Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 13

Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum

Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Research Article

Urgensi Pembaharuan Regulasi Perlindungan Konsumen di Era Bisnis Digital


Yustina Dhian Novita1*, Budi Santoso2
1Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
2Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
*yustinadhiann@gmail.com

ABSTRACT

Technological developments change the value of life, mainly in business development. The need for laws that can
guarantee the rights of parties in digital business era especially the consumer protection, increase rapidly a long
with the more complicated problem but UUPK were born long before digitization. This article aims to understand
how UUPK accommodate problems that occur in the digital business era and how the effectiveness of existing
dispute resolution resolves these problems. The research method used is normative juridical with descriptive
research specifications, data collection is carried out through documentary studies and literature studies, data
analysis is carried out qualitatively through deductive thinking logic analysis. UUPK was issued since 1999 prior to
digitalization so that it does not regulate consumer problems in digital transactions, although consumers can use
the ITE Law as a legal basis, the ITE Law has not technically regulated consumer protection, so it needs renewal
against the UUPK. Even with regulatory limitations, there are new innovations related to the dispute resolution
model, namely ODR, which is a synergy between ADR and ICT and able to simplify the dispute resolution process
to become unobstructed space at low cost and fast.

Keywords : Consumer Law; Consumer Protection; Digital Business Era.

ABSTRAK

Perkembangan teknologi mengubah tatanan nilai dan kehidupan manusia, salah satunya yaitu perkembangan
bisnis. Kebutuhan terhadap hukum yang dapat menjamin hak para pihak dalam bisnis di era digital khususnya
perlindungan terhadap konsumen meningkat pesat seiring permasalahan yang semakin kompleks. Namun,
regulasi yang yang mengatur terkait perlindungan konsumen merupakan regulasi yang lahir jauh sebelum
digitalisasi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk memahami bagaimana regulasi perlindungan konsumen
mengakomodir permasalahan yang terjadi di era bisnis digital serta bagaimana efektivitas penyelesaian sengketa
yang sudah ada menyelesaikan permasalahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif, pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumenter maupun
studi kepustakaan, analisis data dilakukan secara kualitatif melalui penelaahan logika berpikir secara deduktif.
UUPK sebagai regulasi yang khusus mengatur terkait Perlindungan Konsumen terbit sejak tahun 1999 sebelum
adanya digitalisasi sehingga tidak mengatur terkait permasalahan konsumen dalam transaksi digital, meskipun
konsumen dapat menggunakan UU ITE sebagai dasar hukum, UU ITE belum mengatur secara teknis terkait
perlindungan konsumen, sehingga perlu adanya pembaharuan terhadap UUPK. Meskipun dengan keterbatasan
regulasi, terdapat inovasi baru terkait model penyelesaian sengketa yaitu ODR yang merupakan sinergitas antara
ADR dengan ICT yang mampu menyederhanakan proses penyelesaian sengketa menjadi tak terhalang ruang
dengan biaya murah dan cepat.

Kata Kunci : Hukum Perlindungan Konsumen; Perlindungan Konsumen; Era Bisnis Digital.

46
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

A. PENDAHULUAN membeli barang dari luar daerahnya atau bahkan dari


Perkembangan teknologi membawa dampak luar wilayah indonesia tanpa terlebih dahulu melihat
yang begitu besar bagi tatanan kehidupan. Dampak atau memeriksa kondisi barang. Hal tersebut
positif yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi meningkatkan risiko kecurangan pelaku usaha yang
yang begitu pesat adalah kemudahan dalam akan merugikan konsumen. Regulasi terkait
memperoleh informasi secara daring. Teknologi telah Perlindungan hukum terhadap konsumen maupun
mengubah cara manusia berkomunikasi dan pelaku usaha dapat ditemukan dalam UUPK. UUPK
berinteraksi. Bahkan memberi warna baru bagi menetapkan bahwa yang dimaksud Pelaku Usaha
perkembangan bisnis di indonesia bahkan di dunia. adalah pelaku usaha yang berkedudukan di Indonesia.
Perkembangan teknologi menjadi faktor utama Sehingga terkait sengketa yang terjadi antara
globalisasi. Perkembangan teknologi mengubah konsumen dan pelaku usaha yang berkedudukan di
analog menjadi digital. Beberapa aspek yang dulu luar wilayah indonesia, undang – undang perlindungan
bersifat lokal dan sempit jangkauannya, kini telah konsumen tidak dapat mengakomodir permasalahan
beralih ke jangkauan yang lebih luas bahkan global. tersebut.
Ditinjau dari aspek sosial, Era digital memungkinkan Selain banyaknya masalah yang terjadi di
manusia berinteraksi bahkan berbisnis dengan kalangan pasar ritel, bisnis startup juga memiliki
manusia di belahan negara lain dengan sangat mudah. masalahnya tersendiri. Maraknya order fiktif oleh
Era digital memungkinkan masyarakat melakukan jual oknum konsumen tidak bertanggung jawab di kalangan
beli tanpa adanya tatap muka. Jual beli dapat penyedia jasa pesan antar tentu saja sangat
dilakukan bahkan ketika Pelaku Usaha dan Konsumen merugikan penyedia jasa. Undang – undang
berada dalam jarak yang cukup jauh secara geografis. perlindungan konsumen mengatur hal – hal yang
Setelah beralihnya pasar ritel ke media digital dilarang bagi pelaku usaha namun belum mengatur hal
atau biasa disebut market place, selanjutnya era hal yang dilarang bagi konsumen. Padahal seiring
startup tumbuh dengan pesat, diantaranya berkembangnya zaman, kerugian dapat dialami
menawarkan jasa transportasi dan pesan antar hingga konsumen maupun pelaku usaha, sehingga perlu
pemesanan tiket dan hotel. adanya suatu regulasi khusus yang dapat melindungi
Selain memberikan dampak positif, perubahan hak – hak dari konsumen maupun Pelaku Usaha baik
membawa pula dampak negatif seiring dengan adanya dalam bisnis konvensional maupun bisnis digital.
perubahan nilai dan tatanan kehidupan. Seiring Selanjutnya hal yang perlu diperhatikan adalah
dengan mudahnya akses informasi, kemungkinan pencantuman klausula baku. Kesetaraan kedudukan
penyalahgunaan informasi tersebut juga menjadi antara konsumen dan pelaku usaha memang sudah
mudah. Bisnis digital memungkinkan konsumen diakui secara yuridis, namun praktiknya, konsumen

