Professional Documents
Culture Documents
Masyarakat Desa Tertinggal
Masyarakat Desa Tertinggal
Masyarakat Desa Tertinggal
Muhtar dkk.**
ABSTRACT
This study is aimed to identify needs, problems, resources, and programs that conducted by the government.
The type and approach study is qualitative-descriptive. Location of the study: Engkangin & Jambu
village-West Kalimantan, than, Mlatirejo & Sendangmulyo villages-Central Java. Informants purposively
determined: community representatives, community leaders, local communities, and social agency
officials of district and provincial level. Data collection techniques: interview, observation, study
documentation and group discussion. Field data analyzed qualitatively. The results showed, in the
Jambu and Engkangin Village, it is limited, due to limited assets. Meanwhile, for people in the village
of Sendangmulyo & Mlatirejo, daily necessities relatively satisfied, because of assets become available.
In terms of utilization of local/natural resources in Jambu and Engkangin village, it is still the potential.
In terms of program development, in the Jambu & Engkangin village, not undertaken in a sustainable.
These programs are still charitatif. Of this realities suggested: Ministry of Social Affairs to make
empowerment programs, with adequate assistance as well as control; Relevant government institutions,
it is possible to do: Provision of clean water, health and education infrastructure, development/
improvement of transport infrastructure, rubber cultivation and freshwater fish (Jambu & Engkangin
village), and the use of manure as a bio-gas through the guidance of technology appropriate and the
management of banana fruit (Sendangmulyo & Mlatirejo village). The empowerment model needs to be
done in a participatory manner, through a series of steps: program planning, formulation of action
plans, implementation, evaluation, and termination.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi kebutuhan, sumberdaya, permasalahan, dan program
pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah. Jenis dan pendekatan penelitian deskriptif-kualitatif.
Lokasi penelitian Ds. Jambu & Ds. Engkangin-Kalbar serta Desa Sendangmulyo & Ds. Mlatirejo-
Jateng. Informan ditentukan secara purposive: perwakilan masyarakat, pemuka masyarakat (formal,
informal), dan aparat instansi sosial kabupaten dan provinsi. Teknik pengumpulan data: panduan
wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan diskusi kelompok. Data lapangan dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian di Ds. Jambu dan Ds. Engkangin, dari sisi pemenuhan kebutuhan pokok
dapat dikatakan terbatas karena terbatasnya asset. Sementara di Ds. Sendangmulyo dan Mlatirejo,
kebutuhan pokok relatif terpenuhi karena tersedianya asset. Dari pemanfaatan sumberdaya (alam) di
Ds. Jambu & Ds. Engkangin masih merupakan potensi. Dari sisi program pemberdayaan, di Ds. Jambu
& Ds. Engkangin, belum dilaksanakan secara berkelanjutan. Program tersebut masih bersifat charitatif.
Atas realitas itu disarankan: Kementerian Sosial dapat melakukan program pemberdayaan
sekurangnya: Pemberdayaan Fakir Miskin dan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni, disertai
pendampingan dan pengendalian yang proporsional; Instansi terkait, dimungkinkan melakukan:
17
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
Penyediaan air bersih, prasarana kesehatan, pendidikan, prasarana jalan, budidaya karet dan ikan
air tawar (Ds. Jambu & Ds. Engkangin) serta penyuluhan prilaku sehat; Bantuan stimulan ternak
(sapi) dan pemanfaatan kotorannya sebagi kompos melalui teknologi tepat guna serta pengelolaan
buah pisang (Ds. Sendangmulyo & Mlatirejo). Sementara itu, model pemberdayaan perlu dilakukan
secara partisipatif, melalui: asesmen, perencanaan program, formulasi rencana aksi, pelaksanaan,
evaluasi, dan terminasi.
