Professional Documents
Culture Documents
2012 Nti
2012 Nti
NETTI TINAPRILLA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
SURAT PERNYATAAN
Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
dan arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi dan lembaga manapun di Indonesia. Seluruh data dan informasi
yang digunakan telah dinyatakan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Netti Tinaprilla
NIM : H363070031
ABSTRACT
v
permasalahan yaitu inefisiensi teknis dan inefisiensi alokasi. Jika dihadapkan pada
potensi minimum biaya secara nasional, rendahnya efisiensi ekonomi disebabkan
oleh kedua permasalahan yaitu inefisiensi teknis dan inefisiensi alokasi, walaupun
efisiensi alokasi sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis, sehingga solusi untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi menuju potensi minimum biaya secara nasional,
yaitu peningkatan efisiensi baik teknis maupun alokasi melalui peningkatan
penggunaan seluruh faktor produksi dan pembenahan faktor inefisiensi yang
didukung oleh harga input dan output yang membela petani.
Oleh karena prospek atau potensi peningkatan produksi secara nasional
melalui efisiensi masih besar, dalam jangka panjang petani di setiap provinsi
sentra dapat meningkatkan produksi melalui pembenahan faktor produksi dan
inefisiensi yang berpengaruh nyata dengan dukungan intervensi pemerintah. Jika
mengacu pada potensi maksimum nasional, petani di setiap provinsi sentra perlu
menambah lagi upayanya melalui peningkatan penggunaan seluruh faktor
produksi dan pembenahan faktor inefisiensi dengan dukungan intervensi
pemerintah. Faktor penting dalam efisiensi yaitu mutu benih dan status lahan.
Perluasan lahan membutuhkan dukungan akses lahan terutama lahan sewa
sehingga petani dapat memperluas skala usahanya. Upaya yang dapat dilakukan
yaitu pembenahan mekanisme akses lahan dengan memperbaiki kebijakan pasar
lahan. Upaya lain yaitu mengurangi jumlah petani sebagai manajer dengan
mengalihkan sebagian petani ke sektor non pertanian.
Dalam jangka sangat panjang setiap provinsi dapat meningkatkan produksi
melalui terobosan teknologi baru terutama dalam hal inovasi teknologi pupuk dan
benih unggul yang adaptif terhadap musim, serta teknologi pengairan. Prioritas
provinsi yang membutuhkan terobosan teknologi yaitu Jawa Barat dan Sulawesi
Selatan. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan berbagai variasi teknologi
sehingga teknologi tidak lagi menjadi kendala dan petani dapat memilih teknologi
yang akan diterapkan (new technology atau meniru teknologi provinsi lain yang
lebih tinggi).
Target produksi maksimum dapat dicapai karena potensi maksimum
nasional diperoleh dari kondisi aktual petani secara frontier sosial ekonomi,
namun dengan indikator efisiensi alokasi dan ekonomi, secara welfare tidak
tercapai. Untuk meningkatkan farmer welfare, perlu membenahi faktor rendahnya
efisiensi alokasi. Swasembada belum mengoreksi farmer welfare sehingga perlu
mengkombinasikan antara orientasi produksi dengan orientasi profit. Salah satu
caranya yaitu dengan minimum target profit yang diterima petani. Dengan
demikian akan tercapai profit maksimum dan petani dapat meningkatkan
kesejahteraannya. Melalui kebijakan minimum profit, pemerintah perlu
melakukan intervensi baik dalam hal perluasan lahan (melibatkan BPN),
kebijakan harga input dan output (melibatkan BULOG), kebijakan input dan
teknologi (Kementan).
Pengembangan padi di Pulau Jawa dapat lebih diarahkan ke Jawa Barat
dan untuk pengembangan ke luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan. Hal ini karena
peluang untuk mencapai potensi produksi maksimum lebih tinggi dari provinsi
lain walaupun dikendalai oleh risiko yang lebih tinggi pula. Sementara untuk
provinsi yang lain dalam jangka sangat panjang dapat melakukan technology
breakthrough.
vi
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
NETTI TINAPRILLA
Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Doktor
Pada
Program Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Disertasi : Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra
Produksi di Indonesia: Pendekatan Stochastic
Metafrontier Production Function
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing :
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,MEc Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc
Anggota Anggota
Mengetahui,
Komisi Pembimbing
Ketua : Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Anggota : Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Prof Dr Ir Bunasor Sanim, MSc
Segala Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat-Nya disertasi ini dapat saya selesaikan. Disertasi ini berjudul Efisiensi
Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra Produksi di Indonesia: Pendekatan
Stochastic Metafrontier Production Function. Disertasi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ekonomi
Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini merupakan kajian terhadap efisiensi usahatani padi secara
teknis, alokasi, dan ekonomi dengan membandingkan lima provinsi sentra, rata-
rata nasional, dan kondisi benchmark agregat metafrontier. Disertasi ini dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi pemerintah dalam mempertimbangkan
kebijakan padi yang sentralistik di Indonesia.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada tim komisi pembimbing
saya yang tangguh yaitu Bapak Dr Nunung Kusnadi, MS selaku ketua komisi,
Bapak Prof.Dr.Ir Bunasor Sanim, MSc, dan Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim,
MEc selaku anggota komisi yang tidak pernah henti memberikan banyak ilmu,
bimbingan, dan arahan baik dalam substansi materi, teori, sistematika berpikir,
redaksi, serta teknik presentasi. Satu hal penting lagi, terima kasih atas motivasi
serta dukungan semangat untuk tidak putus asa dan terus melaju menyelesaikan
studi yang bagi saya sangat berat ini, sehingga pada akhirnya disertasi ini dapat
diselesaikan. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hasil pekerjaan
saya ini, namun demikian saya berharap karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 10 April 1969, sebagai anak pertama
dari 4 bersaudara pasangan Drs Maman Suratman (alm) dengan Rd.Hj. Permana
Winduwati. Penulis menyelesaikan sekolah sejak SD hingga SMU di Bogor yaitu
SMAN I Bogor. Demikian pula dengan pendidikan sarjana ditamatkan selama 4
tahun (1988-1992) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK, Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian (1988-1992) dengan predikat sangat memuaskan.
Selama studi penulis memperoleh beasiswa dari Yayasan SUPERSEMAR.
Setelah itu mulai bekerja sebagai dosen IPB sejak 1992 dan menyelesaikan
pendidikan S-2 tahun 1997 juga di Institut Pertanian Bogor dengan predikat Cum-
Laude. Pendidikan S-3 dilanjutkan tahun 2005 di National Cheng Kung
University, Taiwan, ROC, namun dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor Program
Mayor Ekonomi Pertanian pada tahun 2007.
Selama menjadi dosen di Institut Pertanian Bogor, penulis berpengalaman
mengajar Mata Kuliah Risiko Agribisnis, Pembiayaan Agribisnis, Dasar-Dasar
Bisnis, Pengantar Kewirausahaan, Tataniaga Agribisnis, Perencanaan Bisnis,
Pengantar Ilmu Ekonomi, Ekonomi Umum, Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II,
Manajemen Agribisnis, Ilmu Usahatani, Dasar-Dasar Manajemen, Dasar-Dasar
Akuntansi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Manajamen Pemasaran,
Manajemen Perusahaan, Manajemen Keuangan, Teknik Penulisan Ilmiah.
Beberapa dari mata kuliah tersebut juga sempat diajarkan di Universitas Djuanda
Bogor dan Universitas Nusa Bangsa Bogor.
Selain mengajar penulis juga membantu mengelola Program Sarjana Alih
Jenis Agribisnis IPB sejak tahun 1999. Pengalaman conference dan short course
selain di dalam negeri juga di luar negeri yaitu di Malaysia, Singapore, Thailand,
Taiwan, Hongkong, Phillipines, Belanda, Jerman, Belgia, dan Perancis.
Penelitian yang pernah dilakukan lebih terkait dengan bidang agribisnis
seperti nilai tambah jamur tiram putih, perkebunan inti rakyat (PIR), pengolahan
CPO, teh, produksi dan strategi industry plywood, peran KUPEDES BRI sebagai
sumber modal, dan penelitian ekonomi pertanian, ekonomi produksi, khususnya
efisiensi produksi, seperti cassava, tebu dan padi. Beberapa penelitian telah
diterbitkan di Jurnal International (AFBE Journal) dan Jurnal nasional (Jurnal
Agro ekonomi, di PSE-KP, Jurnal Agribisnis IPB, Jurnal Agribisnis UIN Jakarta,
Jurnal UPN Veteran Surabaya).
Penulis juga berpengalaman sebagai pembicara di berbagai seminar ilmiah
dan talkshow untuk bidang bisnis dan women entrepreneurship seperti di RRI
Bogor, smart FM Jakarta, Mustika FM Bandung, Mars FM Bogor, Female FM
Bandung, Beberapa Toko Buku Gramedia, beberapa perguruan tinggi. Hal ini
karena terkait dengan buku-buku yang telah diterbitkan PT Elex Media
Komputindo, PT Kompas Gramedia Pustaka Utama, serta tulisan-tulisan popular
di Radar Bogor,Jurnal Bogor, dan mass media lainnya.
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
xvi
7.8. Sintesis Fungsi Inefisinesi Teknis Metafrontier …………… 174
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
xix
Pengendalian Hama........................................................ 98
xx
51. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production
Function di Sulawesi Selatan Dengan Metode MLE...... 118
xxi
65. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi
Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa
Barat............................................................................... 140
xxii
Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga di Jawa Timur.......................................... 152
xxiii
Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan Rata-rata
di Indonesia.................................................................... 165
xxiv
101. Harga Rata-rata Input yang Berlaku Pada Setiap
Provinsi Sentra Tahun 2010.......................................... 185
xxv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
I. PENDAHULUAN
1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [Tanggal akses
04 Februari 2011]
2
[FAOSTAT] Food And Agricultural Organization Statistics. 2011. Statistical Databases
(pertanian dan nutrisi). http://www.fao.org. [Tanggal Akses Februari 2011]
2
Tabel 1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras Dunia, Tahun 2010.
5,500
5,000
4,500
4,000
ton/ha
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1974
1988
2002
1970
1972
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2004
2006
2008
Indonesia Thailand Vietnam
15
persentase perubahan
10
produktivitas
0
1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
-5
-10
tahun
Jika dilihat dari sisi permintaan, konsumsi beras secara nasional sampai
saat ini masih cukup tinggi, bahkan cenderung meningkat. Pada tahun 2010
4
menunjukkan konsumsi beras nasional sebesar 139.15 kg per kapita per tahun.
Sebagai pembanding, konsumsi beras Malaysia sekitar 80 kg per kapita per tahun
dan Jepang 60 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk yang terus
meningkat (1.49 persen per tahun) ditambah lagi perlunya stok untuk berjaga-jaga
terhadap perubahan iklim di masa yang akan datang, maka kebutuhan beras
nasional akan terus meningkat.
Tekanan permintaan beras akan terus meningkat jika tidak dilakukan
upaya menurunkan konsumsi per kapita. Penurunan konsumsi beras per kapita
dapat dicapai melalui program penurunan pertumbuhan penduduk dan program
diversifikasi konsumsi, namun tingginya populasi dengan pertumbuhan yang sulit
ditekan mengakibatkan penurunan konsumsi beras per kapita lebih mungkin
dilakukan dengan cara diversifikasi konsumsi pangan. Permasalahannya adalah
bahwa diversifikasi konsumsi akan berbenturan dengan budaya masyarakat yang
sudah lama menempatkan beras sebagai makanan pokok sehingga program
diversifikasi konsumsi menjadi sulit untuk dicapai walaupun memiliki peluang
keberhasilan. Selain itu dinamika perubahan perberasan dunia yang mendorong
negara produsen cenderung mengimpor untuk berjaga-jaga, memicu tingginya
harga beras di pasar dunia sebagai dampak dari tekanan permintaan yang tinggi
namun suplai yang diperdagangkan menurun (Gambar 3).
350
world price ($/ton)
300
250
200
150
1985 1990 1995 2000 2005 2010
year
Tingginya harga beras dunia ini juga sebagai dampak bahwa pasar beras
termasuk thin market dimana Indonesia sebagai big country assumption. Dengan
5
ton (seharusnya buffer stok 9 juta ton) sehingga dilakukan impor 600 000 ton dari
Thailand dan Vietnam. Hal ini menjadi bukti perlunya pembenahan sisi produksi
karena ketidakberhasilan swasembada. Dalam jangka panjang, dari aspek teknis
swasembada tidak tercapai melalui peningkatan efisiensi namun dalam jangka
sangat panjang masih memungkinkan yaitu dengan terobosan teknologi baru yang
local specific.
Oleh karena perhatian pemerintah hanya kepada target produksi maksimal
demi ketersediaan beras nasional dengan harga yang terjangkau konsumen, maka
intervensi yang dilakukan bersifat production oriented dan tidak kepada profit
oriented terlebih kepada farmer welfare oriented. Farmer welfare dapat
meningkat jika profit usahatani meningkat. Dengan indikasi Nilai Tukar Petani
Tanaman Pangan (NTPP) atau Farmer Term of Trade sampai tahun 2011 nilainya
kurang dari 100 yang artinya indeks harga yang diterima lebih rendah dari indeks
harga yang dibayarkan, maka dapat disimpulkan bahwa petani membayar lebih
mahal terhadap input yang digunakan daripada nilai output yang diterima. Selain
itu NTPP lebih kecil dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada umumnya sehingga
menunjukkan rendahnya welfare petani padi dibandingkan dengan petani lain
pada umumya (Tabel 3).
Tabel 3. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sentra Padi dan
Nilai Tukar Petani (NTP) di Indonesia (Rata-rata Bulanan, 2008-2012).
Provinsi 2008 2009 2010 2011 Januari 2012
Sumatera Utara 95.63 96.24 98.47 99.50 100.50
Jawa Barat 92.76 91.27 91.79 100.29 106.48
Jawa Tengah 97.21 91.94 96.77 102.86 106.62
Jawa Timur 98.99 92.56 94.60 101.13 104.07
Sulawesi Selatan 91.73 94.86 98.86 108.70 110.83
INDONESIA (NTPP) 95.77 95.51 97.06 98.90 100.20
NTP 100.16 99.85 101.77 104.58 105.73
3
Sumber ; Badan Pusat Statistik (2012)
3
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik No. 42/07/Th. XV, 2 Juli 2012.
http://www.bps.go.id/brs_file/ntp_02jul12.pdf
7
mahal karena sulitnya memperluas areal subur yang sesuai untuk padi. Bahkan
yang terjadi adalah penyempitan areal garapan padi yang disebabkan oleh
fragmentasi lahan, warisan, dan konversi ke tanaman lain atau ke sektor lain yang
dipicu oleh tingginya return to land ke industri dan properti. Dengan demikian
program intensifikasi menjadi penting untuk peningkatan produksi. Intensifikasi
ditujukan untuk meningkatkan produktivitas yang dapat dicapai melalui
peningkatan efisiensi atau terobosan teknologi. Dalam kondisi teknologi yang
tetap, peningkatan efisiensi adalah upaya tepat untuk peningkatan produktivitas.
Produktivitas usahatani berkaitan erat dengan efisiensi, karena ukuran dari
produktivitas adalah seberapa besar output dapat dihasilkan per unit input tertentu.
Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis lah yang akan menentukan
pendapatan petani. Secara garis besar, proses produksi tidak efisien disebabkan
karena: (a) Secara teknis tidak efisien, hal ini berdampak pada ketidakberhasilan
mewujudkan produktivitas maksimal; (b) Secara alokasi tidak efisien, pada
tingkat harga-harga input dan output tertentu, proporsi penggunaan input tidak
optimum. Hal ini diindikasikan dengan produk penerimaan marginal tidak sama
dengan biaya marginal input yang digunakan. Peningkatan efisiensi teknis belum
menjamin peningkatan pendapatan petani jika tidak didukung insentif harga input
dan output. Untuk itulah pemerintah sebagai regulator disamping harus berpihak
kepada konsumen, juga harus berpihak kepada petani miskin sebagai produsen
padi untuk tetap memperoleh keuntungan yang layak dari usahataninya sehingga
dapat meningkatkan nilai tukar yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan petani padi. Dengan demikian orientasi kepada produksi masih
perlu untuk dipertanyakan.
Produksi padi sawah pada tahun 2009 meningkat hampir empat kali lipat
dibandingkan dengan produksi padi sawah pada pada tahun 1970 sebagai tahun-
tahun awal pengembangan produksi padi. Namun demikian, perkembangan luas
areal dan produktivitas dalam kurun waktu tersebut tampak tidak banyak
mengalami perubahan. Tampak bahwa perkembangan produktivitas sedikit lebih
cepat dibandingkan dengan perkembangan luas areal, walaupun perkembangan
produktivitas cenderung mendatar. Artinya, perkembangan produksi total lebih
banyak disebabkan oleh perkembangan produktivitas daripada perluasan lahan.
10
350,00
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
1.972
1.984
2.006
1.970
1.974
1.976
1.978
1.980
1.982
1.986
1.988
1.990
1.992
1.994
1.996
1.998
2.000
2.002
2.004
2.008
luas panen Ha produksi (ton) produktivitas (ton/ha)
Kondisi leveling off productivity menunjukkan seolah tidak ada lagi ruang
untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas masing-masing
provinsi dikarenakan kondisinya telah efisien. Dengan mengacu kepada frontier
(potensi maksimum) masing-masing provinsi, petani di provinsi masing-masing
hanya dapat meningkatkan sedikit produksinya melalui peningkatan efisiensi.
Namun jika mengacu kepada benchmark nasional sebagai potensi maksimum
nasional, ruang untuk peningkatan efisiensi masih besar oleh karena perbedaan
teknologi antar provinsi. Mengacu kepada potensi maksimum nasional, dalam
11
kondisi constant technology, setiap provinsi dapat mencapai produksi yang lebih
tinggi melalui peningkatan efisiensi. Selain itu dalam very long run period (jangka
sangat panjang) terobosan teknologi di masing-masing provinsi dapat
meningkatkan produksi lebih tinggi lagi. Terobosan teknologi tersebut dapat
meniru teknologi provinsi lain yang lebih tinggi atau mengacu kepada potensi
maksimum nasional. Dengan bergesernya fungsi produksi masing-masing
provinsi sebagai dampak peningkatan teknologi, maka akan meningkatkan fungsi
produksi metafrontier (potensi maksimum nasional) lebih tinggi lagi.
6,00
5,50
5,00
ton/ha
4,50
4,00
3,50
2.003
2.008
1.993
1.994
1.995
1.996
1.997
1.998
1.999
2.000
2.001
2.002
2.004
2.005
2.006
2.007
2.009
2.010
2.011
produktivitas sumut (ton/ha) produktivitas jabar (ton/ha)
produktivitas jateng (ton/ha) produktivitas jatim (ton/ha)
produktivitas sulsel (ton/ha)
Dalam kondisi saat ini dimana program otonomi daerah dan desentraliasai
tengah intensif, intervensi pemerintah untuk pembenahan sisi produksi padi justru
cenderung generik dan sentralistik untuk semua wilayah dan semua agroekosistem.
Padahal jika dilihat dari aspek produktivitas, adanya perbedaan kondisi
sumberdaya wilayah dan agroekosistem (local spesific principal), perbedaan input
yang digunakan, perbedaan teknologi dan R&D, berdampak kepada produktivitas
dan efisiensi yang berbeda pula (Daryanto, 2000, Rahman 2002, Myint dan Kyi
2005, Ogundari, Amos dan Ojo, 2010).
Pada Gambar 5 dapat dilihat produktivitas antar provinsi bervariasi
(sebagai dampak local specific principal) dengan peningkatan yang bervariasi
pula. Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan penggunaan input (Tabel 4). Pada
12
tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan input yang tepat dapat
meningkatkan produktivitas.
efisiensi teknis usahatani padi di Indonesia dan antar provinsi sentra? Benarkah
telah efisien? Apakah terdapat perbedaan efisiensi antar provinsi? Apakah masih
ada ruang/peluang untuk meningkatkan efisiensi di masing-masing provinsi sentra?
Apa yang harus dilakukan setiap provinsi untuk mencapai potensi maksimum
provinsi? (2) Bagaimana kondisi efisiensi potensi maksimum nasional?
Bagaimana kondisi efisiensi antar wilayah terhadap potensi maksimum nasional?
Apa yang harus dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi
maksimum nasional? dengan gap yang terjadi apakah perlu adanya kreativitas
local dan technology breakthrough? (3) Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan
ekonomi setiap provinsi sentra? Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan ekonomi
antar wilayah sentra terhadap potensi biaya minimum nasional? Apa yang harus
dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi biaya minimum
nasional sehingga tercapai keuntungan maksimum?
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan
rujukan terkait dengan efisiensi teknis dan efisiensi alokasi usahatani padi
dengan stochastic metafrontier production function approach.
varietas baru. Demikian pula penelitian Femi, et.al (2004) di Nigeria yang
mencoba membedakan efisiensi teknik pada usahatani padi dengan dua varietas
yang berbeda yaitu varietas tradisional dan varietas baru, membuktikan bahwa
faktor yang signifikan dapat meningkatkan output yaitu perluasan lahan.
Ukuran usahatani (farm size) berbeda dengan skala usahatani. Dalam
jangka panjang, biaya usahatani dapat diturunkan dengan peningkatan skala
usahatani sehingga menjadi lebih efisien sampai mencapai titik optimalnya
(economic of scale). Dengan demikian semakin besar skala usahatani maka akan
semakin efisien, namun tidak demikian dengan ukuran usahatani. Semakin luas
lahan yang diusahakan maka produksi akan semakin meningkat. Namun
peningkatan luas lahan belum tentu meningkatkan produktivitas. Banyak peneliti
mendukung hipotesis bahwa semakin kecil ukuran usahatani (luas lahan yang
digarap semakin sempit) maka akan semakin efisien (poor but efficient).
Inverse Size Productivity menjelaskan bahwa semakin kecil ukuran
usahatani maka semakin produktif. Hal ini dikarenakan dengan luasan lahan yang
sempit, lahan akan lebih terkelola dengan baik hanya dengan tenaga kerja
keluarga, sementara semakin luas lahan yang digarap maka akan semakin tidak
terurus, karena tidak mampu menyewa tenaga kerja luar yang semakin banyak.
Hubungan ini diterangkan oleh keuntungan relatif dari lebih banyaknya
penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani kecil. Hal ini akan mengurangi
biaya pengawasan tenaga kerja luar yang disewa. Oleh karena peningkatan biaya
marjinal pengawasan, rasio lahan terhadap tenaga kerja sewa lebih tinggi untuk
petani kaya yang menuju pada penurunan output per hektar. Petani kecil dan
tradisional mempunyai keuntungan dalam pengawasan tenaga kerja oleh karena
mereka menggunakan tenaga kerja keluarga. Oppotunity Cost dari tenaga kerja
harian anggota keluarga lebih rendah dari upah tenaga kerja sewa. Implikasinya
adalah bahwa land-reform akan mempunyai efek positif pada produktivitas karena
mengurangi lahan absentee.
Penelitian Bozoglu dan Ceyhan (2006) mengukur efisiensi teknis petani
sayuran di Turki, menggunakan pendekatan produksi frontier stokastik. Data
dikumpulkan dari 75 petani sayuran di provinsi Samsun di Turki tahun 2002-2003.
Efisiensi teknis rata-rata mencapai 0.82, berkisar 0.56-0.95. Temuannya
19
stokastik dan model efek inefisiensi. Tingkat rata-rata efisiensi pertanian padi
modern diperkirakan sebesar 0.77, dengan kisaran antara 0.59 dan 0.83.
Dalam usahatani padi di Indonesia, kepemilikan lahan dapat meningkatkan
status prestise petani di daerah tersebut. Lahan milik menjadi investasi dan
capital accumulation. Implikasinya adalah perlunya kebijakan pemerintah untuk
mengelola/membenahi tataguna lahan seperti tanah absentee dan pemberian
kesempatan serta fasilitas kepada petani untuk pembelian lahan.
Fenomena lahan yang lain di negara berkembang yaitu adanya fragmentasi.
Di Indonesia, fragmentasi sering terjadi disebabkan lahan yang terpisah oleh
kondisi alam yang khas Indonesia yaitu sungai, gunung, lembah atau
perkampungan. Selain itu, oleh karena banyak petani miskin dengan kebutuhan
konsumsi dan pendidikan anak yang mendesak maka penjualan lahan tidak dapat
dihindarkan. Sistem jual beli ini, ditambah adanya konversi dan sistem waris,
dapat memperparah fragmentasi lahan. Fragmentasi lahan akan menyulitkan
pengelolaan sehingga akan menurunkan efisiensi. Dengan demikian semakin
banyak persil yang digarap maka akan menurunkan efisiensi. Sementara di negara
maju, banyak usahatani yang merupakan satu hamparan luas sehingga lebih
efisien dalam pengelolaan dan semakin banyak persil maka akan semakin efisien.
Penelitian Parikh dan Shah (1994) membuktikan bahwa tingkat efisiensi
teknis pertanian tergantung pada fragmentasi lahan. Penelitiannya dilakukan di
Provinsi North West Frontier Pakistan dengan menggunakan fungsi produksi
frontier Translog. Data dikumpulkan dari 397 petani. Efisiensi teknis rata-rata
diperkirakan mencapai 96 persen. Selanjutnya Parikh, et al. (1995) juga
mendukung bahwa fragmentasi lahan berdampak negatif terhadap efisiensi.