47
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

tidak memiliki pilihan lain selain mematuhi aturan yang dalam mengakomodir setiap permasalahan yang
diberikan oleh Pelaku Usaha (Syamsudin, 2018). timbul, dan apabila dirasa tidak lagi efektif, maka perlu
Salah satu contoh nyata dapat ditemukan pada praktik dilakukan pembaharuan terhadap regulasi tersebut.
jual beli online, pencantuman klausula baku oleh Sebagai suatu negara hukum, segala bentuk
penjual merupakan hal yang biasa dilakukan, hal tindakan apapun itu termasuk perilaku dalam bisnis di
tersebut menimbulkan adanya daya tawar yang tidak era digital haruslah sesuai dengan peraturan
seimbang antara penjual dan pembeli (Nugraha, perundangan. Indonesia telah memiliki regulasi yang
Mukhtar, & Ardianto, 2015). Beberapa aplikasi dapat digunakan untuk melindungi hak – hak
mengharuskan konsumen mengijinkan akses terhadap konsumen dan pelaku usaha, namun regulasi tersebut
data yang terdapat pada ponsel konsumen sebelum lahir jauh sebelum digitalisasi itu ada sehingga tidak
menggunakan beberapa aplikasi Data apa saja yang lagi dapat mengimbangi kehidupan manusia yang
akan diakses pelaku usaha cenderung tidak jelas. sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman.
Pada beberapa aplikasi pinjaman online misalnya, Belum adanya pembaharuan terhadap undang –
kreditur dapat mengakses daftar kontak milik debitur. undang perlindungan konsumen menimbulkan
Data tersebut kemudian digunakan sebagai sarana kerumitan dalam penegakan hukumnya bagi
penagihan hutang ketika debitur yang bersangkutan konsumen dan pelaku usaha yang mengalami
tidak mampu melunasi hutangnya. Penagihan hutang kerugian.
dilakukan bukan kepada yang bersangkutan langsung Bekerjanya hukum secara efektif dalam
namun kepada pihak lain yang tertera pada daftar masyarakat dapat tercermin ketika, hukum
kontak debitur. dilaksanakan dan ditaati dengan baik oleh masyarakat.
Sebagaimana diatur dalam undang – undang Hukum harus dapat mengarahkan perilaku masyarakat
perlindungan konsumen bahwa pencantuman klausula sehingga tujuan pembentukan hukum dapat terwujud
baku oleh pelaku usaha merupakan hal yang dilarang (Nugrahaningsih, 2017).
dan memungkinkan untuk batal demi hukum. Hukum dianggap memiliki peran besar dalam
Beberapa permasalahan tersebut diatas perubahan masyarakat yaitu ketika hukum dapat
merupakan sebagian kecil dari banyaknya merespons dengan cepat perubahan hukum yang
permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan terjadi, mengingat permasalahan dalam masyarakat
bisnis di era digital dan akan terus berkembang cenderung berubah secara cepat mengikuti perubahan
menjadi lebih kompleks seiring dengan perkembangan pola hidup masyarakatnya. Namun ketika hukum
teknologi. Demi menjamin hak tiap individu yang cenderung lambat dalam merespon perubahan, hukum
terlibat dalam Bisnis Digital khususnya konsumen, memperkecil fungsinya dalam masyarakat, sehingga
regulasi yang sudah ada perlu diuji efektivitasnya

