidak hanya untuk daerah masuk kategori tertinggal (Keputusan Bupati
yang berpoptensi tinggi tetapi juga di daerah Rembang, 2006). Sementara itu, di Kabupaten
berpotensi sedang dan rendah. Sementara itu, Landak terdapat 10 kecamatan, 174 desa/
bagi upaya pengembangan kawasan kelurahan. Sebagai daerah pengembangan
terbelakang dimana mayoritas penduduknya (baru), desa-desa di wilayah ini pada umunya
dalam kondisi kemiskinan karena belum banyak dalam kategori tertinggal.
upaya untuk memanfaatkan dan
mendayagunakan potensi dan sumber yang ada, Atas permasalahan itu, pertanyaan
maka strategi pengembangan kawasan ini penelitian ini sebagai berikut:
adalah dengan cara meningkatkan a. Apa saja kebutuhan, permasalahan, dan
pendayagunaan potensi dan sumber yang ada sumberdaya/asset yang tersedia di daerah
baik melalui investasi bagi eksploitasi dan tertinggal?;
eksplorasi sumber daya maupun investasi bagi b. Program pembangunan apa saja yang
pembangunan sarana prasarana pendukungnya, pernah dilaksanakan?;
pada dasarnya dibedakan menjadi dua:
pertama, pendayagunaan potensi yang belum c. Bagaimana model pemberdayaan
dilakukan; kedua, optimalisasi potensi yang masyarakat daerah tertinggal?
sebelumnya telah dilakukan. 1.3 Tujuan dan manfaat penelitian
Persoalan penduduk di daerah tertinggal Tujuan penelitian ini adalah:
bukan hanya persoalan lokal, akan tetapi
a. Teridentifikasinya kebutuhan, permasalahan,
merupakan persoalan bersama (nasional). Oleh
karenanya, perlu perhatian berbagai pihak dan sumberdaya/asset masyarakat daerah
terkait - Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah tertinggal;
(provinsi, kabupaten/kota), dan para pemangku b. Teridentifikasinya program pembangunan
kepentingan lainnya dalam upaya yang pernah dilaksanakan;
memberdayakan dan mengembangkannya. c. Tersusunnya model pemberdayaan
Melalui upaya tersebut diharapkan secara masyarakat daerah tertinggal.
bertahap masyarakat daerah tertinggal terentas Manfaat penelitian ini, secara praktis,
dari ketertinggalannya. Dalam kerangka itu, diharapkan dapat menjadi input penyusunan
identifikasi kebutuhan, sumberdaya, dan program khususnya direktorat ter kait
permasalahan masyarakat daerah tertinggal Kementerian Sosial R.I. (Kemensos), dan
penting dilakukan.

19
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

umumnya bagi instansi pemerintah pusat Atas dasar itu, perlu diperhatikan, untuk
terkait, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/ selalu memperbarui atau mengkaji ulang
kota), dan masyarakat. Sedangkan secara kebutuhan suatu komunitas karena dengan
akademik, hasil penelitian ini dapat menjadi titik berjalannya waktu dan perubahan lingkungan
masuk bagi mereka yang ingin melakukan sosial (ekonomi), kebutuhan suatu kelompok
penelitian lebih mendalam dalam upaya masyarakat menjadi berubah.
memberdayakan/mengembangkan masyarakat
Bradshaw (1972) dalam Kettner (1990),
daerah tertinggal.
Ife (2002), dan Adi (2008: 328-330)
menjelaskan kebutuhan dalam empat kategori,
1.4. Kajian teori
yaitu: (1) kebutuhan normatif, yaitu kebutuhan
a. Kebutuhan masyarakat yang didefinisikan oleh mereka (sekelompok)
Goodin (1990) dalam Adi (2008: 325-327) orang yang memiliki otoritas dan disesuaikan
menjelaskan bahwa kebutuhan tidaklah selalu dengan standar ataupun norma yang ada,
absolut. Ia berpandangan bahwa kebutuhan misalnya, garis kemiskinan; (2) kebutuhan yang
mempunyai dua komponen yang saling dipersepsikan (perceived need) atau dikenal
berpengaruh, yakni kebutuhan prioritas dan juga kebutuhan yang dirasakan (felt need),
kebutuhan kerelatifan. Terkait kebutuhan merupakan kebutuhan yang dipikirkan harus
prioritas, pihak yang memiliki otor itas mereka dapatkan ataupun kebutuhan yang
(authority) seringkali harus mengarahkan bila dirasakan oleh komunitas sasaran; (3)
terjadi konflik antara memuaskan keinginan kebutuhan yang diekspresikan (expressed
masyarakat dan memenuhi kebutuhan need), merupakan kebutuhan yang
masyarakat. Bila hal itu terjadi, community diungkapkan oleh komunitas sasaran dan
worker harus sedapat mungkin berusaha untuk mencari berbagai layanan untuk memenuhi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukannya kebutuhan tersebut; (4) kebutuhan relatif
keinginan masyarakat. Ia menyontohkan, (relative need), lebih terfokus pada
community worker harus mengkaji dengan kesenjangan antara jenis layanan yang
seksama masukan dari komunitas petani di diberikan pada satu komunitas dengan
suatu daerah yang menyatakan, mereka komunitas di area yang berbeda.
membutuhkan fasilitas MCK sebagai upaya Kategorisasi kebutuhan masyarakat
mengatasi kemiskinan yang ada di daerahnya, tersebut dapat saling melengkapi dan membantu
ataukah sebaiknya memusatkan perhatian pada untuk memahami kebutuhan masyarakat
perbaikan sarana irigasi, bibit, dan penyuluhan daerah tertinggal.
penggunaan bibit unggul?. Selanjutnya, Goodin
melihat, kebutuhan seringkali lebih bersifat b. Sumberdaya
relatif daripada absolut. Pihak yang meyakini Menurut Adi (2008: 285), komunitas di
bahwa kebutuhan itu bersifat absolut melihat tingkat lokal dalam perjalanan waktu telah
bahwa kebutuhan sandang (pakaian), pangan mengembangkan suatu aset yang menjadi
(makanan), dan papan (perumahan) sumber daya ataupun potensi bagi komunitas
merupakan kebutuhan yang absolut. Goodin tersebut guna menghadapi perubahan yang
melihat bahwa kebutuhan itu bersifat relatif dan terjadi. Terkait itu, Adi (2008: 286-3008)
sangat tergantung dengan unsur waktu, tempat, mengembagkan enam aset berdasakan
dan lingkungan sosial. Ia menyontohkan, pemikiran Green dan Haines (2002) yang
kebutuhan akan pakaian pada tempat yang menyoroti lima aset dalam komunitas. Keenam
berbeda akan berbeda pula kebutuhannya. aset tersebut adalah:

20
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

1. Modal fisik (physical capital), teridiri dari social capital adalah kepercayaan (trust),
dua kelompok utama yaitu bangunan dan kejujuran (honesty), dan timbal balik
insfrastruktur; (reciprocity). Sedangkan World Bank
2. Modal finansial (financial capital), adalah (1999), social capital refers to institutions,
dukungan keuangan yang dimiliki suatu relationship and norms that shape the
komunitas yang dapat digunakan untuk quality of society’s interaction.
membiayai proses pembangunan yang c. Daerah tertinggal
diadakan dalam komunitas tersebut;
Daerah tertinggal adalah sebagai daerah
3. Modal lingkungan (environmental capital), kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya
berupa potensi yang belum diolah dan relatif kurang berkembang dibandingkan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, serta dengan daerah lain dalam skala nasional
mempunyai nilai yang tinggi dalam upaya (Saifullah, 2006). Terkait itu, menurut pihak
pelestarian alam dan juga kenyaman hidup; Bappenas (2006), suatu daerah dikategorikan
4. Modal teknologi (technological capital), tertinggal, karena: (a) secara geografis, relatif
terkait dengan ketersediaan teknologi tepat sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di
guna yang bermanfaat untuk masyarakat, pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,
dan bukan sekedar teknologi digital yang pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena
canggih, akan tetapi belum tentu bermanfaat faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit
bagi masyarakat tersebut; dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun
5. Modal manusia (human capital), sumber media komunikasi; (b) dari sisi sumber daya
daya manusia yang berkualitas sehingga alam, tidak memiliki potensi, atau memiliki
dapat menguasai teknologi yang bermanfaat sumber daya alam besar namun lingkungan
bagi masyarakat, baik itu teknologi yang sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi
sederhana maupun teknologi yang canggih; atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah
6. Modal sosial (social capital), adalah norma tertinggal akibat ekploitasi sumber daya alam
dan aturan yang mengikat warga yang berlebihan; (c) dari sisi sumber daya
masyarakat yang berada didalamnya, dan manusia, umumnya masyarakat di daerah
mengatur pola prilaku warga, juga unsur tertinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
kepercayaan (trust) dan jaringan keterampilannya relatif r endah serta
(networking) antar warga masyarakat kelembagaan adat yang belum berkembang; (d)
ataupun kelompok masyarakat. Sementara keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi,
itu, Seragaldin dan Grottaert (1999) transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan,
menjelaskan, social capital generally pendidikan, dan pelayanan lainnya yang
refers to the set of norm, networks, and menyebabkan kesulitan untuk melakukan
organization through which people gain aktivitas ekonomi dan sosial; (e) seringnya
access to power and resources that are (suatu daerah) mengalami bencana alam dan
instrumental is enabling decision making konflik sosial yang berakibat terganggunya
and policy formulation. Fukuyama (2000) kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi; dan
merumuskan social capital sebagai (f) suatu daerah menjadi tertinggal, disebabkan
seperangkat ringkas nilai-nilai internal atau oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat,
norma-norma yang disebarkan diantara seperti: kurang memihak pada pembangunan
anggota-anggota suatu kelompok yang daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan
mengijinkan mereka untuk bekerjasama prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya
antar a satu dengan yang lainnya. Ia kelembagaan masyarakat adat dalam
menambahkan, prasyarat penting dalam perencanaan dan pembangunan.

21
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Bappenas menjelaskan (2006), d. Pemberdayaan


pembangunan daerah tertinggal perlu Pemberdayaan (empowerment) adalah
disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik konsep yang lahir sebagai bagian dari
masing-masing. Setidaknya dapat dilakukan perkembangan alam pikiran masyarakat dan
melalui strategi: (a) pengembangan ekonomi kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Terkait
lokal, yang diarahkan untuk mengembangkan itu, Payne (1997:266) mengemukakan, pada
ekonomi daerah tertinggal dengan didasarkan prinsipnya pemberdayaan ditujukan untuk: “to
pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal help client gain power of decision and
(sumberdaya manusia, sumber daya action over their own lives by reducing the
kelembagaan, serta sumber daya fisik) yang effect of social or personal block to
dimiliki masing-masing daerah, oleh pemerintah exercising existing power by increasing and
dan masyarakat, melalui pemerintah daerah self-confidence to use power and by
maupun kelompok-kelompok kelembagaan transfering power fron the environment ti
berbasis masyarakat yang ada; (b) client”. Sementara itu, menurut Zastrow (2008:
pemberdayaan masyarakat, yang diarahkan 412), empowerment as the process of helping
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat individuals, families, groups, and
untuk berperan aktif dalam kegiatan sosial, communities increase their personal,
budaya, ekonomi, dan politik; (c) perluasan interpersonal, socio-economic, and political
kesempatan, strategi ini diarahkan untuk strength and influence toward improving
membuka keterisolasian daerah tertinggal agar their circumstances.
mempunyai keterkaitan dengan daerah maju;
(d) peningkatan kapasitas, strategi ini Friedmann (1992) dalam Pranarka &
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas Moeljarto (1996, h. 61-62), menempatkan
kelembagaan dan sumberdaya manusia rumah tangga sebagai basis utama
pemberdayaan, yaitu sebagai kekuatan sosial,
tertinggal; dan (e) peningkatan mitigasi, politik, dan psikologis. Menurutnya, kekuatan
rehabilitasi, strategi ini diarahkan untuk sosial menyangkut kemampuan rumah tangga
mengurangi resiko dan memulihkan dampak dalam mengakses dasar-dasar produksi,
kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan meliputi informasi, pengetahuan, keterampilan,
bencana alam serta berbagai aspek dalam dan partisipasi dalam organisasi sosial dan
wilayah perbatasan. sumber keuangan. Apabila ekonomi rumah
tangga itu meningkatkan aksesnya pada dasar-
Pembangunan daerah tertinggal tidak dasar produksi, maka kemampuannya dalam
hanya aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial- menentukan dan mencapai tujuannya juga
budaya. Dalam konteks demikian, meningkat. Sedangkan kekuatan politik meliputi
pengembangan aspek sosial-budaya lokal akses setiap anggota keluarga terhadap proses
masyarakat daerah tertinggal perlu mendapat pembuatan keputusan yang mempengaruhi
perhatian secara proporsional dari pemangku masa depannya. Kekuatan politik tidak hanya
kepentingan sebagai dua sisi yang saling kekuatan untuk memberikan suara, tetapi juga
melengkapi. Sering terjadi dan banyak contoh, merupakan kekuatan untuk menjadi vokal dan
pengembangan aspek sosial-budaya menjadi bertindak secara kolektif. Selanjutnya, rumah
pemicu perkembangan aspek ekonomi suatu tangga juga mengandalkan kekuatan psikologis
masyarakat. dalam kerangka demikian, berupa potensi individu (individual sense of
pembedayaan masyarakat daerah tertinggal potency) yang menunjukkan prilaku percaya
menjadi prioritas pilihan. diri. Rasa potensi pribadi yang semakin tinggi
akan memberikan pengaruh positif terhadap