Penelitiannya menguji efisiensi ekonomi sektor pertanian Pakistan menggunakan
pendekatan biaya frontier stokastik. Data dikumpulkan dari 436 petani dari
Provinsi North West Frontier (NWFP) Pakistan.
pendidikan dan pelatihan, (2) mesin yang lebih produktif dan efisien, (3)
perbaikan organisasi produksi dan teknik budidaya. Jika dilihat dari adopsi
teknologi baru seperti benih unggul dan pupuk buatan, ditemukan bahwa ternyata
petani kecil lebih ketinggalan dalam adopsi teknologi baru pada awalnya, namun
kemudian dapat menyusul sampai keuntungannya meningkat karena
bertambahnya produktivitas (Grant and Posada, 1978).
Teknologi ada yang menghemat tenaga kerja (capital intensif) dan ada
pula yang menambah tenaga kerja (labor intensif). Teknologi penggunaan pupuk
(terutama pupuk organic) misalnya, akan memerlukan tambahan tenaga kerja
untuk melaksanakan pemupukan itu sendiri (frekuensi pemupukan tanaman padi
terdapat tiga tahap) dan juga memerlukan tambahan tenaga kerja untuk
membersihkan rumput yang semakin subur tumbuhnya sebagai akibat sampingan
dari pemupukan tanaman utama. Teknologi pengendalian hama dan penyakit
tanaman (terutama pengendalian organic) juga menambah tenaga kerja terlebih
tanaman yang membutuhkan frekuensi tinggi dalam penyemprotan/pengendalian.
Kasyrino (1985) meneliti pengaruh teknologi terhadap efisiensi ekonomi
usahatani selama periode waktu tahun 1977-1983. Data yang dipergunakan
adalah cross section dan time series untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hasilnya mengemukakan bahwa dalam beberapa hal petani kelihatannya telah
bertindak memaksimumkan keuntungan, misalnya untuk input pupuk dan obat-
obatan, tetapi belum dalam sektor tenaga kerja. Agar produktivitas marjinal dari
tenaga kerja lebih tinggi dari marjinal cost, maka sarannya adalah sebagian orang
harus keluar dari sektor pertanian dan kekurangan tenaga kerja digantikan oleh
tenaga mesin (traktor), yang akan menyebabkan biaya produksi menjadi turun.
Dengan penggunaan traktor ternyata dapat meningkatkan efisiensi.
Penggunaan alat mekanis seperti traktor, alat panen mekanis dan alat-alat
lainnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari satu sisi (yaitu tenaga
kerja pengguna mesin tersebut), sedangkan dari sisi yang lainnya memberi
dampak negatif yaitu mengurangi lapangan kerja karena lebih sedikitnya tenaga
kerja manusia yang diperlukan yang disebabkan oleh penggunaan alat mekanis
tersebut. Oleh karena itu menurut Gotsch (1972), ramalan bahwa introduksi
teknologi baru yang akan berdampak terhadap pemerataan pendapatan, tidak akan
26
mempunyai arti apabila sifat dari teknologi itu tidak dihubungkan dengan sifat
sosial dan lembaga politik dari negara yang bersangkutan. Biasanya perubahan
teknologi akan menimbulkan konflik antara golongan yang mendapat manfaat
dengan golongan yang tidak memperoleh pelayanan dari teknologi tersebut.
Perubahan teknologi dapat berdampak pada petani kaya menjadi semakin kaya
namun petani miskin menjadi semakin miskin karena kehilangan pekerjaan,
sebagai susbstitusi mekanisasi. Dengan demikian, inovasi teknologi baru harus
dapat dipahami dan diadopsi secara merata baik oleh petani besar juga petani kecil
sehingga semuanya mendapat manfaat, dengan kata lain teknologi tepat guna.
Ogunayinka dan Ajibefun (2004) juga mendukung bahwa kesadaran dan
pemahaman petani terhadap teknologi yang efisien merupakan faktor kunci yang
perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan. Penelitian Kalijaran (1984)
yang menggunakan model frontier stokastik translog untuk meneliti bagaimana
teknologi baru mempengaruhi tingkat produksi usahatani padi dari Filipina,
menunjukkan adanya variasi efisiensi teknis yang lebar, yaitu pada kisaran
42.00-91.00 persen. Kalijaran menyimpulkan bahwa teknologi baru ini tidak
sepenuhnya dipahami oleh para petani sampel. Seandainya saja petani memahami
teknologi yang digunakan maka akan meningkatkan produktivitas.
Dalam penelitian Rawlins (1985) sebernarnya terdapat indikasi bahwa
teknologi yang diterapkan tidak tepat guna, walaupun penulis menyimpulkan
program teknologi telah berhasil menggeser frontier produksi peserta ke level
yang lebih tinggi dengan cara meningkatkan taraf efisiensi teknis para petani kecil.
Indikasi tersebut dilihat dari efisiensi teknis non-peserta yang lebih tinggi dari
peserta Jamaican Second Integrated Rural Development Project (IRDPII).
Efisiensi mencapai 75 persen untuk non-peserta dan 71 persen untuk peserta.
Krasachat (2000) menganalisis efisiensi teknis pertanian Thailand selama
periode 1972-1994 dengan teknik DEA, menyimpulkan bahwa dari waktu ke
waktu terjadi penurunan total efisiensi teknis, dan efisiensi skala. Demikian juga
Goyal dan Suhag (2003) yang meneliti tingkat inefisiensi teknis usahatani gandum
di negara bagian Haryana India. Penulis menggunakan fungsi produksi frontier
stokastik, menggunakan data panel tidak seimbang selama tiga tahun 1996-1997
ke1997-1998, dan 1998-99. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis
27
bervariasi dari waktu ke waktu dan cenderung menurun. Efisiensi teknis menurun
dari 0.92 pada tahun ke-1 menjadi 0.90 pada tahun ke-3. Penulis menyimpulkan
bahwa faktor sosial ekonomi dan berbagai teknologi mempengaruhi
meningkatnya inefisiensi dalam produksi gandum di India.
Sebenarnya jika teknologi yang diterapkan adalah tepat guna dan labor
intensif, hal itu akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan pendapatan. Seperti
penelitian Raju di India (1976) bahwa penggunaan teknologi benih unggul dan
pupuk buatan telah meningkatkan pendapatan petani dan juga berdampak pada
pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan. Demikian halnya dengan
penelitian Soejono (1977) untuk kasus di Indonesia.
Perubahan teknologi dapat menurunkan fungsi biaya rata-rata jangka
panjang (cost function downward) atau meningkatkan fungsi penawaran (supply
function downward). Dalam kondisi permintaan dan penawaran terhadap padi
adalah inelastis, maka dengan penggunaan teknologi baru, yaitu produksi padi
meningkat, akan menggeser kurva penawaran ke kanan yang berdampak pada
penurunan total penerimaan petani padi. Dampak perubahan penerimaan sebagai
akibat penggunaan teknologi baru telah diteliti oleh Hayami dan Herdt (1977) dan
Srivastava and Heady (1973) di India dan hasilnya adalah walaupun penerimaan
turun namun keuntungan meningkat sebagai dampak efisiensi. Sinaga (1978) di
Indonesia juga menyimpulkan bahwa teknologi dapat meningkatkan keuntungan
petani. Namun oleh karena teknologi tersebut tidak tepat guna maka tidak dapat
memperbaiki sumbangan tenaga kerja di bidang pertanian. Oleh karena itu
teknologi dalam penggunaannya haruslah bersifat selektif dan dengan suatu
program terinci yang dapat memberi lapangan pekerjaan yang berkesinambungan.
Jika banyak tenaga kerja yang disingkirkan akibat teknologi dan mereka tidak
dapat disalurkan ke alternatif sektor yang lain, maka teknologi berdampak pada
membesarnya ketimpangan distribusi pendapatan di pedesaan.
Terobosan teknologi baru diperlukan saat ruang peningkatan efisiensi
sangat kecil atau hampir mencapai maksimum. Jika segala upaya telah dilakukan
dalam pencapaian target produksi dan telah mencapai efisiensi yang tinggi maka
satu-satunya cara adalah dengan terobosan teknologi baru. Hanya saja untuk kasus
di negara berkembang, teknologi yang ditawarkan haruslah tepat guna dan labor
28
intensif sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata. Salah satu teknologi
tepat guna untuk padi di negara berkembang yaitu teknologi benih unggul
(produktivitas tinggi, umur pendek, tahan kekeringan dan rendaman, tahan roboh
karena angin, tahan hama penyakit, dan rasanya enak) karena pemakaian benih
unggul dapat meningkatkan efisiensi (Kalirajan dan Flinn, 1983; Sharif dan Dar,
1996; Tian dan Wan, 2000; Fuwa, et al., 2005; Azad, Mustafi dan Hossian , 2008;
Saka dan Lawal, 2009).
Kondisi leveling off productivity terjadi di Nigeria. Penelitian Femi, et.al
(2004) di Nigeria mencoba membedakan efisiensi teknik usahatani padi dengan
dua varietas yaitu varietas tradisional dan varietas baru. Rata-rata efisiensi teknik
pada kedua kelompok petani bernilai lebih dari 0.9 yang mengindikasikan
kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi pada kondisi teknologi yang ada.
Kondisi ini menuntut terobosan teknologi lain yang dapat menggeser frontier
lebih ke atas lagi.
Demikian pula penelitian Okoruwa, et al (2006) menghasilkan rata-rata
efisiensi teknik dua kelompok petani (benih tradisional dan modern) bernilai lebih
dari 0.9 yang mengindikasikan kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi
pada kondisi teknologi yang ada. Persamaan kondisi efisiensi teknik antara kedua
kelompok menunjukkan dampak program pembangunan usahatani padi yang
intensif selama beberapa decade di Nigeria, dimana melalui program tersebut
menghasilkan efisiensi teknis yang sama walaupun terdapat perbedaan varietas.
Dengan demikian untuk mengembangkan usahatani padi di Nigeria diperlukan
terobosan teknologi baru yang lain.
lebih) sangat penting dalam produksi padi sehingga agroekosistem sawah irigasi
teknis lebih efisien daripada yang lainnya dengan syarat kondisi irigasinya sangat
baik sehingga dapat mengatur air sesuai kebutuhan pada wilayah yang dilayani.
Oleh karena pentingnya air dalam usahatani padi maka produktivitas padi sawah
irigasi lebih tinggi dari agroekosistem non irigasi (IRRI, 2009).
Dalam kondisi perubahan iklim dimana durasi dan awal musim hujan dan
musim kemarau semakin sulit diprediksi, sistem irigasi yang prima semakin
dibutuhkan. Perbedaan kondisi irigasi akan berdampak pada efisiensi usahatani
padi. Seperti kasus di Indonesia, di beberapa wilayah seperti provinsi, sarana
irigasi yang telah dibangun tengah dalam kondisi rusak. Hal ini pulalah yang
diduga membedakan efisiensi usahatani padi di setiap provinsi. Pernyataan ini
didukung oleh penelitian Li and Liu (2009) di Cina yang menghasilkan bahwa
irigasi yang baik dan tidak rusak akan meningkatkan efisiensi teknis.
Penelitian Ekanayake and Jayasuriya (1987) membuktikan bahwa petani
dengan akses yang lebih baik terhadap air memiliki efisiensi teknis yanga lebih
tinggi. Mereka mempelajari efisiensi teknis untuk 123 petani padi sampel di Sri
Lanka. Sampel dibagi berdasarkan kedekatannya dengan sumber air menjadi
kelompok Head (mudah mengakses air) dan Tail (sulit mengakses air).
Penelitiannya menggunakan fungsi produksi frontier Cobb-Douglas yang berbeda
antar group dan menemukan bahwa petani dengan akses yang lebih baik terhadap
air memiliki efisiensi teknis lebih tinggi daripada petani yang terbatas aksesnya
terhadap air.
Penelitian Coelli, et al. (2002) di Bangladesh juga membuktikan bahwa
efisiensi usahatani padi lahan kering lebih kecil daripada lahan sawah dengan
tingkat efisiensi teknis 69%. Hal ini memberikan peluang lahan kering untuk
ditingkatkan efisiensinya.
Okoruwa, et al (2004) meneliti perbedaan sistem usahatani lahan sawah
(lowland) dan lahan kering (upland) di North Central Zone, Nigeria, dengan alat
stochastic frontier production function. Penelitiannya membuktikan bahwa rata-
rata efisiensi teknik pada lowland yaitu 0.831 dan pada upland 0.776. Hal ini
membuktikan bahwa padi akan lebih efisien pada kondisi lahan sawah dengan
ketersediaan air yang cukup. Dengan nilai efisiensi sebesar itu, menunjukkan
30
bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi melalui
penggunaan yang lebih baik dari sumberdaya yang tersedia pada teknologi yang
ada, khususnya pada upland.
Demikian pula penelitian Villano dan Fleming (2006) yang menganalisis
inefisiensi teknis petani padi di dataran rendah padi tadah hujan di Central Luzon
Filipina menggunakan fungsi produksi frontier stokastik dengan heteroskedastic,
menghasilkan efisiensi teknis yang masih rendah yaitu 79 persen yang berarti
masih ada ruang untuk meningkatkan efisiensi padi tadah hujan. Penelitiannya
menggunakan panel data 8 tahun dari 46 petani padi tadah hujan. Efisiensi teknis
rata-rata dalam keseluruhan periode diperkirakan sebesar 79 persen, dengan
kisaran antara 10.7–98.8 persen. Efisiensi teknis tahun 1992 adalah yang tertinggi
dan terendah adalah pada tahun 1996. Ditemukan bahwa sepertiga dari petani
sampel memiliki efisiensi teknis rata-rata pada kisaran 0.81-0.90, seperempat
petani memiliki efisiensi teknis rata-rata di atas 0.90 dan 17 persen memiliki
efisiensi teknis rata-rata di kisaran 0.71-0.80.
Terkait dengan sistem irigasi, Bandyopadhyay, et al (2007) meneliti
dampak IMT (Irigation Management Transfer) terhadap kinerja kelompok petani
pengguna irigasi dan produksi padi di Philipina. Produksi padi pada area IMT
lebih tinggi setelah controlling dengan perbedaan yang besar diantara petani padi
pada area transfer dan area non transfer. Penelitian Pate dan Tan-Cruz (2007)
mengukur efisiensi teknik pada 15 wilayah di Philipina untuk periode 1991-2002.
Penelitiannya juga mendukung bahwa terdapat perbedaan efisiensi pada
agroekosistem padi teririgasi dan padi tadah hujan.
Untuk agroekosistem non irigasi seperti tadah hujan dan lahan kering,
tingkat efisiensinya lebih rendah dari sawah irigasi. Penelitian Ogundari, Amos
and Ojo (2010) tentang efisiensi teknik pada sistem usahatani padi tadah hujan di
Nigeria (dengan menggunakan stochastic frontier production model)
membuktikan bahwa rata-rata efisiensi teknik masih di bawah 0.8 yaitu 0.669.
walaupun infrastruktur di perkotaan lebih baik, namun jika kondisi input seperti
luas lahan, kesuburan lahan, iklim, tenaga kerja, benih, pupuk, dan input lainnya
tidak optimal maka efisiensinya menjadi lebih rendah dari perdesaan.
marjinalnya (MFC). Jika MVP tidak sama dengan MFC, hal ini menunjukkan
bahwa input tidak digunakan secara efisien (Hussain, 1999).
Pendekatan fungsi produksi rata-rata telah digunakan secara luas dalam
pertanian tradisional untuk mengukur efisiensi alokasi sumberdaya. Sejumlah
studi menggunakan pendekatan ini untuk menguji hipotesis "miskin tapi efisien"
dan menyarankan bahwa para petani di negara berkembang untuk bekerja secara
efisien dan rasional dengan tingkat kendala yang ada dan tanggap terhadap
insentif ekonomi mereka (Hassan, 2004).
memiliki dua komponen: efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari
sejumlah input atau kemampuan perusahaan menggunakan input sekecil mungkin
untuk menghasilkan sejumlah tertentu output. Yang pertama dikenal sebagai
pengukuran efisiensi teknis dengan pendekatan input-oriented dan yang kedua
dikenal sebagai pendekatan output-oriented.
Menurut Koopmans (1951), "seorang produsen efisien secara teknis jika
peningkatan volume suatu output memerlukan pengurangan setidaknya satu
output lainnya atau meningkatnya penggunaan setidaknya satu input, dan jika
pengurangan satu input membutuhkan peningkatan sekurang-kurangnya satu input
lain atau berkurangnya setidaknya satu output. "
Efisiensi alokasi adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan input
dalam proporsi yang optimal, dengan mempertimbangkan harga setiap input dan
dan teknologi produksi. Penggunaan input efisien secara alokatif jika nilai
marjinal produk (NPM) setara dengan nilai jualnya (BKM). Menurut Lovell,
C.A.K., dan Sickles, R (1983), sebuah perusahaan yang secara alokatif berjalan
efisien dapat menghasilkan kombinasi input output dalam proporsi yang optimal
pada tingkat harga yang tepat. Inefisiensi alokatif muncul ketika proporsi input-
input produksi yang digunakan tidak mengurangi tingkat biaya produksi output.
Dengan kata lain, inefisiensi alokatif muncul ketika suatu perusahaan gagal untuk
menyamakan rasio produk marjinal input terhadap rasio harga pasar (PMx1/PMx2
Px1/Px2). Efisiensi ekonomi adalah hasil dari efisiensi teknis dan alokatif.
Sebuah perusahaan baik yang secara teknis maupun alokatif efisien adalah
perusahaan yang efisien secara ekonomis.
Estimasi efisiensi produksi masih merupakan subyek penelitian di negara
berkembang maupun di negara maju. Penelitian efisiensi tersebut menjadi lebih
penting bagi negara berkembang dimana potensi peningkatan produksi pertanian
melalui perluasan area produksi dan pengadopsian teknologi baru sangat terbatas.
Sulitnya perluasan areal ini dikarenakan meningkatkan konversi lahan pertanian
ke non pertanian di wilayah sentra yang sesuai dan jika tersedia lahan pertanian di
luar wilayah sentra, lahan ini tidak sesuai dengan komoditi yang ditanam.
Penelitian efisiensi tersebut dapat membantu negara-negara berkembang dengan
39
dimana Yi adalah output ke-i perusahaan, Xi adalah vektor k-input yang digunakan
oleh perusahaan i, ß adalah vektor parameter yang tidak diketahui, μi adalah
variabel acak non-negatif yang terkait dengan inefisiensi teknis dan ln adalah
logaritma natural. Rasio output untuk perusahaan ke-i terhadap output potensial
(didefinisikan sebagai fungsi produksi frontier), pada tingkat vektor input Xi,
menunjukkan efisiensi teknis perusahaan ke-i.
……………….…... (3.4)
Walaupun berbeda, namun kedua hal ini saling berkaitan. Pada saat
penambahan input memberikan pengembalian output yang lebih banyak
(increasing return to scale), maka petani masih dapat terus menambah input untuk
meningkatkan outputnya, dengan demikian, biaya rata-rata akan semakin menurun,
51
Jika dalam grup ke-j terdapat data sebanyak N j yang memproduksi satu
macam output dengan beragam input, maka model stokastik frontier dari grup
ini adalah :
2
variabel acak iid (identically, independently, distributed) sebagai N(0, v), uij
adalah variabel independent dengan truncated distribution pada nol dari
N( ij, 2), dimana ij adalah inefisiensi. Untuk mudahnya, jika subscript „j‟
dihilangkan maka model untuk grup ke-j adalah :
…………………………….(3.7)
Persamaan ini mengasumsikan bahwa eksponen dari fungsi produksi frontier
adalah linear dalam parameter vector , sehingga xi adalah vector dari fungsi
(logaritma) input bagi perusahaan ke-i. Fungsi Cobb-Douglas atau translog akan
sesuai untuk ini, sehingga model metafrontier stokastik untuk perusahaan dalam
seluruh grup dari industri adalah :
…...(3.9.)
…………………………………………....……. (3.10)
Ketiga rasio pada sisi kanan persamaan diatas adalah Technology Gap Ratio
(TGR), Random Error Ratio (RER), dan Technical Efficiency Ratio (TER).
Sebagai contoh :
……………………………….……………. (3.11)
………………….………………..………………. (3.12)
……………………………………………….…….. (3.13)
56
TGR menunjukkan technology gap bagi grup tertentu pada teknologi yang
tersedia saat ini, reratif terhadap teknologi yang tersedia dalam seluruh industri.
Rasio ini dan efisiensi teknis (dengan demikian juga TER) dapat diestimasi untuk
perusahaan individu. Efisiensi teknis bagi perusahaan „i‟ relatif terhadap frontier
setiap grup TEi dapat diestimasi oleh E( Ei Vi–Ui). Efisiensi
teknik dari perusahaan „i‟ dapat diestimasi relatif terhadap metafrontier yaitu
E( – ) sehingga persamaan Ei – xi( *- ) terpenuhi.
sama dengan satu. Karena Ui dan adalah random variabel, terdapat non-zero
probability bahwa rasio TERi lebih kecil dari 1. TEi , jika dan hanya jika
P( - Ui 0) = P [ - Vi - xi ( *- )] = [-x( *- )/ … (3.14)
………….………………………………………..…..(3.15)
Hubungan identitas lainnya, berdasarkan output yang diharapkan dalam
frontier grup tertentu dan metafrontier, diturunkan sebagai berikut :
………….…………………...................(3.16)
dimana :
MTR = 1/TER
Adapun error term metafrontier yang terdiri atas vi-ui dapat dilihat pada
Gambar 11.
Gambar 11. Perbandingan Error Term Stochastic Frontier dengan Error Term
Stochastic Metafrontier
langsung dalam produksi yang biasanya disebut noise effect (iklim, cuaca, hama
dan penyakit).
Produksi frontier antar grup menjadi dasar untuk menentukan produksi
metafrontier yaitu dengan menghubungkan kondisi paling efisien dari setiap
petani. Produksi metafrontier ini menjadi potensi maksimum bagi setiap petani
antar grup untuk mencapai produksi maksimum dari yang maksimum. Dengan
demikian dapat ditentukan efisiensi teknis masing-masing grup beserta potensi
maksimumnya untuk menentukan rasio gap teknologi (TGR), rasio efisiensi
teknis (TER), dan rasio random error (RER). Dari produksi frontier juga dapat
ditentukan biaya dual frontier untuk menentukan efisiensi alokasi dan ekonomi
melalui penentuan biaya aktual dan biaya minimal yang dapat dicapai. Dengan
demikian kondisi keuntungan maksimum dapat diketahui. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 12.
Selain itu, fungsi produksi Cobb-Douglas telah digunakan secara luas dan teruji
untuk mengkaji efisiensi produksi baik di negara-negara maju maupun di negara-
negara berkembang. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah paling sesuai
digunakan untuk Stochastic Metafrontier Production Function sehingga banyak
digunakan oleh peneliti terdahulu. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, terdiri atas
variabel terikat atau yang dijelaskan yaitu jumlah output padi (Y) dan variabel
bebas atau yang menjelaskan yaitu input (X). Bentuk fungsi produksi Cobb-
Douglas pada penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = boX1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 e ……………………………... (4.1)
Dimana :
Y adalah output padi (kg GKP),
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Jumlah benih (kg)
X3 = Jumlah Tenaga Kerja (HOK)
X4 = Jumlah pupuk urea (kg)
X5 = Jumlah pupuk KCL (kg)
X6 = dummy musim (1=musim hujan, 0=musim kemarau)
bo,b1,b2,b3,...,b6 adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data.
e adalah multiplicative exponential error.
intensif program ekspansi lahan padi ke luar Jawa dan pemanfaatan lahan kering
untuk tanaman semusim. Inovasi benih saat ini ditujukan untuk menghasilkan
benih unggul yang disesuaikan dengan perubahan iklim dan penggunaan yang
tidak berlebihan. Issue tenaga kerja saat ini mengarah pada substitusi antara labor
intensif dengan capital intensif. Pupuk saat ini terkait dengan issue lingkungan
dan dampak terhadap degradasi lahan. Variabel musim tengah diperhatikan saat
ini karena terkait perubahan lingkungan. Fungsi produksi Cobb-Douglas
mempunyai beberapa keunggulan dalam studi empiris, selain mudah digunakan
karena bisa ditransformasi ke dalam bentuk linear, fungsi ini juga sangat mudah
diinterpretasikan hasilnya. Selain itu terdapat beberapa keunggulan praktis
lainnya yaitu (Debertin,1986) :
1. Nilai dari produk marjinal tergantung dari jumlah input yang digunakan
dalam proses produksi. Hal ini sesuai dengan praktek dalam kehidupan
sehari-hari dimana produksi marjinal adalah turunan pertama dari produksi
total.
2. Parameter b1,b2,b3,….,b6 secara berturut-turut menggambarkan elastisitas
produksi (ep) dari masing-masing input lahan, benih, tenaga kerja, pupuk
urea, pupuk KCl, dan dummy musim.
3. Jumlah dari eksponen-eksponen tersebut (b1 + b2 + b3 + …+ b6)
merupakan return to scale. Jika jumlahnya = 1 berarti kegiatan produksi
dalam keadaan constant return to scale. Jika jumlahnya > 1 berarti
kegiatan produksi dalam keadaan increasing return to scale. Jika
jumlahnya < 1 berarti kegiatan produksi dalam keadaan decreasing return
to scale.
4. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diestimasi dengan menggunakan
analisis regresi linear dengan mengubahnya menjadi bentuk linear double
log sehingga dapat ditulis persamaan sebagai berikut :
Dimana :
Y adalah output padi (kg GKP),
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Jumlah benih (kg)
X3 = Jumlah tenaga kerja (HOK)
X4 = Jumlah pupuk urea (kg)
X5 = Jumlah pupuk KCl (kg)
X6 = dummy musim (1=musim hujan, 0=musim kemarau)
0 = intersep
i = koefisien parameter penduga dimana i=1,2,3,…,6
vi-ui = error term (vi adalah noise effect, dan ui adalah inefisiensi efek secara
teknis dalam model)
……………………………………………….……...….. (4.5)
Dimana :
Z1 = Umur KK (tahun)
Z2 = Pendidikan formal KK (tahun)
Z3 = Dummy status lahan (milik=1, non milik=0)
Z4 = Dummy mutu benih (benih berlabel=1, tidak berlabel=0)
Z5 = Dummy pengolahan lahan (traktor=1, lainnya=0)
Z6 = Dummy akses lembaga keuangan formal bank (pernah pinjam=1, tidak=0 )
Z7 = Dummy keaktifan dalam kelompok tani (aktif=1, tidak aktif=0)
Z8 = Penerimaan total rumahtangga (Rp)
Z9 = Pola tanam (tiga kali padi setahun=1, kurang dari tiga kali padi setahun=0)
lahannya karena faktor opportunity cost. Jika perluasan lahan harus dicapai
dengan perluasan kepemilikan lahan maka akan sulit bagi petani untuk
memperluas lahannya, sementara untuk memperoleh produksi yang tiggi
membutuhkan lahan yang luas. Hal ini menjadi masalah sehingga status lahan
menjadi penting untuk diuji. Status hak milik akan berpengaruh positif
terhadap inefisiensi teknis, karena kepemilikan lahan meningkatkan sense of
belonging sehingga petani akan lebih mengeksploitasi lahannya dengan
penggunaan input optimal untuk menghasilkan produksi maksimal.
4. Mutu benih : kondisi di lapangan menunjukkan bahwa banyak petani
menggunakan benih sendiri sehingga tidak menggunakan benih berlabel. Hal
ini menjadi masalah dalam produksi sehingga mutu benih perlu diuji.
Penggunaan benih berlabel akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi
teknis, karena benih berlabel identik dengan mutu yang tinggi sehingga
penggunaan optimal dapat meningkatkan produksi yang maksimal.
5. Pengolahan lahan dengan traktor akan berpengaruh negatif terhadap
inefisiensi teknis atau berpeluang menghasilkan produksi yang lebih tinggi
daripada tidak menggunakan traktor. Hal ini diduga karena pengolahan lahan
dengan mekanisasi traktor dapat meningkatkan kualitas pengolahan yang
lebih baik sehingga tanaman padi memiliki peluang tumbuh dengan baik dan
menghasilkan produksi yang maksimal.
6. Akses ke lembaga keuangan perbankan : Kondisi di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar petani tidak akses ke lembaga keuangan, padahal
diduga kelembagaan keuangan dapat membantu permodalan petani sehingga
dapat lebih efisien, sehingga akses ke lembaga keuangan perbankan perlu
diuji apakah benar dapat meningkatkan efisiensi? Akses ke lembaga
keuangan pebankan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis,
karena bank sebagai sumber modal eksternal dapat membantu penggunaan
input yang optimal.
7. Keaktifan dalam kelompok tani : Sebagian besar petani tidak aktif dalam
kelompok tani, padahal keaktifan kelompok tani diduga dapat meningkatkan
manajerial skill. Hal ini menjadi masalah sehingga perlu diuji. Keaktifan
dalam kelompok tani diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis,
70
………………………………….… (4.6)
71
Parameter dari varians ini dapat mencari nilai , oleh sebab itu nilai
adalah 0 1. Nilai parameter merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di
dalam efek residual total. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan bahwa error
term hanya berasal dari akibat inefisiensi (u i) dan bukan berasal dari noise (vi).
Sedangkan jika mendekati nol diinterpretasikan bahwa seluruh error term adalah
sebagai akibat dari noise (vi) seperti cuaca, hama, dan sebagainya.
Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 juga menghasilkan perkiraan
2
nilai log likelihood dan nilai . Menurut Battese and Corra (1977), nilai log
likelihood dengan metode MLE perlu dibandingkan dengan nilai log likelihood
dengan metode OLS. Jika nilai log likelihood dengan metode MLE lebih besar
dari OLS, maka fungsi produksi dengan metode MLE adalah baik dan sesuai
2
dengan kondisi di lapangan. Nilai menunjukkan distribusi dari error term
inefisiensi (ui ). Jika nilainya kecil artinya (ui) terdistribusi secara normal.
……………….…………….……………….…………. (4.9)
Dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood dibawah hipotesis H0
dan H1
Kriteria Uji :
72
2
LR galat satu sisi > restriksi (Tabel Kodde dan Palm) tolak H0 ..............…. (4.11)
2
LR galat satu sisi < restriksi (Tabel Kodde dan Palm) terima H0 .............…. (4.12)
Tabel Chi Square Kodde dan Palm adalah tabel upper and lower bound dari nilai
kritis untuk uji persamaan dan pertidaksamaan restriksi.
Hipotesis kedua :
H0 : 0 = 0 …………………………………..……….…….………….. (4.13)
H1 : 1 0 ………….……………………………………..……………. (4.14)
Hipotesis nol artinya koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek
inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing-masing
variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh sama
sekali terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi, dan sebaliknya jika
hipotesis ini ditolak maka masing-masing variabel penjelas di dalam model efek
inefisiensi memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses
produksi. Uji statistik yang digunakan adalah :
Kriteria Uji :
t-hitung > t-tabel : tolak Ho …………………….……….….. (4.17)
dimana:
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah pengamatan/responden
S( i) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi
Provinsi dibagi menjadi 5 grup. Jika dalam grup ke-j terdapat data
sebanyak Nj yang memproduksi satu macam output dengan beragam input,
maka model stokastik frontier dari grup ini adalah :
Yij = f (xij ,β ) e vij-uij dimana i = 1, 2,…, Nj, ……….……….……(4.19)
Dimana Yij adalah output perusahaan ke-i pada grup ke-j, xij adalah faktor input
yang digunakan oleh perusahaan ke-i pada grup ke-j, vij adalah variabel acak iid
2
(identically, independently, distributed) sebagai N(0, v), uij adalah variabel
independent dengan half normal distribution pada nol dari N(uij, 2), dimana uij
adalah inefisiensi. Untuk mudahnya, jika subscript „j‟ dihilangkan maka model
untuk grup ke-j adalah :
Yi = f (xi ,β ) e vi-ui e xi +v -u
i i ……………….……………….…(4.20)
Adapun penurunan fungsi biaya dual frontier dari fungsi produksi Cobb-Douglas
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil akhir dari fungsi biaya
produksi dual frontier tersebut yaitu :
…………………..….……… (4.24)
EE = C*/C = .......................................(4.27)
Dimana EE bernilai 0 ≤ EE ≤ 1
rata Indonesia dan metafrontier dihitung dari penggunaan input aktual keseluruhan
dikalikan dengan harga input rata-rata secara nasional pada tahun 2010.
Efisiensi ekonomi ini merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan
efisiensi alokasi. Pengukuran efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi
ekonomi dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara terintegrasi,
membutuhkan sebuah fungsi produksi yang bersifat homogen. Fungsi produksi
yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.
Oleh karena efisiensi ekonomi (EE) merupakan gabungan dari efisiensi
teknis (TE) dan efisiensi alokasi (AE) maka efisiensi alokasi (AE) untuk masing
masing provinsi dapat dihitung sebagai berikut :
EE = TE . AE ..........................................................................................(4.28)
AE = EE/TE ..............................................................................................(4.29)
Indeks efisiensi alokasi (AE) ini bernilai 0 ≤ AE ≤ 1
Sedangkan efisiensi alokasi (AE) metafrontier dihitung sebagai berikut :
EE* = TE* . AE* .......................................................................................(4.30)
AE* = EE*/TE* ..........................................................................................(4.31)
Indeks efisiensi alokasi (AE*) ini juga bernilai 0 ≤ AE ≤ 1
77
setelah itu bekerja tidak dibidang usahatani. Anak-anak petani di Jawa relatif lebih
berpendidikan dibandingkan di luar Jawa sehingga mereka tidak begitu mencintai
pertanian dan pada akhirnya terdapat lag generasi.
Umur (tahun)
Provinsi
<30 % 30-40 % 40-50 % 50-60 % >=60 % TOTAL Rata-rata
Adapun luas lahan padi yang digarap petani sebagian besar adalah lahan
sempit (<0.3 ha). Petani yang menggarap lahan sempit yaitu sebanyak 37.50
persen dan jika dililhat per provinsi juga terjadi hal yang sama, kecuali provinsi
Jawa Tengah yang sebagian besar petaninya (49 persen) mengusahakan padi
80
dengan lahan seluas 0.3-0.5 ha dan Jawa Barat sebagian besar petaninya (36
persen) mengusahakan padi dengan lahan yang cukup luas (0.5-0.8 ha). Di
Sumatera Utara dan Jawa Timur, lebih dari 50 persen petani mengusahakan lahan
kurang dari 0.3 ha. Ukuran usahatani yang sempit ini akan berdampak pada
rendahnya pendapatan usahatani oleh karena rendahnya produksi. Kasus di
Negara berkembang seperti Indonesia, ukuran usahatani berkaitan dengan
efisiensi secara berbanding terbalik dalam artian semakin kecil ukuran usahatani
akan semakin efisien atau semakin luas semakin tidak efisien (Huang dan Bagi,
1984; Bozoglu dan Ceyhan;2006; JUnankar, 1980; Kalijaran, 1981). Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk peningkatan produksi dan pendapatan, bukan
hanya lahan yang diperluas tetapi harus didukung oleh input lain secara optimal,
sehingga bukan sekedar meningkatkan farm size tetapi meningkatkan farm scale.
Untuk jelasnya, sebaran responden berdasarkan luas lahan yang digarap dapat
dilihat pada Tabel 8 .
Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Padi Yang Digarap.
Provinsi luas lahan (ha)
<0.3 % 0.3-0.5 % 0.5-0.8 % 0.8-1.0 % >1 % TOTAL Rata-rata
Sumatera Utara 52 52 26 26 10 10 4 4 8 8 100 0.38
Jawa Barat 16 12 18 14 47 36 7 5 42 32 130 0.75
Jawa Tengah 77 45 83 49 11 6 - - - - 171 0.29
Jawa Timur 48 51 30 32 14 15 - - 3 3 95 0.32
Sulawesi Selatan 29 30 22 23 24 25 7 7 14 15 96 0.49
Indonesia 222 37.5 179 30 106 18 18 3 67 11 592 0.45
Rata-rata luas lahan yang digarap petani padi di Sumatera Utara yaitu 0.38
ha, hampir sama dengan di Jawa Timur (0.32 ha). Sementara di Jawa Tengah
lahan yang digarap adalah paling sempit (0,29 ha) karena keterbatasan lahan yang
sesuai untuk padi. Sementara di Sulawesi Selatan rata-rata petani menggarap
lahan yang lebih luas (0.49 ha) karena ketersediaaan lahan untuk padi di Sulawesi
Selatan relatif masih banyak. Khusus di provinsi Jawa Barat, rata-rata petani
mengusahakan padi pada lahan seluas 0.75 ha. Hal ini karena ketersediaan lahan
yang sesuai untuk padi di Jawa Barat relatif lebih luas dari provinsi yang lain.
Selain itu juga didukung oleh infrastruktur dan iklim yang sesuai.
Luas lahan yang digarap di setiap provinsi berbeda antar musim dimana
penanaman saat musim hujan lebih luas dari musim kemarau. Hal ini karena padi
81
membutuhkan air lebih banyak dari tanaman lain sehingga lebih sesuai ditanam
saat musim hujan, terlebih pada kondisi rusaknya jaringan irigasi. Pada musim
kemarau petani kadang mengganti dengan tanaman lain sehingga sangat jarang
petani menanam dengan pola tanam 3 kali padi dalam setahun. Adapun rata-rata
luas lahan yang digarap per musim dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Luas Lahan Yang Digarap Petani Padi Per Musim Per Provinsi.
Jika dilihat dari status lahan yang digarap, sebagian besar petani (78.89
persen) menggarap padi di lahan milik sendiri, begitupun dilihat dari setiap
provinsi terutama di luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan 80.21 persen petani dan
Sumatera Utara 81 persen petani menggarap lahan milik sendiri. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 10. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani padi di provinsi
sentra masih mengandalkan lahan milik sendiri yang luasannya kecil-kecil.
Padahal untuk mencapai pendapatan yang tinggi diperlukan lahan garapan yang
luas (tidak harus lahan milik) yang diimbangi dengan penggunaan input optimal
dengan kata lain peningkatan skala usaha sampai batas tertentu dapat
meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan (Kahn dan
Maki, 1979; Bagi,1982).
82
Tabel 10. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Status Lahan Padi yang
Digarap.
Dalam hal jumlah persil yang digarap, secara rata-rata sebagian besar
petani (38.68 persen) menggarap satu persil. Dengan kata lain petani
mengusahakan padinya secara satu hamparan. Jika dilihat secara provinsi, Jawa
Barat dan Jawa Tengah lebih terfragmentasi karena sebagian besar petaninya
mengusahakan padi pada persil yang lebih banyak. Kondisi ketersediaan lahan di
luar Jawa lebih memungkinkan untuk mengusahakan dalam satu hamparan (lebih
dari 40 persen) sehingga tidak terfragmentasi (Tabel 11). Sementara di Jawa,
lahan yang sesuai untuk pertanaman padi semakin terbatas karena warisan,
kondisi alam, atau konversi lahan baik ke tanaman non padi atau beralih fungsi ke
sektor industri.
Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Persil Padi Per Provinsi.
Jika dilihat dari status mata pencaharian, usahatani padi pada sebagian
besar petani (90.54 persen) adalah mata pencaharian utama (Tabel 12). Hanya
sebagian kecil saja yang menganggap usahatani padi sebagai matapencaharian
sampingan (9 persen). Demikian juga jika dilihat per provinsi. Hal ini dapat
dimaklumi karena petani tersebut berada di provinsi sentra.
83
Provinsi Migrasi
1=melakukan migrasi % 0=tidak migrasi % Total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat 8 6.15 122 94 130
Jawa Tengah 4 2.34 167 98 171
Jawa Timur 9 9.47 86 91 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 23 3.89 569 96 592
84
Jika dilihat dari lahan yang diusahakan, sebagian besar (87.16 persen)
petani menggarap sendiri lahannya dalam artian mereka sebagai pengelola atau
manajer usahatani sekaligus tenaga kerja dalam keluarga. Jika dilihat per provinsi
juga menunjukkan hal yang sama bahwa sebagian besar petani menggarap sendiri
lahannya. Hanya sebagian kecil saja (13 persen) petani yang tidak menggarap
sendiri lahannya (Tabel 14).
tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 35.64 HOK/ha dan tenaga kerja luar
keluarga sebanyak 19.12 HOK/ha (Tabel 15 ).
Penggunaan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat ini adalah paling hemat
dibandingkan provinsi lainnya terutama dibandingkan Jawa Tengah sebanyak
114.80 HOK/ha. Hal ini karena usahatani di Jawa Barat relatif capital intensif
seperti dalam pengolahan lahan, pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Oleh
karena kondisi lahan cenderung satu hamparan (Kabupaten Karawang, Subang,
dan Indramayu) maka pengolahan lahan menjadi lebih cepat dengan
menggunakan traktor. Selain penghematan tenaga kerja secara fisik karena paling
sedikit (54.76 HOK/ha) juga secara nilai karena menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga lebih banyak dari tenaga luar keluarga yang harus dibayar.
Benih merupakan input yang sangat penting karena dengan benih yang
unggul dapat menghasilkan produksi yang tinggi secara kuantitas dan juga
kualitas sehingga penggunaannya diharapkan optimal. Jika dibandingkan dengan
rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian yang telah disempurnakan bahwa
benih padi per ha yang digunakan adalah 25 kg/ha, maka sebagian besar
penggunaan benih padi di provinsi sentra terlalu berlebihan (lebih dari 40 kg/ha)
terutama provinsi di luar Jawa (Sumatera Utara sebanyak 64.34 kg/ha dan
86
Sulawesi Selatan 61.43 kg/ha). Hanya petani di provinsi Jawa Barat yang
menggunakan benih mendekati rekomendasi (24.05 kg/ha).
Pupuk yang paling penting dalam budidaya padi adalah urea. Jika
dibandingkan dengan rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian (2007) bahwa
urea yang dianjurkan adalah 200 kg/ha, TSP atau SP36=100 kg/ha, dan KCl=75
kg/ha, atau jika menggunakan NPK yaitu urea 100 kg/ha dan NPK atau Ponska=
300 kg/ha, maka dosis yang diterapkan oleh hampir seluruh petani padi di
Indonesia adalah berlebihan. Hal ini akan berdampak pada kondisi tanaman padi
yang keracunan sehingga menurunkan produksi.
Pupuk ZA diberikan sebagai tambahan kebutuhan unsur nitrogen seperti
urea. ZA sebenarnya tidak diperlukan jika pemberian urea sesuai rekomendasi
karena zat aktif pada kedua jenis pupuk tersebut sama yaitu nitrogen (N 2O5).
Namun banyak petani yang merasa belum puas jika tidak menggunakan urea
dalam jumlah banyak dan dilengkapi juga dengan ZA untuk kebutuhan hara
nitrogen. Kombinasi penggunaan pupuk urea dan ZA di setiap provinsi berbeda-
beda dimana penggunaan ZA di Sumatera Utara paling banyak dibandingkan
provinsi lain (132.5 kg/ha), sedangkan Jawa Barat paling sedikit (10.32 kg/ha).
Penggunaan pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor sangat
diperlukan untuk melengkapi kebutuhan hara tanaman. Namun beberapa provinsi
seperti Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur menggunakan pupuk
yang masih dibawah standar rekomendasi Badan Litbang Pertanian yaitu 100
kg/ha. Di ketiga provinsi ini, petani menggunakan TSP kurang dari 100 kg/ha.
Kecuali di Jawa Barat, penggunaan TSP relatif sesuai dengan rekomendasi
(117.96 kg/ha). Di Jawa Tengah terjadi pemberian pupuk yang lebih tinggi dari
standar (151.73 kg/ha) yang akan berdampak pada kondisi keracunan tanaman.
Penggunaan pupuk KCl sebagai sumber Kalium masih sangat rendah
terutama di Jawa Barat. Dengan standar rekomendasi 75 kg KCl/ha maka di
seluruh provinsi masih kekurangan KCl. Penggunaan KCl yang minim ini
disebabkan karena harganya yang relatif mahal dan adanya persepsi petani bahwa
pupuk untuk padi yang utama dan mutlak adalah urea sehingga dengan
penggunaan yang semakin banyak akan meningkatkan produksi. Selain itu karena
adanya subsidi maka pupuk urea harganya lebih murah. Sementara terhadap
87
pupuk KCL petani menganggap hanya sebagai pupuk tambahan yang tidak wajib
sehingga penggunaannya diabaikan terlebih jika harganya mahal.
Penggunaan pupuk NPK sebagai sumber Nitrogen, Phospor dan Kalium
masih rendah penggunaannya jika kombinasi yang digunakan adalah urea dan
NPK (rekomendasi 100 kg urea/ha plus 300 kg NPK/ha). Penggunaan NPK oleh
petani dianggap sebagai pengganti KCl (rekomendasi 75 kg/ha) sehingga tidak
digunakan dosis 300 kg NPK/ha. Jika NPK sebagai pengganti KCl dengan dosis
rekomendasi 75 kg/ha maka penggunaan NPK dianggap berlebihan, kecuali di
provinsi Sulawesi Selatan masih kurang (66.18 kg/ha).
Pupuk organik berguna untuk mengembalikan tanah menjadi gembur.
Pupuk ini diperlukan terutama saat tanah telah mengeras atau sakit karena pupuk
kimia dengan dosis berlebihan dan kontinyu. Namun sangat jarang petani yang
menggunakan pupuk organic karena selain mahal dan langka, juga karena
kebutuhannya yang sangat banyak (voluminous) sehingga meningkatkan biaya
transportasi. Bahkan petani di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan tidak
menggunakan pupuk organic samasekali. Hal ini berdampak lahan menjadi keras
dan keracunan dan menurunkan produksi. Menurut IRRI (2009) di negara
produsen padi telah terjadi penurunan produktivitas lahan yang disebabkan oeh
ketidakseimbangan hara (keracunan) dan menurunnya kandungan organic tanah.
Pupuk cair sebagai suplemen pada tanaman padi sebenarnya bukan hal
utama, sehingga pengeluaran pupuk cair sangatlah rendah. Bahkan di Jawa Barat
tidak menggunakan samasekali. Penyemprotan hama dan penyakit tanaman padi
merupakan kegiatan penting mengingat beragamnya jenis hama dan penyakit,
frekuensi serangan yang meningkat, tingkat serangan yang semakin intensif, dan
daya resistensi yang tinggi terhadap obat-obatan. Untuk itu petani melakukan
penyemprotan dengan dosis tinggi dan frekuensi yang semakin sering. Dari lima
provinsi, pengeluaran obat-obatan di Jawa Barat adalah terbesar (Rp 635 620/ha).
Hal ini karena frekuensi yang sering dengan dosis yang tinggi.
dibandingkan tanaman lain. Selain itu kelima provinsi ini adalah sentra produsen
padi dimana jaringan irigasinya relatif tersedia dibanding provinsi lain.
Irigasi sebagai sumber air bagi lahan petani sangat penting dijaga agar
tidak cepat rusak. Perawatan irigasi memang mahal karena banyak infrastruktur
irigasi telah berumur tua. Kondisi irigasi yang rusak akan berdampak pada
89
Jika dilihat dari mutu benih, sebagian besar (53.21 persen) petani
menggunakan benih berlabel yang artinya mereka menggunakan benih bermutu.
4
Direktorat Jenderal Pengairan (2011), dalam Kompas. Selasa 27 September 2011. Kualitas
Jaringan Irigasi Turun.
90
Dari lima provinsi, di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, lebih dari 50%
petani menggunakan benih berlabel (Tabel 19). Di Provinsi Sumatera Utara dan
Sulawesi Selatan, banyak petani yang tidak menggunakan benih berlabel. Hal ini
terjadi karena ketersediaan dan distribusi benih bermutu untuk luar Jawa lebih
terbatas daripada di Jawa.
Jarak tanam yang diterapkan sebagian besar petani sudah teratur (87.84
persen) (Tabel 20). Mereka telah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk
tanaman padi baik dari PPL maupun pengalaman petani. Jika dilihat per provinsi
maka terutama petani di Jawa Barat dan Jawa Timur sebagian besar (lebih dari 98
persen) telah menerapkan jarak tanam teratur.
Pada saat ini di Indonesia, petani sangat sulit untuk menerapkan pola
tanam 3 kali padi dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang
tidak dapat diprediksi ditambah lagi kondisi infrastruktur seperti irigasi banyak
yang telah rusak. Petani menjadi sulit menentukan kapan mulai tanam. Hampir
91
seluruh petani (92 persen) tidak dapat menerapkan pola tanam 3 kali padi dalam
setahun (Tabel 21). Hanya petani di Jawa Timur yang petaninya cukup banyak
(27.37 persen) menerapkan pola tanam 3 kali padi dalam setahun. Sementara di
Sumatera Utara dan Jawa Barat sama sekali tidak bisa. Mereka hanya bisa
menerapkan maksimal dua kali tanam padi dalam setahun. Di Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan, hanya sebagian kecil petani ( 8 persen) dapat menerapkan pola
tanam 3 kali padi setahun.
Jika dilihat dari cara tanam, sebagian besar petani (82.94 persen)
menggunakan cara tanam pindah yaitu benih padi disemaikan terlebih dahulu,
baru kemudian benih tersebut ditanam (Tabel 22).
Jika dilihat per provinsi, hanya petani di Sulawesi Selatan yang sebagian
besar menerapkan tabela (tanam benih langsung). Hasil pengkajian Saenong, et al
(1998) di Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu, Maros, dan
Gowa dengan masing-masing 500 hektar menunjukkan bahwa cara tabela dapat
92
menghasilkan gabah 0.44 ton/ha lebih tinggi dari cara tanam pindah (7.1 persen).
Selain itu cara tabela juga dapat menghemat biaya produksi rata-rata Rp 47 700/ha
(7.9 persen) lebih rendah di banding tanam pindah.