48
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

masyarakat berubah dengan sendirinya bukan karena pada asas-asas. Tapi ini tidak-lah berarti bahwa
adanya hukum yang bekerja (Rahardjo, 2010). dengan bekerja secara mantik semata-mata untuk
Sebagai sebuah sistem, hukum terbagi dalam 3 tiap-tiap hal dapat dicarikan keputusan hukumnya.
(tiga) komponen yaitu : struktur hukum, substansi Sebab disamping pekerjaan intelek, putusan itu selalu
hukum dan kultur hukum (Friedman, 2009). Struktur didasarkan pada penilaian yang menciptakan sesuatu
hukum/penegak hukum merupakan alat yang yang baru” (Arif, 2013)
menjalankan hukum berupa suatu lembaga yang Berdasarkan teori hukum tersebut, dalam
diciptakan oleh hukum, diantaranya kepolisian, menjalankan fungsinya, 3 komponen sistem hukum
kejaksaan dan pengadilan yang memiliki fungsi tersebut saling terkait satu sama lain, substansi hukum
sebagai law enforcement (Arif, 2013) . Substansi yang selalu dapat mengimbangi permasalahan masa
hukum merupakan norma hukum yang digunakan kini sangat dibutuhkan agar dapat menjadi pedoman
sebagai pedoman bagi struktur hukum untuk bekerjanya struktur hukum dan terciptanya budaya
menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum, hukum yang baik.
diantaranya berupa UU maupun peraturan tertulis UUPK dapat berlaku secara efektif bergantung
lainnya (Arif, 2013). Kultur hukum/budaya hukum pada sistem hukum yang saling berhubungan yaitu
merupakan suatu hal yang tercipta, yang merupakan penegak hukum dalam menyikapi regulasi
cerminan ide, sikap, harapan maupun sudut pandang Perlindungan Konsumen, UUPK sebagai substansi
lawyer dan judges sebagai internal legal culture dan hukum serta kultur hukum yang tidak hanya meliputi
masyarakat sebagai external legal culture dalam hukum negara dan hukum adat namun juga meliputi
menghadapi hukum (Arif, 2013). Sebagai suatu sistem, kebiasaan pelaku usaha dan konsumen dalam
struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum menjalankan fungsinya masing - masing
saling berinteraksi pada realitas hukum dan sosial (Nugrahaningsih, 2017).
(Arif, 2013). Tulisan ini membahas : 1) bagaimana regulasi
Salah satu ciri dari sistem hukum adalah perlindungan konsumen mengakomodir permasalahan
sifatnya yang terbuka. Salah satu penganut teori hukum yang terjadi di era bisnis digital
sistem hukum terbuka adalah Paul Scholten yang dan 2) bagaimana efektivitas model penyelesaian
berpendapat bahwa ”Hukum itu merupakan suatu sengketa konsumen yang sudah ada menyelesaikan
sistem; bah-wa semua peraturan-peraturan itu saling sengketa hukum di era bisnis digital
berhubungan yang satu ditetapkan oleh yang lain; Tujuan dari artikel ini yaitu 1) untuk memahami
bahwa peraturan-peraturan tersebut dapat disusun dan mengeksplorasi efektivitas regulasi perlindungan
secara mantik dan untuk yang bersifat khusus dapat konsumen mengakomodir permasalahan hukum di era
dicari aturan-aturan umumnya, sehingga sampailah bisnis digital serta 2) untuk mengetahui dan

49
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

mengeksplorasi efektivitas model penyelesaian permasalahan yang semakin kompleks yang terjadi
sengketa konsumen yang sudah ada menyelesaikan pada ranah bisnis digital, serta bagaimana efektivitas
sengketa hukum di era bisnis digital model penyelesaian sengketa konsumen yang sudah
Artikel terkait sengketa konsumen telah disusun ada dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.
sebelumnya oleh Ashinta Sekar Bidari yang berfokus Melalui artikel ini diharap dapat menjelaskan efektivitas
pada “Penyuluhan Hukum Tentang Peluang Dan regulasi hukum perlindungan konsumen yang sudah
Ancaman Bagi Konsumen Dalam Transaksi Online Di ada dan model penyelesaian sengketa yang diatur
Indonesia” (Bidari, 2020), Trivena Gabriela Miracle berdasarkan regulasi tersebut sehingga dapat
Tumbel yang berfokus pada “Perlindungan Konsumen mendorong adanya pembaharuan regulasi apabila
Jual Beli Online Dalam Era Digital 4.0” (Tumbel, 2020), dibutuhkan. Pembaharuan regulasi tersebut bertujuan
Arfian setiantoro dkk yang berfokus pada “Urgensi menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan
Perlindungan Hukum Konsumen Dan Penyelesaian dari hukum itu sendiri.
Sengketa E-Commerce Di Era Masyarakat Ekonomi
Asean” (Setiantoro dkk, 2018). B. METODE PENELITIAN
Topik perlindungan terhadap Konsumen dan Untuk menjawab isu hukum tersebut, metode
Pelaku Usaha juga merupakan hal yang penting dan pendekatan yang digunakan dalam artikel ini adalah
terus diupayakan pembaharuannya oleh Negara – Konsep Normatif/Dogmatik. Suteki dalam bukunya
Negara Asing. Banyak artikel ditulis guna mendukung menjelaskan bahwa “metode ini lebih menekankan
perwujudan hukum perlindungan konsumen yang pada konsepsi bahwa hukum dapat dipandang sebagai
efektif dan dapat mengimbangi permasalahan masa seperangkat peraturan perundang – undangan yang
kini. Contohnya adalah artikel yang ditulis oleh Luke R. tersusun secara sistematis berdasarkan pada tata
Nottage yang berfokus pada Meningkatkan Efektivitas urutan yang tersusun secara piramidal – hierarkial,
Sistem Keamanan Produk Konsumen: Reformasi dengan sumber utama yang disebut dengan istilah
Hukum Australia dalam Konteks Asia-Pasifik (Nottage, grundnorm sebagai payung dari seluruh peraturan
2020) dan Daniel Chow yang berfokus pada Alibaba, perundang – undangan. Tata urutan tersebut harus
amazon, dan pemalsuan di era internet (Chow, 2020) memiliki ciri khas, yaitu adanya harmonisasi atau
Artikel ini memiliki fokus yang berbeda dengan sinkronisasi, baik sinkronisasi vertikal maupun
artikel – artikel sebelumnya meskipun masih berada sinkronisasi horizontal, yang mana sinkronisasi vertikal
dalam topik yang sama yaitu terkait perlindungan menghendaki agar peraturan perundang - undangan
konsumen di era digital. Artikel ini lebih menekankan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
pada bagaimana efektivitas regulasi perlindungan peraturan yang lebih tinggi sedangkan sinkronisasi
konsumen yang sudah ada dalam mengakomodir horizontal menghendaki adanya kesesuaian antara