22
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

perjuangan rumah tangga yang secara terus Informan ditentukan secara purposive.
menerus ber usaha untuk meningkatkan Atas dasar itu, informan penelitian adalah: (1)
kekuatan sosial politiknya. pemuka masyarakat (formal, non formal)
Kartasasmita (1996:145) mendefinisikan setempat; (2) aparat instansi terkait (provinsi,
pemberdayaan sebagai proses membangun kabupaten) setempat; dan (3) perwakilan
keluarga fakir miskin dan miskin, untuk
daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan
mengetahui kebutuhan dan masalah mereka.
membangkitkan kesadaran dan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk Pengumpulan data dilakukan dengan
mengembangkannya. Sementara itu, teknik:
Sumodingrat (2009) memaknai pemberdayaan
a. Wawancara dengan warga masyarakat
sebagai suatu proses untuk meningkatkan
(miskin) daerah tertinggal, dan pejabat
kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan
instansi terkait (provinsi, kabupaten).
sumber daya yang dimiliki & tersedia
dilingkungan sekitarnya untuk meningkatkan b. Observasi, untuk mengetahui secara
kesejahteraan. langsung kondisi kehidupan masyarakat
daerah tertinggal.
Dari pelbagai konsep pemberdayaan
c. Studi dokumentasi, untuk melengkapai data
menurut para ahli tersebut, pada prinsipnya
pemberdayaan dapat difahami sebagai upaya primer (wawancara dan observasi).
mendorong kemampuan warga lokal dengan d. Diskusi kelompok dengan pemuka
memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk masyarakat (formal, informal) guna
mengembangkan diri sesuai kebutuhan mereka memperkaya data dan informasi yang telah
dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang diperoleh.
tersedia, dimana pihak luar (pemerintah dan Data yang telah terkumpul, dianalisis
pihak lainnya) hanya berfungsi sebagai fasilitasi. secara kualitatif dengan tahapan: reduksi data,
display data, dan pengambilan kesimpulan
1.5 Metode penelitian (Miles & Huberman, 1992).
Jenis dan pendekatan penelitian ini
deskriptif-kualitatif, yang berupaya II. HASIL PENELITIAN
menggambarkan kondisi obyektif kehidupan
masyarakat tertinggal: kebutuhan pokok, asset 2.1 Gambaran lokasi penelitian
yang tersedia, dan program pembangunan yang
pernah dilaksanakan oleh berbagai pihak. 2.1.1 Kabupaten Landak
Dalam kerangka percepatan peningkatan Kabupaten Landak yang merupakan
kesejahteraan sosial masyarakat, Kementerian pemekaran Kabupaten Pontianak dengan
sosial R.I. dalam kurun waktu 2010¯2014 ibukota Ngabang yang luas wilayahnya
mengagendakan penyelenggaraan program 9.909.10 km² ini terbentuk tahun 1999. Batas
kesejahteraan sosial di 50 kabupaten tertinggal, wilayahnya: pada bagian utara berbatasan
diantaranya adalah Kabupaten Landak- dengan Kabupaten Bengkayang, bagian timur
Kalimantan Barat dan Kabupaten Rembang- berbatasan dengan Kabupaten Sanggau, bagian
Jawa Tengah. Atas dasar itu, kedua lokasi selatan ber batasan dengan Kabupaten
tersebut di pilih, dimana pada masing-masing Pontianak dan Sanggau, dan pada bagian barat
daerah tersebut ditentukan dua desa tertinggal berbatasan dengan Kabupaten Pontianak.
di satu wilayah kecamatan. Secara demografis, Kabupaten Landak
berpenduduk 282.026 jiwa dengan kepadatan

23
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

28 jiwa/km² (Sensus penduduk, 2000). Secara desa di wilayah Kecamatan Air Besar,
administratif Kabupaten Landak terdiri dari 10 umumnya masuk kategori tertinggal. Secara
kecamatan, 156 desa, 26 desa diantaranya geografis, lokasinya jauh dari ibukota
termasuk tertinggal (Anonim; 2001). Kabupaten Landak (sekitar 200 Km). Secara
Berdasarkan catatan sejarah, di Kabupaten spesifik, Desa Jambu terletak di daerah aliran
Landak tepatnya di Kecamatan Mandor sungai (DAS) Sekayau yang menyatu dengan
terdapat monumen dimana dimakamkan sekitar Sungai Ngabang, dimana hilirnya (di bagian
21.037 penduduk akibat kekejaman tentara utara) melintasi beberapa desa hingga ibukota
Jepang. Saat ini tempat tersebut dikenal sebagai Kabupaten Landak. Desa ini terbagi atas dua
Taman Makam Pejuang Mandor dan menjadi dusun, yaitu: Dusun Jambu Pokok dan Dusun
wisata sejarah. Jambu Tembawang. Batas-batasnya: sebelah
utara berbatasan dengan Desa Dange, sebelah
Sektor pertanian merupakan mata
timur berbatasan dengan Desa Sepele, sebelah
pencarian utama penduduk (89%). Hasil
selatan berbatasan dengan Desa Serimbu, dan
pertanian menyumbang perekonomian daerah
sebesar (Rp 730,6 miliar/37%) dan sektor sebelah bar at berbatasan dengan Desa
Engkangin.
kehutanan sebesar Rp 134,6 miliar (21,4%) dari
pendapatan daerah. Dalam perkembangannya, Menuju Desa Jambu, dari arah Desa
Pemerintah Daerah menyiapkan sekitar Serimbu yang merupakan ibukota Kecamatan
300.000 hektar lahan perkebunan. Hal itu Air Besar, dapat ditempuh melalui dua jalur,
dilakukan melihat prospek sektor perdagangan yaitu: (a) jalur darat, dengan cara berjalan kaki,
karet dan minyak kelapa sawit yang kondusif yang ditempuh sekitar satu jam, atau
dari penyediaan lahan dan penyerapan lapangan menggunakan sepeda motor, yang ditempuh
kerja. Terutama minyak kelapa sawit yang selama 15-25 menit; (b) menggunakan perahu
menjadi andalan perdagangan ke Pontianak dan motor menyusuri aliran sungai yang ditempuh
bahkan ekspor ke Malaysia. Namun demikian sekitar satu jam-an. Untuk berinteraksi dengan
produk tersebut diperoleh dari perkebunan warga masyarakat di sekitarnya, dalam upaya
rakyat karena perkebunan berskala besar masih pemenuhan kebutuhan sehari-hari, warga Desa
terbatas (Syaifullah, 2004: 505–507). Jambu melakukannya dengan cara jalan kaki.
Karena ongkos ojek sekitar Rp 20.000,-/sekali
Dapat ditambahkan bahwa sekitar 30%
wilayah Kabupaten Landak adalah hutan. jalan. Sarana publik untuk jalur transportasi
sungai (perahu), belum ter sedia. Alat
Namun demikian, dalam perkembangannya,
banyak terjadi illegal logging misalnya di transportasi tersebut hanya dimiliki beberapa
orang warga saja, sebagai alat angkut hasil
Kecamatan Mandor dan di Kecamatan air
hutan (karet dan kelapa sawit). Namun
Besar. Sedangkan pertambangan emas tanpa
demikian, dalam kondisi tertentu, perahu
ijin (PETI) terjadi di sekitar Sungai Behe
(Kecamatan Kuala Behe), Sungai Belantik dan tersebut dapat disewa warga baik untuk
Sungai Landak. angkutan barang maupun orang, dengan beaya
sewa sekitar Rp 200.000,-/sekali jalan.
Sasaran studi yang diidentifikasi sebagai
desa tertinggal, dikemukakan sebagai berikut: Lingkungan alam Desa Jambu tergolong
asri. Karena kehidupan masyarakat umumnya
a. Desa Jambu bergantung pada hutan, dimana baru sebagian
kecil yang dimanfaatkan untuk perkebunan
Desa Jambu, yang secara definitif ada
karet dan sawit. Sementara itu, sungai, baru
sejak tahun 1998 ini, merupakan salah satu desa
dimanfaatkan untuk alternatif sarana hubungan,
di wilayah Kecamatan Air Besar, dimana desa-
dan mencari ikan (memancing, perangkap ikan).