Jika dilihat dari sistem tanam, sistem legowo belum banyak diterapkan
petani. Hal ini dapat dibuktikan bahwa sebagian besar petani (85 persen) tidak
menerapkan sistem tanam legowo baik legowo 2:1 maupun legowo 4:1. Jika
dilihat per provinsi, sebagian besar petani di setiap provinsi juga tidak
menerapkan sistem tanam legowo (Tabel 23). Di Jawa Barat sebanyak 30 persen
petaninya menerapkan sistem tanam legowo. Menurut Badan Litbang Pertanian
(2007), populasi tanaman model legowo 4:1 dengan jarak tanam (20 × 10cm) ×
40 cm adalah 36 rumpun per m2, sedangkan dengan sistem tegel 20 × 20cm
sebanyak 25 rumpun per m2. Hal ini akan berpengaruh terhadap populasi tanaman
per satuan luas dan jumlah anakan produktif, dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap produksi padi.
Frekuensi penyiangan
Provinsi Tidak Rata-
pernah % 1 kali % 2kali % >2 kali % total rata
Sumatera Utara 8 8.00 47 47 35 35 10 10 100 1.49
Jawa Barat 6 4.62 21 16 68 52 35 27 130 2.08
Jawa Tengah 4 2.34 10 6 100 58 57 33 171 2.71
Jawa Timur 10 10.53 13 14 54 57 18 19 95 1.98
Sulawesi Selatan - - 49 51 43 45 4 4 96 1.53
Indonesia 28 4.73 140 24 300 51 124 21 592 1.96
Provinsi Perontokan
1=manual % 0=mesin % total
Sumatera Utara 91 91.00 9 9 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 80 46.78 91 53 171
Jawa Timur 78 82.11 17 18 95
Sulawesi Selatan 81 84.38 15 16 96
Indonesia 330 55.74 262 44 592
Hampir seluruh petani (92.06 persen) berpendapat bahwa di desa mereka terdapat
kelompok tani (Tabel 28). Demikian pula jika dilihat secara per provinsi.
Adanya kelompok tani di setiap desa ternyata tidak menjamin petani ikut
serta dalam keanggotaan. Di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Sulawesi Selatan sebagian besar petani adalah anggota kelompok tani.
Kecuali di Jawa Barat, banyak petani yang tidak menjadi anggota kelompok tani
(50 persen) (Tabel 29). Merujuk bahwa Jawa Barat adalah sentra produksi padi,
banyak petani yang mengandalkan pengalaman (bukan kelompok tani) untuk
bekal usahatani.
aktif dalam kelompok tani (Tabel 30). Provinsi lain yang memiliki banyak petani
aktif dalam kelompok yaitu Sulawesi Selatan (45.83 persen). Petani
mengganggap bahwa aktif dalam kelompok tani berarti harus meluangkan waktu,
terlebih jika lokasi penyuluhan jauh dari rumahnya. Sementara petani perlu focus
kepada usahataninya apalagi pada saat pemeliharaan tanaman. Petani telah merasa
cukup dengan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki.
Begitu pula jika dilihat per provinsi, lebih dari 50 persen petani tidak
menerima informasi dan teknologi dari PPL (Tabel 32). Banyaknya petani yang
tidak menerima informasi dan teknologi dari PPL disebabkan petani tidak aktif
dalam kelompok tani atau pihak PPL yang jarang melakukan penyuluhan karena
terlalu luasnya wilayah kerja atau kurangnya jumlah tenaga PPL.
petani di semua provinsi tidak pernah akses ke lembaga keuangan bank. Hal ini
menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank tidak diminati sebagai sumber
modal dan mereka lebih menyukai sumber modal informal atau internal.
pengolahan lahan secara tepat waktu dapat terpenuhi. Di setiap provinsi sentra,
sebagian besar petani menyatakan bahwa lokasi penyedia traktor yang biasa
dihubungi berada di dalam desa, terutama di Jawa Tengah sebanyak 91.81 persen
petani menyatakan bahwa lokasi penyedia traktor berada di dalam desa (Tabel 37).
Hal ini memudahkan pengolahan tanah untuk dilakukan tepat waktu.
Dalam hal penyedia pompa, sebagian besar petani (93 persen) menyatakan
lokasi penyedia pompa berada di luar desa (Tabel 38.). Demikian pula dilihat
secara provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini kebutuhan air masih
tercukupi dari irigasi bukan air pompa. Hanya saja di Jawa Tengah sebanyak
24.56 persen petani menyatakan bahwa lokasi penyedia pompa yang biasa
dihubungi berada di dalam desa. Hal ini mengindikasikan bahwa Jawa Tengah
relatif kekurangan air untuk padi dibandingkan provinsi lain. Sumber air dari
irigasi tidak cukup sehingga perlu tambahan dari pompa. Sumber air dari irigasi
tidak menjamin dan tidak dapat selalu diandalkan karena kondisinya yang rusak.
Tabel 39. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Alat Panen dan
Pascapanen.
Tabel 40. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Sarana
Produksi.
Jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia pompa ternyata hampir
seluruh petani (99 persen) di setiap provinsi menyatakan tidak ada ikatan (Tabel
41).
Jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia traktor ternyata sebagian
besar (95 persen) petani juga menyatakan tidak ada ikatan (Tabel 42). Hanya
petani di Sulawesi Selatan yang sebagian petaninya (15.63 persen) memiliki
ikatan bisnis dengan penyedia sarana traktor.
103
Tabel 42. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Sarana
Traktor Tahun 2010.
Demikian pula jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia alat panen,
ternyata hampir seluruh petani (99 persen) menyatakan tidak ada ikatan bisnis
dengan mereka terumata petani di Sumatera Utara dan Jawa Barat. (Tabel 43).
Provinsi Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Alat panen dan Pasca Panen
1=Ada Ikatan % 0=Tidak ada ikatan % total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 5 2.92 166 97 171
Jawa Timur 1 1.05 94 99 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 8 1.35 584 99 592
Pedagang beras adalah lembaga hilir sebagai pembeli gabah petani yang
berbeda dengan lembaga hulu sebegai penyedia input. Untuk pasokan yang
kontinyu biasanya pedagang beras melakukan kerjasama dengan petani. Namun
ternyata sebagian besar petani (94 persen) tidak mekakukan ikatan bisnis dengan
pedagang beras (Tabel 44). Hal ini menunjukkan adanya kemandirian petani
dalam melakukan usahataniya. Hanya sebagian petani di Jawa Timur yang
melakukan hal tersebut yaitu sebanyak 21.05 persen.
104
Tabel 44. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Pedagang Beras.
Kemandirian ini juga dapat dilihat dari cara menjual. Hampir seluruh
petani di setiap provinsi menjual gabahnya dengan cara tidak diijonkan (Tabel
45). Hal ini dilakukan karena petani tidak terlalu membutuhkan dana keperluan
konsumsi secara segera dan petani cukup memiliki modal untuk mendanai
usahatani sendiri tanpa bantuan tengkulak.. Kelemahannya yaitu petani
menanggung risiko produksi sampai saat panen. Namun hal ini dapat
dikompensasi karena cara menjual tanpa ijon seperti ini dianggap lebih
menguntungkan. Petani memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga
penerimaannya lebih tinggi. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
usahatani padi.
Penerimaan padi tertinggi dicapai oleh petani Jawa Barat (Rp 12 281 562)
karena lahan garapannya paling luas (0.75 ha) sehingga walaupun biaya yang
dikeluarkan paling besar (Rp 4 350 108) namun menghasilkan keuntungan paling
tinggi (Rp 7 931 454). Demikian pula jika dilihat rata-rata per ha, penerimaan
yang tinggi per ha (Rp 15 916 369) dengan biaya per ha Rp 5 695 259, maka
menghasilkan keuntuingan yang tinggi (Rp 10 221 110) dan nilai R/C yang tinggi
pula (2.89). nilai R/C ini menunjukkan kondisi efisiensi dimana setiap tambahan
satu rupiah biaya maka akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2.89.
Jika dilihat dari penerimaan total dari sawah yang digarap, maka petani di Jawa
Barat juga menghasilkan penerimaan tertinggi (Rp 28 988 493). Demikian pula
penghasilan dari total komoditi pertanian paling tinggi (Rp 31 504 697). Namun
kebalikannya penerimaan non pertanian petani di Jawa Barat adalah rendah (Rp 9
992 492). Hal ini menunjukkan bahwa petani di Jawa mengandalkan
penghasilannya dari sawah dengan komoditi pertaniannya.
106
dan tidak ada pelanggaran asumsi. Variabel input yang diduga dalam model ini
mempengaruhi produksi padi yaitu lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk
KCl dan musim.
Hasil pendugaan menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari
petani responden pada tingkat teknologi yang ada (constant technology). Variabel
lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%. Parameter estimates variabel
lahan yang merupakan elastisitas produksinya bernilai paling besar (+0.847)
dibandingkan dengan variabel lain yang artinya jika lahan diperluas 1 persen
maka produksi akan meningkat 0.847 persen. Produksi dikatakan paling responsif
terhadap lahan dibandingkan terhaap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan
yang sempit (0.375 ha) maka diperlukan adanya perluasan lahan. Implikasinya
adalah jika pemerintah hendak meningkatkan produksi padi di Sumatera Utara,
maka variabel lahan lah yang seharusnya menjadi perhatian utama.
Variabel tenaga kerja dan pupuk urea signifikan terhadap produksi pada
taraf α=5% dan benih signifikan terhadap produksi pada taraf α=10% dengan
parameter estimates positif masing-masing tenaga kerja (+0.0629), pupuk urea
(+0.0152) dan benih (+0.1377). Ketiga input ini berpengaruh terhadap produksi
112
dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari lahan. Sementara variabel pupuk
KCl memiliki parameter positif namun tidak signifikan berpengaruh terhadap
produksi. Demikian pula musim, tidak berpengaruh terhadap produksi.
Model fungsi produksi padi di Jawa Tengah yang dapat dilihat pada Tabel
49 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap
variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak
terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R2 yang besar (84.71 persen), dan Return
to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.23). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.31 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (-10.7574) adalah lebih besar dari nilai
114
log likelihood dengan metode OLS (-36.6316). Nilai cukup kecil (0.57) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.95. Tabel 49 merupakan hasil
pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien
seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi.
Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%. Parameter
estimates lahan bernilai paling besar (+0.9398) dibandingkan dengan variabel lain.
Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan terhadap input
lainnya. Dengan kondisi lahan garapan yang sempit (0.29 ha) maka masih
diperlukan adanya perluasan lahan.
walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan.
Implikasinya adalah perlunya dukungan empat macam input ini dengan harga
yang terjangkau, terutama harga benih unggul dan harga pupuk KCl.
Variabel lain musim signifikan berpengaruh terhadap produksi dengan
parameter positif (+0.069) dan taraf α=5% yang artinya peluang produksi lebih
tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan
bahwa di Jawa Tengah selain kebutuhan perluasan lahan juga ketersediaan air
yang optimal sangat diperlukan. Kondisi jaringan irigasi yang rusak membuat
ketersediaan air saat musim kemarau menjadi sangat terbatas sehingga
mempengaruhi produksi padi. Sementara saat musim hujan produksi lebih baik
karena tanaman tidak kekurangan air (dan juga tidak kelebihan air). Implikasinya
adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi di Jawa Tengah sehingga kebutuhan air
untuk tanaman padi tersedia secara optimal baik saat musim kemarau juga saat
musim hujan. Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan
terhadap kekeringan.
Keempat input ini elastisitas produksinya sangat kecil. Variabel benih signifikan
berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan nilai parameter
+0.07, variabel tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf
α=5 persen dengan nilai parameter +0.0442, variabel pupuk urea signifikan
berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan nilai parameter
+0.1099, dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf
α=10 persen dengan nilai parameter +0.00401. Keempat input ini masih perlu
ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi terutama pupuk urea,
walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan.
Implikasinya adalah perlunya dukungan input dengan harga yang terjangkau.
inovasi benih yang tahan terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim
hujan. Selain itu perbaikan irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim
hujan.
dapat dilakukan ekspansi keluar Jawa dan atau memanfaatkan potensi lahan
kering. Pada Tabel 53 ditunjukkan bahwa terdapat lebih dari 7 juta hektar lahan
kering di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman semusim yang
tersebar di berbagai daerah. Selain itu pemerintah pusat dapat mengkonversi
ulang lahan-lahan non padi menjadi padi dan meningkatkan IP padi menjadi 2-3
kali tanam padi dalam setahun.
Tabel 53.Luas Lahan Kering (ha) Yang Tersedia Untuk Perluasan Areal Pertanian.
Parameter setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran
asumsi terutama tidak terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R 2 yang besar
(98.79 persen), dan Return to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.10). Sama
halnya dengan total koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan
angka 1.11 yang berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode
MLE (Maximum Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi
asumsi Cobb-Douglas. Nilai log likelihood dengan metode MLE (+669.063)
adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS (+651.812). Nilai
cukup kecil (0.0061) dan nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.899.
Tabel 54 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi metafrontier dengan
metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak
125
ada pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf
α=5%. Parameter estimates lahan bernilai paling besar (+0.9066) dibandingkan
dengan variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan
dibandingkan terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan rata-rata 0.3
ha maka masih diperlukan adanya perluasan lahan untuk usahatani padi di
Indonesia.
Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan
berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen
dengan parameter positif (0.1393), tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.0433), pupuk urea
signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter
positif (+0.0136), dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada
taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.00585). Keempat input ini masih
perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi. Implikasi
kebijakan yang dapat diterapkan yaitu; untuk perluasan lahan pemerintah pusat
perlu mendukung kebijakan pencetakan sawah baru, pemanfaatan lahan kering
dengan memperhatikan varietas yang sesuai, mengkonversi kembali sebagian
lahan non padi menjadi padi terutama lahan beririgasi, dan meningkatkan IP padi
menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun. Perluasan lahan tidak generik tetapi
diarahkan ke provinsi yang potensial padi dengan memperhatikan hukum adat
terhadap lahan dari masing-masing provinsi. Dukungan benih perlu diupayakan
dalam hal terobosan benih unggul yang produktif dan adaptif terhadap musim dan
cuaca terutama musim kemarau. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan
dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Pemerintah perlu
mengkampanyekan prospek pertanian terutama usahatani padi ke daerah-daerah
agar diminati sebagai lapangan usaha bagi masyarakat desa. Kampanye juga perlu
dikaitkan untuk menekan arus urbanisasi. Pemerintah dapat melakukan promosi
misalkan melalui PPL untuk membina generasi muda keluarga petani agar
mencintai pertanian. Dengan demikian usahatani dapat diwariskan. Untuk
dukungan input pemerintah dapat menetapkan kebijakan harga pupuk dan benih
yang terjangkau serta memperbaiki infrastruktur untuk kelancaran distribusinya.
Oleh karena produksi dipengaruhi musim yang terkait dengan iklim dimana pada
126
saat ini perubahan iklim dan cuaca sulit diprediksi, maka pemerintah perlu
melakukan rehabilitasi jaringan irigasi untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
tanaman padi, terutama saat musim kemarau. Hal ini dirasakan mendesak oleh
karena kondisi waduk utama di beberapa provinsi sentra dalam keadaan rusak.
Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan terhadap kekeringan
dan rebahan angin.
Tabel 55. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Antar Provinsi dan Potensi
maksimum nasional
Variabel Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi Potensi
Indonesia
Utara Barat Tengah Timur Selatan maksimum
beta 0 8.008*** 8.474*** 7.896 *** 7.986*** 7.831*** 8.372*** 8.445***
lahan (ha) 0.847*** 0.943*** 0.940*** 1.029*** 0.860*** 0.985*** 0.907***
benih (kg) 0.138** 0.017 0.132*** 0.197*** 0.070** 0.071*** 0.139***
tenaga kerja
0.063*** 0.023 0.086** 0.041** 0.044*** 0.048*** 0.043***
(HOK)
urea (kg) 0.015*** 0.008 0.060** 0.043** 0.110*** 0.008** 0.014***
KCL (kg) 0.003 0.005 0.016*** 0.000 0.004** 0.006*** 0.006***
Dmusim (0.009) 0.124*** 0.069*** (0.026)** (0.059)** 0.033*** 0.0365***
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, ***nyata pada taraf α=5%
Variabel lain memiliki parameter yang jauh lebih rendah dari lahan.
Walaupun dengan nilai parameter yang kecil, variabel benih adalah variabel
penting setelah lahan. Dengan demikian perluasan lahan erat kaitannya dengan
peningkatan penggunaan benih. Upaya pemanfaatan lahan kering untuk tanaman
semusim dalam rangka perluasan usahatani padi membutuhkan benih yang adaptif
terhadap lahan kering. Untuk meningkatkan penggunaan benih perlu adanya
kebijakan harga benih yang terjangkau dan didukung oleh distribusi yang lancar
127
sampai ke pelosok baik di Jawa maupun di luar Jawa. Secara umum rata-rata di
Indonesia, seluruh input berpengaruh terhadap produksi sehingga penggunaan
input-input masih perlu ditingkatkan untuk meningkatkan produksi.
Jika dilihat antar provinsi, di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur
tidak semua variabel signifikan mempengaruhi produksi sehingga upaya untuk
mencapai produksi maksimum dilakukan melalui peningkatan penggunaan input
yang signifikan saja. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi maksimum
nasional, untuk mencapai produksi maksimum, seluruh petani masih perlu
meningkatkan input-inputnya terutama lahan dan berikutnya benih. Variabel
dummy musim relatif signifikan terhadap produksi dengan tanda positif yang
artinya peluang produksi pada saat musim hujan lebih tinggi daripada musim
kemarau. Hal ini karena padi relatif membutuhkan air yang cukup dibandingkan
tanaman lain sehingga penanaman saat musim hujan dapat menghasilkan panen
yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air sangat penting.
Dengan kondisi jaringan irigasi yang rusak, implikasinya adalah perlunya
rehabilitasi jaringan irigasi untuk menjaga ketersediaan air yang optimal. Dengan
irigasi yang baik, diharapkan saat musim hujan ketersediaan air tidak berlebih
sehingga tanaman tidak terendam dan di saat musim kemarau ketersediaan air
mencukupi sehingga tanaman tidak kekeringan. Kondisi ini berdampak perlunya
dukungan benih unggul yang adaptif terhadap musim.
128
129
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200
Lahan (ha)
Technical efficiency Linear (Technical efficiency)
Gambar 14. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Sumatera Utara
Jika dilihat dari sebaran petani responden (Tabel 57) maka petani yang
efisien sebagian besar adalah petani pemilik lahan. Dari 75 petani yang efisien
(nilai efisiensi ≥0.8) sebanyak 69 petani (93 persen) adalah petani pemilik lahan
sedangkan dari sebagian besar (23 orang) petani yang kurang efisien (0.6≤x<0.8)
sebanyak 13 petani (57 persen) adalah petani yang bukan pemilik lahan.
132
1,20
1,00
technical efficiency
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 2.000,000 4.000,000 6.000,000 8.000,000 10.000,000
produktivitas (kg/ha)
budidaya yang intensif, menyita waktu dan hampir tidak ada masa istirahat sejak
pengolahan lahan sampai panen. Hal ini membuktikan bahwa petani yang
berumur lebih muda akan menghasilkan usahatani yang lebih efisien. Kondisi di
lapangan membuktikan bahwa petani berada pada usia tua dan hal ini menjadi
masalah dalam efisiensi. Dilihat dari sebaran responden (Tabel 61) maka petani
yang efisien (nilai efisiensi > 0.8) sebagian besar berumur muda dan petani yang
tidak efisien (<0.8) adalah mereka yang berumur tua.
Implikasinya adalah ke depan perlu adanya regenerasi dari orang tua
petani kepada anak atau keluarganya yang lebih muda. Permasalahannya banyak
petani yang tidak mempersiapkan anaknya untuk mewarisi usahataninya karena
anaknya bersekolah di sektor non pertanian, atau jika sekolahnya di pertanian pun
mereka tidak mau bekerja di usahatani bahkan tidak kembali ke desanya. Mereka
menganggap usahatani padi tidak bergengsi dan tidak menguntungkan. Hal ini
berdampak usahatani padi orang tuanya semakin tidak efisien karena umur yang
semakin tua. Pada akhirnya karena warisan lahannya dijual atau dikonversi ke
sektor lain. Implikasi bagi pemerintah adalah perlunya kampanye sektor pertanian
agar diminati generasi muda dan masyarakat pedesaan sehingga mencintai
pertanian dan walaupun mereka sekolah di tempat lain namun bersedia kembali ke
desa untuk membangun pertanian. Promosi sektor pertanian juga diperlukan untuk
menekan urbanisasi sehingga dapat menahan masyarakat desa tidak migrasi ke
kota. Upaya yang dapat dilakukan yaitu perlunya menggalakkan lapangan kerja
pertanian dan agroindustri pedesaan yang profitabel dengan didukung oleh
infrastuktur jalan dan pasar di pedesaan.
Jika dilihat dari variabel pendidikan KK, maka variabel tersebut signifikan
berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda negatif (-0.0258) yang artinya
semakin tinggi pendidikan, maka inefisiensi akan semakin turun. Hal ini
menyatakan bahwa pendidikan merupakan variabel penting yang dapat
meningkatkan efisiensi. Dengan pendidikan yang lebih tinggi petani memiliki
kemampuan membaca dan menulis yang lebih baik sehingga memiliki
kesempatan lebih untuk dapat membaca buku, surat kabar, majalah, internet, dan
media lain. Wawasan yang lebih luas membuat petani lebih mampu mencari
informasi harga, informasi lokasi pemasok, informasi pasar, informasi input-input
137
baru, teknik budidaya baru, atau peluang ekspor. Selain itu menambah
keingintahuan petani terhadap hal-hal baru yang terjadi saat ini secara up to date
baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai pembanding. Dengan
demikian petani menjadi percaya diri dalam pengambilan keputusan usahatani dan
percaya diri dalam pergaulan sehingga dapat membina network dengan PPL,
balai-balai yang mendukung usahatani, atau lembaga penelitian yang dapat
mengantar petani kepada kesempatan pelatihan, training, kunjungan atau studi
banding. Selain itu dengan pendidikan yang lebih tinggi petani memiliki
kemampuan menghitung yang lebih baik sehingga lebih hati-hati dalam
pengeluaran, lebih rapi dalam pencatatan keuangan, dan lebih peka terhadap
peluang keuntungan.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa petani responden di Jawa Barat
berpendidikan rendah karena sebanyak 78.46 persen berpendidikan SD. Hal ini
menjadi masalah dalam efisiensi dan dapat menjadi landasan kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan manajerial petani.
Peningkatan pendidikan formal tidak diperlukan setinggi-tingginya karena
penekanannya lebih kepada pendidikan non formal. Petani dengan pendidikan
yang lebih tinggi, akan lebih terbuka dalam menerima informasi dan lebih mudah
mengadopsi atau menerima perubahan teknologi sehingga hal ini akan
meningkatkan efisiensi. Pendidikan petani dapat merupakan kombinasi antara
pendidikan formal dan atau informal seperti keterampilan teknis atau peningkatan
softskill melalui pelatihan atau training. Adapun sebaran petani pada Tabel 62
menunjukkan bahwa petani dengan pendidikan lebih dari SD adalah petani yang
efisien.
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif (+0.54) yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
138
menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan yang didukung input optimal. Dengan perluasan lahan
garapan ternyata dapat meningkatkan efisiensi (Gambar 16).
1,00
technical efficiency
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
luas lahan (ha)
Gambar 16. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi di Jawa Barat
secara kolektif dan serempak. Selain itu perlu dukungan pemerintah dalam hal
pemilihan jenis traktor yang sesuai kondisi lahan di Jawa Barat, sesuai dengan
pengolahan lahan musim hujan, MK1 atau MK2, serta dengan biaya yang
terjangkau petani pengguna. Pada Tabel 65 dapat dilihat sebaran petani
berdasarkan tingkat efisiensi teknis dan pengolahan lahan. Dari tabel tersebut
dapat dijelaskan bahwa petani yang menggunakan traktor dalam pengolahan
lahannya sebagian besar memiliki nilai efisiensi yang tinggi.
1,20
technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
2.000 4.000 6.000 8.000 10.000
produktivitas (kg/ha)
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif (+2.4368) yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan. Dengan perluasan lahan garapan yang didukung input
optimal ternyata dapat meningkatkan efisiensi (Gambar 18).
1,20
technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 0,200 0,400 0,600 0,800
luas lahan (ha)
Gambar 18. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Jawa Tengah.
Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi,
membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
146
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 70 dapat dilihat bahwa 19 persen petani pemilik adalah
petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.6) dan 97 persen petani non pemilik
adalah petani yang efisien (3 persen tidak efisien).
1,20
technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 2.000,000 4.000,000 6.000,000 8.000,000 10.000,000
produktivitas (kg/ha)
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena petani lebih melalaikan lahan miliknya daripada petani penggarap yang
harus menyewa atau menyakap. petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa
harus lebih mengeksploitasi lahan karena korbanan untuk lahan tersebut lebih
besar (membayar sewa, atau bagi hasil panen kepada pemilik lahan) dan
memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya menjadi lebih efisien dibanding
petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas lahan bahwa yang diutamakan
bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan.
Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non
padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 75 dapat dilihat bahwa sebanyak 32.43 persen petani
pemilik lahan adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8) dan 81
persen petani non pemilik adalah petani yang efisien (indeks efisiensi >0.8), hanya
19 persen yang tidak efisien.