Kata-kata kunci: Pemberdayaan sosial, identifikasi kebutuhan, permasalahan dan sumber daya.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kementerian Sosial R.I. dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
Strategisnya (2010 - 2014) menegaskan bahwa (RPJMN) 2004 - 2009, sebanyak 50 daerah
visi pembangunan bidang kesejahteraan sosial tertinggal telah keluar dari daftar daerah
adalah mewujudkan kesejahteraan sosial tertinggal. Akan tetapi, karena ada pemekaran
masyarakat. Sebagai salah satu respon, daerah, ternyata terdapat 34 kabupaten Daerah
diterbitkan Keputusan Menteri Sosial R.I. Otonomi Baru (DOB) masuk kategori daerah
Nomor 06B/HUK/2010 tentang penyelenggaraan tertinggal (Media Indonesia, 20 Mei 2010).
kesejahteraan sosial di lima puluh kabupaten Dari perspektif wilayah, kawasan yang
tertinggal sebagai upaya percepatan merupakan kantong-kantong kemiskinan
peningkatan kesejahteraan sosial dan keadilan dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu:
di daerah tertinggal. kawasan tertinggal dan kawasan terbelakang
Badan Perencanaan dan Pembangunan (Soetomo, 2006: 277-278). Selanjutnya
Nasional (Bappenas) dan Kementerian Soetomo menjelaskan, kawasan tertinggal
Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) adalah suatu wilayah yang cukup lama
tahun 2004 telah melakukan pemetaan dikembangkan bersama-sama dengan wilayah
ketertinggalan daerah. Hasilnya, teridentifikasi yang lain tetapi karena berbagai sebab kawasan
199 kabupaten tergolong daerah tertinggal di tersebut tetap belum dapat berkembang seperti
Indonesia. Berdasarkan sebaran wilayahnya, yang diharapkan, sehingga kehidupan sosial
sebanyak 123 kabupaten kategori daerah ekonomi penduduknya tetap rendah. Salah satu
tertinggal (63%) berada di kawasan Timur penyebab utama karena terbatasnya potensi dan
Indonesia, 58 kabupaten (28%) berada di Pulau sumber daya yang dimiliki. Sedangkan kawasan
Sumatera, dan 18 kabupaten (8%) berada di terbelakang adalah suatu kawasan yang
Pulau Jawa dan Bali (Bappenas, 2008). Namun sebetulnya cukup menyimpan potensi dan
demikian, data terkini menunjukkan, terdapat sumber daya, tetapi belum sempat
183 daerah tertinggal. Seharusnya, tinggal 149 dikembangkan dan ditangani secara sungguh-
desa tertinggal karena pada periode Rencana sungguh sehingga perkembangan sosial
* Tulisan ini disarikan dari hasil Penelitian Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal: Identifikasi Kebutuhan,
Permasalahan, dan Sumberdaya (di Desa Jambu, Engkangin, Desa Sendangmulyo & Mlatirejo) yang dibiayai oleh dana
hibah RISTEK (2010).
** Tim peneliti: Muchtar, Sutaat, Achmadi JP, Ahmad Suhendi, dan Suyanto.
18
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
19
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
umumnya bagi instansi pemerintah pusat Atas dasar itu, perlu diperhatikan, untuk
terkait, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/ selalu memperbarui atau mengkaji ulang
kota), dan masyarakat. Sedangkan secara kebutuhan suatu komunitas karena dengan
akademik, hasil penelitian ini dapat menjadi titik berjalannya waktu dan perubahan lingkungan
masuk bagi mereka yang ingin melakukan sosial (ekonomi), kebutuhan suatu kelompok
penelitian lebih mendalam dalam upaya masyarakat menjadi berubah.
memberdayakan/mengembangkan masyarakat
Bradshaw (1972) dalam Kettner (1990),
daerah tertinggal.
Ife (2002), dan Adi (2008: 328-330)
menjelaskan kebutuhan dalam empat kategori,
1.4. Kajian teori
yaitu: (1) kebutuhan normatif, yaitu kebutuhan
a. Kebutuhan masyarakat yang didefinisikan oleh mereka (sekelompok)
Goodin (1990) dalam Adi (2008: 325-327) orang yang memiliki otoritas dan disesuaikan
menjelaskan bahwa kebutuhan tidaklah selalu dengan standar ataupun norma yang ada,
absolut. Ia berpandangan bahwa kebutuhan misalnya, garis kemiskinan; (2) kebutuhan yang
mempunyai dua komponen yang saling dipersepsikan (perceived need) atau dikenal
berpengaruh, yakni kebutuhan prioritas dan juga kebutuhan yang dirasakan (felt need),
kebutuhan kerelatifan. Terkait kebutuhan merupakan kebutuhan yang dipikirkan harus
prioritas, pihak yang memiliki otor itas mereka dapatkan ataupun kebutuhan yang
(authority) seringkali harus mengarahkan bila dirasakan oleh komunitas sasaran; (3)
terjadi konflik antara memuaskan keinginan kebutuhan yang diekspresikan (expressed
masyarakat dan memenuhi kebutuhan need), merupakan kebutuhan yang
masyarakat. Bila hal itu terjadi, community diungkapkan oleh komunitas sasaran dan
worker harus sedapat mungkin berusaha untuk mencari berbagai layanan untuk memenuhi
memenuhi kebutuhan masyarakat dan bukannya kebutuhan tersebut; (4) kebutuhan relatif
keinginan masyarakat. Ia menyontohkan, (relative need), lebih terfokus pada
community worker harus mengkaji dengan kesenjangan antara jenis layanan yang
seksama masukan dari komunitas petani di diberikan pada satu komunitas dengan
suatu daerah yang menyatakan, mereka komunitas di area yang berbeda.