24
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

Terkait kehidupan masyarakatnya yang agraris, sudah terdapat antena par abola, guna
jenis tanaman penduduk antara lain: padi (untuk mengakses siaran televisi. Akan tetapi, untuk
konsumsi sendiri), kacang, cabai, tomat. melakukan komunikasi melalui telepon belum
Disamping itu, sebagian warga juga menanam ada jaringan. Kondisi jalan (darat) menuju Desa
tebu dan buah-buahan. Engkangin rusak/berkubang.
Penduduk Desa Jambu berjumlah: 1.012 Alternatif lain, untuk menuju desa tersebut,
jiwa (laki-laki 604 jiwa/59,68 %, dan perempuan melalui jalur sungai, dengan menggunakan
508 jiwa/40,32 %). Mayoritas warga Desa perahu atau “pepet” istilah setempat. Namun
Jambu adalah etnis Dayak Bengkayan (etnis demikian, jalur sungai ini juga belum cukup
Kendayan sebagai induknya). Tingkat aman karena di bagian sungai tertentu terdapat
pendidikan warga Desa Jambu dapat dikatakan arus yang cukup deras. Penduduk Desa
rendah, hal itu terlihat pada data yang Engkangin (2010) berjumlah 1.209 jiwa/307 KK
menunjukkan, bahwa yang tidak sekolah sekitar (666 laki-laki dan 543 perempuan). Mata
40 %, SD tidak tamat (40 %), tamat SD dan pencaharian penduduk, umumnya, bertani padi
SMP (15 %), dan tamat SMA (5 %). Hanya (ladang, sawah), dan berkebun karet.
sebagain kecil warga yang melanjutkan sekolah
Warga Desa Engkangin umumnya
SMP, SMA dan ke Perguruan Tinggi.
memeluk agama Kristen, dan telah tersedia
Warga Desa Jambu umumnya menganut gereja, empat buah untuk Kristen Protestan dan
agama Nasrani (Katolik 45 KK, Protestan 44 dua buah untuk Kristen Katolik. Keamanan
KK) dan telah tersedia dua buah gereja. Tiap desa “sangat” sehingga karenanya tidak ada
ibadah rutin dan acara ritual tertentu (kematian, siskamling yang dilakukan warga. Sebagai
misalnya) mereka dibimbing/dilayani oleh gambaran, warga tidak khawatir memarkir
pendeta, dimana pendeta tersebut datang saat kendaraan (motor) di luar rumah/halaman
ibadat mingguan dan saat kematian. rumah walaupun pada malam hari.
Solidaritas warga Desa Engkangin cukup
b. Desa Engkangin
baik, hal itu terlihat, jika ada warga yang sakit
Seperti Desa Jambu, Desa Engkangin atau meninggal, umumnya warga lain
juga merupakan salah satu desa di wilayah memberikan bantuan guna meringankan beban
Kecamatan Air Besar. Desa Engkangin yang keluarga yang terkena musibah ter but.
juga terletak di DAS ini, terbagi dalam dua Demikian halnya ketika ada warga yang
dusun, yakni Dusun Engkangin dan Dusun sedang hajatan, warga lain secara berbondong
Tauk. Batas-batas dengan lingkungan akan mengunjungi keluarga yang sedang
sekitarnya: Desa Dange Aje di sebelah utara, hajatan tersebut dengan membawa bawaan
Desa Sakendal di sebelah selatan, Desa sebagaimana kebiasaan warga setempat.
Serimbu di sebelah barat, dan dengan Desa Selain itu, ada upacara pesta panen atau biasa
Merayuh di sebelah timur. Rumah penduduk disebut naik dangau. Ketika dilaksanakan
umumnya berbentuk panggung yang acara ini, umumnya warga terutama laki-laki
merupakan tradisi rumah etnis Dayak berpesta pora dengan makan dan minum-
(Kalimantan) yang dibuat dari bahan-bahan minuman (beralkohol yang dibuat secara
yang ada di lingkungan pemukiman mereka tradisional).
(hutan), seperti: kayu, bambu, dan atap rumbia.
Namun demikian, juga sudah banyak rumah 2.1.2 Kabupaten Rembang
penduduk yang menggunakan bahan seng.
Kabupaten Rembang dengan luas 101,408
Terdapat kondisi yang cukup kontras dalam
hektar dan jumlah penduduk 591.786 jiwa,
kehidupan masyarakat Desa Engkangin, yaitu