151
rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal
ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak
(menuju penggunaan input optimal) adalah lebih besar daripada petani dengan
penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden
(Tabel 77) dapat dilihat bahwa 35 persen petani dengan penerimaan total <Rp 20
juta adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8). Sementara 78 persen
petani dengan penerimaan total lebih dari Rp 20 juta adalah petani yang efisien
(indeks efisiensi >0.8). Implikasinya adalah perlunya petani menambah
penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu
senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah.
1,20
technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00
produktiivtas (kg/ha)
Pendidikan (tahun)
Tingkat Efisiensi <=6 % 7≤y≤9 % >9 % total
<0.2 - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 5 100.00 - - - - 5 100
0.6≤x<0.8 25 71.43 9 26 1 3 35 100
≥ 33 58.93 17 30 6 11 56 100
Total 63 65.63 26 27 7 7 96 100
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
156
lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan. Perluasan lahan garapan berbanding lurus dengan
indeks efisiensi sehingga masih memungkinkan perluasan lahan tanpa
menurunkan efisiensi (Gambar 21).
1,10
technical efficiency
0,90
0,70
0,50
- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
luas lahan (ha)
Gambar 21. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Sulawesi Selatan
perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, peluang produksi padi di
Sulawesi Selatan lebih tinggi saat musim kemarau dan sebaliknya peluang
produksi saat musim hujan lebih rendah. Implikasinya terhadap mutu benih adalah
perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap
musim hujan (tahan terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit)
dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden pada
Tabel 81 terlihat bahwa 76.67 persen petani pengguna benih berlabel efisiensinya
lebih dari 0.8. Sementara 50 persen petani yang tidak menggunakan benih berlabel
adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8).
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
2.500,00 3.500,00 4.500,00 5.500,00 6.500,00 7.500,00 8.500,00
produktivitas (kg/ha)
anaknya bersekolah di sektor non pertanian, atau jika sekolahnya di pertanian pun
mereka tidak mau bekerja di usahatani bahkan tidak kembali ke desanya.
1,20
technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
luas lahan (ha)
Gambar 23. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis Rata-
Rata di Indonesia
perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi (yang tercermin dalam variabel
musim dan variabel benih pada fungsi produksi) maka implikasinya adalah
perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap
musim dan dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden
pada Tabel 85 terlihat bahwa dari seluruh petani yang efisien (>0.8) sebagian
besar (54.33 persen) adalah petani pengguna benih berlabel (Tabel 88).
Pola Tanam
Tingkat 1=3kali
Efisiensi padi % 0=kurang dari 3 kali padi % total
<0.2 - - 2 100 2 100
0.2≤x<0.4 - - 3 100 3 100
0.4≤x<0.6 2 11.11 16 89 18 100
0.6≤x<0.8 10 9.35 97 91 107 100
≥0.8 37 8.01 425 92 462 100
total 49 8.28 543 92 592 100
Pada Tabel 92 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan indeks efisiensi dan pola
tanam bahwa dari seluruh petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8),
sebanyak 90.77 persen adalah petani dengan pola tanam kurang dari 3 kali.
Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor
yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas serta produksi usahatani padi. Hal ini dapat
168
Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 93. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.7116 atau 71.16 persen sehingga masih
terdapat ruang yang besar untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama
sebesar 28.84 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan
mempengaruhi efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan efisien. Indeks
efisiensi ini dianggap rendah karena dibangun dari titik-titik paling efisien dari
setiap petani di Indonesia dengan memperhatikan variasi antar provinsi. Kondisi
masing-masing provinsi yang dinyatakan telah efisien (indeks efisiensi >0.8)
menjadi turun jika dibandingkan potensi maksimum nasional. Hal ini karena
potensi maksimum seorang petani di satu provinsi adalah rata-rata frontier di
provinsi tersebut sedangkan potensi maksimum nasional adalah kurva yang lebih
tinggi lagi yang dibangun dari seluruh petani di Indonesia.
Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis
usahatani padi secara potensi maksimum nasional di Indonesia, terdapat enam
variabel yang signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu pendidikan
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan
parameter estimates positif (+0.00143), pengolahan lahan signifikan berpengaruh
169
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates negatif (-
0.03252), akses ke lembaga keuangan formal signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+0.01729),
keaktifan kelompok tani signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada
taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+0.01357), penerimaan total
rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5%
dengan parameter estimates positif (+0.000104), dan pola tanam signifikan
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter
estimates negatif (-0.0000242).
Jika dilihat dari variabel pendidikan KK, maka variabel tersebut signifikan
berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda positif yang artinya semakin tinggi
pendidikan, maka efisiensi akan semakin turun. Hal ini menyatakan bahwa
pendidikan formal tidak menjamin efisiensi usahatani karena kemampuan
pendidikan formal yang dibutuhkan cukup dengan kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung. Selebihnya adalah kebutuhan keterampilan dan wawasan usahatani
yang dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Seorang petani berpendidikan
rendah (asalkan mampu membaca, menulis, dan berhitung) namun memiliki
keterampilan dan wawasan yang luas tentang usahatani, akan lebih efisien
daripada petani dengan pendidikan SMU namun minim dalam keterampilan dan
170
Hal ini berdampak lahan terfragmentasi terlebih jika persilnya berada pada
lokasi yang berbeda, sehingga penggunaan traktor menjadi tidak efisien. Selain itu
karena lahan garapan yang sempit (0.3 ha) dan variasi aktivitas teknik budidaya,
maka usahatani padi di Indonesia lebih efisien dilakukan secara labor intensif.
Kualitas pengolahan lahan oleh tenaga manusia dan bajak dianggap tidak kalah
dengan traktor sehingga sejalan dengan fungsi produksi bahwa penambahan
tenaga kerja dapat meningkatkan produksi.
Dari sebaran petani responden dapat dilihat bahwa dari seluruh petani
yang tidak efisien sebanyak 92.9 persen adalah mereka yang menggunakan traktor.
Implikasinya adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan
disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi, misalkan
pemilihan jenis traktor kecil, bajak, atau tenaga manusia.
Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut
memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan.
Dari sebaran petani pada Tabel 96 dapat dijelaskan bahwa dari seluruh
petani yang efisien, sebanyak 93.1 persen adalah petani yang tidak akses ke
lembaga keuangan formal.
172
komoditi padi ke palawija yang sesuai dengan musim kemarau dan memiliki nilai
ekonomis tinggi. Hal ini dibutuhkan untuk menambah penerimaan rumahtangga
dari komoditi non padi.
Untuk provinsi Jawa Timur upaya yang dapat dilakukan yaitu : Pemerintah
perlu membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun infrastruktur
pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau
pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim, perlunya dukungan
pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim hujan (tahan
terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit) dan dibarengi sosialisasi
serta distribusi yang baik, perlunya petani menambah penghasilan di luar
usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk membuat
industri kecil pengolahan di rumah.
Untuk provinsi Sulawesi Selatan upaya yang dapat dilakukan yaitu :
meningkatkan pendidikan dan keterampilan manajerial petani dengan penekanan
kepada pendidikan non formal, kepada memperluas lahan garapan. Pemerintah
dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun
infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau
pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim, perlunya dukungan
pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim hujan (tahan
terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit) dibarengi sosialisasi serta
distribusi yang baik. Oleh karena traktor dapat meningkatkan efisiensi maka
pengolahan lahan perlu dilakukan petani secara kolektif dan serempak. Selain itu
perlu dukungan pemerintah dalam hal pemilihan jenis traktor yang sesuai kondisi
lahan di Sulawesi Selatan, sesuai dengan pengolahan lahan musim hujan, MK1
atau MK2, serta dengan biaya yang terjangkau petani pengguna, lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Selain itu petani perlu menambah penghasilan di luar
usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk membuat
industri kecil pengolahan di rumah.
Mengacu pada potensi maksimum nasional Indonesia pada Tabel 100,
dengan melihat indeks efisiensi teknis (TE) maka dapat dilihat bahwa nilai
178
minimal TE petani di Sumatera Utara dan Jawa Tengah sangat rendah (kurang
dari 0.2) sementara di provinsi lain lebih dari 0.4. Demikian pula dengan nilai
maksimum TE, petani di Sumatera Utara dan Jawa Tengah adalah paling rendah.
Petani paling efisien terdapat di Jawa Timur (0.99952) dengan nilai minimum
yang paling tinggi pula (0.56056).
Tabel 100. Nilai Technical Efficiency Ratio (TER), Meta Technology Ratio
(MTR), Technical Gap Ratio (TGR), dan Random Error Ratio (RER)
Antar Provinsi, Pool Indonesia, dan Metafrontier.
pada nilai TE* kurang dari 70 persen (Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Hal ini
berdampak ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Ruang untuk provinsi
Sumatera Utara 26.44 persen, Jawa Barat 30.3 persen, Jawa Tengah 29.1 persen,
Jawa Timur 27.1 persen dan Sulawesi Selatan 30.6 persen. Dengan demikian,
untuk mencapai produksi potensi maksimum nasional masih perlu high effort
karena ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Upaya yang dapat
dilakukan yaitu melalui;
1. Peningkatan pendidikan non formal yang dapat meningkatkan
keterampilan teknik budidaya, perolehan dan penggunaan input, wawasan
informasi pasar, variasi teknologi, dan pemanfaatan kelembagaan.
2. Dalam hal pengolahan lahan perlunya mekanisasi yang labor intensif dan
disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi,
misalkan pemilihan jenis traktor kecil, bajak, atau tenaga manusia.
3. Lembaga keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah,
tepat waktu dan tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad
kredit, saat pemanfaatan kredit, dan saat pelunasan.
4. Karena pentingnya keaktifan dalam kelompok tani untuk meningkatkan
efisiensi, maka format penyuluhan perlu diperbaiki dalam hal penambahan
jumlah PPL karena dirasakan sangat terbatas, mengurangi wilayah kerja
PPL yang terlalu luas, menambah frekuensi kunjungan PPL ke kelompok
tani, meningkatkan kualitas PPL dalam keilmuwan, wawasan, dan
pengetahuan teknologi usahatani serta memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan petani sehingga dapat menyampaikan
informasi dan teknologi dengan baik. Selain itu topik yang dibahas PPL
haruslah yang up to date dan tepat sasaran sebagai solusi dari
permasalahan yang dihadapi, metode penyuluhan yang mengena dengan
fasilitas yang memudahkan transfer ilmu, serta memberikan fasilitas
kepada PPL seperti kendaraan untuk memudahkan menjangkau wilayah
kerja.
5. Untuk meningkatkan share penerimaan padi terhadap penerimaan total
rumahtangga, perlu dukungan pemerintah agar usahatani padi menjadi
lebih profitable sehingga diminati petani untuk lebih konsentrasi
180
breakthrough dalam jangka sangat panjang yang dapat menggeser fungsi produksi
lebih tinggi. Hal ini juga dapat diterapkan untuk provinsi yang lain dalam jangka
sangat panjang.
Random Error (RE) masing-masing provinsi menunjukkan error term
yang bukan berasal dari efek inefisiensi tetapi efek lain di luar kendali usahatani
seperti hama, penyakit, iklim, cuaca, dan sebagainya. Nilai ini disebut noise atau
vi yang dapat bernilai positif atau negatif. Nilai vi yang positif berarti usahatani
padi dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dari iklim, cuaca, dan faktor
uncontrollable lainnya sehingga output stochastic frontier lebih tinggi dari output
deterministic frontier. Semakin besar nilai vi positif berarti semakin dipengaruhi
iklim, cuaca, dan faktor menguntungkan lainnya sehingga mendukung produksi.
Sedangkan nilai vi yang negatif berarti usahatani padi dipengaruhi oleh kondisi
yang merugikan dari iklim, cuaca, dan sebagainya sehingga output stochastic
frontier lebih rendah dari output deterministic frontier. Noise atau vi dalam hal ini
identik dengan risiko produksi. Semakin besar nilai vi negatif berarti semakin
besar risiko usahatani padi yang tidak dapat dikendalikan petani.
Kondisi setiap provinsi menunjukkan nilai vi negatif yang berarti usahatani
padi di setiap provinsi dipengaruhi oleh risiko produksi negatif yang
uncontrollable. Risiko paling tinggi yaitu usahatani padi di Sulawesi Selatan (-
504.957) dan terendah yaitu di Jawa Barat (-318 999) yang berarti untuk mencapai
frontier masing-masing provinsi, risiko produksi di Sulawesi Selatan lebih besar
daripada di Jawa Barat. Namun jika dibandingkan dengan kondisi randon error
metafrontier (RE*), risiko produksi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah
paling tinggi (-2 161.675) dan (-1 443.016). Hal ini menunjukkan bahwa untuk
mencapai kondisi potensi maksimum, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan
dihadapkan pada risiko yang lebih tinggi dari provinsi lainnya. Jika dilihat dari
nilai RER (Random Error Ratio) yaitu perbandingan antara RE dengan RE* maka
nilai RER Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah terendah yang berarti gap
antara RE dengan RE* adalah tinggi. Semakin kecil nilai RER berarti semakin
buruk karena gap antara RE dengan RE* adalah besar sehingga untuk mencapai
output potensi maksimum perlu diwaspadai risiko yang lebih tinggi daripada
risiko mencapai output frontier dan sebaliknya semakin besar nilai RER atau
182
mendekati satu berarti gap antara RE dengan RE* tidak begitu jauh sehingga
risikonya relatif sama antara frontier dengan metafrontier. Implikasinya adalah
usahatani padi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan memerlukan treatment khusus
untuk mewaspadai risiko produksi yang tinggi. Diantaranya dengan inovasi benih
unggul yang adaptif terhadap musim dan hama penyakit serta rehabilitasi jaringan
irigasi.
Mengingat kondisi efisiensi teknis yang terjadi pada masing-masing
provinsi, rata-rata Indonesia, dan level potensi maksimum nasional di Indonesia,
maka adalah keputusan yang keliru jika pemerintah hendak menghentikan
penanaman padi di Indonesia dengan alasan telah jenuh sehingga tidak ada lagi
cara dan upaya untuk meningkatkan teknologi dan produksi padi dan lebih baik
diganti dengan komoditi lain yang dianggap lebih unggul, dengan alasan padi
lebih baik impor. Pemahanan ini mematahkan peluang bahwa padi ternyata masih
memiliki ruang untuk ditingkatkan efisiensi dan produksinya. Kondisi leveling off
productivity growth dapat disolusikan dengan paket teknologi baru sehingga
mendongkrak pertumbuhan produktivitas dan sampai batas tertentu leveling off
kembali diangkat dengan terobosan teknologi yang terus berkembang. Berbeda
dengan negara maju dimana new technology menghasilkan low cost, di negara
berkembang terobosan teknologi dapat meningkatkan biaya karena harga-harga
yang naik. Namun dengan didukung kebijakan harga output dan input yang
membela petani, teknologi baru dapat meningkatkan produktivitas sekaligus
meningkatkan profit.
Senjang hasil dapat disolusikan dengan terobosan teknologi, senjang
komoditi dapat disolusikan dengan peningkatan intensitas penanaman (IP), dan
senjang diversifikasi dapat disolusikan dengan SIT (Sistem Integrasi Tanaman
Ternak). Memang dalam kondisi otonomi daerah, kebijakan swasembada beras
belum tentu diterima di level provinsi karena konversi lahan dari padi non padi
sangat menggiurkan dengan land rent 1:560 untuk sektor industri. Namun disaat
setiap negara produsen padi memfokuskan pada produksi dalam negeri dan
berupaya untuk swasembada bahkan tidak lagi bersedia mengekspor, mengapa
Indonesia harus melepas padi ke komoditi lain dan menjadikan impor sebagai
andalan ketersediaan.
183
Perlu ditekankan bahwa padi menyangkut hajat hidup orang banyak karena
lebih dari 90 persen masyarakat tergantung pada beras sehingga kesalahan
kebijakan padi akan berdampak fatal. Untuk itulah perenungan kepentingan
komoditi demi khalayak dibutuhkan sebelum pengambilan keputusan dan padi
adalah komoditi yang masih memiliki prospek cerah untuk dipertahankan demi
kepentingan khalayak.
184
185
Tabel 101. Harga Rata-rata Input yang Berlaku Pada Setiap Provinsi Sentra
Tahun 2010.(Dalam Rupiah)
Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa sewa lahan untuk padi di Sumatera Utara
adalah paling mahal sebagai konsekuensi dari pengembangan tanaman
perkebunan, selanjutnya adalah di Jawa Barat dimana lahan untuk padi mulai
tergeser oleh konversi sector lain. Harga benih di Jawa relatif lebih murah
186
dibanding di luar Jawa namun upah sebaliknya, di luar Jawa lebih mahal karena
ketersediaan yang lebih terbatas. Harga benih di Jawa Barat lebih mahal
dikarenakan termasuk biaya transportasi dan kelembagaan (biaya transaksi).
Harga urea di luar Jawa juga relatif lebih mahal karena walaupun pupuk ini
bersubsidi namun faktor lokasi dan distribusi berdampak harga yang diterima
petani menjadi mahal. Di Jawa Timur harga-harga relative lebih murah (sewa
lahan, upah buruh dan harga pupuk KCl) karena distribusi yang baik, rendahnya
biaya transportasi dan biaya transaksi.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi,
dan ekonomi rata-rata 83.63 persen, 78.33 persen, dan 62.28 persen. Walaupun
secara teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena banyak petani
yang tidak efisien secara alokasi (57 persen). Hal ini berdampak secara ekonomi
tidak efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
187
Fenomena efisiensi teknis yang tinggi namun efisiensi alokasi yang rendah
dapat dijelaskan pada Gambar 25. Titik A, B dan C berada pada fungsi produksi
188
frontier yang sama sehingga ketiga titik tersebut dapat dikatakan telah efisien
secara teknis. Namun pada titik A dan C belum mencapai efisiensi alokasi,
sedangkan titik B telah efisien secara alokasi karena pada titik B terjadi
persinggungan antara kurva fungsi produksi frontier dengan garis rasio harga
input-outputnya (Px/Py).
Keuntungan maksimum tercapai saat produk marjinal (PM) sama dengan
rasio harga input-output (Px/Py). Jika kondisi aktual berada pada titik A maka
agar tercapai efisiensi alokasi penggunaan input X harus dikurangi dari X 1
menjadi X2 sehingga akan tercapai keuntungan yang maksimum. Demikian pula
jika kondisi aktual pada titik C, maka agar tercapai efisiensi alokasi penggunaan
input X harus ditambah dari X3 menjadi X2 untuk mencapai keuntungan
maksimum. Dengan mengalokasikan penggunaan input secara tepat sesuai dengan
harga inputnya maka akan berdampak pada peningkatan efisiensi alokasi.
Peningkatan efisiensi alokasi ini akan menyebabkan penurunan biaya, sehingga
keuntungan petani akan meningkat.
Selain penggunaan input yang kurang atau berlebihan, penyebab lain
rendahnya efisiensi alokasi yaitu informasi harga input dan output yang tidak
sempurna yang biasanya terjadi di sektor pertanian sehingga keragaman harga
input dan output tidak cukup digambarkan oleh harga rata-rata. Jika harga input
transparan dan petani dapat menikmati harga murah atau disubsidi maka dapat
meningkatkan efisiensi alokasi sehingga dapat menghemat biaya dan akhirnya
dapat meningkatkan keuntungan. Harga input yang dirasakan mahal terutama
harga benih unggul dan KCL sehingga penurunan harga kedua input ini dapat
membantu meningkatkan efisiensi alokasi dan ekonomi.
8.2. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Barat
Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 103.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 90.74 persen, 63.05 persen, dan 56.71 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun sekali karena petani yang efisien
secara alokasi hanya sebanyak 10 persen. Hal ini berdampak secara ekonomi tidak
efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
189
Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel
104. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 80.62 persen, 62.58 persen, dan 47.56 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena petani yang tidak efisien
secara alokasi sebanyak 83.62. Hal ini berdampak secara ekonomi tidak efisien.
akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.1185 dan 0.9926 dengan rata-rata
0.6258. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 36.96 persen (1-
0.6258/0.9926), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 88.07 persen (1-0.1185/0.9926).
kondisi petani dikatakan efisien (indeks efisiensi teknis >0.8) dengan ruang
peningkatan efisiensi yang lebih kecil sementara penghematan biaya sebagai
dampak pencapaian efisiensi alokasi adalah cukup besar. Upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi petani
memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau
pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum. Selain itu
dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.
8.4. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Timur
Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 105.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 84.38 persen, 70.14 persen, dan 58.14 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena sebagan besar (66.32
persen) petani tidak efisien secara alokasi. Hal ini berdampak secara ekonomi
tidak efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.2478 dan 0.9682 dengan rata-rata
0.7014. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 27.56 persen (1-
0.7014/0.9682), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 74.41 persen (1-0.2478/0.9682).
Efisiensi alokasi dan ekonomi di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel
106. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 81.67 persen, 92.73 persen, dan 74.35 persen.
dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.
agar biaya input terjangkau oleh petani. Adapun ringkasan penghematan biaya
dapat dilihat pada Tabel 109.
Tabel 110. Perbandingan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan Ekonomi Setiap Provinsi
Serta Kondisi Metafrontier dan Perubahannya.
META META META
PROVINSI TE TE* Delta AE AE* delta EE EE* delta
Sumatera Utara 0.8363 0.7356 0.1006 0.78333 0.7744 0.009 0.6228 0.5650 0.0578
Jawa Barat 0.9074 0.6970 0.2104 0.63049 0.8515 -0.221 0.5671 0.5882 -0.021
Jawa Tengah 0.8062 0.7091 0.0970 0.62576 0.6318 -0.006 0.4756 0.4477 0.0279
Jawa Timur 0.8438 0.7289 0.1149 0.70144 0.7292 -0.028 0.5814 0.5329 0.0485
Sulawesi Selatan 0.8167 0.6936 0.1231 0.92735 0.9612 -0.034 0.7435 0.6626 0.0809
Pool 0.8497 0.7116 0.1381 0.67361 0.7732 -0.010 0.5573 0.5469 0.0105
Meta 0.7116 0.77318 0.5469
Kecuali petani di Sulawesi Selatan, secara teknis dan alokasi telah efisien yang
artinya penggunaan input selain memperhatikan kebutuhan optimal juga telah
memperhatikan harga-harga yang berlaku. Tingginya efisiensi teknis dibanding
efisiensi alokasi ini sebagai bukti bahwa selama ini orientasi produksi maksimum
lebih diutamakan sementara orientasi farmer welfare dikesampingkan.
Efisiensi alokasi metafrontier (AE*) rata-rata lebih tinggi daripada
efisiensi alokasi frontier (AE). Kondisi efisiensi alokasi metafrontier (AE*)
menunjukkan bahwa dibandingkan potensi maksimum nasional hampir seluruh
provinsi telah efisien secara alokasi (kecuali Jawa Tengah) yang artinya petani
menggunakan input dengan memperhatikan harga-harga yang berlaku. Walaupun
secara teknis kondisi petani tidak efisien karena TE* yang rendah.
Oleh karena efisiensi alokasi (AE) di setiap provinsi lebih rendah dari
efisiensi teknis (TE), maka berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE).
Dalam hal ini rendahnya efisiensi ekonomi (EE) lebih disebabkan oleh
permasalahan inefisiensi alokasi daripada inefisiensi teknis. Hal ini dikarenakan
informasi harga input yang tidak transparan, informasi harga output yang sulit
diduga (karena ditentukan di pasar dan terjadi setelah panen), atau jika harga
diketahui petani, namun mereka tidak dapat melakukan pembelian input dengan
mempertimbangkan harga karena penggunaan input telah ditetapkan dosis dan
standarnya. Solusinya adalah perlunya dukungan harga input dan output yang
membela petani sehingga petani dapat melakukan penghematan dan mencapai
keuntungan maksimum.
Pada kondisi potensi maksimum nasional rendahnya efisiensi teknis (TE*)
berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE*) walaupun efisiensi alokasi
(AE*) sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis (TE*). Rendahnya efisiensi
ekonomi (EE*) lebih disebabkan oleh permasalahan inefisiensi teknis daripada
inefisiensi alokasi. Dengan potensi maksimum nasional (metafrontier), rata-rata
petani di Indonesia dapat dikatakan telah menggunakan input dengan
memperhatikan harga-harga yang berlaku. Dalam hal ini rasionalitas petani
berperan dalam pengambilan keputusan penggunaan input yang disesuaikan
dengan kondisi daya beli mereka. Solusi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi
(EE*) yaitu perlunya penggunaan input secara optimal bagi petani-petani yang
199
Tabel 111. Perbandingan Biaya Minumun Antar Provinsi dan Potensi maksimum
nasional
Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi
Provinsi Utara Barat Tengah Timur Selatan Indonesia
C 2,458,331 3,526,472 2,036,615 1,628,380 2,436,423 2,434,338
C meta 2,050,256 3,561,086 2,066,720 1,953,751 2,473,365 2,439,908
C-Cmeta 408,075 -34,614 -30,104 -325,372 -36,942 -5,569
C* 1,557,810 1,960,167 961,692 912,247 1,631,499 1,382,330
C*meta 1,179,550 2,052,751 918,578 1,003,857 1,494,588 1,318,811
C*/C*meta 1.33 0.95 1.05 0.91 1.09 1.06
201
9.1. Kesimpulan
1. Produksi padi antar provinsi menunjukkan bahwa faktor yang secara
konsisten berpengaruh nyata di setiap provinsi adalah lahan dan benih.