membutuhkan fasilitas MCK sebagai upaya Kategorisasi kebutuhan masyarakat
mengatasi kemiskinan yang ada di daerahnya, tersebut dapat saling melengkapi dan membantu
ataukah sebaiknya memusatkan perhatian pada untuk memahami kebutuhan masyarakat
perbaikan sarana irigasi, bibit, dan penyuluhan daerah tertinggal.
penggunaan bibit unggul?. Selanjutnya, Goodin
melihat, kebutuhan seringkali lebih bersifat b. Sumberdaya
relatif daripada absolut. Pihak yang meyakini Menurut Adi (2008: 285), komunitas di
bahwa kebutuhan itu bersifat absolut melihat tingkat lokal dalam perjalanan waktu telah
bahwa kebutuhan sandang (pakaian), pangan mengembangkan suatu aset yang menjadi
(makanan), dan papan (perumahan) sumber daya ataupun potensi bagi komunitas
merupakan kebutuhan yang absolut. Goodin tersebut guna menghadapi perubahan yang
melihat bahwa kebutuhan itu bersifat relatif dan terjadi. Terkait itu, Adi (2008: 286-3008)
sangat tergantung dengan unsur waktu, tempat, mengembagkan enam aset berdasakan
dan lingkungan sosial. Ia menyontohkan, pemikiran Green dan Haines (2002) yang
kebutuhan akan pakaian pada tempat yang menyoroti lima aset dalam komunitas. Keenam
berbeda akan berbeda pula kebutuhannya. aset tersebut adalah:
20
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
1. Modal fisik (physical capital), teridiri dari social capital adalah kepercayaan (trust),
dua kelompok utama yaitu bangunan dan kejujuran (honesty), dan timbal balik
insfrastruktur; (reciprocity). Sedangkan World Bank
2. Modal finansial (financial capital), adalah (1999), social capital refers to institutions,
dukungan keuangan yang dimiliki suatu relationship and norms that shape the
komunitas yang dapat digunakan untuk quality of society’s interaction.
membiayai proses pembangunan yang c. Daerah tertinggal
diadakan dalam komunitas tersebut;
Daerah tertinggal adalah sebagai daerah
3. Modal lingkungan (environmental capital), kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya
berupa potensi yang belum diolah dan relatif kurang berkembang dibandingkan
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, serta dengan daerah lain dalam skala nasional
mempunyai nilai yang tinggi dalam upaya (Saifullah, 2006). Terkait itu, menurut pihak
pelestarian alam dan juga kenyaman hidup; Bappenas (2006), suatu daerah dikategorikan
4. Modal teknologi (technological capital), tertinggal, karena: (a) secara geografis, relatif
terkait dengan ketersediaan teknologi tepat sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di
guna yang bermanfaat untuk masyarakat, pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan,
dan bukan sekedar teknologi digital yang pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena
canggih, akan tetapi belum tentu bermanfaat faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit
bagi masyarakat tersebut; dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun
5. Modal manusia (human capital), sumber media komunikasi; (b) dari sisi sumber daya
daya manusia yang berkualitas sehingga alam, tidak memiliki potensi, atau memiliki
dapat menguasai teknologi yang bermanfaat sumber daya alam besar namun lingkungan
bagi masyarakat, baik itu teknologi yang sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi
sederhana maupun teknologi yang canggih; atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah
6. Modal sosial (social capital), adalah norma tertinggal akibat ekploitasi sumber daya alam
dan aturan yang mengikat warga yang berlebihan; (c) dari sisi sumber daya
masyarakat yang berada didalamnya, dan manusia, umumnya masyarakat di daerah
mengatur pola prilaku warga, juga unsur tertinggal, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
kepercayaan (trust) dan jaringan keterampilannya relatif r endah serta
(networking) antar warga masyarakat kelembagaan adat yang belum berkembang; (d)
ataupun kelompok masyarakat. Sementara keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi,
itu, Seragaldin dan Grottaert (1999) transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan,
menjelaskan, social capital generally pendidikan, dan pelayanan lainnya yang