25
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

dimana 35,62% (208.536 jiwa) dalam kategori a. Desa Sendangmulyo


miskin ini merupakan salah satu wilayah Secara geografis, Desa Sendagmulyo
Provinsi Jawa Tengah yang secara geografis yang merupakan salah satu desa di wilayah
terletak di ujung timur laut dan dilalui jalan Pantai Kecamatan Bulu ini berbatasan langsung
Utara Jawa (Jalur Pantura). Secara umum, dengan Hutan Jati (Perhutani) pada bagian
kondisi wilayah Kabupaten Rembang selatan, Desa Pondokrejo pada bagian utara,
berdataran rendah dengan ketinggian Desa Warugunung dan Desa Pinggan pada
maksimum kurang lebih 70 meter diatas bagian timur, dan Desa Mlatirejo pada bagian
permukaan air laut. Batas-batas wilayah barat. Luas wilyah desa ini 884,24 hektar,
Kabupaten Rembang, sebelah utara: Laut Jawa, dimana 254,14 hektar berupa tanah sawah dan
sebelah timur: Kabupaten Tuban-Provinsi Jawa 630,10 hektar berupa tanah kering. Dalam
Timur, sebelah selatan: Kabupaten Blora, dan kondisi demikian, Desa Sendangmulyo
sebelah barat: Kabupaten Pati. termasuk terluas kedua di wilayah Kecamatan
Bulu setelah Desa Pasedan. Jarak tempuh dari
Secara administratif, Kabupaten Rembang Kantor Kecamatan Bulu 17 Km (Bulu dalam
memiliki 14 kecamatan (287 desa, 7 kelurahan), Angka, 2008), sedangkan jarak ke Ibu Kota
dimana 6 kecamatan (Sumber, Sedan, Gunem, Kabupaten Rembang 24 Km (Podes
Sluke, Sarang Bulu) termasuk kategori sangat Sendangmulyo, 2008). Dari dan ke desa
tertinggal, 7 kecamatan (Pancur, Sulang, Sale, tersebut telah tersedia angkutan umum
Kaliori, Kragan, Lasem, Pamotan) dalam (Angdes). Saat ini, penduduk Desa
kategori tertinggal, dan 1 kecamatan Sendangmulyo berjumlah 1.470 KK/4.412 jiwa
(Rembang) kategori tertinggal (Strada DT, (laki-laki: 2.198 jiwa, perempuan: 2.214 jiwa).
2007-2009). Berdasarkan data tersebut, Desa Mereka tersebar di 25 rukun tetangga (RT),
Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo yang berada yaitu: 8 RT di Rukun Warga (RW) I/Dukuh
di wilayah Kecamatan Bulu, termasuk kategori Krajan, 6 RT di RW II/Dukuh Kidulan, 6 RT di
desa sangat tertinggal, yang oleh karenanya RW III/Dukuh Galgrijo, dan 6 RT di RW IV/
menjadi sample penelitian ini. Dukuh Punggul (Podes Sendangmulyo, 2008).
Namun demikian, sejak tahun 2010 Warga Desa Sendangmulyo dapat
Kabupaten Rembang dinyatakan bebas dari dikatakan homogen dari sisi etnis (Jawa), dan
kategori desa tertinggal. Hal itu terkait dengan dari sisi agama, yaitu Islam. Organisasi
visi Kabupaten Rembang 2006-2010, yakni kemasyarakatan/keagamaan di desa ini antara
“Terwujudnya Rembang Sejahtera dan Mandiri lain: PKK, Karang Taruna, kelompok Tani,
melalui Pembangunan Kawasan”. Untuk Organisasi Muslimat/Fatayat. Namun demikian,
mencapai visi tersebut ditetapkan empat pilar warga desa ini secara turun temurun masih
program strategis pembangunan Kabupaten meyakini apa yang mereka sebut sebagai
Rembang, yaitu: penyediaan dan peningkatan “Resik Deso” (Bersih Desa) yang dilakukan
infrastruktur pelayanan publik, sekolah gratis secara rutin pada bulan Madilakir (Jumadil
dan bermutu, jaminan kesehatan Rembang Akhir) dengan mengadakan kesenian Tayub.
Sehat (JKRS), dan pengembangan ekonomi Jika tradisi itu ditinggalkan, akan terjadi
Rembang (PER) (Bangkit, 2010). marabahaya didesa tersebut. Selanjutnya, di
desa tersebut juga terdapat pranata sosial
Secara lebih jelas, gambaran kedua lokasi
berupa nilai-nilai yang tetap lestari di
sample penelitian di Kecamatan Bulu
masyarakat hingga saat ini, yakni: sambatan
Kabupaten Rembang tersebut dikemukakan
ketika mengerjakan lahan pertanian
berikut:
mengerjakan rumah dan kerjabhakti/gotong
royong kebersihan lingkungan.

26
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

b. Desa Mlatirejo Desa Mlatirejo berpenduduk 314 KK/939


Desa Mlatirejo juga merupakan salah satu jiwa (laki-laki: 460 jiwa, perempuan:479 jiwa).
desa di wilayah Kecamatan Bulu Kabupaten Mereka tersebar di sembilan rukun tetangga
Rembang. Luasnya 383,10 Ha, dimana 85,55 (RT), yakni empat RT di Rukun Warga (RW)
hektar berupa tanah sawah dan 297,55 hektar I/Dukuh Malat, dan lima RT di RW II/Dukuh
berupa tanah kering. Sebagian besar wilayah Balong (Podes Mlatirejo, 2008). Seperti di Desa
desa ini adalah pertanian, perkebunan, dan hutan Sendangmulyo, warga Desa Mlatirejo juga
(milik perhutani). Sebagian besar wilayah desa homogen dari sisi etnis, yakni suku Jawa
ini adalah pertanian, perkebunan, dan hutan (100%) dan memeluk agama Islam dari sisi
(milik perhutani). Hasil utamanya adalah: padi, religi. Oleh karenanya, di desa ini terdapat
kedelai, jagung, tebu, dan hasil kebun berupa lembaga keagamaan Islam, yakni: Jamaah
pisang dan buah-buahan, terutama mangga. Putra dan Jamaah Perempuan (Muslimat,
Buah mangga di desa ini cukup besar, namun Fatayat), dan Pemuda Masjid. Namun demikian,
demikian, belum cukup mendapat perhatian warga desa ini secara turun temurun masih
dalam hal pemasarannya, sehingga terjadi meyakini apa yang mereka sebut sebagai
transaksi “ijon” dengan para tengkulak yang “Resik Deso” (Bersih Desa) yang dilakukan
tentunya dengan harga yang lebih murah. secara rutin pada bulan Rejeb (Rojab) dengan
Terkait kebutuhan pertanian, yakni irigasi, dapat mengadakan kesenian Ketoprak. Jika tradisi itu
dikatakan belum cukup memadai, dimana ditinggalkan, akan terjadi marabahaya didesa
sebagian besar sawah, mengandalkan hujan tersebut. Di desa ini juga terdapat Organisasi
(tadah hujan). Oleh karena itu untuk jenis Perempuan (PKK), dan Kelompok Tani.
tanaman padi hanya ada satu musim tanam, Disamping itu juga terdapat pranata sosial
yakni pada saat musim hujan. berupa nilai-nilai yang tetap terpelihara dengan
baik di masyarakat hingga saat ini, yakni:
Dari sisi transportasi, desa ini telah terhubung sambatan sewaktu mengerjakan ladang/
dengan desa disekitarnya, dengan jalan aspal, pertanian dan membangun rumah, serta gotong-
namun dalam kondisi kurang baik. Transportasi royong/kerjabhakti ketika membersihkan
utama penduduk desa ini, baik antar desa maupun lingkungan, sebagaimana halnya terjadi di Desa
ke kecamatan menggunakan sepeda motor atau Sendangmulyo.
kendaraan roda empat (pick up terbuka yang
sifatnya insidental). Untuk mendapatkan 2.2 Kebutuhan, permasalahan, dan
kendaraan umum antar kecamatan harus berjalan sumberdaya/asset
kaki sekitar 5 km dari pusat desa ke jalan antar
kecamatan. Jarak tempuh dari Kantor Kecamatan 2.2.1 Kualitas hidup masyarakat
Bulu 18 Km (Bulu dalam Angka, 2008), Kualitas hidup masyarakat di empat desa
sedangkan jarak ke Ibu Kota Kabupaten lokasi penelitian dapat dicermati pada
Rembang 35 Km (Podes Mlatirejo, 2008), telah pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka dan
tersedia angkutan umum dari dan ke desa tersebut permasalahan (kesejahteraan) sosial yang
baik dari ibu kota kabupaten maupun kecamatan. muncul. Hal-hal tersebut dikemukakan berikut:
Batas Desa Mlatirejo dengan lingkungan
sekitarnya, pada bagian selatan berbatasan a. Kebutuhan
langsung dengan hutan lindung (hutan Jati), pada Berdasarkan temuan lapangan, Desa
bagian utara berbatasan dengan Desa Pelemsari, Jambu dan Desa Engkangin di wilayah
pada bagian timur besebelahan dengan Desa Kecamatan Air Besar, Kabupaten Landak
Sendangmulyo, dan pada bagian barat Provinsi Kalimantan Barat, dapat dikategorikan
bersebelahan dengan Desa Loh Gede. sebagai desa tertinggal, dari sisi ketersediaan

