Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 325

EFISIENSI USAHATANI PADI

ANTAR WILAYAH SENTRA PRODUKSI DI INDONESIA:


Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function

NETTI TINAPRILLA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan


dalam disertasi saya ini yang berjudul :

EFISIENSI USAHATANI PADI ANTAR WILAYAH SENTRA


PRODUKSI DI INDONESIA: Pendekatan Stochastic Metafrontier
Production Function

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri, dengan bimbingan
dan arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada
perguruan tinggi dan lembaga manapun di Indonesia. Seluruh data dan informasi
yang digunakan telah dinyatakan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2012

Netti Tinaprilla
NIM : H363070031
ABSTRACT

NETTI TINAPRILLA, Rice Farming Efficiency in Indonesia Rice Production


Central: Stochastic Metafrontier Production Function Approach (NUNUNG
KUSNADI as a Chairperson, DEDI BUDIMAN HAKIM, and BUNASOR
SANIM, as Members of The Advisory Committee).

Productivity and efficiency is needed to attain rice self sufficency. However,


productivity at both national and provincial tends to be at leveling off level. This
is closed related to technical, allocative, and economic efficiency as the main
issues of this research. To answer these issues, this study aimed at analyzing rice
production efficiency using stochastic metafrontier production and stochastic
inefficiency frontier. This study utilized PATANAS data from PSE-KP. The
number of observation was 592. The result imply that land and seed were very
essential in every province while other input had various influence to production.
All provinces had achieved high technical efficiency (more than 0.8 especially
West Java more than 0.9). However, if it was compared with national potential,
there was still technological gap which revealed that room to increase efficiency
(28.84%) was still high. Quality of seed and land ownership status is very
influential to efficiency. Almost all provinces got lower allocative efficiency than
technical efficiency so that profit maximum couldn’t be reached. As policy
implication, government need to support land expansion, seed innovation,
irrigation system rehabilitation and to revise output and input price policy so that
farmer welfare can be increased. Land expansion can be realized by increasing
land rent access through land market policy and reducing the number of farmer
as farm manager through making available of non farms job opportunity. Besides
that, it is needed reorientation from production to profit oriented through
minimum profit policy. Hence, rice self sufficiency can be maintained without
push farmer welfare away. In very long run period, technology breakthrough
especially in seed which adaptive for different season is very important.

Key words: production, allocative, inefficiency, metafrontier


RINGKASAN

NETTI TINAPRILLA, Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra Produksi


di Indonesia: Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function.
Dibawah bimbingan NUNUNG KUSNADI sebagai ketua komisi, DEDI
BUDIMAN HAKIM, dan BUNASOR SANIM, sebagai anggota komisi.

Padi masih menjadi komoditas penting dalam kebijakan pertanian di


Indonesia karena terkait dengan ketahanan pangan dan swasembada beras. Dalam
rangka sustainability swasembada beras, pembenahan supply side dianggap masih
relevan (Kusnadi, 2011a). Namun keberhasilan program yang terkait supply side
masih diragukan karena produktivitas baik nasional maupun antar provinsi
mendekati leveling off sehingga menjadi pertanyaan benarkah usahatani padi telah
efisien? masih adakah ruang/peluang untuk meningkatkan produksi padi di setiap
wilayah sentra produksi dengan upaya meningkatkan efisiensi usahatani baik
teknis, alokasi, dan ekonomi? Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji
efisiensi teknis, alokasi, dan ekonomi usahatani padi antar provinsi sentra
menggunakan pendekatan fungsi produksi Stochastic Metafrontier. Secara khusus
tujuan operasionalnya yaitu : (1) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi padi di lima provinsi sentra, (2) Menganalisis efisiensi teknis dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya di lima provinsi sentra, dan (3) Menganalisis
efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi di lima provinsi sentra.
Data yang digunakan adalah data PATANAS 2010 dengan basis komoditi
padi di lima provinsi sentra dengan 592 observasi. Penelitian ini menggunakan
model produksi frontier parametric stokastik yang dirancang untuk mengatasi
masalah error (vi) pada frontier parametric deterministik. Fungsi produksi yang
digunakan yaitu Cobb Douglas karena sesuai dengan saran Battese dan Rao
(2002). Agar konsisten, maka pendugaan parameter fungsi produksi stochastic
frontier (SFPF) dan inefficiency function dilakukan secara SIMULTAN dengan
program Frontier 4.1 (Coelli, 1996). Berikutnya yaitu menentukan fungsi produksi
dan inefisiensi agregat dengan SMPFA (Stochastic Metafrontier Production
Function Approach) sebagai benchmark setiap provinsi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam produksi padi adalah bahwa variabel
lahan di seluruh provinsi signifikan dengan nilai parameter paling besar yang
berarti produksi paling responsive terhadap lahan sehingga kebijakan lahan
menjadi penting. Variabel lain bervariasi antar provinsi dimana provinsi Jawa
Barat lebih berkepentingan kepada variabel lahan dan musim karena variabel lain
tidak signifikan. Sementara di provinsi lain, banyak variabel yang signifikan
sehingga menjadi perhatian untuk peningkatan produksi. Mengacu pada fungsi
inefisiensi teknis di setiap provinsi sentra dan rata-rata Indonesia disimpulkan
bahwa seluruh provinsi sentra telah efisien karena indeks efisiensi teknis lebih
dari 80 persen, dengan ruang peningkatan efisiensi untuk provinsi Sumatera Utara
16.37 persen, Jawa Barat 9.26 persen, Jawa Tengah 19,38 persen, Jawa Timur
15.62 persen dan Sulawesi Selatan 18.33 persen. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi inefisiensi di setiap provinsi dan rata-rata Indonesia, bervariasi
sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal yang perlu diperhatikan yaitu variabel
mutu benih hampir di seluruh provinsi signifikan dengan tanda yang sesuai
hipotesis sehingga kebijakan mutu benih dapat dijadikan perhatian pemerintah.
Di seluruh provinsi sentra dan rata-rata Indonesia (pool data) usahatani
padi dikatakan telah efisien terutama di Jawa Barat. Namun jika dibandingkan
dengan metafrontier sebagai potensi maksimum nasional (TE=0.7116) maka
seluruh provinsi sentra menjadi turun efisiensinya dengan indeks TE* hanya
sekitar 70 persen, bahkan beberapa provinsi menjadi tidak efisien karena turun
pada nilai TE* kurang dari 70 persen (Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Hal ini
berdampak ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Ruang untuk provinsi
Sumatera Utara 26.44 persen, Jawa Barat 30.3 persen, Jawa Tengah 29.1 persen,
Jawa Timur 27.1 persen dan Sulawesi Selatan 30.6 persen. Dengan menurunnya
indeks TE setiap provinsi karena dibandingkan dengan kondisi metafrontier
sebagai potensi maksimum (meta TE*=0.7116), maka berdampak pada buruknya
nilai TER (Technical Efficiency Ratio) atau MTR (Meta Technology Ratio).
Dilihat dari nilai TGR (Technological Gap Ratio) maka Provinsi Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan memiliki nilai TGR terendah yang berarti peluang untuk
meningkatkan output menuju metafrontier masih besar. Jika dilihat dari nilai
Random Error (RE) atau vi, kondisi setiap provinsi menunjukkan nilai vi negatif
yang berarti usahatani padi di setiap provinsi dipengaruhi oleh risiko produksi
negatif yang uncontrollable. Risiko paling tinggi yaitu usahatani padi di Sulawesi
Selatan (-504.957) dan terendah yaitu di Jawa Barat (-318 999). Namun jika
dibandingkan dengan kondisi random error metafrontier (RE*), risiko produksi di
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah paling tinggi (-2 161.675) dan (-1
443.016). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kondisi metafrontier, Jawa
Barat dan Sulawesi Selatan dihadapkan pada risiko produksi yang lebih tinggi dari
provinsi lainnya. Jika dilihat dari nilai RER (Random Error Ratio) maka nilai
RER Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah terendah. Semakin kecil nilai RER
berarti semakin buruk.
Dari segi efisiensi alokasi (AE), hampir setiap provinsi menghasilkan AE
lebih rendah dari TE sehingga penghematan biaya jika petani mencapai efisiensi
alokasi masih besar. Oleh karena AE lebih rendah dari TE, maka berdampak pada
rendahnya efisiensi ekonomi (EE). Dalam hal ini rendahnya efisiensi ekonomi
(EE) lebih disebabkan oleh permasalahan inefisiensi alokasi daripada inefisiensi
teknis. Hal ini dikarenakan informasi harga input yang tidak transparan, dan harga
output yang sulit diprediksi serta tidak pasti karena ditentukan di pasar dan terjadi
setelah panen, sementara teknologi lebih pasti dan transparan. Dengan demikian
melalui informasi harga saat ini petani dirugikan dalam welfare, sehingga
ketidaksempurnaan informasi harga berdampak pada penggunaan input yang tidak
sesuai dengan profit maksimum. Walaupun terdapat informasi harga, petani belum
mampu melakukan penyesuaian. Sebenarnya harga input yang mahal dan harga
output yang murah tidak akan menjadi masalah bagi petani sepanjang tercapai
keuntungan maksimum dan dapat mengorbankan efisiensi teknis. Selain itu
informasi efisiensi alokasi tidak ada patokan dan tidak sejelas informasi efisiensi
teknis. Dengan demikian terdapat imperfect competition market dan petani tidak
dapat mencapai keuntungan maksimum. Jika dibandingkan dengan potensi
minimum biaya secara nasional, rendahnya efisiensi teknis (TE*) berdampak pada
rendahnya efisiensi ekonomi (EE*) walaupun efisiensi alokasi (AE*) sedikit lebih
tinggi dari efisiensi teknis (TE*). Rendahnya EE* lebih disebabkan oleh kedua

v
permasalahan yaitu inefisiensi teknis dan inefisiensi alokasi. Jika dihadapkan pada
potensi minimum biaya secara nasional, rendahnya efisiensi ekonomi disebabkan
oleh kedua permasalahan yaitu inefisiensi teknis dan inefisiensi alokasi, walaupun
efisiensi alokasi sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis, sehingga solusi untuk
meningkatkan efisiensi ekonomi menuju potensi minimum biaya secara nasional,
yaitu peningkatan efisiensi baik teknis maupun alokasi melalui peningkatan
penggunaan seluruh faktor produksi dan pembenahan faktor inefisiensi yang
didukung oleh harga input dan output yang membela petani.
Oleh karena prospek atau potensi peningkatan produksi secara nasional
melalui efisiensi masih besar, dalam jangka panjang petani di setiap provinsi
sentra dapat meningkatkan produksi melalui pembenahan faktor produksi dan
inefisiensi yang berpengaruh nyata dengan dukungan intervensi pemerintah. Jika
mengacu pada potensi maksimum nasional, petani di setiap provinsi sentra perlu
menambah lagi upayanya melalui peningkatan penggunaan seluruh faktor
produksi dan pembenahan faktor inefisiensi dengan dukungan intervensi
pemerintah. Faktor penting dalam efisiensi yaitu mutu benih dan status lahan.
Perluasan lahan membutuhkan dukungan akses lahan terutama lahan sewa
sehingga petani dapat memperluas skala usahanya. Upaya yang dapat dilakukan
yaitu pembenahan mekanisme akses lahan dengan memperbaiki kebijakan pasar
lahan. Upaya lain yaitu mengurangi jumlah petani sebagai manajer dengan
mengalihkan sebagian petani ke sektor non pertanian.
Dalam jangka sangat panjang setiap provinsi dapat meningkatkan produksi
melalui terobosan teknologi baru terutama dalam hal inovasi teknologi pupuk dan
benih unggul yang adaptif terhadap musim, serta teknologi pengairan. Prioritas
provinsi yang membutuhkan terobosan teknologi yaitu Jawa Barat dan Sulawesi
Selatan. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan berbagai variasi teknologi
sehingga teknologi tidak lagi menjadi kendala dan petani dapat memilih teknologi
yang akan diterapkan (new technology atau meniru teknologi provinsi lain yang
lebih tinggi).
Target produksi maksimum dapat dicapai karena potensi maksimum
nasional diperoleh dari kondisi aktual petani secara frontier sosial ekonomi,
namun dengan indikator efisiensi alokasi dan ekonomi, secara welfare tidak
tercapai. Untuk meningkatkan farmer welfare, perlu membenahi faktor rendahnya
efisiensi alokasi. Swasembada belum mengoreksi farmer welfare sehingga perlu
mengkombinasikan antara orientasi produksi dengan orientasi profit. Salah satu
caranya yaitu dengan minimum target profit yang diterima petani. Dengan
demikian akan tercapai profit maksimum dan petani dapat meningkatkan
kesejahteraannya. Melalui kebijakan minimum profit, pemerintah perlu
melakukan intervensi baik dalam hal perluasan lahan (melibatkan BPN),
kebijakan harga input dan output (melibatkan BULOG), kebijakan input dan
teknologi (Kementan).
Pengembangan padi di Pulau Jawa dapat lebih diarahkan ke Jawa Barat
dan untuk pengembangan ke luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan. Hal ini karena
peluang untuk mencapai potensi produksi maksimum lebih tinggi dari provinsi
lain walaupun dikendalai oleh risiko yang lebih tinggi pula. Sementara untuk
provinsi yang lain dalam jangka sangat panjang dapat melakukan technology
breakthrough.

vi
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmia, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
EFISIENSI USAHATANI PADI
ANTAR WILAYAH SENTRA PRODUKSI DI INDONESIA:
Pendekatan Stochastic Metafrontier Production Function

NETTI TINAPRILLA

Disertasi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Doktor
Pada
Program Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul Disertasi : Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra
Produksi di Indonesia: Pendekatan Stochastic
Metafrontier Production Function

Nama Mahasiswa : Netti Tinaprilla

Nomor Induk Mahasiswa : H363070031

Program Studi/Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS.


Ketua

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,MEc Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc
Anggota Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Program Mayor 3. Dekan Sekolah Pascasarjana,


Ilmu Ekonomi Pertanian,

Dr. Ir. Sri Hartoyo,MS. Dr. Ir. Dahrul Sjah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian :........ Tanggal lulus : .......


Judul Disertasi : Efisiensi Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra
Produksi di Indonesia: Pendekatan Stochastic
Metafrontier Production Function

Nama Mahasiswa : Netti Tinaprilla

Nomor Induk Mahasiswa : H363070031

Program Studi/Mayor : Ilmu Ekonomi Pertanian

Komisi Pembimbing
Ketua : Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Anggota : Dr Ir Dedi Budiman Hakim, M.Ec
Prof Dr Ir Bunasor Sanim, MSc

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup :


1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. SInaga, MA ; Staf Pengajar Dept. Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Harianto ; Staf Pengajar Dept. Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:


1. Prof (R) Dr. Ir. I Wayan Rusastra ; Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian (PSE-KP), Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian.
2. Dr. Ir. Sumaryanto; Peneliti pada Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian (PSE-KP), Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

Pelaksanaan Ujian Terbuka


Hari : Rabu
Tanggal : 25 Juli 2012
Pukul : 08.00 WIB - Selesai
Tempat : Ruang Anggrek, Wing 5, Level 5, Departemen Ilmu Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, FEM-IPB, Kampus IPB Darmaga
Bogor
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas
rahmat-Nya disertasi ini dapat saya selesaikan. Disertasi ini berjudul Efisiensi
Usahatani Padi Antar Wilayah Sentra Produksi di Indonesia: Pendekatan
Stochastic Metafrontier Production Function. Disertasi ini diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Mayor Ekonomi
Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor.
Disertasi ini merupakan kajian terhadap efisiensi usahatani padi secara
teknis, alokasi, dan ekonomi dengan membandingkan lima provinsi sentra, rata-
rata nasional, dan kondisi benchmark agregat metafrontier. Disertasi ini dapat
dijadikan sebagai salah satu referensi pemerintah dalam mempertimbangkan
kebijakan padi yang sentralistik di Indonesia.
Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada tim komisi pembimbing
saya yang tangguh yaitu Bapak Dr Nunung Kusnadi, MS selaku ketua komisi,
Bapak Prof.Dr.Ir Bunasor Sanim, MSc, dan Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim,
MEc selaku anggota komisi yang tidak pernah henti memberikan banyak ilmu,
bimbingan, dan arahan baik dalam substansi materi, teori, sistematika berpikir,
redaksi, serta teknik presentasi. Satu hal penting lagi, terima kasih atas motivasi
serta dukungan semangat untuk tidak putus asa dan terus melaju menyelesaikan
studi yang bagi saya sangat berat ini, sehingga pada akhirnya disertasi ini dapat
diselesaikan. Tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hasil pekerjaan
saya ini, namun demikian saya berharap karya ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2012

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan selesainya disertasi ini, selain kepada tim komisi pembimbing,


ucapan terima kasih yang terhingga diucapkan kepada :

1. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Bogor:


Dr.Handewi P.Saliem, atas izinnya menggunakan data PATANAS untuk
penelitian ini, Dr. Sri Heri Susilowati, atas kesempatan saya ikut sebagai
anggota TIM PATANAS, Dr.Sumaryanto, Ibu Nina, Ibu Nie Lestari,
Ir.Adreng Purwoto, MS, Bapak Herman Supriyadi, Ibu Sri Wahyuni, Ibu
Sri Bastuti, dan tim PATANAS lainnya.
2. Tim Penguji Prelim 2 (Dr Ir Sri Hartoyo, MS, Dr Ir Heny K.Daryanto,
MEc, Prof Dr Bonar Sinaga)
3. Moderator Seminar, Dr Ir Nurmala Panjaitan
4. Tim Penguji Sidang Tertutup (Prof Dr Bonar Sinaga, Dr Ir Harianto, Dr Ir
Ratna Winandi, Dr Ir M.Firdaus)
5. Tim Penguji Sidang Terbuka (Prof Dr Ir Wayan Susastra, Dr Ir
Sumaryanto, Dr Ir Yusman Syaukat, Dr Ir Sri Hartoyo)
6. Departemen Agribisnis IPB; Prof.Dr.Rita Nurmalina, atas dukungan Jurnal
Agribisnis IPB, Dr.Anna Fariyanti yang dengan sabar dan tidak bosan-
bosannya menyemangati untuk maju terus, Ir.Eva Yolynda, MMA,
Dr.Amzul Rifin, Maryono,SP,MSc, Feryanto, SP,MSi, dan Dra Yusalina,
MS.
7. Keluarga besar saya terutama ibunda tercinta atas kasih sayang yang tulus,
dukungan, dan doa setiap malam demi keberhasilan dan kebahagiaan saya.
8. Teman-teman EPN angkatan 2007 sebagai teman seperjuangan : (i) Ibu
Dwi Rachmina, atas motivasi dan perhatiannya yang tulus terutama dikala
sakit, (ii) Ibu Wini Nahraeni, atas konsultasi, diskusi teori serta solusi yang
akurat, (iii) Bapak Gatoet Sroe Hardono yang selalu mendukung untuk
cepat lulus dengan tanpa mengesampingkan urusan akhirat, juga sebagai
leader dan pemersatu kelas (iv) Bapak M. Rizal Taufikurahman yang
penuh dengan ide-ide baru, (v) Ibu Lilies Imamah, atas dukungan Jurnal
Agribisnis UIN, (vi) Bapak Sugiono: atas semangat zero DO EPN 2007,
(vii) Bapak Eko Prasetyanto, yang selalu menyemangati di saat hari-hari
penting, (viii) Bapak Abdullah Usman, atas doa yang selalu dicurahkan
kepada kami, (ix) Bapak Yannizar Kadri, sebagai inspirator untuk tetap
full speed, (x) Ibu Ita Novita, sebagai penyemangat untuk tetap bertahan
dalam kondisi genting, (xi) Ibu Dewi Sahara, atas dukungan catatan dan
arsip-arsipnya selama sekolah, (xii) Ibu Elinur, sebagai supporter supaya
berada di garis depan, dan (xiii) Bapak Gatot Subroto, sebagai
penyemangat untuk tetap fokus.
9. Sekretariat Program Ekstensi Agribisnis : Maya, Dewi, Nur, Rahmi, Udin,
Agus, Aji, Jayadi, dan Sekretariat Program EPN : Ibu Yani, Ibu Rubi, Ibu
Kokom, dan Bapak Husen.
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bogor pada tanggal 10 April 1969, sebagai anak pertama
dari 4 bersaudara pasangan Drs Maman Suratman (alm) dengan Rd.Hj. Permana
Winduwati. Penulis menyelesaikan sekolah sejak SD hingga SMU di Bogor yaitu
SMAN I Bogor. Demikian pula dengan pendidikan sarjana ditamatkan selama 4
tahun (1988-1992) di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK, Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian (1988-1992) dengan predikat sangat memuaskan.
Selama studi penulis memperoleh beasiswa dari Yayasan SUPERSEMAR.
Setelah itu mulai bekerja sebagai dosen IPB sejak 1992 dan menyelesaikan
pendidikan S-2 tahun 1997 juga di Institut Pertanian Bogor dengan predikat Cum-
Laude. Pendidikan S-3 dilanjutkan tahun 2005 di National Cheng Kung
University, Taiwan, ROC, namun dilanjutkan di Institut Pertanian Bogor Program
Mayor Ekonomi Pertanian pada tahun 2007.
Selama menjadi dosen di Institut Pertanian Bogor, penulis berpengalaman
mengajar Mata Kuliah Risiko Agribisnis, Pembiayaan Agribisnis, Dasar-Dasar
Bisnis, Pengantar Kewirausahaan, Tataniaga Agribisnis, Perencanaan Bisnis,
Pengantar Ilmu Ekonomi, Ekonomi Umum, Ekonomi Dasar I, Ekonomi Dasar II,
Manajemen Agribisnis, Ilmu Usahatani, Dasar-Dasar Manajemen, Dasar-Dasar
Akuntansi, Manajemen Sumberdaya Manusia, Manajamen Pemasaran,
Manajemen Perusahaan, Manajemen Keuangan, Teknik Penulisan Ilmiah.
Beberapa dari mata kuliah tersebut juga sempat diajarkan di Universitas Djuanda
Bogor dan Universitas Nusa Bangsa Bogor.
Selain mengajar penulis juga membantu mengelola Program Sarjana Alih
Jenis Agribisnis IPB sejak tahun 1999. Pengalaman conference dan short course
selain di dalam negeri juga di luar negeri yaitu di Malaysia, Singapore, Thailand,
Taiwan, Hongkong, Phillipines, Belanda, Jerman, Belgia, dan Perancis.
Penelitian yang pernah dilakukan lebih terkait dengan bidang agribisnis
seperti nilai tambah jamur tiram putih, perkebunan inti rakyat (PIR), pengolahan
CPO, teh, produksi dan strategi industry plywood, peran KUPEDES BRI sebagai
sumber modal, dan penelitian ekonomi pertanian, ekonomi produksi, khususnya
efisiensi produksi, seperti cassava, tebu dan padi. Beberapa penelitian telah
diterbitkan di Jurnal International (AFBE Journal) dan Jurnal nasional (Jurnal
Agro ekonomi, di PSE-KP, Jurnal Agribisnis IPB, Jurnal Agribisnis UIN Jakarta,
Jurnal UPN Veteran Surabaya).
Penulis juga berpengalaman sebagai pembicara di berbagai seminar ilmiah
dan talkshow untuk bidang bisnis dan women entrepreneurship seperti di RRI
Bogor, smart FM Jakarta, Mustika FM Bandung, Mars FM Bogor, Female FM
Bandung, Beberapa Toko Buku Gramedia, beberapa perguruan tinggi. Hal ini
karena terkait dengan buku-buku yang telah diterbitkan PT Elex Media
Komputindo, PT Kompas Gramedia Pustaka Utama, serta tulisan-tulisan popular
di Radar Bogor,Jurnal Bogor, dan mass media lainnya.

xiv
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xviii


DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xxvi
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………… xxviii
I. PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang....................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 13
1.4. Kebaruan (Novelties) Penelitian ............................................ 14
1.5. Ruang Lingkup dsn Keterbatasan Penelitian ........................ 14
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 17
2.1. Pengaruh Lahan Terhadap Efisiensi Usahatani……………. 17
2.2. Pengaruh Teknologi Terhadap Efisiensi Usahatani ……….. 23
2.3. Pengaruh Agroekosistem Antar Wilayah Terhadap Efisiensi
Usahatani ………………………………………………….. 28
2.4. Pengaruh Infrastruktur Antar Wilayah Terhadap Efisiensi
Usahatani……………………………………………………. 30
2.5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Efisiensi Usahatani……….. 32
2.6. Pengaruh Lembaga Pendukung Terhadap Efisiensi
Usahatani ................................................................................. 33

III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 35


3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis……………………………….... 35
3.1.1 Konsep Produksi ....................................................... 35
3.1.2 Konsep produktivitas dan Efisiensi ………………. 37
3.1.2.1 Konsep Efisiensi Berorientasi Input ……. 39
3.1.2.2 Konsep Efisiensi Berorientasi Output …… 41
3.1.3 Kritik terhadap Fungsi Produksi Rata-rata ……… 43
3.1.4 Pendekatan Fungsi Produksi Frontier ……………… 43
3.1.5 Pendekatan Parametrik Frontier …………………… 44
3.1.5.1 Model Produksi Frontier Parametrik
Deterministik…………………………….. 44
3.1.5.2 Model Produksi Frontier Parametrik
Stokastik …………………………………. 45
3.1.6 Kritik pada Stochastic Frontier Produksi …………. 46
3.1.7 Pendekatan Frontier Non-parametric …………….. 47
3.1.8 Keuntungan dari pendekatan DEA ………………… 47
3.1.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi
Produksi....................................................................... 48
3.1.10 Teknologi Sebagai Faktor yang Mempengaruhi
Efisiensi ...................................................................... 48
3.1.11 Perbedaan Konsep Skala Ekonomi dan Skala Hasil... 49
3.1.12 Fungsi Produksi Metafrontier ……………………... 51
3.1.13 Gap Teknologi dan Tingkat Efisiensi ………………. 55
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional…………………………… 57

IV METODE PENELITIAN ..................................................................... 59


4.1. Jenis dan Sumber Data.............................................................. 59
4.2. Cakupan dan Time Frame Penelitian………………………… 60
4.3. Pengumpulan Data………………………………………….. 60
4.4. Penentuan Observasi………………………………………... 60
4.5. Variabel Data Yang dibutuhkan Dalam Penelitian………… 61
4.6. Tahap-Tahap Operasional Analisis Data……………………. 61
4.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data……………………… 62
4.7.1. Analisis Fungsi Produksi………………………….. 63
4.7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Efek Inefisiensi
Teknis……………………………………………… 66
4.7.3. Uji Hipotesis……………………………………….. 71
4.7.4. Analisis Efisiensi Alokasi dan Efisiensi
Ekonomi…………………………………………… 74

V KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN………………………... 77


5.1. Karakteristik Individu Petani ……………………………….. 77
5.2. Karakteristik Usahatani……………………………………… 79
5.3. Penggunaan Input dalam Usahatani………………………….. 84
5.4. Kelembagaan Usahatani …………………………………….. 87
5.5. Kelembagaan Usahatani……………………………………. 94
5.6. Kinerja Usahatani …………………………………………… 104

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI …………………………………. 109


6.1. Fungsi Produksi Padi di Sumatera Utara ……………………. 109
6.2. Fungsi Produksi Padi di Jawa Barat ………………………… 112
6.3. Fungsi Produksi Padi di Jawa Tengah ……………………… 113
6.4. Fungsi Produksi Padi di Jawa Timur ………………………. 115
6.5. Fungsi Produksi Padi di Sulawesi Selatan…………………… 117
6.6. Fungsi Produksi Padi di Indonesia……….…………………. 119
6.7. Fungsi Produksi Padi MetafrontierIndonesia………………. 124
6.8. Sistesis Fungsi Produksi ……………………………………. 126

VII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS ………………………………….. 129


7.1. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sumatera
Utara…………………………………………………………. 129
7.2. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Barat……. 134
7.3. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Tengah….. 143
7.4. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Timur……. 149
7.5. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sulawesi Selatan
……………………………………………………………….. 153
7.6. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Rata-Rata di
Indonesia ……………………………………………….……. 160
7.7. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Secara Agregat
Meta di Indonesia ………………………………….………… 168

xvi
7.8. Sintesis Fungsi Inefisinesi Teknis Metafrontier …………… 174

VIII. ANALISIS EFISIENSI ALOKASI DAN EKONOMI ……………… 185


8.1. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Sumatera Utara …………………………………………….. 186
8.2. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Jawa Barat ………………………………………………….. 188
8.3. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Jawa Tengah ………………………………………………… 190
8.4. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Jawa Timur …………………………………………………. 191
8.5. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Sulawesi Selatan…………………………………………….. 192
8.6. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di
Rata-Rata di Indonesia ……………….……………………… 194
8.7. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi
Agregat di Indonesia ……………………………………….. 195

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN …………………. 201


9.1. Kesimpulan …………………………………………………. 201
9.2. Implikasi Kebijakan…………………………………………. 202

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 205


LAMPIRAN …………………………………………………………………… 219

xvii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras


Dunia, Tahun 2010…………………………………….. 2

2. Target dan Realisasi Produksi Beras di Indonesia


Tahun 2004-2010……………………………………… 5

3. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di


Provinsi Sentra Padi dan Nilai Tukar Petani (NTP) di
Indonesia (Rata-rata Bulanan, 2008-2012)……………. 6

4. Produksi Dan Penggunaan/Pengeluaran Input Per


Hektar Usahatani Padi……………………………….. 12

5. Sebaran Responden Berdasarkan Umur KK Petani


Padi................................................................................. 78

6. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan KK


Petani Padi...................................................................... 78

7. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan


Petani.............................................................................. 79

8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan


Padi Yang Digarap......................................................... 80

9. Luas Lahan Yang Digarap Petani Padi Per Musim Per


Provinsi........................................................................... 81

10. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Status


Lahan Padi yang Digarap................................................ 82

11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Persil Padi


Per Provinsi................................................................... 82

12. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani


Padi................................................................................. 83

13. Sebaran Responden Berdasarkan Kegiatan Migrasi.......


83
14. Sebaran Responden Berdasarkan Lahan yang
Diusahakan..................................................................... 84

15. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan


Penggunaan Input........................................................... 85
16. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Lahan Sawah..... 88

17. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Irigasi Tahun


2010................................................................................ 88

18. Sebaran Responden Berdasarkan Pengolahan Lahan..... 89

19. Sebaran Responden Berdasarkan Mutu Benih................ 90

20. Sebaran Responden Berdasarkan Jarak Tanam............... 90

21. Sebaran Responden Berdasarkan PolaTanam................. 91

22. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Tanam............... 91

23. Sebaran Responden Berdasarkan Sistem Tanam............ 92

24. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi


Penyulaman.................................................................... 93

25. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi


Penyiangan...................................................................... 93

26. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi


Penyemprotan.................................................................. 94

27. Sebaran Responden Berdasarkan Perontokan Gabah..... 94

28. Sebaran Responden Berdasarkan Adanya Kelompok


Tani.................................................................................. 95

29. Sebaran Responden Berdasarkan Keanggotaan


Kelompok Tani................................................................ 95

30. Sebaran Responden Berdasarkan Keaktifan Pada


Kelompok Tani................................................................ 96

31. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam


Penyuluhan Padi Tahun 2010..................................... 97

32. Sebaran Responden Berdasarkan Informasi


Teknologi........................................................................ 97

33. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Penetapan


Dosis Pupuk.................................................................. 98

34. Sebaran Responden Berdasarkan Tindakan

xix
Pengendalian Hama........................................................ 98

35. Sebaran Responden Berdasarkan Akses Ke Lembaga


Keuangan Bank ............................................................ 99

36. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia


Saprodi............................................................................ 99

37. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia


Traktor............................................................................ 100

38. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia


Pompa............................................................................ 100

39. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Alat


Panen dan Pascapanen.................................................... 101

40. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan


Penyedia Sarana Produksi............................................... 102

41. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan


Penyedia Pompa............................................................ 102

42. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan


Penyedia Sarana Traktor Tahun 2010.......................... 103

43. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan


Penyedia Alat Panen..................................................... 103

44. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan


Pedagang Beras............................................................... 104

45. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Menjual............. 104

46. Kinerja Usahatani Padi Antar Provinsi Sentra................ 105

47. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production


Function di Sumatera Dengan Metode MLE................ 111

48. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production


Function di Jawa Barat Dengan Metode MLE............. 112

49. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production


Function di Jawa Tengah Dengan Metode MLE............ 114

50. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production


Function di Jawa Timur Dengan Metode MLE............. 116

xx
51. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production
Function di Sulawesi Selatan Dengan Metode MLE...... 118

52. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production


Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode
MLE.............................................................................. 119

53. Luas Lahan Kering (ha) Yang Tersedia Untuk


Perluasan Areal Pertanian.............................................. 121

54. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Production


Function Dengan Metode MLE..................................... 124

55. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Antar


Provinsi dan Potensi maksimum nasional ...................... 126

56. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function di Sumatera Utara Dengan Metode MLE........ 130

57. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Garapan
Petani Padi di Sumatera Utara....................................... 132

58. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di
Sumatera Utara.............................................................. 132

59. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga di Sumatera Utara.................................... 133

60. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function di Jawa Barat Dengan Metode MLE............... 134

61. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Umur KK di Jawa Barat..... 135

62. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pendidikan KK di Jawa
Barat............................................................................... 138

63. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa
Barat............................................................................... 139

64. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih di Jawa
Barat................................................................................ 139

xxi
65. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi
Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa
Barat............................................................................... 140

66. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga
Keuangan Formal di Jawa Barat.................................... 141

67. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok
Tani di Jawa Barat.......................................................... 142

68. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function di Jawa Tengah Dengan Metode MLE........... 143

69. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Umur KK di Jawa
Tengah............................................................................. 145

70. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa
Tengah............................................................................ 146

71. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa
Tengah............................................................................. 147

72. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga
Keuangan Formal di Jawa Tengah................................. 147

73. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga di Jawa Tengah........................................ 148

74. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function di Jawa Timur Dengan Metode MLE............. 150

75. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Jawa
Timur.............................................................................. 151

76. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih di Jawa
Timur............................................................................. 151

77. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

xxii
Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga di Jawa Timur.......................................... 152

78. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function di Sulawesi Selatan Dengan Metode
MLE............................................................................... 153

79. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pendidikan KK di Sulawesi
Selatan............................................................................ 155

80. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan di Sulawesi
Selatan............................................................................ 156

81. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih diSulawesi
Selatan............................................................................ 157

82. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan di
Sulawesi Selatan............................................................ 158

83. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga
Keuangan Formal di Sulawesi Selatan........................... 159

84. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga di Sulawesi Selatan.................................. 159

85. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency


Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode
MLE................................................................................ 160

86. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Umur KK Rata-rata di
Indonesia........................................................................ 162

87. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Status Lahan Rata-Rata di
Indonesia........................................................................ 163

88. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Mutu Benih Rata-rata di
Indonesia........................................................................ 164

89. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi

xxiii
Teknis Usahatani Padi dan Pengolahan Lahan Rata-rata
di Indonesia.................................................................... 165

90. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Akses Ke Lembaga
Keuangan Formal Rata-rata diIndonesia....................... 165

91. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok
Tani Rata-rata di Indonesia............................................ 167

92. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Pola Tanam Rata-rata di
Indonesia........................................................................ 167

93. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Inefficiency


Function Rata-Rata di Indonesia Dengan Metode
MLE................................................................................ 169

94. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Metafrontier dan Pendidikan Rata-rata di
Indonesia......................................................................... 170

95. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Pengolahan
Lahan di Indonesia.......................................................... 170

96. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Akses Ke
Lembaga Keuangan Formal Rata-rata diIndonesia......... 172

97. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Keaktifan
Dalam Kelompok Tani Rata-rata di Indonesia............... 172

98. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi dan Penerimaan Total
Rumahtangga Petani di Sumatera Utara Tahun
2010................................................................................ 173

99. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi


Teknis Usahatani Padi Metafrontier dan Pola Tanam
Rata-rata di Indonesia.................................................... 174

100. Nilai Technical Efficiency Ratio (TER), Meta


Technology Ratio (MTR), Technical Gap Ratio (TGR),
dan Random Error Ratio (RER) Antar Provinsi, Pool
Indonesia, dan Metafrontier......................................... 178

xxiv
101. Harga Rata-rata Input yang Berlaku Pada Setiap
Provinsi Sentra Tahun 2010.......................................... 185

102. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi di Sumatera Utara...................... 186

103. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Barat............................. 189

104. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Tengah......................... 190

105. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi di Jawa Timur........................... 191

106. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi di Sulawesi Selatan................... 192

107. Sebaran Responden Berdasarkan EfisiensiTeknis,


Alokasi, dan Ekonomi Rata-Rata di Indonesia.............. 194

108. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis,


Alokasi, dan Ekonomi Pada Level Agregat Potensi
maksimum nasional......................................................... 196

109. Ringkasan Penghematan Biaya Dalam Pencapaian


Efisiensi Alokasi dan Ekonomi di Setiap Provinsi,
Pool, dan Meta Indonesia.............................................. 197

110. Perbandingan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan Ekonomi


Setiap Provinsi Serta Kondisi Metafrontier dan
Perubahannya.................................................................. 197

111. Perbandingan Biaya Minimum Antar Provinsi dan


Potensi maksimum nasional........................................... 200

xxv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produktivitas Padi Indonesia, Thailand, dan Vietnam Pada


Tahun 1970-2009 dalam ton/ha………………………………. 3

2. Persentase Perubahan Produktivitas Padi Sawah Indonesia


Pada Tahun 1970-2009 dalam ton/ha…………………………. 3

3. Harga Beras Dunia Pada Tahun 1990-2009 dalam $/ton……... 4

4. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal


Usahatani Padi Sawah Tahun 1970-2009 (1970=100%)……... 10

5. Produktivitas Padi di Lima Provinsi Sentra Tahun 1993-


2011…………………………………………………………… 11

6. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi 39


Ekonomi Berdasarkan Input Oriented…………………………

7. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi


Ekonomi Berdasarkan Output Oriented………………………. 41

8. Fungsi Produksi Stochastic Frontier………………………….. 45

9. Perubahan Teknologi Dengan Pendekatan Isoquant…………. 48

10. Model Fungsi Metafrontier…………………………………… 52

11. Perbandingan Error Term Stochastic Frontier Dengan Error


Term Stochastic Metafrontier………………………………… 56

12. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional……………………... 57

13. Tahap Operasional Analisis Data…………………………….. 62

14. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis


di Sumatera Utara……………………………………………... 127

15. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sumatera


Utara…………………………………………………………... 131

16. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi di


Jawa Barat…………………………………………………….. 134

17. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa


Barat…………………………………………………………... 138

18. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis


di Jawa Tengah………………………………………………... 143

19. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa


Tengah………………………………………………………… 145

20. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa


Timur…………………………………………………………. 149

21. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis


di Sulawesi Selatan…………………………………………… 153

22. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sulawesi


Selatan………………………………………………………… 156

23. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis


Rata-Rata di Indonesia………………………………………... 160

24. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas Rata-Rata


di Indonesia…………………………………………………… 163

25. Fungsi Produksi Frontier Cobb-Douglas …………………… 168

xxvii
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Penurunan Fungsi Biaya Dual Frontier……………………….. 221

2. Output SAS Pendugaan Fungsi Produksi Dengan Metode


OLS…………………………………………………………… 227

3. Ouput SAS Untuk Sebaran Responden Antar Provinsi........... 231


.
4. Output Frontier 4.1. dan Metafrontier Setiap Provinsi........... 243
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gambaran perekonomian Indonesia secara makro dapat dilihat dari Produk
Domestik Bruto (PDB). Pada tahun 2010, lebih dari 70 persen PDB Indonesia
berasal dari komponen konsumsi terutama konsumsi pangan dan lebih dari 50
persen tenaga kerja Indonesia ada pada sektor produksi pangan. Usahatani padi
mempekerjakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan tanaman lain (150
HOK/ha) dan jumlah petani padi di Indonesia lebih dari 20 juta orang (BPS,
2011)1. Dengan demikian pangan khususnya padi menjadi subsektor penggerak
utama ekonomi Indonesia dan pangan merupakan masalah yang menyangkut
hidup matinya masyarakat miskin di Indonesia.
Padi menjadi komoditas penting dalam kebijakan pertanian di Indonesia
karena terkait dengan ketahanan pangan dan swasembada beras. Konsumsi beras
Indonesia per tahun lebih dari 30 juta ton dengan nilai konsumsi beras melebihi
Rp 80 triliun, sementara beras di dunia yang diperdagangkan antar negara hanya
20 juta ton per tahun, dengan harga impor beras (CIF) saat krisis yaitu
US$ 340/ton dan saat normal US$ 160/ton (FAOSTAT, 2011)2. Dengan demikian
tidak memungkinkan Indonesia mengandalkan pemenuhan kebutuhan beras dari
pasokan impor, sehingga kebijakan swasembada merupakan alternatif penting.
Ketahanan pangan masih menjadi prioritas pembangunan pertanian
Indonesia. Beras masih menjadi unsur utama ketahanan pangan nasional. Hal ini
dipicu pula oleh kondisi yang mengancam hampir di seluruh dunia yang disebut
dengan ancaman krisis pangan sepanjang tahun 2010 sebagai akibat perubahan
iklim. Bahkan menurut FAO, Indonesia dan negara-negara lainnya yang termasuk
anggota FAO, perlu untuk memperkuat ketahanan pangannya. Melalui forum
Asean plus three (Jepang, Korea Selatan, dan China) bahkan disepakati perlu

1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?eng=0 [Tanggal akses
04 Februari 2011]
2
[FAOSTAT] Food And Agricultural Organization Statistics. 2011. Statistical Databases
(pertanian dan nutrisi). http://www.fao.org. [Tanggal Akses Februari 2011]
2

adanya ketersediaan beras berupa Emergency Rice Reserve (beras cadangan


darurat) untuk kawasan ini sebanyak 800 000 ton per tahun.
Penduduk miskin di seluruh dunia yaitu sekitar satu miliar orang dan 60
persen diantaranya berada di Asia dimana makanan pokoknya adalah nasi.
Sebagai makanan pokok hampir seluruh warga negara Indonesia, ketersediaan
beras nasional tetap menjadi perhatian utama pemerintah. Demikian pula dengan
negara produsen beras lainnya yang semakin berhaluan beras. Mereka telah
berupaya meningkatkan produksi berasnya. Produksi beras dunia naik karena
keberhasilan India dan China. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Keberhasilan produksi di negara produsen seperti Tabel 1 diupayakan
melalui peningkatan produktivitas dan luas areal. Peningkatan produktivitas
melalui efisiensi dan teknologi lebih intensif dilakukan, namun oleh karena lahan
sawah mulai jenuh dengan pupuk kimia, maka pertumbuhan produktivitas
mengalami stagnasi. Hal ini telah terpantau di Indonesia dan beberapa negara
penghasil padi Asia yang beriklim tropika basah seperti Vietnam dan Thailand.
Produktivitas padi Indonesia dibandingkan Thailand dan Vietnam dapat dilihat
pada Gambar 1.

Tabel 1. Produksi Beras di Delapan Negara Produsen Beras Dunia, Tahun 2010.

No Negara Produksi (juta ton GKG) Nilai Produksi ($1000)


1 China 193 354 175 36 561 286
2 India 148 260 000 30 246 312
3 Indonesia 65 251 072 12 440 012
4 Bangladesh 46 905 000 9 868 753
5 Viet Nam 38 725 100 7 918 880
6 Thailand 31 650 632 6 059 404
7 Myanmar 30 500 000 5 612 813
8 Philippines 16 815 548 3 382 928
Sumber : FAOSTAT, 2011 (Diolah)

Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa produktivitas padi Indonesia dan


Thailand mulai stagnan sementara produktivitas padi Vietnam terus meningkat.
Melesatnya produktivitas padi Vietnam berdampak pada ekspor beras Vietnam
yang meningkat pesat sejak tahun 1988. Sementara produktivitas padi Indonesia
hanya meningkat sangat sedikit setelah tahun 1997 atau pasca krisis (Gambar 2).
3

5,500
5,000
4,500
4,000
ton/ha
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500

1974

1988

2002
1970
1972

1976
1978
1980
1982
1984
1986

1990
1992
1994
1996
1998
2000

2004
2006
2008
Indonesia Thailand Vietnam

Gambar 1. Produktivitas Padi Indonesia, Thailand, dan Vietnam Pada Tahun


1970-2009 dalam ton/ha
Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Menururt IRRI (2009) penurunan/pelandaian produktivitas padi sawah di


area intensifikasi memang terjadi dan lebih nyata pada musim hujan dibanding
musim kemarau. Penurunan produktivitas lebih banyak disebabkan oleh faktor
ketidakseimbangan hara (defisiensi dan keracunan) dan menurunnya kandungan
bahan organik tanah.

15
persentase perubahan

10
produktivitas

0
1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015
-5

-10
tahun

Persentase perubahan produktivitas

Gambar 2. Persentase Perubahan Produktivitas Padi Sawah Indonesia Pada Tahun


1970-2009 dalam ton/ha
Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Jika dilihat dari sisi permintaan, konsumsi beras secara nasional sampai
saat ini masih cukup tinggi, bahkan cenderung meningkat. Pada tahun 2010
4

menunjukkan konsumsi beras nasional sebesar 139.15 kg per kapita per tahun.
Sebagai pembanding, konsumsi beras Malaysia sekitar 80 kg per kapita per tahun
dan Jepang 60 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk yang terus
meningkat (1.49 persen per tahun) ditambah lagi perlunya stok untuk berjaga-jaga
terhadap perubahan iklim di masa yang akan datang, maka kebutuhan beras
nasional akan terus meningkat.
Tekanan permintaan beras akan terus meningkat jika tidak dilakukan
upaya menurunkan konsumsi per kapita. Penurunan konsumsi beras per kapita
dapat dicapai melalui program penurunan pertumbuhan penduduk dan program
diversifikasi konsumsi, namun tingginya populasi dengan pertumbuhan yang sulit
ditekan mengakibatkan penurunan konsumsi beras per kapita lebih mungkin
dilakukan dengan cara diversifikasi konsumsi pangan. Permasalahannya adalah
bahwa diversifikasi konsumsi akan berbenturan dengan budaya masyarakat yang
sudah lama menempatkan beras sebagai makanan pokok sehingga program
diversifikasi konsumsi menjadi sulit untuk dicapai walaupun memiliki peluang
keberhasilan. Selain itu dinamika perubahan perberasan dunia yang mendorong
negara produsen cenderung mengimpor untuk berjaga-jaga, memicu tingginya
harga beras di pasar dunia sebagai dampak dari tekanan permintaan yang tinggi
namun suplai yang diperdagangkan menurun (Gambar 3).
350
world price ($/ton)

300

250

200

150
1985 1990 1995 2000 2005 2010
year

price ($/ton) Linear (price ($/ton))

Gambar 3. Harga Beras Dunia Pada Tahun 1990-2009 dalam $/ton


Sumber : FAOSTAT, 2010 (Diolah).

Tingginya harga beras dunia ini juga sebagai dampak bahwa pasar beras
termasuk thin market dimana Indonesia sebagai big country assumption. Dengan
5

demikian peluang impor ke depan menjadi semakin sulit sehingga Indonesia


masih perlu mempertahankan swasembada melalui pembenahan sisi produksi.
Swasembada dapat dikatakan tidak lagi tercapai atau sustainability tidak
tercapai. Produksi pada tahun 2010 ternyata tidak dapat memenuhi target.
Produksi sebesar 65.98 juta ton GKG atau setara dengan 37.38 juta ton beras
masih di bawah target sebesar 66.68 juta ton GKG. Pemenuhan target hanya
mencapai 98.95 persen (Tabel 2). Prestasi ini turun dibandingkan tahun
sebelumnya (2008 ke 2009). Pertumbuhan produksi dari tahun 2009 ke tahun
2010 adalah 2.46 persen yang disebabkan oleh : (1) Perluasan areal panen 234 540
ha, (2) Kenaikan produktivitas sebesar 0.62 persen (0.31 ku/ha), dan (3) Peralihan
dari lahan tembakau dan kedelai menjadi lahan padi. Kenaikan produksi terjadi di
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sumatera Selatan, walaupun
terjadi penurunan produksi untuk periode Januari-Agustus di NTB, NTT, dan
Sulawesi Selatan dibanding periode yang sama tahun 2009. Variasi ini sebagai
bukti bahwa terdapat perbedaan kondisi antar wilayah yang mengakibatkan
adanya variasi produktivitas.

Tabel 2. Target dan Realisasi Produksi Beras di Indonesia Tahun 2004-2010.

Target Produksi Padi Realisasi Produksi Padi


Tahun (ton GKG) (ton GKG) % capaian
2004 54 340 000 54 088 468 99.54
2005 55 030 040 54 151 097 98.40
2006 55 717 916 54 454 937 97.73
2007 57 386 531 57 157 435 99.60
2008 57 051 892 60 325 925 105.74
2009 57 707 989 64 398 890 111.59
2010 66 680 000 65 980 000 98.95
Sumber : Departemen Pertanian, 2010 dan Rencana Strategi Departemen
Pertanian 2004-2010

Kenaikan produksi sebesar 2.46 persen masih diatas laju pertumbuhan


penduduk sebesar 1.49 persen. Dengan konsumsi nasional sebesar 33.06 juta ton
beras, maka masih terdapat surplus sebesar 4.32 juta ton beras. Hanya saja
surplus ini berada pada kantong-kantong di luar Bulog dan dihitung di akhir
periode secara kumulatif. Pada akhir 2010 cadangan beras di Bulog hanya ada 960
000 ton, sedangkan pengadaan dalam negeri untuk cadangan stok harus 1.5 juta
6

ton (seharusnya buffer stok 9 juta ton) sehingga dilakukan impor 600 000 ton dari
Thailand dan Vietnam. Hal ini menjadi bukti perlunya pembenahan sisi produksi
karena ketidakberhasilan swasembada. Dalam jangka panjang, dari aspek teknis
swasembada tidak tercapai melalui peningkatan efisiensi namun dalam jangka
sangat panjang masih memungkinkan yaitu dengan terobosan teknologi baru yang
local specific.
Oleh karena perhatian pemerintah hanya kepada target produksi maksimal
demi ketersediaan beras nasional dengan harga yang terjangkau konsumen, maka
intervensi yang dilakukan bersifat production oriented dan tidak kepada profit
oriented terlebih kepada farmer welfare oriented. Farmer welfare dapat
meningkat jika profit usahatani meningkat. Dengan indikasi Nilai Tukar Petani
Tanaman Pangan (NTPP) atau Farmer Term of Trade sampai tahun 2011 nilainya
kurang dari 100 yang artinya indeks harga yang diterima lebih rendah dari indeks
harga yang dibayarkan, maka dapat disimpulkan bahwa petani membayar lebih
mahal terhadap input yang digunakan daripada nilai output yang diterima. Selain
itu NTPP lebih kecil dari Nilai Tukar Petani (NTP) pada umumnya sehingga
menunjukkan rendahnya welfare petani padi dibandingkan dengan petani lain
pada umumya (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) di Provinsi Sentra Padi dan
Nilai Tukar Petani (NTP) di Indonesia (Rata-rata Bulanan, 2008-2012).
Provinsi 2008 2009 2010 2011 Januari 2012
Sumatera Utara 95.63 96.24 98.47 99.50 100.50
Jawa Barat 92.76 91.27 91.79 100.29 106.48
Jawa Tengah 97.21 91.94 96.77 102.86 106.62
Jawa Timur 98.99 92.56 94.60 101.13 104.07
Sulawesi Selatan 91.73 94.86 98.86 108.70 110.83
INDONESIA (NTPP) 95.77 95.51 97.06 98.90 100.20
NTP 100.16 99.85 101.77 104.58 105.73
3
Sumber ; Badan Pusat Statistik (2012)

Intervensi telah dilakukan baik berupa program perluasan lahan


(ekstensifikasi) maupun program intensifikasi. Ekstensifikasi dirasakan semakin

3
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik No. 42/07/Th. XV, 2 Juli 2012.
http://www.bps.go.id/brs_file/ntp_02jul12.pdf
7

mahal karena sulitnya memperluas areal subur yang sesuai untuk padi. Bahkan
yang terjadi adalah penyempitan areal garapan padi yang disebabkan oleh
fragmentasi lahan, warisan, dan konversi ke tanaman lain atau ke sektor lain yang
dipicu oleh tingginya return to land ke industri dan properti. Dengan demikian
program intensifikasi menjadi penting untuk peningkatan produksi. Intensifikasi
ditujukan untuk meningkatkan produktivitas yang dapat dicapai melalui
peningkatan efisiensi atau terobosan teknologi. Dalam kondisi teknologi yang
tetap, peningkatan efisiensi adalah upaya tepat untuk peningkatan produktivitas.
Produktivitas usahatani berkaitan erat dengan efisiensi, karena ukuran dari
produktivitas adalah seberapa besar output dapat dihasilkan per unit input tertentu.
Jika faktor harga diasumsikan given, efisiensi teknis lah yang akan menentukan
pendapatan petani. Secara garis besar, proses produksi tidak efisien disebabkan
karena: (a) Secara teknis tidak efisien, hal ini berdampak pada ketidakberhasilan
mewujudkan produktivitas maksimal; (b) Secara alokasi tidak efisien, pada
tingkat harga-harga input dan output tertentu, proporsi penggunaan input tidak
optimum. Hal ini diindikasikan dengan produk penerimaan marginal tidak sama
dengan biaya marginal input yang digunakan. Peningkatan efisiensi teknis belum
menjamin peningkatan pendapatan petani jika tidak didukung insentif harga input
dan output. Untuk itulah pemerintah sebagai regulator disamping harus berpihak
kepada konsumen, juga harus berpihak kepada petani miskin sebagai produsen
padi untuk tetap memperoleh keuntungan yang layak dari usahataninya sehingga
dapat meningkatkan nilai tukar yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan petani padi. Dengan demikian orientasi kepada produksi masih
perlu untuk dipertanyakan.