refers to the set of norm, networks, and menyebabkan kesulitan untuk melakukan
organization through which people gain aktivitas ekonomi dan sosial; (e) seringnya
access to power and resources that are (suatu daerah) mengalami bencana alam dan
instrumental is enabling decision making konflik sosial yang berakibat terganggunya
and policy formulation. Fukuyama (2000) kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi; dan
merumuskan social capital sebagai (f) suatu daerah menjadi tertinggal, disebabkan
seperangkat ringkas nilai-nilai internal atau oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat,
norma-norma yang disebarkan diantara seperti: kurang memihak pada pembangunan
anggota-anggota suatu kelompok yang daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan
mengijinkan mereka untuk bekerjasama prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya
antar a satu dengan yang lainnya. Ia kelembagaan masyarakat adat dalam
menambahkan, prasyarat penting dalam perencanaan dan pembangunan.
21
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
22
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
perjuangan rumah tangga yang secara terus Informan ditentukan secara purposive.
menerus ber usaha untuk meningkatkan Atas dasar itu, informan penelitian adalah: (1)
kekuatan sosial politiknya. pemuka masyarakat (formal, non formal)
Kartasasmita (1996:145) mendefinisikan setempat; (2) aparat instansi terkait (provinsi,
pemberdayaan sebagai proses membangun kabupaten) setempat; dan (3) perwakilan
keluarga fakir miskin dan miskin, untuk
daya itu, dengan mendorong, memotivasi, dan
mengetahui kebutuhan dan masalah mereka.
membangkitkan kesadaran dan potensi yang
dimilikinya serta berupaya untuk Pengumpulan data dilakukan dengan
mengembangkannya. Sementara itu, teknik:
Sumodingrat (2009) memaknai pemberdayaan
a. Wawancara dengan warga masyarakat
sebagai suatu proses untuk meningkatkan
(miskin) daerah tertinggal, dan pejabat
kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan
instansi terkait (provinsi, kabupaten).
sumber daya yang dimiliki & tersedia
dilingkungan sekitarnya untuk meningkatkan b. Observasi, untuk mengetahui secara
kesejahteraan. langsung kondisi kehidupan masyarakat
daerah tertinggal.
Dari pelbagai konsep pemberdayaan
c. Studi dokumentasi, untuk melengkapai data
menurut para ahli tersebut, pada prinsipnya
pemberdayaan dapat difahami sebagai upaya primer (wawancara dan observasi).
mendorong kemampuan warga lokal dengan d. Diskusi kelompok dengan pemuka
memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk masyarakat (formal, informal) guna
mengembangkan diri sesuai kebutuhan mereka memperkaya data dan informasi yang telah
dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang diperoleh.
tersedia, dimana pihak luar (pemerintah dan Data yang telah terkumpul, dianalisis
pihak lainnya) hanya berfungsi sebagai fasilitasi. secara kualitatif dengan tahapan: reduksi data,
display data, dan pengambilan kesimpulan
1.5 Metode penelitian (Miles & Huberman, 1992).
Jenis dan pendekatan penelitian ini
deskriptif-kualitatif, yang berupaya II. HASIL PENELITIAN
menggambarkan kondisi obyektif kehidupan
masyarakat tertinggal: kebutuhan pokok, asset 2.1 Gambaran lokasi penelitian
yang tersedia, dan program pembangunan yang
pernah dilaksanakan oleh berbagai pihak. 2.1.1 Kabupaten Landak
Dalam kerangka percepatan peningkatan Kabupaten Landak yang merupakan
kesejahteraan sosial masyarakat, Kementerian pemekaran Kabupaten Pontianak dengan
sosial R.I. dalam kurun waktu 2010¯2014 ibukota Ngabang yang luas wilayahnya
mengagendakan penyelenggaraan program 9.909.10 km² ini terbentuk tahun 1999. Batas
kesejahteraan sosial di 50 kabupaten tertinggal, wilayahnya: pada bagian utara berbatasan
diantaranya adalah Kabupaten Landak- dengan Kabupaten Bengkayang, bagian timur
Kalimantan Barat dan Kabupaten Rembang- berbatasan dengan Kabupaten Sanggau, bagian
Jawa Tengah. Atas dasar itu, kedua lokasi selatan ber batasan dengan Kabupaten
tersebut di pilih, dimana pada masing-masing Pontianak dan Sanggau, dan pada bagian barat
daerah tersebut ditentukan dua desa tertinggal berbatasan dengan Kabupaten Pontianak.