Produksi padi di setiap provinsi paling responsif terhadap lahan. Faktor lain
seperti tenaga kerja, pupuk urea, pupuk KCl dan musim pengaruhnya
bervariasi antar provinsi. Produksi padi secara nasional menggunakan fungsi
produksi metafrontier menunjukkan bahwa seluruh faktor produksi yaitu
lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk KCl, dan musim berpengaruh
nyata terhadap produksi.
2. Secara teknis setiap provinsi sentra telah efisien dengan indeks efisiensi
teknis lebih dari 80 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi di
setiap provinsi bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing. Mutu benih
dan status lahan hampir di setiap provinsi berpengaruh terhadap efisiensi. Di
seluruh provinsi kecuali Sumatera Utara, lahan dengan status penguasaan
non-milik lebih efisien dibandingkan dengan lahan berstatus milik.
Berdasarkan fungsi produksi metafrontier efisiensi produksi padi secara
teknis di tingkat nasional lebih rendah dibandingkan efisiensi teknis di
masing-masing provinsi terutama Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Analisis
lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat senjang teknologi (technological
gap) yang tinggi pada produksi padi di masing-masing provinsi dibandingkan
dengan tingkat nasional. Di samping itu selain dipengaruhi oleh input
produksi padi di setiap provinsi juga dipengaruhi negatif oleh faktor yang
tidak terkendali (negative random error).
3. Walaupun di masing-masing provinsi secara teknis telah efisien, seluruh
provinsi kecuali Sulawesi Selatan secara alokasi dan ekonomi tidak efisien.
Hal ini menunjukkan walaupun produksi secara teknis hampir mencapai
maksimum akan tetapi belum mencapai keuntungan maksimum. Hal ini
dikarenakan petani tidak memiliki informasi yang sempurna tentang harga
input dan output dibandingkan informasi teknis. Pada tingkat nasional
rendahnya efisiensi ekonomi (belum mencapai keuntungan maksimum),
202
selain disebabkan oleh tidak sempurnanya informasi harga, secara teknis juga
belum efisien.
ini menggunakan fungsi biaya dual frontier dikarenakan informasi harga tidak
tersedia sehingga penelitian ini tidak dapat menggunakan model fungsi biaya
Fourier Flexible Frontier. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan survei
harga pada setiap petani.
204
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M., Chaudhry, G.M., and Iqbal, M. 2002. Wheat Productivity, Efficiency
and Sustainability: A Stochastic Production Frontier Analysis. The
Pakistan Development Review. 4:643–663.
Aigner, D.J, and Chu, S.F. 1968. On Estimating The Industri Production Function.
American Economic Review. 58(4): 826-839.
Aigner, D.J., Lovell, C.A.K., and Schmidt, P. 1977. Formulation and Estimation of
Stochastic Frontier Production Function Model. Journal of Econometrics.
6:21-37.
Ali, M. and J.C. Flinn. 1989. Profit Efficiency in Basmati Rice Producers in
Pakistan‟s Punjab. American Journal of Agricultural Economics. 71:303-
310.
Amaza., P.S. and D.C. Maurice. 2005. Identification of Faktors That Influence
Technical Efficiency in Rice-Based Production Sistems in Nigeria.
Proceeding. Workshop on Policies and Strategies for Promoting Rice
Production and Food Security in Sub-Saharan Africa. 7-9 November 2005,
Cotonou. Benin.
Auma, O.J.B., Kazuhiko, H, Shoji,S., and T. Muasao. 2006. Farm Size and
Productive Efficiency: Lessons from Smallholder Farms in Embu District,
Kenya. Journal Faculty of Agriculture, Kyushu University. 51:449-458.
Azad M.A.S., Mustafi, B.A.A., and Hossian, M. 2008. Hybrid Rice: Economic
Assessment of a Promising Technology for Sustainable Food Grain
Production in Bangladesh. Proceedings. AARES 52nd Annual Conference,
5-8 Februari. Rydges Lakeside Canberra, ACT, Australia.
Azhar, R.A. 1991. Education and Technical Efficiency During The Green
Revolution in Pakistan. Economic Development and Cultural Change.
39:651-665.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Berita Resmi Statistika. No. 12/02/Th. XIV, 7
Februari 2011. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Bagi, F.S. 1982. A Relationship Between Farm Size and Technical Efficiency in
West Tennessee Agriculture. South Journal of Agricultural Economics.14
(December, 1982):139-144.
Barki, A.A. and Shah, H.N.1998. Stochastic Frontier and Technical Efficiency of
Farms in Irrigated Area of Pakistan‟s Punjab. The Pakistan Development
Review. 37:275-291.
Barnum, H.N. and Squire, L. 1978, Technology and Relatif Economic Eficiency.
Oxford Economic Papers . 30, 181-198.
Battese, G.E, and Corra, G.S. 1977. Estimation of A Production Frontier Model:
With Application to The Pastoral Zone of Eastern Australia. Australian
Journal of Agricultural Economics, 21. No.3: 169-179.
Battese, G.E, and Coelli, T.J. 1995. A Model for Technical Inefficiency Effects in
a Stochastic Frontier Production Function for Panel Data. Empirical
Economics. 320-332.
Battese, G.E., Malik, S.J and Gill, M.A. 1996. An Investigation of Technical
Inefficiencies of Production of Wheat Farmers in Four Districts of
Pakistan. Journal of Agricultural Economics, 47, 37-49.
Battese, G.E., and D.S.P Rao. 2002. Technology Gap, Efficiency, and a Stochastic
Metafrontier Function. International Journal of Business and Economics,
Vol. 1, No. 2, 87-93.
Battese, G E., D.S.P Rao., and C.J O‟Donnell. 2004. A Metafrontier Production
Function for Estimation of Technical Efficiencies and Technology Gaps
for Firms Operating Under Different Technologies. Journal of Productivity
Analysis. 21, 91–103.
Beattie, B.R, and Taylor, C.R. 1985. The Economics of Production, Wiley, New
York.
Chen, Z., and S.Song. 2006. Efficiency and Technology Gap in China‟s
Agriculture: A Regional META-Frontier Analysis. UNR Economics
Working Paper Series Working Paper No. 06-005. Department of
Economics University of Nevada, Reno.
Coelli TJ. 1996. Measurement of total faktor productivity growth and biases in
technological change in Western Australian agriculture. Journal of Applied
Econometrics, 11: 77-91.
Coelli, T.J., Rahman, S and Thirtle, C. 2002. Technical, Allocative, Cost and
Scale Efficiencies in Bangladesh Rice Cultivation: A Nonparametric
Approach. Journal of Agricultural Economics, 53:607-626.
208
Coelli, T.J., D.S.P Rao, and Battese, G.E. 1998, An Introduction to Efficiency and
Productivity Analysis, Kluwer Academic Publishers, Boston.
Fogarasi, J., and L.Latruffe. 2009. Farm performance and support in Central and
Western Europe: A comparison of Hungary and France. International
Association of Agricultural Economists Conference. Beijing, China.
Fuwa, N., Edmonds, C and Banik, P. 2005. How Inefficient Are Small-Scale Rice
Farmers in Eastern India really ? Examining the Effects of
Microtopography on Technical Efficiency Estimates. Proceeding.
American Agricultural Economics Association Annual Meeting. 24-27,
July 2005. Providence. Rhode Island.
Gotsch, C.H. 1972. Technological Change and the Distribution of Income in Rural
Areas. American Journal of Agricultural Economics. 54. no.2 (May, 1972):
326–341.
Goyal, S.K., and Suhag, K.S. 2003. Estimation of Technical Efficiency on Wheat
Farms in Northern India - A Panel Data Analysis. Working Paper.
International Farm Management Congress.
Helfand, S.M., 2003. Farm Size and Determinants of Production Efficiency in the
Brazilian Centre West. Proceeding 25th International Conference
Agricultural Economics (IAAE). 16th - 22nd August, 2003. Durban. South
Africa; 605–612.
Herdt, R, W., and A.M. Mandac. 1981. Modern Technology and Economic
Efficiency of Philippine Rice Farms. Economics Development and
Cultural Change. 29:374–399.
Huang, C.J. and Bagi, F.S. 1984. Technical Efficiency on Individual Farms in
Northwest India. Southern Economics Journal. 51 (July, 1984):108-115.
Idiong I.C. 2007. Estimation of Farm Level Technical Efficiency in Small Scale
Swamp Rice Production in Cross River State of Nigeria: A Stochastic
Frontier Approach. World Journal of Agricultural Sciences. 3 (5): 653-
658.
Jemaa, M., M,Ben., and M.Adel Dhif. 2006. Agricultural Productivity and
Technological Gap Between MENA Region and Some European
Countries: A Metafrontier Approach. LEGI-Polytechnics of Tunisia.
211
Jha, R., Chitkara, P. and Gupta, S. 2000. Productivity, Technical and allocative
Efficiency and Farm Size in Wheat Farming in India: A DEA approach.
Applied Economics Letters. 7:1-5.
Kabir, H., and M.Khan. 2010. Using The Metafrontier Approach For Estimating
Technical Efficiency And Technological Gaps Of Biogas Plants Under
Different Regions In Bangladesh. Bangladesh Research Publications
Journal, Vol. 4, 31-40.
Khan, M.H., and Maki, D.R., 1979. Effect of Farm Size on Economic Efficiency:
The Case of Pakistan. American Journal Agricultural Economics, 61, 64–
69.
Kusnadi, N., Tinaprilla, N. 2011a. Indonesia Rice Supply and Demand Dynamic
Model. Journal of Asian Forum for Business Education (AFBE). Vol 4
No. 2, July 2011. ISSN 2071-7873. Bangkok. Thailand.
Kustiari, R., Simatupang, P., Swastika, D.K.S., Wahida, Purwoto, A. Purba, H.J.,
Nurasa, T. 2010. Supply and Demand Projection (2009-2014) for Major
Agricultural Commodities. Agro-socioeconomics Newsletter. 04(4).
December, 2010. Published by The Indonesian Center for Agriculture
Socio Economic and Policy Studies. Bogor.
Lau, L.J. and Yotopoulos, P.A. 1971. A Test for Relatif Efficiency and An
Application to Indian Agriculture. American Economic Review. 61: 94-
109.
___________________________. 1989. The Meta-Production Function
Approach to Technological Change in World Agriculture. Journal of
Development Economics. 31(2) October 1989: 241-269.
213
Li, L.P. 2000. Yield Gaps, Economic Inefficiency and Potential for Productivity
Growth of Rice Farms in China. [Dissertation].University of the
Philippines.
Meeusen, W, and J. Van Den Broek J. 1977. Efficiency Estimation from Cobb-
Douglas Production Function with Composed Error. International Economic
Review. 18: 435-444.
Mohammed, Anatu., and Newlove Franklin Alorvor. 2004. Foreign Capital and
Firm Level Efficiency in Ghana: A Metafrontier Production Function
Approach. Master Thesis No 2004:32. Graduate Business School, School
of Economics and Commercial Law, Göteborg University.
O‟Donnell, C.J., D.S.P Rao., and G.E Battese. 2007. Metafrontier Frameworks
for The Study of Firm-Level Efficiencies and Technology Ratios.
Springer-Verlag. Empirical Economics 34, 231–255.
Ogundari, K, Amos, T.T, and Ojo, S.O. 2010. Estimating Confidence Intervals for
Technical Efficiency of Rainfed Rice Farming Sistem in Nigeria. China
Agricultural Economics Review. 2(1): 231-240.
Parikh, H., Ali, F., and Shah, M.K. 1995. Measurement of Economic Efficiency
in Pakistan Agriculture. American Journal of Agricultural Economics.
77(2): 675-686.
Rios, A.R. and Shively, G.E. 2005. Farm Size and Non Parametric Efficiency
Measurements for Coffee Farms in Vietnam. Proceeding. American
Agricultural Economics Association Annual Meeting. 24-27 July 2005,
Providence, Rhode Island.
Saenong, S., Suherman, O., Bahtiar., Alam, S.; Azis, M.; Kartono, G. 1998. The
Assessment of Direct Seeded Rice (Tabela) in Rice Base Farming Systems
Agribusiness Oriented (SUTPA) in South Sulawesi. Jurnal Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. ISSN0216-9959 Vol. No.v. 17(1) p. 20-32
Saka. J.O., and Lawal, B.O. 2009. Determinants of Adoption and Productivity
of Improved Rice Varieties in Southwestern Nigeria. African Journal of
Biotechnology. 8 (19): 4923-4932.
216
Schmidt, P., and C.A.K. Lovell. 1976. Estimating Stochastic Production and Cost
Frontiers When Technical and Allocative Inefficiency Are Correlated.
Journal of Econometrics. 13:83-100.
Seyoum, E.T., Battese, G.E, and Fleming, E.M. 1998. Technical Efficiency and
Productivity of Maize Producers in Eastern Ethiopia: A study of Farmers
Within and Outside the Sawakawa–Global 2000 Project. Agricultural
Economics . (19): 341-348.
Sharif, N.R. and Dar, A.A. 1996. An Empirical Study of The Patterns and Sources
of Technical Inefficiency in Traditional and HYV Rice Cultivation in
Bangladesh. Journal of Development Studies. 32:612-629.
Sinaga, R. S., and Sinaga, B.M. 1978. Comments on Shares of Farm Earnings
from Rice Production. International Rice Research Institute (IRRI).
Economic Consequences of the New Rice Technology. Los Banos,
Philippines.
Sipiläinen, T., Kuosmanen T., and Kumbhakar S.C. 2008. Measuring Productivity
Differentials – An Application to Milk Production in Nordic Countries.
12th Congress of the European Association of Agricultural Economics –
EAAE. HAWEPA. Halle, German.
Soekartawi, Soehardjo,A., Dillon, J.L., Hardaker, J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI Press. Jakarta.
Srivastava, U.K, and Heady, E.O. 1973. Technological Change and Relatif Faktor
Shares in Indian Agriculture: An Empirical Analysis. Australian
Agricultural Economics Society. VI:pp 6.
Tian, W, and Wan, G.H. 2000. Technical Efficiency and Its Determinants in
China‟s grain production. Journal of Productivity Analysis. 13: 159-174.
Xu, X. and Jeffrey, S.R. 1995. Efficiency and Technical Progress in Traditional
and Modern Agriculture: Evidence from Rice Production in China. [Staff
Paper] 95-102. Department of Rural Economy, Faculty of Agriculture,
Forestry, and Home Economics, University of Alberta, Edmonton, Canada.
Yang , Chih-Hai., and Ku-Hsieh Chen. 2007. Are Small Firms Less Efficient?.
Springer Science+Business Media, LLC. Small Business Economics 32,
375–395.
Zyl, J.V., Binswanger, H, and Twirtle, C. 1995. The Relationship Between Farm
Size and Efficiency in South African Agriculture. Policy Research
Working Paper, 1548. The World Bank Washington, D.C.
218
LAMPIRAN
219
C*
221
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Parameter Standard Variance
Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
222
Parameter Estimates
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
POOL
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
Parameter Standard Variance
Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation
META
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT SUMUT
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT JABAR
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT JATENG
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT JATIM
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT SULSEL
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT POOL
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
RESTRICT META
Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
Parameter Estimates
beta 0 0.76905472E+01
beta 1 0.81948916E+00
beta 2 0.15614935E+00
beta 3 0.13689522E+00
beta 4 0.30396658E-01
beta 5 0.66264281E-02
beta 6 0.82994279E-04
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.10417902E+00
gamma 0.75000000E+00
0.26523229E-02-0.83928655E-02-0.88374131E+00 0.10429888E-01-0.11840592E-02
-0.73927082E+00-0.11799627E+00 0.85381023E+00 0.12242199E+00-0.50829216E-01
-0.10187643E-07 0.00000000E+00 0.16776226E+00 0.92345802E+00
iteration = 25 func evals = 193 llf = 0.22586217E+02
0.80078648E+01 0.84727632E+00 0.13770888E+00 0.62921708E-01 0.15179435E-01
0.26838962E-02-0.91131077E-02-0.91558408E+00 0.10830325E-01-0.12027237E-02
-0.75756813E+00-0.11744562E+00 0.87254769E+00 0.12857409E+00-0.50392988E-01
-0.10423800E-07 0.00000000E+00 0.16962939E+00 0.92420862E+00
iteration = 27 func evals = 206 llf = 0.22586784E+02
0.80079029E+01 0.84728389E+00 0.13770651E+00 0.62915090E-01 0.15178787E-01
0.26839520E-02-0.91149714E-02-0.91579280E+00 0.10833267E-01-0.12022665E-02
-0.75767369E+00-0.11744378E+00 0.87263635E+00 0.12860316E+00-0.50392930E-01
-0.10425389E-07 0.00000000E+00 0.16964385E+00 0.92421452E+00
covariance matrix :
1 1 0.89666186E+00
239
2 1 0.61560112E+00
3 1 0.88887063E+00
4 1 0.63745058E+00
5 1 0.95948365E+00
6 1 0.93858225E+00
7 1 0.91495468E+00
8 1 0.89437596E+00
9 1 0.93247234E+00
10 1 0.76610011E+00
11 1 0.85939495E+00
12 1 0.96255868E+00
13 1 0.57676803E+00
14 1 0.82062992E+00
15 1 0.62998417E+00
16 1 0.82554875E+00
17 1 0.84915085E+00
18 1 0.72990666E+00
19 1 0.92668630E+00
20 1 0.76564550E+00
21 1 0.70220214E+00
22 1 0.87348472E+00
23 1 0.88275504E+00
24 1 0.85300270E+00
25 1 0.88694764E+00
26 1 0.84015305E+00
27 1 0.63066080E+00
28 1 0.65947841E+00
29 1 0.89960447E+00
30 1 0.84092415E+00
31 1 0.91309032E+00
32 1 0.86006241E+00
33 1 0.94518916E+00
34 1 0.74143426E+00
35 1 0.93621923E+00
36 1 0.95951877E+00
37 1 0.92517638E+00
38 1 0.87535747E+00
39 1 0.84468443E+00
40 1 0.92288241E+00
41 1 0.86432004E+00
42 1 0.81890318E+00
43 1 0.86520154E+00
44 1 0.90243401E+00
45 1 0.96285625E+00
46 1 0.89439701E+00
47 1 0.86150851E+00
48 1 0.75979413E+00
49 1 0.84994958E+00
50 1 0.78436006E+00
51 1 0.91621408E+00
52 1 0.87173378E+00
53 1 0.92499394E+00
54 1 0.82285223E+00
55 1 0.89947065E+00
56 1 0.72859269E+00
57 1 0.82417284E+00
58 1 0.88799765E+00
59 1 0.90807056E+00
60 1 0.87667213E+00
61 1 0.92421296E+00
62 1 0.93653055E+00
63 1 0.88185885E+00
64 1 0.92430573E+00
65 1 0.85512033E+00
66 1 0.96551696E+00
67 1 0.92929946E+00
68 1 0.84828213E+00
69 1 0.96831823E+00
70 1 0.93960978E+00
71 1 0.89207119E+00
72 1 0.93031392E+00
240
73 1 0.79133396E+00
74 1 0.61732948E+00
75 1 0.94035743E+00
76 1 0.92393552E+00
77 1 0.94168757E+00
78 1 0.96228067E+00
79 1 0.89027629E+00
80 1 0.88004628E+00
81 1 0.68679097E+00
82 1 0.86481228E+00
83 1 0.60914793E+00
84 1 0.88486404E+00
85 1 0.60382729E+00
86 1 0.86849807E+00
87 1 0.89408377E+00
88 1 0.82371197E+00
89 1 0.94954314E+00
90 1 0.71506228E+00
91 1 0.62786842E+00
92 1 0.84619744E+00
93 1 0.72859269E+00
94 1 0.88799765E+00
95 1 0.64128246E+00
96 1 0.77347302E+00
97 1 0.82725133E+00
98 1 0.80227889E+00
99 1 0.84507534E+00
100 1 0.19490688E+00
JABAR
beta 0 0.82325474E+01
beta 1 0.85027891E+00
beta 2 0.12647179E+00
beta 3 0.33329440E-02
beta 4 0.21073353E-01
beta 5 0.40632942E-02
beta 6 0.12364971E+00
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.86528783E-01
gamma 0.79000000E+00
covariance matrix :
1 1 0.45180547E+00
244
2 1 0.75700927E+00
3 1 0.66379315E+00
4 1 0.59575827E+00
5 1 0.63449315E+00
6 1 0.66152688E+00
7 1 0.59541689E+00
8 1 0.88774437E+00
9 1 0.64406765E+00
10 1 0.77532574E+00
11 1 0.94225282E+00