1.2. Perumusan Masalah


Dalam rangka sustainability swasembada beras, pembenahan supply side
dianggap masih relevan (Kusnadi, 2011a). Sejak Orde Lama (1968) hingga saat ini
upaya peningkatan produksi dan efisiensi usahatani padi melalui berbagai
program nasional telah intensif dilakukan seperti Bimas dan Inmas
(Bimbingan/intensifikasi Masyarakat Tani), program tandur jajar, TOT
(Teknologi Tanpa Olah Tanah), Teknologi Tanam Jajar Legowo, Introduksi
8

Varietas Unggul, Efisiensi Pemupukan, Pengendalian Hama Terpadu (PHT),


Tabela (Teknologi Tebar Benih Langsung), Teknologi Pengomposan Jerami, Pola
Tanam Lahan Sawah Irigasi, Teknologi Mina Padi, SUTPA (Sistim Usaha
Terpadu), IP-300 (Intensitas penanaman tiga kali setahun), Sistem Integrasi
Tanaman Ternak (SIPT), pengembangan padi hibrida, P2BN (Program
Peningkatan Beras Nasional), Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), IP-400 dan
banyak program terpadu lainnya yang secara langsung mengembangkan komoditi
padi. Sementara program IDT (Instruksi Presiden tentang Desa Tertinggal), P4K
(Pembinaan Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil), PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat), Prima Tani (Program Rintisan dan
Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian), dan terakhir adalah
PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) secara tidak langsung
mengembangkan usahatani khususnya padi. Penekanannya saat ini yaitu
pencanangan P2BN (Program Peningkatan Beras Nasional) dimana target
produksi nasional tahun 2014 yaitu minimal 70 juta ton GKG.
Pada masa awal pengembangan padi, tahun 1968 sampai masa Orde Baru,
setiap provinsi diharuskan memproduksi padi tanpa memperhatikan kesesuaian
wilayah demi tercapainya swasembada. Namun teknologi yang digunakan dalam
program-program tersebut sejak dulu tidak banyak berubah. Teknologi yang
diterapkan lebih kepada manipulasi input dan jika terdapat kebijakan wilayah, hal
itu hanyalah adaptasi dari kebijakan nasional yang sentralistik. Karena adanya
variasi kondisi dan agroekosistem, maka tidak semua wilayah mampu mengikuti
teknologi nasional dan sebagian lambat mengadaptasinya sehingga teknologi di
setiap provinsi menjadi berbeda-beda dan antar provinsi menghasilkan variasi
produktivitas.
Dampak dari program-program tersebut telah banyak dirasakan oleh
masyarakat, walaupun banyak yang belum bisa mengadopsi teknologi dan tidak
mendapatkan inovasi karena berbagai keterbatasan. Teknik tandur jajar disertai
dengan intensifikasi pupuk dan pengendalian hama pada tahun 1984 telah
menghantarkan Indonesia kepada swasembada beras. Sistem Tanam Benih
Langsung (Tabela) dalam program SUTPA juga berhasil meningkatkan produksi
dan efisiensi usahatani sampai 40 persen. Model Pengembangan Prima Tani
9

(Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian)


bisa dipandang sebagai langkah terobosan untuk mempercepat dan memantapkan
inovasi teknologi pada kondisi nyata di lapangan dengan agroekosistem yang
beragam (Simatupang, 2004). Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang
merupakan perbaikan budidaya terpadu (cara tanam, pemupukan, benih dan
pengendalian hama/penyakit) juga telah berhasil meningkatkan produksi dan pada
tahun 2010 telah mencapai target pengembangan lahan seluas 2.5 juta Ha.

Namun demikian saat ini dan dalam beberapa tahun ke depan


produktivitas usahatani padi diduga tidak stabil dan mengalami kemandegan atau
stagnan (leveling-off) (FAOSTAT dalam Kusnadi, 2011b), yang berarti
produktivitas lahan telah mendekati maksimum, seperti ditunjukkan pada Gambar
4. Rendah dan tidak stabilnya pertumbuhan produksi padi secara total
diperkirakan masih akan berlanjut. Hal ini disebabkan antara lain oleh lambatnya
pertambahan luas areal tanam baru (ekstensifikasi) sebagai akibat terbatasnya
angggaran untuk pencetakan lahan sawah baru dan rehabilitasi jaringan irigasi,
serta gejala melambatnya pertumbuhan produktivitas (leveling off) yang masih
belum berhasil dipecahkan.

Produksi padi sawah pada tahun 2009 meningkat hampir empat kali lipat
dibandingkan dengan produksi padi sawah pada pada tahun 1970 sebagai tahun-
tahun awal pengembangan produksi padi. Namun demikian, perkembangan luas
areal dan produktivitas dalam kurun waktu tersebut tampak tidak banyak
mengalami perubahan. Tampak bahwa perkembangan produktivitas sedikit lebih
cepat dibandingkan dengan perkembangan luas areal, walaupun perkembangan
produktivitas cenderung mendatar. Artinya, perkembangan produksi total lebih
banyak disebabkan oleh perkembangan produktivitas daripada perluasan lahan.
10

350,00
300,00
250,00
200,00
150,00
100,00
50,00
1.972

1.984

2.006
1.970

1.974
1.976
1.978
1.980
1.982

1.986
1.988
1.990
1.992
1.994
1.996
1.998
2.000
2.002
2.004

2.008
luas panen Ha produksi (ton) produktivitas (ton/ha)

Gambar 4. Perkembangan Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Usahatani Padi


Sawah Tahun 1970-2009 (1970=100%).
Sumber : FAOSTAT dalam Kusnadi, 2011b

Perkembangan produktivitas padi sawah per hektar yang melambat


menunjukkan bahwa produktivitas marjinal lahan sawah hampir maksimum
mendekati leveling off. Peningkatan produksi melalui ekstensifikasi atau
perluasan lahan sawah semakin tidak efisien. Keterbatasan anggaran pemerintah
untuk pembukaan lahan irigasi dan tingginya kompetisi penggunaan lahan untuk
kegiatan non-pertanian, menjadikan peningkatan produksi padi melalui perluasan
lahan sawah akan semakin mahal. Alternatif yang perlu dipikirkan adalah
meningkatkan produktivitas lahan melalui intensifikasi atau perbaikan teknologi.
Oleh karena itu peningkatan produksi melalui peningkatan efisiensi antar provinsi
sentra pada sumberdaya dan teknologi yang tersedia (constant technology)
menjadi penting untuk diperhatikan.

Kondisi leveling off productivity menunjukkan seolah tidak ada lagi ruang
untuk meningkatkan produksi melalui peningkatan produktivitas masing-masing
provinsi dikarenakan kondisinya telah efisien. Dengan mengacu kepada frontier
(potensi maksimum) masing-masing provinsi, petani di provinsi masing-masing
hanya dapat meningkatkan sedikit produksinya melalui peningkatan efisiensi.
Namun jika mengacu kepada benchmark nasional sebagai potensi maksimum
nasional, ruang untuk peningkatan efisiensi masih besar oleh karena perbedaan
teknologi antar provinsi. Mengacu kepada potensi maksimum nasional, dalam
11

kondisi constant technology, setiap provinsi dapat mencapai produksi yang lebih
tinggi melalui peningkatan efisiensi. Selain itu dalam very long run period (jangka
sangat panjang) terobosan teknologi di masing-masing provinsi dapat
meningkatkan produksi lebih tinggi lagi. Terobosan teknologi tersebut dapat
meniru teknologi provinsi lain yang lebih tinggi atau mengacu kepada potensi
maksimum nasional. Dengan bergesernya fungsi produksi masing-masing
provinsi sebagai dampak peningkatan teknologi, maka akan meningkatkan fungsi
produksi metafrontier (potensi maksimum nasional) lebih tinggi lagi.

6,00
5,50
5,00
ton/ha

4,50
4,00
3,50
2.003

2.008
1.993
1.994
1.995
1.996
1.997
1.998
1.999
2.000
2.001
2.002

2.004
2.005
2.006
2.007

2.009
2.010
2.011
produktivitas sumut (ton/ha) produktivitas jabar (ton/ha)
produktivitas jateng (ton/ha) produktivitas jatim (ton/ha)
produktivitas sulsel (ton/ha)

Gambar 5. Produktivitas Padi di Lima Provinsi Sentra Tahun 1993-2011


Sumber : BPS, 2011

Dalam kondisi saat ini dimana program otonomi daerah dan desentraliasai
tengah intensif, intervensi pemerintah untuk pembenahan sisi produksi padi justru
cenderung generik dan sentralistik untuk semua wilayah dan semua agroekosistem.
Padahal jika dilihat dari aspek produktivitas, adanya perbedaan kondisi
sumberdaya wilayah dan agroekosistem (local spesific principal), perbedaan input
yang digunakan, perbedaan teknologi dan R&D, berdampak kepada produktivitas
dan efisiensi yang berbeda pula (Daryanto, 2000, Rahman 2002, Myint dan Kyi
2005, Ogundari, Amos dan Ojo, 2010).
Pada Gambar 5 dapat dilihat produktivitas antar provinsi bervariasi
(sebagai dampak local specific principal) dengan peningkatan yang bervariasi
pula. Hal ini juga disebabkan oleh perbedaan penggunaan input (Tabel 4). Pada
12

tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan input yang tepat dapat
meningkatkan produktivitas.

Tabel 4. Produksi Dan Penggunaan/Pengeluaran Input Per Hektar Usahatani Padi.

Uraian Nasio Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi


nal Utara Barat Tengah Timur Selatan
1. Produktivitas (kuintal 57.6 56.5 63.8 55.8 56.0 52.8
GKP)
2. Input
2.1. Benih (kg) 50.0 42.0 39.0 54.0 51.0 54.0
2.2. Pupuk Anorganik (kg)
a. Urea 278 236 251 276 317 286
b. Za 51 61 56 53 46 38
c. SP36 97 88 93 98 59 142
d. NPK 96 117 119 98 90 88
e.KCL 8 6 5 8 7 12
2.3. Pengeluaran untuk 541 648 684 537 438 458
pestisida (Rp 000)
2.4. Pengeluaran untuk 3 111 3 480 3 404 3 055 3 111 2 885
tenaga kerja luar
keluarga (Rp 000)1)
Keterangan:
1)
Terdiri dari upah harian, borongan, dan bawon (upah panen)
Sumber : Simatupang, et al (2007)

Efisiensi sebagai aspek managerial input dalam produksi berperan melalui


peningkatkan produktivitas. Efisiensi usahatani di Indonesia dinyatakan telah
efisien oleh beberapa penelitian terdahulu (Kusnadi, et al. 2011b ; Daryanto,2000)
karena menghasilkan nilai efisiensi teknis yang lebih dari 80 persen, namun
dengan kondisi variasi produktivitas antar provinsi dan peningkatan produktivitas
padi nasional yang leveling off memunculkan kembali pertanyaan benarkah telah
efisien ? Secara teknis, alokasi, dan ekonomi ?
Beberapa penelitian terdahulu menilai efisiensi masih secara parsial,
belum melihat variasi kondisi antar wilayah, dan kalaupun menilai antar grup
sebagian penelitian tidak menggunakan potensi maksimum sebagai acuan
komparasi sehingga komparasi menjadi tidak valid.
Dengan kondisi seperti ini, yang menjadi permasalahan adalah masih
adakah ruang/peluang peningkatan produksi padi di setiap wilayah sentra produksi
dengan upaya meningkatkan efisiensi sehingga tercapai keuntungan maksimum?
Dari pertanyaan tersebut penelitian ini ingin menjawab : (1) Bagaimana kondisi
13

efisiensi teknis usahatani padi di Indonesia dan antar provinsi sentra? Benarkah
telah efisien? Apakah terdapat perbedaan efisiensi antar provinsi? Apakah masih
ada ruang/peluang untuk meningkatkan efisiensi di masing-masing provinsi sentra?
Apa yang harus dilakukan setiap provinsi untuk mencapai potensi maksimum
provinsi? (2) Bagaimana kondisi efisiensi potensi maksimum nasional?
Bagaimana kondisi efisiensi antar wilayah terhadap potensi maksimum nasional?
Apa yang harus dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi
maksimum nasional? dengan gap yang terjadi apakah perlu adanya kreativitas
local dan technology breakthrough? (3) Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan
ekonomi setiap provinsi sentra? Bagaimana kondisi efisiensi alokasi dan ekonomi
antar wilayah sentra terhadap potensi biaya minimum nasional? Apa yang harus
dilakukan oleh setiap provinsi sentra untuk mencapai potensi biaya minimum
nasional sehingga tercapai keuntungan maksimum?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Secara umum penelitian ini bertujuan mengkaji efisiensi teknis, alokasi,
dan ekonomi usahatani padi antar provinsi sentra menggunakan pendekatan fungsi
produksi Stochastic Metafrontier. Secara khusus tujuan operasionalnya yaitu : (1)
Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di lima provinsi
sentra, (2) Menganalisis efisiensi teknis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
di lima provinsi sentra, dan (3) Menganalisis efisiensi alokasi dan efisiensi
ekonomi di lima provinsi sentra.
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi petani padi penelitian ini bermanfaat agar dapat meningkatkan produksi
melalui efisiensi teknis dan efisiensi alokasi serta perbaikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
2. Bagi pemerintah penelitian ini bermanfaat sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan yang terkait dengan kebijakan intensifikasi melalui teknologi dan
peningkatan produktivitas serta efisiensi usahatani padi secara spesifik di
setiap provinsi sentra dengan tidak melupakan peningkatan kesejahteraan
petani.
14

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan
rujukan terkait dengan efisiensi teknis dan efisiensi alokasi usahatani padi
dengan stochastic metafrontier production function approach.

1.4. Kebaruan (Novelties) Penelitian


Penelitian mengenai efisiensi teknis telah banyak dilakukan, namun
penelitian ini mencoba mengkaji efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi
ekonomi terhadap usahatani padi dengan cakupan nasional secara holistik, dan
membandingkan efisiensi antar provinsi sentra menggunakan stochastic
metafrontier production function approach.. Dari aspek data, penelitian ini
menggunakan data PATANAS (Panel Petani Nasional) yang sangat lengkap dan
kredibilitasnya diakui secara nasional. Dari aspek sampling, penelitian ini
mengambil seluruh petani dari seluruh provinsi pada data PATANAS sehingga
menggunakan data yang sangat besar. Dari aspek metode, penelitian ini
mengoreksi penelitian terdahulu yang melakukan komparasi secara tidak valid.
Dari aspek Empirik, penelitian ini menolak penelitian terdahulu yang menyatakan
tidak ada prospek peningkatan produksi padi di Indonesia ke depan.

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


1. Penelitian ini difokuskan pada usahatani padi di lima provinsi sentra yaitu
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
2. Penelitian ini terkait dengan ketersediaan data pada penelitian PATANAS
yang dilakukan oleh Pusat Studi Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian,
Badan Litbang Pertanian.
3. Lokasi desa yang dipilih berdasarkan basis komoditi padi sawah dengan
pengairan irigasi.

Dalam pelaksanaannya penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan


yaitu :
1. Data yang diambil adalah data sekunder sehingga membatasi ketersediaan
variabel-variabel yang dibutuhkan bagi penelitian ini.
15

2. Bagi variabel-variabel yang penting, dilakukan proxy terhadap variabel-


variabel yang tersedia.
3. Penelitian ini dibatasi hanya data tahun 2010 karena penelitian PATANAS
berbasis komoditi padi dilakukan pada tahun tersebut.
4. Oleh karena pemilihan lokasi desa berdasarkan sumber pengairan irigasi,
maka tidak membedakan dengan padi tadah hujan atau lainnya.
5. Pembahasan dan implikasi kebijakan dibatasi pada hasil analisis produksi
dan efisiensi dengan stochastic metafrontier production function approach.
16
17

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum terdapat tiga cara meningkatkan produksi usahatani yaitu ;


(1) meningkatkan penggunaan input seperti lahan, tenaga kerja, dan variasi capital,
(2) menerapkan teknologi baru (Kuznets ,1973; Hayami and Ruttan,1985), dan (3)
melakukan manajemen organisasi produksi dengan teknologi yang tersedia untuk
meningkatkan efisiensi produksi (Nishimizu and Page, 1982; Li, 2000).
Penelitian efisiensi masih merupakan subyek penelitian di negara
berkembang maupun di negara maju. Penelitian efisiensi tersebut menjadi lebih
penting bagi negara berkembang dimana potensi peningkatan produksi pertanian
melalui perluasan area produksi dan pengadopsian teknologi baru sangat terbatas.
Studi tersebut dapat membantu negara-negara berkembang dengan menentukan
sejauh mana peningkatan produksi dapat dilakukan melalui peningkatan efisiensi
usahatani berdasarkan sumber daya dan teknologi yang tersedia (Kibbara, 2005).
Cukup banyak studi empiris yang dilakukan untuk mengukur efisiensi pertanian
baik di negara maju maupun di negara berkembang. Peningkatan efisiensi di
negara berkembang sangat diperlukan untuk peningkatan produktivitas. Hal ini
sangat penting mengingat tingginya permintaan pangan sebagai dampak tingginya
populasi penduduk di negara berkembang dan berkurangnya suplai sebagai
dampak perubahan iklim. Beragam faktor produksi dianalisis untuk membuktikan
faktor produksi mana yang mempengaruhi output dan faktor apa saja yang
mempengaruhi efisiensi. Beberapa penelitian menguji efisiensi pada kondisi dan
wilayah yang berbeda dan dengan metode yang berbeda.

2.1. Pengaruh Lahan Terhadap Produksi dan Efisiensi

Lahan merupakan faktor penting dalam usahatani terutama padi sehingga


luas lahan menjadi ukuran usahatani (farm size). Dibandingkan dengan faktor lain,
lahan biasanya merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam peningkatan
produksi. Penelitian Okoruwa, Ogundele, dan Oyewusi (2006) juga membuktikan
bahwa faktor yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap produksi padi yaitu
perluasan lahan. Penelitiannya mencoba membedakan efisiensi teknik pada
usahatani padi dengan dua varietas yang berbeda yaitu varietas tradisional dan
18

varietas baru. Demikian pula penelitian Femi, et.al (2004) di Nigeria yang
mencoba membedakan efisiensi teknik pada usahatani padi dengan dua varietas
yang berbeda yaitu varietas tradisional dan varietas baru, membuktikan bahwa
faktor yang signifikan dapat meningkatkan output yaitu perluasan lahan.
Ukuran usahatani (farm size) berbeda dengan skala usahatani. Dalam
jangka panjang, biaya usahatani dapat diturunkan dengan peningkatan skala
usahatani sehingga menjadi lebih efisien sampai mencapai titik optimalnya
(economic of scale). Dengan demikian semakin besar skala usahatani maka akan
semakin efisien, namun tidak demikian dengan ukuran usahatani. Semakin luas
lahan yang diusahakan maka produksi akan semakin meningkat. Namun
peningkatan luas lahan belum tentu meningkatkan produktivitas. Banyak peneliti
mendukung hipotesis bahwa semakin kecil ukuran usahatani (luas lahan yang
digarap semakin sempit) maka akan semakin efisien (poor but efficient).
Inverse Size Productivity menjelaskan bahwa semakin kecil ukuran
usahatani maka semakin produktif. Hal ini dikarenakan dengan luasan lahan yang
sempit, lahan akan lebih terkelola dengan baik hanya dengan tenaga kerja
keluarga, sementara semakin luas lahan yang digarap maka akan semakin tidak
terurus, karena tidak mampu menyewa tenaga kerja luar yang semakin banyak.
Hubungan ini diterangkan oleh keuntungan relatif dari lebih banyaknya
penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani kecil. Hal ini akan mengurangi
biaya pengawasan tenaga kerja luar yang disewa. Oleh karena peningkatan biaya
marjinal pengawasan, rasio lahan terhadap tenaga kerja sewa lebih tinggi untuk
petani kaya yang menuju pada penurunan output per hektar. Petani kecil dan
tradisional mempunyai keuntungan dalam pengawasan tenaga kerja oleh karena
mereka menggunakan tenaga kerja keluarga. Oppotunity Cost dari tenaga kerja
harian anggota keluarga lebih rendah dari upah tenaga kerja sewa. Implikasinya
adalah bahwa land-reform akan mempunyai efek positif pada produktivitas karena
mengurangi lahan absentee.
Penelitian Bozoglu dan Ceyhan (2006) mengukur efisiensi teknis petani
sayuran di Turki, menggunakan pendekatan produksi frontier stokastik. Data
dikumpulkan dari 75 petani sayuran di provinsi Samsun di Turki tahun 2002-2003.
Efisiensi teknis rata-rata mencapai 0.82, berkisar 0.56-0.95. Temuannya
19

membuktikan bahwa luas lahan menunjukkan hubungan yang positif dengan


inefisiensi teknik, dalam artian mendukung „poor but efficient’ .
Penelitian oleh Junankar (1980) di India dengan hipotesis bahwa petani
berlahan luas lebih efisien dari petani dari petani berlahan sempit, ternyata ditolak
yang berarti tidak ada perbedaan efisiensi antara petani berlahan luas dengan
petani berlahan sempit. Demikian pula Huang dan Bagi (1984) meneliti efisiensi
teknis pertanian rakyat di negara bagian Punjab dan Haryana India dengan sampel
151 pertanian, memiliki hipotesis bahwa petani berlahan luas akan lebih efisien
dibandingkan dengan petani berlahan sempit dan ternyata hipotesisnya ditolak.
Dengan produksi frontier translog dan prosedur maksimum likelihood (MLE),
tingkat efisiensi teknis rata-rata sekitar 90 persen. Efisiensi teknis diperkirakan
bervariasi 77.60-99.00 persen.
Herdt and Mandac (1981) di Filipina juga mendukung bahwa petani
berlahan luas tidak lebih efisien dari petani berlahan sempit. Penelitian lain di
India yaitu Kalijaran (1981) dan penelitian Barnum and Squire (1978)
mengemukakan bahwa petani berlahan luas maupun sempit telah menggunakan
benih unggul secara efisien dan ekonomis sehingga sama-sama efisien.
Penelitian Croppenstedt (2005) juga menyimpulkan tidak ada bukti bahwa
efisiensi teknis usahatani bervariasi menurut luas usahatani. Penelitiannya
mengestimasi efisiensi teknis dari 800 petani gandum di Mesir dengan
menggunakan fungsi produksi frontier Cobb-Douglas dengan asumsi keputusan
konsumsi dan produksi tidak bisa dipisahkan. Data yang digunakan adalah data
pertanaman tahun 1998. Rata-rata efisiensi teknis diperkirakan 81 persen dengan
kisaran 30 sampai 100 persen. Ditemukan bahwa 82 persen petani mencapai
efisiensi teknis antara 70 dan 94 persen.
Zyl, et al. (1995) meneliti hubungan antara luas lahan dan efisiensi di
Afrika Selatan, dan Penelitian Auama, et al. (2006) di Kenya. Mereka
menyimpulkan bahwa terdapat hubungan terbalik antara luas lahan dengan
efisiensi produksi di daerah pertanian komersial terlepas dari metodologi yang
digunakan. Penelitian Xu dan Jeffery (1995) mendukung hipotesis 'miskin tapi
efisien'. Para petani berlahan sempit lebih efisien dalam alokasi input mereka
untuk produksi padi konvensional daripada petani lahan luas yang memproduksi
20

padi hibrida di China. Penelitiannya menggunakan stokastik frontier dan biaya


frontier neoklasik untuk mengukur efisiensi teknis, alokasi dan ekonomi.
Untuk teknologi pertanian yang modern dan capital intensif, konsep
Inverse Size Productivity dapat ditolak namun tetap valid untuk pertanian
tradisional. Untuk kasus Indonesia mempelajari ukuran usahatani adalah sangat
penting karena kondisinya masih tradisional dan perubahan teknologi tidak
secepat di negara maju. Lahan yang digarap relatif kecil (terutama usahatani padi),
modal terbatas dan tenaga kerja yang digunakan sebagian dari dalam keluarga.
Dengan demikian, usahatani kecil di banyak negara berkembang seperti Indonesia
lebih efisien daripada usahatani besar sebelum tahun 80-an. Perluasan lahan dapat
meningkatkan produksi namun belum tentu meningkatkan produktivitas dan
efisiensi jika tidak diimbangi dengan penggunaan input lain secara optimal,
terlebih jika harga input tersebut mahal, sehingga bagi petani kecil berlaku „poor
but efficient’. Namun jika perluasan lahan pada petani kecil didukung oleh
penggunaan input lain secara optimal maka hipotesis tersebut tidak berlaku.
Dengan demikian petani kecil lebih membutuhkan peningkatan skala usahatani
daripada peningkatan ukuran usahatani.
Berbeda dengan usahatani kecil dan subsisten, pada usahatani besar dan
komersial, perubahan teknologi yang cepat dan capital intensif, serta perluasan
usahatani komersial, telah mengubah persepsi efisiensi usahatani kecil (inverse
size productivity) sehingga tidak lagi „poor but efficient’. Terlebih jika perubahan
dari labor intensif menjadi capital intensif tersebut juga didukung oleh
penggunaan input lain yang lebih baik serta perubahan teknologi dan manajemen,
maka telah terjadi perubahan skala usahatani.
Konsep skala usahatani berbeda dengan ukuran usahatani. Dari aspek
skala usaha dapat disimpulkan bahwa dalam jangka panjang skala usahatani yang
besar akan meningkatkan efisiensi sepanjang belum mencapai titik optimalnya.
Hal ini sesuai dengan konsep LRAC (Long Run Average Cost). Pernyataan ini
banyak didukung oleh para peneliti seperti Khan dan Maki (1979), Bagi (1982),
Ray (1985), Pinheiro (1992), Himayatullah (1995), Jha, et al. (2000), Helfand
(2003), Ahmad (2003), Myint and Kyi (2005), dan Rios dan Shively (2005).
21

Khan dan Maki (1979) mengestimasi parameter efisiensi teknis dan


alokasi pada usahatani skala kecil dan skala besar di delapan kabupaten di
Provinsi Punjab dan Sindh Pakistan. Mereka menyimpulkan bahwa usahatani
skala besar secara ekonomi lebih efisien daripada petani skala kecil dengan
margin sebesar 18 persen di Punjab dan 51 persen di Sindh. Bagi (1982)
mengukur efisiensi teknis dari 193 usahatani di Tennessee Barat dengan fungsi
produksi stokastik, menyimpulkan bahwa pada usahatani multicropping, usahatani
skala besar memiliki tingkat efisiensi teknis lebih tinggi daripada usahatani kecil.
Penelitian Ray (1985) di Bengal Barat menyimpulkan bahwa rendahnya
tingkat efisiensi pada usahatani skala kecil adalah karena inefisiensi informasi.
Pernyataan bahwa skala usaha yang lebih besar akan menghasilkan efisiensi yang
lebih tinggi juga didukung oleh penelitian Pinheiro (1992) di Republik Dominika,
Himayatullah (1995) di Barani di Pakistan, Jha, et al. (2000) meneliti petani
gandum di Punjab India,Helfand (2003) di Barat Tengah Brazil.
Sementara itu Ahmad (2003) di Pakistan dengan alat stochastic frontier
production function membuktikan bahwa elastisitas lahan petani skala besar lebih
tinggi sehingga menghasilkan ROI atas lahan yang lebih tinggi. Myint and Kyi
(2005) meneliti efisiensi teknis pada sistem produksi padi sawah beririgasi di
Myanmar, juga menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier.
Hasil penelitianya menunjukkan bahwa petani skala besar memiliki nilai skor
efisiensi teknis tertinggi, yaitu 0.77, diikuti oleh petani skala menengah dan
petani skala kecil. Rios dan Shively (2005) menggunakan metodologi dua
langkah untuk menyelidiki efisiensi teknis dan efisiensi biaya petani perkebunan
kopi Vietnam. Data dikumpulkan dari 209 petani kopi dari dua kabupaten di
Provinsi Dak Lak. Penulis menggunakan teknik DEA untuk mengukur efisiensi
teknis dan efisiensi biaya perkebunan kopi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perkebunan skala besar secara teknis lebih efisien daripada perkebunan skala kecil.
Efisiensi teknis rata-rata untuk usahatani skala besar dan kecil adalah 0.89 dan
0.82. Penulis menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif dengan
efisiensi. Akses terhadap kredit dan kepemilikan lahan tidak berpengaruh
signifikan terhadap efisiensi usahatani kopi di Vietnam.
22

Merujuk pada penelitian terdahulu, pada dasarnya skala usahatani


berpengaruh positif terhadap efisiensi baik efisiensi teknis, alokasi maupun
ekonomis. Dengan demikian untuk kasus Indonesia sebagai negara berkembang,
pernyataan bahwa terdapat hubungan positif antara skala usahatani dengan
efisiensi dan hubungan negatif antara ukuran usahatani dengan efisiensi masih
berlaku sampai saat ini sehingga perluasan lahan perlu didukung oleh penggunaan
input lain secara optimal.
Jika dilihat dari status lahan, efisiensi lahan „pemilik‟ diduga lebih tinggi
daripada lahan non pemilik. Dengan kepemilikan lahan yang digarap, terdapat
sense of belonging sehingga petani akan memanfaatkan lahan sebaik-baiknya dan
menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi. Selain itu pemilik lahan akan lebih
memperhatikan sustainability dengan merawat lahannya. Sementara petani „non
milik‟ tidak merasa perlu merawat atau konservasi lahan yang bukan miliknya dan
sangat bersifat profit oriented. Dengan biaya sewa lahan yang dikeluarkan,
mereka lebih mengeksploitasi lahan dengan input sehingga pada awalnya memang
menghasilkan produktivitas yang tinggi dan efisien. Kondisi inilah yang menolak
bahwa lahan milik lebih efisien. Penelitian Rios dan Shively (2005) pada tanaman
kopi di Vietnam menyimpulkan bahwa kepemilikan lahan tidak berpengaruh
signifikan terhadap efisiensi.
Tingginya efisiensi lahan non milik tidak akan langgeng jika penggarap
terus mengeksploitasi dengan input berlebihan tanpa merawat lahannya. Pada
akhirnya usahatani malah tidak efisien. Dengan demikian efisiensi lahan milik
diduga tetap akan lebih tinggi daripada lahan „non milik‟. Hasil penelitian yang
mendukung pernyataan ini lebih banyak daripada yang menolaknya.
Himayatullah (1995) dan Rahman (2003) mendukung bahwa usahatani yang
dijalankan sendiri lebih efisien daripada yang digarap oleh orang lain ataupun
usahatani yang disewakan. Artinya efisiensi lahan milik sendiri lebih tinggi
daripada lahan sewa atau sakap. Penelitian Himayatullah menguji efisiensi teknis
pertanian Barani di Pakistan berdasarkan luas tanah dan status sewa. Data
dikumpulkan dari 170 petani dari kabupaten Marwat Lakki dari Provinsi North
West Frontier Pakistan. Sedangkan Rahman menganalisis efisiensi produksi dari
380 petani padi modern dari Bangladesh dengan menduga fungsi profit frontier
23

stokastik dan model efek inefisiensi. Tingkat rata-rata efisiensi pertanian padi
modern diperkirakan sebesar 0.77, dengan kisaran antara 0.59 dan 0.83.
Dalam usahatani padi di Indonesia, kepemilikan lahan dapat meningkatkan
status prestise petani di daerah tersebut. Lahan milik menjadi investasi dan
capital accumulation. Implikasinya adalah perlunya kebijakan pemerintah untuk
mengelola/membenahi tataguna lahan seperti tanah absentee dan pemberian
kesempatan serta fasilitas kepada petani untuk pembelian lahan.
Fenomena lahan yang lain di negara berkembang yaitu adanya fragmentasi.
Di Indonesia, fragmentasi sering terjadi disebabkan lahan yang terpisah oleh
kondisi alam yang khas Indonesia yaitu sungai, gunung, lembah atau
perkampungan. Selain itu, oleh karena banyak petani miskin dengan kebutuhan
konsumsi dan pendidikan anak yang mendesak maka penjualan lahan tidak dapat
dihindarkan. Sistem jual beli ini, ditambah adanya konversi dan sistem waris,
dapat memperparah fragmentasi lahan. Fragmentasi lahan akan menyulitkan
pengelolaan sehingga akan menurunkan efisiensi. Dengan demikian semakin
banyak persil yang digarap maka akan menurunkan efisiensi. Sementara di negara
maju, banyak usahatani yang merupakan satu hamparan luas sehingga lebih
efisien dalam pengelolaan dan semakin banyak persil maka akan semakin efisien.
Penelitian Parikh dan Shah (1994) membuktikan bahwa tingkat efisiensi
teknis pertanian tergantung pada fragmentasi lahan. Penelitiannya dilakukan di
Provinsi North West Frontier Pakistan dengan menggunakan fungsi produksi
frontier Translog. Data dikumpulkan dari 397 petani. Efisiensi teknis rata-rata
diperkirakan mencapai 96 persen. Selanjutnya Parikh, et al. (1995) juga
mendukung bahwa fragmentasi lahan berdampak negatif terhadap efisiensi.
Penelitiannya menguji efisiensi ekonomi sektor pertanian Pakistan menggunakan
pendekatan biaya frontier stokastik. Data dikumpulkan dari 436 petani dari
Provinsi North West Frontier (NWFP) Pakistan.

2.2. Pengaruh Teknologi terhadap Efisiensi Usahatani

Dalam kondisi teknologi yang ada, peningkatan produktivitas dapat


dicapai melalui efisiensi. Penelitian Idiong (2007) membuktikan bahwa pada
kondisi tingkat adopsi teknologi yang rendah di Cross River State Nigeria, maka
24

pilihan terbaik untuk peningkatan produktivitas dalam jangka pendek yaitu


melalui peningkatan efisiensi. Namun dalam jangka panjang teknologi dapat
meningkatkan efisiensi. Melalui peningkatan teknologi maka akan menggeser
kurva total produk ke atas dan kurva biaya rata-rata jangka panjang ke bawah.
Bojnec dan Latruffe (2007) menyelidiki efisiensi teknis pertanian Slovenia pada
periode 1994-2003 menggunakan analisis stokastik frontier parametrik dan
nonparametric DEA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa efisiensi teknis
„usahatani keluarga‟ Slovenia meningkat dari 0.5 di tahun 1994 menjadi 0.8 di
tahun 2003 sebagai dampak teknologi. Spesialisasi usahatani yang terkait dengan
perubahan teknologi menjadi faktor penting untuk meningkatkan efisiensi teknis.
Shapiro dan Muller (1977) mendukung bahwa efisiensi teknis
berhubungan positif yang erat dengan modernisasi dan informasi. Demikian pula
Shapiro (1983) mendukung bahwa teknologi modern dapat meningkatkan
produktivitas dan teknologi tradisional mengalami inefisiensi. Shapiro (1983)
mengukur efisiensi teknis dari 37 petani kapas sampel di Tanzania dengan model
produksi frontier Cobb-Douglas dan menggunakan linear programming. Rata-rata
efisiensi teknis petani sampel adalah 66 persen. Demikian juga Seyoum, et al.
(1998) menyimpulkan bahwa petani yang mengadopsi teknologi, secara teknis
lebih efisien. Seyoum, et al. (1998) mengestimasi efisiensi teknis petani jagung di
dalam dan luar proyek Sawakawa-Global tahun 2000 di Ethiopia Timur. Penulis
menggunakan produksi frontier stokastik translog. Efisiensi teknis rata-rata petani
dalam proyek 0.937 sementara petani luar proyek 0.794.
Hassan (2004) mengestimasi efisiensi teknis petani kapas di Kecamatan
Vehari Punjab menggunakan model fungsi produksi frontier stokastik di mana
efek inefisiensi teknis diasumsikan sebagai fungsi dari variabel lain yang
mempengaruhi usahatani. Mereka menyimpulkan bahwa inefisiensi produksi
kapas secara teknis cenderung menurun untuk petani yang paling terdahulu
menggunakan irigasi dan yang menerapkan rogging, tetapi inefisiensi cenderung
meningkat pada petani yang menerapkan multicropping. Hal ini membuktikan
bahwa teknologi irigasi dan teknologi budidaya dapat meningkatkan efisiensi.
Kemajuan teknologi dapat bersumber dari tiga hal yaitu (1) peningkatan
produktivitas manusianya seperti peningkatan keterampilan sebagai dampak
25

pendidikan dan pelatihan, (2) mesin yang lebih produktif dan efisien, (3)
perbaikan organisasi produksi dan teknik budidaya. Jika dilihat dari adopsi
teknologi baru seperti benih unggul dan pupuk buatan, ditemukan bahwa ternyata
petani kecil lebih ketinggalan dalam adopsi teknologi baru pada awalnya, namun
kemudian dapat menyusul sampai keuntungannya meningkat karena
bertambahnya produktivitas (Grant and Posada, 1978).
Teknologi ada yang menghemat tenaga kerja (capital intensif) dan ada
pula yang menambah tenaga kerja (labor intensif). Teknologi penggunaan pupuk
(terutama pupuk organic) misalnya, akan memerlukan tambahan tenaga kerja
untuk melaksanakan pemupukan itu sendiri (frekuensi pemupukan tanaman padi
terdapat tiga tahap) dan juga memerlukan tambahan tenaga kerja untuk
membersihkan rumput yang semakin subur tumbuhnya sebagai akibat sampingan
dari pemupukan tanaman utama. Teknologi pengendalian hama dan penyakit
tanaman (terutama pengendalian organic) juga menambah tenaga kerja terlebih
tanaman yang membutuhkan frekuensi tinggi dalam penyemprotan/pengendalian.
Kasyrino (1985) meneliti pengaruh teknologi terhadap efisiensi ekonomi
usahatani selama periode waktu tahun 1977-1983. Data yang dipergunakan
adalah cross section dan time series untuk daerah Jawa Barat dan Jawa Timur.
Hasilnya mengemukakan bahwa dalam beberapa hal petani kelihatannya telah
bertindak memaksimumkan keuntungan, misalnya untuk input pupuk dan obat-
obatan, tetapi belum dalam sektor tenaga kerja. Agar produktivitas marjinal dari
tenaga kerja lebih tinggi dari marjinal cost, maka sarannya adalah sebagian orang
harus keluar dari sektor pertanian dan kekurangan tenaga kerja digantikan oleh
tenaga mesin (traktor), yang akan menyebabkan biaya produksi menjadi turun.
Dengan penggunaan traktor ternyata dapat meningkatkan efisiensi.
Penggunaan alat mekanis seperti traktor, alat panen mekanis dan alat-alat
lainnya akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari satu sisi (yaitu tenaga
kerja pengguna mesin tersebut), sedangkan dari sisi yang lainnya memberi
dampak negatif yaitu mengurangi lapangan kerja karena lebih sedikitnya tenaga
kerja manusia yang diperlukan yang disebabkan oleh penggunaan alat mekanis
tersebut. Oleh karena itu menurut Gotsch (1972), ramalan bahwa introduksi
teknologi baru yang akan berdampak terhadap pemerataan pendapatan, tidak akan
26

mempunyai arti apabila sifat dari teknologi itu tidak dihubungkan dengan sifat
sosial dan lembaga politik dari negara yang bersangkutan. Biasanya perubahan
teknologi akan menimbulkan konflik antara golongan yang mendapat manfaat
dengan golongan yang tidak memperoleh pelayanan dari teknologi tersebut.
Perubahan teknologi dapat berdampak pada petani kaya menjadi semakin kaya
namun petani miskin menjadi semakin miskin karena kehilangan pekerjaan,
sebagai susbstitusi mekanisasi. Dengan demikian, inovasi teknologi baru harus
dapat dipahami dan diadopsi secara merata baik oleh petani besar juga petani kecil
sehingga semuanya mendapat manfaat, dengan kata lain teknologi tepat guna.
Ogunayinka dan Ajibefun (2004) juga mendukung bahwa kesadaran dan
pemahaman petani terhadap teknologi yang efisien merupakan faktor kunci yang
perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan. Penelitian Kalijaran (1984)
yang menggunakan model frontier stokastik translog untuk meneliti bagaimana
teknologi baru mempengaruhi tingkat produksi usahatani padi dari Filipina,
menunjukkan adanya variasi efisiensi teknis yang lebar, yaitu pada kisaran
42.00-91.00 persen. Kalijaran menyimpulkan bahwa teknologi baru ini tidak
sepenuhnya dipahami oleh para petani sampel. Seandainya saja petani memahami
teknologi yang digunakan maka akan meningkatkan produktivitas.
Dalam penelitian Rawlins (1985) sebernarnya terdapat indikasi bahwa
teknologi yang diterapkan tidak tepat guna, walaupun penulis menyimpulkan
program teknologi telah berhasil menggeser frontier produksi peserta ke level
yang lebih tinggi dengan cara meningkatkan taraf efisiensi teknis para petani kecil.
Indikasi tersebut dilihat dari efisiensi teknis non-peserta yang lebih tinggi dari
peserta Jamaican Second Integrated Rural Development Project (IRDPII).
Efisiensi mencapai 75 persen untuk non-peserta dan 71 persen untuk peserta.
Krasachat (2000) menganalisis efisiensi teknis pertanian Thailand selama
periode 1972-1994 dengan teknik DEA, menyimpulkan bahwa dari waktu ke
waktu terjadi penurunan total efisiensi teknis, dan efisiensi skala. Demikian juga
Goyal dan Suhag (2003) yang meneliti tingkat inefisiensi teknis usahatani gandum
di negara bagian Haryana India. Penulis menggunakan fungsi produksi frontier
stokastik, menggunakan data panel tidak seimbang selama tiga tahun 1996-1997
ke1997-1998, dan 1998-99. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis
27

bervariasi dari waktu ke waktu dan cenderung menurun. Efisiensi teknis menurun
dari 0.92 pada tahun ke-1 menjadi 0.90 pada tahun ke-3. Penulis menyimpulkan
bahwa faktor sosial ekonomi dan berbagai teknologi mempengaruhi
meningkatnya inefisiensi dalam produksi gandum di India.
Sebenarnya jika teknologi yang diterapkan adalah tepat guna dan labor
intensif, hal itu akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan pendapatan. Seperti
penelitian Raju di India (1976) bahwa penggunaan teknologi benih unggul dan
pupuk buatan telah meningkatkan pendapatan petani dan juga berdampak pada
pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan. Demikian halnya dengan
penelitian Soejono (1977) untuk kasus di Indonesia.
Perubahan teknologi dapat menurunkan fungsi biaya rata-rata jangka
panjang (cost function downward) atau meningkatkan fungsi penawaran (supply
function downward). Dalam kondisi permintaan dan penawaran terhadap padi
adalah inelastis, maka dengan penggunaan teknologi baru, yaitu produksi padi
meningkat, akan menggeser kurva penawaran ke kanan yang berdampak pada
penurunan total penerimaan petani padi. Dampak perubahan penerimaan sebagai
akibat penggunaan teknologi baru telah diteliti oleh Hayami dan Herdt (1977) dan
Srivastava and Heady (1973) di India dan hasilnya adalah walaupun penerimaan
turun namun keuntungan meningkat sebagai dampak efisiensi. Sinaga (1978) di
Indonesia juga menyimpulkan bahwa teknologi dapat meningkatkan keuntungan
petani. Namun oleh karena teknologi tersebut tidak tepat guna maka tidak dapat
memperbaiki sumbangan tenaga kerja di bidang pertanian. Oleh karena itu
teknologi dalam penggunaannya haruslah bersifat selektif dan dengan suatu
program terinci yang dapat memberi lapangan pekerjaan yang berkesinambungan.
Jika banyak tenaga kerja yang disingkirkan akibat teknologi dan mereka tidak
dapat disalurkan ke alternatif sektor yang lain, maka teknologi berdampak pada
membesarnya ketimpangan distribusi pendapatan di pedesaan.
Terobosan teknologi baru diperlukan saat ruang peningkatan efisiensi
sangat kecil atau hampir mencapai maksimum. Jika segala upaya telah dilakukan
dalam pencapaian target produksi dan telah mencapai efisiensi yang tinggi maka
satu-satunya cara adalah dengan terobosan teknologi baru. Hanya saja untuk kasus
di negara berkembang, teknologi yang ditawarkan haruslah tepat guna dan labor
28

intensif sehingga manfaatnya dapat dirasakan secara merata. Salah satu teknologi
tepat guna untuk padi di negara berkembang yaitu teknologi benih unggul
(produktivitas tinggi, umur pendek, tahan kekeringan dan rendaman, tahan roboh
karena angin, tahan hama penyakit, dan rasanya enak) karena pemakaian benih
unggul dapat meningkatkan efisiensi (Kalirajan dan Flinn, 1983; Sharif dan Dar,
1996; Tian dan Wan, 2000; Fuwa, et al., 2005; Azad, Mustafi dan Hossian , 2008;
Saka dan Lawal, 2009).
Kondisi leveling off productivity terjadi di Nigeria. Penelitian Femi, et.al
(2004) di Nigeria mencoba membedakan efisiensi teknik usahatani padi dengan
dua varietas yaitu varietas tradisional dan varietas baru. Rata-rata efisiensi teknik
pada kedua kelompok petani bernilai lebih dari 0.9 yang mengindikasikan
kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi pada kondisi teknologi yang ada.
Kondisi ini menuntut terobosan teknologi lain yang dapat menggeser frontier
lebih ke atas lagi.
Demikian pula penelitian Okoruwa, et al (2006) menghasilkan rata-rata
efisiensi teknik dua kelompok petani (benih tradisional dan modern) bernilai lebih
dari 0.9 yang mengindikasikan kecilnya peluang untuk meningkatkan efisiensi
pada kondisi teknologi yang ada. Persamaan kondisi efisiensi teknik antara kedua
kelompok menunjukkan dampak program pembangunan usahatani padi yang
intensif selama beberapa decade di Nigeria, dimana melalui program tersebut
menghasilkan efisiensi teknis yang sama walaupun terdapat perbedaan varietas.
Dengan demikian untuk mengembangkan usahatani padi di Nigeria diperlukan
terobosan teknologi baru yang lain.

2.3. Pengaruh Agroekosistem Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani


Dalam pengelolaannya, usahatani dipengaruhi oleh agroekosistem yang di
dalamnya termasuk ketinggian, kesesuaian lahan, ketersediaan air, iklim dan
cuaca. Usahatani yang diselenggarakan pada wilayah yang berbeda menunjukkan
agroekosistem yang berbeda pula. Khusus untuk komoditi padi dikenal berbagai
agroekosistem terkait dengan ketersediaan air yaitu agroekosistem sawah irigasi
(teknis, setengah teknis dan irigasi desa) dan sawah non irigasi (sawah tadah hujan,
lahan kering, dan lahan pasang surut). Kecukupan air (tidak kurang dan tidak
29

lebih) sangat penting dalam produksi padi sehingga agroekosistem sawah irigasi
teknis lebih efisien daripada yang lainnya dengan syarat kondisi irigasinya sangat
baik sehingga dapat mengatur air sesuai kebutuhan pada wilayah yang dilayani.
Oleh karena pentingnya air dalam usahatani padi maka produktivitas padi sawah
irigasi lebih tinggi dari agroekosistem non irigasi (IRRI, 2009).
Dalam kondisi perubahan iklim dimana durasi dan awal musim hujan dan
musim kemarau semakin sulit diprediksi, sistem irigasi yang prima semakin
dibutuhkan. Perbedaan kondisi irigasi akan berdampak pada efisiensi usahatani
padi. Seperti kasus di Indonesia, di beberapa wilayah seperti provinsi, sarana
irigasi yang telah dibangun tengah dalam kondisi rusak. Hal ini pulalah yang
diduga membedakan efisiensi usahatani padi di setiap provinsi. Pernyataan ini
didukung oleh penelitian Li and Liu (2009) di Cina yang menghasilkan bahwa
irigasi yang baik dan tidak rusak akan meningkatkan efisiensi teknis.
Penelitian Ekanayake and Jayasuriya (1987) membuktikan bahwa petani
dengan akses yang lebih baik terhadap air memiliki efisiensi teknis yanga lebih
tinggi. Mereka mempelajari efisiensi teknis untuk 123 petani padi sampel di Sri
Lanka. Sampel dibagi berdasarkan kedekatannya dengan sumber air menjadi
kelompok Head (mudah mengakses air) dan Tail (sulit mengakses air).
Penelitiannya menggunakan fungsi produksi frontier Cobb-Douglas yang berbeda
antar group dan menemukan bahwa petani dengan akses yang lebih baik terhadap
air memiliki efisiensi teknis lebih tinggi daripada petani yang terbatas aksesnya
terhadap air.
Penelitian Coelli, et al. (2002) di Bangladesh juga membuktikan bahwa
efisiensi usahatani padi lahan kering lebih kecil daripada lahan sawah dengan
tingkat efisiensi teknis 69%. Hal ini memberikan peluang lahan kering untuk
ditingkatkan efisiensinya.
Okoruwa, et al (2004) meneliti perbedaan sistem usahatani lahan sawah
(lowland) dan lahan kering (upland) di North Central Zone, Nigeria, dengan alat
stochastic frontier production function. Penelitiannya membuktikan bahwa rata-
rata efisiensi teknik pada lowland yaitu 0.831 dan pada upland 0.776. Hal ini
membuktikan bahwa padi akan lebih efisien pada kondisi lahan sawah dengan
ketersediaan air yang cukup. Dengan nilai efisiensi sebesar itu, menunjukkan
30

bahwa masih ada ruang untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi melalui
penggunaan yang lebih baik dari sumberdaya yang tersedia pada teknologi yang
ada, khususnya pada upland.
Demikian pula penelitian Villano dan Fleming (2006) yang menganalisis
inefisiensi teknis petani padi di dataran rendah padi tadah hujan di Central Luzon
Filipina menggunakan fungsi produksi frontier stokastik dengan heteroskedastic,
menghasilkan efisiensi teknis yang masih rendah yaitu 79 persen yang berarti
masih ada ruang untuk meningkatkan efisiensi padi tadah hujan. Penelitiannya
menggunakan panel data 8 tahun dari 46 petani padi tadah hujan. Efisiensi teknis
rata-rata dalam keseluruhan periode diperkirakan sebesar 79 persen, dengan
kisaran antara 10.7–98.8 persen. Efisiensi teknis tahun 1992 adalah yang tertinggi
dan terendah adalah pada tahun 1996. Ditemukan bahwa sepertiga dari petani
sampel memiliki efisiensi teknis rata-rata pada kisaran 0.81-0.90, seperempat
petani memiliki efisiensi teknis rata-rata di atas 0.90 dan 17 persen memiliki
efisiensi teknis rata-rata di kisaran 0.71-0.80.
Terkait dengan sistem irigasi, Bandyopadhyay, et al (2007) meneliti
dampak IMT (Irigation Management Transfer) terhadap kinerja kelompok petani
pengguna irigasi dan produksi padi di Philipina. Produksi padi pada area IMT
lebih tinggi setelah controlling dengan perbedaan yang besar diantara petani padi
pada area transfer dan area non transfer. Penelitian Pate dan Tan-Cruz (2007)
mengukur efisiensi teknik pada 15 wilayah di Philipina untuk periode 1991-2002.
Penelitiannya juga mendukung bahwa terdapat perbedaan efisiensi pada
agroekosistem padi teririgasi dan padi tadah hujan.
Untuk agroekosistem non irigasi seperti tadah hujan dan lahan kering,
tingkat efisiensinya lebih rendah dari sawah irigasi. Penelitian Ogundari, Amos
and Ojo (2010) tentang efisiensi teknik pada sistem usahatani padi tadah hujan di
Nigeria (dengan menggunakan stochastic frontier production model)
membuktikan bahwa rata-rata efisiensi teknik masih di bawah 0.8 yaitu 0.669.

2.4. Pengaruh Infrastruktur Antar Wilayah Terhadap Efisiensi Usahatani


Agar usahatani efisien, selain diperlukan dukungan input, juga diperlukan
dukungan sarana dan prasarana yang baik. Irigasi sebagai sarana produksi
31

membedakan wilayah menjadi agroekosistem yang berbeda. Sedangkan fasilitas


jalan, jembatan, pasar, pom bensin, listrik, telepon, internet, dan bahan bakar gas
merupakan prasarana atau infrastruktur yang dapat memperlancar pengelolaan
usahatani. Dengan demikian perbedaan kondisi prasarana atau infrastruktur antar
wilayah dapat membedakan efisiensi usahatani. Pernyataan ini didukung oleh
penelitian Chavas dan Aliber (1993) pada petani antar kabupaten di Wisconsin
dengan pendekatan non-parametrik. Penulis menyimpulkan bahwa antar
kabupaten, rata-rata efisiensi teknis bervariasi antara 0.85-1.00, efisensi alokasi
antara 0.76-0.95, efisiensi ekonomi antara 0.65-0.95, efisiensi skala antara 0.87-
0.94 dan efisiensi scope antara 1.36-1.74. Kesimpulannya bahwa wilayah dengan
infrastruktur lebih baik menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.
Battese, et al. (1996) mengukur model produksi frontier stokastik untuk
menyelidiki inefisiensi teknis dan faktor-faktor penentu efisiensi petani gandum di
empat kabupaten di Pakistan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi teknis
petani gandum beragam antar kabupaten dengan perbedaan infrastruktur.
Temuan Fan (2000) menganalisis dampak peningkatan efisiensi terhadap
pertumbuhan setelah adanya reformasi pedesaan di Cina. Tingginya variasi
efisiensi alokasi antar wilayah, menunjukkan perlunya meningkatkan produksi
padi dengan cara menurunkan perbedaan antar wilayah termasuk infrastruktur
sehingga tercapai target pertumbuhan.
Penelitian Rahman (2002) melihat profit efisiensi usahatani padi modern
di Bangladesh pada 829 petani di tiga wilayah agroecological yang berbeda
dengan alat stochastic profit frontier dan model dampak inefisiensi. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa efisiensi profit baru mencapai 0.64 sehingga
masih ada 36 persen kerugian yang disebabkan oleh kombinasi dari efisiensi
teknik dan efisiensi alokasi. Penyebab utamanya yaitu faktor infrastruktur,
penyuluhan, sistem sewa, dan pangsa pendapatan non pertanian.
Infrastruktur berbeda antara perdesaan dan perkotaan. Perkotaan relatif
lebih maju dari perdesaan. Penelitian Ajibefun, et al. (2006) mengestimasi
efisiensi teknis petani kecil di pedesaan dan perkotaan Nigeria dengan
menggunakan fungsi produksi frontier stokastik. Efisiensi teknis rata-rata petani
pedesaan ternyata lebih tinggi (0.69) dari perkotaan (0.58). Hal ini terjadi karena
32

walaupun infrastruktur di perkotaan lebih baik, namun jika kondisi input seperti
luas lahan, kesuburan lahan, iklim, tenaga kerja, benih, pupuk, dan input lainnya
tidak optimal maka efisiensinya menjadi lebih rendah dari perdesaan.