di satu wilayah kecamatan. Secara demografis, Kabupaten Landak
berpenduduk 282.026 jiwa dengan kepadatan
23
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
28 jiwa/km² (Sensus penduduk, 2000). Secara desa di wilayah Kecamatan Air Besar,
administratif Kabupaten Landak terdiri dari 10 umumnya masuk kategori tertinggal. Secara
kecamatan, 156 desa, 26 desa diantaranya geografis, lokasinya jauh dari ibukota
termasuk tertinggal (Anonim; 2001). Kabupaten Landak (sekitar 200 Km). Secara
Berdasarkan catatan sejarah, di Kabupaten spesifik, Desa Jambu terletak di daerah aliran
Landak tepatnya di Kecamatan Mandor sungai (DAS) Sekayau yang menyatu dengan
terdapat monumen dimana dimakamkan sekitar Sungai Ngabang, dimana hilirnya (di bagian
21.037 penduduk akibat kekejaman tentara utara) melintasi beberapa desa hingga ibukota
Jepang. Saat ini tempat tersebut dikenal sebagai Kabupaten Landak. Desa ini terbagi atas dua
Taman Makam Pejuang Mandor dan menjadi dusun, yaitu: Dusun Jambu Pokok dan Dusun
wisata sejarah. Jambu Tembawang. Batas-batasnya: sebelah
utara berbatasan dengan Desa Dange, sebelah
Sektor pertanian merupakan mata
timur berbatasan dengan Desa Sepele, sebelah
pencarian utama penduduk (89%). Hasil
selatan berbatasan dengan Desa Serimbu, dan
pertanian menyumbang perekonomian daerah
sebesar (Rp 730,6 miliar/37%) dan sektor sebelah bar at berbatasan dengan Desa
Engkangin.
kehutanan sebesar Rp 134,6 miliar (21,4%) dari
pendapatan daerah. Dalam perkembangannya, Menuju Desa Jambu, dari arah Desa
Pemerintah Daerah menyiapkan sekitar Serimbu yang merupakan ibukota Kecamatan
300.000 hektar lahan perkebunan. Hal itu Air Besar, dapat ditempuh melalui dua jalur,
dilakukan melihat prospek sektor perdagangan yaitu: (a) jalur darat, dengan cara berjalan kaki,
karet dan minyak kelapa sawit yang kondusif yang ditempuh sekitar satu jam, atau
dari penyediaan lahan dan penyerapan lapangan menggunakan sepeda motor, yang ditempuh
kerja. Terutama minyak kelapa sawit yang selama 15-25 menit; (b) menggunakan perahu
menjadi andalan perdagangan ke Pontianak dan motor menyusuri aliran sungai yang ditempuh
bahkan ekspor ke Malaysia. Namun demikian sekitar satu jam-an. Untuk berinteraksi dengan
produk tersebut diperoleh dari perkebunan warga masyarakat di sekitarnya, dalam upaya
rakyat karena perkebunan berskala besar masih pemenuhan kebutuhan sehari-hari, warga Desa
terbatas (Syaifullah, 2004: 505–507). Jambu melakukannya dengan cara jalan kaki.
Karena ongkos ojek sekitar Rp 20.000,-/sekali
Dapat ditambahkan bahwa sekitar 30%
wilayah Kabupaten Landak adalah hutan. jalan. Sarana publik untuk jalur transportasi
sungai (perahu), belum ter sedia. Alat
Namun demikian, dalam perkembangannya,
banyak terjadi illegal logging misalnya di transportasi tersebut hanya dimiliki beberapa
orang warga saja, sebagai alat angkut hasil
Kecamatan Mandor dan di Kecamatan air
hutan (karet dan kelapa sawit). Namun
Besar. Sedangkan pertambangan emas tanpa
demikian, dalam kondisi tertentu, perahu
ijin (PETI) terjadi di sekitar Sungai Behe
(Kecamatan Kuala Behe), Sungai Belantik dan tersebut dapat disewa warga baik untuk
Sungai Landak. angkutan barang maupun orang, dengan beaya
sewa sekitar Rp 200.000,-/sekali jalan.