27
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

sarana prasarana: infrastruktur (alan) yang Adapun Desa Sendangmulyo dan Desa
masih minim termasuk sarana komunikasi dan Mlatirejo di wilayah Kecamatan Bulu Kabupaten
transportasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan Rembang Provinsi Jawa Tengah, sebenarya
yang terbatas, dimana hal ini berkorelasi dengan (sudah) tidak lagi dikategorikan sebagai desa
kualitas sumberdaya manusia (SDM) tertinggal (terbelakang), karena dari sisi
(Bappenas, 2006). infrastruktur, seperti: jalan, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, dan fasilitas ekonomi dapat
Kondisi tersebut, juga berhubungan
dikatakan relatif tersedia (memadai). Dari sisi
dengan asset yang tersedia/dimiliki oleh kedua
desa tersebut, yakni modal fisik (bangunan), asset, yakni modal fisik, lingkungan, dan sosial
yang relatif tersedia, kecuali modal sumberdaya
finansial, sumberdaya manusia (SDM), dan
teknologi yang juga terbatas adanya. Namun manusia (SDM), teknologi, dan finansial yang
masih perlu ditingkatkan.
demikian, dari sisi modal lingkungan (khususnya
alam) sekitar dan modal sosial masih cukup Secara geografis, kedua desa tersebut
memberikan harapan bagi berkembangnya ke berbatasan langsung dengan hutan lindung (Jati),
dua desa tersebut. dan merupakan desa penghasil: jagung, padi, buah
pisang, dan buah mangga. Buah pisang dan buah
Di sisi Lain, secara geografis, dua desa
mangga, ketika musim panen sangat melimpah,
yang berada di tepian Sungai Landak tersebut,
potensial dikembangkan, baik untuk pertanian, yang terjadi kemudian harga komoditas tersebut
perkebunan, dan perikanan. Lahan pertanian jatuh. Disamping sebagai petani, pada umumnya
baik untuk pertanian maupun perkebunan masih warga juga beternak sapi.
terbentang luas, sementara itu, sungai yang ada Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan
baru termanfaatkan untuk sarana transportasi buah pisang dan buah mangga melalui teknologi
dan sarana sosial lainnya, dan belum tepat guna, agar menjadi tahan lama, dan
termanfaatkan secara ekonomi. mempunyai nilai ekonomi yang wajar. Terkait
kotoran ternak sapi warga, dimungkinkan
Oleh karena itu, pembangunan
pengelolaan melalui teknologi (tepat guna)
infrastruktur: jalan, pendidikan, kesehatan di
kedua desa merupakan kebutuhan fisik desa menjadi Bio Gas sebagai sumber energi untuk
yang memerlukan perhatian dari pihak (instansi masak.
pemerintah bidang fisik) terkait. Terkait itu,
b. Permasalahan
program pemberdayaan sosial (dari instansi
pemerintah lingkup kesejahteraan rakyat) Permasalahan sosial menonjol di empat
menjadi penting untuk dilakukan dan desa lokasi penelitian adalah masalah
disinergikan terhadap program pembangunan kemiskinan penduduk. Iimplikasinya, banyak
infr astruktur tersebut dalam kerangka permasalahan kesejahteraan sosial muncul,
pengembangan kedua desa tersebut. sebagaimana terlihat pada data berikut:

Tabel 1: Data PMKS di Desa Jambu & Engkangin


Desa
NO JENIS PMKS
Jambu Engkangin
1 Fakir Miskin 120 KK 277
2 Wanita Rawan Sosial Ekonomi 50 Orang -
3 Anak Putus Sekolah 21 Orang -
4 Penyandang Cacat 16 Orang 11
5 Lanjut Usia Terlantar 14 orang 12
6 Keluarga rumah tidak layak huni - 150
Sumber: Hasil penelitian, 2010.

28
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

Tabel 2: Data PMKS Desa Sendangmulyo & Desa Mlatirejo


Desa
NO JENIS PMKS Ket
Sendangmulyo Mlatirejo
1 Fakir Miskin 250 184 *) Satu anak
2 Wanita Rawan Sosial Ekonomi - 18 menderita
3 Penyandang Cacat 28 13 hidrocepolus
4 Lanjut Usia Terlantar - 63 (pembesaran
5 Keluarga rumah tidak layak huni - 42 kepala)
6 Balita Terlantar 10 8*)
7 Warga dipasung (Stress) 2 -
Sumber: Hasil penelitian, 2010.

Sehubungan dengan itu, berbagai asset Oleh karena itu, yang diperlukan adalah
sebagai sumber daya atau potensi perlu optimalisasi asset tersebut dalam kerangka
dioptimalkan pemanfaatannya, dimungkinkan pemberdayaan masyarakat di kedua desa
intervensi dari pihak luar dalam kerangka tersebut. Secara khusus, dimungkinkan perlu
penanganan permasalahaan kemiskinan pendampingan ketika hutan lindung (Jati) mulai
penduduk khususnya dan penanganan masa panen, karena telah ada MoU antara
permasalahan kesejahteraan sosial umumnya. pihak Perhutani dengan masyarakat di kedua
Dalam upaya penanganan PMKS, desa tersebut dimana mereka tergabung dalam
dimungkinkan intervensi dari pihak luar Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
khususnya Kementerian Sosial baik yang bahwa 2% hasil hutan Jati tersebut akan
bersifat bantuan sosial bagi kelompok rentan diserahkan warga melalui LMDH.
maupun pember dayaan sebagai upaya
pengembangan warga yang powerless. 2.3 Pro gram pembangunan yang
dilaksanakan
2.2.2 Asset komunitas Kenyataan empirik menunjukkan, pogram
Dari sisi asset komunitas, yaitu: fisik, pembangunan, khususnya oleh pemerintah,
finansial, sumberdaya manusia, lingkungan, dan sudah banyak dilakukan, baik di Desa Jambu
teknologi (Adi, 2008) sebagai sumber daya atau dan Engkangin di Wilayah Kecamatan Air Besar
potensi, pada Desa Jambu dan Desa Engkangin (Landak, Kalimantan Barat) maupun Desa
di wilayah Kecamatan Air Besar (Landak, Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo di Wilayah
Kalimantan Barat), dapat dikatakan relatif Kecamatan Bulu (Rembang, Jawa Tengah).
terbatas, kecuali modal lingkungan (alam) yang Program pembangunan tersebut antara lain:
terbentang luas sebagai lahan pertanian maupun Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
perkebunan, dan modal sosial yang (tetap) (PNPM) untuk membangun infrastruktur desa,
terpelihara dengan baik. Sementara itu, yaitu: penyaluran air ke rumah-rumah warga
terhadap asset fisik, finansial, sumberdaya dan pembangunan talud/tanggul jalan di Desa
manusia, dan teknologi perlu intervensi dari Mlatirejo, dan pengaspalan jalan dan
pihak luar khususnya pemerintah. pembangunan talud/tanggul jalan di Desa
Adapun Desa Sendangmulyo dan Desa Sendangmulyo. Bantuan Langsung Tunai
Mlatirejo di wilayah Kecamatan Bulu (BLT) bagi keluarg miskin (di Desa Jambu,
Engkangin, Sendangmulyo, dan Mlatirejo),
(Rembang, Jawa Tengah), dari sisi asset yaitu:
fisik dan sosial (Adi, 2008) sebagai sumber daya Bantuan Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)
atau potensi dapat dinyatakan cukup tersedia. di empat desa tersebut, Electricity melalui PLN