2.5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Efisiensi Usahatani


Pendidikan petani merupakan variabel penting dalam efisiensi usahatani.
Peningkatan pendidikan formal maupun non formal dapat meningkatkan kualitas
pengelolaan karena peningkatan pengetahuan, wawasan, keterampilan, sikap
positif, logis dalam berpikir, adaptif, inisiatif, lebih risk taker, serta ingin mencoba
sesuatu yang baru. Banyak peneliti yang mendukung bahwa peningkatan kualitas
SDM dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas seperti Belbase dan
Grabowski (1985) di Nepal, Ali dan Flinn (1989), Azhar (1991) di Pakistan
menyimpulkan bahwa pendidikan yang lebih dari pendidikan dasar meningkatkan
produktivitas pertanian untuk gandum sebesar 9.5 persen dan meningkatkan
produktivitas pertanian padi sebesar 20 persen, Pinheiro (1992) di Republik
Dominica, Parikh dan Shah (1994) di Provinsi North West Frontier Pakistan, Xu
dan Jeffery (1995) di Cina, Battese dan Coelli (1995) pada petani padi di India.
Battese dan Coelli menggunakan data panel selama 10 tahun, Battese, et al.
(1996) pada petani gandum di empat kabupaten di Pakistan, Sharif dan Dar (1996)
di Bangladesh, Huang and Kalijaran (1997), Barki dan Shah (1998), Ahmad, et al.
(2002), Hassan (2004), Ogunayinka dan Ajibefun (2004) di kalangan petani yang
berpartisipasi dalam program Pembangunan Nasional Pekerjaan (NDE) di Nigeria,
Bashir dan Khan (2005) di Provinsi North West Frontier Pakistan, Myint dan Kyi
(2005), Amaza dan Maurice (2005) pada usahatani padi di Nigeria, Ajibefun, et al.
(2006), dan Bakksh (2007) di Punjab. Kesemuanya berpendapat bahwa
peningkatan pendidikan dapat meningkatkan efisiensi.
Pendidikan dapat diperoleh secara internal di rumahtangga atau secara
ekstenal. Asadullah dan Rachman (2005) menganalisis peran pendidikan terhadap
produksi padi di Bangladesh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan
internal dalam rumahtangga dapat menurunkan inefisiensi secara signifikan
sehingga akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan mendorong produksi.
33

Hanya Kalirajan dan Shand (1985) yang berpendapat bahwa pendidikan


tidak signifikan dalam menjelaskan perbedaan antara hasil maksimal dengan hasil
aktual. Namun, menurut mereka pendidikan non-formal, yang didefinisikan
sebagai pemahaman teknologi saat ini, memiliki peran positif yang signifikan
terhadap produktivitas. Penelitiannnya menggunakan model produksi frontier
Cobb-Douglas dengan prosedur maksimum likelihood (ML) terhadap 91 petani
padi Kabupaten Coimbatore Tamil Nado di India.

2.6. Pengaruh Lembaga Pendukung Terhadap Efisiensi Usahatani


Lembaga pendukung dalam sistem agribisnis seperti lembaga keuangan
baik bank dan non bank, formal maupun non formal, lembaga pemasaran,
penyedia input dan mesin, lembaga penyuluhan, lembaga riset, koperasi, dan
kelompok tani, sangat dibutuhkan baik oleh subsistem hulu, hilir, maupun
usahatani. Terlebih lembaga keuangan dan lembaga penyuluhan karena kedekatan
serta akses ke lembaga ini akan meningkatkan efisiensi usahatani. Penelitian
terdahulu banyak yang mendukung pernyataan ini seperti Auama, et al. (2006) di
Kenya, Parikh dan Shah (1994) di Provinsi North West Pakistan, Ali dan Flinn
(1989) pada kalangan petani padi basmati Pakistan, Helfand (2003) di Barat
Tengah Brazil, Bakksh (2007) di Punjab, penelitian Coelli, et al. (2002), Hassan
(2004), Hussain (1995), Bozoglu dan Ceyhan (2006) pada produsen sayuran di
Turki, Hussain (1999), Ali (1997), Ahmad, et al. (2002), Idiong (2007).
Sementara hanya penelitian Iqbal (1997) yang menolak bahwa kredit berpengaruh
positif terhadap efisiensi teknis petani tebu di Pakistan. Hal ini terjadi karena
kredit tersebut tidak digunakan secara produktif namun untuk konsumsi.
Implikasinya yaitu perlunya pengawasan kredit usahatani agar digunakan
sebagaimana mestinya.
Adanya inefisiensi teknis juga meningkatkan biaya usahatani. Hal ini
terjadi karena alokasi input tidak sesuai dengan yang dibutuhkan. Penelitian Ali
dan Chaudhry (1990) pada 220 petani di empat kabupaten irigasi Provinsi Punjab
Pakistan menyimpulkan bahwa inefisiensi teknis menyebabkan hilangnya 40-50
persen pendapatan. Sedangkan penelitian Barki and Shah (1998) di lima
pertanian irigasi Punjab, Pakistan menyimpulkan bahwa inefisiensi teknis dapat
34

meningkatkan biaya usahatani rata-rata 24 persen. Mereka juga membuktikan


bahwa petani kecil (small farm size) secara teknis lebih efisien daripada petani
besar. Mereka menduga model biaya stokastik frontier variabel menggunakan
prosedur maksimum likelihood (ML). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
efisiensi biaya bervariasi dari rendah 29 sampai tinggi 95 persen dengan efisiensi
rata-rata tertinggi 76 persen.
Dari penelitian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
menyatakan efisiensi usahatani padi telah efisien secara parsial karena nilai
efisiensi teknisnya lebih dari 0.7 (Battese, G.E., Malik, S.J and Gill, M.A. 1996;
Battese, G.E., and Hassan, S. 1999. Bozoglu dan Ceyhan,2006; Junankar,1980;
Croppenstedt,2005; Rios dan Shively,2005; Rahman, 2003; Seyoum, et al.1998;
Krasachat,2000; Femi, et.al .2004; Okoruwa, et al.2006). Sebagian besar
menggunakan Model Cobb-Douglas dibandingkan dengan model translog
(Battese, G.E., Malik, S.J and Gill, M.A. 1996; Battese, G.E., and Hassan, S.
1999; Croppenstedt,2005; Mynt and Kyi,2005; Shapiro,1983;Ekanayake and
Jayasuriya, 1987;Kalijaran and Shand,1985) dan sebagian besar menggunakan
stochastic frontier dibanding deterministic frontier. Seluruh peneliti membuktikan
bahwa perbandingan dengan benchmark membuat efisiensi menurun (Villano, et
al, 2010; Sipilanen, et al, 2008; Binam, et al,2008; Ferjani, Ali and Laure
Latruffe. 2009; Kolawole, Ogundari. 2009; Boshrabadi, et al. 2006) sehingga
ruang untuk peningkatan efisiensi menjadi lebih besar.
35

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis


3.1.1. Konsep Produksi
Produksi adalah proses transformasi input menjadi output. Teknologi
Produksi dapat digambarkan melalui fungsi produksi, fungsi biaya, fungsi
keuntungan dan fungsi penerimaan. Fungsi produksi menggambarkan hubungan
teknis antara input dan output dari suatu proses produksi. Menurut Beattie dan
Taylor (1985), fungsi produksi adalah deskripsi matematis atau kuantitatif dari
berbagai macam kemungkinan-kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh
suatu perusahaan. Fungsi produksi memberikan output maksimum dalam
pengertian fisik dari tiap-tiap tingkat input dalam pengertian fisik. Bentuk umum
dari fungsi produksi diberikan dalam bentuk persamaan matematis berikut ini:
Y = f(X) …………….……………………………………………….(3.1)
di mana Y adalah output, X adalah vektor input dan f (.) adalah bentuk fungsional
yang sesuai.
Input yang digunakan dalam proses produksi dapat dibagi menjadi dua
kelompok yaitu input variabel dan input tetap. Input variabel adalah jumlah input
yang berubah jika output berubah (selama periode tertentu), sedangkan input
tetap adalah input yang jumlahnya tidak berubah walaupun mengalami perubahan
output (selama periode produksi tertentu). Dalam proses produksi jangka panjang,
semua input yang digunakan dalam proses produksi dianggap sebagai input
variabel, sedangkan dalam jangka pendek setidaknya satu input dianggap sebagai
input tetap sedangkan input lainnya dianggap input variabel. Hal ini dapat
didefinisikan sebagai:
Y = f(X1 X2) …………………..…………………………….……(3.2)
dimana Y adalah output, X1 adalah input variabel , dan X2 adalah input tetap .
Salah satu input tetap dalam usahatani adalah lahan. Lahan sebagai faktor
yang mempengaruhi produksi dianggap sebagai „ukuran usahatani atau farm size’.
Semakin luas lahan yang diusahakan maka produksi akan semakin meningkat.
Namun peningkatan luas lahan belum tentu meningkatkan produktivitas. Inverse
36

Size Productivity menjelaskan bahwa semakin kecil usahatani maka semakin


produktif. Hubungan ini diterangkan oleh keuntungan relatif dari lebih
banyaknya penggunaan tenaga kerja keluarga pada usahatani kecil. Hal ini akan
mengurangi biaya pengawasan tenaga kerja sewa. Oleh karena peningkatan biaya
marjinal pengawasan, rasio lahan terhadap tenaga kerja sewa lebih tinggi untuk
petani kaya yang menuju pada penurunan output per hektar. Petani kecil
mempunyai keuntungan dalam pengawasan tenaga kerja oleh karena mereka
menggunakan tenaga kerja keluarga. Oppotunity Cost dari tenaga kerja harian
anggota keluarga lebih rendah dari upah tenaga kerja sewa. Implikasinya adalah
bahwa land-reform akan mempunyai efek positif pada produktivitas karena
mengurangi lahan absentee. Untuk teknologi pertanian yang modern dan capital
intensif, konsep Inverse Size Productivity dapat ditolak namun tetap valid untuk
pertanian tradisional. Dengan demikian, usahatani kecil di banyak negara
berkembang lebih efisien daripada usahatani besar sebelum tahun 80-an. Dengan
kata lain, perubahan teknologi yang cepat dan perluasan usahatani komersial telah
mengubah persepsi efisiensi usahatani kecil (inverse size productivity).
Fungsi produksi didasarkan pada asumsi-asumsi berikut (Beattie dan
Taylor, 1985):
1. Kegiatan produksi perusahaan diatur sedemikian rupa sehingga produksi
dalam satu periode waktu betul-betul independen.
2. Semua input dan output homogen.
3. Fungsi produksi dapat diturunkan dua kali secara kontinu
4. Fungsi produksi, harga output dan harga input diketahui dengan pasti.
5. Tidak ada batasan ketersediaan input.
6. Tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan atau
meminimalkan biaya untuk tingkat output tertentu.
Fungsi produksi tradisional telah sering digunakan untuk mengukur
tingkat efisiensi pertanian dan penggunaan optimal dari input. Pendekatan fungsi
produksi melibatkan estimasi fungsi produksi rata-rata. Dalam sebagian besar
studi terdahulu, fungsi produksi Cobb-Douglas telah banyak digunakan. Nilai
Produk Marginal (MVP) dari setiap input dibandingkan dengan biaya faktor
37

marjinalnya (MFC). Jika MVP tidak sama dengan MFC, hal ini menunjukkan
bahwa input tidak digunakan secara efisien (Hussain, 1999).
Pendekatan fungsi produksi rata-rata telah digunakan secara luas dalam
pertanian tradisional untuk mengukur efisiensi alokasi sumberdaya. Sejumlah
studi menggunakan pendekatan ini untuk menguji hipotesis "miskin tapi efisien"
dan menyarankan bahwa para petani di negara berkembang untuk bekerja secara
efisien dan rasional dengan tingkat kendala yang ada dan tanggap terhadap
insentif ekonomi mereka (Hassan, 2004).

3.1.2. Konsep produktivitas dan Efisiensi


Terminologi Produktivitas dan Efisiensi sering dipergunakan secara
bergantian meskipun bukan hal yang persis sama. Produktivitas adalah konsep
mutlak dan diukur dengan rasio output terhadap input, sedangkan efisiensi adalah
konsep yang relatif dan diukur dengan membandingkan rasio aktual output input
dengan rasio output input yang optimal. Produktivitas dapat dibagi menjadi dua
sub-konsep yaitu : Produktivitas Faktor Parsial (PFP) dan Produktivitas Faktor
Total (TFP). PFP adalah produktivitas rata-rata input tunggal, diukur dengan
output total dibagi dengan kuantitas suatu input. TFP adalah produktivitas dari
semua input bersama-sama. Efisiensi perusahaan didefinisikan sebagai
produktivitas aktual sebuah perusahaan relatif terhadap produktivitas potensial
maksimum (Farrel, 1957). Maksimum produktivitas potensial (juga dikenal
sebagai batas dari praktik terbaik) didefinisikan oleh frontier produksi.
Pengukuran Efisiensi melibatkan pengukuran jarak suatu titik observasi dengan
titik frontiernya.
Efisiensi adalah sebuah konsep ekonomi penting dan digunakan untuk
mengukur kinerja ekonomi suatu unit produksi. Efisiensi dalam produksi biasanya
diartikan sebagai efisiensi ekonomi atau efisiensi produksi perusahaan yang
berarti perusahaan mampu memproduksi sebanyak mungkin output dari sejumlah
input tertentu. Efisiensi produksi terkait dengan kinerja relatif dari proses
transformasi input menjadi output.
Farrell (1957) memperkenalkan metodologi untuk mengukur efisiensi
hampir lima puluh tahun yang lalu. Farrell (1957) menyatakan bahwa efisiensi
38

memiliki dua komponen: efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis
adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output maksimum dari
sejumlah input atau kemampuan perusahaan menggunakan input sekecil mungkin
untuk menghasilkan sejumlah tertentu output. Yang pertama dikenal sebagai
pengukuran efisiensi teknis dengan pendekatan input-oriented dan yang kedua
dikenal sebagai pendekatan output-oriented.
Menurut Koopmans (1951), "seorang produsen efisien secara teknis jika
peningkatan volume suatu output memerlukan pengurangan setidaknya satu
output lainnya atau meningkatnya penggunaan setidaknya satu input, dan jika
pengurangan satu input membutuhkan peningkatan sekurang-kurangnya satu input
lain atau berkurangnya setidaknya satu output. "
Efisiensi alokasi adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan input
dalam proporsi yang optimal, dengan mempertimbangkan harga setiap input dan
dan teknologi produksi. Penggunaan input efisien secara alokatif jika nilai
marjinal produk (NPM) setara dengan nilai jualnya (BKM). Menurut Lovell,
C.A.K., dan Sickles, R (1983), sebuah perusahaan yang secara alokatif berjalan
efisien dapat menghasilkan kombinasi input output dalam proporsi yang optimal
pada tingkat harga yang tepat. Inefisiensi alokatif muncul ketika proporsi input-
input produksi yang digunakan tidak mengurangi tingkat biaya produksi output.
Dengan kata lain, inefisiensi alokatif muncul ketika suatu perusahaan gagal untuk
menyamakan rasio produk marjinal input terhadap rasio harga pasar (PMx1/PMx2
Px1/Px2). Efisiensi ekonomi adalah hasil dari efisiensi teknis dan alokatif.
Sebuah perusahaan baik yang secara teknis maupun alokatif efisien adalah
perusahaan yang efisien secara ekonomis.
Estimasi efisiensi produksi masih merupakan subyek penelitian di negara
berkembang maupun di negara maju. Penelitian efisiensi tersebut menjadi lebih
penting bagi negara berkembang dimana potensi peningkatan produksi pertanian
melalui perluasan area produksi dan pengadopsian teknologi baru sangat terbatas.
Sulitnya perluasan areal ini dikarenakan meningkatkan konversi lahan pertanian
ke non pertanian di wilayah sentra yang sesuai dan jika tersedia lahan pertanian di
luar wilayah sentra, lahan ini tidak sesuai dengan komoditi yang ditanam.
Penelitian efisiensi tersebut dapat membantu negara-negara berkembang dengan
39

menentukan sejauh mana peningkatan produksi dapat dilakukan dengan


meningkatkan tingkat efisiensi usahatani berdasarkan sumberdaya dan teknologi
yang tersedia (Kibbara, 2005). Cukup banyak studi empiris yang dilakukan untuk
mengukur efisiensi pertanian baik di negara maju maupun di negara berkembang.

3.1.2.1. Konsep Efisiensi Berorientasi Input


Gambar 6 digunakan untuk menjelaskan konsep pengukuran efisiensi
berorientasi input suatu perusahaan yang menggunakan dua input X1 dan X2 untuk
menghasilkan output tunggal Y, dengan asumsi constant return to scale. Pada
Gambar 6 input X1 dan X2 sebagai sumbu horisontal dan vertikal. UU‟
menunjukkan kurva isokuan dari perusahaan yang sepenuhnya efisien. Semua
titik pada isokuan menunjukkan efisiensi produksi secara teknis. Setiap
perusahaan yang memproduksi pada isokuan dikatakan perusahaan yang efisien
secara teknis.

Gambar 6. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi Ekonomi


Berdasarkan Input Oriented.
Sumber. Coelli, et al. (1998)

Pada Gambar 6 kurva isoquant frontier UU' menunjukkan kombinasi


input per output (X1/Y dan X2/Y) yang efisien secara teknis untuk menghasilkan
output Y = 1. Titik P dan Q menggambarkan dua kondisi suatu perusahaan
dalam berproduksi menggunakan kombinasi input dengan proporsi input X1/Y
dan X2/Y yang sama, karena keduanya berada pada garis yang sama dari titik O
40

untuk memproduksi satu unit Y. Titik P berada di atas kurva isoquant,


sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan beroperasi pada kondisi secara
teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q
mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama
dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi,
rasio OQ/OP menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan yang beroperasi
pada titik P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat
diturunkan sampai titik Q, dengan rasio input per output (X1/Y dan X2/Y)
konstan, sedangkan output tetap. Atau dengan kata lain inefisiensi teknis
sebesar QP/OP. Nilai efisiensi teknis terletak antara 0 dan 1. Perusahaan
mengalami efisien teknis sempurna jika TE = 1. Jika nilai TE < 1, perusahaan
secara teknis tidak efisien secara sempurna.
Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis
isocost (AA‟) digambarkan menyinggung isoquant UU' di titik Q' dan memotong
garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang
meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isoquant
sama dengan slope garis isocost. Titik R dapat dikatakan efisien secara alokatif.
Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena titik Q
berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi daripada di titik Q'. Jarak RQ
menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q' (secara
alokatif dan teknis efisien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan
yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ atau dengan kata lain inefisiensi
alokasi sebesar RQ/OQ. Oleh Farrell (1957), efisiensi alokatif ini juga disebut
sebagai efisiensi harga (price efficiency).
Menurut Kumbakhar, et al. (1991) produsen dikatakan efisien secara
teknis jika dan hanya jika tidak mungkin lagi memproduksi lebih banyak output
dari yang telah ada tanpa mengurangi sejumlah output lainnya atau dengan
menambah sejumlah input tertentu. Petani yang efisien secara teknis adalah petani
yang menggunakan lebih sedikit input dari petani lainnya untuk memproduksi
sejumlah ouput pada tingkat tertentu atau petani yang dapat menghasilkan output
yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu.
41

Efisiensi ekonomi didefinisikan sebagai hasil perkalian dari efisiensi


teknis dan alokatif.
EE = TE x AE
EE = OQ/OP x OR/OQ
EE = OR/OP, atau dengan kata lain inefisiensi ekonomis sebesar RP/OP
Nilai efisiensi ekonomis adalah antara 0 dan 1. Nilai 1 menunjukkan bahwa
perusahaan sepenuhnya efisien secara ekonomis, sedangkan nilai kurang dari 1
menunjukkan bahwa perusahaan secara ekonomis tidak sepenuhnya efisien.
Konsep efisiensi teknis berorientasi input digunakan pada kondisi harga input
masih mahal sehingga petani perlu melakukan optimalisasi penggunaan terhadap
input-input tersebut untuk menghasilkan output tertentu.

3.1.2.2. Konsep Efisiensi Berorientasi Output


Pengukuran efisiensi berorientasi Output berfokus pada perubahan dalam
output dari sebuah perusahaan yang mungkin dicapai bila menggunakan jumlah
input yang sama (Hassan, 2004). Gambar 7 digunakan untuk menjelaskan konsep
mengukur efisiensi berorientasi output pada sebuah perusahaan yang
menghasilkan dua output (Y1 dan Y2) dengan satu input (X1). Output Y1 dan Y2
diwakili oleh sumbu horisontal dan vertikal. DD‟ adalah kurva kemungkinan
produksi yang menunjukkan kombinasi yang berbeda dari dua output (Y1 dan Y2)
dengan menggunakan tingkat input tertentu (X1). Kurva Kemungkinan Produksi
DD‟ menunjukkan perusahaan beroperasi efisien secara teknis. Setiap perusahaan
yang beroperasi pada tingkat produksi sepanjang Kurva Kemungkinan Produksi
DD‟ merupakan perusahaan yang efisien secara teknis. Sebuah perusahaan yang
memproduksi pada tingkat A, secara teknis tidak efisien karena terletak di bawah
kurva kemungkinan produksi DD‟ yang merupakan batas atas kemungkinan
produksi.
42

Gambar 7. Pengukuran Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokasi, dan Efisiensi Ekonomi


Berdasarkan Output Oriented.
Sumber. Coelli, et al. (1998)

Untuk menentukan efisiensi teknis dari perusahaan yang diamati


berproduksi pada titik A, ditarik garis dari titik asal ke titik A. Garis ini memotong
kurva kemungkinan produksi di B. Perusahaan yang diamati menggunakan
tingkat input yang sama seperti yang digunakan oleh perusahaan yang sepenuhnya
efisien, yang beroperasi di titik B. Efisiensi teknis dari perusahaan yang diamati
ditentukan oleh rasio jarak dari titik A ke titik asal dengan jarak titik B ke titik
asal (OA/OB). Jarak AB menunjukkan tingkat inefisiensi teknis. Ini adalah
jumlah dimana output dapat ditingkatkan tanpa memerlukan input tambahan.
Jika informasi harga diketahui, maka efisiensi alokatif dapat dihitung.
Garis RR‟ menunjukkan kurva isorevenue yang ditarik bersinggungan dengan
kurva kemungkinan produksi pada titik B‟. Garis OB memotong garis RR‟ di titik
C. Efisiensi alokatif perusahaan ditentukan oleh rasio jarak titik B ke titik asal
dengan jarak titik C ke titik asal (OB/OC). Efisiensi ekonomis dari perusahaan
yang diamati adalah perkalian antara efisiensi teknis dengan efisiensi alokasi.
EE = TE x AE
EE = OA/OB x OB/OC
EE = OA/OC
Konsep efisiensi berorientasi output digunakan saat input tersedia namun petani
belum optimal dalam menghasilkan output.
43

3.1.3. Kritik terhadap Fungsi Produksi Rata-rata


Pendekatan fungsi produksi rata-rata untuk mengukur efisiensi ekonomi
(teknis dan alokatif) telah dikritik oleh berbagai penulis. Lipton (1968)
mengkritik pendekatan fungsi produksi rata-rata berdasarkan ketidakpastian
karena iklim, harga dan keberadaan lembaga-lembaga sosial dan budaya. Lau dan
Yotopoulous (1971) berpendapat bahwa pendekatan fungsi produksi rata-rata
memiliki masalah bias persamaan yang simultan dan rentan terhadap
multikolinearitas. Sampath (1979) mengkritik pendekatan fungsi produksi rata-
rata dengan alasan bahwa asumsi neo-klasik, dimana pengambil keputusan
memiliki pengetahuan sempurna dan beroperasi di pasar persaingan sempurna,
tidak valid dalam pertanian tradisional. Upton (1979) berpendapat bahwa petani
beroperasi dalam sistem pertanian yang dinamis dan kompleks. Oleh karena itu,
fungsi produksi tunggal tidak dapat digunakan untuk menjelaskan situasi yang
kompleks dan dinamis. Banyak petani menghindari risiko dan upaya untuk
menguji perilaku memaksimalkan keuntungan mereka mungkin tidak realistis.
Ghatak dan Ingersent (1984) mengkritik pendekatan ini dengan alasan bahwa
pendekatan tersebut tidak membedakan antara efisiensi alokatif dan ekonomi
karena pendekatan ini mengabaikan efisiensi teknis petani. Oleh karena itu, ada
kemungkinan bahwa alokasi sumber daya dapat berada di bawah batas maksimum
teknis efisien karena kurangnya kemampuan, pengetahuan, sikap, dan lain lain.
Keseluruhan kritik tersebut mengarah pada solusi penggunaan pendekatan fungsi
produksi frontier.

3.1.4. Pendekatan Fungsi Produksi Frontier


Definisi khas dari fungsi produksi frontier adalah fungsi tersebut
memberikan output maksimum pada tingkat input tertentu, dengan tingkat
teknologi terkini dalam suatu industri. Farrell (1957) menyebut frontier sebagai
praktek frontier terbaik. Praktek frontier terbaik digunakan sebagai standar
efisiensi perusahaan. Tujuan dari pendekatan fungsi produksi frontier lebih pada
untuk mengestimasi batasan daripada mengestimasi fungsi produksi rata-rata.
Sejak karya asli Farrel tahun 1957, metodologi frontier telah banyak digunakan
dalam analisis produksi terapan. Frontier model yang dikembangkan dalam
44

penelitian Farrell dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar yaitu


parametric frontier dan non-parametrik frontier.

3.1.5. Pendekatan Parametrik Frontier


Frontier parametrik tergantung pada bentuk fungsi yang spesifik dan
dapat diklasifikasikan ke dalam frontier deterministik dan frontier stokastik.
Frontier ini disebut deterministik jika semua pengamatan harus berada pada atau
di bawah frontier. Frontier disebut stokastik jika pengamatan dapat berada di atas
frontier karena kejadian acak atau random (Hassan, 2004).

3.1.5.1. Model Produksi Frontier Parametrik Deterministik


Aigner dan Chu (1968) mengusulkan suatu model produksi frontier
parametrik bentuk Cobb-Douglas dengan menggunakan data dari sampel
perusahaan N sebagai di bawah:
ln(Yi) = Xi ß -μi dimana i = 1,2,....N …………..…………..… (3.3)

dimana Yi adalah output ke-i perusahaan, Xi adalah vektor k-input yang digunakan
oleh perusahaan i, ß adalah vektor parameter yang tidak diketahui, μi adalah
variabel acak non-negatif yang terkait dengan inefisiensi teknis dan ln adalah
logaritma natural. Rasio output untuk perusahaan ke-i terhadap output potensial
(didefinisikan sebagai fungsi produksi frontier), pada tingkat vektor input Xi,
menunjukkan efisiensi teknis perusahaan ke-i.

……………….…... (3.4)

Model diatas disebut deterministik, karena Yi dibatasi output deterministik (tidak


stokastik) , seperti (ß i). Afriat (1972) menemukan model mirip dengan model
Aigner dan Chu (1967) dengan satu-satunya perbedaan yaitu μis berupa distribusi
gamma dan parameter model diduga menggunakan prosedur maksimum
likelihood (ML). Richmond (1974) menyimpulkan bahwa parameter model
Afriat (1972) dapat diperkirakan menggunakan metode COLS. Schmidt (1976)
mencatat bahwa parameter pemrograman linear dan kuadrat adalah penduga ML
jika i‟s memiliki distribusi yang mengikuti sebaran eksponensial atau setengah-
45

normal. Model deterministik mengasumsikan bahwa setiap penyimpangan dari


frontier adalah akibat inefisiensi, karena itu, mereka sangat sensitif terhadap
outlier. Menurut Greene (1993) setiap kesalahan pengukuran atau sumber variasi
stokastik lain pada komponen variabel dependent bersumber dari sisi lain suatu
komponen (vi positif). Akibatnya, outlier mungkin memiliki efek cukup besar
terhadap dugaan efisiensi.

3.1.5.2. Model Produksi Frontier Parametrik Stokastik


Model produksi frontier parametric stokastik dirancang untuk mengatasi
masalah error. Model produksi frontier stokastik menggunakan composed error
structure dengan komponen one side maupun two side simetris. Komponen satu
sisi menunjukkan efek inefisiensi teknis yang terkait dengan inefisiensi teknis dari
perusahaan, sementara komponen two side merupakan eror dalam produksi dan
efek random lain yang tidak di bawah kendali manajemen. Fungsi Produksi
Frontier Stokastik dikembangkan secara independen oleh Aigner, et al. (1977)
serta Meeusen and Van den Broeck (1977). Fungsi produksi stokastik
didefinisikan sebagai:
ln(Yi) = Xi ß+ vi -ui dimana i =1, 2, ….,N ……………..…………. (3.5)
dimana vi adalah kesalahan acak dan diperhitungkan dalam pengukuran galat dan
faktor acak diluar control sebuah perusahaan bersama dengan efek gabungan dari
variabel input yang tidak ditentukan dalam fungsi produksi. Aigner, et al. (1977)
berasumsi bahwa vi adalah iid yaitu variabel independen yang menyebar normal
2
dengan nilai tengah nol dan varians konstan v. μi adalah pengaruh inefisiensi
teknis yang terkait dengan inefisiensi teknis dari perusahaan dan diasumsikan
terdistribusi eksponensial dan acak setengah normal secara rata. Model
didefinisikan dalam persamaan 3.5 disebut stokastik karena output yang diamati,
yaitu, dibatasi atas oleh variabel stokastik, exp (ß x i + vi).
46

Gambar 8. Fungsi Produksi Stochastic Frontier


Sumber : Coelli, et al. (1998).

Gambar 8 digunakan untuk menggambarkan model produksi frontier


stokastik. Input digambarkan sepanjang sumbu horisontal dan output sepanjang
sumbu vertikal. Model frontier deterministik, Yi = exp (x,ß), digambarkan pada
grafik dengan asumsi decreasing return to scale.
Misalkan ada dua perusahaan i dan j. Perusahaan ke-i menggunakan xi unit
input dan memproduksi output sejumlah yi unit. Nilai output frontier stokastic,
Yi* = exp (xiß + vi) di atas fungsi produksi frontier deterministic, exp (x,ß),
karena galat random 'vi' positif. Nilai output Stochastic, Yj* = exp (xjß + vj), di
bawah fungsi produksi frontier deterministik, exp (x,ß), karena 'vj' kesalahan acak
adalah negatif (Coelli, et al. 1998).

3.1.6. Kritik pada Stochastic Frontier Produksi


Ahli ekonometrik mengkritik fungsi produksi frontier stokastik karena
alasan berikut:
1. Fungsi produksi frontier stokastik bergantung pada bentuk fungsional.
47

2. Tidak ada apriori pembenaran untuk pemilihan bentuk khusus distribusi ke


satu sisi dari istilah inefisiensi.
3. Distribusi one sided error harus ditentukan saat model diprediksi. Oleh
karena itu, fungsi produksi frontier stokastik memaksakan struktur
tambahan pada distribusi inefisiensi teknis.
4. Hassan (2004) berpendapat bahwa asumsi model yang memisahkan
pemisahan one sided error dari input fisik tidak realistis.
5. Fungsi Produksi frontier Stokastik tidak dapat dengan mudah
menggabungkan beberapa output.

3.1.7. Pendekatan Frontier Non-parametric


Model Non-parametrik yang umumnya dikenal sebagai model Data
Envelope Analysis (DEA), didasarkan pada teknik pemrograman matematika.
DEA adalah teknik linear programming, yang menggunakan data input dan output
untuk mendapatkan poin produksi frontier hasil praktek terbaik. Frontier
dibangun dari suatu solusi linear programming yang berurutan (satu untuk setiap
perusahaan dalam sampel). Efisiensi perusahaan diukur terhadap efisiensi semua
perusahaan lain dengan batasan bahwa semua perusahaan berada pada atau di
bawah garis frontier (Mbaga, et al. 2000.). DEA pertama kali dikembangkan oleh
Charnes, et al. (1978).
DEA dapat berupa input-oriented atau output oriented. Dalam kasus
pertama, teknik DEA mendefinisikan frontier dengan mencari pengurangan
proporsional maksimum dalam penggunaan input dengan tingkat output yang
konstan. Dalam kasus kedua, metode DEA mendefinisikan frontier dengan
mencari maksimal penambahan output secara proporsional, dengan tingkat input
yang sama.

3.1.8. Keuntungan dari pendekatan DEA


DEA memiliki keunggulan utama sebagai berikut:
a. DEA tidak memerlukan asumsi bentuk fungsional untuk menentukan
hubungan antara input dan output (Krasachat, 2003).
b. DEA tidak memerlukan asumsi tentang distribusi data yang mendasarinya.
48

c. Sangat mudah untuk menggabungkan beberapa input dan output.


d. DEA memungkinkan memisahkan efisiensi ekonomi menjadi efisiensi
teknis dan efisiensi alokatif dan juga efisiensi teknis ke dalam efisiensi
teknis murni dan karena efisiensi teknis skala.
Skor efisiensi teknis dapat diperoleh dengan menggunakan model
constant return to scale DEA atau model variabel return to scale. Skor efisiensi
teknis yang diperoleh model pertama disebut total efisiensi teknis dan dari model
kedua merupakan efisiensi teknis murni.

3.1.9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Produksi


Ada dua pendekatan dalam mengkaji hubungan antara inefisiensi
usahatani dengan berbagai faktor sosio ekonomi dan usahatani. Metode pertama
adalah penghitungan koefisien korelasi atau penerapan analisis nonparametrik
sederhana lainnya. Metode kedua adalah pertama mengukur inefisiensi lalu
menggunakan model regresi dimana inefisiensi digambartkan sebagai fungsi dari
faktor-faktor sosio ekonomi dan usahatani. Pendekatan terakhir dikenal sebagai
“prosedur dua tahap” dan lebih umum digunakan (Haji, 2006).

3.1.10. Teknologi Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi


Peningkatan produktivitas dapat dicapai melalui efisiensi (untuk kondisi
jangka pendek yaitu saat teknologi tetap) atau melalui peningkatan teknologi.
Perubahan teknologi dapat digambarkan melalui pergeseran kurva total product
(TP) ke atas, atau kurva isoquant ke atas, atau kurva kemungkinan produksi
(PPF) ke atas serta kurva biaya rata-rata ke bawah. Perubahan teknologi dapat
dibedakan menjadi Neutral Technology dimana pada harga input tetap, rasio
optimal input sebelum perubahan teknologi sama dengan setelah perubahan
teknologi. Sedangkan Biased Technology yaitu pada harga input tetap, rasio
optimal input berubah setelah perubahan teknologi. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar tersebut terlihat bahwa dalam biased
technology, rasio K/L naik yang mengarah kepada capital intensif atau labor
saving, sementara sebelum perubahan teknologi lebih bersifat labor intensif.
49

Gambar 9. Perubahan Teknologi Dengan Pendekatan Isoquant


Sumber : Diadopsi dari Beattie and Taylor (1985)

Perubahan teknologi yang mengarah menjadi labor saving dapat


dilakukan melalui mekanisasi pengolahan lahan dan pemanenan atau
pengendalian gulma secara kimia. Sedangkan perubahan teknologi yang
mengarah menjadi land saving misalkan dengan penggunaan varietas unggul,
teknik budidaya baru, atau penggunaan pestisida. Sumber-sumber perubahan
teknologi bagi petani dapat diperoleh melalui learning-by-doing, public research
and development, private research and development, atau imported research
and development.

3.1.11. Perbedaan Konsep Skala Ekonomi dan Skala Hasil


Perubahan teknologi dalam jangka panjang dapat meningkatkan skala
ekonomi (economics of scale). Suatu usahatani dikatakan mencapai skala
ekonomi (economics of scale) ketika biaya rata-rata jangka panjangnya mencapai
minimum. Sebaiknya, jika usahatani tidak berproduksi pada biaya rata-rata
minimum, maka usahatani berada pada keadaan diseconomics of scale. Sumber-
sumber umum economics of scale antara lain adalah : (1) pembelian, misalnya
melakukan pembelian input melalui mekanisme kontrak jangka panjang, (2)
manajemen, yaitu dengan meningkatkan spesialisasi dan kualitas tenaga kerja, (3)
keuangan, misalnya dengan memperoleh biaya bunga yang lebih rendah saat
meminjam kredit dari bank dan memiliki akses ke berbagai intrumen keuangan
yang lebih besar, (4) pemasaran, misalnya bekerjasama dengan lembaga
50

pemasaran formal maupun informal seperti tengkulak sehingga memperoleh


jaminan pasar dengan harga yang lebih layak, (5) teknologi, misalnya dengan
perubahan varietas benih, atau perubahan teknik budidaya yang dapat
mengantisipasi perubahan iklim. Setiap sumber economics of scale tersebut akan
mengurangi biaya rata-rata produksi jangka panjang (LRAC) dengan mengubah
kurva biaya total rata-rata jangka pendek (SRAC) ke bawah dan ke kanan.
Economics of scale sering dikaitkan dengan skala hasil (return to scale).
Namun kedua hal ini berbeda satu sama lain. Economics of scale mengacu pada
biaya suatu usahatani, sedangkan return to scale menggambarkan hubungan
antara input dengan output dalam jangka panjang (dimana semua input variabel)
dari suatu fungsi produksi. Dalam teori produksi usahatani, terdapat istilah TP
(Total Product), AP (Average Product), dan MP (Marginal Product). Dalam
kaitannya dengan return to scale, terdapat tiga kemungkinan yaitu :
1. Increasing return to scale, yaitu kenaikan satu unit input mengakibatkan
kenaikan outout yang semakin bertambah. Pada keadaan demikian
elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep>1), atau marginal product
(MP) lebih besar dari average product (AP). Disamping itu dalam skala
usahatani ini. Disamping itu pada kondisi skala hasil ini, average variabel
cost (AVC) lebih besar dari marginal cost (MC).
2. Constant return to scale, atau skala hasil dengan kenaikan hasil yang tetap,
yaitu penambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan
proporsi yang sama. Pada kondisi ini elastisitas produksi sama dengan
satu (Ep=1), atau MP=AP dan AVC=MC.
3. Decreasing return to scale atau skala hasil dengan kenaikan hasil yang
berkurang, yaitu jika penambahan satu unit input akan mengakibatkan
kenaikan output yang semakin berkurang. Pada kondisi ini elastisitas
produksi lebih kecil dari satu (Ep<1), atau MP<AP dan AVC<MC.

Walaupun berbeda, namun kedua hal ini saling berkaitan. Pada saat
penambahan input memberikan pengembalian output yang lebih banyak
(increasing return to scale), maka petani masih dapat terus menambah input untuk
meningkatkan outputnya, dengan demikian, biaya rata-rata akan semakin menurun,
51

dan kondisi ini mengakibatkan adanya economic of scale. Maka, kondisi


economic of scale akan diperoleh jika usahatani berada pada posisi increasing
return to scale. Jika usahatani berada dalam keadaan increasing return to scale,
maka usahatani belum menggunakan segala kemampuannya dalam memproduksi
output, sehingga usahatani belum efisien dan masih dapat ditingkatkan lagi
outputnya. Namun bila usahatani berada pada constant return to scale, maka
semua sumberdaya telah digunakan secara optimal, sehingga penambahan input
tida berpengaruh pada peningkatan output. Selanjutnya, jika usahatani berada
pada level decreasing return to scale, maka peningkatan input malah akan
menurunkan total output yang diproduksi. Dengan demikian, untuk mengetahui
apakah suatu usahatani masih dapat ditingkatkan skalanya atau tidak, harus
diketahui terlebih dahulu tingkatan return to scalenya.

3.1.12. Fungsi Produksi Metafrontier


Fungsi produksi frontier menggambarkan produksi maksimum pada saat
jangka panjang dimana semua input dianggap variabel dan constant technology
sehingga dengan mengacu kepada frontier grup masing-masing individu dapat
meningkatkan produksi melalui pembenahan input-input variabel tersebut dan
pembenahan efisiensi teknis. Dengan constant technology individu juga dapat
mengacu kepada metafrontier untuk memperoleh produksi lebih tinggi lagi
(sampai batas potensi maksimum) melalui pembenahan input-input variabel
tersebut dan pembenahan efisiensi teknis.
Frontier produksi terdiri atas frontier fisiologi, agronomi, dan sosial
ekonomi. Frontier fisiologi merupakan potensi maksimum dari hasil percobaan
di laboratorium yang merupakan kondisi paling ekstrim terbaik yang dapat
dihasilkan karena kondisinya sangat dijaga. Namun frontier ini hanya dapat
dilakukan dalam skala yang sangat kecil. Frontier agronomis merupakan potensi
maksimum yang dihasilkan di lapangan dengan kondisi yang sangat dijaga dari
segi iklim, cuaca, hama dan penyakit serta gangguan lainnya sehingga dapat
menghasilkan produktivitas yang sangat tinggi. Frontier ini merupakan aplikasi
kondisi laboratorium ke lapang (demplot). Frontier sosial ekonomi yaitu aplikasi
kondisi laboratorium setelah berhasil di lapangan, untuk diterapkan kepada
52

petani secara massal. Dalam kondisi inilah produktivitas aktual dapat


diperhitungkan karena kondisinya sesuai dengan kenyataan. Petani sendiri tidak
mengetahui dimana kondisi frontier mereka karena yang mereka tahu adalah
kondisi aktual. Frontier diketahui dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dan
dengan membandingkan dengan petani-petani lain dalam grup masing-masing.
Dengan demikian kondisi metafrontier adalah bukan khayalan tetapi
kondisi yang dapat dicapai karena dibangun dari titik-titik paling maksimum
(paling efisien) dari petani-petani di setiap grup dan kondisi petani ini adalah
kondisi frontier sosial ekonomi di lapangan yang merupakan best practices,
bukan dari kondisi frontier fisiologi atau frontier agronomi dengan tetap
mempertahankan variasi antar grup.
Fungsi produksi metafrontier menggambarkan produksi maksimum dari
frontier yang maksimum. Fungsi ini dibangun dari setiap titik-titik paling
efisien dari setiap individu dalam setiap grup. Oleh karena setiap grup memiliki
teknologi yang berbeda maka fungsi produksi metafrontier memayungi seluruh
frontier dengan teknologi yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa
metafrontier production function berada pada kondisi very long run period.
Teknologi adalah variabel induces dimana terobosan teknologi baru dapat timbul
dalam rangka menyikapi perubahan harga input maupun upah. Perbandingan
produksi frontier antar grup berarti membandingkan produksi dengan teknologi
yang berbeda-beda sehingga dapat diketahui bahwa terdapat grup yang
teknologinya lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lain. Dalam jangka
panjang setiap grup dapat meningkatkan teknologinya dengan inovasi sendiri
atau meniru grup lain yang teknologinya lebih tinggi. Pergeseran teknologi
berdampak pada pergeseran fungsi produksi frontier grup tersebut dan pada
akhirnya dalam very long run period akan menggeser fungsi metafrontier ke atas.
Fungsi meta production pertama kali dipekenalkan oleh Hayami dan
Ruttan (1970) sebagai gabungan konsep fungsi produksi neoklasik. Fungsi meta
production merupakan gabungan dari titik-titik dengan efisiensi tertinggi. Hal
ini didasarkan pada hipotesis bahwa semua usahatani pada grup yang berbeda
memiliki potensi akses terhadap teknologi yang sama. Hayami dan Ruttan (1970)
53

serta Lau dan Yotopoulus (1989) meneliti perbandingan produktivitas pertanian


antar negara dengan pendekatan fungsi meta production.
Model fungsi produksi stokastik metafrontir memiliki error term yang
terdiri atas symmetric random error dan non-negatif technical inefficiency term,
seperti model fungsi produksi stokastik frontier yang diperkenalkan oleh Aigner,
et al. (1977) dan Meeusen dan Van Den Broeck (1977).
Stokastik metafrontier model digunakan dengan asumsi bahwa terdapat
beberapa grup untuk industri atau usahatani yang sama seperti grup yang
dibedakan berdasarkan wilayah dalam suatu Negara, dibedakan berdasarkan
kepemilikan atau berdasarkan grup etnik (Gambar 10). Namun tidak berlaku
untuk grup dengan komoditi atau industri yang berbeda.

Gambar 10. Model Fungsi Metafrontier


Sumber : Battese and Rao (2002)

Jika dalam grup ke-j terdapat data sebanyak N j yang memproduksi satu
macam output dengan beragam input, maka model stokastik frontier dari grup
ini adalah :

dimana i = 1, 2,…, Nj, …..……..…..…(3.6)


Dimana Yij adalah output perusahaan ke-I pada grup ke-j, xij adalah
faktor input yang digunakan oleh perusahaan ke-I pada grup ke-j, vij adalah
54

2
variabel acak iid (identically, independently, distributed) sebagai N(0, v), uij
adalah variabel independent dengan truncated distribution pada nol dari
N( ij, 2), dimana ij adalah inefisiensi. Untuk mudahnya, jika subscript „j‟
dihilangkan maka model untuk grup ke-j adalah :

…………………………….(3.7)
Persamaan ini mengasumsikan bahwa eksponen dari fungsi produksi frontier
adalah linear dalam parameter vector , sehingga xi adalah vector dari fungsi
(logaritma) input bagi perusahaan ke-i. Fungsi Cobb-Douglas atau translog akan
sesuai untuk ini, sehingga model metafrontier stokastik untuk perusahaan dalam
seluruh grup dari industri adalah :

dimana i=1,2,…,N …………(3.8)

Dimana N = adalah jumlah sampel perusahaan dalam seluruh grup R dan


asumsi bahwa v*i dan u*i adalah analog dengan vi dan ui . Jika diasumsikan
stokastik frontier bagi grup yang berbeda (persamaan 3.6 dan 3.7) adalah layak
untuk data tertentu, maka asumsi yang berkenaan dengan model stokastik
metafrontier (persamaan 3.8) mungkin saja tidak tepat. Sebagai contoh v*i
mungkin saja tidak iid (identically, independently, distributed ) untuk semua grup.
Parameter dari model metafrontier diestimasi dengan menggunakan data
perusahaan dari seluruh grup.
Persamaan metafrontier (3.8) merupakan gabungan fungsi stokastik
frontier dari grup yang berbeda yang ditentukan oleh seluruh observasi dalam
grup yang berbeda yang konsisten dengan dengan spesifikasi model stokastik
frontier. Observasi terhadap individual perusahaan dalam grup yang berbeda
mungkin lebih besar dari komponen deterministic dari model stokastik frontier,
namun deviasi dari output stokastik frontier adalah disebabkan inefisiensi dari
perusahaan dalam grup yang berbeda. Stokastik frontier bagi grup yang berbeda
dan stokastik metafrontier, diasumsikan memiliki bentuk fungsi yang sama
(Cobb-Douglas atau Translog). Jika parameter (untuk grup ke-j) dan * (untuk
metafrontier) telah diketahui, efisiensi teknis dari perusahaan pada grup ke-j dapat
dicari menggunakan frontier untuk grup ke-j atau dengan metafrontier.
55

Maximum Likelihood Estimation (MLE) dari parameter model stokastik


metafrontier (persamaan 3.8) tidak menghasilkan fungsi yang diestimasi menjadi
gabungan frontier production yang diestimasi bagi grup yang berbeda. Fungsi
MLE untuk semua observasi tidak menjamin metafrontier menggabungkan
frontier untuk grup yang berbeda. Dengan demikian untuk beberapa grup, fungsi
metafrontier dapat memiliki nilai yang lebih kecil dari frontier grup tertentu.
Namun demikian memungkinkan melakukan hambatan agar metafrontier
menggabungkan perusahaan-perusahaan yang efisien dalam seluruh grup. DEA
dapat digunakan dalam estimasi metafrontrier, namun layaknya non-stokastik
frontier, DEA tidak cukup menjelaskan adanya random error dan menganggap
semua deviasi dari frontier disebabkan oleh inefisiensi.

3.1.13. Gap Teknologi dan Tingkat Efisiensi


Output yang diobservasi bagi perusahaan ke-i yang ditunjukkan oleh
persamaan sebagai berikut :

…...(3.9.)

adalah memenuhi persamaan xi β+Vi-Ui= xi β*+V*i-U*i . Diharapkan bahwa nilai


deterministic xi dan xi * memenuhi pertidaksamaan xi xi * karena xi *
adalah dari metafrontier. Jika metafrontier diestimasi menjadi fungsi gabungan
dari perusahaan yang efisien, maka hubungan tersebut dapat dipenuhi dari fungsi
yang diestimasi. Hubungan tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

…………………………………………....……. (3.10)

Ketiga rasio pada sisi kanan persamaan diatas adalah Technology Gap Ratio
(TGR), Random Error Ratio (RER), dan Technical Efficiency Ratio (TER).
Sebagai contoh :

……………………………….……………. (3.11)

………………….………………..………………. (3.12)

……………………………………………….…….. (3.13)
56

TGR menunjukkan technology gap bagi grup tertentu pada teknologi yang
tersedia saat ini, reratif terhadap teknologi yang tersedia dalam seluruh industri.
Rasio ini dan efisiensi teknis (dengan demikian juga TER) dapat diestimasi untuk
perusahaan individu. Efisiensi teknis bagi perusahaan „i‟ relatif terhadap frontier
setiap grup TEi dapat diestimasi oleh E( Ei Vi–Ui). Efisiensi
teknik dari perusahaan „i‟ dapat diestimasi relatif terhadap metafrontier yaitu
E( – ) sehingga persamaan Ei – xi( *- ) terpenuhi.

Misalkan TERi = TEi/ . Rasio ini diharapkan lebih besar atau

sama dengan satu. Karena Ui dan adalah random variabel, terdapat non-zero
probability bahwa rasio TERi lebih kecil dari 1. TEi , jika dan hanya jika

atau - Ui 0. Namun - Ui xi ( *- ) + - Vi . Peluang

bahwa lebih besar dari Ui adalah :

P( - Ui 0) = P [ - Vi - xi ( *- )] = [-x( *- )/ … (3.14)

Jika Vi dan adalah independent normal random error, dimana (.)


menunjukkan fungsi distribusi untuk standar distribusi normal. Maka semakin
tinggi xi * melebihi xi , semakin rendah peluang bahwa Ui* Ui . Lebih jauh,
hal ini dapat ditunjukkan bahwa :

………….………………………………………..…..(3.15)
Hubungan identitas lainnya, berdasarkan output yang diharapkan dalam
frontier grup tertentu dan metafrontier, diturunkan sebagai berikut :

………….…………………...................(3.16)

dimana :

adalah rata-rata rasio teknologi gap……..…..(3.17)

adalah rata-rata rasio random error ……………..…….(3.18)

adalah rata-rata rasio efisiensi teknis ……….………....(3.19)


57

MTR = 1/TER

Adapun error term metafrontier yang terdiri atas vi-ui dapat dilihat pada
Gambar 11.

Gambar 11. Perbandingan Error Term Stochastic Frontier dengan Error Term
Stochastic Metafrontier

3.2. Kerangka Pemikiran Konseptual


Dalam Stochastic frontier production function, produksi selain
dipengaruhi oleh input-inputnya (lahan, benih, tenaga kerja, pupuk, dan obat-
obatan) yang secara langsung mempengaruhi produksi, juga oleh faktor selain
input yang secara tidak langsung mempengaruhi produksi seperti karakteristik
individu petani, karakteristik usahatani, dan karakteristik kelembagaan usahatani.
Semua ini merupakan managerial aspect yang dapat memperlancar produksi
melalui penggunan input yang optimal. Managerial aspect ini merupakan error
term yang dapat dikendalikan petani yang biasanya disebut inefficiency effect.
Disamping error term yang dapat dikendalikan, juga terdapat faktor selain input
yang tidak dapat dikendalikan oleh petani tetapi mempengaruhi secara tidak
58

langsung dalam produksi yang biasanya disebut noise effect (iklim, cuaca, hama
dan penyakit).
Produksi frontier antar grup menjadi dasar untuk menentukan produksi
metafrontier yaitu dengan menghubungkan kondisi paling efisien dari setiap
petani. Produksi metafrontier ini menjadi potensi maksimum bagi setiap petani
antar grup untuk mencapai produksi maksimum dari yang maksimum. Dengan
demikian dapat ditentukan efisiensi teknis masing-masing grup beserta potensi
maksimumnya untuk menentukan rasio gap teknologi (TGR), rasio efisiensi
teknis (TER), dan rasio random error (RER). Dari produksi frontier juga dapat
ditentukan biaya dual frontier untuk menentukan efisiensi alokasi dan ekonomi
melalui penentuan biaya aktual dan biaya minimal yang dapat dicapai. Dengan
demikian kondisi keuntungan maksimum dapat diketahui. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Bagan Kerangka Pemikiran Konseptual


59

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sumber Data


Data utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang
berasal dari penelitian PATANAS tahun 2010 yang telah dilakukan oleh PSE-KP
(Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Badan Litbang Kementerian
Pertanian Bogor. Data tersebut mencakup data kuantitatif maupun data kualitatif
terhadap petani padi di lima provinsi sentra padi yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Dari lima provinsi dipilih 14
kabupaten dan dari masing-masing kabupaten diambil 1 desa sehingga total ada
14 desa. Pemilihan desa contoh dilakukan dengan memperhitungkan sebaran
jumlah tipe desa sawah irigasi berbasis padi (tipe desa 1) menurut provinsi.
Berdasarkan kriteria tersebut maka 14 desa sawah irigasi berbasis padi (tipe desa
1) yang dipilih adalah: (1) 2 desa di Propinsi Sumatera Utara, (2) 3 desa di
Propinsi Jabar, (3) 4 desa di Propinsi Jateng, (4) 3 desa di Propinsi Jatim, (5) 2
desa di Propinsi Sulawesi Selatan.
Data sekunder lain sebagai data pendukung diperoleh dari berbagai sumber
baik secara langsung yaitu, PUSLITBANGTAN (Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan), PUSTAKA (Pusat Perpustakaan dan
Penyebaran Teknologi Pertanian), BP2TP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian),
PSE-KP (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian), IRRI (International
Rice Research Institute), dan UN-ESCAP (United Nation- Economic and Sosial
Commision for Asia and The Pacific), juga penelusuran tidak langsung ke BPS
(Badan Pusat Statistik), BB-PASCAPANEN (Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian), BB-PENGKAJIAN (Balai Besar
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian), BB-PADI (Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi), BULOG, FAO, USDA, Dinas Pertanian Provinsi
Sumatera Utara, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Provinsi
Jawa Tengah, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur, dan Dinas Pertanian Provinsi
Sulawesi Selatan.
60

4.2. Cakupan dan Time Frame Penelitian


Data yang digunakan pada penelitian ini mencakup skala nasional dengan
pilihan 5 provinsi sentra. Kelima Provinsi ini dipilih secara purposive sesuai
dengan provinsi pilihan penelitian PATANAS yang dilakukan oleh PSE-KP
(Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Bogor. Data yang
digunakan yaitu data cross section dengan time frame yang digunakan adalah
tahun 2010 yang terdiri atas 3 musim (MH, MK1, dan MK2).