50
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

peraturan perundang – undangan yang setingkat tanpa Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan f)
ada pertentangan” (Suteki, 2018). Penulisan artikel ini Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang
menggunakan metode penelitian deskriptif, yang akan Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik g)
menggambarkan fakta selengkap – lengkapnya terkait Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang
isu hukum pada permasalahan tulisan ini. Perdagangan melalui sistem elektronik h) Peraturan
Pengumpulan data/bahan hukum dilakukan melalui Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
studi dokumenter dengan pencarian ke lokasi terkait tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
seperti Pengadilan Negeri maupun studi kepustakaan Teknologi Informasi”
dengan pencarian bahan hukum ke perpustakaan. UUPK dan KUHPerdata merupakan regulasi
Data/bahan yang dikumpulkan selanjutnya yang sudah ada jauh sebelum teknologi dan digitalisasi
dikelompokkan menjadi bagian – bagian kemudian berkembang dengan begitu cepatnya. Sehingga saat
dianalisis secara mendalam yaitu dengan menggali ini, ketika bisnis digital menjadi suatu hal yang nyata
asas, nilai, serta norma pokok yang ada pada data dalam kehidupan masyarakat, UUPK dan KUHPerdata
tersebut, kemudian dibandingkan dengan regulasi memiliki banyak kekurangan dalam mengimbangi
yang ada sehingga dapat ditemukan sejauh mana permasalahan baru yang belum diatur sebelumnya.
sinkronisasi maupun inkonsistensi diantara regulasi Transaksi virtual yang terjadi dalam jual beli
terkait rumusan masalah dalam artikel ini. Analisis data online menggunakan bank sebagai perantara
dilakukan secara kualitatif melalui penelaahan logika pembayaran, mengingat antara penjual dan pembeli
berpikir secara deduktif. bisa berasal dari lokasi yang berbeda sehingga penjual
dan pembeli tidak perlu saling berhadapan secara
C. HASIL DAN PEMBAHASAN langsung (Susanti, 2017). Meskipun demikian, terdapat
1. Regulasi terkait Perlindungan Hukum terhadap hubungan hukum yang terjadi antara penjual dan
Konsumen dan Pelaku Usaha Era Bisnis Digital pembeli sebagai akibat dari proses jual beli, sehingga
di Indonesia terhadapnya dapat diberlakukan regulasi terkait jual
Beberapa peraturan terkait Perlindungan Hukum beli sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1474
terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha antara lain sampai dengan 1540 KUHPerdata.
sebagai berikut : “a) Kitab Undang Undang Hukum Pasal 1457 KUHPerdata memberi definisi
terhadap jual beli yaitu
Perdata; b) Kitab Undang Undang Hukum Pidana; c)
Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang “Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
Perlindungan Konsumen d) Undang Undang Nomor 19 menyerahkan suatu kebendaan dengan pihak lain
Tahun 2016 Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.
Selanjutnya Pasal 1458 KUHPerdata menyatakan
Informasi dan Transaksi Elektronik e) Undang Undang bahwa “Jual beli itu dianggap terjadi antara ke dua

51
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

belah pihak, seketika setelah orang-orang ini mencapai Menurut Helldya dalam artikelnya (Simanullang,
sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya,
2017) salah satu hak yang sangat penting namun
meskipun kebendaan itu belum diserahkan dan
harganya belum dibayar” (Tumbel, 2020). belum dapat terlindungi dengan baik dalam transaksi
Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui digital adalah hak akan jaminan terhadap kerahasiaan
bahwa terhadap proses jual beli berlaku pula data pribadi para pihak meliputi data pribadi penjual
ketentuan perikatan dalam buku III KUHPerdata. maupun pembeli, UUPK belum mengatur terkait
“Jual beli merupakan perjanjian konsensuil yaitu sudah perlindungan hak tersebut, perlindungan kerahasiaan
terbentuk sejak adanya kata sepakat mengenai barang data tersebut sangat penting demi keamanan dan
dan harganya, hak-hak dan kewajiban para pihak
sudah terjadi sejak adanya kata sepakat meskipun kenyamanan para pihak, untuk menghindari perbuatan
harga belum dibayar dan barang belum diserahkan” curang berupa penyalahgunaan data pribadi maupun
(Tumbel, 2020).
jual beli data pribadi untuk kepentingan salah satu
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1319 pihak (Simanullang, 2017).
KUHPerdata, kesepakatan antara para pihak dalam Namun regulasi terkait perlindungan konsumen
jual beli yaitu penjual dan pembeli merupakan ciri dari di era bisnis digital secara khusus diatur dengan UU
sebuah perjanjian. ITE yang telah mengalami beberapa kali perubahan
Regulasi terkait perlindungan terhadap demi mengimbangi perubahan hukum dalam
konsumen diatur secara khusus dengan “Undang – masyarakat. Perlindungan yang diberikan UU ITE
undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan bersifat represif, dalam arti isi ketentuan dalam UU ITE
Konsumen”. UUPK terdiri dari 15 (lima belas) bab yang mendasarkan pada perbuatan yang tergolong sebagai
secara berurutan menerangkan tentang : “ketentuan Tindak Pidana dengan sanksi berupa penjara dan
umum, asas dan tujuan, hak dan kewajiban konsumen denda (Tumbel, 2020).
serta pelaku usaha, perbuatan yang dilarang bagi Pasal yang dapat diterapkan terkait
pelaku usaha, pencantuman klausula baku, tanggung perlindungan terhadap para pihak dalam transaksi
jawab pelaku usaha, pembinaan dan pengawasan, digital dapat dilihat pada Pasal 9 UU ITE yang
badan perlindungan konsumen nasional, lembaga menyatakan bahwa :
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, “Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui
penyelesaian sengketa, badan penyelesaian sengketa Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang
lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak,
konsumen, penyidikan, sanksi, ketentuan peralihan produsen, dan produk yang ditawarkan”.
dan ketentuan penutup”.
Informasi terkait syarat kontrak berhubungan dengan
UUPK lahir jauh sebelum digitalisasi, sehingga
hak maupun kewajiban yang harus dipenuhi para pihak
belum sepenuhnya mampu menjamin hak hak
dalam perjanjian jual beli, serta informasi atas
konsumen dalam bisnis digital.
identitas, kompetensi dan status subjek hukum