12 1 0.85142781E+00
13 1 0.92391418E+00
14 1 0.87347593E+00
15 1 0.92661188E+00
16 1 0.93465900E+00
17 1 0.94029332E+00
18 1 0.86395051E+00
19 1 0.87281825E+00
20 1 0.90692985E+00
21 1 0.92781445E+00
22 1 0.84176636E+00
23 1 0.85086951E+00
24 1 0.91536191E+00
25 1 0.90281587E+00
26 1 0.90307760E+00
27 1 0.86607191E+00
28 1 0.89317594E+00
29 1 0.94486650E+00
30 1 0.87318059E+00
31 1 0.90418418E+00
32 1 0.91885841E+00
33 1 0.95854432E+00
34 1 0.90210704E+00
35 1 0.94106779E+00
36 1 0.92502872E+00
37 1 0.91890839E+00
38 1 0.92909315E+00
39 1 0.94352302E+00
40 1 0.91493173E+00
41 1 0.85089898E+00
42 1 0.91910771E+00
43 1 0.92875281E+00
44 1 0.88032710E+00
45 1 0.87291268E+00
46 1 0.81827577E+00
47 1 0.92115164E+00
48 1 0.86305251E+00
49 1 0.92674674E+00
50 1 0.88579065E+00
51 1 0.93759484E+00
52 1 0.93517595E+00
53 1 0.87338336E+00
54 1 0.95468539E+00
55 1 0.91538823E+00
56 1 0.89135713E+00
57 1 0.94896209E+00
58 1 0.94338615E+00
59 1 0.92278909E+00
60 1 0.93633399E+00
61 1 0.89984561E+00
62 1 0.94811095E+00
63 1 0.93227501E+00
64 1 0.93902744E+00
65 1 0.88786641E+00
66 1 0.96831480E+00
67 1 0.87296409E+00
68 1 0.92657791E+00
69 1 0.92565256E+00
70 1 0.93967887E+00
71 1 0.94564200E+00
72 1 0.95065886E+00
245
73 1 0.93819572E+00
74 1 0.94413227E+00
75 1 0.95046027E+00
76 1 0.92848545E+00
77 1 0.92732285E+00
78 1 0.94351222E+00
79 1 0.96849530E+00
80 1 0.92764921E+00
81 1 0.96312388E+00
82 1 0.93305145E+00
83 1 0.90943770E+00
84 1 0.94578922E+00
85 1 0.93673583E+00
86 1 0.95539820E+00
87 1 0.92897406E+00
88 1 0.94661046E+00
89 1 0.89833778E+00
90 1 0.90109816E+00
91 1 0.91891707E+00
92 1 0.95660126E+00
93 1 0.96540809E+00
94 1 0.94920492E+00
95 1 0.94674946E+00
96 1 0.94261703E+00
97 1 0.95984246E+00
98 1 0.91999735E+00
99 1 0.95121904E+00
100 1 0.96983949E+00
101 1 0.95801242E+00
102 1 0.94907428E+00
103 1 0.96567821E+00
104 1 0.93687679E+00
105 1 0.91236768E+00
106 1 0.96821874E+00
107 1 0.93533595E+00
108 1 0.88904342E+00
109 1 0.93896650E+00
110 1 0.95776382E+00
111 1 0.94222384E+00
112 1 0.94180102E+00
113 1 0.96131337E+00
114 1 0.95106886E+00
115 1 0.95975237E+00
116 1 0.95341566E+00
117 1 0.94979943E+00
118 1 0.94772942E+00
119 1 0.92456040E+00
120 1 0.96201128E+00
121 1 0.96082118E+00
122 1 0.94665505E+00
123 1 0.97025488E+00
124 1 0.95249994E+00
125 1 0.96006000E+00
126 1 0.95056793E+00
127 1 0.95958089E+00
128 1 0.96733409E+00
129 1 0.96376396E+00
130 1 0.95805109E+00
JATENG
246
beta 0 0.77758582E+01
beta 1 0.96869707E+00
beta 2 0.82571853E-01
beta 3 0.18568237E+00
beta 4 0.59233772E-01
beta 5 0.14236508E-01
beta 6 0.13051990E+00
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.20734687E+00
gamma 0.89000000E+00
covariance matrix :
1 1 0.16849200E+00
2 1 0.31472482E+00
249
3 1 0.39692078E+00
4 1 0.38308938E+00
5 1 0.44955286E+00
6 1 0.51000269E+00
7 1 0.44039824E+00
8 1 0.53852780E+00
9 1 0.53556898E+00
10 1 0.50089941E+00
11 1 0.55882521E+00
12 1 0.51746860E+00
13 1 0.51546828E+00
14 1 0.58293317E+00
15 1 0.61501410E+00
16 1 0.64568274E+00
17 1 0.55004431E+00
18 1 0.71583698E+00
19 1 0.65423413E+00
20 1 0.69131056E+00
21 1 0.68489052E+00
22 1 0.76982101E+00
23 1 0.70041423E+00
24 1 0.68869417E+00
25 1 0.67476409E+00
26 1 0.75375134E+00
27 1 0.68949999E+00
28 1 0.85410164E+00
29 1 0.84786272E+00
30 1 0.71242043E+00
31 1 0.66791450E+00
32 1 0.58045294E+00
33 1 0.82337575E+00
34 1 0.75128752E+00
35 1 0.61618480E+00
36 1 0.60197149E+00
37 1 0.69727146E+00
38 1 0.66164547E+00
39 1 0.78851016E+00
40 1 0.74721322E+00
41 1 0.72699768E+00
42 1 0.72666779E+00
43 1 0.75358707E+00
44 1 0.79459978E+00
45 1 0.90219096E+00
46 1 0.78818697E+00
47 1 0.92040727E+00
48 1 0.90595852E+00
49 1 0.68941797E+00
50 1 0.80732670E+00
51 1 0.70618998E+00
52 1 0.77863146E+00
53 1 0.75097687E+00
54 1 0.73227064E+00
55 1 0.74697140E+00
56 1 0.78353376E+00
57 1 0.78647955E+00
58 1 0.87411311E+00
59 1 0.83956669E+00
60 1 0.80053674E+00
61 1 0.77575278E+00
62 1 0.71279186E+00
63 1 0.81758291E+00
64 1 0.77886097E+00
65 1 0.81934855E+00
66 1 0.84097900E+00
67 1 0.84688386E+00
68 1 0.78406660E+00
69 1 0.80173065E+00
70 1 0.74704665E+00
71 1 0.75181255E+00
72 1 0.80472482E+00
73 1 0.88366506E+00
250
74 1 0.84736728E+00
75 1 0.82406926E+00
76 1 0.88055876E+00
77 1 0.81767029E+00
78 1 0.82971414E+00
79 1 0.81826676E+00
80 1 0.84665528E+00
81 1 0.81329940E+00
82 1 0.88485926E+00
83 1 0.75332572E+00
84 1 0.87669707E+00
85 1 0.70100701E+00
86 1 0.86560432E+00
87 1 0.87577795E+00
88 1 0.87650179E+00
89 1 0.85882873E+00
90 1 0.88277633E+00
91 1 0.81624623E+00
92 1 0.88652632E+00
93 1 0.83931224E+00
94 1 0.87546853E+00
95 1 0.85021466E+00
96 1 0.86666542E+00
97 1 0.83289130E+00
98 1 0.86448600E+00
99 1 0.83695849E+00
100 1 0.88359924E+00
101 1 0.86065590E+00
102 1 0.85795832E+00
103 1 0.89453321E+00
104 1 0.88598474E+00
105 1 0.88748935E+00
106 1 0.90364589E+00
107 1 0.89367976E+00
108 1 0.65671108E+00
109 1 0.84713580E+00
110 1 0.89306293E+00
111 1 0.91279865E+00
112 1 0.89038650E+00
113 1 0.85541408E+00
114 1 0.86843349E+00
115 1 0.92246820E+00
116 1 0.87080696E+00
117 1 0.88746413E+00
118 1 0.88684333E+00
119 1 0.92589541E+00
120 1 0.87347749E+00
121 1 0.89837535E+00
122 1 0.91273389E+00
123 1 0.93038121E+00
124 1 0.87271253E+00
125 1 0.93089056E+00
126 1 0.91896197E+00
127 1 0.92673315E+00
128 1 0.89553116E+00
129 1 0.92548314E+00
130 1 0.93434350E+00
131 1 0.94977332E+00
132 1 0.88689869E+00
133 1 0.90929605E+00
134 1 0.89507579E+00
135 1 0.91900091E+00
136 1 0.91694098E+00
137 1 0.91329418E+00
138 1 0.91963253E+00
139 1 0.89710708E+00
140 1 0.92914086E+00
141 1 0.90406294E+00
142 1 0.85642063E+00
143 1 0.92874961E+00
144 1 0.90217027E+00
251
145 1 0.92591662E+00
146 1 0.93207228E+00
147 1 0.89353935E+00
148 1 0.92498501E+00
149 1 0.93478607E+00
150 1 0.83852622E+00
151 1 0.85959350E+00
152 1 0.94338216E+00
153 1 0.94833185E+00
154 1 0.88693261E+00
155 1 0.88001507E+00
156 1 0.94270088E+00
157 1 0.94289742E+00
158 1 0.92441153E+00
159 1 0.93314873E+00
160 1 0.93560595E+00
161 1 0.91445083E+00
162 1 0.91955302E+00
163 1 0.91140108E+00
164 1 0.93969232E+00
165 1 0.93629912E+00
166 1 0.90384820E+00
167 1 0.95050473E+00
168 1 0.94951575E+00
169 1 0.95294280E+00
170 1 0.94732434E+00
171 1 0.95059868E+00
JATIM
beta 0 0.84413063E+01
beta 1 0.10709713E+01
beta 2 0.15915782E+00
beta 3 0.28729172E-01
beta 4 -0.15449911E-01
beta 5 0.19172451E-02
beta 6 -0.47941574E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.38996061E-01
gamma 0.94000000E+00
0.13036523E+00-0.24018314E+00-0.19857367E-01-0.13108337E+00-0.23644142E-03
-0.38298807E-02 0.58425520E-04 0.29419613E-01 0.98417918E+00
iteration = 25 func evals = 176 llf = 0.82933419E+02
0.79862449E+01 0.10285923E+01 0.19697476E+00 0.41115789E-01 0.43062902E-01
0.32360002E-03-0.25642802E-01 0.20857001E+00 0.11817562E-02-0.30953435E-02
0.12941949E+00-0.24182280E+00-0.49773314E-01-0.85483144E-01 0.90209537E-02
-0.24867849E-02 0.71337112E-04 0.28379950E-01 0.99999999E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 26 func evals = 184 llf = 0.82933419E+02
0.79862449E+01 0.10285923E+01 0.19697476E+00 0.41115789E-01 0.43062902E-01
0.32360002E-03-0.25642802E-01 0.20857001E+00 0.11817562E-02-0.30953435E-02
0.12941949E+00-0.24182280E+00-0.49773314E-01-0.85483144E-01 0.90209537E-02
-0.24867849E-02 0.71337112E-04 0.28379950E-01 0.99999999E+00
covariance matrix :
1 1 0.56055760E+00
255
2 1 0.70320769E+00
3 1 0.56371198E+00
4 1 0.67787663E+00
5 1 0.65715863E+00
6 1 0.80071739E+00
7 1 0.71746654E+00
8 1 0.69943745E+00
9 1 0.67773060E+00
10 1 0.69980302E+00
11 1 0.67765556E+00
12 1 0.73777616E+00
13 1 0.76961577E+00
14 1 0.80230111E+00
15 1 0.89941851E+00
16 1 0.82845289E+00
17 1 0.70297119E+00
18 1 0.70747814E+00
19 1 0.77259361E+00
20 1 0.75403098E+00
21 1 0.88831839E+00
22 1 0.91770513E+00
23 1 0.91152678E+00
24 1 0.75407857E+00
25 1 0.87947386E+00
26 1 0.90011784E+00
27 1 0.81763550E+00
28 1 0.86686448E+00
29 1 0.87281406E+00
30 1 0.84491823E+00
31 1 0.84530935E+00
32 1 0.84224301E+00
33 1 0.89068885E+00
34 1 0.76636494E+00
35 1 0.84979793E+00
36 1 0.83564162E+00
37 1 0.91117492E+00
38 1 0.96117928E+00
39 1 0.92900597E+00
40 1 0.93458364E+00
41 1 0.88610969E+00
42 1 0.85059374E+00
43 1 0.95972074E+00
44 1 0.96362862E+00
45 1 0.88548396E+00
46 1 0.93592670E+00
47 1 0.96183378E+00
48 1 0.93879803E+00
49 1 0.94524132E+00
50 1 0.94387850E+00
51 1 0.93542367E+00
52 1 0.88548396E+00
53 1 0.93748978E+00
54 1 0.97267339E+00
55 1 0.93426267E+00
56 1 0.93646087E+00
57 1 0.94524132E+00
58 1 0.94387850E+00
59 1 0.98616029E+00
60 1 0.81782072E+00
61 1 0.78240293E+00
62 1 0.77768338E+00
63 1 0.83955341E+00
64 1 0.89910885E+00
65 1 0.73019249E+00
66 1 0.92992219E+00
67 1 0.99608372E+00
68 1 0.99786143E+00
69 1 0.75772813E+00
70 1 0.68805633E+00
71 1 0.91995647E+00
72 1 0.80679371E+00
256
73 1 0.70270976E+00
74 1 0.70192156E+00
75 1 0.94559753E+00
76 1 0.83035589E+00
77 1 0.83035589E+00
78 1 0.84856277E+00
79 1 0.83108882E+00
80 1 0.88198698E+00
81 1 0.82522861E+00
82 1 0.81838924E+00
83 1 0.64891498E+00
84 1 0.80035060E+00
85 1 0.65233145E+00
86 1 0.87621576E+00
87 1 0.96273104E+00
88 1 0.99385247E+00
89 1 0.99951578E+00
90 1 0.95896464E+00
91 1 0.97558819E+00
92 1 0.86155517E+00
93 1 0.99441372E+00
94 1 0.90615246E+00
95 1 0.79713148E+00
SULSEL
beta 0 0.82953047E+01
beta 1 0.10678660E+01
beta 2 0.36209889E-01
beta 3 0.66112912E-01
beta 4 0.39231037E-01
beta 5 0.37083226E-02
beta 6 -0.87783107E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.32754607E-01
gamma 0.52000000E+00
covariance matrix :
1 1 0.53133474E+00
2 1 0.63607134E+00
3 1 0.58421613E+00
4 1 0.64415055E+00
5 1 0.75665195E+00
6 1 0.92890986E+00
7 1 0.92890986E+00
8 1 0.67936489E+00
9 1 0.89016670E+00
10 1 0.80893068E+00
11 1 0.63995016E+00
12 1 0.74330807E+00
13 1 0.83779158E+00
14 1 0.76740034E+00
15 1 0.74330807E+00
16 1 0.83779158E+00
17 1 0.76740034E+00
18 1 0.81014868E+00
19 1 0.89195119E+00
20 1 0.71362875E+00
21 1 0.86957518E+00
22 1 0.70654911E+00
23 1 0.89602877E+00
24 1 0.74284693E+00
25 1 0.65614259E+00
26 1 0.59349015E+00
27 1 0.73189152E+00
28 1 0.89794338E+00
29 1 0.76068664E+00
30 1 0.97105978E+00
31 1 0.97106988E+00
32 1 0.96820787E+00
33 1 0.64037540E+00
34 1 0.80077860E+00
35 1 0.96820787E+00
36 1 0.67903586E+00
37 1 0.63680872E+00
38 1 0.80077860E+00
39 1 0.55975434E+00
40 1 0.86129678E+00
41 1 0.95108138E+00
42 1 0.78107220E+00
43 1 0.94243150E+00
44 1 0.96567019E+00
45 1 0.96517174E+00
46 1 0.93137691E+00
47 1 0.67894226E+00
48 1 0.98670173E+00
49 1 0.78381232E+00
50 1 0.79685622E+00
51 1 0.85717345E+00
52 1 0.94284298E+00
53 1 0.60682329E+00
54 1 0.89914544E+00
55 1 0.75369768E+00
56 1 0.88717159E+00
57 1 0.70848937E+00
58 1 0.93522115E+00
59 1 0.54898537E+00
60 1 0.94878591E+00
61 1 0.64879279E+00
62 1 0.89738926E+00
63 1 0.96372847E+00
64 1 0.89571469E+00
65 1 0.89571469E+00
66 1 0.90004074E+00
67 1 0.93174944E+00
68 1 0.92697825E+00
69 1 0.81522524E+00
70 1 0.86952468E+00
71 1 0.62828075E+00
261
72 1 0.88966028E+00
73 1 0.92130369E+00
74 1 0.78104797E+00
75 1 0.78597241E+00
76 1 0.70916658E+00
77 1 0.87268939E+00
78 1 0.78248744E+00
79 1 0.91477854E+00
80 1 0.76092831E+00
81 1 0.87017888E+00
82 1 0.82292191E+00
83 1 0.95802390E+00
84 1 0.91859947E+00
85 1 0.83842571E+00
86 1 0.71767052E+00
87 1 0.93898117E+00
88 1 0.95067844E+00
89 1 0.82201143E+00
90 1 0.97359526E+00
91 1 0.73560689E+00
92 1 0.62230464E+00
93 1 0.92531333E+00
94 1 0.97050066E+00
95 1 0.87692400E+00
96 1 0.94127669E+00
POOL
beta 0 0.82723424E+01
beta 1 0.97192461E+00
beta 2 0.95712526E-01
beta 3 0.55529779E-01
beta 4 0.27519480E-01
beta 5 0.77849760E-02
beta 6 0.49860440E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.12743881E+00
gamma 0.84000000E+00
covariance matrix :
1 1 0.87247721E+00
265
2 1 0.76004347E+00
3 1 0.87920262E+00
4 1 0.78945693E+00
5 1 0.95156730E+00
6 1 0.92254184E+00
7 1 0.93099575E+00
8 1 0.86273847E+00
9 1 0.92759394E+00
10 1 0.77749870E+00
11 1 0.85004101E+00
12 1 0.95345488E+00
13 1 0.67007617E+00
14 1 0.87923556E+00
15 1 0.76234647E+00
16 1 0.86404506E+00
17 1 0.91468905E+00
18 1 0.86982988E+00
19 1 0.92297503E+00
20 1 0.83453974E+00
21 1 0.84357004E+00
22 1 0.89070670E+00
23 1 0.89515776E+00
24 1 0.91413506E+00
25 1 0.91062944E+00
26 1 0.86961627E+00
27 1 0.72265651E+00
28 1 0.74992197E+00
29 1 0.91122859E+00
30 1 0.89007273E+00
31 1 0.90960678E+00
32 1 0.91706713E+00
33 1 0.94301992E+00
34 1 0.81163116E+00
35 1 0.92310490E+00
36 1 0.95233273E+00
37 1 0.91780762E+00
38 1 0.88195553E+00
39 1 0.89047523E+00
40 1 0.91497081E+00
41 1 0.86470523E+00
42 1 0.82649361E+00
43 1 0.89169869E+00
44 1 0.91494399E+00
45 1 0.92599606E+00
46 1 0.91968275E+00
47 1 0.88337177E+00
48 1 0.79192676E+00
49 1 0.88842823E+00
50 1 0.81262827E+00
51 1 0.92412826E+00
52 1 0.88268423E+00
53 1 0.93003461E+00
54 1 0.90020470E+00
55 1 0.92030534E+00
56 1 0.88387935E+00
57 1 0.86792163E+00
58 1 0.92015538E+00
59 1 0.92359224E+00
60 1 0.92010010E+00
61 1 0.94046764E+00
62 1 0.94098555E+00
63 1 0.92108569E+00
64 1 0.92634787E+00
65 1 0.92380876E+00
66 1 0.96181217E+00
67 1 0.93967307E+00
68 1 0.86818576E+00
69 1 0.96295843E+00
70 1 0.93639633E+00
71 1 0.90568007E+00
72 1 0.94238562E+00
266
73 1 0.83394955E+00
74 1 0.65890100E+00
75 1 0.93361937E+00
76 1 0.93460915E+00
77 1 0.94546881E+00
78 1 0.93203775E+00
79 1 0.92600998E+00
80 1 0.90676279E+00
81 1 0.74842679E+00
82 1 0.86044761E+00
83 1 0.77925629E+00
84 1 0.89034544E+00
85 1 0.76265486E+00
86 1 0.93336347E+00
87 1 0.87801326E+00
88 1 0.83938586E+00
89 1 0.94086473E+00
90 1 0.82750073E+00
91 1 0.78503054E+00
92 1 0.92230772E+00
93 1 0.88387935E+00
94 1 0.92015538E+00
95 1 0.81365382E+00
96 1 0.84084984E+00
97 1 0.88719235E+00
98 1 0.90255348E+00
99 1 0.89898548E+00
100 1 0.18581537E+00
101 1 0.50238390E+00
102 1 0.53340299E+00
103 1 0.52462449E+00
104 1 0.57486656E+00
105 1 0.63861620E+00
106 1 0.54312637E+00
107 1 0.64499201E+00
108 1 0.64038722E+00
109 1 0.71616942E+00
110 1 0.68833712E+00
111 1 0.78524366E+00
112 1 0.73165916E+00
113 1 0.76259802E+00
114 1 0.75825277E+00
115 1 0.75780738E+00
116 1 0.82870499E+00
117 1 0.79847405E+00
118 1 0.81835349E+00
119 1 0.80008113E+00
120 1 0.80762803E+00
121 1 0.77253001E+00
122 1 0.70529951E+00
123 1 0.81242516E+00
124 1 0.82402807E+00
125 1 0.79574717E+00
126 1 0.86121216E+00
127 1 0.73174561E+00
128 1 0.76246583E+00
129 1 0.85115717E+00
130 1 0.83953132E+00
131 1 0.85144704E+00
132 1 0.84243954E+00
133 1 0.84929212E+00
134 1 0.84169528E+00
135 1 0.85293862E+00
136 1 0.81515105E+00
137 1 0.88605906E+00
138 1 0.81990415E+00
139 1 0.86235742E+00
140 1 0.87139142E+00
141 1 0.76206462E+00
142 1 0.76112237E+00
143 1 0.86038663E+00
267
144 1 0.84446600E+00
145 1 0.85278283E+00
146 1 0.78334878E+00
147 1 0.83429227E+00
148 1 0.86368700E+00
149 1 0.82237866E+00
150 1 0.82165070E+00
151 1 0.84387370E+00
152 1 0.90279596E+00
153 1 0.85025257E+00
154 1 0.86973698E+00
155 1 0.87339060E+00
156 1 0.83164842E+00
157 1 0.86024896E+00
158 1 0.90169072E+00
159 1 0.87720430E+00
160 1 0.88491719E+00
161 1 0.88978850E+00
162 1 0.93522520E+00
163 1 0.88511445E+00
164 1 0.84465720E+00
165 1 0.84349223E+00
166 1 0.92214940E+00
167 1 0.84663411E+00
168 1 0.86484468E+00
169 1 0.90793095E+00
170 1 0.81923389E+00
171 1 0.93703764E+00
172 1 0.92421640E+00
173 1 0.89828187E+00
174 1 0.88519833E+00
175 1 0.91868036E+00
176 1 0.89835891E+00
177 1 0.89370002E+00
178 1 0.89949867E+00
179 1 0.88798693E+00
180 1 0.90856221E+00
181 1 0.92322604E+00
182 1 0.90385614E+00
183 1 0.91270865E+00
184 1 0.90956458E+00
185 1 0.91258101E+00
186 1 0.86574465E+00
187 1 0.92895822E+00
188 1 0.94521342E+00
189 1 0.91113731E+00
190 1 0.88980017E+00
191 1 0.90521100E+00
192 1 0.90887665E+00
193 1 0.92959759E+00
194 1 0.90368200E+00
195 1 0.90124212E+00
196 1 0.89766578E+00
197 1 0.93428881E+00
198 1 0.91102904E+00
199 1 0.91631906E+00
200 1 0.93462345E+00
201 1 0.91598087E+00
202 1 0.93279641E+00
203 1 0.93955164E+00
204 1 0.91423878E+00
205 1 0.88823193E+00
206 1 0.91138582E+00
207 1 0.92905670E+00
208 1 0.93384996E+00
209 1 0.92362186E+00
210 1 0.91732140E+00
211 1 0.89676319E+00
212 1 0.92579281E+00
213 1 0.92990797E+00
214 1 0.94230027E+00
268
215 1 0.93788899E+00
216 1 0.95707884E+00
217 1 0.92691246E+00
218 1 0.93774563E+00
219 1 0.93438086E+00
220 1 0.93723552E+00
221 1 0.93906728E+00
222 1 0.95131057E+00
223 1 0.94418033E+00
224 1 0.94318767E+00
225 1 0.94664342E+00
226 1 0.95012907E+00
227 1 0.95460302E+00
228 1 0.95448712E+00
229 1 0.96459946E+00
230 1 0.96772475E+00
231 1 0.16326396E+00
232 1 0.32834230E+00
233 1 0.37462793E+00
234 1 0.39781948E+00
235 1 0.46707303E+00
236 1 0.45908456E+00
237 1 0.44937259E+00
238 1 0.50567333E+00
239 1 0.53179885E+00
240 1 0.54017580E+00
241 1 0.53031248E+00
242 1 0.53859588E+00
243 1 0.51764695E+00
244 1 0.57628804E+00
245 1 0.59546718E+00
246 1 0.57232256E+00
247 1 0.57749918E+00
248 1 0.66230661E+00
249 1 0.63855064E+00
250 1 0.68748513E+00
251 1 0.68377115E+00
252 1 0.70902695E+00
253 1 0.72855839E+00
254 1 0.65383423E+00
255 1 0.66468798E+00
256 1 0.70699246E+00
257 1 0.70440401E+00
258 1 0.72725206E+00
259 1 0.73510454E+00
260 1 0.70792930E+00
261 1 0.72123632E+00
262 1 0.70487271E+00
263 1 0.78204039E+00
264 1 0.75500950E+00
265 1 0.68419280E+00
266 1 0.65768400E+00
267 1 0.73611355E+00
268 1 0.70791035E+00
269 1 0.75765477E+00
270 1 0.75529741E+00
271 1 0.75460369E+00
272 1 0.74838313E+00
273 1 0.74294218E+00
274 1 0.78930307E+00
275 1 0.84563819E+00
276 1 0.76794606E+00
277 1 0.86506447E+00
278 1 0.84413838E+00
279 1 0.75445074E+00
280 1 0.78847634E+00
281 1 0.73852035E+00
282 1 0.78031138E+00
283 1 0.76782814E+00
284 1 0.75120335E+00
285 1 0.78273278E+00
269
286 1 0.80030539E+00
287 1 0.80201788E+00
288 1 0.86525801E+00
289 1 0.84977215E+00
290 1 0.81345290E+00
291 1 0.81271093E+00
292 1 0.75035962E+00
293 1 0.80920582E+00
294 1 0.80673775E+00
295 1 0.81656741E+00
296 1 0.83937143E+00
297 1 0.84047106E+00
298 1 0.81425760E+00
299 1 0.81738661E+00
300 1 0.80934482E+00
301 1 0.81026952E+00
302 1 0.82717672E+00
303 1 0.86387448E+00
304 1 0.86585061E+00
305 1 0.85096300E+00
306 1 0.86795270E+00
307 1 0.83926754E+00
308 1 0.84954726E+00
309 1 0.86082709E+00
310 1 0.87277801E+00
311 1 0.85396180E+00
312 1 0.87416304E+00
313 1 0.84474995E+00
314 1 0.88501922E+00
315 1 0.79700943E+00
316 1 0.86902793E+00