4.3. Pengumpulan Data


Data dikumpulkan berdasarkan variabel-variabel yang dibutuhkan untuk
penelitian dan juga mengacu kepada data yang tersedia. Dari data mentah yang
tersedia, dimana merupakan data yang sangat besar, data dipilah berdasarkan
kebutuhan penelitian dan disesuaikan dengan variabel yang dibutuhkan.
Pengumpulan data juga mengacu kepada kuesioner PATANAS tahun 2010.
Pemilihan desa contoh dilakukan dengan memperhitungkan sebaran
jumlah tipe desa sawah irigasi berbasis padi (tipe desa 1) menurut provinsi. Desa
yang menjadi sentra produksi padi di masing-masing provinsi yaitu Desa Lidah
Tanah dan Desa Kuala Gunung di Sumatera Utara, Desa Tugu, Desa Simpar, dan
Desa Sindang Sari di Jawa Barat, Desa Padang Sari, Desa Demangan, Desa
Mojorejo, Desa Tambah Mulyo di Jawa Tengah, Desa Padomasan, Desa
Kaligondo, dan Desa Sunge Geneng di Jawa Timur, Desa Berawali dan Desa Salu
Jambu di Sulawesi Selatan.

4.4. Penentuan Observasi


Usahatani padi yang dianalisis yaitu satu tahun 2010 selama 3 musim
tanam (MH, MK1, MK2). Setelah mengalami data cleaning, jumlah observasi
total yaitu sebanyak 592 yang terdiri atas 100 observasi di Provinsi Sumatera
Utara, 130 observasi di Jawa Barat, 171, observasi di Jawa tengah, 95 observasi di
Jawa Timur, dan 96 observasi di Sulawesi Selatan.
61

4.5. Variabel Data Yang dibutuhkan Dalam Penelitian


Variabel yang dibutuhkan dalam penelitian yaitu variabel-variabel yang
terkait dengan usahatani padi yaitu variabel input (lahan, pupuk, benih, tenaga
kerja, dan obat), output fisik, karakteristik petani, karakteristik usahatani,
variabel sosial ekonomi petani, teknologi, dan kelembagaan.

4.6. Tahap-Tahap Operasional Analisis Data


Secara operasional penelitian ini mengkaji efisiensi usahatani padi antar
provinsi, dibandingkan dengan kondisi nasional dengan menggunakan Stochastic
Metafrontier Production Function Approach. Melalui peningkatan efisiensi
dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan inefisiensi,
perlu dikaji apakah masih ada kemungkinan meningkatkan produksi padi di setiap
sentra sehingga dapat mendukung target nasional.
Kajian diawali dengan penentuan fungsi produksi frontier dengan
stochastic metafrontier production function approach pada usahatani padi di lima
provinsi sentra dengan tahun analisis 2010. Setelah itu menentukan fungsi
inefisiensi usahatani masing-masing dan dibandingkan dengan kondisi nasional
sebagai metafrontier. Kelima provinsi ini dianggap memiliki karakteristik dan
agroekosistem yang berbeda baik luas lahan tanam, luas lahan panen,
produktivitas, kondisi iklim, pengairan, kualitas lahan, infrastruktur, dan
sebagainya. Setelah itu selanjutnya menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dan inefisiensi antar provinsi dan analisis skala nasional.
Efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi dianalisis dengan menggunakan fungsi
biaya dual frontier yang diturunkan dari fungsi produksi frontier Cobb-Douglas.
Alasannya yaitu karena tidak diketahui informasi harga sehingga harga yang
digunakan adalah harga rata-rata yang berlaku di provinsi masing-masing pada
saat penelitian. Terakhir adalah merekomendasikan alternatif solusi peningkatan
produksi padi melalui faktor-faktor yang mempengaruhinya serta melalui
peningkatan efisiensi usahatani dan penghematan biaya. Secara operasional lebih
rincinya dapat dilihat pada Gambar 13.
62

4.7. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Analisis kualitatif dan kuantitatif dilakukan berdasarkan data yang
diperoleh. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran karakteristik
usahatani padi di Indonesia. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan
fungsi produksi dan fungsi inefisiensi masing-masing provinsi dengan stochastic
frontier production function approach, kemudian menentukan fungsi produksi dan
fungsi inefisiensi skala nasional dengan stochastic metafrontier production
function approach. Setelah itu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi dan inefisiensi masing-masing provinsi dan nasional, serta
membandingkan antar provinsi dan dengan kondisi nasional. Terakhir yaitu
menganalisis efisiensi alokasi dan efisiensi ekonomi melalui fungsi biaya dual
frontier. Adapun tahap operasional analisis data dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Tahap Operasional Analisis Data


63

4.7.1. Analisis Fungsi Produksi


Bentuk fungsi produksi yang digunakan adalah Cobb-Douglas. Pilihan
terhadap bentuk fungsi produksi ini diambil berdasarkan alasan sebagai berikut :
(1) bersifat homogen sehingga dapat digunakan untuk menurunkan
fungsi biaya dual dari fungsi produksi,
(2) Bentuknya lebih sederhana
(3) Dapat dibuat dalam bentuk linear additif
(4) Jarang menimbulkan masalah

Selain itu, fungsi produksi Cobb-Douglas telah digunakan secara luas dan teruji
untuk mengkaji efisiensi produksi baik di negara-negara maju maupun di negara-
negara berkembang. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah paling sesuai
digunakan untuk Stochastic Metafrontier Production Function sehingga banyak
digunakan oleh peneliti terdahulu. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, terdiri atas
variabel terikat atau yang dijelaskan yaitu jumlah output padi (Y) dan variabel
bebas atau yang menjelaskan yaitu input (X). Bentuk fungsi produksi Cobb-
Douglas pada penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = boX1b1X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X6b6 e ……………………………... (4.1)
Dimana :
Y adalah output padi (kg GKP),
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Jumlah benih (kg)
X3 = Jumlah Tenaga Kerja (HOK)
X4 = Jumlah pupuk urea (kg)
X5 = Jumlah pupuk KCL (kg)
X6 = dummy musim (1=musim hujan, 0=musim kemarau)
bo,b1,b2,b3,...,b6 adalah parameter-parameter positif yang ditentukan oleh data.
e adalah multiplicative exponential error.

Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan input terpenting dalam


usahatani padi yang diduga mempengaruhi produksi, yang sebelumnya telah
mengalami reduksi dari variabel-variabel lain. Justifikasi lain yaitu issue input
yang tengah menjadi pertimbangan kebijakan. Pentingnya lahan juga dipicu oleh
mengecilnya areal padi karena konversi dan fragmentasi sehingga saat ini tengah
64

intensif program ekspansi lahan padi ke luar Jawa dan pemanfaatan lahan kering
untuk tanaman semusim. Inovasi benih saat ini ditujukan untuk menghasilkan
benih unggul yang disesuaikan dengan perubahan iklim dan penggunaan yang
tidak berlebihan. Issue tenaga kerja saat ini mengarah pada substitusi antara labor
intensif dengan capital intensif. Pupuk saat ini terkait dengan issue lingkungan
dan dampak terhadap degradasi lahan. Variabel musim tengah diperhatikan saat
ini karena terkait perubahan lingkungan. Fungsi produksi Cobb-Douglas
mempunyai beberapa keunggulan dalam studi empiris, selain mudah digunakan
karena bisa ditransformasi ke dalam bentuk linear, fungsi ini juga sangat mudah
diinterpretasikan hasilnya. Selain itu terdapat beberapa keunggulan praktis
lainnya yaitu (Debertin,1986) :
1. Nilai dari produk marjinal tergantung dari jumlah input yang digunakan
dalam proses produksi. Hal ini sesuai dengan praktek dalam kehidupan
sehari-hari dimana produksi marjinal adalah turunan pertama dari produksi
total.
2. Parameter b1,b2,b3,….,b6 secara berturut-turut menggambarkan elastisitas
produksi (ep) dari masing-masing input lahan, benih, tenaga kerja, pupuk
urea, pupuk KCl, dan dummy musim.
3. Jumlah dari eksponen-eksponen tersebut (b1 + b2 + b3 + …+ b6)
merupakan return to scale. Jika jumlahnya = 1 berarti kegiatan produksi
dalam keadaan constant return to scale. Jika jumlahnya > 1 berarti
kegiatan produksi dalam keadaan increasing return to scale. Jika
jumlahnya < 1 berarti kegiatan produksi dalam keadaan decreasing return
to scale.
4. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diestimasi dengan menggunakan
analisis regresi linear dengan mengubahnya menjadi bentuk linear double
log sehingga dapat ditulis persamaan sebagai berikut :

lnY = lnbo + b1 lnX1 + b2 lnX2 + b3 lnX3 + b4 lnX4 + b5 lnX5 + b6 lnX6


+ ………………………..……………………………………………………………. (4.2.)
5. Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dengan mudah digunakan dalam
suatu fungsi dengan menambahkan lebih banyak atau lebih dari dua
variabel bebas.
65

Namun, akibat dari penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas selalu


dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linear, maka terdapat
asumsi dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebelum digunakan, yaitu ;
1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol karena logaritma dari nol
adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui.
2. Terdapat asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap
pengamatan dalam fungsi produksi, maksudnya, jika fungsi produksi
Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan
bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka
perbedaan model tersebut terletak pada intersep dan bukan pada
kemiringan garis (slope) model tersebut.
3. Setiap variabel bebas adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada
faktor kesalahan (error term).

Selain kelebihan-kelebihan yang telah dijelaskan, terdapat juga beberapa


kelemahan dari fungsi Cobb-Douglas yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Asumsi bahwa teknologi dianggap netral, padahal belum tentu teknologi di
daerah penelitian adalah sama.
2. Sampel dianggap price takers, petani menerima harga yang ditentukan di
pasar, padahal untuk sampel petani yang subsisten, mungkin tidak terlalu
seperti itu.
3. Tidak ada produksi (Y) maksimum, artinya sepanjang kombinasi input (X)
dinaikkan, maka produksi (Y) akan terus naik sepanjang expansion path-
nya
4. Elastisitas produksi tetap.

Kelemahan ini membuat fungsi produksi Cobb-Douglas tidak bisa


menggambarkan fungsi produksi neoklasik. Dengan mengasumsikan 6 variabel
bebas ke dalam persamaan frontier maka model persamaan penduga fungsi
produksi frontier dari usahatani padi di masing-masing provinsi dapat ditulis
sebagai berikut :
…..(4.3)
66

Dimana :
Y adalah output padi (kg GKP),
X1 = Luas lahan (ha)
X2 = Jumlah benih (kg)
X3 = Jumlah tenaga kerja (HOK)
X4 = Jumlah pupuk urea (kg)
X5 = Jumlah pupuk KCl (kg)
X6 = dummy musim (1=musim hujan, 0=musim kemarau)
0 = intersep
i = koefisien parameter penduga dimana i=1,2,3,…,6
vi-ui = error term (vi adalah noise effect, dan ui adalah inefisiensi efek secara
teknis dalam model)

Nilai koefisien yang diharapkan yaitu : 1, 2, 3, …, 6, > 0. Nilai


koefisien positif berarti dengan meningkatnya input berupa lahan, benih, tenaga
kerja, pupuk urea, pupuk KCl, dan dummy musim, diharapkan akan
meningkatkan produksi padi.
Variabel sisa (random shock) vi merupakan variabel yang secara identik
terdistribusi (i.i.d) dengan rataan bernilai nol dan ragamnya konstan, , serta
bebas dari ui. Variabel kesalahan (residual solow) ui adalah variabel yang
menggambarkan inefisiensi teknis dalam produksi. Variabel kesalahan ui
diasumsikan terdistribusi secara bebas di antara setiap observasi dan nilai vi.
Variabel ui tidak boleh bernilai negatif dan distribusinya setengah normal (half
normal distribution) dengan nilai distribusinya (Coelli, Rao dan Battese,
1998).

4.7.2. Analisis Efisiensi Teknis dan Efek Inefisiensi Teknis


Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut :
TEi = exp (-E[ui i] ) i=1,2,3,…,N ………………………..…… (4.4)
Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp (-E[ui i] ) adalah
nilai harapan (mean) dari ui dengan syarat i , jadi 0 TEi 1. Nilai efisiensi
teknis tersebut berbanding terbalik dengan nilai efek inefisiensi teknis dan hanya
digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross
section data).
67

Metode efisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu


kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese and Coelli
(1995). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisensi teknis,
diasumsikan bebas dan distribusinya setengah normal (half normal distribution)
dengan nilai distribusinya .
Untuk menentukan nilai parameter distribusi (ui) efek inefisiensi teknis
usahatani padi pada penelitian ini digunakan rumus sebagai berikut :

……………………………………………….……...….. (4.5)

Dimana :

ui = efek inefisiensi teknis


= nilai koefisien yang diharapkan ; dimana 1, 3, diduga > 0, sedangkan 2,
4, 5, 6, 7, 8, 9 diduga < 0

Z1 = Umur KK (tahun)
Z2 = Pendidikan formal KK (tahun)
Z3 = Dummy status lahan (milik=1, non milik=0)
Z4 = Dummy mutu benih (benih berlabel=1, tidak berlabel=0)
Z5 = Dummy pengolahan lahan (traktor=1, lainnya=0)
Z6 = Dummy akses lembaga keuangan formal bank (pernah pinjam=1, tidak=0 )
Z7 = Dummy keaktifan dalam kelompok tani (aktif=1, tidak aktif=0)
Z8 = Penerimaan total rumahtangga (Rp)
Z9 = Pola tanam (tiga kali padi setahun=1, kurang dari tiga kali padi setahun=0)

Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan issue dan kepentingan


yang dapat diangkat menjadi kebijakan padi terkait dengan peningkatan produksi
melalui efisiensi. Sebelumnya berbagai variabel telah dicoba dalam model dan
menghasilkan sembilan variabel yang diduga mempengaruhi efisiensi. Justifikasi
variabel karakteristik petani yaitu umur dikarenakan kondisi usahatani padi saat
ini banyak dikelola oleh petani tua dan sulitnya regenerasi petani padi. Selain tua,
petani padi relative berpendidikan rendah. Issue lain yaitu kepemilikan lahan
dimana pada usahatani padi, lahan menjadi asset terbesar dan bagi masyarakat
menjadi prestise keberhasilan usahatani padi. Hanya saja lahan milik yang digarap
petani tersebut dalam luasan yang kecil-kecil sehingga tidak mungkin jika
68

perluasan lahan garapan diupayakan dengan membeli. Peningkatan mutu benih


sampai saat ini masih menjadi perhatian utama dalam inovasi karena sampai saat
ini produktivitas tidak banyak berubah. Oleh karena kondisi lahan yang semakin
mengecil untuk usahatani padi maka pengolahan lahan menjadi isuue apakah akan
labor intensif atau capital intensif. Faktor kelembagaan menjadi issue penting
karena saat ini banyak program-program terkait dengan permodalan dan capacity
building. Selain itu pada saat ini pemerintah tengah intensif mendengungkan
program peningkatan IP (intensitas penanaman). Penghasilan petani padi menjadi
perhatian karena rendahnya profit padi akan berdampak kepada rendahnya
kesejahteraan.
Hipotesis yang digunakan untuk model inefisiensi teknis dalam persamaan
di atas adalah :
1. Umur : kondisi di lapangan menunjukkan bahwa umur petani relative tua
sehingga secara fisik lebih lemah dari petani muda. Hal ini terjadi karena
usahatani padi tidak menarik bagi generasi muda keluarga petani, sehingga
tidak terjadi regenerasi. Hal ini menjadi masalah dalam manajerial aspek
karena usahatani padi membutuhkan fisik yang kuat karena variasi dan
intensitas aktivitas usahatani padi yang tanpa jeda, sehingga umur perlu untuk
diuji. Semakin tua umur KK petani, diduga akan berpengaruh positif terhadap
inefisiensi teknis.
2. Pendidikan : Kondisi di lapangan menunjukkan lebih dari 90 persen petani
berpendidikan SD. Kemampuan manajerial yang rendah sebagai dampak
dari pendidikan yang rendah menjadi masalah dalam produksi sehingga
pendidikan menjadi penting untuk diuji. Semakin tinggi pendidikan petani
diduga akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis, karena dengan
pendidikan yang tinggi diduga akan memiliki pengetahuan dan wawasan
dalam pengambian keputusan termasuk penggunaan input serta lebih adaptif
terhadap informasi dan teknologi baru.
3. Status lahan : Sebagian besar petani menggarap lahan milik sendiri dengan
luasan yang kecil (0.3 ha). Dengan kepemilikan lahan akan meningkatkan
sense of belonging sehingga akan mempengaruhi efisiensi. Kondisi di lapang
menunjukkan bahwa petani penggarap lahan non milik lebih mengeksploitasi
69

lahannya karena faktor opportunity cost. Jika perluasan lahan harus dicapai
dengan perluasan kepemilikan lahan maka akan sulit bagi petani untuk
memperluas lahannya, sementara untuk memperoleh produksi yang tiggi
membutuhkan lahan yang luas. Hal ini menjadi masalah sehingga status lahan
menjadi penting untuk diuji. Status hak milik akan berpengaruh positif
terhadap inefisiensi teknis, karena kepemilikan lahan meningkatkan sense of
belonging sehingga petani akan lebih mengeksploitasi lahannya dengan
penggunaan input optimal untuk menghasilkan produksi maksimal.
4. Mutu benih : kondisi di lapangan menunjukkan bahwa banyak petani
menggunakan benih sendiri sehingga tidak menggunakan benih berlabel. Hal
ini menjadi masalah dalam produksi sehingga mutu benih perlu diuji.
Penggunaan benih berlabel akan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi
teknis, karena benih berlabel identik dengan mutu yang tinggi sehingga
penggunaan optimal dapat meningkatkan produksi yang maksimal.
5. Pengolahan lahan dengan traktor akan berpengaruh negatif terhadap
inefisiensi teknis atau berpeluang menghasilkan produksi yang lebih tinggi
daripada tidak menggunakan traktor. Hal ini diduga karena pengolahan lahan
dengan mekanisasi traktor dapat meningkatkan kualitas pengolahan yang
lebih baik sehingga tanaman padi memiliki peluang tumbuh dengan baik dan
menghasilkan produksi yang maksimal.
6. Akses ke lembaga keuangan perbankan : Kondisi di lapangan menunjukkan
bahwa sebagian besar petani tidak akses ke lembaga keuangan, padahal
diduga kelembagaan keuangan dapat membantu permodalan petani sehingga
dapat lebih efisien, sehingga akses ke lembaga keuangan perbankan perlu
diuji apakah benar dapat meningkatkan efisiensi? Akses ke lembaga
keuangan pebankan diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis,
karena bank sebagai sumber modal eksternal dapat membantu penggunaan
input yang optimal.
7. Keaktifan dalam kelompok tani : Sebagian besar petani tidak aktif dalam
kelompok tani, padahal keaktifan kelompok tani diduga dapat meningkatkan
manajerial skill. Hal ini menjadi masalah sehingga perlu diuji. Keaktifan
dalam kelompok tani diduga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis,
70

karena keaktifan tersebut dapat menambah wawasan, pengetahuan, informasi,


network dan teknologi baru tentang usahatani padi mulai dari penggunaan
input sampai pemasaran.
8. Penerimaan total rumahtangga : kondisi di lapang menunjukkan bahwa
penerimaan petani rata-rata kurang dari Rp 3 500 000 per bulan. Hal ini
menjadi masalah terhadap penggunaan input optimal sehingga perlu diuji.
Semakin tinggi penerimaan total rumahtangga diduga berpengaruh negatif
terhadap inefisiensi teknis, karena perolehan dana internal yang lebih banyak
membuat petani lebih leluasa dalam penggunaan input optimal setelah
dikurangi kebutuhan konsumsi rumahtangga.
9. Pola tanam : Sebagian besar petani tidak menanam padi 3 kali setahun
sehingga menjadi masalah dalam pencapaian produksi maksimal. Hipotesis
untuk pola tanam yaitu penanaman 3 kali padi setahun akan berpengaruh
negatif terhadap inefisiensi teknis, karena dengan pemanfaatan lahan yang
optimal untuk padi maka terjadi penghematan lahan untuk usahatani padi.

Agar konsisten, maka pendugaan parameter fungsi produksi stochastic


frontier (SFPF) dan inefficiency function dilakukan secara simultan dengan
program Frontier 4.1 (Coelli, 1996). Pengujian parameter stochastic frontier dan
efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama merupakan
pendugaan parameter i dengan metode OLS menggunakan software SAS 9.0
untuk memeriksa adanya pelanggaran asumsi (multicolienarity, autocorellation
dan heteroschedasticity), dan pelanggaran asumsi fungsi Cobb-Douglas. Tahap
kedua merupakan pendugaan seluruh parameter 0, i, varians ui dan vi dengan
menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE), pada tingkat
kepercayaan maksimum = 15 persen.
Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 menurut Aigner, et al. (1977),
Jondrow, et al. (1982) dan Greene (1993) dalam (Coelli, et al. 1998) akan
memberikan perkiraan varians dari parameter dalam bentuk parameterisasi berikut
ini :

………………………………….… (4.6)
71

Parameter dari varians ini dapat mencari nilai , oleh sebab itu nilai
adalah 0 1. Nilai parameter merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di
dalam efek residual total. Nilai yang mendekati 1 menunjukkan bahwa error
term hanya berasal dari akibat inefisiensi (u i) dan bukan berasal dari noise (vi).
Sedangkan jika mendekati nol diinterpretasikan bahwa seluruh error term adalah
sebagai akibat dari noise (vi) seperti cuaca, hama, dan sebagainya.
Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 juga menghasilkan perkiraan
2
nilai log likelihood dan nilai . Menurut Battese and Corra (1977), nilai log
likelihood dengan metode MLE perlu dibandingkan dengan nilai log likelihood
dengan metode OLS. Jika nilai log likelihood dengan metode MLE lebih besar
dari OLS, maka fungsi produksi dengan metode MLE adalah baik dan sesuai
2
dengan kondisi di lapangan. Nilai menunjukkan distribusi dari error term
inefisiensi (ui ). Jika nilainya kecil artinya (ui) terdistribusi secara normal.

4.7.3. Uji Hipotesis


Sebagai jawaban dari analisis di atas dilakukan beberapa uji hipotesis
berikut :
Hipotesis pertama :
H0 : = 0 = 1 = 2 = ……………= 9 = 0 …………………………….. (4.7)
H1 : = 0 = 1 = 2 = ……………= 9 > 0 …………….………………. (4.8)
Hipotesis nol menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model
fungsi produksi. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata-rata
sudah cukup mewakili data empiris, dan sebaliknya jika tolak H0, berarti terdapat
efek inefisiensi dalam model fungsi produksi. Uji statistik yang digunakan adalah
uji Chi Square.

……………….…………….……………….…………. (4.9)

LR = -2 {ln [L(H0)] – ln [L(H1)]} ……………………………….……….. (4.10)

Dimana L(H0) dan L(H1) adalah nilai dari fungsi likelihood dibawah hipotesis H0
dan H1
Kriteria Uji :
72

2
LR galat satu sisi > restriksi (Tabel Kodde dan Palm) tolak H0 ..............…. (4.11)
2
LR galat satu sisi < restriksi (Tabel Kodde dan Palm) terima H0 .............…. (4.12)
Tabel Chi Square Kodde dan Palm adalah tabel upper and lower bound dari nilai
kritis untuk uji persamaan dan pertidaksamaan restriksi.
Hipotesis kedua :
H0 : 0 = 0 …………………………………..……….…….………….. (4.13)
H1 : 1 0 ………….……………………………………..……………. (4.14)
Hipotesis nol artinya koefisien dari masing-masing variabel di dalam model efek
inefisiensi sama dengan nol. Jika hipotesis ini diterima maka masing-masing
variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi tidak memiliki pengaruh sama
sekali terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses produksi, dan sebaliknya jika
hipotesis ini ditolak maka masing-masing variabel penjelas di dalam model efek
inefisiensi memiliki pengaruh terhadap tingkat inefisiensi di dalam proses
produksi. Uji statistik yang digunakan adalah :

t-hitung = …………………..………………...……..…………. (4.15)

t-tabel = ………………………….…….………..…….... (4.16)

Kriteria Uji :
t-hitung > t-tabel : tolak Ho …………………….……….….. (4.17)

t-hitung < t-tabel : terima Ho ……………..….…….………. (4.18)

dimana:
k = jumlah variabel bebas
n = jumlah pengamatan/responden
S( i) = simpangan baku koefisien efek inefisiensi

Setelah menentukan fungsi produksi dan inefisiensi di masing-masing


provinsi dan pool data nasional, maka selanjutnya menentukan fungsi produksi
dan inefisiensi potensi maksimum nasional dengan SMPFA (Stochastic
Metafrontier Production Function Approach) sebagai potensi maksimum setiap
provinsi.
73

Provinsi dibagi menjadi 5 grup. Jika dalam grup ke-j terdapat data
sebanyak Nj yang memproduksi satu macam output dengan beragam input,
maka model stokastik frontier dari grup ini adalah :
Yij = f (xij ,β ) e vij-uij dimana i = 1, 2,…, Nj, ……….……….……(4.19)

Dimana Yij adalah output perusahaan ke-i pada grup ke-j, xij adalah faktor input
yang digunakan oleh perusahaan ke-i pada grup ke-j, vij adalah variabel acak iid
2
(identically, independently, distributed) sebagai N(0, v), uij adalah variabel
independent dengan half normal distribution pada nol dari N(uij, 2), dimana uij
adalah inefisiensi. Untuk mudahnya, jika subscript „j‟ dihilangkan maka model
untuk grup ke-j adalah :
Yi = f (xi ,β ) e vi-ui e xi +v -u
i i ……………….……………….…(4.20)

Persamaan ini mengasumsikan bahwa eksponen dari fungsi produksi frontier


adalah linear dalam parameter vector , sehingga xi adalah vector dari fungsi
(logaritma) input bagi perusahaan ke-i. Fungsi Cobb-Douglas digunakan dalam
penelitian ini sehingga model metafrontier stokastik untuk perusahaan dalam
seluruh grup dari industri adalah :
* + v* – u*
Yi = f (xi ,β* ) e v*i-u*i e xi i i dimana i=1,2,…,N ……….(4.21)

Dimana N = adalah jumlah sampel perusahaan dalam seluruh grup R dan


asumsi bahwa v*i dan u*i adalah analog dengan vi dan ui .
Persamaan metafrontier (4.21) merupakan gabungan fungsi stokastik
frontier dari grup yang berbeda yang ditentukan oleh seluruh observasi dalam
grup yang berbeda yang konsisten dengan dengan spesifikasi model stokastik
frontier. Observasi terhadap individual perusahaan dalam grup yang berbeda
mungkin lebih besar dari komponen deterministic dari model stokastik frontier,
namun deviasi dari output stokastik frontier adalah disebabkan inefisiensi dari
perusahaan dalam grup yang berbeda. Stokastik frontier bagi grup yang berbeda
dan stokastik metafrontier, diasumsikan memiliki bentuk fungsi yang sama
(Cobb-Douglas).
74

Jika parameter (untuk grup ke-j) dan * (untuk metafrontier) telah


diketahui, efisiensi teknis dari perusahaan pada grup ke-j dapat dicari
menggunakan frontier untuk grup ke-j atau dengan metafrontier.
v -u
Output yang diobservasi bagi perusahaan ke-i yaitu Yij = f (xij ,β ) e ij ij

dan Yi = f (xi ,β ) e vi-ui e x


i
+v -u
i i ) adalah memenuhi persamaan xi β+Vi-Ui=
xi β*+V*i-U*i . Diharapkan bahwa nilai deterministic xi dan xi * memenuhi
pertidaksamaan xi xi * karena xi * adalah dari metafrontier. Jika metafrontier
diestimasi menjadi fungsi gabungan dari petani-petani yang efisien, maka
hubungan tersebut dapat dipenuhi dari fungsi yang diestimasi. Hubungan tersebut
dapat ditulis sebagai berikut :
exi . evi . e-ui
exi *
evi* e-ui* = 1 ……………………………..……………(4.22)
Ketiga rasio pada sisi kanan persamaan diatas adalah Technology Gap Ratio
(TGR), Random Error Ratio (RER), dan Technical Efficiency Ratio (TER).
Sementara MTR (Meta Technology Ratio) adalah kebalikan dari TER.

4.7.4. Analisis Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi


Langkah terakhir yaitu menganalisis efisiensi alokasi dan ekonomi.
Dengan mengasumsikan bahwa sebuah usahatani dalam mencapai keuntungannya
harus mengalokasikan biaya secara minimum dari input yang ada, atau berarti
sebuah usahatani berhasil mencapai efisiensi alokasi. Oleh karena informasi
harga input tidak tersedia maka harga input yang digunakan adalah harga rata-rata.
Dengan demikian fungsi biaya yang digunakan adalah fungsi biaya dual frontier
yang diturunkan dari fungsi produksi frontier Cobb-Douglas. Bentuk persamaan
umum fungsi biaya dual frontier adalah sebagai berikut :
C*=C(yi, pi, βi) + u ………………………………………….……(4.23)
Dimana :
C* = biaya produksi minimum
yi = jumlah output
pi = harga input
βi = koefisien parameter
ui = error term (efek inefisiensi biaya)
75

Adapun penurunan fungsi biaya dual frontier dari fungsi produksi Cobb-Douglas
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil akhir dari fungsi biaya
produksi dual frontier tersebut yaitu :

…………………..….……… (4.24)

Sementara fungsi biaya aktual yaitu C = ....................................(4.25)


Dimana :
C = Biaya aktual
xi = jumlah input ke-i yang digunakan
pi = harga rata-rata input ke-i yang berlaku di daerah tersebut

Untuk memperoleh efisiensi alokasi terlebih dahulu dihitung efisiensi ekonomi


(EE). Efisiensi ekonomi (economic efficiency) didefinisikan sebagai rasio total
biaya produksi minimum yang diobservasi (C*) dengan total biaya produksi
aktual (C) (Jondrow, et al. 1982 dalam Ogundari dan Ojo, 2006).

EE = C*/C = E [exp. (Ui |ɛ ) ......................................... (4.26)

Atau dari penurunan fungsi biaya dual frontier :

EE = C*/C = .......................................(4.27)

Dimana EE bernilai 0 ≤ EE ≤ 1

Efisiensi ekonomi (EE) untuk setiap provinsi dihitung berdasarkan biaya


produksi minimal (C*) masing-masing provinsi dari fungsi produksi frontier
masing-masing, sementara EE untuk rata-rata Indonesia dihitung berdasarkan
biaya produksi minimal (C*) pool data Indonesia dari fungsi produksi frontier
rata-rata Indonesia. Sedangkan EE* yaitu efisiensi ekonomi metafrontier dihitung
dari biaya produksi minimal (C*) gabungan dari fungsi produksi metafrontier
Indonesia. Untuk biaya aktual (C) masing-masing provinsi dihitung dari
penggunaan input aktual masing-masing provinsi dikalikan dengan harga input
rata-rata yang berlaku di wilayah tersebut. Sementara untuk biaya aktual (C) rata-
76

rata Indonesia dan metafrontier dihitung dari penggunaan input aktual keseluruhan
dikalikan dengan harga input rata-rata secara nasional pada tahun 2010.
Efisiensi ekonomi ini merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan
efisiensi alokasi. Pengukuran efisiensi teknis, efisiensi alokasi, dan efisiensi
ekonomi dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut secara terintegrasi,
membutuhkan sebuah fungsi produksi yang bersifat homogen. Fungsi produksi
yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.
Oleh karena efisiensi ekonomi (EE) merupakan gabungan dari efisiensi
teknis (TE) dan efisiensi alokasi (AE) maka efisiensi alokasi (AE) untuk masing
masing provinsi dapat dihitung sebagai berikut :
EE = TE . AE ..........................................................................................(4.28)
AE = EE/TE ..............................................................................................(4.29)
Indeks efisiensi alokasi (AE) ini bernilai 0 ≤ AE ≤ 1
Sedangkan efisiensi alokasi (AE) metafrontier dihitung sebagai berikut :
EE* = TE* . AE* .......................................................................................(4.30)
AE* = EE*/TE* ..........................................................................................(4.31)
Indeks efisiensi alokasi (AE*) ini juga bernilai 0 ≤ AE ≤ 1
77

V. KARAKTERISTIK PETANI RESPONDEN

5.1. Karakteristik Individu Petani


Secara umum jika dilihat dari seluruh kepala keluarga petani padi sebagai
responden, ternyata sebagian besar adalah petani berusia produktif dengan usia
antara 40-50 tahun (35 persen). Adapun rata-rata umur petani responden yaitu
49.13 tahun dan dikategorikan tidak muda lagi. Secara rata-rata petani di Jawa
relatif lebih tua daripada petani di luar Jawa. Jika ditinjau dari sebaran per
provinsi, maka pada Tabel 5 terlihat bahwa petani di Sumatera Utara sebagian
besar (44 persen) berusia antara 40-50 tahun, demikian pula petani di Jawa Barat
sebanyak 42 persen berusia antara 40-50 tahun dan di Sulawesi Selatan petani
yang berusia antara 40-50 tahun lebih banyak lagi (53 persen). Sedangkan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur sebagian besar petani berusia tua dimana petani di Jawa
Tengah yang berusia antara 50-60 tahun yaitu sebanyak 43 persen dan petani di
Jawa Timur sebanyak 51 persen.
Usahatani padi membutuhkan tenaga secara fisik yang lebih besar
dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Hal ini dikarenakan tanaman padi
butuh pemeliharaan yang intensif dan rentan terhadap hama, penyakit, gulma,
hujan, kekeringan, dan sebagainya sehingga tenaga muda sangat dibutuhkan untuk
hasil yang lebih baik. Curahan waktu kerja dan frekuensi pekerjaan untuk
tanaman padi relatif lebih sering mulai dari pengolahan lahan, pengairan,
penyemaian, pemupukan, penanaman, penyulaman, penyiangan, penyemprotan,
sampai pemanenan. Walaupun petani dapat menyewa tenaga kerja luar keluarga,
namun mereka tetap sebagai pengelola dan penggarap sehingga membutuhkan
kondisi fisik yang sehat untuk mengelola usahatani. Kondisi usia petani tua seperti
di Jawa dapat mengganggu pengelolaan usahatani karena faktor kesehatan
sehingga dapat menurunkan efisiensi usahatani.
Yang menjadi permasalahan usahatani di Jawa adalah banyak anak petani
yang enggan meneruskan usahatani ayahnya atau ayahnya sendiri tidak
mendukung anaknya untuk berusahatani. Mereka lebih suka anaknya sekolah di
luar desa bahkan lebih jauh, untuk tujuan menuntut ilmu yang lebih tinggi dan
78

setelah itu bekerja tidak dibidang usahatani. Anak-anak petani di Jawa relatif lebih
berpendidikan dibandingkan di luar Jawa sehingga mereka tidak begitu mencintai
pertanian dan pada akhirnya terdapat lag generasi.

Tabel 5. Sebaran Responden Berdasarkan Umur KK Petani Padi.

Umur (tahun)
Provinsi
<30 % 30-40 % 40-50 % 50-60 % >=60 % TOTAL Rata-rata

Sumatera Utara 2 2.00 19 19 44 44 29 29 6 6 100 45.32


Jawa Barat 2 1.54 14 11 54 42 35 27 25 19 130 48.60
Jawa Tengah 2 1.17 10 6 44 26 74 43 41 24 171 52.40
Jawa Timur 3 3.16 5 5 17 18 48 51 22 23 95 52.55
Sulawesi Selatan - - 18 19 51 53 14 15 13 14 96 46.80
Indonesia 9 1.52 66 11 210 35 200 34 107 18 592 49.13

Jika dilihat dari pendidikan formal KK petani responden, pada Tabel 6


menunjukkan bahwa petani padi di Indonesia sebagian besar (78.89 persen)
berpendidikan rendah (SD) dengan rata-rata pendidikan petani 4 tahun. Jika
dilihat per provinsi juga menunjukkan hal yang sama bahwa lebih dari 65% petani
di setiap provinsi sentra berpendidikan SD dengan rata-rata pendidikan kurang
dari 5 tahun. Petani dengan pendidikan rendah relatif memiliki pengetahuan
akademis yang rendah terutama jika petani tidak dapat membaca dan menulis.

Tabel 6. Sebaran Responden Berdasarkan Pendidikan KK Petani Padi

Provinsi Pendidikan (tahun)


<=6 % 7≤y≤9 % >9 % Total Rata-rata
Sumatera Utara 84 84.00 16 16 - - 100 3.75
Jawa Barat 102 78.46 20 15 8 6 130 3.84
Jawa Tengah 133 77.78 34 20 4 2 171 4.14
Jawa Timur 85 89.47 6 6 4 4 95 3.47
Sulawesi Selatan 63 65.63 26 27 7 7 96 4.79
Indonesia 467 78.89 102 17 23 4 592 4.00

Sedangkan petani dengan pendidikan yang lebih tinggi relatif memiliki


pengetahuan yang lebih banyak karena selain dapat membaca dan menulis mereka
memperoleh pengetahuan tambahan lewat berbagai media, juga memiliki pola
pikir yang lebih maju sehingga akan berdampak baik pada usahatani padinya.
79

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa petani dengan pendidikan formal


rendah dapat berhasil dalam usahataninya jika didukung oleh pendidikan non
formal dan keterampilan yang relevan serta pengalaman berusahatani.
Jika dilihat dari jumlah tanggungan keluarga, sebagian besar petani padi di
Indonesia memiliki tanggungan sampai 3-4 orang (48 persen). Demikian pula jika
dilihat per provinsi setiap KK petani di Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan memiliki tanggungan 3-4 orang (lebih dari 40%)
(kecuali di Jawa Barat). Bahkan petani di luar Jawa yang memiliki tanggungan 5-
6 orang adalah sebanyak 27 persen untuk Sumatera Utara dan 29 persen untuk
Sulawesi Selatan. Angka ini tidak sedikit sehingga akan memberatkan petani
karena dengan semakin banyaknya jumlah tanggungan maka akan berdampak
pada tingginya pengeluaran konsumsi. Pengeluaran konsumsi yang tinggi ini akan
mengurangi kesempatan petani untuk melakukan penggunaan input yang lebih
banyak agar lebih sesuai dengan standar prosedur usahatani padi, terlebih jika
harga-harga inputnya tidak terjangkau. Pada akhirnya kondisi ini akan
mempengaruhi efisiensi dan produksi padi. Adapun sebaran responden
berdasarkan jumlah tanggungan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Petani.

Jumlah Tanggungan (orang)


Provinsi Rata
<=2 % 3 SD 4 % 5 SD 6 % >6 % Total -rata
Sumatera Utara 21 21.00 50 50 27 27 2 2 100 3.63
Jawa Barat 64 49.23 63 48 3 2 - - 130 2.49
Jawa Tengah 44 25.73 92 54 29 17 6 4 171 3.49
Jawa Timur 34 35.79 44 46 16 17 1 1 95 3.23
Sulawesi Selatan 23 23.96 38 40 28 29 7 7 96 3.86
Indonesia 186 31.42 287 48 103 17 16 3 592 3.34

5.2. Karakteristik Usahatani

Adapun luas lahan padi yang digarap petani sebagian besar adalah lahan
sempit (<0.3 ha). Petani yang menggarap lahan sempit yaitu sebanyak 37.50
persen dan jika dililhat per provinsi juga terjadi hal yang sama, kecuali provinsi
Jawa Tengah yang sebagian besar petaninya (49 persen) mengusahakan padi
80

dengan lahan seluas 0.3-0.5 ha dan Jawa Barat sebagian besar petaninya (36
persen) mengusahakan padi dengan lahan yang cukup luas (0.5-0.8 ha). Di
Sumatera Utara dan Jawa Timur, lebih dari 50 persen petani mengusahakan lahan
kurang dari 0.3 ha. Ukuran usahatani yang sempit ini akan berdampak pada
rendahnya pendapatan usahatani oleh karena rendahnya produksi. Kasus di
Negara berkembang seperti Indonesia, ukuran usahatani berkaitan dengan
efisiensi secara berbanding terbalik dalam artian semakin kecil ukuran usahatani
akan semakin efisien atau semakin luas semakin tidak efisien (Huang dan Bagi,
1984; Bozoglu dan Ceyhan;2006; JUnankar, 1980; Kalijaran, 1981). Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk peningkatan produksi dan pendapatan, bukan
hanya lahan yang diperluas tetapi harus didukung oleh input lain secara optimal,
sehingga bukan sekedar meningkatkan farm size tetapi meningkatkan farm scale.
Untuk jelasnya, sebaran responden berdasarkan luas lahan yang digarap dapat
dilihat pada Tabel 8 .

Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan Padi Yang Digarap.
Provinsi luas lahan (ha)
<0.3 % 0.3-0.5 % 0.5-0.8 % 0.8-1.0 % >1 % TOTAL Rata-rata
Sumatera Utara 52 52 26 26 10 10 4 4 8 8 100 0.38
Jawa Barat 16 12 18 14 47 36 7 5 42 32 130 0.75
Jawa Tengah 77 45 83 49 11 6 - - - - 171 0.29
Jawa Timur 48 51 30 32 14 15 - - 3 3 95 0.32
Sulawesi Selatan 29 30 22 23 24 25 7 7 14 15 96 0.49
Indonesia 222 37.5 179 30 106 18 18 3 67 11 592 0.45

Rata-rata luas lahan yang digarap petani padi di Sumatera Utara yaitu 0.38
ha, hampir sama dengan di Jawa Timur (0.32 ha). Sementara di Jawa Tengah
lahan yang digarap adalah paling sempit (0,29 ha) karena keterbatasan lahan yang
sesuai untuk padi. Sementara di Sulawesi Selatan rata-rata petani menggarap
lahan yang lebih luas (0.49 ha) karena ketersediaaan lahan untuk padi di Sulawesi
Selatan relatif masih banyak. Khusus di provinsi Jawa Barat, rata-rata petani
mengusahakan padi pada lahan seluas 0.75 ha. Hal ini karena ketersediaan lahan
yang sesuai untuk padi di Jawa Barat relatif lebih luas dari provinsi yang lain.
Selain itu juga didukung oleh infrastruktur dan iklim yang sesuai.
Luas lahan yang digarap di setiap provinsi berbeda antar musim dimana
penanaman saat musim hujan lebih luas dari musim kemarau. Hal ini karena padi
81

membutuhkan air lebih banyak dari tanaman lain sehingga lebih sesuai ditanam
saat musim hujan, terlebih pada kondisi rusaknya jaringan irigasi. Pada musim
kemarau petani kadang mengganti dengan tanaman lain sehingga sangat jarang
petani menanam dengan pola tanam 3 kali padi dalam setahun. Adapun rata-rata
luas lahan yang digarap per musim dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas Lahan Yang Digarap Petani Padi Per Musim Per Provinsi.

Provinsi Musim hujan Musim kemarau


Sumatera Utara 0.382 0.370
Jawa Barat 0.753 0.749
Jawa Tengah 0.291 0.305
Jawa Timur 0.363 0.294
Sulawesi Selatan 0.515 0.471
Indonesia 0.461 0.438

Jika dilihat dari status lahan yang digarap, sebagian besar petani (78.89
persen) menggarap padi di lahan milik sendiri, begitupun dilihat dari setiap
provinsi terutama di luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan 80.21 persen petani dan
Sumatera Utara 81 persen petani menggarap lahan milik sendiri. Hal ini dapat
dilihat pada Tabel 10. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani padi di provinsi
sentra masih mengandalkan lahan milik sendiri yang luasannya kecil-kecil.
Padahal untuk mencapai pendapatan yang tinggi diperlukan lahan garapan yang
luas (tidak harus lahan milik) yang diimbangi dengan penggunaan input optimal
dengan kata lain peningkatan skala usaha sampai batas tertentu dapat
meningkatkan efisiensi yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan (Kahn dan
Maki, 1979; Bagi,1982).
82

Tabel 10. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Status Lahan Padi yang
Digarap.

Provinsi status lahan


1=milik % 0=bukan milik % Total
Sumatera Utara 81 81.00 19 19 100
Jawa Barat 102 78.46 28 22 130
Jawa Tengah 133 77.78 38 22 171
Jawa Timur 74 77.89 21 22 95
Sulawesi Selatan 77 80.21 19 20 96
Indonesia 467 78.89 125 21 592

Dalam hal jumlah persil yang digarap, secara rata-rata sebagian besar
petani (38.68 persen) menggarap satu persil. Dengan kata lain petani
mengusahakan padinya secara satu hamparan. Jika dilihat secara provinsi, Jawa
Barat dan Jawa Tengah lebih terfragmentasi karena sebagian besar petaninya
mengusahakan padi pada persil yang lebih banyak. Kondisi ketersediaan lahan di
luar Jawa lebih memungkinkan untuk mengusahakan dalam satu hamparan (lebih
dari 40 persen) sehingga tidak terfragmentasi (Tabel 11). Sementara di Jawa,
lahan yang sesuai untuk pertanaman padi semakin terbatas karena warisan,
kondisi alam, atau konversi lahan baik ke tanaman non padi atau beralih fungsi ke
sektor industri.

Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Persil Padi Per Provinsi.

Provinsi Jumlah persil


1 % 2- % 3- % >3 % total Rata-rata
Sumatera Utara 49 49.00 27 27 16 16 8 8 100 1.99
Jawa Barat 49 37.69 50 38 15 12 16 12 130 2.09
Jawa Tengah 53 30.99 56 33 39 23 23 13 171 2.41
Jawa Timur 37 38.95 31 33 18 19 9 9 95 1.97
Sulawesi Selatan 41 42.71 28 29 10 10 17 18 96 2.91
Indonesia 229 38.68 192 32 98 17 73 12 592 2.27

Jika dilihat dari status mata pencaharian, usahatani padi pada sebagian
besar petani (90.54 persen) adalah mata pencaharian utama (Tabel 12). Hanya
sebagian kecil saja yang menganggap usahatani padi sebagai matapencaharian
sampingan (9 persen). Demikian juga jika dilihat per provinsi. Hal ini dapat
dimaklumi karena petani tersebut berada di provinsi sentra.
83

Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Status Usahatani Padi.

Provinsi Status Matapencaharian Usahatani Padi


1=pekerjaan utama % 0=bukan utama % Total
Sumatera Utara 96 96.00 4 4 100
Jawa Barat 111 85.38 19 15 130
Jawa Tengah 166 97.08 5 3 171
Jawa Timur 80 84.21 15 16 95
Sulawesi Selatan 83 86.46 13 14 96
Indonesia 536 90.54 56 9 592

Migrasi dalam keluarga tani adalah kepergian petani di saat senggang


dalam berusahatani, untuk mencari pendapatan tambahan baik di sektor industri,
jasa, atau pertanian lain. Migrasi biasanya dilakukan oleh kepala keluarga tani
baik secara komutasi (pulang pergi), sirkulasi (menginap di tempat migrasi), atau
permanen (menetap lebih dari 6 bulan). Jika dilihat secara keseluruhan maka
sebagian besar petani responden (96 persen) tidak melakukan migrasi. Demikian
juga jika dilihat per provinsi, sebagian besar petani tidak melakukan migrasi,
terlebih di Sumatera Utara, seluruh petani tidak bermigrasi. Hal ini bukan berarti
mereka tidak membutuhkan pendapatan tambahan, tetapi irama kerja pada
usahatani padi demikian padat sehingga tidak ada waktu senggang yang cukup
untuk bermigrasi, apalagi lahan yang digarap semakin luas. Waktu petani semakin
tersita untuk kegiatan rutin mulai dari persiapan lahan sampai panen terlebih jika
pola tanam dilakukan dengan IP yang semakin tinggi. Untuk jelasnya sebaran
petani berdasarkan migrasi dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Sebaran Responden Berdasarkan Kegiatan Migrasi.

Provinsi Migrasi
1=melakukan migrasi % 0=tidak migrasi % Total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat 8 6.15 122 94 130
Jawa Tengah 4 2.34 167 98 171
Jawa Timur 9 9.47 86 91 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 23 3.89 569 96 592
84

Jika dilihat dari lahan yang diusahakan, sebagian besar (87.16 persen)
petani menggarap sendiri lahannya dalam artian mereka sebagai pengelola atau
manajer usahatani sekaligus tenaga kerja dalam keluarga. Jika dilihat per provinsi
juga menunjukkan hal yang sama bahwa sebagian besar petani menggarap sendiri
lahannya. Hanya sebagian kecil saja (13 persen) petani yang tidak menggarap
sendiri lahannya (Tabel 14).

Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Lahan yang Diusahakan.

Provinsi Status Lahan Garapan


1=digarap sendiri % 0=tidak digarap sendiri % total
Sumatera Utara 100 100.00 - - 100
Jawa Barat 103 79.23 27 21 130
Jawa Tengah 156 91.23 15 9 171
Jawa Timur 74 77.89 21 22 95
Sulawesi Selatan 83 86.46 13 14 96
Indonesia 516 87.16 76 13 592

5.3. Penggunaan Input dalam Usahatani


Tenaga kerja dalam usahatani padi merupakan faktor penting karena
proses budidaya padi membutuhkan beragam tahap pekerjaan mulai dari
pengolahan lahan sampai panen yang relatif labor intensif. Hal ini berdampak
pada kebutuhan tenaga kerja luar keluarga yang cukup banyak. Dalam struktur
biaya, peranan tenaga kerja pada usahatani padi tradisional di Indonesia tidak
kurang dari 40% (Soekartawi, 1986).
Jika dilihat dari penggunaan tenaga kerja antar provinsi, hampir semua
provinsi menggunakan tenaga kerja luar keluarga lebih banyak daripada tenaga
kerja dalam keluarga, terutama Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan.
Penggunaan tenaga kerja luar keluarga di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 65.05
HOK/ha atau 92.55 persen dari total tenaga kerja dan di Sulawesi Selatan 41.78
HOK/ha atau 74.97 persen. Hal ini terjadi karena kondisi ketersediaan tenaga
kerja dalam keluarga di luar Jawa lebih terbatas. Di provinsi Jawa Barat
penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih banyak daripada tenaga kerja luar
keluarga. Dari total penggunaan tenaga kerja sebesar 54.76 HOK/ha terdiri atas
85

tenaga kerja dalam keluarga sebanyak 35.64 HOK/ha dan tenaga kerja luar
keluarga sebanyak 19.12 HOK/ha (Tabel 15 ).
Penggunaan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat ini adalah paling hemat
dibandingkan provinsi lainnya terutama dibandingkan Jawa Tengah sebanyak
114.80 HOK/ha. Hal ini karena usahatani di Jawa Barat relatif capital intensif
seperti dalam pengolahan lahan, pemupukan, penyemprotan dan pemanenan. Oleh
karena kondisi lahan cenderung satu hamparan (Kabupaten Karawang, Subang,
dan Indramayu) maka pengolahan lahan menjadi lebih cepat dengan
menggunakan traktor. Selain penghematan tenaga kerja secara fisik karena paling
sedikit (54.76 HOK/ha) juga secara nilai karena menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga lebih banyak dari tenaga luar keluarga yang harus dibayar.

Tabel 15. Sebaran Responden Per Provinsi Berdasarkan Penggunaan Input.