52
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

sebagaimana diatur sebagai syarat sahnya perjanjian. oleh pelaku usaha dalam negeri maupun luar negeri
Produk yang ditawarkan juga harus memiliki informasi dengan target pasar masyarakat Indonesia (Pariadi,
yang memadai seperti deskripsi barang, kualitas, dan 2018).
sebagainya (Tumbel, 2020). Pasal 65 UU Perdagangan mewajibkan
Selanjutnya adalah Pasal 28 UU ITE yang pelaku usaha dalam jual beli secara digital untuk
mengatur terkait perbuatan yang dilarang dalam suatu menyediakan data dan informasi secara lengkap
perjanjian jual beli online yaitu penjual dilarang dan benar guna mempermudah penelusuran legalitas
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang transaksi (Pariadi, 2018).
dapat menimbulkan kerugian bagi pembeli. Bagi Perlindungan hukum terhadap konsumen jasa
penjual yang melanggar ketentuan tersebut dapat keuangan elektronik atau biasa disebut financial
dipidana dengan pidana penjara maksimal 6 tahun technology (fintech) juga perlu mendapat perhatian
atau denda sebesar 1 milyar rupiah sebagaimana lebih. OJK merupakan lembaga yang memiliki
diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU ITE (Tumbel, kewenangan dalam pengawasan perusahan fintech.
2020). Pengawasan berpedoman pada Peraturan OJK No
Ketentuan terkait transaksi jual beli online yang 77/POJK01?2016 tentang layanan Pinjam Meminjam
diatur dalam UU ITE terbagi menjadi imbauan yang Uang Berbasis Teknologi Informasi, namun peraturan
diatur dengan Pasal 9, penindakan yang diatur dengan tersebut dirasa masih memiliki banyak kekurangan
Pasal 28 ayat (1) dan sanksi pidana yang diatur untuk dapat mengakomodir segala bentuk
dengan Pasal 45A ayat (1) (Tumbel, 2020). permasalahan terkait aktivitas perusahaan fintech
Informasi Elektronik maupun dokumen serta tersebut sehingga perlu adanya regulasi yang lebih
hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah karena lengkap yang dapat dijadikan pedoman bagi OJK
merupakan perluasan Alat Bukti yang telah diatur dalam rangka mengawasi perusahaan fintech serta
dengan Hukum Acara Perdata, dengan syarat bahwa dapat mengimbangi permasalahan yang cukup
informasi maupun dokumen tersebut menggunakan kompleks dalam penyelenggaraan financial technology
sistem elektronik yang telah ditentukan dalan UU ITE (Rahmayani, 2018).
dan PP No 28 tahun 2012 (Akhmaddhian, 2016). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
Selain UU ITE, regulasi terkait transaksi jual beli efektivitas berlakunya peraturan terkait perlindungan
secara digital dapat ditemukan dalam UU konsumen di era bisnis digital adalah : pertama,
Perdagangan dan aturan pelaksanannya. Pasal 65 dan struktur hukum. Pemerintah merupakan struktur hukum
66 UU Perdagangan dan aturan pelaksanannya yang mempengaruhi efektivitas bekerjanya suatu
berlaku serta wajib dipatuhi oleh pihak – pihak dalam peraturan dalam fungsinya sebagai pembentuk
setiap transaksi jual beli secara digital yang dilakukan kebijakan. Pemerintah telah memberikan kepastian