317 1 0.86868290E+00
318 1 0.85600288E+00
319 1 0.87405602E+00
320 1 0.88399261E+00
321 1 0.86468203E+00
322 1 0.89391280E+00
323 1 0.87206277E+00
324 1 0.88089961E+00
325 1 0.85873118E+00
326 1 0.88990674E+00
327 1 0.88087611E+00
328 1 0.88877936E+00
329 1 0.87295572E+00
330 1 0.90072028E+00
331 1 0.88365827E+00
332 1 0.89571603E+00
333 1 0.90092495E+00
334 1 0.91127125E+00
335 1 0.90967801E+00
336 1 0.90335634E+00
337 1 0.91165607E+00
338 1 0.85299222E+00
339 1 0.88186054E+00
340 1 0.90595205E+00
341 1 0.91745777E+00
342 1 0.90344880E+00
343 1 0.88522959E+00
344 1 0.89895229E+00
345 1 0.90461839E+00
346 1 0.90673298E+00
347 1 0.89162030E+00
348 1 0.90879786E+00
349 1 0.91675667E+00
350 1 0.90829448E+00
351 1 0.90518533E+00
352 1 0.91272432E+00
353 1 0.93311733E+00
354 1 0.90056050E+00
355 1 0.93166650E+00
356 1 0.92850879E+00
270
357 1 0.92930435E+00
358 1 0.92530126E+00
359 1 0.93592665E+00
360 1 0.93350339E+00
361 1 0.94562057E+00
362 1 0.91561370E+00
363 1 0.92408621E+00
364 1 0.91620877E+00
365 1 0.92926911E+00
366 1 0.93193281E+00
367 1 0.93885993E+00
368 1 0.93932656E+00
369 1 0.93189429E+00
370 1 0.94216641E+00
371 1 0.92797898E+00
372 1 0.91182115E+00
373 1 0.93999629E+00
374 1 0.91948348E+00
375 1 0.93585673E+00
376 1 0.93671214E+00
377 1 0.92720827E+00
378 1 0.92811790E+00
379 1 0.93356876E+00
380 1 0.91417224E+00
381 1 0.91933533E+00
382 1 0.94895150E+00
383 1 0.94580897E+00
384 1 0.92591969E+00
385 1 0.93044312E+00
386 1 0.94894604E+00
387 1 0.95192146E+00
388 1 0.93865061E+00
389 1 0.94228673E+00
390 1 0.94358982E+00
391 1 0.93946684E+00
392 1 0.94439401E+00
393 1 0.94554805E+00
394 1 0.95452315E+00
395 1 0.95425165E+00
396 1 0.93920256E+00
397 1 0.95776646E+00
398 1 0.95727033E+00
399 1 0.96183220E+00
400 1 0.96046787E+00
401 1 0.96050998E+00
402 1 0.66953584E+00
403 1 0.67719532E+00
404 1 0.68152482E+00
405 1 0.75680282E+00
406 1 0.75260689E+00
407 1 0.79386557E+00
408 1 0.77914419E+00
409 1 0.77372387E+00
410 1 0.77224268E+00
411 1 0.71543079E+00
412 1 0.77246038E+00
413 1 0.76116639E+00
414 1 0.79660270E+00
415 1 0.77644957E+00
416 1 0.85527192E+00
417 1 0.85245423E+00
418 1 0.82408941E+00
419 1 0.84271840E+00
420 1 0.81489644E+00
421 1 0.87297440E+00
422 1 0.84195332E+00
423 1 0.86321105E+00
424 1 0.86186441E+00
425 1 0.88189833E+00
426 1 0.85929588E+00
427 1 0.90261485E+00
271
428 1 0.76717483E+00
429 1 0.89677047E+00
430 1 0.88543434E+00
431 1 0.90590209E+00
432 1 0.89990489E+00
433 1 0.88962250E+00
434 1 0.87972294E+00
435 1 0.82545917E+00
436 1 0.91140636E+00
437 1 0.90925088E+00
438 1 0.89816419E+00
439 1 0.92515856E+00
440 1 0.92193695E+00
441 1 0.90393727E+00
442 1 0.91146034E+00
443 1 0.92142667E+00
444 1 0.90626914E+00
445 1 0.91802485E+00
446 1 0.84418143E+00
447 1 0.91942010E+00
448 1 0.92024741E+00
449 1 0.92865751E+00
450 1 0.92196207E+00
451 1 0.92098505E+00
452 1 0.91428517E+00
453 1 0.84418143E+00
454 1 0.91982514E+00
455 1 0.92287072E+00
456 1 0.91806860E+00
457 1 0.91806440E+00
458 1 0.92196207E+00
459 1 0.92098505E+00
460 1 0.91466935E+00
461 1 0.89326471E+00
462 1 0.90885946E+00
463 1 0.89839857E+00
464 1 0.91622515E+00
465 1 0.92532988E+00
466 1 0.88838633E+00
467 1 0.92214415E+00
468 1 0.93198739E+00
469 1 0.92537408E+00
470 1 0.91784954E+00
471 1 0.89343478E+00
472 1 0.91124298E+00
473 1 0.92393089E+00
474 1 0.87827099E+00
475 1 0.89994636E+00
476 1 0.92823299E+00
477 1 0.92614232E+00
478 1 0.92614232E+00
479 1 0.92909003E+00
480 1 0.93674092E+00
481 1 0.91779299E+00
482 1 0.91717730E+00
483 1 0.91798485E+00
484 1 0.88411979E+00
485 1 0.90376871E+00
486 1 0.90969889E+00
487 1 0.91021462E+00
488 1 0.93260806E+00
489 1 0.92954882E+00
490 1 0.93365444E+00
491 1 0.94209423E+00
492 1 0.94266980E+00
493 1 0.93212591E+00
494 1 0.95146350E+00
495 1 0.94654971E+00
496 1 0.93375873E+00
497 1 0.62043207E+00
498 1 0.75204321E+00
272
499 1 0.74253876E+00
500 1 0.81515490E+00
501 1 0.77919028E+00
502 1 0.91151382E+00
503 1 0.91151382E+00
504 1 0.72965531E+00
505 1 0.87346488E+00
506 1 0.80675591E+00
507 1 0.69076375E+00
508 1 0.83937614E+00
509 1 0.88331818E+00
510 1 0.85026824E+00
511 1 0.83937614E+00
512 1 0.88331818E+00
513 1 0.85026824E+00
514 1 0.87312784E+00
515 1 0.89253378E+00
516 1 0.81854597E+00
517 1 0.87073280E+00
518 1 0.74769536E+00
519 1 0.90973905E+00
520 1 0.85851070E+00
521 1 0.73140334E+00
522 1 0.61411756E+00
523 1 0.74155198E+00
524 1 0.87377368E+00
525 1 0.82616272E+00
526 1 0.89817447E+00
527 1 0.89483248E+00
528 1 0.94299415E+00
529 1 0.72284964E+00
530 1 0.84813904E+00
531 1 0.94299415E+00
532 1 0.80992872E+00
533 1 0.71872638E+00
534 1 0.84813904E+00
535 1 0.61210078E+00
536 1 0.89037120E+00
537 1 0.93267000E+00
538 1 0.87908982E+00
539 1 0.90714201E+00
540 1 0.92842026E+00
541 1 0.91938671E+00
542 1 0.87501924E+00
543 1 0.74012394E+00
544 1 0.94703346E+00
545 1 0.83390078E+00
546 1 0.87809705E+00
547 1 0.86526710E+00
548 1 0.87055655E+00
549 1 0.66843411E+00
550 1 0.89424268E+00
551 1 0.84578184E+00
552 1 0.90082954E+00
553 1 0.78642798E+00
554 1 0.92844315E+00
555 1 0.60248764E+00
556 1 0.87841542E+00
557 1 0.67555900E+00
558 1 0.87022762E+00
559 1 0.91824276E+00
560 1 0.88568890E+00
561 1 0.88568890E+00
562 1 0.90261058E+00
563 1 0.91208045E+00
564 1 0.92449973E+00
565 1 0.85675644E+00
566 1 0.84011187E+00
567 1 0.75611915E+00
568 1 0.88742354E+00
569 1 0.90090040E+00
273
570 1 0.83588182E+00
571 1 0.79811732E+00
572 1 0.73963016E+00
573 1 0.90954844E+00
574 1 0.87643827E+00
575 1 0.90492634E+00
576 1 0.83682760E+00
577 1 0.85391353E+00
578 1 0.86774012E+00
579 1 0.91554865E+00
580 1 0.92246922E+00
581 1 0.88416946E+00
582 1 0.85572118E+00
583 1 0.89950718E+00
584 1 0.90338640E+00
585 1 0.88221007E+00
586 1 0.93382215E+00
587 1 0.73172065E+00
588 1 0.67664292E+00
589 1 0.88800102E+00
590 1 0.90105189E+00
591 1 0.89814768E+00
592 1 0.90968214E+00
META
covariance matrix :
1 1 0.68822159E+00
2 1 0.72119880E+00
3 1 0.69381986E+00
4 1 0.73185732E+00
5 1 0.73075693E+00
6 1 0.71325489E+00
7 1 0.76623524E+00
8 1 0.69233472E+00
9 1 0.70417242E+00
10 1 0.68727794E+00
11 1 0.70445761E+00
12 1 0.70448675E+00
13 1 0.72564169E+00
14 1 0.67981975E+00
15 1 0.73372701E+00
16 1 0.73301215E+00
17 1 0.76677296E+00
18 1 0.75154889E+00
19 1 0.71647501E+00
20 1 0.74194815E+00
21 1 0.73419433E+00
22 1 0.66301072E+00
23 1 0.71161544E+00
24 1 0.72029533E+00
25 1 0.69100289E+00
26 1 0.72311495E+00
277
27 1 0.76618607E+00
28 1 0.73390237E+00
29 1 0.72468515E+00
30 1 0.72985047E+00
31 1 0.70995345E+00
32 1 0.77439688E+00
33 1 0.71142240E+00
34 1 0.71274967E+00
35 1 0.69110943E+00
36 1 0.72854109E+00
37 1 0.69412604E+00
38 1 0.72242935E+00
39 1 0.74833232E+00
40 1 0.71892567E+00
41 1 0.70719635E+00
42 1 0.68913264E+00
43 1 0.72481337E+00
44 1 0.70448867E+00
45 1 0.72042208E+00
46 1 0.76153555E+00
47 1 0.72418561E+00
48 1 0.71125355E+00
49 1 0.76066705E+00
50 1 0.74311961E+00
51 1 0.73365685E+00
52 1 0.71605497E+00
53 1 0.73398434E+00
54 1 0.75602506E+00
55 1 0.76370413E+00
56 1 0.78145584E+00
57 1 0.74647456E+00
58 1 0.77301429E+00
59 1 0.75627801E+00
60 1 0.79826706E+00
61 1 0.76463161E+00
62 1 0.75281051E+00
63 1 0.76041006E+00
64 1 0.73843945E+00
65 1 0.80682168E+00
66 1 0.74121038E+00
67 1 0.74259323E+00
68 1 0.72004689E+00
69 1 0.75904585E+00
70 1 0.72261539E+00
71 1 0.75155028E+00
72 1 0.77660796E+00
73 1 0.74853017E+00
74 1 0.73680739E+00
75 1 0.71587819E+00
76 1 0.75403039E+00
77 1 0.73398634E+00
78 1 0.74999955E+00
79 1 0.79359121E+00
80 1 0.75335273E+00
81 1 0.74036539E+00
82 1 0.71527547E+00
83 1 0.75187753E+00
84 1 0.72287081E+00
85 1 0.76293544E+00
86 1 0.81309685E+00
87 1 0.71962924E+00
88 1 0.73141582E+00
89 1 0.74698337E+00
90 1 0.70873828E+00
91 1 0.76327844E+00
92 1 0.79799943E+00
93 1 0.78145584E+00
94 1 0.77301429E+00
95 1 0.76365296E+00
96 1 0.69030388E+00
97 1 0.76403153E+00
278
98 1 0.74859628E+00
99 1 0.71711231E+00
100 1 0.72613644E+00
101 1 0.86038467E+00
102 1 0.67022759E+00
103 1 0.66071988E+00
104 1 0.73890824E+00
105 1 0.67497066E+00
106 1 0.66210082E+00
107 1 0.72745156E+00
108 1 0.65859920E+00
109 1 0.79495609E+00
110 1 0.76609324E+00
111 1 0.72514665E+00
112 1 0.69726296E+00
113 1 0.65363511E+00
114 1 0.72539044E+00
115 1 0.65776390E+00
116 1 0.74009975E+00
117 1 0.69862312E+00
118 1 0.68775604E+00
119 1 0.68395534E+00
120 1 0.69143613E+00
121 1 0.63341831E+00
122 1 0.60574473E+00
123 1 0.69022639E+00
124 1 0.64499772E+00
125 1 0.65210630E+00
126 1 0.71221519E+00
127 1 0.60826220E+00
128 1 0.67744913E+00
129 1 0.68772556E+00
130 1 0.75388718E+00
131 1 0.69460202E+00
132 1 0.67745141E+00
133 1 0.66531812E+00
134 1 0.65348956E+00
135 1 0.68595644E+00
136 1 0.68555159E+00
137 1 0.79636215E+00
138 1 0.62458908E+00
139 1 0.75768726E+00
140 1 0.70611365E+00
141 1 0.65832501E+00
142 1 0.56746721E+00
143 1 0.66860649E+00
144 1 0.70853400E+00
145 1 0.75658804E+00
146 1 0.67032075E+00
147 1 0.69621875E+00
148 1 0.75893885E+00
149 1 0.61173428E+00
150 1 0.62904995E+00
151 1 0.63046980E+00
152 1 0.73674904E+00
153 1 0.71510020E+00
154 1 0.65950401E+00
155 1 0.73320881E+00
156 1 0.62795533E+00
157 1 0.63216909E+00
158 1 0.70877776E+00
159 1 0.70561822E+00
160 1 0.64202266E+00
161 1 0.74244507E+00
162 1 0.78019765E+00
163 1 0.66870935E+00
164 1 0.67384520E+00
165 1 0.61950045E+00
166 1 0.67163576E+00
167 1 0.68092396E+00
168 1 0.67155468E+00
279
169 1 0.77273116E+00
170 1 0.62892421E+00
171 1 0.81184168E+00
172 1 0.76159397E+00
173 1 0.66516151E+00
174 1 0.71280498E+00
175 1 0.80101340E+00
176 1 0.70126829E+00
177 1 0.72148689E+00
178 1 0.64804463E+00
179 1 0.61708285E+00
180 1 0.69783884E+00
181 1 0.63379238E+00
182 1 0.67922043E+00
183 1 0.74513445E+00
184 1 0.64689314E+00
185 1 0.72670117E+00
186 1 0.58128647E+00
187 1 0.77003079E+00
188 1 0.84540589E+00
189 1 0.74625701E+00
190 1 0.68339018E+00
191 1 0.72940535E+00
192 1 0.71411388E+00
193 1 0.73105640E+00
194 1 0.67585971E+00
195 1 0.67349806E+00
196 1 0.67838933E+00
197 1 0.75465363E+00
198 1 0.68189119E+00
199 1 0.63168341E+00
200 1 0.67503059E+00
201 1 0.63815771E+00
202 1 0.71467252E+00
203 1 0.69828391E+00
204 1 0.67374667E+00
205 1 0.65885884E+00
206 1 0.66718244E+00
207 1 0.68170556E+00
208 1 0.80094071E+00
209 1 0.72310361E+00
210 1 0.67179957E+00
211 1 0.62125306E+00
212 1 0.70577769E+00
213 1 0.62270981E+00
214 1 0.74834454E+00
215 1 0.70772229E+00
216 1 0.87866002E+00
217 1 0.66335612E+00
218 1 0.71990740E+00
219 1 0.73755791E+00
220 1 0.62733266E+00
221 1 0.71619348E+00
222 1 0.72043393E+00
223 1 0.71975274E+00
224 1 0.73446537E+00
225 1 0.67788467E+00
226 1 0.72910608E+00
227 1 0.67418369E+00
228 1 0.74223923E+00
229 1 0.79738691E+00
230 1 0.77823236E+00
231 1 0.71816841E+00
232 1 0.68129482E+00
233 1 0.67259937E+00
234 1 0.71690043E+00
235 1 0.67112660E+00
236 1 0.69127602E+00
237 1 0.70471850E+00
238 1 0.62024609E+00
239 1 0.70893549E+00
280
240 1 0.69101892E+00
241 1 0.64389962E+00
242 1 0.68373065E+00
243 1 0.68465069E+00
244 1 0.64523210E+00
245 1 0.68950834E+00
246 1 0.68703564E+00
247 1 0.71473761E+00
248 1 0.64796379E+00
249 1 0.70775357E+00
250 1 0.68359940E+00
251 1 0.68678680E+00
252 1 0.58592639E+00
253 1 0.65270897E+00
254 1 0.69779747E+00
255 1 0.66477989E+00
256 1 0.64242249E+00
257 1 0.67084376E+00
258 1 0.67992062E+00
259 1 0.69411125E+00
260 1 0.66462706E+00
261 1 0.70316667E+00
262 1 0.75615223E+00
263 1 0.64459975E+00
264 1 0.70893549E+00
265 1 0.74235007E+00
266 1 0.74701653E+00
267 1 0.67396250E+00
268 1 0.71864709E+00
269 1 0.67293978E+00
270 1 0.70994549E+00
271 1 0.72192609E+00
272 1 0.70843031E+00
273 1 0.69575358E+00
274 1 0.63863029E+00
275 1 0.58039360E+00
276 1 0.68578821E+00
277 1 0.55849925E+00
278 1 0.60470057E+00
279 1 0.73838274E+00
280 1 0.61522241E+00
281 1 0.70494386E+00
282 1 0.67590049E+00
283 1 0.70865679E+00
284 1 0.74148289E+00
285 1 0.73802797E+00
286 1 0.71850221E+00
287 1 0.71678241E+00
288 1 0.64152507E+00
289 1 0.64417725E+00
290 1 0.69609961E+00
291 1 0.70957338E+00
292 1 0.72252871E+00
293 1 0.72421073E+00
294 1 0.69076620E+00
295 1 0.68977464E+00
296 1 0.69162704E+00
297 1 0.72100839E+00
298 1 0.67085442E+00
299 1 0.70678557E+00
300 1 0.69498289E+00
301 1 0.70339644E+00
302 1 0.71986227E+00
303 1 0.69814157E+00
304 1 0.73574937E+00
305 1 0.72994846E+00
306 1 0.70667074E+00
307 1 0.72214141E+00
308 1 0.73424695E+00
309 1 0.73781948E+00
310 1 0.71835481E+00
281
311 1 0.68447148E+00
312 1 0.69460461E+00
313 1 0.72664826E+00
314 1 0.70018431E+00
315 1 0.74373105E+00
316 1 0.68643938E+00
317 1 0.67994751E+00
318 1 0.70739950E+00
319 1 0.69459374E+00
320 1 0.71153388E+00
321 1 0.72941282E+00
322 1 0.72955749E+00
323 1 0.68187142E+00
324 1 0.69569544E+00
325 1 0.74899982E+00
326 1 0.74476100E+00
327 1 0.74774935E+00
328 1 0.76380980E+00
329 1 0.72313707E+00
330 1 0.74908568E+00
331 1 0.73838613E+00
332 1 0.73741768E+00
333 1 0.67033180E+00
334 1 0.67492707E+00
335 1 0.71835481E+00
336 1 0.73892863E+00
337 1 0.73469898E+00
338 1 0.84970328E+00
339 1 0.73375665E+00
340 1 0.73262387E+00
341 1 0.66909849E+00
342 1 0.70091397E+00
343 1 0.77883617E+00
344 1 0.76135334E+00
345 1 0.70233055E+00
346 1 0.74099762E+00
347 1 0.71692854E+00
348 1 0.67025763E+00
349 1 0.71745714E+00
350 1 0.71354962E+00
351 1 0.71627932E+00
352 1 0.69710304E+00
353 1 0.70828994E+00
354 1 0.71415259E+00
355 1 0.69460461E+00
356 1 0.71589778E+00
357 1 0.71883461E+00
358 1 0.73807829E+00
359 1 0.72073290E+00
360 1 0.67354803E+00
361 1 0.66662852E+00
362 1 0.76623611E+00
363 1 0.69359433E+00
364 1 0.78754785E+00
365 1 0.69466333E+00
366 1 0.69390799E+00
367 1 0.69493203E+00
368 1 0.72622395E+00
369 1 0.71624440E+00
370 1 0.71902994E+00
371 1 0.71867312E+00
372 1 0.77411950E+00
373 1 0.65323685E+00
374 1 0.79093486E+00
375 1 0.74553342E+00
376 1 0.77593415E+00
377 1 0.74510464E+00
378 1 0.70803808E+00
379 1 0.68765584E+00
380 1 0.78998760E+00
381 1 0.77299628E+00
282
382 1 0.69998521E+00
383 1 0.68591576E+00
384 1 0.76881124E+00
385 1 0.76195305E+00
386 1 0.71153388E+00
387 1 0.71279528E+00
388 1 0.80129388E+00
389 1 0.78137632E+00
390 1 0.77472155E+00
391 1 0.73750388E+00
392 1 0.78488477E+00
393 1 0.73803401E+00
394 1 0.74109928E+00
395 1 0.69187462E+00
396 1 0.81542665E+00
397 1 0.72284933E+00
398 1 0.75350887E+00
399 1 0.72060224E+00
400 1 0.75583855E+00
401 1 0.69590205E+00
402 1 0.70163693E+00
403 1 0.58141847E+00
404 1 0.73368569E+00
405 1 0.65011259E+00
406 1 0.70074648E+00
407 1 0.61506021E+00
408 1 0.65062965E+00
409 1 0.66401416E+00
410 1 0.70083630E+00
411 1 0.65714039E+00
412 1 0.73376247E+00
413 1 0.68314139E+00
414 1 0.65110549E+00
415 1 0.64581935E+00
416 1 0.63106514E+00
417 1 0.65111007E+00
418 1 0.76834983E+00
419 1 0.77531310E+00
420 1 0.66275039E+00
421 1 0.70525150E+00
422 1 0.59218922E+00
423 1 0.61514449E+00
424 1 0.61475419E+00
425 1 0.77515251E+00
426 1 0.68593582E+00
427 1 0.68822201E+00
428 1 0.60869044E+00
429 1 0.66387668E+00
430 1 0.65011787E+00
431 1 0.70202732E+00
432 1 0.69183004E+00
433 1 0.72427080E+00
434 1 0.65340020E+00
435 1 0.67992549E+00
436 1 0.73818297E+00
437 1 0.77636658E+00
438 1 0.70285463E+00
439 1 0.73566616E+00
440 1 0.72079539E+00
441 1 0.68841277E+00
442 1 0.77299430E+00
443 1 0.77423577E+00
444 1 0.65707105E+00
445 1 0.65423356E+00
446 1 0.64366972E+00
447 1 0.74328654E+00
448 1 0.68769522E+00
449 1 0.70202732E+00
450 1 0.68747784E+00
451 1 0.68747225E+00
452 1 0.69483059E+00
283
453 1 0.64366972E+00
454 1 0.74334645E+00
455 1 0.68806756E+00
456 1 0.70163693E+00
457 1 0.70179871E+00
458 1 0.68747784E+00
459 1 0.68747225E+00
460 1 0.64923007E+00
461 1 0.75448785E+00
462 1 0.79343466E+00
463 1 0.79622469E+00
464 1 0.77836126E+00
465 1 0.77210471E+00
466 1 0.81735785E+00
467 1 0.76507579E+00
468 1 0.67087837E+00
469 1 0.69094879E+00
470 1 0.87225361E+00
471 1 0.92308731E+00
472 1 0.70673181E+00
473 1 0.81170433E+00
474 1 0.81652365E+00
475 1 0.85169879E+00
476 1 0.73599106E+00
477 1 0.80686918E+00
478 1 0.80686918E+00
479 1 0.82559300E+00
480 1 0.85073578E+00
481 1 0.76601643E+00
482 1 0.77689185E+00
483 1 0.80586741E+00
484 1 0.90272665E+00
485 1 0.79183065E+00
486 1 0.90904488E+00
487 1 0.77583754E+00
488 1 0.75315473E+00
489 1 0.71892515E+00
490 1 0.74058403E+00
491 1 0.81758459E+00
492 1 0.79636228E+00
493 1 0.83783278E+00
494 1 0.85843500E+00
495 1 0.80928572E+00
496 1 0.86152889E+00
497 1 0.67186241E+00
498 1 0.71971787E+00
499 1 0.73206419E+00
500 1 0.78423348E+00
501 1 0.67024310E+00
502 1 0.73048710E+00
503 1 0.73048710E+00
504 1 0.68916437E+00
505 1 0.65084384E+00
506 1 0.63778835E+00
507 1 0.68839653E+00
508 1 0.75098772E+00
509 1 0.70929680E+00
510 1 0.70963847E+00
511 1 0.75098772E+00
512 1 0.70929680E+00
513 1 0.70963847E+00
514 1 0.72309007E+00
515 1 0.69500287E+00
516 1 0.75026113E+00
517 1 0.65532686E+00
518 1 0.66089339E+00
519 1 0.71411472E+00
520 1 0.74118047E+00
521 1 0.68081064E+00
522 1 0.64659606E+00
523 1 0.63606805E+00
284
524 1 0.64112359E+00
525 1 0.67629601E+00
526 1 0.63163830E+00
527 1 0.64732739E+00
528 1 0.76699534E+00
529 1 0.70452493E+00
530 1 0.69312825E+00
531 1 0.76699534E+00
532 1 0.74188459E+00
533 1 0.70460070E+00
534 1 0.69312825E+00
535 1 0.69251555E+00
536 1 0.69863731E+00
537 1 0.74748454E+00
538 1 0.73696496E+00
539 1 0.68830111E+00
540 1 0.74668718E+00
541 1 0.67930410E+00
542 1 0.63474051E+00
543 1 0.69343587E+00
544 1 0.73290006E+00
545 1 0.69159576E+00
546 1 0.75557072E+00
547 1 0.69029126E+00
548 1 0.61415165E+00
549 1 0.69412057E+00
550 1 0.63630685E+00
551 1 0.75221570E+00
552 1 0.71077905E+00
553 1 0.71231811E+00
554 1 0.69206861E+00
555 1 0.65710387E+00
556 1 0.63271317E+00
557 1 0.64583424E+00
558 1 0.66000792E+00
559 1 0.68171435E+00
560 1 0.68961195E+00
561 1 0.68961195E+00
562 1 0.70377053E+00
563 1 0.71923158E+00
564 1 0.74289223E+00
565 1 0.66174309E+00
566 1 0.65972669E+00
567 1 0.72101702E+00
568 1 0.71890924E+00
569 1 0.63477650E+00
570 1 0.68626879E+00
571 1 0.63437810E+00
572 1 0.66063548E+00
573 1 0.69172083E+00
574 1 0.74788058E+00
575 1 0.69131852E+00
576 1 0.71989956E+00
577 1 0.64571719E+00
578 1 0.70364299E+00
579 1 0.66765338E+00
580 1 0.72754703E+00
581 1 0.68526061E+00
582 1 0.74673375E+00
583 1 0.65468857E+00
584 1 0.65491623E+00
585 1 0.71341917E+00
586 1 0.71366725E+00
587 1 0.62946214E+00
588 1 0.68592973E+00
589 1 0.66258485E+00
590 1 0.62276932E+00
591 1 0.72202380E+00
592 1 0.67863652E+00
285