29
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

di Desa Engkangin, Desa Sendangmulyo dan 2.4.2 Langkah-langkah


Desa Mlatirejo. Pembangunan “Tuk/Dam” Bertolak dari kerangka model tersebut,
yang diperuntukan bagi pengairan sawah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
warga khususnya Desa Sendangmulyo.
Pembangunan Madrasah Diniyah, dan 1. Identifikasi kualitas hidup masyarakat
Pembangunan Gedung Pendidikan usia Dini Yaitu mengidentifikasi hal-hal yang dianggap
(PAUD) khususnya di Desa Sendangmulyo paling merisaukan dan perlu diprioritaskan
dan Desa Mlatirejo. penanganannya. Dalam identifikasi ini dapat
dilakukan dengan berbagai teknik, antara
2.4 Konsep model pemberdayaan lain: wawancara dengan berbagai lapisan
berbasis aset komunitas masyarakat, diskusi kelompok. Disamping
Meskipun telah banyak dilakukan itu juga dimungkinkan memanfaatkan data
intervensi (melalui program pembangunan) sekunder, seperti monografi desa dan
seperti dikemukakan, akan tetapi, lebih bersifat berbagai dokumen lainnya yang dianggap
program pembangunan fisik. Meskipun telah relevan. Selanjutnya, kondisi kualitas hidup
dilakukan program pemberdayaan, tetapi dalam masyarakat tersebut perlu diformulasikan
implemtasi dan keberlanjutan program masih secara Specific, Measurable, Achievable,
memerlukan perhatian secara sungguh- Relevant, and Time-bound (SMART).
sungguh, karena realtif belum terjadi transfer Contoh:
daya dan proses belajar sosial kepada pihak
• Sebanyak 30% dari Balita di Desa “A”
powerless. Disamping itu, tidak kalah penting
menderita gizi buru pada akhir 2007;
adalah pendampingan secara internal komunitas
(dari unsur masyarakat) khususnya bagi • Sebanyak 1500 dari 3000 keluarga di
program pemberdayaan, karena hasilnya belum Desa “B” adalah fakir miskin pada akhir
seperti diharapkan. 2007.
2. Identifikasi faktor manusia dan sosial
Konsep model pemberdayaan masyarakat
daerah tertinggal berbasis aset komunitas Yaitu mengidentifikasi faktor penyebab
tersebut, terlihat pada gambar berikut: yang berhubungan dengan modal manusia
2.4.1 Kerangka Model dan modal sosial. Terkait itu, yang perlu
dilakukan adalah:

a) Mengidentifikasi faktor prilaku dan gaya


hidup komunitas sasaran, yaitu tindakan
komunitas sasaran yang merupakan
cerminan kemampuan dan keterampilan.
Contoh: Sekitar 80% keluarga miskin
di Desa “C” tidak tamat SMP pada
akhir 2000;
b) Mengidentifikasi faktor predisposisi,
yaitu sesuatu yang muncul sebelum
prilaku terjadi dan menjadi landasan
motivasional dan rasional terhadap
prilaku yang dilakukan suatu komunitas.

30
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

Contoh: pertanian, hingga akhir 2005, masih


Sekitar 90% KK miskin di Desa “D” merupakan petani tradisional, dan belum
pada akhir 2000 masih berpandangan mengenal teknologi;
bahwa anak-anaknya cukup bisa baca c. Modal lingkungan, misalnya: Hingga
tulis saja (SD), sehingga tidak perlu akhir 2005, lebih dari 75% areal
sekolah yang lebih tinggi; pertanian yang ada, kurang baik untuk
c) Merumuskan faktor penguat yang tanaman palawija;
menyebabkan munculnya prilaku dan d. Modal fisik, misalnya: Hingga akhir
gaya hidup yang mendorong 2005, lebih dari 70% jalan di komunitas
berkembangnya budaya kemiskinan di “A” merupakan tanah merah dan jalan
suatu komunitas. berlumpur, dan tidak ada fasilitas
Contoh: (gedung) pendidikan (SD).
Lebih dari 80% petugas yang 4. Identifikasi regulasi, kebijakan, dan program
berinteraksi dengan masyarakat, hingga terkait
pertengahan 2000, lebih memokuskan Yang tidak kalah penting, setelah
pada pembangunan fisik dibandingkan mengidentifikasi faktor manusia dan sosial,
dengan membentuk cara pandang dan faktor nonmanusia adalah
masyarakat yang mau berfikir tentang mengidentifikasi faktor regulasi, kebijakan,
pentingnya menabung; program/ kegiatan yang pernah
d) Merumuskan modal sosial yang terkait dilaksanakan. Boleh jadi, program dan
dengan ketiga faktor sebelumnya. kegiatan yang dilakukan justru menimbulkan
Contoh: permasalahan bagi asset-asset komunitas
tersebut. Terkait dengan kemiskinan warga,
Adanya keyakinan dari masyarakat, misalnya: Hingga akhir 2005, lebih dari 80%
bahwa pemilik toko/warung yang ada di program pemberdayaan masyarakat yang
desanya akan memberikan hutangan, dilaksanakan pemerintah lebih terfokus pada
sehingga warga miskin tetap dapat pembangunan fisik.
berbelanja.
3. Identifikasi faktor nonmanusia III. PENUTUP
Yaitu mengidentifikasi faktor-faktor (modal)
nonmanusia yang mempengaruhi kualitas 3.1 Kesimpulan
hidup suatu masyarakat. Yang perlu Desa Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo,
diperhatikan adalah bahwa faktor-faktor tidak terkategori (lagi) desa tertinggal dari sisi
nonmanusia tersebut bukanlah faktor ketersediaan fasilitas kebutuhan dasar
tunggal, tetapi merupakan interaksi diantara warganya (jalan desa, fasilitas pendidikan, dan
beberapa asset komunitas. Terkait faktor fasilitas kesehatan). Namun demikian, dari sisi
manusia dan sosial sebelumnya, dapat kualitas kehidupan warganya, khususnya
dirumuskan: pemberdayaan ekonomi-sosial, masih
memerlukan perhatian secara sungguh-
a. Modal finansial, misalnya: Lebih 80%
sungguh dari berbagai pihak terkait. Desa
warga miskin, hingga akhir 2005, masih
Jambu dan Desa Engkangin di wilayah
mengalami kesulitan untuk mendapatkan
Kecamatan Air Besar Kabupaten Landak
modal untuk mengembangkan usaha;
termasuk dalam kategori desa tertinggal. Dari
b. Modal teknologi, misalnya: Lebih 80% sisi geografis, terpencil dan berada di daerah
warga miskin yang bekerja di sektor