Sasaran studi yang diidentifikasi sebagai
desa tertinggal, dikemukakan sebagai berikut: Lingkungan alam Desa Jambu tergolong
asri. Karena kehidupan masyarakat umumnya
a. Desa Jambu bergantung pada hutan, dimana baru sebagian
kecil yang dimanfaatkan untuk perkebunan
Desa Jambu, yang secara definitif ada
karet dan sawit. Sementara itu, sungai, baru
sejak tahun 1998 ini, merupakan salah satu desa
dimanfaatkan untuk alternatif sarana hubungan,
di wilayah Kecamatan Air Besar, dimana desa-
dan mencari ikan (memancing, perangkap ikan).
24
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
Terkait kehidupan masyarakatnya yang agraris, sudah terdapat antena par abola, guna
jenis tanaman penduduk antara lain: padi (untuk mengakses siaran televisi. Akan tetapi, untuk
konsumsi sendiri), kacang, cabai, tomat. melakukan komunikasi melalui telepon belum
Disamping itu, sebagian warga juga menanam ada jaringan. Kondisi jalan (darat) menuju Desa
tebu dan buah-buahan. Engkangin rusak/berkubang.
Penduduk Desa Jambu berjumlah: 1.012 Alternatif lain, untuk menuju desa tersebut,
jiwa (laki-laki 604 jiwa/59,68 %, dan perempuan melalui jalur sungai, dengan menggunakan
508 jiwa/40,32 %). Mayoritas warga Desa perahu atau “pepet” istilah setempat. Namun
Jambu adalah etnis Dayak Bengkayan (etnis demikian, jalur sungai ini juga belum cukup
Kendayan sebagai induknya). Tingkat aman karena di bagian sungai tertentu terdapat
pendidikan warga Desa Jambu dapat dikatakan arus yang cukup deras. Penduduk Desa
rendah, hal itu terlihat pada data yang Engkangin (2010) berjumlah 1.209 jiwa/307 KK
menunjukkan, bahwa yang tidak sekolah sekitar (666 laki-laki dan 543 perempuan). Mata
40 %, SD tidak tamat (40 %), tamat SD dan pencaharian penduduk, umumnya, bertani padi
SMP (15 %), dan tamat SMA (5 %). Hanya (ladang, sawah), dan berkebun karet.
sebagain kecil warga yang melanjutkan sekolah
Warga Desa Engkangin umumnya
SMP, SMA dan ke Perguruan Tinggi.
memeluk agama Kristen, dan telah tersedia
Warga Desa Jambu umumnya menganut gereja, empat buah untuk Kristen Protestan dan
agama Nasrani (Katolik 45 KK, Protestan 44 dua buah untuk Kristen Katolik. Keamanan
KK) dan telah tersedia dua buah gereja. Tiap desa “sangat” sehingga karenanya tidak ada
ibadah rutin dan acara ritual tertentu (kematian, siskamling yang dilakukan warga. Sebagai
misalnya) mereka dibimbing/dilayani oleh gambaran, warga tidak khawatir memarkir
pendeta, dimana pendeta tersebut datang saat kendaraan (motor) di luar rumah/halaman
ibadat mingguan dan saat kematian. rumah walaupun pada malam hari.
Solidaritas warga Desa Engkangin cukup
b. Desa Engkangin
baik, hal itu terlihat, jika ada warga yang sakit
Seperti Desa Jambu, Desa Engkangin atau meninggal, umumnya warga lain
juga merupakan salah satu desa di wilayah memberikan bantuan guna meringankan beban
Kecamatan Air Besar. Desa Engkangin yang keluarga yang terkena musibah ter but.
juga terletak di DAS ini, terbagi dalam dua Demikian halnya ketika ada warga yang
dusun, yakni Dusun Engkangin dan Dusun sedang hajatan, warga lain secara berbondong
Tauk. Batas-batas dengan lingkungan akan mengunjungi keluarga yang sedang
sekitarnya: Desa Dange Aje di sebelah utara, hajatan tersebut dengan membawa bawaan
Desa Sakendal di sebelah selatan, Desa sebagaimana kebiasaan warga setempat.