Sumatera Jawa Sulawesi
Variabel Utara Jawa Barat Tengah Jawa Timur Selatan
Lahan (ha) 0.38 0.75 0.30 0.33 0.49
Tenaga Luar Keluarga
(HOK) per ha 65.05 19.12 64.77 56.73 41.78
Tenaga Dalam Keluarga
(HOK) per ha 5.24 35.64 50.07 22.91 13.96
Tenaga Kerja Total
(HOK) per ha 70.29 54.76 114.80 79.61 55.73
Benih (kg) per ha 64.34 24.05 46.77 49.91 61.43
Urea (kg) per ha 197.13 251.57 265.53 326.76 280.43
ZA (kg) per ha 132.50 10.32 56.70 63.15 18.02
SP36 (kg) per ha 52.63 117.96 151.73 71.76 55.80
NPK (kg) per ha 96.00 107.75 106.70 89.12 66.18
KCL (kg) per ha 10.37 0.51 6.03 9.82 12.29
Pupuk organik (kg) per ha 20.79 - 31.87 37.15 -
Pupuk cair (Rp) per ha 789.47 - 1,120.87 37,448.15 22,640.31
Obat-Obatan (Rp) per ha 607,381.58 635,620.51 551,162.97 453,700.15 321,279.76

Benih merupakan input yang sangat penting karena dengan benih yang
unggul dapat menghasilkan produksi yang tinggi secara kuantitas dan juga
kualitas sehingga penggunaannya diharapkan optimal. Jika dibandingkan dengan
rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian yang telah disempurnakan bahwa
benih padi per ha yang digunakan adalah 25 kg/ha, maka sebagian besar
penggunaan benih padi di provinsi sentra terlalu berlebihan (lebih dari 40 kg/ha)
terutama provinsi di luar Jawa (Sumatera Utara sebanyak 64.34 kg/ha dan
86

Sulawesi Selatan 61.43 kg/ha). Hanya petani di provinsi Jawa Barat yang
menggunakan benih mendekati rekomendasi (24.05 kg/ha).
Pupuk yang paling penting dalam budidaya padi adalah urea. Jika
dibandingkan dengan rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian (2007) bahwa
urea yang dianjurkan adalah 200 kg/ha, TSP atau SP36=100 kg/ha, dan KCl=75
kg/ha, atau jika menggunakan NPK yaitu urea 100 kg/ha dan NPK atau Ponska=
300 kg/ha, maka dosis yang diterapkan oleh hampir seluruh petani padi di
Indonesia adalah berlebihan. Hal ini akan berdampak pada kondisi tanaman padi
yang keracunan sehingga menurunkan produksi.
Pupuk ZA diberikan sebagai tambahan kebutuhan unsur nitrogen seperti
urea. ZA sebenarnya tidak diperlukan jika pemberian urea sesuai rekomendasi
karena zat aktif pada kedua jenis pupuk tersebut sama yaitu nitrogen (N 2O5).
Namun banyak petani yang merasa belum puas jika tidak menggunakan urea
dalam jumlah banyak dan dilengkapi juga dengan ZA untuk kebutuhan hara
nitrogen. Kombinasi penggunaan pupuk urea dan ZA di setiap provinsi berbeda-
beda dimana penggunaan ZA di Sumatera Utara paling banyak dibandingkan
provinsi lain (132.5 kg/ha), sedangkan Jawa Barat paling sedikit (10.32 kg/ha).
Penggunaan pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor sangat
diperlukan untuk melengkapi kebutuhan hara tanaman. Namun beberapa provinsi
seperti Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur menggunakan pupuk
yang masih dibawah standar rekomendasi Badan Litbang Pertanian yaitu 100
kg/ha. Di ketiga provinsi ini, petani menggunakan TSP kurang dari 100 kg/ha.
Kecuali di Jawa Barat, penggunaan TSP relatif sesuai dengan rekomendasi
(117.96 kg/ha). Di Jawa Tengah terjadi pemberian pupuk yang lebih tinggi dari
standar (151.73 kg/ha) yang akan berdampak pada kondisi keracunan tanaman.
Penggunaan pupuk KCl sebagai sumber Kalium masih sangat rendah
terutama di Jawa Barat. Dengan standar rekomendasi 75 kg KCl/ha maka di
seluruh provinsi masih kekurangan KCl. Penggunaan KCl yang minim ini
disebabkan karena harganya yang relatif mahal dan adanya persepsi petani bahwa
pupuk untuk padi yang utama dan mutlak adalah urea sehingga dengan
penggunaan yang semakin banyak akan meningkatkan produksi. Selain itu karena
adanya subsidi maka pupuk urea harganya lebih murah. Sementara terhadap
87

pupuk KCL petani menganggap hanya sebagai pupuk tambahan yang tidak wajib
sehingga penggunaannya diabaikan terlebih jika harganya mahal.
Penggunaan pupuk NPK sebagai sumber Nitrogen, Phospor dan Kalium
masih rendah penggunaannya jika kombinasi yang digunakan adalah urea dan
NPK (rekomendasi 100 kg urea/ha plus 300 kg NPK/ha). Penggunaan NPK oleh
petani dianggap sebagai pengganti KCl (rekomendasi 75 kg/ha) sehingga tidak
digunakan dosis 300 kg NPK/ha. Jika NPK sebagai pengganti KCl dengan dosis
rekomendasi 75 kg/ha maka penggunaan NPK dianggap berlebihan, kecuali di
provinsi Sulawesi Selatan masih kurang (66.18 kg/ha).
Pupuk organik berguna untuk mengembalikan tanah menjadi gembur.
Pupuk ini diperlukan terutama saat tanah telah mengeras atau sakit karena pupuk
kimia dengan dosis berlebihan dan kontinyu. Namun sangat jarang petani yang
menggunakan pupuk organic karena selain mahal dan langka, juga karena
kebutuhannya yang sangat banyak (voluminous) sehingga meningkatkan biaya
transportasi. Bahkan petani di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan tidak
menggunakan pupuk organic samasekali. Hal ini berdampak lahan menjadi keras
dan keracunan dan menurunkan produksi. Menurut IRRI (2009) di negara
produsen padi telah terjadi penurunan produktivitas lahan yang disebabkan oeh
ketidakseimbangan hara (keracunan) dan menurunnya kandungan organic tanah.
Pupuk cair sebagai suplemen pada tanaman padi sebenarnya bukan hal
utama, sehingga pengeluaran pupuk cair sangatlah rendah. Bahkan di Jawa Barat
tidak menggunakan samasekali. Penyemprotan hama dan penyakit tanaman padi
merupakan kegiatan penting mengingat beragamnya jenis hama dan penyakit,
frekuensi serangan yang meningkat, tingkat serangan yang semakin intensif, dan
daya resistensi yang tinggi terhadap obat-obatan. Untuk itu petani melakukan
penyemprotan dengan dosis tinggi dan frekuensi yang semakin sering. Dari lima
provinsi, pengeluaran obat-obatan di Jawa Barat adalah terbesar (Rp 635 620/ha).
Hal ini karena frekuensi yang sering dengan dosis yang tinggi.

5.4. Teknik Budidaya Padi


Jenis lahan yang digunakan petani di seluruh provinsi adalah lahan sawah
beririgasi (Tabel 16). Hal ini karena padi membutuhkan pengelolaan air yang baik
88

dibandingkan tanaman lain. Selain itu kelima provinsi ini adalah sentra produsen
padi dimana jaringan irigasinya relatif tersedia dibanding provinsi lain.

Tabel 16. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Lahan Sawah.

Provinsi Jenis Lahan Sawah


1=irigasi % 0=non irigasi % total
Sumatera Utara 100 100.00 - - 100
Jawa Barat - 97.69 - 2 130
Jawa Tengah - 100.00 - - 171
Jawa Timur 95 100.00 - - 95
Sulawesi Selatan 93 96.88 3 3 96
Indonesia - 98.99 - 1 592

Kebutuhan air untuk persawahan bagi sebagian besar petani responden


bersumber dari irigasi teknis (76.52 persen) (Tabel 17). Jika dilihat per provinsi,
lebih dari 70 persen petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi
Selatan menggunakan irigasi teknis sebagai sumber air bagi persawahan mereka.
Hal ini didukung oleh ketersediaan irigasi teknis di provinsi tersebut. Kecuali di
Sumatera Utara, sebagian (42 persen) petani memperoleh sumber air bukan dari
irigasi teknis.

Tabel 17. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Irigasi Tahun 2010.

Provinsi Jenis Irigasi


1=Teknis % 0=Lainnya % total
Sumatera Utara 58 58.00 42 42 100
Jawa Barat 112 86.15 18 14 130
Jawa Tengah 141 82.46 30 18 171
Jawa Timur 68 71.58 27 28 95
Sulawesi Selatan 74 77.08 22 23 96
Indonesia 453 76.52 139 23 592

Irigasi sebagai sumber air bagi lahan petani sangat penting dijaga agar
tidak cepat rusak. Perawatan irigasi memang mahal karena banyak infrastruktur
irigasi telah berumur tua. Kondisi irigasi yang rusak akan berdampak pada
89

ketersediaan air. Berdasarkan Direktorat Jenderal Pengairan (2011) 4 , dari 61


waduk, 3 waduk utama di Jawa Barat, yaitu Waduk Djuanda, Cirata dan Saguling
berada dalam kondisi waspada, 4 waduk utama di Jawa Tengah yaitu Waduk
Wonogiri, Kedungombo, Sempor dan Wadaslintang berada dalam kondisi normal.
Untuk kondisi waduk-waduk kecil di Jawa Tengah ; 27 waduk dalam kondisi
normal, 4 waduk (Lalung, Kembangan, Brambang dan Rawapening) dalam
kondisi waspada, 2 waduk (Song Putri dan Parang Joho) tidak ada data, dan
Waduk Londanwetan dalam tahap perbaikan. Di DI Yogyakarta, Waduk Sermo
berada dalam kondisi normal, di Jawa Timur Waduk Wonorejo berada dalam
kondisi waspada. Sedangkan Waduk Sutami, Lahor, Selorejo dan Bening dalam
kondisi normal. Untuk kondisi waduk-waduk kecil di Jawa Timur, 13 waduk
dalam kondisi normal. Di Lampung, Waduk Batutegi berada dalam kondisi
normal, dan di Sulawesi Selatan Waduk Bili-bili dalam kondisi normal. Hanya di
Sumatera Utara yang kondisi waduknya cukup parah. Hal ini karena banyak lahan
di konversi ke perkebunan sehingga padi tidak menjadi prioritas.
Jika dilihat dari pengolahan lahan, sebagian besar petani (91.22 persen)
menggunakan traktor untuk mengolah lahannya (Tabel 18). Demikian juga jika
dilihat per provinsi, lebih dari 90 persen petani menggunakan traktor kecuali di
Jawa Timur hanya 78.95 persen petani yang menggunakan traktor.

Tabel 18. Sebaran Responden Berdasarkan Pengolahan Lahan.

Provinsi Pengolahan Lahan


1=traktor % 0=lainnya % total
Sumatera Utara 96 96.00 4 4 100
Jawa Barat 127 97.69 3 2 130
Jawa Tengah 154 90.06 17 10 171
Jawa Timur 75 78.95 20 21 95
Sulawesi Selatan 88 91.67 8 8 96
Indonesia 540 91.22 52 9 592

Jika dilihat dari mutu benih, sebagian besar (53.21 persen) petani
menggunakan benih berlabel yang artinya mereka menggunakan benih bermutu.

4
Direktorat Jenderal Pengairan (2011), dalam Kompas. Selasa 27 September 2011. Kualitas
Jaringan Irigasi Turun.
90

Dari lima provinsi, di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, lebih dari 50%
petani menggunakan benih berlabel (Tabel 19). Di Provinsi Sumatera Utara dan
Sulawesi Selatan, banyak petani yang tidak menggunakan benih berlabel. Hal ini
terjadi karena ketersediaan dan distribusi benih bermutu untuk luar Jawa lebih
terbatas daripada di Jawa.

Tabel 19. Sebaran Responden Berdasarkan Mutu Benih.

Provinsi Mutu Benih


1=Berlabel % 0=Tidak Berlabel % total
Sumatera Utara 41 41.00 59 59 100
Jawa Barat 65 50.00 65 50 130
Jawa Tengah 100 58.48 71 42 171
Jawa Timur 79 83.16 16 17 95
Sulawesi Selatan 30 31.25 66 69 96
Indonesia 315 53.21 277 47 592

Jarak tanam yang diterapkan sebagian besar petani sudah teratur (87.84
persen) (Tabel 20). Mereka telah mengetahui jarak tanam yang tepat untuk
tanaman padi baik dari PPL maupun pengalaman petani. Jika dilihat per provinsi
maka terutama petani di Jawa Barat dan Jawa Timur sebagian besar (lebih dari 98
persen) telah menerapkan jarak tanam teratur.

Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Jarak Tanam.

Provinsi Jarak tanam


1=teratur % 0=tidak teratur % total
Sumatera Utara 82 82.00 18 18 100
Jawa Barat 128 98.46 2 2 130
Jawa Tengah 135 78.95 36 21 171
Jawa Timur 94 98.95 1 1 95
Sulawesi Selatan 81 84.38 15 16 96
Indonesia 520 87.84 72 12 592

Pada saat ini di Indonesia, petani sangat sulit untuk menerapkan pola
tanam 3 kali padi dalam setahun. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim yang
tidak dapat diprediksi ditambah lagi kondisi infrastruktur seperti irigasi banyak
yang telah rusak. Petani menjadi sulit menentukan kapan mulai tanam. Hampir
91

seluruh petani (92 persen) tidak dapat menerapkan pola tanam 3 kali padi dalam
setahun (Tabel 21). Hanya petani di Jawa Timur yang petaninya cukup banyak
(27.37 persen) menerapkan pola tanam 3 kali padi dalam setahun. Sementara di
Sumatera Utara dan Jawa Barat sama sekali tidak bisa. Mereka hanya bisa
menerapkan maksimal dua kali tanam padi dalam setahun. Di Jawa Tengah dan
Sulawesi Selatan, hanya sebagian kecil petani ( 8 persen) dapat menerapkan pola
tanam 3 kali padi setahun.

Tabel 21. Sebaran Responden Berdasarkan PolaTanam.

Provinsi Pola Tanam


1=3kali padi % 0=kurang dari 3 kali padi % total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 15 8.77 156 91 171
Jawa Timur 26 27.37 69 73 95
Sulawesi Selatan 8 8.33 88 92 96
Indonesia 49 8.28 543 92 592

Jika dilihat dari cara tanam, sebagian besar petani (82.94 persen)
menggunakan cara tanam pindah yaitu benih padi disemaikan terlebih dahulu,
baru kemudian benih tersebut ditanam (Tabel 22).

Tabel 22. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Tanam.

Provinsi Cara Tanam


1=tanam pindah % 0=Tabela % total
Sumatera Utara 98 98.00 2 2 100
Jawa Barat 130 100.00 - - 130
Jawa Tengah 142 83.04 29 17 171
Jawa Timur 79 83.16 16 17 95
Sulawesi Selatan 42 43.75 54 56 96
Indonesia 491 82.94 101 17 592

Jika dilihat per provinsi, hanya petani di Sulawesi Selatan yang sebagian
besar menerapkan tabela (tanam benih langsung). Hasil pengkajian Saenong, et al
(1998) di Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Luwu, Maros, dan
Gowa dengan masing-masing 500 hektar menunjukkan bahwa cara tabela dapat
92

menghasilkan gabah 0.44 ton/ha lebih tinggi dari cara tanam pindah (7.1 persen).
Selain itu cara tabela juga dapat menghemat biaya produksi rata-rata Rp 47 700/ha
(7.9 persen) lebih rendah di banding tanam pindah.
Jika dilihat dari sistem tanam, sistem legowo belum banyak diterapkan
petani. Hal ini dapat dibuktikan bahwa sebagian besar petani (85 persen) tidak
menerapkan sistem tanam legowo baik legowo 2:1 maupun legowo 4:1. Jika
dilihat per provinsi, sebagian besar petani di setiap provinsi juga tidak
menerapkan sistem tanam legowo (Tabel 23). Di Jawa Barat sebanyak 30 persen
petaninya menerapkan sistem tanam legowo. Menurut Badan Litbang Pertanian
(2007), populasi tanaman model legowo 4:1 dengan jarak tanam (20 × 10cm) ×
40 cm adalah 36 rumpun per m2, sedangkan dengan sistem tegel 20 × 20cm
sebanyak 25 rumpun per m2. Hal ini akan berpengaruh terhadap populasi tanaman
per satuan luas dan jumlah anakan produktif, dan pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap produksi padi.

Tabel 23. Sebaran Responden Berdasarkan Sistem Tanam.

Provinsi Sistem Tanam


1=legowo % 0=Bukan legowo % total
Sumatera Utara 11 11.00 89 89 100
Jawa Barat 39 30.00 91 70 130
Jawa Tengah 12 7.02 159 93 171
Jawa Timur 16 16.84 79 83 95
Sulawesi Selatan 8 8.33 88 92 96
Indonesia 86 14.53 506 85 592

Penyulaman pada tanaman padi merupakan aktivitas penting yang


bertujuan untuk mengganti tanaman yang mati. Sebagian besar petani (91 persen)
melakukan penyulaman walaupun hanya satu kali, namun ada pula petani yang
tidak melakukan penyulaman (Tabel 24.). Jika dilihat per provinsi, sebagian besar
petani di lima provinsi melakukan penyulaman.
93

Tabel 24. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyulaman.

Provinsi Frekuense Penyulaman


Tidak pernah % 1 kali % 2 kali % >2 kali % total Rata-rata
Sumatera Utara 2 2.00 98 98 - - - - 100 0.98
Jawa Barat 3 2.31 127 98 - - - - 130 0.98
Jawa Tengah 31 18.13 140 82 - - - - 171 0.82
Jawa Timur 11 11.58 84 88 - - - - 95 0.88
Sulawesi Selatan 8 8.33 88 92 - - - - 96 0.92
Indonesia 55 9.29 537 91 - - - - 592 0.92

Penyiangan adalah proses pembersihan tanaman dari gulma. Sebagian


besar petani (51 persen) melakukan penyiangan dua kali dalam satu musim tanam.
Demikian pula petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur lebih dari 50
persen petani melakukan penyiangan dua kali dalam satu musim tanam (Tabel 25).
Sementara petani di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan sebagian besar
melakukan penyiangan satu kali semusim. Semakin sering dilakukan penyiangan
maka akan meningkatkan produktivitas karena tidak ada kompetisi dalam
perolehan hara antara padi dengan gulma.

Tabel 25. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyiangan.

Frekuensi penyiangan
Provinsi Tidak Rata-
pernah % 1 kali % 2kali % >2 kali % total rata
Sumatera Utara 8 8.00 47 47 35 35 10 10 100 1.49
Jawa Barat 6 4.62 21 16 68 52 35 27 130 2.08
Jawa Tengah 4 2.34 10 6 100 58 57 33 171 2.71
Jawa Timur 10 10.53 13 14 54 57 18 19 95 1.98
Sulawesi Selatan - - 49 51 43 45 4 4 96 1.53
Indonesia 28 4.73 140 24 300 51 124 21 592 1.96

Penyemprotan hama dan penyakit tanaman dilakukan oleh sebagian petani


(39 persen) rata-rata 3-4 kali dalam satu musim tanam. Hal ini terjadi di Jawa
Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Lebih dari 40 persen petani di tiga
provinsi tersebut melakukan penyemprotan 3-4 kali per musim tanam. (Tabel 26).
Sementara di Sumatera Utara petani menyemprot lebih dari 4 kali semusim (lebih
dari 40 persen petani). Hanya petani di Jawa Tengah yang frekuensi
94

penyemprotannya relatif kurang karena 38 persen petani menyemprot hanya 1-2


kali semusim.

Tabel 26. Sebaran Responden Berdasarkan Frekuensi Penyemprotan.


Frekuensei penyemprotan
Provinsi 1 -2 3-4 >4 Rata-
Tidak pernah % kali % kali % kali % total rata
Sumatera Utara 4 4.00 28 28 25 25 43 43 100 4.21
Jawa Barat 4 3.08 12 9 64 49 50 38 130 4.31
Jawa Tengah 11 6.43 65 38 55 32 40 23 171 3.54
Jawa Timur 8 8.42 16 17 42 44 29 31 95 3.77
Sulawesi Selatan - - 39 41 43 45 14 15 96 3.40
Indonesia 27 4.56 160 27 229 39 176 30 592 3.85

Mekanisasi pasca penen dilakukan saat perontokan gabah dan ternyata


sebagian besar petani melakukannya secara manual (55.74 persen). Demikian
juga jika dilihat per provinsi. Di Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi
Selatan sebagian besar petani melakukan perontokan secara manual. Kecuali di
Jawa Tengah, perontokan dilakukan dengan mesin tresher oleh sebagian besar
petani (53 persen), dan Di Jawa Barat seluruh petani melakukan perontokan
dengan mesin tresher (Tabel 27.).

Tabel 27. Sebaran Responden Berdasarkan Perontokan Gabah.

Provinsi Perontokan
1=manual % 0=mesin % total
Sumatera Utara 91 91.00 9 9 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 80 46.78 91 53 171
Jawa Timur 78 82.11 17 18 95
Sulawesi Selatan 81 84.38 15 16 96
Indonesia 330 55.74 262 44 592

5.5. Kelembagaan Usahatani

Kelembagaan di level petani sangat penting untuk keberhasilan usahatani.


Kelompok tani merupakan lembaga yang mewadahi petani di tingkat desa.
95

Hampir seluruh petani (92.06 persen) berpendapat bahwa di desa mereka terdapat
kelompok tani (Tabel 28). Demikian pula jika dilihat secara per provinsi.

Tabel 28. Sebaran Responden Berdasarkan Adanya Kelompok Tani.

Provinsi Adanya Kelompok Tani di Desa


1=ada % 0=tidak ada % total
Sumatera Utara 94 94.00 6 6 100
Jawa Barat 111 85.38 19 15 130
Jawa Tengah 157 91.81 14 8 171
Jawa Timur 95 100.00 - - 95
Sulawesi Selatan 88 91.67 8 8 96
Indonesia 545 92.06 47 8 592

Adanya kelompok tani di setiap desa ternyata tidak menjamin petani ikut
serta dalam keanggotaan. Di Provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Sulawesi Selatan sebagian besar petani adalah anggota kelompok tani.
Kecuali di Jawa Barat, banyak petani yang tidak menjadi anggota kelompok tani
(50 persen) (Tabel 29). Merujuk bahwa Jawa Barat adalah sentra produksi padi,
banyak petani yang mengandalkan pengalaman (bukan kelompok tani) untuk
bekal usahatani.

Tabel 29. Sebaran Responden Berdasarkan Keanggotaan Kelompok Tani.

Keanggotaan Kelompok Tani


Provinsi 0=bukan
1=anggota % anggota % total
Sumatera Utara 64 64.00 36 36 100
Jawa Barat 65 50.00 65 50 130
Jawa Tengah 124 72.51 47 27 171
Jawa Timur 49 51.58 46 48 95
Sulawesi Selatan 70 72.92 26 27 96
Indonesia 372 62.84 220 37 592

Bagi petani yang telah menjadi anggota kelompok, ternyata tidak


seluruhnya aktif. Sebagian besar petani di provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan tidak aktif dalam kelompok tani. Jumlah petani
yang aktif paling banyak di Provinsi Jawa Tengah karena 60.23 persen petaninya
96

aktif dalam kelompok tani (Tabel 30). Provinsi lain yang memiliki banyak petani
aktif dalam kelompok yaitu Sulawesi Selatan (45.83 persen). Petani
mengganggap bahwa aktif dalam kelompok tani berarti harus meluangkan waktu,
terlebih jika lokasi penyuluhan jauh dari rumahnya. Sementara petani perlu focus
kepada usahataninya apalagi pada saat pemeliharaan tanaman. Petani telah merasa
cukup dengan pengalaman dan keterampilan yang dimiliki.

Tabel 30. Sebaran Responden Berdasarkan Keaktifan Pada Kelompok Tani.

Provinsi Keaktifan Dalam Kelompok Tani di Desa


1=aktif % 0=tidak aktif % Total
Sumatera Utara 36 36.00 64 64 100
Jawa Barat 34 26.15 96 74 130
Jawa Tengah 103 60.23 68 40 171
Jawa Timur 26 27.37 69 73 95
Sulawesi Selatan 44 45.83 52 54 96
Indonesia 243 41.05 349 59 592

Peningkatan produksi dapat didukung oleh pemberian penyuluhan


mengenai perubahan teknik budidaya, mekanisasi, penggunaan input baru dan
unggul, jumlah input yang optimal, dan peningkatan teknologi. Sebagian besar
petani (53.72 persen) pernah ikut serta dalam penyuluhan padi (Tabel 31). Jika
dilihat per provinsi, Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan paling unggul
dalam keikutsetaan penyuluhan padi. Di Sumatera Utara dan Jawa Timur
sebagian besar petaninya (60 persen) tidak ikut serta dalam penyuluhan padi.
PPL adalah pihak lembaga penyuluhan yang memberikan informasi dan
teknologi yang dapat mendukung usahatani. Namun pada kenyataannya sebagian
besar petani (58 persen) tidak menerima informasi dan teknologi dari PPL.
97

Tabel 31. Sebaran Responden Berdasarkan Keikutsertaan Dalam Penyuluhan Padi


Tahun 2010.

Provinsi Keikutsertaan Dalam Penyuluhan Padi


1=ikut % 0=tidak % Total
Sumatera Utara 40 40.00 60 60 100
Jawa Barat 74 56.92 56 43 130
Jawa Tengah 106 61.99 65 38 171
Jawa Timur 38 40.00 57 60 95
Sulawesi Selatan 60 62.50 36 38 96
Indonesia 318 53.72 274 46 592

Begitu pula jika dilihat per provinsi, lebih dari 50 persen petani tidak
menerima informasi dan teknologi dari PPL (Tabel 32). Banyaknya petani yang
tidak menerima informasi dan teknologi dari PPL disebabkan petani tidak aktif
dalam kelompok tani atau pihak PPL yang jarang melakukan penyuluhan karena
terlalu luasnya wilayah kerja atau kurangnya jumlah tenaga PPL.

Tabel 32. Sebaran Responden Berdasarkan Informasi Teknologi .

Informasi dan Teknologi


1 = adanya 0 = tidak adanya
Provinsi informasi dan informasi dan
teknologi dari PPL % teknologi dari PPL % total
Sumatera Utara 46 46.00 54 54 100
Jawa Barat 49 37.69 81 62 130
Jawa Tengah 77 45.03 94 55 171
Jawa Timur 28 29.47 67 71 95
Sulawesi Selatan 47 48.96 49 51 96
Indonesia 247 41.72 345 58 592

Dosis pupuk yang tepat akan meningkatkan produktivitas. Informasi


penetapan dosis pupuk diterapkan petani berdasarkan rekomendasi PPL atau
pengalaman sendiri. Sebagian besar petani di seluruh provinsi (93 persen)
menetapkan dosis pupuk berdasarkan rekomendasi PPL (Tabel 33). Demikian
pula jika dilihat per provinsi di lima provinsi sentra lebih dari 85 persen petaninya
menetapkan dosis pupuk berdasarkan saran PPL. Dalam hal ini sebenarnya PPL
sangat dibutuhkan dalam penyebaran informasi dan teknologi, hanya saja
terkadang petani merasa lebih tahu dan berpengalaman atau merasa tidak punya
waktu untuk aktif dalam kelompok tani.
98

Tabel 33. Sebaran Responden Berdasarkan Sumber Penetapan Dosis Pupuk.

Provinsi Sumber Penetapan Dosis Pupuk


1=Pengalaman sendiri % 0=Saran PPL % total
Sumatera Utara 4 4.00 96 96 100
Jawa Barat 4 3.08 126 97 130
Jawa Tengah 19 11.11 152 89 171
Jawa Timur 12 12.63 83 87 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 41 6.93 551 93 592

Keputusan secara kelompok akan menghasilkan kesepakatan bersama


yang disetujui demi kepentingan bersama. Tindakan pengendalian hama dapat
dilakukan secara kelompok atau individu. Pengendalian secara kelompok
diharapkan dapat memberantas hama secara menyeluruh sehingga akan lebih
efektif. Namun pada kenyataannya, sebagian besar petani (62.67 persen)
melakukannya secara individu kecuali di Jawa Tengah. (Tabel 34 ).

Tabel 34. Sebaran Responden Berdasarkan Tindakan Pengendalian Hama.

Provinsi Tindakan Pemberantasan Hama


1=Individu % 0=Kelompok % total
Sumatera Utara 65 65.00 35 35 100
Jawa Barat 101 77.69 29 22 130
Jawa Tengah 84 49.12 87 51 171
Jawa Timur 66 69.47 29 31 95
Sulawesi Selatan 55 57.29 41 43 96
Indonesia 371 62.67 221 37 592

Di Jawa Tengah, sebagian besar petani (51 persen) melakukan


pengendalian hama secara kelompok. Pengendalian secara kelompok akan lebih
efektif dan efisien dalam hal penghematan biaya, penggunaan tenaga kerja,
kesepakatan jadwal penyemprotan, dan penetapan jenis serta dosis obat.
Modal sebagai aspek pendukung usahatani padi sangat dibutuhkan dalam
penggunaan input yang optimal. Modal diperoleh dari internal atau eksternal.
Lembaga keuangan bank adalah salah satu lembaga keuangan formal yang
mendukung petani dalam permodalan. Namun pada kenyataannya hanya 19.76
persen petani yang akses ke lembaga keuangan bank (Tabel 35). Sebagian besar
99

petani di semua provinsi tidak pernah akses ke lembaga keuangan bank. Hal ini
menunjukkan bahwa lembaga keuangan bank tidak diminati sebagai sumber
modal dan mereka lebih menyukai sumber modal informal atau internal.

Tabel 35. Sebaran Responden Berdasarkan Akses Ke Lembaga Keuangan Bank .

Provinsi Akses Terhadap Lembaga Keuangan


1=pernah meminjam % 0=tidak pernah % total
Sumatera Utara 30 30.00 70 70 100
Jawa Barat 16 12.31 114 88 130
Jawa Tengah 23 13.45 148 87 171
Jawa Timur 13 13.68 82 86 95
Sulawesi
35 36.46 61 64
Selatan 96
Indonesia 117 19.76 475 80 592

Ketersediaan sarana produksi tepat waktu akan meningkatkan efisiensi.


Dengan demikian semakin dekat jarak usahatani dengan penyedia sarana produksi
maka akan semakin efisien. Sebagian besar petani di seluruh provinsi
menyatakan bahwa lokasi penyedia sarana produksi yang biasa dihubungi berada
di dalam desa (79.90 persen) sehingga memungkinkan ketersediaan input tepat
waktu (Tabel 36). Terlebih di Jawa Barat dimana 92.31 persen petani menyatakan
bahwa lokasi penyedia sarana produksi yang biasa dihubungi berada di dalam
desa. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi sarana produksi di Jawa Barat relatif
lebih baik.

Tabel 36. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Saprodi.

Provinsi Lokasi Penyedia Sarana Produksi Yang Biasa Dihubungi


1=Dalam Desa % 0=Luar Desa % total
Sumatera Utara 82 82.00 18 18 100
Jawa Barat 120 92.31 10 8 130
Jawa Tengah 123 71.93 48 28 171
Jawa Timur 77 81.05 18 19 95
Sulawesi Selatan 71 73.96 25 26 96
Indonesia 473 79.90 119 20 592

Traktor dibutuhkan petani saat pengolahan lahan sehingga penyedia


traktor sebaiknya berada di dalam desa agar kebutuhan traktor atau jasa
100

pengolahan lahan secara tepat waktu dapat terpenuhi. Di setiap provinsi sentra,
sebagian besar petani menyatakan bahwa lokasi penyedia traktor yang biasa
dihubungi berada di dalam desa, terutama di Jawa Tengah sebanyak 91.81 persen
petani menyatakan bahwa lokasi penyedia traktor berada di dalam desa (Tabel 37).
Hal ini memudahkan pengolahan tanah untuk dilakukan tepat waktu.

Tabel 37. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Traktor.

Provinsi Lokasi Penyedia Traktor Yang Biasa Dihubungi


1=Dalam Desa % 0=Luar Desa % total
Sumatera Utara 75 75.00 25 25 100
Jawa Barat 108 83.08 22 17 130
Jawa Tengah 157 91.81 14 8 171
Jawa Timur 80 84.21 15 16 95
Sulawesi Selatan 83 86.46 13 14 96
Indonesia 503 84.97 89 15 592

Dalam hal penyedia pompa, sebagian besar petani (93 persen) menyatakan
lokasi penyedia pompa berada di luar desa (Tabel 38.). Demikian pula dilihat
secara provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa sampai saat ini kebutuhan air masih
tercukupi dari irigasi bukan air pompa. Hanya saja di Jawa Tengah sebanyak
24.56 persen petani menyatakan bahwa lokasi penyedia pompa yang biasa
dihubungi berada di dalam desa. Hal ini mengindikasikan bahwa Jawa Tengah
relatif kekurangan air untuk padi dibandingkan provinsi lain. Sumber air dari
irigasi tidak cukup sehingga perlu tambahan dari pompa. Sumber air dari irigasi
tidak menjamin dan tidak dapat selalu diandalkan karena kondisinya yang rusak.

Tabel 38.Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Pompa.

Provinsi Lokasi Penyedia Pompa yang Biasa Dihubungi


1=Dalam Desa % 0=Luar Desa % total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 42 24.56 129 75 171
Jawa Timur 2 2.11 93 98 95
Sulawesi
- - 96 100
Selatan 96
Indonesia 44 7.43 548 93 592
101

Peralatan panen dan pasca panen dapat mempengaruhi penyusutan dan


rendemen gabah. Penyusutan juga dipengaruhi oleh jarak usahatani ke lokasi
peralatan tersebut. Semakin jauh jarak ke lokasi peralatan panen dan pascapanen
akan berdampak pada mahalnya transportasi, dan peluang rusak atau tercecer.
Secara umum sebanyak 67 persen petani menyatakan bahwa lokasi penyedia alat
panen yang biasa dihubungi berada di luar desa mereka. Jika dilihat per provinsi,
hampir di seluruh provinsi (Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, dan
Sulawesi Selatan) sebagian besar petani (lebih dari 70 persen) juga menyatakan
bahwa lokasi penyedia alat panen dan pasca panen berada di luar desa. (Tabel 39).
Kecuali di Jawa Tengah, sebagian besar petani (50.29 persen) menyatakan bahwa
lokasi penyedia alat panen dan pasca panen berada di dalam desa.

Tabel 39. Sebaran Responden Berdasarkan Lokasi Penyedia Alat Panen dan
Pascapanen.

Lokasi Penyedia Alat panen dan Pasca Panen Yang Biasa


Provinsi Dihubungi
1=Dalam Desa % 0=Luar Desa % total
Sumatera Utara 26 26.00 74 74 100
Jawa Barat 30 23.08 100 77 130
Jawa Tengah 86 50.29 85 50 171
Jawa Timur 27 28.42 68 72 95
Sulawesi Selatan 29 30.21 67 70 96
Indonesia 198 33.45 394 67 592

Hubungan petani dengan para penyedia sarana produksi dan peralatan


serta pedagang beras selain hubungan jual beli secara tunai, juga banyak petani
terikat dengan mereka dalam hal penyediaan modal, bantuan penyediaan barang
konsumsi, penyediaaan sarana atau peralatan secara kredit, bantuan pemasaran,
atau pembinaan dan penyuluhan.
Jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia sarana produksi, sebagian
besar petani menyatakan tidak ada ikatan (Tabel 40). Hanya petani di Sulawesi
Selatan yang sebagian petaninya (17.71 persen) memiliki ikatan bisnis dengan
penyedia sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan, benih, dan sebagainya.
102

Tabel 40. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Sarana
Produksi.

Provinsi Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Sarana Produksi


1=Ada ikatan % 0=Tidak ada ikatan % total
Sumatera Utara 6 6.00 94 94 100
Jawa Barat 4 3.08 126 97 130
Jawa Tengah 11 6.43 160 94 171
Jawa Timur 1 1.05 94 99 95
Sulawesi Selatan 17 17.71 79 82 96
Indonesia 39 6.59 553 93 592

Jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia pompa ternyata hampir
seluruh petani (99 persen) di setiap provinsi menyatakan tidak ada ikatan (Tabel
41).

Tabel 41. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia


Pompa.

Provinsi Ikatan BIsnis Dengan Penyedia Pompa


1=ada ikatan % 0=tidak ada ikatan % total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 4 2.34 167 98 171
Jawa Timur - - 95 100 95
Sulawesi Selatan - - 96 100 96
Indonesia 4 0.68 588 99 592

Jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia traktor ternyata sebagian
besar (95 persen) petani juga menyatakan tidak ada ikatan (Tabel 42). Hanya
petani di Sulawesi Selatan yang sebagian petaninya (15.63 persen) memiliki
ikatan bisnis dengan penyedia sarana traktor.
103

Tabel 42. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Sarana
Traktor Tahun 2010.

Provinsi Ikatan BIsnis Dengan Penyedia Traktor


1=Ada Ikatan % 0=Tidak Ada Ikatan % total
Sumatera Utara 5 5.00 95 95 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 6 3.51 165 96 171
Jawa Timur 3 3.16 92 97 95
Sulawesi Selatan 15 15.63 81 84 96
Indonesia 29 4.90 563 95 592

Demikian pula jika dilihat dari ikatan bisnis dengan penyedia alat panen,
ternyata hampir seluruh petani (99 persen) menyatakan tidak ada ikatan bisnis
dengan mereka terumata petani di Sumatera Utara dan Jawa Barat. (Tabel 43).

Tabel 43.Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Alat


Panen.

Provinsi Ikatan Bisnis Dengan Penyedia Alat panen dan Pasca Panen
1=Ada Ikatan % 0=Tidak ada ikatan % total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat - - 130 100 130
Jawa Tengah 5 2.92 166 97 171
Jawa Timur 1 1.05 94 99 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 8 1.35 584 99 592

Pedagang beras adalah lembaga hilir sebagai pembeli gabah petani yang
berbeda dengan lembaga hulu sebegai penyedia input. Untuk pasokan yang
kontinyu biasanya pedagang beras melakukan kerjasama dengan petani. Namun
ternyata sebagian besar petani (94 persen) tidak mekakukan ikatan bisnis dengan
pedagang beras (Tabel 44). Hal ini menunjukkan adanya kemandirian petani
dalam melakukan usahataniya. Hanya sebagian petani di Jawa Timur yang
melakukan hal tersebut yaitu sebanyak 21.05 persen.
104

Tabel 44. Sebaran Responden Berdasarkan Ikatan Bisnis Dengan Pedagang Beras.

Provinsi Ikatan BIsnis Dengan Pedagang Beras


1=Ada ikatan % 0=tidak ada ikatan % total
Sumatera Utara 5 5.00 95 95 100
Jawa Barat 2 1.54 128 98 130
Jawa Tengah 8 4.68 163 95 171
Jawa Timur 20 21.05 75 79 95
Sulawesi Selatan 2 2.08 94 98 96
Indonesia 37 6.25 555 94 592

Kemandirian ini juga dapat dilihat dari cara menjual. Hampir seluruh
petani di setiap provinsi menjual gabahnya dengan cara tidak diijonkan (Tabel
45). Hal ini dilakukan karena petani tidak terlalu membutuhkan dana keperluan
konsumsi secara segera dan petani cukup memiliki modal untuk mendanai
usahatani sendiri tanpa bantuan tengkulak.. Kelemahannya yaitu petani
menanggung risiko produksi sampai saat panen. Namun hal ini dapat
dikompensasi karena cara menjual tanpa ijon seperti ini dianggap lebih
menguntungkan. Petani memperoleh harga yang lebih tinggi sehingga
penerimaannya lebih tinggi. Pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
usahatani padi.

Tabel 45. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Menjual.

Provinsi Cara Menjual


1=ijon % 0=Lainnya % Total
Sumatera Utara - - 100 100 100
Jawa Barat 1 0.77 129 99 130
Jawa Tengah - - 171 100 171
Jawa Timur 1 1.05 94 99 95
Sulawesi Selatan - - 96 100 96
Indonesia 2 0.34 590 100 592

5.6. Kinerja Usahatani


Salah satu kinerja usahatani adalah produktivitas. Produktivitas padi
berbeda antar provinsi. Secara rata-rata produktivitas padi di seluruh Indonesia
melebihi 5 ton/ha. Petani di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur memperoleh
produktivitas tertinggi dan Jawa Tengah terendah (5.163 ton/ha) (Tabel 46).
105

Tabel 46. Kinerja Usahatani Padi Antar Provinsi Sentra.


Sumatera Jawa Sulawesi
Variabel Utara Jawa Barat Tengah Jawa Timur Selatan
5,741 5,429 5,163 5,487 5,247
produktivitas (kg/ha)
6,152,079 12,281,562 3,891,606 4,787,721 6,406,885
penerimaan padi (Rp)
1,983,946 4,350,108 1,651,460 1,787,623 1,937,878
biaya padi (Rp)
4,168,133 7,931,454 2,240,146 3,000,098 4,469,007
keuntungan padi (Rp)
18,876,178 28,988,493 10,449,104 14,356,892 20,952,987
penerimaan sawah (Rp)
11,006,851 12,263,804 16,864,187 11,838,597 17,046,012
penerimaan non sawah (Rp)
penerimaan komoditi
22,124,429 31,504,697 15,381,490 16,320,258 24,499,747
pertanian (Rp)
penerimaan non pertanian
8,384,100 9,992,492 12,666,637 10,495,389 13,551,335
(Rp)
30,508,529 41,497,190 28,048,127 26,815,648 38,051,082
penerimaan total (Rp)
16,076,295 15,916,369 12,566,787 13,612,423 12,500,655
penerimaan padi her ha (Rp)
5,003,068 5,695,259 5,380,311 5,203,643 3,800,201
biaya padi per ha (Rp)
11,073,227 10,221,110 7,186,477 8,408,780 8,700,454
keuntungan padi per ha (Rp)
3.71 2.89 2.64 2.98 3.49
R/C
512,673 1,023,464 324,301 398,977 533,907
Penghasilan padi per bulan
share padi terhadap
0.2017 0.2960 0.1387 0.1785 0.1684
penerimaan total
2,542,377 3,458,099 2,337,344 2,234,637 3,170,924
penghasilan per bulan

Penerimaan padi tertinggi dicapai oleh petani Jawa Barat (Rp 12 281 562)
karena lahan garapannya paling luas (0.75 ha) sehingga walaupun biaya yang
dikeluarkan paling besar (Rp 4 350 108) namun menghasilkan keuntungan paling
tinggi (Rp 7 931 454). Demikian pula jika dilihat rata-rata per ha, penerimaan
yang tinggi per ha (Rp 15 916 369) dengan biaya per ha Rp 5 695 259, maka
menghasilkan keuntuingan yang tinggi (Rp 10 221 110) dan nilai R/C yang tinggi
pula (2.89). nilai R/C ini menunjukkan kondisi efisiensi dimana setiap tambahan
satu rupiah biaya maka akan menghasilkan tambahan penerimaan sebesar Rp 2.89.
Jika dilihat dari penerimaan total dari sawah yang digarap, maka petani di Jawa
Barat juga menghasilkan penerimaan tertinggi (Rp 28 988 493). Demikian pula
penghasilan dari total komoditi pertanian paling tinggi (Rp 31 504 697). Namun
kebalikannya penerimaan non pertanian petani di Jawa Barat adalah rendah (Rp 9
992 492). Hal ini menunjukkan bahwa petani di Jawa mengandalkan
penghasilannya dari sawah dengan komoditi pertaniannya.
106

Kondisi petani di Jawa Tengah dengan produktivitas paling rendah (5.163


ton/ha), menghasilkan penerimaan paling rendah pula (Rp 3 891 606) sehingga
walaupun biaya yang dikeluarkan paling rendah (Rp 1.651 460) namun
keuntungan yang diperoleh juga paling rendah (Rp 2 240 146). Jika dilihat rata-
rata per ha maka penerimaan padi per ha petani di Jawa Tengah adalah rendah (Rp
12 566 787) dengan biaya Rp 5 380 311 dan menghasilkan keuntungan per ha
juga paling rendah (Rp 7 186 477) dan nilai R/C terendah (2.64) yang
mengindikasikan efisiensi usahatani padi di Jawa Tengah relatif rendah
dibandingkan dengan provinsi lain. Demikian pula dengan penerimaan total dari
sawah adalah paling rendah (Rp 10 449 104) serta penerimaan dari total komoditi
pertanian paling rendah (Rp 15 381 490). Walaupun penerimaan total dari sawah
paling rendah, namun petani di Jawa Tengah menghasilkan penerimaan non
sawah yang tinggi melebihi Jawa Barat (Rp 16 864 187) dan juga penerimaan non
pertanian yang tinggi (Rp 12 666 637), sehingga hal ini dapat mengkompensasi
rendahnya penghasilan dari padi.
Di setiap provinsi di Indonesia, secara rata-rata penerimaan padi per bulan
hanya sekitar Rp 500 000, kecuali di Jawa Barat Rp 1 023 464. Penerimaan ini
pun belum dikurangi biaya produksi sehingga belum mencerminkan pendapatan
bersih. Rendahnya penghasilan dari usahatani padi ini merupakan cerminan
betapa miskinnya petani padi di Indonesia dibandingkan petani komoditi lain.
Untuk itulah tidak jarang petani padi mengkonversi lahannya ke komoditi lain
atau ke sector lain (industri dan property) karena return to land yang tinggi.
Jika dilihat dari penerimaan total rumahtangga maka penghasilan petani di
Jawa Barat adalah tertinggi (Rp 41 497 190) dan terendah adalah petani di Jawa
Timur (Rp 26 815 648). Sedangkan petani di Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan
Sulawesi Selatan, walaupun penghasilan dari sawah relatif rendah namun terbantu
oleh penghasilan non sawah. Walaupun petani responden menganggap usahatani
padi sebagai mata pencaharian utama namun ternyata share penerimaan padi
terhadap penerimaan total rumahtangga tidak lebih dari 20 persen, dan paling
rendah di Jawa Tengah hanya 13.87 persen. Kecuali di Jawa Barat share
penerimaan padi sebanyak 29,6 persen. Hal ini menunjukkan bahwa upaya dan
curahan kerja yang tinggi pada usahatani padi yang membutuhkan pemeliharaan
107

intensif dan dianggap sebagai matapencaharian utama, ternyata tidak dapat


menjadi andalan penghasilan. Hal ini karena selain keuntungan per hektarnya
relatif rendah dibandingkan dengan komoditi lain juga karena lahan garapan yang
tidak luas. Untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga, petani masih memerlukan
penghasilan tambahan baik dari komoditi lain atau dari sector lain. Dengan
demikian penghasilan total rumahtangga per bulan meningkat menjadi lebih dari
Rp 2 000 000. Penghasilan per bulan tertinggi dicapai oleh petani di Jawa Barat
sehingga petani padi di Jawa Barat dianggap relatif lebih kaya dari petani padi di
provinsi lain. Secara keseluruhan data karakteristik responden selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 3.
108
109

VI. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

6.1. Fungsi Produksi Padi di Sumatera Utara


Produksi padi ditentukan oleh penggunaan input-inputnya baik lahan,
benih, pupuk, dan tenaga kerja. Analisis fungsi produksi menggambarkan
hubungan produksi dengan input-inputnya. Analisis fungsi produksi dilakukan
untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di lokasi penelitian.
Metode OLS (Ordinary Least Square) dilakukan terlebih dahulu untuk menguji
apakah terdapat pelanggaran asumsi atau tidak (multikolinearity, autokorelasi,
dan heteroskeasticity). Selain itu dengan OLS terlebih dahulu, ditemukan
beberapa variabel yang memiliki nilai koefisien yang negatif. Keberadaan nilai
yang negatif ini sebaiknya dihindari. Agar relevan dengan analisis ekonomi maka
nilai koefisien fungsi produksi haruslah positif. Hal ini berlaku asumsi bahwa
penggunaan fungsi Cobb-Douglas adalah dalam keadaan The Law of Diminishing
Return untuk setiap inputnya sehingga informasi yang diperoleh dapat dipakai
untuk melakukan upaya agar setiap penambahan input dapat menghasilkan
tambahan output yang lebih besar.
Model fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi stochastic
frontier Cobb-Douglas. Sebelumnya fungsi produksi diduga dengan metode OLS
(Ordinary Least Square) dan menghasilkan fungsi produksi yang dianggap telah
fit serta memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap variabel adalah lebih
dari nol yang berarti fungsi produksi yang tidak pernah decline (tidak mencapai
daerah irrasional III), tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak terjadi
multicollinearity (VIF<10) yang artinya tidak terjadi korelasi antar variabel
independent, nilai R2 yang besar (89.61 persen) yang artinya variasi produksi padi
dipengaruhi oleh variasi variabel independent sebanyak 89.61 persen dan sisanya
(10.39 persen) dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam
model. Parameter dugaan pada fungsi produksi stochastic frontier menunjukkan
nilai elastisitas produksi frontier dari input-input yang digunakan. Return to scale
yang dihasilkan mendekati satu yang artinya berada dalam kategori constant
return to scale (RTS≈1). Petani beroperasi pada daerah rasional II dimana
110

terdapat posisi keuntungan maksimum. Koefisien dalam fungsi produksi yang


merupakan pangkat fungsi Cobb-Douglas merupakan elastisitas produksi masing-
masing input yang digunakan. Jumlah koefisien fungsi ini merupakan kondisi
return to scale dan hasilnya adalah 1.065. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
produksi Cobb-Douglas dengan metode MLE ini berada dalam kondisi Constant
Return To Scale (sesuai dengan asumsi fungsi produksi Cobb-Douglas). Sama
halnya dengan total koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan
angka 1.149 yang berarti Constant Return To Scale. Oleh karena sulitnya
melakukan uji restriksi dengan metode MLE yang menggunakan frontier, maka
uji restriksi hanya dilakukan dengan metode OLS dengan SAS dan menghasilkan
nilai t-hitung yang signifikan sehingga dapat dikatakan berada pada constant
return to scale. Adapun rincian hasil pendugaan dengan metode OLS di setiap
provinsi, rata-rata nasional, dan potensi maksimum nasional beserta uji
restriksinya dapat dilihat pada Lampiran 2. Dari keseluruhan uji restriksi tersebut
dihasilkan bahwa secara statistik jumlah parameter estimates adalah sama dengan
satu sehingga dikatakan berada pada constant return to scale.
Berikutnya yaitu pendugaan dengan metode MLE (Maximum Likelihood
Estimation) yang menghasilkan fungsi produksi yang dianggap fit karena
memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Nilai log likelihood dengan metode MLE
(+22.587) adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS
(+3.6415) yang berarti fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik dan
sesuai dengan kondisi di lapangan. Nilai menunjukkan distribusi dari error
term inefisiensi ( ) dan nilai 0.169 adalah cukup kecil sehingga terdistribusi
secara normal. Nilai parameter merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di
dalam efek residual total. Nilai yang mendekati 1 yaitu 0.924 menunjukkan
bahwa error term hanya berasal dari akibat inefisiensi ( ) dan bukan berasal dari
noise ( ). Model ini sangat baik karena nilai yang mendekati 1. Sedangkan
jika mendekati nol diinterpretasikan bahwa seluruh error term adalah sebagai
akibat dari noise ( ) seperti iklim, cuaca, hama, dan sebagainya dan bukan akibat
dari inefisiensi. Jika terjadi demikian, maka parameter koefisien inefisiensi
menjadi tidak berarti. Tabel 47 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi
dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif
111

dan tidak ada pelanggaran asumsi. Variabel input yang diduga dalam model ini
mempengaruhi produksi padi yaitu lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk
KCl dan musim.
Hasil pendugaan menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari
petani responden pada tingkat teknologi yang ada (constant technology). Variabel
lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%. Parameter estimates variabel
lahan yang merupakan elastisitas produksinya bernilai paling besar (+0.847)
dibandingkan dengan variabel lain yang artinya jika lahan diperluas 1 persen
maka produksi akan meningkat 0.847 persen. Produksi dikatakan paling responsif
terhadap lahan dibandingkan terhaap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan
yang sempit (0.375 ha) maka diperlukan adanya perluasan lahan. Implikasinya
adalah jika pemerintah hendak meningkatkan produksi padi di Sumatera Utara,
maka variabel lahan lah yang seharusnya menjadi perhatian utama.

Tabel 47. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Sumatera


Utara Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio VIF


beta 0 8.0079*** 18.840 -
lahan (ha) 0.8473*** 9.195 9.460
benih (kg) 0.1377** 1.525 8.957
tenaga kerja (HOK) 0.0629*** 1.751 1.209
urea (kg) 0.0152*** 2.194 1.057
KCL (kg) 0.003 0.513 1.014
Dmusim (0.009) (0.241) 1.006
R2 0.896
CRTS 1.066
sigma-squared ( 2) 0.170 3.555
Gamma ( ) 0.924 25.985
log LF MLE 22.587
log LF OLS 3.642
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata pada taraf α=5%

Variabel tenaga kerja dan pupuk urea signifikan terhadap produksi pada
taraf α=5% dan benih signifikan terhadap produksi pada taraf α=10% dengan
parameter estimates positif masing-masing tenaga kerja (+0.0629), pupuk urea
(+0.0152) dan benih (+0.1377). Ketiga input ini berpengaruh terhadap produksi
112

dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari lahan. Sementara variabel pupuk
KCl memiliki parameter positif namun tidak signifikan berpengaruh terhadap
produksi. Demikian pula musim, tidak berpengaruh terhadap produksi.

6.2. Fungsi Produksi Padi di Jawa Barat


Model fungsi produksi padi di Jawa Barat yang dapat dilihat pada Tabel
48 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap
variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak
terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R2 yang besar (90.82 persen), dan Return
to scale yang dihasilkan mendekati satu (0.9961). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.00521 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (+32.952) adalah lebih besar dari nilai
log likelihood dengan metode OLS (+20.048). Nilai cukup kecil (0.11) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.77.

Tabel 48. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Jawa


Barat Dengan Metode MLE.

variabel coefficient t-ratio VIF


beta 0 8.4744*** 27.2884 -
lahan (ha) 0.9434*** 13.7747 7.1450
benih (kg) 0.0166 0.2779 6.6059
tenaga kerja (HOK) 0.0230 0.7541 1.3246
urea (kg) 0.0076 0.2162 2.6049
KCL (kg) 0.0055 0.4151 1.0545
Dmusim 0.1245*** 3.7874 1.0098
R2 0.9082
CRTS 0.9961
sigma-squared ( 2) 0.1160 4.7219
Gamma ( ) 0.7703 9.1656
log LF MLE 32.9522
log LF OLS 20.0476
Keterangan : *** nyata pada taraf α=5%
113

Tabel 48 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode


MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada
pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%.
Parameter estimates lahan bernilai paling besar (+0.9434) dibandingkan dengan
variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan
terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan yang kurang dari 1 ha (0.75
ha) maka masih diperlukan adanya perluasan lahan.
Variabel lain yang signifikan berpengaruh terhadap produksi yaitu musim
dengan parameter positif (+0.124) dan taraf α=5% yang artinya peluang produksi
lebih tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini
mengindikasikan bahwa di Jawa Barat selain kebutuhan perluasan lahan juga
ketersediaan air yang optimal sangat diperlukan. Kondisi jaringan irigasi yang
rusak membuat ketersediaan air saat musim kemarau menjadi sangat terbatas
sehingga mempengaruhi produksi padi. Sementara saat musim hujan produksi
lebih baik karena tanaman tidak kekurangan air (dan juga tidak kelebihan air).
Implikasinya adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi di Jawa Barat sehingga
kebutuhan air untuk tanaman padi tersedia secara optimal baik saat musim
kemarau juga saat musim hujan. Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul
yang tahan terhadap kekeringan. Variabel benih, tenaga kerja, pupuk urea, dan
pupuk KCl walaupun tandanya positif namun tidak signfikan berpengaruh
terhadap produksi.