53
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

hukum demi menjamin hak konsumen dalam bisnis ketika melakukan transaksi menggunakan media
digital melalui UUPK, UUITE, UU Perdagangan, digital (Nugrahaningsih, 2017).
beberapa PP terkait yaitu PP tentang Kedua, substansi hukum. Regulasi yang dapat
Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik menjadi dasar hukum perlindungan konsumen dalam
serta PP terkait Perdagangan melalui sistem elektronik transaksi digital belum mengatur hal – hal teknis.
bahkan peraturan OJK tentang Layanan Pinjam Contoh, dalam kasus jual beli secara digital, dimana
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. pembeli menerima barang yang tidak sesuai dengan
Meskipun demikian masih banyak ketentuan dalam apa yang dijanjikan penjual, sehingga menimbulkan
UUPK yang dilanggar oleh pelaku usaha, contohnya kerugian pada pihak pembeli. Meskipun penjual
adalah Pasal 8 dan Pasal 9 (Nugrahaningsih, 2017). memberi garansi untuk penukaran barang, namun
Pasal 8 dan 9 tersebut mengatur terkait perbuatan kerugian tetap saja terjadi pada pihak pembeli
yang dilarang bagi penjual dalam memproduksi mengingat pada beberapa kasus, ongkos kirim
maupun memasarkan barangnya, seperti adanya penukaran barang tetap dibebankan pada pembeli
ketidaksesuaian ukuran maupun kondisi barang yang (Nugrahaningsih, 2017). Regulasi yang mengatur hal
diterima pembeli dengan apa yang dijelaskan penjual teknis seperti pembebanan ongkos kirim akibat
dalam keterangan barang. Kenyataannya, banyak kelalaian pelaku usaha tersebut sangat dibutuhkan
pembeli mengalami kerugian diakibatkan oleh penjual sebagai suatu standar yang mengikat guna mengatur
yang curang dalam menjelaskan kondisi barang, perilaku pelaku usaha sehingga dapat menjamin hak
keterangan terkait kondisi barang ditulis sangat baik, konsumen.
namun setelah diterima oleh pembeli, barang dalam Ketiga, kultur atau budaya dari pelaku usaha
kondisi maupun ukuran yang tidak sesuai dengan maupun konsumen serta pemerintah. Dalam jual beli
keterangan. melalui transaksi digital, pembeli maupun penjual
Khusus terkait bisnis digital, pemerintah kurang cenderung belum memahami hak dan kewajiban
responsif dalam mengikuti perubahan dan masing – masing, begitu pula terkait hal yang dilarang
perkembangan teknologi, hal tersebut dapat dilihat bagi penjual sebagai pelaku usaha sebagaimana diatur
dengan belum adanya perubahan terhadap UUPK dengan UUPK. Sebagai contoh, yaitu pencantuman
yang telah ada sejak tahun 1999, jauh sebelum klausula baku sebagaimana diatur dengan Pasal 18
munculnya digitalisasi sehingga UUPK belum secara UUPK. Pasal tersebut melarang pencantuman klausula
teknis mengatur ketentuan terkait perlindungan baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat dan tidak
konsumen dalam melakukan jual beli secara digital, dapat dibaca secara jelas oleh pembeli. Praktiknya,
begitu pula UU ITE dan peraturan lainnya belum beberapa penjual mencantumkan klausula baku
secara teknis mengatur terkait perlindungan konsumen dengan tulisan yang lebih kecil dan diletakkan dipojok

54
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

bawah keterangan barang sehingga penjual cenderung Ketentuan terhadap penyelesaian sengketa
tidak menyadari adanya klausula tersebut. Terkait isi antara konsumen dan pelaku usaha telah diatur dalam
dari klausula baku yang dilarang, telah secara jelas Pasal 45 Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
disebutkan dalam Pasal 18 UUPK, salah satunya diantaranya adalah pertama, penyelesaian secara
adalah klausula baku yang menyatakan bahwa penjual litigasi atau melalui pengadilan sebagaimana diatur
berhak menolak penyerahan kembali uang yang telah dengan Pasal 48 UUPK. Pasal 46 ayat 1 UUPK
dibayarkan pembeli atas sebuah barang tertentu. menentukan bahwa gugatan dapat diajukan secara
Klausula tersebut bertentangan dengan tanggung langsung oleh konsumen yang merasa dirugikan serta
jawab pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal ahli warisnya maupun kelompok konsumen yang terdiri
19 UUPK, yaitu penjual bertanggung jawab mengganti dari para konsumen dengan kepentingan yang sama
kerugian yang dialami pembeli akibat dari ataupun diajukan oleh Lembaga Perlindungan
mengonsumsi barang yang dijual oleh penjual, yang Konsumen Masyarakat (LPKSM) yang telah berbadan
mana ganti kerugian dapat berupa pengembalian uang hukum atau yang berbentuk yayasan dengan tujuan
maupun penggantian barang. pendirian berupa perlindungan konsumen
Beberapa penjual mencantumkan klausula baku sebagaimana diatur dalam AD/ART organisasi
tanpa mengetahui adanya larangan pencantuman tersebut. Pemerintah juga dapat menjadi pihak yang
klausula baku, dan pembeli yang tidak memahami mengajukan gugatan kepada pelaku usaha dalam hal
bahwa pencantuman klausula baku tersebut dilarang, kerugian yang disebabkan merupakan kerugian yang
tidak melakukan perlawanan apapun kepada penjual besar dengan korban yang tidak sedikit. Selanjutnya
ketika mengalami kerugian, tidak pula melakukan proses pengajuan gugatan didasarkan pada
pengaduan akibat dari kurangnya informasi terkait tata mekanisme pengajuan gugatan sebagaimana diatur
cara pengaduan tersebut (Nugrahaningsih, 2017). dengan ketentuan terkait Peradilan Umum.
Menanggapi fenomena tersebut, pemerintah Kedua, penyelesaian melalui mekanisme non
seharusnya lebih responsif, namun kenyataannya litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan.
hingga saat ini belum ada pembaharuan regulasi Adanya penyelesaian sengketa melalui jalur non
terkait perlindungan konsumen di era bisnis digital. litigasi dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu :
UUPK dan UU ITE pada praktiknya menjadi kurang pertama, konsumen dapat secara langsung meminta
efektif mengingat kurangnya teknis aturan yang ganti kerugian yang dialaminya kepada penjual, dalam
mengatur perlindungan konsumen di era bisnis digital hal ini UUPK menentukan bahwa penjual harus
(Nugrahaningsih, 2017). memiliki itikad baik dan memberikan tanggapan
2. Penyelesaian sengketa antara konsumen dan terhadap tuntutan tersebut dalam jangka waktu 7 hari
Pelaku Usaha Era Bisnis Digital di Indonesia