31
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

aliran sungai (DAS), fasilitas kebutuhan dasar sumber-sumber kesejahteraan sosial


warganya (jalan desa, fasilitas pendidikan, dan yang bisa diakses warga; serta
fasilitas kesehatan) yang terbatas. Oleh meningkatkan partisipasi masyarakat
karenaya, diperlukan pemberdayaan secara dalam usaha kesejahteraan sosial.
komprehensif. • Program pemberdayaan masyarakat
Dari sisi sumberdaya/modal/asset fisik miskin dan wanita rawan sosial ekonomi
(infrastruktur: pendidikan, kesehatan, ekonomi) maupun perbaikan rumah tidak layak
finansial, teknologi, dan manusia khususnya di huni.
Desa Jambu dan Desa Engkangin relatif • Program Keluarga Harapan (PKH)
terbatas. Demikian halnya di Desa bagi wanita hamil dan mempunyai anak
Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo, kecuali usia sekolah
modal fisik yang relatif tersedia. Namun • Program Jaminan Sosial (Lanjut Usia,
demikian, di empat desa tersebut, dari sisi dan Penyandang Cacat, dan pekerja
ekonomi cukup memberikan harapan karena
sektor informal).
modal lingkungan dan modal sosial, potensial
untuk dikembanghkan. 3.2.2 Instansi terkait (Pusat,
Permasalahan sosial menonjol di empat daerah):
desa tersebut, seperti di desa dan daerah lain Desa Sendangmulyo & Desa Mlatirejo:
di Indonesia adalah masalah kemiskinan
penduduk. Kondisi itu berimplikasi pada muncul • Pemberdayaan sosial-ekonomi
dan kompleksnya pelbagai permasalahan masyarakat di pinggiran hutan tersebut
(kesejahteraan) sosial, seperti: fakir miskin, penting dilakukan agar tetap
rumah tidak layak huni, lanjut usia (terlantar), ‘bersahabat’ dengan hutan, yang pada
remaja putus sekolah, tindak kekerasan, dan gilirannya hutan berkontribusi bagi
lain sebagainya. Disamping itu, juga mabuk- kesejahteraan warga masyarakat di
mabukan dikalangan pemuda, disamping judi sekitarnya.
khususnya di Desa Jambu dan Desa Engkangin • Progr am pengembangan usaha
(Kabupaten Landak, Kalimantan Barat). pertanian, antara lain: bantuan bibit, dan
bimbingan mulai dari penyiapan lahan,
Telah banyak di laksanakan program
penananam, perawatan sampai dengan
pembangunan di empat desa tersebut,
memanen hasil dan pemasaran. Terkait
khususnya yang bersifat fisik dan bantuan sosial,
itu, pada setiap kegiatan perlu
meskipun juga telah dilakukan upaya
pemberdayaan. Namun demikian, dari sisi dipersiapkan tenaga pembimbing dan
keberhasilan (fungsionalitasnya bagi pendamping masyarakat.
masyarakat), keberlanjutan dan keterlibatan • Teknologi tepat guna untuk
masyarakat dalam program pemberdayaan memanfaatkan kotoran binatang ternak
tersebut masih perlu perhatian sungguh- dan pengawetan buah (mangga, pisang).
sungguh.
Desa Jambu & Desa Engkangin
3.2 Saran • Pemberdayaan masyarakat secara
komprehensif dalam upaya
3.2.1 Kementerian Sosial: meningkatkan taraf kesejahteraan;
• Program penyuluhan sosial khususnya • Progr am pengembangan usaha
yang berkaitan dengan pengetahuan dan pertanian, perkebunan, dan perikanan,
pemahaman masyarakat tentang

32
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.

BIBLIOGRAFI

Anonim. 2001. Kabupaten Landak dalam Angka. BPS Kabupaten Landak.


Aritasius & Syaifullah, M. 2004. Kabupaten Landak dalam Profil Daerah Kabupaten dan
Kota (F Harianto Santsos, Editor), Jilid 4, hal 499 - 507.
Adi, Isbandi Rukminto. 2007. Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas, dari
Pemikiran menuju Penerapan. Jakarta: FISIP-UI Press.
————— 2008. Intervensi Komunitas, Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Rajwali Press.
Bappenas. 2006. Seminar Nasional Percepatan Pembangunan Sosial Ekonomi Daerah
Tertinggal. Dit. Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal.
BPS Kabupaten Landak. 2008. Landak Dalam Angka.
BPS Kabupaten Rembang. 2009. Rembang Dalam Angka 2008/2009.
Bappeda Kab. Rembang & Koordinator Statistik Kecamatan Bulu. 2008. Kecamatan Bulu
Dalam Angka 2008.
Charles Zastrow. 2008. Introduction to Social Work & Social Welfare, Empowering People,
Thomson Higher Education, 10 Davis Drive, Belmont, USA. 9th edition.
Dasgupta, Partha and Ismail Serageldin. 2000. Social Capital: A Multifaced Perspective.
Washington D.C. The Wolrd Bank.
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Barat. 2008. Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat
Daerah 2008 – 20013.
Desa Sendangmulyo. 2008. Daftar Isian Potensi Desa
Desa Mlatirejo. 2008. Daftar Isian Potensi Desa
Fukuyama, Francis. 2000. Social Capital dalam Lawrence E Harisson dan Samuel Hutington
(eds) Culture Matters, How Vallues Shape Human Progress. New York: Basic
Book.
Grottaert, Cristian. 1999. Social Capital household Welfare and Poverty in Indonesia, Local
Level Institution Working. No 6, The Wolrd Bank Social Development Family
Environment and Socially Sustainable Development Network.
Kartasasmita, Ginanjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan &
Pemerataan, Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.
Kabupaten Rembang. 2006. Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal 2007 – 2009.
Kementerian Sosial R.I. 2010. Rencana Strategis 2010 - 2014
————Keputusan Menteri Sosial R.I. Nomor 06B/HUK/2010 Tentang Penyelenggaraan
Kesejahteraan Sosial di Lima Puluh Kabupaten Tertinggal.
—————— 2010. Bangkit, Media Informasi dan Komunikasi Pembangunan. Edisi2/
2010.
Media Indonesia. 20 Mei 2010. Kebijakan PDT Mendorong Kebangkitan Daerah Tertinggal.

33
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011

Miles, Mateehew B., Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tntang Metode-Metode Baru. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Penerbit: UI-
PRESS.
Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory. Second edition. London: Macmillan
Press Ltd.
Pranarka, A.M.W. & Moeljarto, Vindyandika. 1996. Pemberdayaan (Empowerment).
Pemberdayaan, konsep, dan implementasi, Jakarta: Centre for strategic and
intenational studies (CSIS).
Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumodiningrat, Gunawan. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa: Menanggulangi
Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
World Bank. 1995,1999. World Development Report, Washington DC (beberapa tahun terbitan).
htt:/www.gp-ansor.org/opini.2006 (20/3/2009).
htt:/www.mudrajad.com (20/3/2009).

34

You might also like