6.3. Fungsi Produksi Padi di Jawa Tengah

Model fungsi produksi padi di Jawa Tengah yang dapat dilihat pada Tabel
49 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap
variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak
terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R2 yang besar (84.71 persen), dan Return
to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.23). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.31 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (-10.7574) adalah lebih besar dari nilai
114

log likelihood dengan metode OLS (-36.6316). Nilai cukup kecil (0.57) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.95. Tabel 49 merupakan hasil
pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien
seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi.
Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%. Parameter
estimates lahan bernilai paling besar (+0.9398) dibandingkan dengan variabel lain.
Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan terhadap input
lainnya. Dengan kondisi lahan garapan yang sempit (0.29 ha) maka masih
diperlukan adanya perluasan lahan.

Tabel 49. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Jawa


Tengah Dengan Metode MLE.

variabel coefficient t-ratio VIF


beta 0 7.8962 *** 28.7552 -
lahan (ha) 0.9398*** 16.5569 3.7040
benih (kg) 0.1316*** 2.2521 2.9919
tenaga kerja (HOK) 0.0860** 1.4208 1.7741
urea (kg) 0.0603** 1.3845 3.1310
KCL (kg) 0.0160*** 2.1815 1.0242
dmusim 0.0690*** 1.8553 1.0217
R2 0.8471
CRTS 1.2338
sigma-squared ( 2) 0.5787 1.5550
Gamma ( ) 0.9545 8.7770
log LF MLE (10.7574)
log LF OLS (36.6316)
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata pada taraf α=5%

Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan


berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen
dengan parameter positif (0.1316), tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=10 persen dengan parameter positif (+0.086), pupuk urea
signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan
parameter positif (+0.060), dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.016). Keempat input
ini masih perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi
115

walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan.
Implikasinya adalah perlunya dukungan empat macam input ini dengan harga
yang terjangkau, terutama harga benih unggul dan harga pupuk KCl.
Variabel lain musim signifikan berpengaruh terhadap produksi dengan
parameter positif (+0.069) dan taraf α=5% yang artinya peluang produksi lebih
tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan
bahwa di Jawa Tengah selain kebutuhan perluasan lahan juga ketersediaan air
yang optimal sangat diperlukan. Kondisi jaringan irigasi yang rusak membuat
ketersediaan air saat musim kemarau menjadi sangat terbatas sehingga
mempengaruhi produksi padi. Sementara saat musim hujan produksi lebih baik
karena tanaman tidak kekurangan air (dan juga tidak kelebihan air). Implikasinya
adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi di Jawa Tengah sehingga kebutuhan air
untuk tanaman padi tersedia secara optimal baik saat musim kemarau juga saat
musim hujan. Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan
terhadap kekeringan.

6.4. Fungsi Produksi Padi di Jawa Timur


Model fungsi produksi padi di Jawa Timur yang dapat dilihat pada Tabel
50 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter setiap
variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama tidak
terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R2 yang besar (96.79 persen), dan Return
to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.31). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.24 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (+82.9334) adalah lebih besar dari nilai
log likelihood dengan metode OLS (+62.6417). Nilai cukup kecil (0.0284) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.9999. Tabel 48 merupakan hasil
pendugaan fungsi produksi dengan metode MLE yang menghasilkan koefisien
seluruh variabel yang positif dan tidak ada pelanggaran asumsi.
116

Tabel 50. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Jawa


Timur Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio VIF


beta 0 7.9862*** 39.4684 -
lahan (ha) 1.0286*** 26.2141 5.9410
benih (kg) 0.1970*** 3.5906 7.4517
tenaga kerja (HOK) 0.0411** 1.3148 1.6675
urea (kg) 0.0430** 1.5412 3.1017
KCL (kg) 0.0003 0.1207 1.2210
Dmusim (0.0256)** (1.3035) 1.0399
2
R 0.9679
CRTS 1.3101
2
sigma-squared ( ) 0.0284 2.7232
Gamma ( ) 1.0000 2,369.5414
log LF MLE 82.9334
log LF OLS 62.6417
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata pada taraf α=5%

Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%. Parameter


estimates lahan bernilai paling besar (+1.0286) dan parameter estimates ini
dikatakan elastis karena memiliki nilai lebih dari satu yang artinya dengan
peningkatan lahan 1 persen maka dapat meningkatkan produksi yang lebih dari 1
persen (1.0286 persen). Hal ini mengindikasikan bahwa produksi sangat responsif
terhadap lahan. Dengan kondisi lahan garapan yang sempit (0.325 ha)
implikasinya adalah masih diperlukan adanya perluasan lahan. Sementara empat
variabel input lainnya memiliki nilai parameter positif dan kurang dari satu yang
artinya inelastis. Keempat input ini elastisitas produksinya sangat kecil. Variabel
benih signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan
nilai parameter +0.197, variabel tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=10 persen dengan nilai parameter +0.0411, dan variabel
pupuk urea signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen
dengan nilai parameter +0.043. Ketiga input ini masih perlu ditingkatkan
penggunaannya untuk meningkatkan produksi terutama benih, walaupun
elastisitas produksinya lebih kecil dari variabel lahan. Implikasinya adalah
perlunya dukungan benih unggul dengan harga yang terjangkau. Input KCl
walaupun memiliki nilai parameter positif namun tidak signifikan berpengaruh
terhadap produksi.
117

Variabel musim signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10


persen dengan parameter negatif (-0.0256) yang artinya peluang produksi lebih
tinggi pada saat musim kemarau daripada musim hujan atau dengan kata lain saat
musim hujan produksi malah lebih rendah. Hal ini terjadi karena curah hujan yang
sangat tinggi saat musim hujan mengakibatkan tanaman terendam dan banyak
tanaman yang mati. Selain itu jika hujan terus-menerus sampai saat panen, maka
banyak bulir padi yang basah sehingga kadar airnya tinggi dan produksi gabah
kering menjadi rendah. Implikasinya adalah perlunya inovasi benih yang tahan
terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim hujan. Selain itu perbaikan
irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim hujan.

6.5. Fungsi Produksi Padi di Sulawesi Selatan


Model fungsi produksi padi di Sulawesi Selatan yang dapat dilihat pada
Tabel 51 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter
setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama
tidak terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R 2 yang besar (94.96 persen), dan
Return to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.08). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.21 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (+67.356) adalah lebih besar dari nilai
log likelihood dengan metode OLS (+47.1777). Nilai cukup kecil (0.0283) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.9459.
Tabel 51 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode
MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada
pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%.
Parameter estimates lahan bernilai paling besar (+0.8603) yang artinya dengan
peningkatan lahan 1 persen maka dapat meningkatkan produksi 0.8603 persen.
Hal ini mengindikasikan bahwa produksi paling responsif terhadap lahan. Dengan
kondisi lahan garapan yang sempit (0.49 ha) implikasinya adalah masih
diperlukan adanya perluasan lahan. Sementara empat variabel input lainnya
memiliki nilai parameter positif dan kurang dari satu yang artinya inelastis.
118

Keempat input ini elastisitas produksinya sangat kecil. Variabel benih signifikan
berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan nilai parameter
+0.07, variabel tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf
α=5 persen dengan nilai parameter +0.0442, variabel pupuk urea signifikan
berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan nilai parameter
+0.1099, dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf
α=10 persen dengan nilai parameter +0.00401. Keempat input ini masih perlu
ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi terutama pupuk urea,
walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan.
Implikasinya adalah perlunya dukungan input dengan harga yang terjangkau.

Tabel 51. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function di Sulawesi


Selatan Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio VIF


beta 0 7.8318*** 30.9934 -
lahan (ha) 0.8603*** 16.8342 4.7815
benih (kg) 0.0702** 1.3938 4.4863
tenaga kerja (HOK) 0.0442*** 2.8022 1.3290
urea (kg) 0.1020*** 3.3521 2.9862
KCL (kg) 0.0040** 1.2347 1.3614
Dmusim (0.0591)** (2.1733) 1.0179
R2 0.9496
CRTS 1.0888
sigma-squared ( 2) 0.0283 3.2253
Gamma ( ) 0.9459 21.1170
log LF MLE 67.3560
log LF OLS 47.1777
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata pada taraf α=5%

Variabel musim signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10


persen dengan parameter negatif (-0.059) yang artinya peluang produksi lebih
tinggi pada saat musim kemarau daripada musim hujan atau dengan kata lain saat
musim hujan produksi malah lebih rendah. Hal ini terjadi karena curah hujan yang
sangat tinggi saat musim hujan mengakibatkan tanaman terendam dan banyak
tanaman yang mati. Selain itu jika hujan terus-menerus sampai saat panen, maka
banyak bulir padi yang basah sehingga kadar airnya tinggi dan produksi gabah
kering menjadi rendah. Implikasinya adalah di Sulawesi Selatan perlu adanya
119

inovasi benih yang tahan terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim
hujan. Selain itu perbaikan irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim
hujan.

6.6. Fungsi Produksi Padi di Indonesia


Model fungsi produksi padi Indonesia (pool data) yang dapat dilihat pada
Tabel 52 dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas. Parameter
setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran asumsi terutama
tidak terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R 2 yang besar (90.75 persen), dan
Return to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.12). Sama halnya dengan total
koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan angka 1.15 yang
berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode MLE (Maximum
Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.
Nilai log likelihood dengan metode MLE (+58.8787) adalah lebih besar dari nilai
log likelihood dengan metode OLS (-3.71621). Nilai cukup kecil (0.74) dan
nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.97.

Tabel 52. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Production Function Rata-Rata di


Indonesia Dengan Metode MLE.

Variable coefficient t-ratio VIF


beta 0 8.3724*** 93.4784 -
lahan (ha) 0.9851*** 50.3945 2.7277
benih (kg) 0.0716*** 3.8075 2.3382
tenaga kerja (HOK) 0.0476*** 3.8524 1.0974
urea (kg) 0.0083** 1.3861 1.2564
KCL (kg) 0.0060*** 2.1785 1.0393
Dmusim 0.0327*** 2.0428 1.0049
R2 0.9075
CRTS 1.1201
sigma-squared ( 2) 0.7419 3.6096
Gamma ( ) 0.9716 114.2349
log LF MLE 58.8787
log LF OLS (3.7162)
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata pada taraf α=5%
120

Tabel 52 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi dengan metode


MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak ada
pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf α=5%.
Parameter estimates lahan bernilai paling besar (+0.985) dibandingkan dengan
variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan dibandingkan
terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan rata-rata 0.3 ha maka masih
diperlukan adanya perluasan lahan untuk usahatani padi di Indonesia.
Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan
berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen
dengan parameter positif (0.0716), tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.0477), pupuk urea
signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=10 persen dengan
parameter positif (+0.0829), dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.00595). Keempat
input ini masih perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi
walaupun dengan elastisitas produksi yang lebih kecil dari variabel lahan.
Implikasinya adalah perlunya dukungan empat macam input ini dengan harga
yang terjangkau, terutama harga benih unggul dan harga pupuk KCl.
Variabel musim signifikan berpengaruh terhadap produksi dengan
parameter positif (+0.03265) dan taraf α=5% yang artinya peluang produksi lebih
tinggi pada saat musim hujan daripada musim kemarau. Hal ini mengindikasikan
bahwa secara rata-rata di Indonesia, untuk meningkatkan produksi padi selain
kebutuhan perluasan lahan juga ketersediaan air yang optimal sangat diperlukan.
Kondisi jaringan irigasi yang rusak membuat ketersediaan air saat musim kemarau
menjadi sangat terbatas sehingga mempengaruhi produksi. Sementara saat musim
hujan produksi lebih baik karena tanaman tidak kekurangan air. Implikasinya
adalah perlunya perbaikan jaringan irigasi sehingga kebutuhan air untuk tanaman
padi tersedia secara optimal baik saat musim kemarau juga saat musim hujan.
Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan terhadap kekeringan.
Petani perlu didukung dalam hal perluasan lahan garapan, peningkatan
penggunaan benih, pupuk urea, pupuk KCl, dan tenaga kerja. Jika perluasan
lahan sawah terutama di Jawa semakin sulit karena permasalahan konversi maka
121

dapat dilakukan ekspansi keluar Jawa dan atau memanfaatkan potensi lahan
kering. Pada Tabel 53 ditunjukkan bahwa terdapat lebih dari 7 juta hektar lahan
kering di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman semusim yang
tersebar di berbagai daerah. Selain itu pemerintah pusat dapat mengkonversi
ulang lahan-lahan non padi menjadi padi dan meningkatkan IP padi menjadi 2-3
kali tanam padi dalam setahun.

Tabel 53.Luas Lahan Kering (ha) Yang Tersedia Untuk Perluasan Areal Pertanian.

Pulau Lahan Kering Tanaman Lahan Kering Total


Semusim Tanaman Tahunan
Sumatera 1 311 776 3 226 785 4 538 561
Jawa 40 544 158 953 199 497
Bali dan Nusa Tenggara 137 659 610 165 747 824
Kalimantan 363 9403 7 272 049 10 911 452
Sulawesi 215 452 601 180 816 632
Maluku dan Papua 1 738 978 3 440 973 5 179 951
Indonesia 7 083 812 15 310 105 22 393 917
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007)

Dukungan input lain perlu terus diupayakan penyediaannya dengan harga


terjangkau agar petani memperoleh input yang optimal dalam kuantitas, kualitas,
kontinuitas, waktu, dan harga. Selama ini dukungan pupuk lebih terkonsentrasi
pada urea, padahal pupuk KCl pun dibutuhkan dalam jumlah yang cukup.
Kurangnya penggunaan KCL dikarenakan harga yang mahal dan distribusi yang
tidak merata. Dukungan benih perlu diupayakan dalam hal terobosan benih unggul
yang produktif dan adaptif terhadap musim dan cuaca serta adaptif terhadap lahan
kering. Pemerintah dapat melakukan promosi misalkan melalui PPL untuk
membina generasi muda keluarga petani agar mencintai pertanian. Dengan
demikian regenerasi usahatani padi dapat dilanjutkan dan penambahan tenaga
kerja dalam keluarga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi. Oleh
karena produksi padi dipengaruhi oleh musim yang terkait dengan iklim dimana
pada saat ini perubahan iklim dan cuaca sulit diprediksi, maka pemerintah perlu
mengupayakan rehabilitasi jaringan irigasi untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
tanaman padi, terutama saat musim kemarau. Hal ini dirasakan mendesak oleh
karena kondisi waduk utama di beberapa provinsi sentra dalam keadaan rusak.
122

Di Jawa Barat, kondisi 3 (tiga) waduk utama, yaitu Waduk Djuanda,


Cirata dan Saguling berada dalam kondisi waspada. Di Jawa Tengah terdapat 4
(empat) waduk utama, yaitu Waduk Wonogiri, Kedungombo, Sempor dan
Wadaslintang dan berada dalam kondisi normal. Waduk-waduk kecil lainnya
yaitu 27 (dua puluh tujuh) waduk dalam kondisi normal, 4 (empat) waduk (Lalung,
Kembangan, Brambang dan Rawapening) dalam kondisi waspada, 2 (dua) waduk
(Song Putri dan Parang Joho) tidak ada data, dan waduk Londanwetan pada saat
ini masih dalam tahap perbaikan. Di Jawa Timur, Waduk Wonorejo berada dalam
kondisi waspada. Sedangkan Waduk Sutami, Lahor, Selorejo dan Bening berada
dalam kondisi normal. Untuk kondisi waduk-waduk kecil lainnya, 13 waduk kecil
di Jawa Timur berada dalam kondisi normal. Kondisi air di bawah standar terjadi
di Wilayah Sungai Brantas, Lodoyo-Tulungagung, Jatimlerek dan Pintu Air
Mlirip. Di Sulawesi Selatan, waduk Bili-bili berada dalam kondisi normal, namun
butuh perawatan.
Sebenarnya upaya ini sudah ada hanya saja belum terealisasi dengan baik.
Tahun 2010 pemerintah sudah memperbaiki 1,5 juta ha prasarana irigasi yang
kondisinya agak rusak. Hal ini dilakukan mengingat sering terjadi bencana alam
di berbagai wilayah di Indonesia. Selain itu juga ada penambahan irigasi baru
seluas 500 ribu ha sehingga dari semula yang 6,7 juta ha sekarang sudah menjadi
7,2 juta ha dalam kondisi yang cukup baik untuk menunjang program ketahanan
pangan. Tahun 2011 ini, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 1.1 triliun
untuk perawatan irigasi, tapi tidak lebih besar dari alokasi pada tahun 2010, yaitu
sebesar Rp 1.8 triliun. Namun, dari total alokasi tahun 2010 itu, hingga akhir
tahun 2011 hanya terserap Rp 720 miliar. Capaian pembangunan jaringan irigasi
hanya seluas 34 500 hektar dari target seluas sekitar 96 000 hektar, sedangkan
rehabilitasi irigasi mencapai luas 147 000 hektar dari target seluas 293 000 hektar.
Alasan tidak tercapainya target tersebut adalah kondisi lahan yang kering dan
curah hujan yang rendah, akibatnya pembangunan irigasi mengalami kendala.
(Ditjen Pengairan, Kementerian PU, 2011).
Jika pemerintah akan melepaskan kebijakan padi ke level provinsi maka,
kebijakan setiap provinsi akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi masing-
masing wilayah. Petani padi di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan masih perlu
123

meningkatkan luas lahan garapan, menambah penggunaan benih, tenaga kerja,


pupuk urea, dan pupuk KCl. Petani di Provinsi Sumatera Utara dan Jawa Timur
juga sama seperti di Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan hanya saja di Sumatera
Utara dan Jawa Timur petani tidak memerlukan penambahan pupuk KCl karena
tidak signifikan terhadap produksi. Sementara itu petani padi di Provinsi Jawa
Barat hanya membutuhkan perluasan lahan untuk meningkatkan produksinya
karena input yang lain tidak signifikan.
Sebagai implikasi, untuk perluasan lahan pemerintah provinsi perlu
mendukung pencetakan sawah baru, pemanfaatan lahan kering, mengkonversi
kembali lahan non padi menjadi padi terutama lahan beririgasi, dan meningkatkan
IP padi menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun. Penambahan tenaga kerja
dapat dilakukan dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Pemerintah
provinsi perlu mengkampanyekan prospek pertanian terutama usahatani padi agar
diminati sebagai lapangan usaha bagi masyarakat desa. Kampanye juga perlu
dikaitkan untuk menekan arus urbanisasi. Untuk dukungan input, dengan adanya
otonomi pemerintah provinsi dapat leluasa menetapkan kebijakan harga pupuk
dan benih yang terjangkau petani serta mendistribusikannya dengan lebih cepat.
Karena keputusan ada di level bawah pemerintah provinsi dapat memperbaiki
infrastruktur sendiri sehingga distribusi menjadi lebih cepat dan input produksi
sampai ke petani dengan tepat jumlah dan tepat waktu.
Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, oleh karena produksi padi dipengaruhi
musim secara signifikan dimana saat musim hujan peluang produksi lebih tinggi
maka implikasinya pemerintah provinsi perlu merehabilitasi jaringan irigasi untuk
menjaga ketersediaan air terutama saat musim kemarau. Sementara di Jawa
Timur dan Sulawesi Selatan, karena saat musim kemarau peluang produksi padi
lebih tinggi maka implikasinya pemerintah provinsi perlu melakukan terobosan
benih unggul yang tahan terhadap rendaman air dan rebahan angin saat musim
hujan. Selain itu perbaikan irigasi juga dapat membantu kelebihan air saat musim
hujan.
124

6.7. Fungsi Produksi Padi Potensi Maksimum Nasional Indonesia

Model fungsi produksi agregat di Indonesia yang merupakan potensi


maksimum setiap provinsi dibangun dari kondisi paling efisien petani di setiap
provinsi. Model fungsi produksi ini adalah Cobb-Douglas stochastic metafrontier
production function. Fungsi metafrontier ini dapat dilihat pada Tabel 54 dan
dianggap telah fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas.

Tabel 54. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Production Function Dengan


Metode MLE.

Variable coefficient t-ratio VIF


beta 0 8.4453*** 26.5280 -
lahan (ha) 0.9066*** 114.2545 2.7277
benih (kg) 0.1393*** 18.0619 2.3382
tenaga kerja (HOK) 0.0433*** 8.9387 1.0974
urea (kg) 0.0136*** 5.3790 1.2564
KCL (kg) 0.0059*** 5.4894 1.0393
Dmusim 0.0365*** 5.5377 1.0049
R2 0.9879
CRTS 1.1086
sigma-squared ( 2) 0.0061 15.8466
Gamma ( ) 0.8990 1.0800
log LF MLE 669.0635
log LF OLS 651.8124
Keterangan : *** nyata pada taraf α=5%

Parameter setiap variabel adalah lebih dari nol, tidak terjadi pelanggaran
asumsi terutama tidak terjadi multicollinearity (VIF<10), nilai R 2 yang besar
(98.79 persen), dan Return to scale yang dihasilkan mendekati satu (1.10). Sama
halnya dengan total koefisien fungsi produksi dengan metode OLS, menghasilkan
angka 1.11 yang berarti Constant Return To Scale. Pendugaan dengan metode
MLE (Maximum Likelihood Estimation) juga dianggap fit karena memenuhi
asumsi Cobb-Douglas. Nilai log likelihood dengan metode MLE (+669.063)
adalah lebih besar dari nilai log likelihood dengan metode OLS (+651.812). Nilai
cukup kecil (0.0061) dan nilai parameter yang mendekati 1 yaitu 0.899.
Tabel 54 merupakan hasil pendugaan fungsi produksi metafrontier dengan
metode MLE yang menghasilkan koefisien seluruh variabel yang positif dan tidak
125

ada pelanggaran asumsi. Variabel lahan signifikan terhadap produksi pada taraf
α=5%. Parameter estimates lahan bernilai paling besar (+0.9066) dibandingkan
dengan variabel lain. Produksi dikatakan paling responsif terhadap lahan
dibandingkan terhadap input lainnya. Dengan kondisi lahan garapan rata-rata 0.3
ha maka masih diperlukan adanya perluasan lahan untuk usahatani padi di
Indonesia.
Seluruh variabel input yang diduga termasuk lahan, ternyata signifikan
berpengaruh terhadap produksi yaitu benih signifikan pada taraf α=5 persen
dengan parameter positif (0.1393), tenaga kerja signifikan berpengaruh terhadap
produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.0433), pupuk urea
signifikan berpengaruh terhadap produksi pada taraf α=5 persen dengan parameter
positif (+0.0136), dan pupuk KCl signifikan berpengaruh terhadap produksi pada
taraf α=5 persen dengan parameter positif (+0.00585). Keempat input ini masih
perlu ditingkatkan penggunaannya untuk meningkatkan produksi. Implikasi
kebijakan yang dapat diterapkan yaitu; untuk perluasan lahan pemerintah pusat
perlu mendukung kebijakan pencetakan sawah baru, pemanfaatan lahan kering
dengan memperhatikan varietas yang sesuai, mengkonversi kembali sebagian
lahan non padi menjadi padi terutama lahan beririgasi, dan meningkatkan IP padi
menjadi 2-3 kali tanam padi dalam setahun. Perluasan lahan tidak generik tetapi
diarahkan ke provinsi yang potensial padi dengan memperhatikan hukum adat
terhadap lahan dari masing-masing provinsi. Dukungan benih perlu diupayakan
dalam hal terobosan benih unggul yang produktif dan adaptif terhadap musim dan
cuaca terutama musim kemarau. Penambahan tenaga kerja dapat dilakukan
dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Pemerintah perlu
mengkampanyekan prospek pertanian terutama usahatani padi ke daerah-daerah
agar diminati sebagai lapangan usaha bagi masyarakat desa. Kampanye juga perlu
dikaitkan untuk menekan arus urbanisasi. Pemerintah dapat melakukan promosi
misalkan melalui PPL untuk membina generasi muda keluarga petani agar
mencintai pertanian. Dengan demikian usahatani dapat diwariskan. Untuk
dukungan input pemerintah dapat menetapkan kebijakan harga pupuk dan benih
yang terjangkau serta memperbaiki infrastruktur untuk kelancaran distribusinya.
Oleh karena produksi dipengaruhi musim yang terkait dengan iklim dimana pada
126

saat ini perubahan iklim dan cuaca sulit diprediksi, maka pemerintah perlu
melakukan rehabilitasi jaringan irigasi untuk pemenuhan kebutuhan air bagi
tanaman padi, terutama saat musim kemarau. Hal ini dirasakan mendesak oleh
karena kondisi waduk utama di beberapa provinsi sentra dalam keadaan rusak.
Selain itu juga perlu adanya inovasi benih unggul yang tahan terhadap kekeringan
dan rebahan angin.

6.8. Sintesis Fungsi Produksi


Fungsi produksi antar provinsi dan potensi maksimum nasional dapat
diringkas pada Tabel 55. Lahan merupakan faktor paling penting karena di setiap
provinsi, rata-rata Indonesia, dan potensi maksimum nasional menghasilkan
parameter terbesar bahkan di Jawa Timur memiliki parameter yang lebih dari satu
yang artinya lahan adalah variabel yang elastis terhadap produksi. Dengan kata
lain produksi paling responsif terhadap lahan sehingga jika pemerintah hendak
meningkatkan produksi padi maka variabel lahan yang menjadi fokus utama.

Tabel 55. Hasil Pendugaan Parameter Fungsi Produksi Antar Provinsi dan Potensi
maksimum nasional
Variabel Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi Potensi
Indonesia
Utara Barat Tengah Timur Selatan maksimum
beta 0 8.008*** 8.474*** 7.896 *** 7.986*** 7.831*** 8.372*** 8.445***
lahan (ha) 0.847*** 0.943*** 0.940*** 1.029*** 0.860*** 0.985*** 0.907***
benih (kg) 0.138** 0.017 0.132*** 0.197*** 0.070** 0.071*** 0.139***
tenaga kerja
0.063*** 0.023 0.086** 0.041** 0.044*** 0.048*** 0.043***
(HOK)
urea (kg) 0.015*** 0.008 0.060** 0.043** 0.110*** 0.008** 0.014***
KCL (kg) 0.003 0.005 0.016*** 0.000 0.004** 0.006*** 0.006***
Dmusim (0.009) 0.124*** 0.069*** (0.026)** (0.059)** 0.033*** 0.0365***
Keterangan : ** nyata pada taraf α=10%, ***nyata pada taraf α=5%

Variabel lain memiliki parameter yang jauh lebih rendah dari lahan.
Walaupun dengan nilai parameter yang kecil, variabel benih adalah variabel
penting setelah lahan. Dengan demikian perluasan lahan erat kaitannya dengan
peningkatan penggunaan benih. Upaya pemanfaatan lahan kering untuk tanaman
semusim dalam rangka perluasan usahatani padi membutuhkan benih yang adaptif
terhadap lahan kering. Untuk meningkatkan penggunaan benih perlu adanya
kebijakan harga benih yang terjangkau dan didukung oleh distribusi yang lancar
127

sampai ke pelosok baik di Jawa maupun di luar Jawa. Secara umum rata-rata di
Indonesia, seluruh input berpengaruh terhadap produksi sehingga penggunaan
input-input masih perlu ditingkatkan untuk meningkatkan produksi.
Jika dilihat antar provinsi, di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur
tidak semua variabel signifikan mempengaruhi produksi sehingga upaya untuk
mencapai produksi maksimum dilakukan melalui peningkatan penggunaan input
yang signifikan saja. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi maksimum
nasional, untuk mencapai produksi maksimum, seluruh petani masih perlu
meningkatkan input-inputnya terutama lahan dan berikutnya benih. Variabel
dummy musim relatif signifikan terhadap produksi dengan tanda positif yang
artinya peluang produksi pada saat musim hujan lebih tinggi daripada musim
kemarau. Hal ini karena padi relatif membutuhkan air yang cukup dibandingkan
tanaman lain sehingga penanaman saat musim hujan dapat menghasilkan panen
yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan air sangat penting.
Dengan kondisi jaringan irigasi yang rusak, implikasinya adalah perlunya
rehabilitasi jaringan irigasi untuk menjaga ketersediaan air yang optimal. Dengan
irigasi yang baik, diharapkan saat musim hujan ketersediaan air tidak berlebih
sehingga tanaman tidak terendam dan di saat musim kemarau ketersediaan air
mencukupi sehingga tanaman tidak kekeringan. Kondisi ini berdampak perlunya
dukungan benih unggul yang adaptif terhadap musim.
128
129

VII. ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

Jika fungsi produksi ditentukan oleh penggunaan input-inputnya maka


fungsi inefisiensi ditentukan oleh faktor lain selain input. Variabel yang diduga
mempengaruhi inefisiensi sebagai aspek managerial input dalam penelitian ini
yaitu variabel individu petani (umur dan pendidikan), variabel karakteristik
usahatani (status lahan), variabel karakteristik input (mutu benih), variabel teknik
budidaya (pengolahan lahan dan pola tanam), karakterstik kelembagaan (akses ke
lembaga keuangan formal dan keaktifan dalam kelompok tani) serta karaktersitik
kinerja usahatani (penerimaan total rumahtangga). Output fungsi inefisiensi ini
merupakan hasil simultan yang diolah bersamaan dengan fungsi produksi karena
inefisiensi merupakan error term dari fungsi produksi yang dimodelkan. Model
yang digunakan yaitu Cobb-Douglas dengan metode MLE. Pendugaan dengan
metode MLE (Maximum Likelihood Estimation) menghasilkan fungsi produksi
yang dianggap fit karena memenuhi asumsi Cobb-Douglas baik di lima provinsi
sentra, rata-rata Indonesia (pool data), dan juga secara bechmark nasional dengan
memperhatikan variasi antar provinsi.
Seluruh nilai log likelihood dengan metode MLE lebih besar dari nilai log
likelihood dengan metode OLS, nilai yang menunjukkan distribusi dari error
term inefisiensi ( ) adalah cukup kecil, dan nilai yang mendekati 1 yang
menunjukkan bahwa error term hanya berasal dari akibat inefisiensi ( ) dan
bukan berasal dari noise ( ). Adapun rincian output stochastic frontier
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

7.1.Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sumatera Utara


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 56. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8363 atau 83.63 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
16.37 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan telah efisien.
130

Tabel 56. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Sumatera


Utara Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio


delta 0 -0.9158 -0.9703
umur (tahun) 0.0108 0.6574
pendidikan (tahun) -0.0012 -0.0485
status lahan -0.7577*** -2.2984
mutu benih -0.1174 -0.4715
pengolahan lahan 0.8726*** 1.0976
akses lembaga keuangan 0.1286 0.7522
keaktifan kelompok tani -0.0504 -0.2021
penerimaan rumahtangga (Rp) - <0.0001*** -1.8801
pola tanam - 1
mean TE 0.8363
Keterangan : *** nyata pada taraf α=5%

Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis


usahatani padi di Sumatera Utara, terdapat tiga variabel yang signifikan
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu status lahan signifikan berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan parameter estimates negatif (-
0.7577), pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis
pada taraf α= 15% dengan parameter estimates positif (+0.8726), dan penerimaan
total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf
α=5% dengan parameter estimates negatif (-0.0000000104). Sementara enam
variabel lainnya tidak signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi, walaupun lima
dari enam variabel tersebut tanda dari parameter estimates sesuai dengan hipotesis
yaitu umur, pendidikan, mutu benih, keaktifan dalam kelompok tani, dan pola
tanam.
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter negatif yang artinya status
lahan „pemilik‟ akan menurunkan inefisiensi dibandingkan status lahan non
pemilik, atau dengan kata lain kepemilikan lahan akan meningkatkan efisiensi
usahatani padi. Hal ini wajar terjadi di Sumatera Utara untuk petani padi karena
dengan kepemilikan lahan yang digarap, terdapat sense of belonging sehingga
petani akan memanfaatkan lahan tersebut sebaik-baiknya dan menghasilkan
efisiensi yang lebih tinggi. Terlebih usahatani padi adalah matapencaharian utama
131

bagi petani responden di Sumatera Utara. Penggunaan input diupayakan secara


optimal untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Implikasinya adalah
perlunya kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan serta memfasilitasi
petani dalam pembelian lahan untuk padi. Pemerintah dapat pula menata kembali
tata guna lahan serta inventarisasi kepemilikan lahan termasuk lahan absentee
demi kepentingan petani kecil. Selama ini orientasi pemerintah Sumatera Utara
lebih kepada tanaman non padi (palawija, hortikultura dan perkebunan) sehingga
mengesampingkan padi. Kesempatan ekspansi dan peruntukan lahan perkebunan
lebih diizinkan daripada untuk kepentingan usahatani padi, bahkan lahan padi
banyak yang dikonversi ke sawit karena insentif return to land sebagai dampak
warisan atau jual beli. Kepemilikan lahan padi petani semakin mengecil sehingga
semakin tidak efisien. Kebutuhan ekspansi lahan yang didukung input lain secara
optimal selain dapat meningkatkan produksi juga dapat meningkatkan efisiensi.
Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. yang menghubungkan luas lahan dengan
indeks efisiensi dimana semakin luas lahan maka akan semakin efisien.
1,00
Technical efficiency

0,80

0,60

0,40

0,20

-
- 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200
Lahan (ha)
Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 14. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Sumatera Utara

Jika dilihat dari sebaran petani responden (Tabel 57) maka petani yang
efisien sebagian besar adalah petani pemilik lahan. Dari 75 petani yang efisien
(nilai efisiensi ≥0.8) sebanyak 69 petani (93 persen) adalah petani pemilik lahan
sedangkan dari sebagian besar (23 orang) petani yang kurang efisien (0.6≤x<0.8)
sebanyak 13 petani (57 persen) adalah petani yang bukan pemilik lahan.
132

Tabel 57. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan Garapan Petani Padi di Sumatera Utara.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % total
<0.2 1 100.00 - - 1 100
0.2≤x<0.4 - - -
0.4≤x<0.6 1 100.00 - - 1 100
0.6≤x<0.8 10 43.48 13 57 23 100
≥0.8 69 92.00 6 8 75 100
total 81 81.00 19 19 100 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda positif yang artinya mekanisasi dengan traktor tidak membuat
efisien. Oleh karena lahan garapan yang sempit dan variasi aktivitas teknik
budidaya, maka usahatani padi di Sumatera Utara lebih efisien dilakukan secara
labor intensif. Kualitas pengolahan lahan oleh tenaga manusia dan bajak dianggap
tidak kalah dengan traktor sehingga sejalan dengan fungsi produksi bahwa
penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi. Dari sebaran petani
responden (Tabel 58) dapat dilihat terdapat 25 petani yang menggunakan traktor
namun tidak efisien (nilai efisiensi <0.8) dan seluruh petani yang tidak
menggunakan traktor (4 petani) ternyata efisiensinya lebih tinggi (>0.8).

Tabel 58. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pengolahan Lahan di Sumatera Utara.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % total
<0.2 1 100.00 - - 1 100
0.2≤x<0.4 - - -
0.4≤x<0.6 1 100.00 - - 1 100
0.6≤x<0.8 23 100.00 - - 23 100
≥0.8 71 94.67 4 5 75 100
total 96 96.00 4 4 100 100

Implikasinya adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif


dan disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit. Misalkan pemilihan jenis
traktor kecil.
133

Variabel penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap


efisiensi dengan tanda negatif yang artinya semakin tinggi penerimaan total
rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal
ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak
(menuju penggunaan input optimal) adalah lebih besar daripada petani dengan
penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden
(Tabel 59) dapat dilihat bahwa petani yang tidak efisien (nilai efisiensi <0.6)
adalah mereka yang penghasilannya rendah (penerimaan total rumahtangga <Rp
20 juta), sementara petani berpenghasilan tinggi (>Rp40 juta) hampir seluruhnya
adalah petani yang efisien. Implikasinya adalah perlunya petani menambah
penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu
senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah.

Tabel 59. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga di Sumatera Utara.
PENERIMAAN TOTAL
Tingkat <10 10-20 20-30 30-40 >40
Efiesiensi juta % juta % juta % juta % juta % total
<0.2 - - 1 100 - - - - - - 1 100
- - - - - - - - - - - -
0.2≤x<0.4
0.4≤x<0.6 1 100 - - - - - - - - 1 100
0.6≤x<0.8 6 26 7 30.4 3 13 6 26 1 4 23 100
≥ 21 28 26 34.7 11 15 6 8 11 15 75 100
Total 28 28 34 34.0 14 14 12 12 12 12 100 100

Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor


yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas serta keuntungan usahatani padi. Hal ini dapat
ditunjukkan oleh Gambar 15 dimana terdapat hubungan positif antara efisiensi
dengan produktivitas.
134

1,20
1,00

technical efficiency
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 2.000,000 4.000,000 6.000,000 8.000,000 10.000,000
produktivitas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 15. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sumatera Utara

7.2.Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Barat


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 60. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.9047 atau 90.47 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
9.259 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan sangat efisien.

Tabel 60. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Jawa


Barat Dengan Metode MLE.

variabel coefficient t-ratio


delta 0 -1.0617* -1.2474
umur (tahun) 0.0188*** 1.7908
pendidikan (tahun) -(0.0258** -1.5357
status lahan 0.5400*** 1.685
mutu benih 0.6889*** -2.2894
pengolahan lahan 0.3700*** -1.7366
akses lembaga keuangan 0.1462* 1.13
keaktifan kelompok tani 0.6395*** 2.206
penerimaan rumahtangga (Rp) 0.0022 0.9201
pola tanam -0.0014*** -2.1776
mean TE 0.9074
Keterangan : * nyata pada taraf α=15%, ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata
pada taraf α=5%
135

Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis


usahatani padi di Jawa Barat, terdapat delapan variabel yang signifikan
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu umur signifikan berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan parameter estimates positif
(+0.01878), pendidikan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada
taraf α= 10% dengan parameter estimates negatif (-0.02584), status lahan
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan
parameter estimates positif (+0.54), mutu benih berpengaruh terhadap inefisiensi
teknis pada taraf α= 5% dengan parameter estimates negatif (-0.68886),
pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf
α=5% dengan parameter estimates negatif (-0.37), akses ke lembaga keuangan
formal signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=15%
dengan parameter estimates positif (+0.146176), keaktifan kelompok tani
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan
parameter estimates positif (+0.63952), dan pola tanam signifikan berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates negatif (-
0.00136).
Jika dilihat dari variabel umur, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter positif yang artinya semakin
tua umur KK akan meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi.

Tabel 61. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Umur KK di Jawa Barat.
Tingkat Umur (tahun)
Efisiensi <30 % 30-40 % 40-50 % 50-60 % ≥60 % TOTAL %
<0.2 -
0.2≤x<0.4 -
0.4≤x<0.6 - - - - 1 33 1 33 1 33 3 100
0.6≤x<0.8 - - - - 3 50 3 50 - - 6 100
≥ 2 1.65 14 12 50 41 31 26 24 20 121 100
total 2 1.54 14 11 54 42 35 27 25 19 130 100

Petani responden adalah kepala keluarga yang merupakan manajer


sekaligus penggarap yang usianya relatif tidak muda lagi. Sementara usahatani
padi relatif membutuhkan tenaga dan fisik yang kuat karena variasi aktivitas
136

budidaya yang intensif, menyita waktu dan hampir tidak ada masa istirahat sejak
pengolahan lahan sampai panen. Hal ini membuktikan bahwa petani yang
berumur lebih muda akan menghasilkan usahatani yang lebih efisien. Kondisi di
lapangan membuktikan bahwa petani berada pada usia tua dan hal ini menjadi
masalah dalam efisiensi. Dilihat dari sebaran responden (Tabel 61) maka petani
yang efisien (nilai efisiensi > 0.8) sebagian besar berumur muda dan petani yang
tidak efisien (<0.8) adalah mereka yang berumur tua.
Implikasinya adalah ke depan perlu adanya regenerasi dari orang tua
petani kepada anak atau keluarganya yang lebih muda. Permasalahannya banyak
petani yang tidak mempersiapkan anaknya untuk mewarisi usahataninya karena
anaknya bersekolah di sektor non pertanian, atau jika sekolahnya di pertanian pun
mereka tidak mau bekerja di usahatani bahkan tidak kembali ke desanya. Mereka
menganggap usahatani padi tidak bergengsi dan tidak menguntungkan. Hal ini
berdampak usahatani padi orang tuanya semakin tidak efisien karena umur yang
semakin tua. Pada akhirnya karena warisan lahannya dijual atau dikonversi ke
sektor lain. Implikasi bagi pemerintah adalah perlunya kampanye sektor pertanian
agar diminati generasi muda dan masyarakat pedesaan sehingga mencintai
pertanian dan walaupun mereka sekolah di tempat lain namun bersedia kembali ke
desa untuk membangun pertanian. Promosi sektor pertanian juga diperlukan untuk
menekan urbanisasi sehingga dapat menahan masyarakat desa tidak migrasi ke
kota. Upaya yang dapat dilakukan yaitu perlunya menggalakkan lapangan kerja
pertanian dan agroindustri pedesaan yang profitabel dengan didukung oleh
infrastuktur jalan dan pasar di pedesaan.
Jika dilihat dari variabel pendidikan KK, maka variabel tersebut signifikan
berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda negatif (-0.0258) yang artinya
semakin tinggi pendidikan, maka inefisiensi akan semakin turun. Hal ini
menyatakan bahwa pendidikan merupakan variabel penting yang dapat
meningkatkan efisiensi. Dengan pendidikan yang lebih tinggi petani memiliki
kemampuan membaca dan menulis yang lebih baik sehingga memiliki
kesempatan lebih untuk dapat membaca buku, surat kabar, majalah, internet, dan
media lain. Wawasan yang lebih luas membuat petani lebih mampu mencari
informasi harga, informasi lokasi pemasok, informasi pasar, informasi input-input
137

baru, teknik budidaya baru, atau peluang ekspor. Selain itu menambah
keingintahuan petani terhadap hal-hal baru yang terjadi saat ini secara up to date
baik di dalam negeri maupun di luar negeri sebagai pembanding. Dengan
demikian petani menjadi percaya diri dalam pengambilan keputusan usahatani dan
percaya diri dalam pergaulan sehingga dapat membina network dengan PPL,
balai-balai yang mendukung usahatani, atau lembaga penelitian yang dapat
mengantar petani kepada kesempatan pelatihan, training, kunjungan atau studi
banding. Selain itu dengan pendidikan yang lebih tinggi petani memiliki
kemampuan menghitung yang lebih baik sehingga lebih hati-hati dalam
pengeluaran, lebih rapi dalam pencatatan keuangan, dan lebih peka terhadap
peluang keuntungan.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa petani responden di Jawa Barat
berpendidikan rendah karena sebanyak 78.46 persen berpendidikan SD. Hal ini
menjadi masalah dalam efisiensi dan dapat menjadi landasan kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan manajerial petani.
Peningkatan pendidikan formal tidak diperlukan setinggi-tingginya karena
penekanannya lebih kepada pendidikan non formal. Petani dengan pendidikan
yang lebih tinggi, akan lebih terbuka dalam menerima informasi dan lebih mudah
mengadopsi atau menerima perubahan teknologi sehingga hal ini akan
meningkatkan efisiensi. Pendidikan petani dapat merupakan kombinasi antara
pendidikan formal dan atau informal seperti keterampilan teknis atau peningkatan
softskill melalui pelatihan atau training. Adapun sebaran petani pada Tabel 62
menunjukkan bahwa petani dengan pendidikan lebih dari SD adalah petani yang
efisien.
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif (+0.54) yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
138

menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan yang didukung input optimal. Dengan perluasan lahan
garapan ternyata dapat meningkatkan efisiensi (Gambar 16).

Tabel 62. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pendidikan KK di Jawa Barat.

Tingkat Pendidikan (tahun)


Efisiensi <=6 % 7≤y≤9 % >9 % total
<0.2 - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 100.00 - - - - 3 100
0.6≤x<0.8 5 83.33 - - 1 17 6 100
≥ 94 77.69 20 17 7 6 121 100
Total 102 78.46 20 15 8 6 130 100

1,00
technical efficiency

0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
luas lahan (ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 16. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi di Jawa Barat

Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non


padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 63 dapat dilihat bahwa seluruh petani non-pemilik
adalah petani yang efisien.
139

Tabel 63. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan di Jawa Barat.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 100.00 - - 3 100
0.6≤x<0.8 6 100.00 - - 6 100
≥ 93 76.86 28 23 121 100
Total 102 78.46 28 22 130 100

Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien


negatif (-0.68886) yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau
dengan kata lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi.
Terkait dengan perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi (yang tercermin
dalam variabel musim dan variabel benih pada fungsi produksi) maka
implikasinya adalah perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul
yang adaptif terhadap musim dan dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik.
Dari sebaran responden pada Tabel 64 terlihat bahwa hampir seluruh petani yang
menggunakan benih berlabel adalah petani yang efisien.

Tabel 64. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Mutu Benih di Jawa Barat.

Tingkat Mutu Benih


Efisiensi 1=Berlabel % 0=Tidak Berlabel % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 1 33.33 2 67 3 100
0.6≤x<0.8 2 33.33 4 67 6 100
≥ 62 51.24 59 49 121 100
Total 65 50.00 65 50 130 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda negatif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat
meningkatkan efisiensi. Kondisi usahatani padi di lokasi (Karawang, Subang, dan
Indramayu) relatif terhampar sehingga penggunaan traktor dapat menghemat
waktu dan tenaga kerja. Implikasinya pengolahan lahan perlu dilakukan petani
140

secara kolektif dan serempak. Selain itu perlu dukungan pemerintah dalam hal
pemilihan jenis traktor yang sesuai kondisi lahan di Jawa Barat, sesuai dengan
pengolahan lahan musim hujan, MK1 atau MK2, serta dengan biaya yang
terjangkau petani pengguna. Pada Tabel 65 dapat dilihat sebaran petani
berdasarkan tingkat efisiensi teknis dan pengolahan lahan. Dari tabel tersebut
dapat dijelaskan bahwa petani yang menggunakan traktor dalam pengolahan
lahannya sebagian besar memiliki nilai efisiensi yang tinggi.

Tabel 65. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa Barat.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % Total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 2 66.67 1 33 3 100
0.6≤x<0.8 5 83.33 1 17 6 100
≥ 120 99.17 1 1 121 100
Total 127 97.69 3 2 130 100

Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut


memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Dari sebaran petani pada Tabel 66 dapat dijelaskan
bahwa banyak petani yang tidak akses ke lembaga keuangan formal namun
usahatani padinya efisien.
141

Tabel 66. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal di Jawa Barat.

Tingkat Akses Terhadap Lembaga Keuangan


Efisiensi 1=pernah meminjam % 0=tidak pernah % Total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 1 33.33 2 67 3 100
0.6≤x<0.8 1 16.67 5 83 6 100
≥ 14 11.57 107 88 121 100
Total 16 12.31 114 88 130 100

Penyuluhan dapat meningkatkan efisiensi melalui perubahan teknik


budidaya, mekanisasi, penggunaan input baru dan unggul, jumlah input yang
optimal, dan peningkatan teknologi. Dalam usahatani penyuluhan dapat diperoleh
melalui lembaga kelompok tani dimana PPL sebagai agen diseminasi informasi
dan teknologi. Namun jika dilihat dari variabel keaktifan kelompok tani maka
variabel ini signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan tanda positif
yang artinya keaktifan dalam kelompok tani malah menurunkan efisiensi. Hal ini
bertentangan dengan hipotesis di awal bahwa keaktifan dalam kelompok tani
diduga akan semakin meningkatkan efisiensi teknis usahatani padi yang
dikelolanya. Kondisi ini terjadi karena mereka menganggap dengan lamanya
pengalaman dapat menggantikan peran penyuluhan dalam meningkatkan
keterampilan usahatani padi. Dengan aktif dalam kelompok tani mereka merasa
membuang-buang waktu dan lebih baik menghemat waktu untuk dapat lebih
fokus kepada usahataninya. Keanggotaan mereka kadang hanya untuk tujuan
perolehan bantuan, bukan untuk menerima penyuluhan sehingga mereka tidak
datang jika diundang untuk penyuluhan. Hal ini terbukti bahwa sebagian besar (74
persen) petani responden di Jawa Barat tidak aktif dalam kelompok taninya.
Kehadiran petani jika diundang untuk suatu acara terkadang dengan terpaksa atau
segan terhadap penyuluh dan aparat pemerintah atau karena ada insentif keuangan
dibalik itu.
142

Tabel 67. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok Tani di Jawa Barat.

Tingkat Keaktifan Dalam Kelompok Tani di Desa


Efisiensi 1=Aktif % 0=Tidak Aktif % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 100.00 - - 3 100
0.6≤x<0.8 4 66.67 2 33 6 100
≥ 27 22.31 94 78 121 100
Total 34 26.15 96 74 130 100

Pada Tabel 67 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan indeks efisiensi


dan keaktifan dalam kelompok tani bahwa hampir seluruh petani yang tidak aktif
(98 persen) adalah petani yang efisien (indeks efisiensi >0.8) sementara petani
yang aktif sebagian tidak efisien (21 persen) dan yang efisien sebanyak 79 persen
(Tabel 67). Kondisi ini berimplikasi perlunya pemerintah mendesain ulang sistem
dan metode penyuluhan yang efektif sehingga dirasakan perlu oleh petani dan
dapat meningkatkan efisiensi usahatani padi.
Variabel pola tanam signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi dengan
tanda negatif yang artinya IP (Intensitas penanaman) padi tiga kali setahun dapat
menurunkan inefisiensi atau meningkatkan efisiensi. Hal ini terjadi karena
pemanfaatan lahan menjadi optimal untuk penanaman padi. Sejalan dengan
variabel mutu benih, implikasinya adalah perlunya inovasi benih unggul yang
adaptif terhadap musim hujan, MK1, dan MK2. Jika ruang inefisiensi dapat
diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan maka dapat
meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas serta
produksi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh Gambar 17 dimana terdapat hubungan
positif antara efisiensi dengan produktivitas.
143

1,20

technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
2.000 4.000 6.000 8.000 10.000
produktivitas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 17. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa Barat

7.3.Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Tengah


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 68. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8061 atau 80.61 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
19.38 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan efisien.

Tabel 68. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Jawa


Tengah Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio


delta 0 -3.6606*** -1.2175
umur (tahun) -0.0258** -1.4630
pendidikan (tahun) -0.0054 -0.3843
status lahan 2.4368** 1.5343
mutu benih 0.2112 0.9827
pengolahan lahan 1.6539** 1.4389
akses lembaga keuangan 1.1191*** 1.6345
keaktifan kelompok tani -0.0488 -0.2688
penerimaan rumahtangga (Rp) -<0.0001** -1.4608
pola tanam 0.5073* 1.0196
mean TE 0.8062
Keterangan : * nyata pada taraf α=15%, ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata
pada taraf α=5%

Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis


usahatani padi di Jawa Tengah, terdapat enam variabel yang signifikan
144

berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu umur signifikan berpengaruh


terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 10% dengan parameter estimates negatif
(-0.02584), status lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada
taraf α=10% dengan parameter estimates positif (+2.4368), pengolahan lahan
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=10% dengan
parameter estimates positif (+1.6539), akses ke lembaga keuangan formal
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan
parameter estimates positif (+1.119), penerimaan total rumahtangga signifikan
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=10% dengan parameter
estimates positif (+0.0000000313), dan pola tanam signifikan berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=15% dengan parameter estimates positif
(+0.50728). Sementara tiga variabel lain tidak signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi walaupun pendidikan dan keaktifan kelompok tani memiliki tanda
parameter estimates sesuai dengan hipotesis.
Jika dilihat dari variabel umur, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter negatif yang artinya semakin
tua umur KK akan menurunkan inefisiensi atau meningkatkan efisiensi. Hal ini
karena umur sejalan dengan pengalaman berusahatani. Implikasinya adalah
perlunya pembinaan keterampilan kepada petani muda sehingga walaupun belum
banyak berpengalaman namun memiliki keterampilan yang sama dengan petani
tua dan berpengalaman. Dukungan pemerintah dalam mempromosikan kelompok
tani dan PPL sebagai agen diseminasi informasi teknologi sangat diperlukan agar
petani bersedia aktif dalam kelompok tani sehingga pembinaan keterampilan
dapat dilaksanakan dengan baik. Jika dilihat dari sebaran responden (Tabel 69)
maka petani yang efisien (nilai efisiensi > 0.8) sebagian besar (72 persen) berumur
tua (>50 tahun).
145

Tabel 69. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Umur KK di Jawa Tengah.
Tingkat Umur (tahun)
Efisiensi <30 % 30-40 % 40-50 % 50-60 % >=60 % TOTAL %
<0.2 - - - - - - 1 100 - - 1 100.00
0.2≤x<0.4 - - - - - - 2 67 1 33 3 100.00
0.4≤x<0.6 - - 1 8 7 58 3 25 1 8 12 100.00
0.6≤x<0.8 - - 1 2 15 35 17 40 10 23 43 100.00
≥ 2 1.79 8 7 22 20 51 46 29 26 112 100.00
Total 2 1.17 10 6 44 26 74 43 41 24 171 100.00

Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif (+2.4368) yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan. Dengan perluasan lahan garapan yang didukung input
optimal ternyata dapat meningkatkan efisiensi (Gambar 18).

1,20
technical efficiency

1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 0,200 0,400 0,600 0,800
luas lahan (ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 18. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Jawa Tengah.

Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi,
membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
146

digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 70 dapat dilihat bahwa 19 persen petani pemilik adalah
petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.6) dan 97 persen petani non pemilik
adalah petani yang efisien (3 persen tidak efisien).

Tabel 70. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan di Jawa Tengah.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % Total
<0.2 1 100.00 - - 1 100
0.2≤x<0.4 2 66.67 1 33 3 100
0.4≤x<0.6 12 100.00 - - 12 100
0.6≤x<0.8 41 95.35 2 5 43 100
≥ 77 68.75 35 31 112 100
Total 133 77.78 38 22 171 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda positif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat
meningkatkan inefisiensi. Sebanyak 36 persen petani responden di Jawa Tengah
memiliki lahan minimal 3 persil. Hal ini berdampak lahan terfragmentasi terlebih
jika persilnya berada pada lokasi yang berbeda, sehingga penggunaan traktor
menjadi tidak efisien. Selain itu karena lahan garapan yang sempit dan variasi
aktivitas teknik budidaya, maka usahatani padi di Jawa tengah lebih efisien
dilakukan secara labor intensif. Kualitas pengolahan lahan oleh tenaga manusia
dan bajak dianggap tidak kalah dengan traktor sehingga sejalan dengan fungsi
produksi bahwa penambahan tenaga kerja dapat meningkatkan produksi. Dari
sebaran petani responden (Tabel 71) dapat dilihat terdapat 36 persen petani yang
menggunakan traktor namun tidak efisien (nilai efisiensi <0.8) dan dari petani
yang tidak menggunakan traktor hanya 17 persen yang tidak efisien. Implikasinya
adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan disesuaikan
dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi, misalkan pemilihan
jenis traktor kecil.
147

Tabel 71. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pengolahan Lahan di Jawa Tengah.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % Total
<0.2 1 100.00 - - 1 100
0.2≤x<0.4 3 100.00 - - 3 100
0.4≤x<0.6 11 91.67 1 8 12 100
0.6≤x<0.8 41 95.35 2 5 43 100
≥ 98 87.50 14 13 112 100
Total 154 90.06 17 10 171 100

Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut


memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Dari sebaran petani pada Tabel 72 dapat dijelaskan
bahwa banyak petani yang tidak akses ke lembaga keuangan formal namun
usahatani padinya efisien.