Serimbu di sebelah barat, dan dengan Desa Selain itu, ada upacara pesta panen atau biasa
Merayuh di sebelah timur. Rumah penduduk disebut naik dangau. Ketika dilaksanakan
umumnya berbentuk panggung yang acara ini, umumnya warga terutama laki-laki
merupakan tradisi rumah etnis Dayak berpesta pora dengan makan dan minum-
(Kalimantan) yang dibuat dari bahan-bahan minuman (beralkohol yang dibuat secara
yang ada di lingkungan pemukiman mereka tradisional).
(hutan), seperti: kayu, bambu, dan atap rumbia.
Namun demikian, juga sudah banyak rumah 2.1.2 Kabupaten Rembang
penduduk yang menggunakan bahan seng.
Kabupaten Rembang dengan luas 101,408
Terdapat kondisi yang cukup kontras dalam
hektar dan jumlah penduduk 591.786 jiwa,
kehidupan masyarakat Desa Engkangin, yaitu
25
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
26
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
27
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
sarana prasarana: infrastruktur (alan) yang Adapun Desa Sendangmulyo dan Desa
masih minim termasuk sarana komunikasi dan Mlatirejo di wilayah Kecamatan Bulu Kabupaten
transportasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan Rembang Provinsi Jawa Tengah, sebenarya
yang terbatas, dimana hal ini berkorelasi dengan (sudah) tidak lagi dikategorikan sebagai desa
kualitas sumberdaya manusia (SDM) tertinggal (terbelakang), karena dari sisi
(Bappenas, 2006). infrastruktur, seperti: jalan, fasilitas pendidikan,
fasilitas kesehatan, dan fasilitas ekonomi dapat
Kondisi tersebut, juga berhubungan
dikatakan relatif tersedia (memadai). Dari sisi
dengan asset yang tersedia/dimiliki oleh kedua
desa tersebut, yakni modal fisik (bangunan), asset, yakni modal fisik, lingkungan, dan sosial
yang relatif tersedia, kecuali modal sumberdaya
finansial, sumberdaya manusia (SDM), dan
teknologi yang juga terbatas adanya. Namun manusia (SDM), teknologi, dan finansial yang
masih perlu ditingkatkan.
demikian, dari sisi modal lingkungan (khususnya
alam) sekitar dan modal sosial masih cukup Secara geografis, kedua desa tersebut
memberikan harapan bagi berkembangnya ke berbatasan langsung dengan hutan lindung (Jati),
dua desa tersebut. dan merupakan desa penghasil: jagung, padi, buah
pisang, dan buah mangga. Buah pisang dan buah
Di sisi Lain, secara geografis, dua desa
mangga, ketika musim panen sangat melimpah,
yang berada di tepian Sungai Landak tersebut,
potensial dikembangkan, baik untuk pertanian, yang terjadi kemudian harga komoditas tersebut
perkebunan, dan perikanan. Lahan pertanian jatuh. Disamping sebagai petani, pada umumnya
baik untuk pertanian maupun perkebunan masih warga juga beternak sapi.
terbentang luas, sementara itu, sungai yang ada Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan
baru termanfaatkan untuk sarana transportasi buah pisang dan buah mangga melalui teknologi
dan sarana sosial lainnya, dan belum tepat guna, agar menjadi tahan lama, dan
termanfaatkan secara ekonomi. mempunyai nilai ekonomi yang wajar. Terkait
kotoran ternak sapi warga, dimungkinkan
Oleh karena itu, pembangunan
pengelolaan melalui teknologi (tepat guna)
infrastruktur: jalan, pendidikan, kesehatan di
kedua desa merupakan kebutuhan fisik desa menjadi Bio Gas sebagai sumber energi untuk
yang memerlukan perhatian dari pihak (instansi masak.