55
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan (3) terhadap putusan tersebut para pihak dapat
UUPK. mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK
Kedua, berdasarkan UU Arbitrase No 30 tahun melalui Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dengan
1999, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui Pasal 56 UUPK dengan jangka waktu maksimal 14
konsultasi, negosiasi, mediasi konsiliasi atau penilaian hari setelah menerima pemberitahuan terkait putusan
ahli. tersebut (Setiantoro dkk, 2018).
Ketiga, permasalahan tersebut diselesaikan Selain metode penyelesaian sengketa yang
melalui Badan Penyelesaian Konsumen. Konsumen sudah disebutkan sebelumnya, seiring berkembangnya
dapat mengajukan permohonan melalui sekretariat teknologi yang begitu pesat, inovasi dalam mekanisme
BPSK secara lisan maupun tertulis yang setidaknya penyelesaian sengketa perlu diterapkan, salah satu
berisi tentang identitas para pihak, barang atau jasa mekanisme inovatif tersebut adalah ODR atau Online
yang diadukan, bukti terkait perolehan barang Dispute Resolution (Widaningsih, 2017). ODR adalah
termasuk waktu dan tempat barang diperoleh serta penyelesaian sengketa dilakukan dengan
saksi saksi yang mengetahui proses perolehan barang. menggabungkan informasi pengolahan teknologi
Terhadap permohonan tersebut dapat ditempuh upaya komputer dengan fasilitas jaringan komunikasi internet
penyelesaian berupa : 1) para pihak yaitu konsumen (Candra, 2014). ODR merupakan sinergitas antara
dan pelaku usaha akan membuat sebuah perjanjian ADR (“Alternatif Disputes Resolution”) dan ICT
arbitrase yang mana perjanjian tersebut mengikat para (“Information and Computer Technology”) yang
pihak dan harus dipatuhi. 2) permasalahan diserahkan menyederhanakan proses penyelesaian sengketa
kepada konsiliator yang akan memberikan tanggapan menjadi tak terhalang ruang dengan biaya murah dan
terkait permasalahan tersebut, namun tanggapan cepat dibandingkan dengan ADR yang bersifat
konsiliator tersebut tidak mengikat sebagaimana konvensional (Setiantoro dkk, 2018). ODR diawali
putusan Arbitrase (Setiantoro dkk, 2018). 3) konsumen dengan kesepakatan para pihak untuk menyelesaikan
dan pelaku usaha melibatkan pihak ketiga yaitu sengketa melalui mekanisme non litigasi, kemudian
mediator untuk menjadi penengah dan memberikan pihak bersengketa akan diberi panduan oleh
masukan bagi para pihak, namun hasil dari proses profesional untuk menjalankan mekanisme ADR
mediasi ini tidak mengikat para pihak, para pihak tidak secara daring dan menggunakan software yang telah
memiliki kewajiban mematuhi hasil dari proses mediasi disediakan sebagai alat bertukar informasi (Setiantoro
(Setiantoro dkk, 2018). Hasil dari mediasi, konsiliasi dkk, 2018).
maupun arbitrase dalam BPSK akan dituangkan dalam Terkait banyaknya model penyelesaian
Putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat sengketa tersebut diatas, para pihak dalam perjanjian
sebagaimana diatur dengan Pasal 54 UUPK dan jual beli konvensional maupun elektronik dapat