Tabel 72. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal di Jawa Tengah.

Tingkat Akses Terhadap Lembaga Keuangan


Efisiensi 1=pernah meminjam % 0=tidak pernah % Total
<0.2 1 100.00 - - 1 100
0.2≤x<0.4 1 33.33 2 67 3 100
0.4≤x<0.6 1 8.33 11 92 12 100
0.6≤x<0.8 8 18.60 35 81 43 100
≥ 12 10.71 100 89 112 100
Total 23 13.45 148 87 171 100
148

Variabel penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap


efisiensi dengan tanda negatif yang artinya semakin tinggi penerimaan total
rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal
ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak
(menuju penggunaan input optimal) adalah lebih besar daripada petani dengan
penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden
(Tabel 73) dapat dilihat bahwa 43 persen petani dengan penerimaan total <Rp 20
juta adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8). Implikasinya adalah
perlunya petani menambah penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan
memanfaatkan waktu senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di
rumah.

Tabel 73. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga di Jawa Tengah.
Tingkat PENERIMAAN TOTAL (Rp juta)
Efisiensi <10 % 10-20 % 20-30 % 30-40 % >40 % total
<0.2 - - - - - - 1 100 - - 1 100
0.2≤x<0.4 1 33.33 1 33.33 - - - - 1 33 3 100
0.4≤x<0.6 8 66.67 2 16.67 - - 1 8 1 8 12 100
0.6≤x<0.8 27 62.79 8 18.60 - - 5 12 3 7 43 100
≥ 30 26.79 33 29.46 13 12 5 4 31 28 112 100
Total 66 38.60 44 25.73 13 8 12 7 36 21 171 100

Variabel pola tanam signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi dengan


tanda positif yang artinya IP (Intensitas penanaman) padi tiga kali setahun dapat
menurunkan efisiensi. Terbukti dari variabel musim pada fungsi produksi bahwa
saat musim kemarau lahan kurang mendukung tanaman padi. Implikasinya adalah
mengalihkan komoditi padi ke palawija yang sesuai dengan musim kemarau dan
memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini dibutuhkan untuk menambah penerimaan
rumahtangga dari komoditi non padi. Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki
melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan maka dapat meningkatkan
efisiensi dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan produksi. Hal
ini dapat ditunjukkan oleh Gambar 19.
149

1,20

technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 2.000,000 4.000,000 6.000,000 8.000,000 10.000,000
produktivitas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 19. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa Tengah

7.4.Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Jawa Timur


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 74 Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8438 atau 84.38 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
15.62 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan efisien.
Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis
usahatani padi di Jawa Tengah, terdapat tiga variabel yang signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi, yaitu status lahan signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α=10% dengan parameter estimates positif (+0.1294),
mutu benih signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5%
dengan parameter estimates negatif (-0.2418), dan penerimaan total rumahtangga
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=15% dengan
parameter estimates positif (+0.00249). Sementara enam variabel lain tidak
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi walaupun umur, pendidikan,
pengolahan lahan, dan akses ke lembaga keuangan memiliki tanda parameter
estimates yang sesuai dengan hipotesis.
150

Tabel 74. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Jawa


Timur Dengan Metode MLE.

Variabel Coefficient t-ratio


delta 0 0.2086 0.8917
umur (tahun) 0.0012 0.3031
pendidikan (tahun) -0.0031 -0.3498
status lahan 0.1294** 1.5168
mutu benih -0.2418*** -2.8614
pengolahan lahan -0.0498 -0.6286
akses lembaga keuangan -0.0855 -0.7948
keaktifan kelompok tani 0.0090 0.1250
penerimaan rumahtangga (Rp) -0.0025* -1.0329
pola tanam 0.0001 0.5505
mean TE 0.8438
Keterangan : * nyata pada taraf α=15%, ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata
pada taraf α=5%

Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena petani lebih melalaikan lahan miliknya daripada petani penggarap yang
harus menyewa atau menyakap. petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa
harus lebih mengeksploitasi lahan karena korbanan untuk lahan tersebut lebih
besar (membayar sewa, atau bagi hasil panen kepada pemilik lahan) dan
memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya menjadi lebih efisien dibanding
petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas lahan bahwa yang diutamakan
bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan.
Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non
padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 75 dapat dilihat bahwa sebanyak 32.43 persen petani
pemilik lahan adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8) dan 81
persen petani non pemilik adalah petani yang efisien (indeks efisiensi >0.8), hanya
19 persen yang tidak efisien.
151

Tabel 75. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan di Jawa Timur.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 2 100.00 - - 2 100
0.6≤x<0.8 22 84.62 4 15 26 100
≥ 50 74.63 17 25 67 100
Total 74 77.89 21 22 95 100

Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien


negatif yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau dengan kata
lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Terkait dengan
perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, peluang produksi padi di Jawa
Timur lebih tinggi saat musim kemarau dan sebaliknya peluang produksi saat
musim hujan lebih rendah. Implikasinya terhadap mutu benih adalah perlunya
dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim
hujan (tahan terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit) dan
dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden pada
Tabel 76 terlihat bahwa 76 persen petani pengguna benih berlabel efisiensinya
lebih dari 0.8. Sementara 56 persen petani yang tidak menggunakan benih berlabel
adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8).

Tabel 76. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Mutu Benih di Jawa Timur.

Tingkat Mutu Benih


Efisiensi 1=Berlabel % 0=Tidak Berlabel % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 2 100.00 - - 2 100
0.6≤x<0.8 17 65.38 9 35 26 100
≥ 60 89.55 7 10 67 100
Total 79 83.16 16 17 95 100

Variabel penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap


efisiensi dengan tanda negatif yang artinya semakin tinggi penerimaan total
152

rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal
ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak
(menuju penggunaan input optimal) adalah lebih besar daripada petani dengan
penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden
(Tabel 77) dapat dilihat bahwa 35 persen petani dengan penerimaan total <Rp 20
juta adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8). Sementara 78 persen
petani dengan penerimaan total lebih dari Rp 20 juta adalah petani yang efisien
(indeks efisiensi >0.8). Implikasinya adalah perlunya petani menambah
penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu
senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah.

Tabel 77. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga di Jawa Timur.
Tingkat PENERIMAAN TOTAL (Rp juta)
Efisiensi <10 % 10-20 % 20-30 % 30-40 % >40 % Total
<0.2 - - - - - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 1 50.00 1 50.00 - - - - - - 2 100
0.6≤x<0.8 11 42.31 9 34.62 - - 1 4 5 19 26 100
≥ 17 25.37 24 35.82 5 7 8 12 13 19 67 100
Total 29 30.53 34 35.79 5 5 9 9 18 19 95 100

Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor


yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas dan produksi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh Gambar
20 dimana terdapat hubungan positif antara efisiensi dengan produktivitas.
153

1,20

technical efficiency
1,00
0,80
0,60
0,40
3.000,00 4.000,00 5.000,00 6.000,00 7.000,00 8.000,00
produktiivtas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 20. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Jawa Timur

7.5. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi di Sulawesi Selatan


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 78. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8167 atau 81.67 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
18.33 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan sangat efisien.

Tabel 78. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function di Sulawesi


Selatan Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio


delta 0 0.2872** 1.4557
umur (tahun) -0.0012 -0.3439
pendidikan (tahun) -0.0062* -1.2012
status lahan 0.2639*** 2.6832
mutu benih -0.2223*** -2.3086
pengolahan lahan -0.1902*** -1.8108
akses lembaga keuangan 0.1230*** 1.8643
keaktifan kelompok tani -0.0519 -0.7447
penerimaan rumahtangga (Rp) -<0.0001* -1.2080
pola tanam 0.0260 0.1765
mean TE 0.8167
Keterangan : * nyata pada taraf α=15%, ** nyata pada taraf α=10%, *** nyata
pada taraf α=5%
154

Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis


usahatani padi di Jawa Barat, terdapat enam variabel yang signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi, yaitu pendidikan signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α=15% dengan parameter estimates positif (+0.00625),
status lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5%
dengan parameter estimates positif (+0.2639), mutu benih berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan parameter estimates negatif (-0.2222),
pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf
α=5% dengan parameter estimates negatif (-0.19), akses ke lembaga keuangan
formal signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=15%
dengan parameter estimates positif (+0.123), dan penerimaan total rumahtangga
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=15% dengan
parameter estimates positif (+0.0000000011).
Jika dilihat dari variabel pendidikan KK, maka variabel tersebut signifikan
berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda negatif yang artinya semakin tinggi
pendidikan, maka inefisiensi akan semakin turun. Hal ini menyatakan bahwa
pendidikan merupakan variabel penting yang dapat meningkatkan efisiensi.
Dengan pendidikan yang lebih tinggi petani memiliki kemampuan membaca dan
menulis yang lebih baik sehingga memiliki kesempatan lebih untuk dapat
membaca buku, surat kabar, majalah, internet, dan media lain. Wawasan yang
lebih luas membuat petani lebih mampu mencari informasi harga, informasi lokasi
pemasok, informasi pasar, informasi input-input baru, teknik budidaya baru, atau
peluang ekspor. Selain itu menambah keingintahuan petani terhadap hal-hal baru
yang terjadi saat ini secara up to date baik di dalam negeri maupun di luar negeri
sebagai pembanding. Dengan demikian petani menjadi percaya diri dalam
pengambilan keputusan usahatani dan percaya diri dalam pergaulan sehingga
dapat membina network dengan PPL, balai-balai yang mendukung usahatani, atau
lembaga penelitian yang dapat mengantar petani kepada kesempatan pelatihan,
training, kunjungan atau studi banding. Selain itu dengan pendidikan yang lebih
tinggi petani memiliki kemampuan menghitung yang lebih baik sehingga lebih
hati-hati dalam pengeluaran, lebih rapi dalam pencatatan keuangan, dan lebih
peka terhadap peluang keuntungan.
155

Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa petani responden di Sulawesi


Selatan berpendidikan rendah karena sebanyak 65,62 persen berpendidikan SD.
Hal ini menjadi masalah dalam efisiensi dan dapat menjadi landasan kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dan keterampilan manajerial petani.
Peningkatan pendidikan formal tidak diperlukan setinggi-tingginya karena
penekanannya lebih kepada pendidikan non formal. Petani dengan pendidikan
yang lebih tinggi, akan lebih terbuka dalam menerima informasi dan lebih mudah
mengadopsi atau menerima perubahan teknologi sehingga hal ini akan
meningkatkan efisiensi. Pendidikan petani dapat merupakan kombinasi antara
pendidikan formal dan atau informal seperti keterampilan teknis atau peningkatan
softskill melalui pelatihan atau training. Adapun sebaran petani pada Tabel 79
menunjukkan bahwa petani dengan pendidikan lebih dari SD adalah petani yang
efisien.

Tabel 79. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pendidikan KK di Sulawesi Selatan.

Pendidikan (tahun)
Tingkat Efisiensi <=6 % 7≤y≤9 % >9 % total
<0.2 - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 5 100.00 - - - - 5 100
0.6≤x<0.8 25 71.43 9 26 1 3 35 100
≥ 33 58.93 17 30 6 11 56 100
Total 63 65.63 26 27 7 7 96 100

Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena justru lahan itu miliknya maka petani lebih melalaikannya. Sebaliknya
petani non-pemilik (sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi lahan
karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau bagi hasil
panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak usahataninya
menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait dengan luas
156

lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada
memperluas lahan garapan. Perluasan lahan garapan berbanding lurus dengan
indeks efisiensi sehingga masih memungkinkan perluasan lahan tanpa
menurunkan efisiensi (Gambar 21).

1,10
technical efficiency

0,90

0,70

0,50
- 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20
luas lahan (ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 21. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis di
Sulawesi Selatan

Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non


padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 80 dapat dilihat bahwa 61 persen petani pemilik lahan
adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8).

Tabel 80. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan di Sulawesi Selatan.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 4 80.00 1 20 5 100
0.6≤x<0.8 33 94.29 2 6 35 100
≥ 40 71.43 16 29 56 100
Total 77 80.21 19 20 96 100

Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien


negatif yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau dengan kata
lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Terkait dengan
157

perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, peluang produksi padi di
Sulawesi Selatan lebih tinggi saat musim kemarau dan sebaliknya peluang
produksi saat musim hujan lebih rendah. Implikasinya terhadap mutu benih adalah
perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap
musim hujan (tahan terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit)
dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden pada
Tabel 81 terlihat bahwa 76.67 persen petani pengguna benih berlabel efisiensinya
lebih dari 0.8. Sementara 50 persen petani yang tidak menggunakan benih berlabel
adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8).

Tabel 81. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Mutu Benih diSulawesi Selatan.

Tingkat Mutu Benih


Efisiensi 1=Berlabel % 0=Tidak Berlabel % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 - - 5 100 5 100
0.6≤x<0.8 7 20.00 28 80 35 100
x≥0.8 23 41.07 33 59 56 100
Total 30 31.25 66 69 96 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda negatif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat
meningkatkan efisiensi. Kondisi usahatani padi di lokasi relatif terhampar
sehingga penggunaan traktor dapat menghemat waktu dan tenaga kerja.
Implikasinya pengolahan lahan perlu dilakukan petani secara kolektif dan
serempak. Selain itu perlu dukungan pemerintah dalam hal pemilihan jenis traktor
yang sesuai kondisi lahan di Sulawesi Selatan, sesuai dengan pengolahan lahan
musim hujan, MK1 atau MK2, serta dengan biaya yang terjangkau petani
pengguna. Pada Tabel 82 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan tingkat efisiensi
teknis dan pengolahan lahan. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa 57.95
petani yang menggunakan traktor memiliki nilai efisiensi yang tinggi (indeks
efisiensi >0.8).
158

Tabel 82. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pengolahan Lahan di Sulawesi Selatan.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 60.00 2 40 5 100
0.6≤x<0.8 34 97.14 1 3 35 100
≥ 51 91.07 5 9 56 100
Total 88 91.67 8 8 96 100

Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut


memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Dari sebaran petani pada Tabel 83 dapat dijelaskan
bahwa dari seluruh petani yang efisien (indeks efisiensi >0.8) sebanyak 71 persen
adalah mereka yang tidak akses ke lembaga keuangan formal, sementara sisanya
(28.57 persen) adalah petani yang akses.
159

Tabel 83. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal di Sulawesi Selatan.

Akses Terhadap Lembaga Keuangan


1=pernah 0=tidak
Tingkat Efisiensi meminjam % pernah % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 60.00 2 40 5 100
0.6≤x<0.8 16 45.71 19 54 35 100
≥ 16 28.57 40 71 56 100
Total 35 36.46 61 64 96 100

Variabel penerimaan total rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap


efisiensi dengan tanda negatif yang artinya semakin tinggi penerimaan total
rumahtangga maka inefisiensi akan semakin turun atau efisiensi meningkat. Hal
ini terjadi karena peluang untuk membeli input dalam jumlah lebih banyak
(menuju penggunaan input optimal) adalah lebih besar daripada petani dengan
penerimaan total rumahtangga yang lebih kecil karena habis untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi. Dengan penggunaan input yang lebih optimal maka dapat
meningkatkan produksi dan efisiensi. Jika dilihat dari sebaran petani responden
(Tabel 84) dapat dilihat bahwa dari seluruh petani yang efisien (indeks efisiensi
>0.8) sebanyak 53 persen adalah petani dengan penerimaan totalnya >Rp20 juta.
Sementara dari seluruh petani yang tidak efisien, sebanyak 77.5 persen adalah
petani dengan penerimaan total <Rp 20 juta. Implikasinya adalah perlunya petani
menambah penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan
waktu senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah.

Tabel 84. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga di Sulawesi Selatan.
Tingkat PENERIMAAN TOTAL (Rp juta)
Efisiensi <10 % 10-20 % 20-30 % 30-40 % >40 % total
<0.2 - - - - - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 - - 3 60.00 - - 1 20 1 20 5 100
0.6≤x<0.8 10 28.57 18 51.43 2 6 - - 5 14 35 100
≥ 14 25.00 12 21.43 8 14 9 16 13 23 56 100
Total 24 25.00 33 34.38 10 10 10 10 19 20 96 100
160

Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor


yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas dan produksi. Hal ini dapat ditunjukkan oleh Gambar
22 dimana terdapat hubungan positif antara efisiensi dengan produktivitas.
1,00
technical efficiency

0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
2.500,00 3.500,00 4.500,00 5.500,00 6.500,00 7.500,00 8.500,00
produktivitas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 22. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas di Sulawesi Selatan

7.6. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Rata-Rata di Indonesia


Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 85. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.8497 atau 84.97 persen sehingga masih
terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar
15.03 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi
efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan sangat efisien.

Tabel 85. Hasil Pendugaan Stochastic Frontier Inefficiency Function Rata-Rata di


Indonesia Dengan Metode MLE.

Variabel coefficient t-ratio


delta 0 -6.6155*** -3.2116
umur (tahun) 0.0296*** 3.6225
pendidikan (tahun) 0.0019 0.3465
status lahan 1.5384*** 3.3834
mutu benih -0.6230*** -4.0800
pengolahan lahan 0.8504*** 2.6958
akses lembaga keuangan 1.0460*** 3.8423
keaktifan kelompok tani 0.4286*** 3.0729
penerimaan rumahtangga (Rp) -0.0000 -0.1096
pola tanam -0.0017*** -3.6589
mean TE 0.8497
Keterangan : *** nyata pada taraf α=5%
161

Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis


usahatani padi rata-rata di Indonesia, terdapat delapan variabel yang signifikan
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu umur signifikan berpengaruh
terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan parameter estimates positif
(+0.0296), status lahan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada
taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+1.5384), mutu benih
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan parameter
estimates negatif (-0.62295), pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates negatif (-0.8504),
akses ke lembaga keuangan formal signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi
teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+1.04597), keaktifan
kelompok tani signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5%
dengan parameter estimates positif (+0.4286), dan pola tanam signifikan
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter
estimates negatif (-0.00171896).
Jika dilihat dari variabel umur, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata terhadap inefisiensi dengan tanda parameter positif yang artinya semakin
tua umur KK akan meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi. Petani
responden adalah kepala keluarga tani yang merupakan manajer sekaligus
penggarap yang usianya relatif tidak muda lagi. Sementara usahatani padi relatif
membutuhkan tenaga dan fisik yang kuat karena variasi aktivitas budidaya padi
yang intensif, menyita waktu dan hampir tidak ada masa istirahat sejak
pengolahan lahan sampai panen. Hal ini membuktikan bahwa petani yang
berumur lebih muda akan menghasilkan usahatani yang lebih efisien. Kondisi di
lapangan membuktikan bahwa petani berada pada usia tua dan hal ini menjadi
masalah dalam efisiensi. Jika dilihat dari sebaran responden (Tabel 86) maka pada
petani muda (<40 tahun) tidak ada yang memiliki nilai efisien kurang dari 0.6,
sementara pada petani yang lebih tua (>40 tahun) banyak yang tidak efisien.
Implikasinya adalah ke depan perlu adanya regenerasi dari orang tua
petani kepada anak atau keluarganya yang lebih muda. Permasalahannya banyak
petani yang tidak mempersiapkan anaknya untuk mewarisi usahataninya karena
162

anaknya bersekolah di sektor non pertanian, atau jika sekolahnya di pertanian pun
mereka tidak mau bekerja di usahatani bahkan tidak kembali ke desanya.

Tabel 86. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Umur KK Rata-rata di Indonesia.
Tingkat Umur (tahun)
Efisiensi <30 % 30-40 % 40-50 % 50-60 % >=60 % TOTAL %
<0.2 - - - - 1 50 1 50 - - 2 100.00
0.2≤x<0.4 - - - - - - 2 67 1 33 3 100.00
0.4≤x<0.6 - - - - 9 50 6 33 3 17 18 100.00
0.6≤x<0.8 1 0.93 5 5 48 45 28 26 25 23 107 100.00
≥ 8 1.73 61 13 152 33 163 35 78 17 462 100.00
Total 9 1.52 66 11 210 35 200 34 107 18 592 100.00

Mereka menganggap usahatani padi tidak bergengsi dan tidak


menguntungkan. Hal ini berdampak usahatani padi orang tuanya semakin tidak
efisien karena umur yang semakin tua. Pada akhirnya karena warisan lahannya
dijual atau dikonversi ke sektor lain. Implikasi bagi pemerintah adalah perlunya
kampanye sektor pertanian agar diminati generasi muda dan masyarakat pedesaan
sehingga mencintai pertanian dan walaupun mereka sekolah di tempat lain namun
bersedia kembali ke desa untuk membangun pertanian. Promosi sektor pertanian
juga diperlukan untuk menekan urbanisasi sehingga dapat menahan masyarakat
desa tidak migrasi ke kota. Upaya yang dapat dilakukan yaitu perlunya
menggalakkan lapangan kerja pertanian dan agroindustri pedesaan yang profitabel
dengan didukung oleh infrastuktur jalan dan pasar di pedesaan.
Jika dilihat dari status lahan, maka variabel ini signifikan berpengaruh
nyata dengan koefisien positif yang artinya status lahan „pemilik‟ akan
meningkatkan inefisiensi dibandingkan status lahan non pemilik, atau dengan kata
lain kepemilikan lahan akan menurunkan efisiensi usahatani padi. Hal ini terjadi
karena petani lebih lalai terhadap lahan miliknya. Sebaliknya petani non-pemilik
(sewa, sakap, garap) merasa harus lebih mengeksploitasi atau memanfaatkan
lahan karena korbanan untuk lahan tersebut lebih besar (membayar sewa, atau
bagi hasil panen kepada pemilik lahan) dan memberatkan. Hal ini berdampak
usahataninya menjadi lebih efisien dibanding petani pemilik. Implikasinya terkait
dengan luas lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status kepemilikan tetapi
lebih kepada memperluas lahan garapan yang didukung input optimal. Perluasan
163

lahan garapan berhubungan positif dengan indeks efisiensi (Gambar 23 ) sehingga


perluasan lahan tidak menurunkan efisiensi.

1,20
technical efficiency

1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
luas lahan (ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 23. Hubungan Antara Luas Lahan Dengan Indeks Efisiensi Teknis Rata-
Rata di Indonesia

Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non


padi, membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Dari
sebaran petani pada Tabel 87 dapat dilihat bahwa dari seluruh petani yang tidak
efisien (indeks efisiensi <0.8) sebanyak 88.46 persen adalah petani pemilik dan
11.53 persen adalah petani non pemilik.

Tabel 87. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Status Lahan Rata-Rata di Indonesia.

Tingkat status lahan


Efisiensi 1=pemilik % 0=bukan pemilik % total
<0.2 2 100.00 - - 2 100
0.2≤x<0.4 2 66.67 1 33 3 100
0.4≤x<0.6 18 100.00 - - 18 100
0.6≤x<0.8 93 86.92 14 13 107 100
≥ 352 76.19 110 24 462 100
Total 467 78.89 125 21 592 100

Variabel mutu benih signifikan berpengaruh nyata dengan koefisien


negatif yang artinya benih berlabel akan menurunkan inefisiensi, atau dengan kata
lain benih berlabel akan meningkatkan efisiensi usahatani padi. Terkait dengan
164

perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi (yang tercermin dalam variabel
musim dan variabel benih pada fungsi produksi) maka implikasinya adalah
perlunya dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap
musim dan dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Dari sebaran responden
pada Tabel 85 terlihat bahwa dari seluruh petani yang efisien (>0.8) sebagian
besar (54.33 persen) adalah petani pengguna benih berlabel (Tabel 88).

Tabel 88. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Mutu Benih Rata-rata di Indonesia.

Tingkat Mutu Benih


Efisiensi 1=Berlabel % 0=Tidak Berlabel % total
<0.2 1 50.00 1 50 2 100
0.2≤x<0.4 1 33.33 2 67 3 100
0.4≤x<0.6 13 72.22 5 28 18 100
0.6≤x<0.8 49 45.79 58 54 107 100
≥ 251 54.33 211 46 462 100
Total 315 53.21 277 47 592 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda positif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat
meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi. Sebanyak 61.32 persen
petani responden di Indonesia memiliki persil yang tidak satu hamparan. Hal ini
berdampak lahan terfragmentasi terlebih jika persilnya berada pada lokasi yang
berbeda, sehingga penggunaan traktor menjadi tidak efisien. Selain itu karena
lahan garapan yang sempit (0.3 ha) dan variasi aktivitas teknik budidaya, maka
usahatani padi di Indonesia lebih efisien dilakukan secara labor intensif. Kualitas
pengolahan lahan oleh tenaga manusia dan bajak dianggap tidak kalah dengan
traktor sehingga sejalan dengan fungsi produksi bahwa penambahan tenaga kerja
dapat meningkatkan produksi.
Dari sebaran petani responden (Tabel 89) dapat dilihat bahwa dari seluruh
petani yang tidak efisien sebanyak 93 persen adalah mereka yang menggunakan
traktor. Implikasinya adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif
dan disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi,
misalkan pemilihan jenis traktor kecil, bajak, atau tenaga manusia.
165

Tabel 89. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pengolahan Lahan Rata-rata di Indonesia.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % total
<0.2 2 100.00 - - 2 100
0.2≤x<0.4 3 100.00 - - 3 100
0.4≤x<0.6 17 94.44 1 6 18 100
0.6≤x<0.8 99 92.52 8 7 107 100
x≥0.8 419 90.69 43 9 462 100
Total 540 91.22 52 9 592 100

Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut


memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Dari sebaran petani pada Tabel 90 dapat dijelaskan
bahwa banyak petani yang tidak akses ke lembaga keuangan formal namun
usahatani padinya efisien.

Tabel 90. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal Rata-rata diIndonesia.
Tingkat Akses Terhadap Lembaga Keuangan Formal
Efisiensi 1=pernah meminjam % 0=tidak pernah % total
<0.2 2 100.00 - - 2 100
0.2≤x<0.4 1 33.33 2 67 3 100
0.4≤x<0.6 2 11.11 16 89 18 100
0.6≤x<0.8 34 31.78 73 68 107 100
≥ 78 16.88 384 83 462 100
Total 117 19.76 475 80 592 100
166

Penyuluhan dapat meningkatkan efisiensi melalui perubahan teknik


budidaya, mekanisasi, penggunaan input baru dan unggul, jumlah input yang
optimal, dan peningkatan teknologi. Dalam usahatani penyuluhan dapat diperoleh
melalui lembaga kelompok tani dimana PPL sebagai agen diseminasi informasi
dan teknologi. Namun jika dilihat dari variabel keaktifan kelompok tani maka
variabel ini signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan tanda positif
yang artinya keaktifan dalam kelompok tani malah menurunkan efisiensi. Hal ini
bertentangan dengan hipotesis di awal bahwa keaktifan dalam kelompok tani
diduga akan semakin meningkatkan efisiensi teknis usahatani padi yang
dikelolanya. Kondisi ini terjadi karena mereka menganggap dengan lamanya
pengalaman dapat menggantikan peran penyuluhan dalam meningkatkan
keterampilan usahatani padi. Dengan aktif dalam kelompok tani mereka merasa
membuang-buang waktu dan lebih baik menghemat waktu untuk dapat lebih
fokus kepada usahataninya. Keanggotaan mereka kadang hanya untuk tujuan
perolehan bantuan, bukan untuk menerima penyuluhan sehingga mereka tidak
datang jika diundang untuk penyuluhan. Hal ini terbukti bahwa sebagian besar (59
persen) petani responden tidak aktif dalam kelompok taninya. Kehadiran petani
jika diundang untuk suatu acara terkadang dengan terpaksa atau segan terhadap
penyuluh dan aparat pemerintah atau karena ada insentif keuangan dibalik itu.
Pada Tabel 91 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan indeks efisiensi dan
keaktifan dalam kelompok tani bahwa hampir seluruh petani yang tidak aktif (81
persen) adalah petani yang efisien (indeks efisiensi >0.8) sementara petani yang
aktif sebagian tidak efisien (32 persen) dan yang efisien sebanyak 68 persen.
Kondisi ini berimplikasi perlunya pemerintah mendesain ulang sistem dan metode
penyuluhan yang efektif sehingga dirasakan perlu oleh petani dan dapat
meningkatkan efisiensi usahatani padi.
167

Tabel 91. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Keaktifan Dalam Kelompok Tani Rata-rata di Indonesia.

Tingkat Keaktifan Dalam Kelompok Tani di Desa


Efisiensi 1=Aktif % 0=Tidak Aktif % total
<0.2 1 50.00 1 50 2 100
0.2≤x<0.4 - - 3 100 3 100
0.4≤x<0.6 11 61.11 7 39 18 100
0.6≤x<0.8 52 48.60 55 51 107 100
≥ 179 38.74 283 61 462 100
Total 243 41.05 349 59 592 100

Variabel pola tanam signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi dengan


tanda negatif yang artinya IP (Intensitas penanaman) padi tiga kali setahun dapat
menurunkan inefisiensi atau meningkatkan efisiensi. Hal ini terjadi karena
pemanfaatan lahan menjadi optimal untuk penanaman padi. Sejalan dengan
variabel mutu benih, implikasinya adalah perlunya inovasi benih unggul yang
adaptif terhadap musim hujan, MK1, dan MK2.

Tabel 92. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Pola Tanam Rata-rata di Indonesia.

Pola Tanam
Tingkat 1=3kali
Efisiensi padi % 0=kurang dari 3 kali padi % total
<0.2 - - 2 100 2 100
0.2≤x<0.4 - - 3 100 3 100
0.4≤x<0.6 2 11.11 16 89 18 100
0.6≤x<0.8 10 9.35 97 91 107 100
≥0.8 37 8.01 425 92 462 100
total 49 8.28 543 92 592 100

Pada Tabel 92 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan indeks efisiensi dan pola
tanam bahwa dari seluruh petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8),
sebanyak 90.77 persen adalah petani dengan pola tanam kurang dari 3 kali.
Jika ruang inefisiensi dapat diperbaiki melalui pembenahan faktor-faktor
yang signifikan maka dapat meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas serta produksi usahatani padi. Hal ini dapat
168

ditunjukkan oleh Gambar 24 dimana terdapat hubungan positif antara efisiensi


dengan produktivitas.
1,40
technical efficiency 1,20
1,00
0,80
0,60
0,40
0,20
-
- 2.000,00 4.000,00 6.000,00 8.000,00 10.000,00
produktivitas (kg/ha)

Technical efficiency Linear (Technical efficiency)

Gambar 24. Hubungan Antara Efisiensi Dengan Produktivitas Rata-Rata di


Indonesia

7.7. Fungsi Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Secara Potensi Maksimum


Nasional di Indonesia

Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 93. Nilai mean technical
efficiency yang dicapai yaitu sebesar 0.7116 atau 71.16 persen sehingga masih
terdapat ruang yang besar untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama
sebesar 28.84 persen melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan
mempengaruhi efisiensi. Nilai mean efficiency ini dikaregorikan efisien. Indeks
efisiensi ini dianggap rendah karena dibangun dari titik-titik paling efisien dari
setiap petani di Indonesia dengan memperhatikan variasi antar provinsi. Kondisi
masing-masing provinsi yang dinyatakan telah efisien (indeks efisiensi >0.8)
menjadi turun jika dibandingkan potensi maksimum nasional. Hal ini karena
potensi maksimum seorang petani di satu provinsi adalah rata-rata frontier di
provinsi tersebut sedangkan potensi maksimum nasional adalah kurva yang lebih
tinggi lagi yang dibangun dari seluruh petani di Indonesia.
Dari sembilan variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi teknis
usahatani padi secara potensi maksimum nasional di Indonesia, terdapat enam
variabel yang signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi, yaitu pendidikan
signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α= 5% dengan
parameter estimates positif (+0.00143), pengolahan lahan signifikan berpengaruh
169

terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates negatif (-
0.03252), akses ke lembaga keuangan formal signifikan berpengaruh terhadap
inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+0.01729),
keaktifan kelompok tani signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada
taraf α=5% dengan parameter estimates positif (+0.01357), penerimaan total
rumahtangga signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5%
dengan parameter estimates positif (+0.000104), dan pola tanam signifikan
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis pada taraf α=5% dengan parameter
estimates negatif (-0.0000242).

Tabel 93. Hasil Pendugaan Stochastic Metafrontier Inefficiency Function Rata-


Rata di Indonesia Dengan Metode MLE.

Variabel Coefficient t-ratio


delta 0 0.3107 0.9824
umur (tahun) 0.0001 0.1776
pendidikan (tahun) 0.0014*** 2.3506
status lahan -0.0018 -0.2170
mutu benih 0.0049 0.7138
pengolahan lahan 0.0325*** 2.7325
akses lembaga keuangan 0.0173*** 1.9898
keaktifan kelompok tani -0.0136*** -1.8031
penerimaan rumahtangga (Rp) 0.0001*** 1.9843
pola tanam -0.00002*** -2.0879
mean TE 0.7116
Keterangan : *** nyata pada taraf α=5%

Jika dilihat dari variabel pendidikan KK, maka variabel tersebut signifikan
berpengaruh nyata dengan koefisien bertanda positif yang artinya semakin tinggi
pendidikan, maka efisiensi akan semakin turun. Hal ini menyatakan bahwa
pendidikan formal tidak menjamin efisiensi usahatani karena kemampuan
pendidikan formal yang dibutuhkan cukup dengan kemampuan membaca, menulis,
dan berhitung. Selebihnya adalah kebutuhan keterampilan dan wawasan usahatani
yang dapat diperoleh dari pendidikan non formal. Seorang petani berpendidikan
rendah (asalkan mampu membaca, menulis, dan berhitung) namun memiliki
keterampilan dan wawasan yang luas tentang usahatani, akan lebih efisien
daripada petani dengan pendidikan SMU namun minim dalam keterampilan dan
170

wawasan usahatani. Untuk itulah implikasinya lebih menekankan kepada


pendidikan non formal yang dapat meningkatkan keterampilan teknik budidaya,
perolehan dan penggunaan input, wawasan informasi pasar, variasi teknologi, dan
pemanfaatan kelembagaan.
Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa rata-rata petani di Indonesia
berpendidikan rendah karena sebanyak 78.8 persen berpendidikan SD, 17 persen
SLTP, dan 3.9 persen SLTA. Dari Tabel 94 sebaran responden dapat dilihat
bahwa seluruh petani yang berpendidikan SLTA ternyata tidak efisien (indeks
efisiensi <0.8).

Tabel 94. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Metafrontier


dan Pendidikan Rata-rata di Indonesia.

Tingkat Pendidikan (tahun)


Efisiensi <=6 % 7≤y≤9 % >9 % total
<0.2 - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 3 42.86 3 43 1 14 7 100
0.6≤x<0.8 437 78.60 97 17 22 4 556 100
≥ 27 93.10 2 7 - - 29 100
Total 467 78.89 102 17 23 4 592 100

Variabel pengolahan lahan signifikan berpengaruh terhadap efisiensi


teknis dengan tanda positif yang artinya mekanisasi dengan traktor dapat
meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi. Sebanyak 61.32 persen
petani responden di Indonesia memiliki persil yang tidak satu hamparan (Tabel
95).

Tabel 95. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi Metafrontier dan Pengolahan Lahan di Indonesia.

Tingkat Pengolahan Lahan


Efisiensi 1=Traktor % 0=Lainnya % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 5 71.43 2 29 7 100
0.6≤x<0.8 518 93.17 38 7 556 100
≥ 17 58.62 12 41 29 100
Total 540 91.22 52 9 592 100
171

Hal ini berdampak lahan terfragmentasi terlebih jika persilnya berada pada
lokasi yang berbeda, sehingga penggunaan traktor menjadi tidak efisien. Selain itu
karena lahan garapan yang sempit (0.3 ha) dan variasi aktivitas teknik budidaya,
maka usahatani padi di Indonesia lebih efisien dilakukan secara labor intensif.
Kualitas pengolahan lahan oleh tenaga manusia dan bajak dianggap tidak kalah
dengan traktor sehingga sejalan dengan fungsi produksi bahwa penambahan
tenaga kerja dapat meningkatkan produksi.
Dari sebaran petani responden dapat dilihat bahwa dari seluruh petani
yang tidak efisien sebanyak 92.9 persen adalah mereka yang menggunakan traktor.
Implikasinya adalah perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan
disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi, misalkan
pemilihan jenis traktor kecil, bajak, atau tenaga manusia.
Jika dilihat dari akses ke lembaga keuangan formal, variabel tersebut
memiliki koefisien positif dan signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi yang
menunjukkan bahwa akses ke lembaga keuangan formal malah menurunkan
efisiensi. Hal ini terjadi karena yang dibutuhkan petani tidak hanya akses tetapi
ketepatan waktu dan jumlah dana. Petani yang akses ke lembaga keuangan formal
dengan kondisi tambahan dana yang tidak memadai dan tidak tepat waktu, malah
membebani petani dengan kewajiban membayar pokok dan bunga. Selain itu oleh
karena petani mengutamakan pemenuhan kebutuhan rumahtangga (yang tercermin
dari tingginya penerimaan non pertanian) maka tambahan dana tidak sepenuhnya
dimanfaatkan untuk penggunaan input yang optimal. Implikasinya adalah lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan.
Dari sebaran petani pada Tabel 96 dapat dijelaskan bahwa dari seluruh
petani yang efisien, sebanyak 93.1 persen adalah petani yang tidak akses ke
lembaga keuangan formal.
172

Tabel 96. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi Metafrontier dan Akses Ke Lembaga Keuangan Formal Rata-rata
diIndonesia.

Tingkat Akses Terhadap Lembaga Keuangan


Efisiensi 1=pernah meminjam % 0=tidak pernah % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 1 14.29 6 86 7 100
0.6≤x<0.8 114 20.50 442 79 556 100
≥ 2 6.90 27 93 29 100
Total 117 19.76 475 80 592 100

Penyuluhan dapat meningkatkan efisiensi melalui perubahan teknik


budidaya, mekanisasi, penggunaan input baru dan unggul, jumlah input yang
optimal, dan peningkatan teknologi. Dalam usahatani, penyuluhan dapat diperoleh
melalui lembaga kelompok tani dimana PPL sebagai agen diseminasi informasi
dan teknologi. Jika dilihat dari variabel keaktifan kelompok tani maka variabel ini
signifikan berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan tanda negatif yang
artinya keaktifan dalam kelompok tani dapat meningkatkan efisiensi. Hal ini
sesuai dengan hipotesis di awal bahwa keaktifan dalam kelompok tani diduga
akan semakin meningkatkan efisiensi teknis usahatani padi yang dikelolanya.
Pada Tabel 94 dapat dilihat sebaran petani berdasarkan indeks efisiensi dan
keaktifan dalam kelompok tani bahwa hampir seluruh petani yang tidak efisien
(indeks efisiensi <0.8) sebanyak 59.32 adalah petani yang tidak aktif dalam
kelompok tani (Tabel 97).

Tabel 97. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi Metafrontier dan Keaktifan Dalam Kelompok Tani Rata-rata di
Indonesia.

Tingkat Keaktifan Dalam Kelompok Tani di Desa


Efisiensi 1=aktif % 0=tidak aktif % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 2 28.57 5 71 7 100
0.6≤x<0.8 227 40.83 329 59 556 100
≥ 14 48.28 15 52 29 100
Total 243 41.05 349 59 592 100
173

Kondisi ini berimplikasi perlunya pemerintah mempromosikan pentingnya


penyuluhan agar petani semakin aktif dalam mengikuti penyuluhan di kelompok
tani. Petani akan datang seandainya mereka merasa perlu. Untuk itu format
penyuluhan perlu diperbaiki dalam hal penambahan jumlah PPL karena dirasakan
sangat terbatas, mengurangi wilayah kerja PPL yang terlalu luas, menambah
frekuensi kunjungan PPL ke kelompok tani, meningkatkan kualitas PPL dalam
keilmuwan, wawasan, dan pengetahuan teknologi usahatani serta memiliki
kemampuan berkomunikasi yang baik dengan petani sehingga dapat
menyampaikan informasi dan teknologi dengan baik. Selain itu topik yang
dibahas PPL haruslah yang up to date dan tepat sasaran sebagai solusi dari
permasalahan yang dihadapi, metode penyuluhan yang mengena dengan fasilitas
yang memudahkan transfer ilmu, serta memberikan fasilitas kepada PPL seperti
kendaraan untuk memudahkan menjangkau wilayah kerja.
Jika dilihat dari variabel penerimaan total rumahtangga, variabel ini
berpengaruh nyata terhadap inefisiensi dengan koefisien positif yang artinya
semakin tinggi penerimaan total rumahtangga maka semakin rendah efisiensi
teknis padi. Hal ini terkait dengan share penerimaan padi terhadap penerimaan
total kurang dari 30 persen sementara share non padi lebih dari 70 persen. Hal ini
berdampak petani lebih konsentrasi terhadap usaha lain di luar padi dan
mengesampingkan usahatani padi karena bukan andalan penghasilan rumahtangga
sehingga menurunkan efisiensi. Jika dilihat sebaran petani pada Tabel 98 dapat
dijelaskan bahwa petani dengan penerimaan total lebih dari Rp 20 juta sebagian
besar adalah petani yang tidak efisien (indeks efisiensi <0.8).

Tabel 98. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi dan Penerimaan Total Rumahtangga Petani di Sumatera Utara
Tahun 2010.

Tingkat Penerimaan Total (Rp juta)


Efisiensi <10 % 10-20 % 20-30 % 30-40 % >40 % total
<0.2 - - - - - - - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - - - - - - - -
0.4≤x<0.6 2 28.6 4 57.1 - - - - 1 14 7 100
0.6≤x<0.8 185 33.3 162 29.1 55 10 45 8 109 20 556 100
≥ 8 27.6 8 27.6 2 7 5 17 6 21 29 100
Total 195 32.9 174 29.4 57 10 50 8 116 20 592 100
174

Implikasinya adalah perlunya dukungan pemerintah agar usahatani padi


menjadi lebih profitable sehingga diminati petani untuk lebih konsentrasi
mengusahakan usahataninya. Upaya yang dapat dilakukan yaitu memfasilitasi
input termasuk pendanaan, teknologi budidaya, infrastruktur, kelembagaan, serta
kebijakan harga input dan output.
Variabel pola tanam signifikan berpengaruh terhadap inefisiensi dengan
tanda negatif yang artinya IP (Intensitas penanaman) padi tiga kali setahun dapat
menurunkan inefisiensi atau meningkatkan efisiensi. Hal ini terjadi karena
pemanfaatan lahan menjadi optimal untuk penanaman padi. Sejalan dengan
variabel musim pada fungsi produksi bahwa peluang produksi saat musim hujan
lebih tinggi dari musim kemarau, maka implikasinya adalah perlunya inovasi
benih unggul yang adaptif terhadap musim kemarau sehingga dapat dilakukan
penanaman tiga kali padi setahun. Pada Tabel 99 dapat dilihat sebaran petani
berdasarkan indeks efisiensi dan pola tanam bahwa dari seluruh petani yang tidak
efisien (indeks efisiensi <0.8), sebanyak 91.3 persen adalah petani dengan pola
tanam kurang dari 3 kali setahun.

Tabel 99. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani


Padi Metafrontier dan Pola Tanam Rata-rata di Indonesia.

Tingkat Pola Tanam


Efisiensi 1=3kali padi % 0=Kurang dari 3kali padi % total
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - - - - -
0.4≤x<0.6 - - 7 100 7 100
0.6≤x<0.8 49 8.81 507 91 556 100
≥ - - 29 100 29 100
Total 49 8.28 543 92 592 100

7.8.Sintesis Fungsi Inefisinesi Teknis Potensi Maksimum Nasional


Dengan melihat fungsi inefisiensi masing-masing provinsi, masih terdapat
ruang untuk meningkatkan efisiensi melalui faktor-faktor yang signifikan yang
artinya masih terdapat potensi produksi nasional dengan meningkatkan efisiensi
pada masing-masing provinsi melalui pembenahan faktor-faktor inefisiensi yang
signifikan. Hal ini karena fungsi produksi frontier diturunkan dari fungsi produksi
175

secara teoritis dengan data empirik. Fungsi produksi metafrontier bukanlah


potensi khayalan tetapi dapat dicapai petani karena dibangun dari titik-titik paling
efisien dari frontier sosial ekonomi petani (bukan frontier fisiologi atau frontier
agronomi). Ruang untuk provinsi Sumatera Utara 16.37 persen, Jawa Barat 9.26
persen, Jawa Tengah 19,38 persen, Jawa Timur 15.62 persen dan Sulawesi Selatan
18.33 persen. Variasi faktor-faktor yang signifikan pada masing-masing provinsi
merupakan kebijakan yang dapat diambil disesuaikan dengan kondisi masing-
masing pada level constant technology.
Untuk provinsi Sumatera Utara upaya yang dapat dilakukan yaitu :
perlunya kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan serta memfasilitasi
petani dalam pembelian lahan untuk padi. Pemerintah dapat pula menata kembali
tata guna lahan serta inventarisasi kepemilikan lahan demi kepentingan petani
kecil. Selama ini orientasi pemerintah Sumatera Utara lebih kepada tanaman non
padi (palawija, hortikultura dan perkebunan) sehingga mengesampingkan padi,
perlunya teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan disesuaikan dengan
kondisi lahan padi yang sempit, serta perlunya petani menambah penghasilan di
luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk
membuat industri kecil pengolahan di rumah.
Untuk provinsi Jawa Barat upaya yang dapat dilakukan yaitu : regenerasi
petani kepada anak atau keluarganya melalui kampanye sektor pertanian agar
diminati generasi muda dan masyarakat pedesaan. Promosi sektor pertanian juga
diperlukan untuk menekan urbanisasi sehingga dapat menahan masyarakat desa
tidak migrasi ke kota. Upaya yang dapat dilakukan yaitu perlunya menggalakkan
lapangan kerja pertanian dan agroindustri pedesaan yang profitabel dengan
didukung oleh infrastuktur jalan dan pasar di pedesaan, peningkatan pendidikan
dan keterampilan manajerial petani dengan penekanan kepada pendidikan non
formal. Terkait dengan luas lahan bahwa yang diutamakan bukanlah status
kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan. Pemerintah dapat
membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun
infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau
pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim. Terkait dengan perubahan
iklim dan cuaca yang sulit diprediksi (yang tercermin dalam variabel musim dan
176

variabel benih pada fungsi produksi) maka implikasinya adalah perlunya


dukungan pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim
dan dibarengi sosialisasi serta distribusi yang baik. Mekanisasi traktor dapat
meningkatkan efisiensi sehingga pengolahan lahan perlu dilakukan petani secara
kolektif dan serempak. Selain itu perlu dukungan pemerintah dalam hal pemilihan
jenis traktor yang sesuai kondisi lahan di Jawa Barat, sesuai dengan pengolahan
lahan musim hujan, MK1 atau MK2, serta dengan biaya yang terjangkau petani
pengguna. Dalam hal lembaga keuangan, perlu perubahan format kredit agar lebih
tepat jumlah tepat waktu dan tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum
akad kredit, saat pemanfaatan kredit, dan saat pelunasan. Selain itu pemerintah
perlu mendesain ulang sistem dan metode penyuluhan yang efektif sehingga
dirasakan perlu oleh petani dan dapat meningkatkan efisiensi usahatani padi.
Sejalan dengan variabel mutu benih, perlu adanya inovasi benih unggul yang
adaptif terhadap musim hujan, MK1, dan MK2.
Untuk provinsi Jawa Tengah upaya yang dapat dilakukan yaitu : perlunya
pembinaan keterampilan kepada petani muda sehingga walaupun belum banyak
berpengalaman namun memiliki keterampilan yang sama dengan petani tua dan
berpengalaman. Dukungan pemerintah dalam mempromosikan kelompok tani dan
PPL sebagai agen diseminasi informasi teknologi sangat diperlukan agar petani
bersedia aktif dalam kelompok tani sehingga pembinaan keterampilan dapat
dilaksanakan dengan baik. Terkait dengan luas lahan bahwa yang diutamakan
bukanlah status kepemilikan tetapi lebih kepada memperluas lahan garapan.
Pemerintah dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi,
membangun infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk
digarap petani, atau pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim, perlunya
teknik pengolahan lahan yang labor intensif dan disesuaikan dengan kondisi lahan
padi yang sempit dan terfragmentasi, misalkan pemilihan jenis traktor kecil.
Dalam hal lembaga keuangan formal perlunya mengubah format kredit agar lebih
tepat jumlah tepat waktu dan tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum
akad kredit, saat pemanfaatan kredit, dan saat pelunasan. Perlunya petani
menambah penghasilan di luar usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan
waktu senggang untuk membuat industri kecil pengolahan di rumah, pengalihan
177

komoditi padi ke palawija yang sesuai dengan musim kemarau dan memiliki nilai
ekonomis tinggi. Hal ini dibutuhkan untuk menambah penerimaan rumahtangga
dari komoditi non padi.
Untuk provinsi Jawa Timur upaya yang dapat dilakukan yaitu : Pemerintah
perlu membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun infrastruktur
pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau
pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim, perlunya dukungan
pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim hujan (tahan
terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit) dan dibarengi sosialisasi
serta distribusi yang baik, perlunya petani menambah penghasilan di luar
usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk membuat
industri kecil pengolahan di rumah.
Untuk provinsi Sulawesi Selatan upaya yang dapat dilakukan yaitu :
meningkatkan pendidikan dan keterampilan manajerial petani dengan penekanan
kepada pendidikan non formal, kepada memperluas lahan garapan. Pemerintah
dapat membantu dengan membatasi izin konversi lahan ke non padi, membangun
infrastruktur pertanian, meminjamkan lahan pemerintah untuk digarap petani, atau
pemanfaatan lahan kering untuk tanaman semusim, perlunya dukungan
pemerintah dalam inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim hujan (tahan
terhadap rendaman, rebahan angin, dan hama penyakit) dibarengi sosialisasi serta
distribusi yang baik. Oleh karena traktor dapat meningkatkan efisiensi maka
pengolahan lahan perlu dilakukan petani secara kolektif dan serempak. Selain itu
perlu dukungan pemerintah dalam hal pemilihan jenis traktor yang sesuai kondisi
lahan di Sulawesi Selatan, sesuai dengan pengolahan lahan musim hujan, MK1
atau MK2, serta dengan biaya yang terjangkau petani pengguna, lembaga
keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah tepat waktu dan
tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad kredit, saat pemanfaatan
kredit, dan saat pelunasan. Selain itu petani perlu menambah penghasilan di luar
usahatani padi misalkan dengan memanfaatkan waktu senggang untuk membuat
industri kecil pengolahan di rumah.
Mengacu pada potensi maksimum nasional Indonesia pada Tabel 100,
dengan melihat indeks efisiensi teknis (TE) maka dapat dilihat bahwa nilai
178

minimal TE petani di Sumatera Utara dan Jawa Tengah sangat rendah (kurang
dari 0.2) sementara di provinsi lain lebih dari 0.4. Demikian pula dengan nilai
maksimum TE, petani di Sumatera Utara dan Jawa Tengah adalah paling rendah.
Petani paling efisien terdapat di Jawa Timur (0.99952) dengan nilai minimum
yang paling tinggi pula (0.56056).

Tabel 100. Nilai Technical Efficiency Ratio (TER), Meta Technology Ratio
(MTR), Technical Gap Ratio (TGR), dan Random Error Ratio (RER)
Antar Provinsi, Pool Indonesia, dan Metafrontier.