pemerintah bidang fisik) terkait. Terkait itu,
b. Permasalahan
program pemberdayaan sosial (dari instansi
pemerintah lingkup kesejahteraan rakyat) Permasalahan sosial menonjol di empat
menjadi penting untuk dilakukan dan desa lokasi penelitian adalah masalah
disinergikan terhadap program pembangunan kemiskinan penduduk. Iimplikasinya, banyak
infr astruktur tersebut dalam kerangka permasalahan kesejahteraan sosial muncul,
pengembangan kedua desa tersebut. sebagaimana terlihat pada data berikut:
28
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
Sehubungan dengan itu, berbagai asset Oleh karena itu, yang diperlukan adalah
sebagai sumber daya atau potensi perlu optimalisasi asset tersebut dalam kerangka
dioptimalkan pemanfaatannya, dimungkinkan pemberdayaan masyarakat di kedua desa
intervensi dari pihak luar dalam kerangka tersebut. Secara khusus, dimungkinkan perlu
penanganan permasalahaan kemiskinan pendampingan ketika hutan lindung (Jati) mulai
penduduk khususnya dan penanganan masa panen, karena telah ada MoU antara
permasalahan kesejahteraan sosial umumnya. pihak Perhutani dengan masyarakat di kedua
Dalam upaya penanganan PMKS, desa tersebut dimana mereka tergabung dalam
dimungkinkan intervensi dari pihak luar Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH)
khususnya Kementerian Sosial baik yang bahwa 2% hasil hutan Jati tersebut akan
bersifat bantuan sosial bagi kelompok rentan diserahkan warga melalui LMDH.
maupun pember dayaan sebagai upaya
pengembangan warga yang powerless. 2.3 Pro gram pembangunan yang
dilaksanakan
2.2.2 Asset komunitas Kenyataan empirik menunjukkan, pogram
Dari sisi asset komunitas, yaitu: fisik, pembangunan, khususnya oleh pemerintah,
finansial, sumberdaya manusia, lingkungan, dan sudah banyak dilakukan, baik di Desa Jambu
teknologi (Adi, 2008) sebagai sumber daya atau dan Engkangin di Wilayah Kecamatan Air Besar
potensi, pada Desa Jambu dan Desa Engkangin (Landak, Kalimantan Barat) maupun Desa
di wilayah Kecamatan Air Besar (Landak, Sendangmulyo dan Desa Mlatirejo di Wilayah
Kalimantan Barat), dapat dikatakan relatif Kecamatan Bulu (Rembang, Jawa Tengah).
terbatas, kecuali modal lingkungan (alam) yang Program pembangunan tersebut antara lain:
terbentang luas sebagai lahan pertanian maupun Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
perkebunan, dan modal sosial yang (tetap) (PNPM) untuk membangun infrastruktur desa,
terpelihara dengan baik. Sementara itu, yaitu: penyaluran air ke rumah-rumah warga
terhadap asset fisik, finansial, sumberdaya dan pembangunan talud/tanggul jalan di Desa
manusia, dan teknologi perlu intervensi dari Mlatirejo, dan pengaspalan jalan dan
pihak luar khususnya pemerintah. pembangunan talud/tanggul jalan di Desa
Adapun Desa Sendangmulyo dan Desa Sendangmulyo. Bantuan Langsung Tunai
Mlatirejo di wilayah Kecamatan Bulu (BLT) bagi keluarg miskin (di Desa Jambu,
Engkangin, Sendangmulyo, dan Mlatirejo),
(Rembang, Jawa Tengah), dari sisi asset yaitu:
fisik dan sosial (Adi, 2008) sebagai sumber daya Bantuan Beras untuk Keluarga Miskin (Raskin)
atau potensi dapat dinyatakan cukup tersedia. di empat desa tersebut, Electricity melalui PLN
29
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
30
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
31
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
32
Masyarakat Desa Tertinggal Muhtar dkk.
BIBLIOGRAFI
33
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Vol. 16 No. 01, Tahun 2011
Miles, Mateehew B., Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tntang Metode-Metode Baru. Penerjemah: Tjetjep Rohendi Rohidi. Penerbit: UI-
PRESS.
Payne, Malcolm. 1997. Modern Social Work Theory. Second edition. London: Macmillan
Press Ltd.
Pranarka, A.M.W. & Moeljarto, Vindyandika. 1996. Pemberdayaan (Empowerment).
Pemberdayaan, konsep, dan implementasi, Jakarta: Centre for strategic and
intenational studies (CSIS).
Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumodiningrat, Gunawan. 2009. Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa: Menanggulangi
Kemiskinan dengan Prinsip Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.
World Bank. 1995,1999. World Development Report, Washington DC (beberapa tahun terbitan).
htt:/www.gp-ansor.org/opini.2006 (20/3/2009).
htt:/www.mudrajad.com (20/3/2009).
34