56
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

menyepakati terlebih dahulu terkait model terhalang ruang dibandingkan dengan ADR yang
penyelesaian sengketa seperti apa yang akan bersifat konvensional karena ODR dilakukan secara
ditempuh apabila terjadi perselisihan. daring, sehingga mekanisme ODR perlu diatur secara
UU ITE mengatur ketentuan bahwa transaksi teknis dengan UU demi terciptanya kepastian hukum,
elektronik dapat diwujudkan dalam sebuah kontrak keadilan dan kemanfaatan dari hukum itu sendiri.
berbentuk elektronik yang mencantumkan mekanisme
penyelesaian sengketa yang akan digunakan apabila DAFTAR PUSTAKA
terjadi perselisihan diantara para pihak dan apabila JURNAL
mekanisme yang telah dipilih tersebut tidak dilakukan Akhmaddhian, S. (2016). Perlindungan hukum
maka berlaku terhadapnya asas – asas Hukum terhadap konsumen dalam transaksi jual beli
Perdata Internasional (Syafriana, 2016). secara elektronik. Jurnal Unifikasi, Vol.3, (No.
2), p.47.
D. SIMPULAN Arif, Yudhi Candra N. (2013). Dimensi Perubahan
Berdasarkan uraian di atas,dapat disimpulkan Hukum Dalam Perspektif Sistem Hukum
bahwa : pertama regulasi terkait perlindungan Terbuka. Jurnal IuS; Kajian Hukum dan
konsumen merupakan regulasi yang lahir jauh Keadilan, Vol.1, (No.1), pp.117 - 118.
sebelum perkembangan teknologi. Era bisnis digital Bidari, Ashinta S. (2020). Penyuluhan Hukum Tentang
merupakan hal baru yang belum diatur secara khusus Peluang Dan Ancaman Bagi Konsumen Dalam
dan lengkap meskipun terkait beberapa aspek telah Transaksi Online Di Indonesia. Empowerment :
diakomodir oleh UU ITE, namun regulasi yang sudah Jurnal Pengabdian Masyarakat, Vol.3, (No.1),
ada tersebut belum mengatur hal teknis terkait p.45.
perlindungan konsumen sehingga UUPK sebagai Candra, A. (2014). Penyelesaian Sengketa Transaksi
peraturan yang secara khusus mengatur Perlindungan Elektronik Melalui Online Dispute Resolution
Konsumen perlu dilakukan pembaharuan yang (ODR) Kaitan Dengan UU Informasi dan
mengikuti kompleksitas masalah yang terus Transaksi Elektronik No.11 Tahun 2008. Jurnal
berkembang. Kedua, penyelesaian sengketa Ilmu Komputer, Vol.10, (No.2), p.81.
konsumen di era bisnis digital masih didasarkan pada Chow, D. (2020). Alibaba, amazon, dan pemalsuan di
regulasi terdahulu, namun adanya ODR sebagai era internet. Northwestern Journal of
mekanisme penyelesaian sengketa merupakan suatu International Law and Business, Vol.40, (No.2),
inovasi yang dapat mempermudah konsumen dalam p.157.
melindungi haknya, mengingat ODR memiliki proses Nottage, L. (2020). Meningkatkan Efektivitas Sistem
yang cukup sederhana, murah dan cepat serta tidak Keamanan Produk Konsumen: Reformasi

57
Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia Program Studi Magister Ilmu Hukum
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2021, halaman 46-58 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Hukum Australia dalam Konteks Asia-Pasifik. Susanti, I. (2017). Tinjauan Yuridis Terhadap
Journal of Consumer Policy, Vol.43, (No.4), Perlindungan Konsumen Belanja Online
p.829. Berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang
Nugraha, Rifan Adi., Mukhtar, Jamaluddin., & Ardianto, Perlindunhan Konsumen juncto UU No. 11
Hardika Fajar. (2015). Perlindungan hukum tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi
terhadap konsumen dalam transaksi online. Elektronik. Sigma-Mu, Vol.9, (No.1), p.23.
Jurnal Serambi Hukum, Vol.08, (No.02), p.93. Syafriana, R. (2016). Perlindungan Konsumen dalam
Nugrahaningsih, W. (2017). Implementasi Undang - transaksi Elektronik. De Lega Lata, Vol.I, (No.2),
Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang p.438.
Perlindungan Konsumen Terhadap Bisnis Syamsudin, M. (2018). Perlindungan Hukum
Online. Jurnal Serambi Hukum, Vol.11, (No.01), Konsumen atas Penerapan klausula Baku.
pp.30-32. Jurnal Yudisial, Vol.11, (No.1), p.102.
Pariadi, D. (2018). Pengawasan E-Commerce dalam Tumbel, Trivena Gabriela M. (2020). Perlindungan
Undang Undang Perdagangan dan Undang - Konsumen Jual Beli Online Dalam Era Digital
Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Hukum 4.01. Lex Et Societatis, Vol.VIII,(No.3), p.1,
dan Pembangunan, Vol.48, (No.3), pp.655 - pp.93-98.
656. Widaningsih. (2017). Penyelesaian Sengketa E-
Rahmayani, N. (2018). Tinjauan Hukum Perlindungan Commerce melalui ODR (Online Dispute
Konsumen Terkait Pengawasan Perusahaan Resolution). Jurnal Panorama Hukum, Vol.2,
Berbasis Financial Technologydi Indonesia. (No.2), p.243.
Pagaruyuan Law Journal, Vol.2, (No.01), p.38.
Setiantoro, Arfian., Putri, Feyreizha Destika., BUKU
Novitarani, Anisah., & Njatrijani, Rinitami. Friedman, Lawrence M. (2009). Sistem Hukum;
(2018). Urgensi Perlindungan Hukum Konsumen Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa Media.
Dan Penyelesaian Sengketa E-Commerce Di Rahardjo, S. (2010). Sosiologi Hukum Esai Esai
Era Masyarakat Ekonomi Asean. Jurnal Terpilih. Yogyakarta: Genta Publishing.
RechtsVinding, Vol.7, (No.1), p.1. Suteki. (2018). Metodologi Penelitian Hukum (Filsafat,
Simanullang, Helldya N. (2017). Perlindungan Hukum Teori dan Praktik). Depok: Raja Grafindo
terhadap Konsumen dalam Transaksi E- Persada.
Commerce. Melayunesia Law, Vol.1, (No.1),
p.122.

58

You might also like