SUMUT JABAR JATENG JATIM SULSEL POOL META


Variabel Coefficient
TE 0.8363 0.9074 0.8062 0.8438 0.8167 0.8497 0.7116
minTE 0.1949 0.4518 0.1685 0.5606 0.5313 0.1633 0.5585
maxTE 0.9683 0.9703 0.9529 0.9995 0.9867 0.9677 0.9231
TE* 0.7356 0.6970 0.7091 0.7289 0.6936 0.7116 0.7116
TER 1.1368 1.3019 1.1368 1.1577 1.1775 1.1941
MTR 0.8796 0.7681 0.8797 0.8638 0.8493 0.8375
TGR 0.7217 0.6700 0.7259 0.7815 0.6867 0.7047
1-TGR 0.2780 0.3300 0.2740 0.2180 0.3130 0.2950
Y 2,191.86 4,071.20 1,612.97 1,904.68 2,659.06 2,467.02
Ŷ 2,574.42 4,391.11 1,942.42 2,324.19 3,164.84 2,846.39
Ŷ* 3,567.05 6,553.48 2,675.75 2,973.94 4,608.55 4,039.11
RE -381.73 -319 -328.64 -418.66 -504.96 -378.53
RE* -991.9 -2,161.68 -732.62 -649.02 -1,443.02 -1,192.01
RER 0.4562 0.2009 0.4501 0.6002 0.4271 0.4168

Di seluruh provinsi sentra dan rata-rata Indonesia (pool data) usahatani


padi dikatakan telah efisien karena nilai rata-rata TE lebih dari 0.8 terutama di
Jawa Barat lebih dari 0.9. Hal ini karena indeks tersebut diperoleh dengan
membandingkan output aktual individu dengan output frontier rata-rata di provinsi
masing-masing sebagai tolok ukur. Untuk kondisi Jawa Barat, jika dihubungkan
dengan kondisi di lapangan (Tabel 46), nilai profit padi juga menunjukkan nilai
terbesar dibandingkan provinsi lainnya. Namun jika dibandingkan dengan
metafrontier sebagai potensi maksimum nasional (TE=0.7116) dimana output
metafrontier dibangun dari titik-titik paling efisien petani di setiap provinsi maka
seluruh provinsi sentra menjadi turun efisiensinya dengan indeks TE* hanya
sekitar 70 persen, bahkan beberapa provinsi menjadi tidak efisien karena turun
179

pada nilai TE* kurang dari 70 persen (Jawa Barat dan Sulawesi Selatan). Hal ini
berdampak ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Ruang untuk provinsi
Sumatera Utara 26.44 persen, Jawa Barat 30.3 persen, Jawa Tengah 29.1 persen,
Jawa Timur 27.1 persen dan Sulawesi Selatan 30.6 persen. Dengan demikian,
untuk mencapai produksi potensi maksimum nasional masih perlu high effort
karena ruang peningkatan efisiensi menjadi lebih besar. Upaya yang dapat
dilakukan yaitu melalui;
1. Peningkatan pendidikan non formal yang dapat meningkatkan
keterampilan teknik budidaya, perolehan dan penggunaan input, wawasan
informasi pasar, variasi teknologi, dan pemanfaatan kelembagaan.
2. Dalam hal pengolahan lahan perlunya mekanisasi yang labor intensif dan
disesuaikan dengan kondisi lahan padi yang sempit dan terfragmentasi,
misalkan pemilihan jenis traktor kecil, bajak, atau tenaga manusia.
3. Lembaga keuangan perlu mengubah format kredit agar lebih tepat jumlah,
tepat waktu dan tepat guna. Hal ini membutuhkan evaluasi sebelum akad
kredit, saat pemanfaatan kredit, dan saat pelunasan.
4. Karena pentingnya keaktifan dalam kelompok tani untuk meningkatkan
efisiensi, maka format penyuluhan perlu diperbaiki dalam hal penambahan
jumlah PPL karena dirasakan sangat terbatas, mengurangi wilayah kerja
PPL yang terlalu luas, menambah frekuensi kunjungan PPL ke kelompok
tani, meningkatkan kualitas PPL dalam keilmuwan, wawasan, dan
pengetahuan teknologi usahatani serta memiliki kemampuan
berkomunikasi yang baik dengan petani sehingga dapat menyampaikan
informasi dan teknologi dengan baik. Selain itu topik yang dibahas PPL
haruslah yang up to date dan tepat sasaran sebagai solusi dari
permasalahan yang dihadapi, metode penyuluhan yang mengena dengan
fasilitas yang memudahkan transfer ilmu, serta memberikan fasilitas
kepada PPL seperti kendaraan untuk memudahkan menjangkau wilayah
kerja.
5. Untuk meningkatkan share penerimaan padi terhadap penerimaan total
rumahtangga, perlu dukungan pemerintah agar usahatani padi menjadi
lebih profitable sehingga diminati petani untuk lebih konsentrasi
180

mengusahakan usahataninya. Upaya yang dapat dilakukan yaitu


memfasilitasi input termasuk pendanaan, teknologi budidaya, infrastruktur,
kelembagaan, serta kebijakan harga input dan output.
6. Perlunya peningkatan intensitas penanaman (IP) padi dapat dilakukan
melalui inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim kemarau
sehingga dapat dilakukan penanaman tiga kali padi setahun. Seluruh upaya
ini dilakukan untuk mengatasi senjang hasil, senjang komoditi, dan
senjang diversifikasi.

Dengan turunnya indeks TE setiap provinsi karena dibandingkan dengan


kondisi metafrontier sebagai potensi maksimum (meta TE=0.7116), maka
berdampak pada buruknya nilai TER (Technical Efficiency Ratio) atau MTR
(Meta Technology Ratio). Semakin kecil nilai MTR berarti semakin jauh dari
potensi maksimum metafrontier (indeks TE frontier provinsi terlalu besar
sementara indeks TE metafrontier turun), semakin besar nilai MTR dan mendekati
satu maka semakin baik.
Nilai TGR (Technical Gap Ratio) yaitu perbandingan antara output
frontier masing-masing provinsi dengan output metafrontier. Nilai TGR yang
diharapkan adalah semakin tinggi yang berarti semakin mendekati metafrontier,
sementara nilai TGR yang rendah berarti masih perlunya provinsi tersebut
meningkatkan output dengan porsi yang lebih tinggi. Provinsi Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan memiliki nilai TGR terendah yang berarti peluang untuk
meningkatkan output menuju metafrontier melalui pembenahan faktor-faktor
produksi dan inefisiensi masih besar, sehingga pengembangan padi di Pulau Jawa
dapat lebih diarahkan ke Jawa Barat dan untuk pengembangan ke luar Jawa yaitu
Sulawesi Selatan. Sementara nilai TGR tertinggi adalah di Jawa Timur yang
berarti telah mendekati potensi maksimum nasional atau teknologi lokal telah
mendekati teknologi metafrontier (potensi maksimum nasional) sehingga room
untuk peningkatan produksi melalui pembenahan faktor produksi dan inefisiensi
telah mendekati maksimum. Oleh karena dalam jangka panjang telah efisien
(hampir menyamai potensi maksimum nasional), implikasinya selain pembenahan
faktor produksi dan inefisiensi dalam jangka panjang adalah perlunya technology
181

breakthrough dalam jangka sangat panjang yang dapat menggeser fungsi produksi
lebih tinggi. Hal ini juga dapat diterapkan untuk provinsi yang lain dalam jangka
sangat panjang.
Random Error (RE) masing-masing provinsi menunjukkan error term
yang bukan berasal dari efek inefisiensi tetapi efek lain di luar kendali usahatani
seperti hama, penyakit, iklim, cuaca, dan sebagainya. Nilai ini disebut noise atau
vi yang dapat bernilai positif atau negatif. Nilai vi yang positif berarti usahatani
padi dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dari iklim, cuaca, dan faktor
uncontrollable lainnya sehingga output stochastic frontier lebih tinggi dari output
deterministic frontier. Semakin besar nilai vi positif berarti semakin dipengaruhi
iklim, cuaca, dan faktor menguntungkan lainnya sehingga mendukung produksi.
Sedangkan nilai vi yang negatif berarti usahatani padi dipengaruhi oleh kondisi
yang merugikan dari iklim, cuaca, dan sebagainya sehingga output stochastic
frontier lebih rendah dari output deterministic frontier. Noise atau vi dalam hal ini
identik dengan risiko produksi. Semakin besar nilai vi negatif berarti semakin
besar risiko usahatani padi yang tidak dapat dikendalikan petani.
Kondisi setiap provinsi menunjukkan nilai vi negatif yang berarti usahatani
padi di setiap provinsi dipengaruhi oleh risiko produksi negatif yang
uncontrollable. Risiko paling tinggi yaitu usahatani padi di Sulawesi Selatan (-
504.957) dan terendah yaitu di Jawa Barat (-318 999) yang berarti untuk mencapai
frontier masing-masing provinsi, risiko produksi di Sulawesi Selatan lebih besar
daripada di Jawa Barat. Namun jika dibandingkan dengan kondisi randon error
metafrontier (RE*), risiko produksi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah
paling tinggi (-2 161.675) dan (-1 443.016). Hal ini menunjukkan bahwa untuk
mencapai kondisi potensi maksimum, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan
dihadapkan pada risiko yang lebih tinggi dari provinsi lainnya. Jika dilihat dari
nilai RER (Random Error Ratio) yaitu perbandingan antara RE dengan RE* maka
nilai RER Jawa Barat dan Sulawesi Selatan adalah terendah yang berarti gap
antara RE dengan RE* adalah tinggi. Semakin kecil nilai RER berarti semakin
buruk karena gap antara RE dengan RE* adalah besar sehingga untuk mencapai
output potensi maksimum perlu diwaspadai risiko yang lebih tinggi daripada
risiko mencapai output frontier dan sebaliknya semakin besar nilai RER atau
182

mendekati satu berarti gap antara RE dengan RE* tidak begitu jauh sehingga
risikonya relatif sama antara frontier dengan metafrontier. Implikasinya adalah
usahatani padi di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan memerlukan treatment khusus
untuk mewaspadai risiko produksi yang tinggi. Diantaranya dengan inovasi benih
unggul yang adaptif terhadap musim dan hama penyakit serta rehabilitasi jaringan
irigasi.
Mengingat kondisi efisiensi teknis yang terjadi pada masing-masing
provinsi, rata-rata Indonesia, dan level potensi maksimum nasional di Indonesia,
maka adalah keputusan yang keliru jika pemerintah hendak menghentikan
penanaman padi di Indonesia dengan alasan telah jenuh sehingga tidak ada lagi
cara dan upaya untuk meningkatkan teknologi dan produksi padi dan lebih baik
diganti dengan komoditi lain yang dianggap lebih unggul, dengan alasan padi
lebih baik impor. Pemahanan ini mematahkan peluang bahwa padi ternyata masih
memiliki ruang untuk ditingkatkan efisiensi dan produksinya. Kondisi leveling off
productivity growth dapat disolusikan dengan paket teknologi baru sehingga
mendongkrak pertumbuhan produktivitas dan sampai batas tertentu leveling off
kembali diangkat dengan terobosan teknologi yang terus berkembang. Berbeda
dengan negara maju dimana new technology menghasilkan low cost, di negara
berkembang terobosan teknologi dapat meningkatkan biaya karena harga-harga
yang naik. Namun dengan didukung kebijakan harga output dan input yang
membela petani, teknologi baru dapat meningkatkan produktivitas sekaligus
meningkatkan profit.
Senjang hasil dapat disolusikan dengan terobosan teknologi, senjang
komoditi dapat disolusikan dengan peningkatan intensitas penanaman (IP), dan
senjang diversifikasi dapat disolusikan dengan SIT (Sistem Integrasi Tanaman
Ternak). Memang dalam kondisi otonomi daerah, kebijakan swasembada beras
belum tentu diterima di level provinsi karena konversi lahan dari padi non padi
sangat menggiurkan dengan land rent 1:560 untuk sektor industri. Namun disaat
setiap negara produsen padi memfokuskan pada produksi dalam negeri dan
berupaya untuk swasembada bahkan tidak lagi bersedia mengekspor, mengapa
Indonesia harus melepas padi ke komoditi lain dan menjadikan impor sebagai
andalan ketersediaan.
183

Perlu ditekankan bahwa padi menyangkut hajat hidup orang banyak karena
lebih dari 90 persen masyarakat tergantung pada beras sehingga kesalahan
kebijakan padi akan berdampak fatal. Untuk itulah perenungan kepentingan
komoditi demi khalayak dibutuhkan sebelum pengambilan keputusan dan padi
adalah komoditi yang masih memiliki prospek cerah untuk dipertahankan demi
kepentingan khalayak.
184
185

VIII. ANALISIS EFISIENSI ALOKASI DAN EKONOMI

Penggunaan input yang efisien akan berdampak pada pertumbuhan padi


yang optimal dan pada akhirnya menghasilkan produksi yang maksimal. Pada
kenyataannya banyak petani yang menggunakan input berdasarkan kebiasaan, dan
kurang mmeperhatikan harga serta produk marjinal. Jika petani menggunakan
input secara optimal dengan memperhatikan harga yang berlaku maka akan
dicapai efisiensi alokasi karena biaya yang dikeluarkan adalah minimal. Efisiensi
alokasi dan ekonomi dihasilkan dari sisi input dengan menggunakan harga yang
berlaku di daerah tersebut. Sebagai dasar menghitung efisiensi alokasi dan
ekonomi, dalam penelitian ini fungsi produksi yang digunakan yaitu stochastic
frontier Cobb-Douglas. Dari fungsi tersebut diturunkan fungsi biaya dual frontier
(isocost frontier = C*) seperti pada persamaan 4.24.
Dengan menggunakan parameter estimates fungsi produksi stochastic
frontier Cobb-Douglas yang telah diperoleh dan harga rata-rata yang berlaku
maka diperoleh nilai C* yaitu biaya pada kondisi optimal (biaya minimum) dan C
aktual. Adapun harga rata-rata yang berlaku pada setiap provinsi sentra dapat
dilihat pada Tabel 101.

Tabel 101. Harga Rata-rata Input yang Berlaku Pada Setiap Provinsi Sentra
Tahun 2010.(Dalam Rupiah)

Sewa Harga Upah Harga Harga


PROVINSI Lahan/ha benih/kg pria/HOK urea/kg KCL/kg
Sumatera Utara 3,066,528.21 4,757.50 40,000.00 1,442.24 3,700.00
Jawa Barat 2,479,637.06 6,024.31 31,549.73 1,373.56 2,766.67
Jawa Tengah 2,385,762.70 5,297.79 33,030.16 1,337.21 3,200.00
Jawa Timur 1,956,492.64 5,736.74 26,920.09 1,406.43 2,420.92
Sulawesi Selatan 2,317,659.15 4,199.82 35,138.89 1,445.58 2,651.57
Pool 2,441,215.95 5,203.23 33,327.77 1,401.00 2,947.83

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa sewa lahan untuk padi di Sumatera Utara
adalah paling mahal sebagai konsekuensi dari pengembangan tanaman
perkebunan, selanjutnya adalah di Jawa Barat dimana lahan untuk padi mulai
tergeser oleh konversi sector lain. Harga benih di Jawa relatif lebih murah
186

dibanding di luar Jawa namun upah sebaliknya, di luar Jawa lebih mahal karena
ketersediaan yang lebih terbatas. Harga benih di Jawa Barat lebih mahal
dikarenakan termasuk biaya transportasi dan kelembagaan (biaya transaksi).
Harga urea di luar Jawa juga relatif lebih mahal karena walaupun pupuk ini
bersubsidi namun faktor lokasi dan distribusi berdampak harga yang diterima
petani menjadi mahal. Di Jawa Timur harga-harga relative lebih murah (sewa
lahan, upah buruh dan harga pupuk KCl) karena distribusi yang baik, rendahnya
biaya transportasi dan biaya transaksi.

8.1. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Sumatera


Utara

Inefisiensi usahatani diasumsikan akan meningkat dengan kenaikan biaya


produksi. Berdasarkan hasil penurunan fungsi biaya dual frontier maka dapat
dihitung indeks efisiensi alokasi (AE) dan indeks efisiensi ekonomi (EE) dari
setiap petani responden di setiap provinsi, dimana EE=C*/C dan AE=EE/TE.
Tabel 102 menunjukkan efisiensi alokasi dan ekonomi provinsi Sumatera Utara.

Tabel 102. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi di Sumatera Utara

Efisiensi Efisiensi Efisiensi


Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 1 1 - - - -
0.2≤x<0.4 - - 6 6 9 9
0.4≤x<0.6 1 1 22 22 35 35
0.6≤x<0.8 23 23 29 29 42 42
≥0.8 75 75 43 43 14 14
total 100 100 100 100 100 100
Rata-rata 0.8363 0.7833 0.6228
minimum 0.1949 0.2378 0.2125
maksimum 0.9683 0.9946 0.9215

Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi,
dan ekonomi rata-rata 83.63 persen, 78.33 persen, dan 62.28 persen. Walaupun
secara teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena banyak petani
yang tidak efisien secara alokasi (57 persen). Hal ini berdampak secara ekonomi
tidak efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
187

Efisiensi alokasi berkisar antara 0.2378 dan 0.9946 dengan rata-rata


0.7833. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 21.24 persen (1-
0.7833/0.9946), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 76.09 persen (1-0.2378/0.9946)
Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa
efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.2125 sampai 0.9215. Hal ini
mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi ekonomi
paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 32.42 persen (1-
0.6228/0.9215), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka dapat
menghemat biaya sebesar 76.94 persen (1-0.2125/0.9215). Jadi berdasarkan hasil
analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokasi lebih utama jika
dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam upaya pencapaian tingkat
efisiensi ekonomi yang lebih tinggi, karena secara teknis kondisi petani dikatakan
telah efisien dengan ruang peningkatan efisiensi yang lebih kecil sementara
penghematan biaya sebagai dampak pencapaian efisiensi alokasi adalah lebih
besar.

Gambar 25. Fungsi Produksi Frontier Cobb-Douglas

Fenomena efisiensi teknis yang tinggi namun efisiensi alokasi yang rendah
dapat dijelaskan pada Gambar 25. Titik A, B dan C berada pada fungsi produksi
188

frontier yang sama sehingga ketiga titik tersebut dapat dikatakan telah efisien
secara teknis. Namun pada titik A dan C belum mencapai efisiensi alokasi,
sedangkan titik B telah efisien secara alokasi karena pada titik B terjadi
persinggungan antara kurva fungsi produksi frontier dengan garis rasio harga
input-outputnya (Px/Py).
Keuntungan maksimum tercapai saat produk marjinal (PM) sama dengan
rasio harga input-output (Px/Py). Jika kondisi aktual berada pada titik A maka
agar tercapai efisiensi alokasi penggunaan input X harus dikurangi dari X 1
menjadi X2 sehingga akan tercapai keuntungan yang maksimum. Demikian pula
jika kondisi aktual pada titik C, maka agar tercapai efisiensi alokasi penggunaan
input X harus ditambah dari X3 menjadi X2 untuk mencapai keuntungan
maksimum. Dengan mengalokasikan penggunaan input secara tepat sesuai dengan
harga inputnya maka akan berdampak pada peningkatan efisiensi alokasi.
Peningkatan efisiensi alokasi ini akan menyebabkan penurunan biaya, sehingga
keuntungan petani akan meningkat.
Selain penggunaan input yang kurang atau berlebihan, penyebab lain
rendahnya efisiensi alokasi yaitu informasi harga input dan output yang tidak
sempurna yang biasanya terjadi di sektor pertanian sehingga keragaman harga
input dan output tidak cukup digambarkan oleh harga rata-rata. Jika harga input
transparan dan petani dapat menikmati harga murah atau disubsidi maka dapat
meningkatkan efisiensi alokasi sehingga dapat menghemat biaya dan akhirnya
dapat meningkatkan keuntungan. Harga input yang dirasakan mahal terutama
harga benih unggul dan KCL sehingga penurunan harga kedua input ini dapat
membantu meningkatkan efisiensi alokasi dan ekonomi.

8.2. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Barat

Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 103.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 90.74 persen, 63.05 persen, dan 56.71 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun sekali karena petani yang efisien
secara alokasi hanya sebanyak 10 persen. Hal ini berdampak secara ekonomi tidak
efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
189

Efisiensi alokasi berkisar antara 0.1842 dan 0.9902 dengan rata-rata


0.6305. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 36.33 persen (1-
0.6305/0.9902), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 78.03 persen (1-0.1842/0.9902).

Tabel 103. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi di Jawa Barat.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 - - 1 0.77 1 0.77
0.2≤x<0.4 - - 7 5.38 14 10.77
0.4≤x<0.6 3 2.31 46 35.38 57 43.85
0.6≤x<0.8 6 4.62 63 48.46 58 44.62
≥0.8 121 93.08 13 10.00 - -
Total 130 100.00 130 100.00 130 100.00
Rata-rata 0.9074 0.6305 0.5671
minimum 0.4518 0.1842 0.1747
maksimum 0.9703 0.9902 0.7950

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa


efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.1747 sampai 0.7950 dengan rata-
rata 0.5671. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
28.67 persen (1-0.5671/0.7950), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya sebesar 78.03 persen (1-0.1747/0.7950). Jadi berdasarkan
hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokasi di Jawa
Barat lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam
upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomi yang lebih tinggi, karena secara teknis
kondisi petani dikatakan sangat efisien dengan ruang peningkatan efisiensi yang
terbatas sementara penghematan biaya sebagai dampak pencapaian efisiensi
alokasi adalah cukup besar. Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi petani memperhatikan harga input yaitu
penambahan input yang kurang atau pengurangan input yang berlebihan sehingga
dicapai biaya minimum. Selain itu dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan
harga input agar terjangkau oleh petani.
190

8.3. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa


Tengah

Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel
104. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 80.62 persen, 62.58 persen, dan 47.56 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena petani yang tidak efisien
secara alokasi sebanyak 83.62. Hal ini berdampak secara ekonomi tidak efisien.
akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.1185 dan 0.9926 dengan rata-rata
0.6258. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 36.96 persen (1-
0.6258/0.9926), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 88.07 persen (1-0.1185/0.9926).

Tabel 104. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi di Jawa Tengah.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 1 0.58 2 1.17 2 1.17
0.2≤x<0.4 3 1.75 14 8.19 45 26.32
0.4≤x<0.6 12 7.02 78 45.61 104 60.82
0.6≤x<0.8 43 25.15 49 28.65 20 11.70
≥0.8 112 65.50 28 16.37 - -
Total 171 100.00 171 100.00 171 100.00
Rata-rata 0.8062 0.6258 0.4756
Minimum 0.1685 0.1185 0.1069
Maksimum 0.9529 0.9926 0.7244

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa


efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.1069 sampai 0.7244 dengan rata-
rata 0.4756. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
34.35 persen (1-0.4756/0.7244), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya sebesar 85.25 persen (1-0.1069/0.7244). Jadi berdasarkan
hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokasi di Jawa
Tengah lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam
upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomi yang lebih tinggi, karena secara teknis
191

kondisi petani dikatakan efisien (indeks efisiensi teknis >0.8) dengan ruang
peningkatan efisiensi yang lebih kecil sementara penghematan biaya sebagai
dampak pencapaian efisiensi alokasi adalah cukup besar. Upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi petani
memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau
pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum. Selain itu
dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.

8.4. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Jawa Timur
Efisiensi alokasi dan ekonomi di Jawa Timur dapat dilihat pada Tabel 105.
Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 84.38 persen, 70.14 persen, dan 58.14 persen. Walaupun secara
teknis telah efisien namun efisiensi alokasi turun karena sebagan besar (66.32
persen) petani tidak efisien secara alokasi. Hal ini berdampak secara ekonomi
tidak efisien. akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.2478 dan 0.9682 dengan rata-rata
0.7014. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 27.56 persen (1-
0.7014/0.9682), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sebesar 74.41 persen (1-0.2478/0.9682).

Tabel 105. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi di Jawa Timur.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 - - - - - -
0.2≤x<0.4 - - 3 3.16 10 10.53
0.4≤x<0.6 2 2.11 34 35.79 45 47.37
0.6≤x<0.8 26 27.37 26 27.37 29 30.53
≥0.8 67 70.53 32 33.68 11 11.58
total 95 100.00 95 100.00 95 100.00
Rata-rata 0.8438 0.7014 0.5814
minimum 0.5606 0.2478 0.2152
maksimum 0.9995 0.9682 0.8841
192

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa


efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.2152 sampai 0.8841 dengan rata-
rata 0.5814. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
34.24 persen (1-0.5814/0.8841), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya sebesar 75.66 persen (1-0.2152/0.8841). Jadi berdasarkan
hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi alokasi di Jawa
Timur lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi teknis dalam
upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomi yang lebih tinggi, karena secara teknis
kondisi petani dikatakan efisien (indeks efisiensi teknis >0.8) dengan ruang
peningkatan efisiensi yang lebih kecil sementara penghematan biaya sebagai
dampak pencapaian efisiensi alokasi adalah cukup besar. Upaya yang dapat
dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi petani
memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau
pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum. Selain itu
dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.

8.5. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani padi di Sulawesi


Selatan

Efisiensi alokasi dan ekonomi di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Tabel
106. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 81.67 persen, 92.73 persen, dan 74.35 persen.

Tabel 106. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi di Sulawesi Selatan.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 - - 1 1.04 1 1.04
0.2≤x<0.4 - - 3 3.13 10 10.42
0.4≤x<0.6 5 5.21 10 10.42 11 11.46
0.6≤x<0.8 35 36.46 13 13.54 21 21.88
≥0.8 56 58.33 69 71.88 53 55.21
Total 96 100.00 96 100.00 96 100.00
Rata-rata 0.8167 0.9273 0.7435
Minimum 0.5313 0.0533 0.0479
Maksimum 0.9867 0.9990 0.9999
193

Kasus di Sulawesi Selatan ternyata berbeda dengan provinsi lain dimana


petani di Sulawesi Selatan secara alokasi telah efisien yang artinya penggunaan
input telah disesuaikan dengan harga yang berlaku. Hal ini berdampak efisiensi
ekonominya cukup tinggi dibanding provinsi lainnya dan memperoleh keuntungan
yang lebih besar.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.0533 dan 0.9990 dengan rata-rata
0.9273. Efisiensi alokasi petani di Sulawesi Selatan telah tinggi dalam artian
mereka telah menggunakan input dengan memperhatikan harga-harga yang
berlaku sehingga diperoleh biaya minimum. Oleh karena rata-rata efisiensi alokasi
yang dicapai telah tinggi maka penghematan biaya yang dapat dicapai oleh rata-
rata petani di Sulawesi Selatan jika mereka dapat mencapai tingkat efisiensi
alokasi yang paling tinggi adalah tidak terlalu besar (7.2 persen) yaitu 1-
0.9273/0.9990, sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sangat besar (95.21 persen) yaitu 1-0.0533/0.9990).
Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa
efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.0479 sampai 0.99999 dengan rata-
rata 0.7435. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
25.68 persen (1-0.7425/0.9999), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya yang sangat besar yaitu 96.21 persen (1-0.0479/0.9999).
Jadi berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah
inefisiensi di Sulawesi Selatan berbeda dengan provinsi lainnya dimana masalah
inefisiensi teknis sedikit lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi
alokasi dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomi yang lebih tinggi
karena indeks efisiensi alokasi (92.73 persen) lebih besar dari efisiensi teknis
(81.67 persen). Ruang peningkatan efisiensi teknis masih perlu ditingkatkan
sebesar 18.33 persen sementara penghematan biaya sebagai dampak pencapaian
efisiensi alokasi hanyalah 7.2 persen. Walaupun penghematannya kecil, upaya
yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi
petani memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau
pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum. Selain itu
194

dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.

8.6. Efisiensi Alokasi dan Ekonomi Usahatani Padi Rata-rata di Indonesia

Efisiensi alokasi dan ekonomi rata-rata di Indonesia dapat dilihat pada


Tabel 107. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi,
dan ekonomi rata-rata 84.97 persen, 67.36 persen, dan 55.73 persen. Walaupun
secara teknis telah efisien namun efisiensi alokasi tidak efisien (indeks efisiensi
alokasi <70%) karena sebagian besar (73.49 persen) petani tidak efisien secara
alokasi. Hal ini berdampak secara ekonomi menjadi tidak efisien samasekali.
akibatnya keuntungan petani rendah karena terjadi inefisiensi biaya.
Efisiensi alokasi berkisar antara 0.0516 dan 0.9969 dengan rata-rata
0.6736. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 32.43 persen (1-
0.6736/0.9969), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sangat tinggi sebesar 94.82 persen (1-0.0516/0.9969).

Tabel 107. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi Rata-Rata di Indonesia.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 2 0.34 3 0.51 7 1.18
0.2≤x<0.4 3 0.51 56 9.46 103 17.40
0.4≤x<0.6 18 3.04 170 28.72 242 40.88
0.6≤x<0.8 107 18.07 206 34.80 208 35.14
≥0.8 462 78.04 157 26.52 32 5.41
total 592 100.00 592 100.00 592 100.00
Rata-rata 0.8497 0.6736 0.5573
minimum 0.1633 0.0516 0.0462
maksimum 0.9677 0.9969 0.9412

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa


efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.0462 sampai 0.9412 dengan rata-
rata 0.5573. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
40.79 persen (1-0.5573/0.9412), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya sebesar 95.095 persen (1-0.0462/0.9412). Jadi
195

berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa penanganan masalah inefisiensi


alokasi di Indonesia lebih utama jika dibandingkan dengan masalah inefisiensi
teknis dalam upaya pencapaian tingkat efisiensi ekonomi yang lebih tinggi, karena
secara teknis kondisi petani dikatakan efisien (indeks efisiensi teknis >0.8) dengan
ruang peningkatan efisiensi yang lebih kecil sementara penghematan biaya
sebagai dampak pencapaian efisiensi alokasi adalah cukup besar. Upaya yang
dapat dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi pada kondisi petani
memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang kurang atau
pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum. Selain itu
dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input agar terjangkau oleh
petani.

8.7. Efisiensi Alokasi dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi Potensi


maksimum nasional di Indonesia

Dengan memperhatikan variasi antar provinsi, efisiensi alokasi dan


ekonomi secara potensi maksimum nasional di Indonesia dapat dilihat pada Tabel
108. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa indeks efisiensi teknis, alokasi, dan
ekonomi rata-rata 71.16 persen, 77.32 persen, dan 54.69 persen. Kondisi ini
menunjukkan secara teknis, alokasi, dan ekonomi, seluruh petani di Indonesia
belum efisien. Hal ini karena potensi maksimum yang digunakan yaitu kondisi
seluruh petani yang paling efisien. Dari indeks tersebut dapat dijelaskan bahwa
dibandingkan potensi maksimum nasional, walaupun secara teknis nilai
efisiensinya rendah, namun indeks efisiensi alokasi lebih tinggi yang artinya
petani di Indonesia menggunakan input dengan memperhatikan harga-harga yang
berlaku (walaupun belum memuaskan) sehingga disesuaikan dengan kemampuan
daya beli mereka, walaupun secara teknis belum optimal. Oleh karena rendahnya
efisiensi teknis yang dicerminkan oleh sebagian besar petani tidak efisien secara
teknis (95.1 persen indeks TE<0.8) dan rendahnya efisieni alokasi yang
dicerminkan oleh banyaknya petani yang tidak efisien secara alokasi (56.76
persen ineks AE<0.8), maka menghasilkan indeks efisiensi ekonomi yang sangat
rendah pula yang dicerminkan oleh sebagian besar petani tidak efisien secara
ekonomi (95.26 persen indeks EE<0.8).
196

Efisiensi alokasi berkisar antara 0.2279 dan 0.9934 dengan rata-rata


0.7732. Jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat efisiensi alokasi yang paling
tinggi, maka mereka dapat menghemat biaya sebesar 22.17 persen (1-
0.7732/0.9934), sedangkan petani yang paling tidak efisien, mereka akan dapat
menghemat biaya sangat tinggi sebesar 77.06 persen (1-0.2279/0.9934).

Tabel 108. Sebaran Responden Berdasarkan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan


Ekonomi Pada Level Potensi Maksimum Nasional.
Efisiensi Efisiensi Efisiensi
Range Teknis % Alokasi % Ekonomi %
<0.2 - - 3 0.51 5 0.84
0.2≤x<0.4 - - 27 4.56 108 18.24
0.4≤x<0.6 7 1.18 110 18.58 261 44.09
0.6≤x<0.8 556 93.92 196 33.11 190 32.09
≥0.8 29 4.90 256 43.24 28 4.73
Total 592 100.00 592 100.00 592 100.00
Rata-rata 0.7116 0.7732 0.5469
minimum 0.5585 0.2279 0.0506
maksimum 0.9231 0.9934 0.8959

Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokasi menunjukkan bahwa


efisiensi ekonomi petani berada pada kisaran 0.0506 sampai 0.8959 dengan rata-
rata 0.5469. Hal ini mengindikasikan jika rata-rata petani dapat mencapai tingkat
efisiensi ekonomi paling tinggi maka mereka dapat menghemat biaya sebesar
38.96 persen (1-0.5469/0.8959), sedangkan pada petani yang tidak efisien, mereka
dapat menghemat biaya sangat tinggi sebesar 94.35 persen (1-0.0506/0.8959).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa untuk mencapai potensi
maksimum nasional, penanganan masalah baik inefisiensi teknis maupun
inefisiensi alokasi di Indonesia menjadi kendala dalam upaya pencapaian tingkat
efisiensi ekonomi yang lebih tinggi (keuntungan maksimum). Hal ini karena
secara teknis kondisi petani dikatakan tidak efisien (indeks efisiensi teknis <0.8)
dengan ruang peningkatan efisiensi yang cukup besar dan penghematan biaya
sebagai dampak pencapaian efisiensi alokasi cukup besar pula.
Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi alokasi
pada kondisi petani memperhatikan harga input yaitu penambahan input yang
kurang atau pengurangan input yang berlebihan sehingga dicapai biaya minimum.
Selain itu dari sisi pemerintah dapat melakukan kebijakan harga input dan output
197

agar biaya input terjangkau oleh petani. Adapun ringkasan penghematan biaya
dapat dilihat pada Tabel 109.

Tabel 109. Ringkasan Penghematan Biaya Dalam Pencapaian Efisiensi Alokasi


dan Ekonomi di Setiap Provinsi, Pool, dan Meta Indonesia.

Penghematan Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi Pool Meta


Biaya (%) Utara Barat Tengah Timur Selatan
Pencapaian AE max 21.24 36.33 36.96 27.56 7.2 32.43 22.17
bagi rata-rata petani
Pencapaian AE max 76.09 78.03 88.07 74.41 95.21 94.82 77.06
bagi petani paling
tidak efisiesn
Pencapaian EE max 32.42 28.67 34.35 34.24 25.68 40.79 38.96
bagi rata-rata petani
Pencapaian EE max 76.94 78.03 85.25 75.66 96.21 95.095 94.35
bagi petani paling
tidak efisiesn

Tabel 110 menunjukkan perbandingan efisiensi teknis, alokasi, dan


ekonomi setiap provinsi serta kondisi metafrontier dan perubahannya. Dari segi
efisiensi teknis, petani di setiap provinsi dan rata-rata Indonesia dapat dikatakan
telah efisien karena menghasilkan nilai TE frontier yang lebih dari 0.8, namun jika
dibandingkan dengan kondisi metafrontier, seluruh petani di setiap provinsi dan
rata-rata Indonesia efisiensinya turun menjadi tidak efisien (indeks TE*<0.8) yang
berdampak ruang peningkatan efisiensi teknis menjadi bertambah besar.

Tabel 110. Perbandingan Efisiensi Teknis, Alokasi, dan Ekonomi Setiap Provinsi
Serta Kondisi Metafrontier dan Perubahannya.
META META META
PROVINSI TE TE* Delta AE AE* delta EE EE* delta
Sumatera Utara 0.8363 0.7356 0.1006 0.78333 0.7744 0.009 0.6228 0.5650 0.0578
Jawa Barat 0.9074 0.6970 0.2104 0.63049 0.8515 -0.221 0.5671 0.5882 -0.021
Jawa Tengah 0.8062 0.7091 0.0970 0.62576 0.6318 -0.006 0.4756 0.4477 0.0279
Jawa Timur 0.8438 0.7289 0.1149 0.70144 0.7292 -0.028 0.5814 0.5329 0.0485
Sulawesi Selatan 0.8167 0.6936 0.1231 0.92735 0.9612 -0.034 0.7435 0.6626 0.0809
Pool 0.8497 0.7116 0.1381 0.67361 0.7732 -0.010 0.5573 0.5469 0.0105
Meta 0.7116 0.77318 0.5469

Dari segi efisiensi alokasi, hampir seluruh petani di setiap provinsi


menghasilkan nilai AE yang lebih rendah dari TE yang artinya walaupun petani
telah efisien secara teknis, namun secara alokasi belum efisien sehingga
penghematan jika petani mencapai efisiensi alokasi maksimum masih besar.
198

Kecuali petani di Sulawesi Selatan, secara teknis dan alokasi telah efisien yang
artinya penggunaan input selain memperhatikan kebutuhan optimal juga telah
memperhatikan harga-harga yang berlaku. Tingginya efisiensi teknis dibanding
efisiensi alokasi ini sebagai bukti bahwa selama ini orientasi produksi maksimum
lebih diutamakan sementara orientasi farmer welfare dikesampingkan.
Efisiensi alokasi metafrontier (AE*) rata-rata lebih tinggi daripada
efisiensi alokasi frontier (AE). Kondisi efisiensi alokasi metafrontier (AE*)
menunjukkan bahwa dibandingkan potensi maksimum nasional hampir seluruh
provinsi telah efisien secara alokasi (kecuali Jawa Tengah) yang artinya petani
menggunakan input dengan memperhatikan harga-harga yang berlaku. Walaupun
secara teknis kondisi petani tidak efisien karena TE* yang rendah.
Oleh karena efisiensi alokasi (AE) di setiap provinsi lebih rendah dari
efisiensi teknis (TE), maka berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE).
Dalam hal ini rendahnya efisiensi ekonomi (EE) lebih disebabkan oleh
permasalahan inefisiensi alokasi daripada inefisiensi teknis. Hal ini dikarenakan
informasi harga input yang tidak transparan, informasi harga output yang sulit
diduga (karena ditentukan di pasar dan terjadi setelah panen), atau jika harga
diketahui petani, namun mereka tidak dapat melakukan pembelian input dengan
mempertimbangkan harga karena penggunaan input telah ditetapkan dosis dan
standarnya. Solusinya adalah perlunya dukungan harga input dan output yang
membela petani sehingga petani dapat melakukan penghematan dan mencapai
keuntungan maksimum.
Pada kondisi potensi maksimum nasional rendahnya efisiensi teknis (TE*)
berdampak pada rendahnya efisiensi ekonomi (EE*) walaupun efisiensi alokasi
(AE*) sedikit lebih tinggi dari efisiensi teknis (TE*). Rendahnya efisiensi
ekonomi (EE*) lebih disebabkan oleh permasalahan inefisiensi teknis daripada
inefisiensi alokasi. Dengan potensi maksimum nasional (metafrontier), rata-rata
petani di Indonesia dapat dikatakan telah menggunakan input dengan
memperhatikan harga-harga yang berlaku. Dalam hal ini rasionalitas petani
berperan dalam pengambilan keputusan penggunaan input yang disesuaikan
dengan kondisi daya beli mereka. Solusi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi
(EE*) yaitu perlunya penggunaan input secara optimal bagi petani-petani yang
199

belum efisien secara teknis sehingga dapat meningkatkan produksi secara


maksimal. Dengan demikian kebijakan swasembada dapat dicapai melalui
peningkatan produk marjinal yang maksimum (peningkatan efisiensi teknis dan
produktivitas). Namun selain itu untuk mencapai keuntungan maksimum melalui
peningkatan efisiensi alokasi diperlukan dukungan kebijakan harga input dan
output yang membela petani, sehingga dengan peningkatan profit yang didukung
oleh perluasan skala usahatani, maka pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan petani. Selain perbaikan harga input dan output, juga perlu
dukungan sistem distribusi, dan sistem insentif bagi petani. Dalam hal ini Vietnam
dapat dijadikan contoh dimana pemerintahnya sangat mendukung usahatani padi
melalui akses lahan yang sangat murah, dukungan infrastruktur, dan penetapan
kebijakan profit padi minimum 30%.
Rendahnya efisiensi alokasi juga dapat dilihat dengan membandingkan
biaya aktual (C) dengan biaya minimum yang dapat dicapai (C*) pada Tabel 111.
Namun jika mengacu kepada potensi maksimum nasional, maka kondisi aktual
setiap provinsi (C) lebih hemat dari potensi maksimum (C meta), kecuali di
Sumatera Utara. Hal ini mengarah pada efisiensi secara alokasi. Demikian pula
pada beberapa provinsi (Jawa Barat dan Jawa Timur) biaya minimum yang dapat
dicapai provinsi (C*) lebih rendah dari biaya minimum yang dapat dicapai pada
potensi maksimum nasional (C*meta) sehingga rasio C*/C*meta lebih kecil dari 1.
Hal ini menunjukkan bahwa petani di Jawa Barat dan Jawa Timur lebih baik
dibandingkan potensi nasional karena dapat mencapai biaya minimum yang lebih
rendah. Sementara provinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan,
dengan rasio lebih dari satu maka masih harus melakukan penghematan biaya
untuk mengejar biaya minimum potensi nasional. Dengan asumsi pasar bersaing
sempurna, rendahnya AE (tidak efisien secara alokasi) maka petani tidak
berproduksi pada titik LRAC minimum sehingga tidak tercapai economic of scale.
200

Tabel 111. Perbandingan Biaya Minumun Antar Provinsi dan Potensi maksimum
nasional
Sumatera Jawa Jawa Jawa Sulawesi
Provinsi Utara Barat Tengah Timur Selatan Indonesia
C 2,458,331 3,526,472 2,036,615 1,628,380 2,436,423 2,434,338
C meta 2,050,256 3,561,086 2,066,720 1,953,751 2,473,365 2,439,908
C-Cmeta 408,075 -34,614 -30,104 -325,372 -36,942 -5,569
C* 1,557,810 1,960,167 961,692 912,247 1,631,499 1,382,330
C*meta 1,179,550 2,052,751 918,578 1,003,857 1,494,588 1,318,811
C*/C*meta 1.33 0.95 1.05 0.91 1.09 1.06
201

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

9.1. Kesimpulan
1. Produksi padi antar provinsi menunjukkan bahwa faktor yang secara
konsisten berpengaruh nyata di setiap provinsi adalah lahan dan benih.
Produksi padi di setiap provinsi paling responsif terhadap lahan. Faktor lain
seperti tenaga kerja, pupuk urea, pupuk KCl dan musim pengaruhnya
bervariasi antar provinsi. Produksi padi secara nasional menggunakan fungsi
produksi metafrontier menunjukkan bahwa seluruh faktor produksi yaitu
lahan, benih, tenaga kerja, pupuk urea, pupuk KCl, dan musim berpengaruh
nyata terhadap produksi.
2. Secara teknis setiap provinsi sentra telah efisien dengan indeks efisiensi
teknis lebih dari 80 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi di
setiap provinsi bervariasi sesuai dengan kondisi masing-masing. Mutu benih
dan status lahan hampir di setiap provinsi berpengaruh terhadap efisiensi. Di
seluruh provinsi kecuali Sumatera Utara, lahan dengan status penguasaan
non-milik lebih efisien dibandingkan dengan lahan berstatus milik.
Berdasarkan fungsi produksi metafrontier efisiensi produksi padi secara
teknis di tingkat nasional lebih rendah dibandingkan efisiensi teknis di
masing-masing provinsi terutama Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Analisis
lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat senjang teknologi (technological
gap) yang tinggi pada produksi padi di masing-masing provinsi dibandingkan
dengan tingkat nasional. Di samping itu selain dipengaruhi oleh input
produksi padi di setiap provinsi juga dipengaruhi negatif oleh faktor yang
tidak terkendali (negative random error).
3. Walaupun di masing-masing provinsi secara teknis telah efisien, seluruh
provinsi kecuali Sulawesi Selatan secara alokasi dan ekonomi tidak efisien.
Hal ini menunjukkan walaupun produksi secara teknis hampir mencapai
maksimum akan tetapi belum mencapai keuntungan maksimum. Hal ini
dikarenakan petani tidak memiliki informasi yang sempurna tentang harga
input dan output dibandingkan informasi teknis. Pada tingkat nasional
rendahnya efisiensi ekonomi (belum mencapai keuntungan maksimum),
202

selain disebabkan oleh tidak sempurnanya informasi harga, secara teknis juga
belum efisien.

9.2. Implikasi Kebijakan


1. Pentingnya lahan dalam produksi padi di masing-masing provinsi di Indonesia
berimplikasi penyediaan lahan menjadi prioritas. Penyediaan lahan tersebut
membutuhkan intervensi pemerintah dalam kebijakan pertanahan dalam
bentuk; kemudahan akses lahan, menahan laju konversi lahan produktif,
pemanfaatan lahan sub optimal untuk tanaman semusim. Untuk meningkatkan
efisiensi dapat dilakukan melalui peningkatan ukuran usahatani. Hal ini dapat
ditempuh melalui kebijakan yang memperbaiki mekanisme pasar lahan seperti
penyewaan lahan. Implikasi lebih lanjut berarti petani pemilik lahan sempit
perlu dialihkan ke sektor non pertanian.
2. Peran benih terhadap produktivitas masih penting sehingga berimplikasi
perlunya ketersediaan benih berlabel dan distribusi agar tepat jumlah, tepat
waktu, dan harga yang terjangkau. Selain itu peningkatan mutu benih perlu
lebih ditingkatkan terutama inovasi benih unggul yang adaptif terhadap musim
dan lahan kering.
3. Untuk mencapai potensi maksimum nasional, petani di setiap provinsi perlu
meningkatkan upayanya melalui peningkatan penggunaan seluruh faktor
produksi. Dukungan pemerintah selain akses lahan dan distribusi benih juga
penyediaan pupuk dan perbaikan infrastruktur seperti irigasi.
4. Dalam jangka sangat panjang setiap provinsi dapat meningkatkan produksi
melalui terobosan teknologi baru. Untuk itu pemerintah perlu menyediakan
berbagai variasi teknologi sehingga teknologi tidak lagi menjadi kendala
seperti SRI, PTT, Primatani, dan sebagainya.
5. Target produksi maksimum dapat dicapai karena potensi maksimum nasional
diperoleh dari kondisi aktual petani secara frontier sosial ekonomi, namun
dengan indikator efisiensi alokasi dan ekonomi, secara welfare tidak tercapai.
Swasembada belum mengoreksi farmer welfare sehingga perlu reorientasi dari
produksi menuju profit oriented. Salah satu caranya yaitu dengan minimum
target. Pengembangan padi di Pulau Jawa dapat lebih diarahkan ke Jawa Barat
dan untuk pengembangan ke luar Jawa yaitu Sulawesi Selatan. Hal ini karena
peluang untuk mencapai potensi produksi maksimum lebih tinggi dari provinsi
lain walaupun dikendalai oleh risiko yang lebih tinggi pula.
6. Oleh karena data yang digunakan adalah data sekunder dengan basis data
sampling secara administratif sehingga frontier berdasarkan wilayah belum
tentu menangkap variasi agroekosistem. Hal ini karena tujuan penelitian
PATANAS memang berbeda dengan tujuan penelitian ini, dimana penelitian
PATANAS tidak sepenuhnya membatasai pengelompokan agroekosistem
sehingga untuk penelitian selanjutnya membutuhkan data primer dengan basis
data agroekosistem baik sawah, tadah hujan, pasang surut atau rawa, dan areal
pesisir, atau agroekosistem berdasarkan irigasi (irigasi teknis, irigasi setengah
teknis, irigasi sederhana atau irigasi desa). Efisiensi alokasi dalam penelitian
203

ini menggunakan fungsi biaya dual frontier dikarenakan informasi harga tidak
tersedia sehingga penelitian ini tidak dapat menggunakan model fungsi biaya
Fourier Flexible Frontier. Untuk penelitian selanjutnya diperlukan survei
harga pada setiap petani.
204

DAFTAR PUSTAKA

Afriat, S. N. 1972. Efficiency Estimation of Production Functions. International


Economic Review. 13 (October) 3: 558-568.

Ahmad, M., Chaudhry, G.M., and Iqbal, M. 2002. Wheat Productivity, Efficiency
and Sustainability: A Stochastic Production Frontier Analysis. The
Pakistan Development Review. 4:643–663.

Ahmad, M. 2003. Agricultural Productivity, Efficiency, and Rural Poverty in


Irrigated Pakistan: A Stochastic Production Frontier Analysis. The
Pakistan Development Review. 42 : 3, Autumn 2003: 219–248.

Aigner, D.J, and Chu, S.F. 1968. On Estimating The Industri Production Function.
American Economic Review. 58(4): 826-839.

Aigner, D.J., Lovell, C.A.K., and Schmidt, P. 1977. Formulation and Estimation of
Stochastic Frontier Production Function Model. Journal of Econometrics.
6:21-37.

Ajibefun, I.A., Daramola,A.G., and Falusi,O.A. 2006. Technical Efficiency of


Small Scale Farmers : An Application of the Stochastic Frontier
Production Function to Rural and Urban Farmers in Ondo State, Nigeria.
International Economic Journal. 20:87-107.

Ali, M. and J.C. Flinn. 1989. Profit Efficiency in Basmati Rice Producers in
Pakistan‟s Punjab. American Journal of Agricultural Economics. 71:303-
310.

Ali, M. and Chaudhry,M.A. 1990. Inter-Regional Farm Efficiency in Pakistan‟s


Punjab: A Frontier Production Function Study. Journal of Agricultural
Economics. 41:62-74.

Ali, A. 1997. An Analysis of Technical Efficiency of Rice Farmers in Pakistani


Punjab. [Thesis]. Department of Agricultural Economics, University of
Agriculture, Faisalabad, Pakistan.

Amaza., P.S. and D.C. Maurice. 2005. Identification of Faktors That Influence
Technical Efficiency in Rice-Based Production Sistems in Nigeria.
Proceeding. Workshop on Policies and Strategies for Promoting Rice
Production and Food Security in Sub-Saharan Africa. 7-9 November 2005,
Cotonou. Benin.

Asadullah, M.N., Rahman, S. 2005. Farm Productivity and Efficiency in Rural


Bangladesh: The Role of Education Revisited. CSAE Working Papers 10.
205

Asaftei, G. 2006. Profit Decomposition Using A Metafrontier Approach. Thesis.


Masters of Arts in Mathematics. Graduate School of Binghamton
University. State University of New York..

Auma, O.J.B., Kazuhiko, H, Shoji,S., and T. Muasao. 2006. Farm Size and
Productive Efficiency: Lessons from Smallholder Farms in Embu District,
Kenya. Journal Faculty of Agriculture, Kyushu University. 51:449-458.

Azad M.A.S., Mustafi, B.A.A., and Hossian, M. 2008. Hybrid Rice: Economic
Assessment of a Promising Technology for Sustainable Food Grain
Production in Bangladesh. Proceedings. AARES 52nd Annual Conference,
5-8 Februari. Rydges Lakeside Canberra, ACT, Australia.

Azhar, R.A. 1991. Education and Technical Efficiency During The Green
Revolution in Pakistan. Economic Development and Cultural Change.
39:651-665.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Berita Resmi Statistika. No. 12/02/Th. XIV, 7
Februari 2011. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2006. Rekomendasi Pemupukan N,P, dan K Pada P


Sawah Spesifik Lokasi. Peraturan Menteri Pertanian
No.01/Kpts/SR.130/1/2006 tanggal 3 Januari 2006. Departemen Pertanian.

-------------------------------.2007. Rekomendasi Pemupukan N,P, dan K Pada P


Sawah Spesifik Lokasi (Penyempurnaan). Peraturan Menteri Pertanian
No.40/Permentan/OT.140/4/2007 tanggal 11 April 2007. Departemen
Pertanian.

Puslitbangtan. 2006. Pemupukan Padi Sawah. Kerjasama Puslitbangtan-Balai


Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian-Balai Vesar P2TP-Balai
Besar Penelitian Padi- International Rice Research Institute.

Bagi, F.S. 1982. A Relationship Between Farm Size and Technical Efficiency in
West Tennessee Agriculture. South Journal of Agricultural Economics.14
(December, 1982):139-144.

Bakhsh., K. 2007. An Analysis of Technical Efficiency and Profitability of


Growing Potato, Carrot, Radish and Bitter Gourd: A Case Study of
Pakistani Punjab. Unpublished [Dissertation]. Department of Farm
Management, University of Agriculture, Faisalabad, Pakistan.

Bandyopadhyay S, Shyamsundar P, and Xie, M. 2007. Yield Impact of Irrigation


Management Transfer: Story from the Philippines. Policy Research
Working Paper, 4298.
206

Barki, A.A. and Shah, H.N.1998. Stochastic Frontier and Technical Efficiency of
Farms in Irrigated Area of Pakistan‟s Punjab. The Pakistan Development
Review. 37:275-291.

Barnes, A.P., Cesar R.G., and J.Sauer. 2011. A Metafrontier Approach to


Measuring Technical Efficiencies Across the UK Dairy Sector. Paper
prepared for the 122nd EAAE Seminar.

Barnum, H.N. and Squire, L. 1978, Technology and Relatif Economic Eficiency.
Oxford Economic Papers . 30, 181-198.

Bashir, M. and Khan, D. 2005. An Analysis of Allocative Efficiency of Wheat


Growers in Northern Pakistan. The Pakistan Development Review.
44:643–657.

Battese, G.E, and Corra, G.S. 1977. Estimation of A Production Frontier Model:
With Application to The Pastoral Zone of Eastern Australia. Australian
Journal of Agricultural Economics, 21. No.3: 169-179.

Battese, G.E, and Coelli, T.J. 1995. A Model for Technical Inefficiency Effects in
a Stochastic Frontier Production Function for Panel Data. Empirical
Economics. 320-332.

Battese, G.E., Malik, S.J and Gill, M.A. 1996. An Investigation of Technical
Inefficiencies of Production of Wheat Farmers in Four Districts of
Pakistan. Journal of Agricultural Economics, 47, 37-49.

Battese, G.E., and Hassan, S. 1999. Technical Efficiency of Cotton Farmers in


The Vehari District of Punjab, Pakistan. Pakistan Journal of Applied
Economics. 15:41-53.

Battese, G.E., and D.S.P Rao. 2002. Technology Gap, Efficiency, and a Stochastic
Metafrontier Function. International Journal of Business and Economics,
Vol. 1, No. 2, 87-93.

Battese, G E., D.S.P Rao., and C.J O‟Donnell. 2004. A Metafrontier Production
Function for Estimation of Technical Efficiencies and Technology Gaps
for Firms Operating Under Different Technologies. Journal of Productivity
Analysis. 21, 91–103.

Beattie, B.R, and Taylor, C.R. 1985. The Economics of Production, Wiley, New
York.

Belbase, K. and Grabowski, R. 1985. Technical Efficiency in Nepalese


Agriculture. Journal of Developing Areas. 19:515-525.

Binam, J. N., J.Gockowski, and G.B.Nkamleu. 2008. Technical Efficiency and


Productivity Potential of Cocoa Farmers in West African Countries. STCP
207

Working Paper Series. Issue 7. (Version Feb. 2008). International Institute


of Tropical Agriculture, Yaounde, Cameroon.

Bojnec, S. and Latruffe, L. 2007. Determinants of Technical Efficiency of


Slovenian Farms. Proceeding. I Mediterranean Conference of Agro-food
Sosial Scientists: Adding Value to the Agro-Food Supply Chain in the
Future Euromediterranean Space. 23 -25 April, 2007, Barcelona, Spain.

Boshrabadi, H.M., R.Villano., and E.Fleming. 2006. Analysis of Technical


Efficiency and Varietal Differences in Pistachio Production in Iran Using a
Meta-Frontier Analysis. Working Paper Series in Agricultural and
Resource Economics. University of new England. Amidale, New South
Wales, Australia.

Bozoglu, M. and Ceyhan, V. 2006. Measuring The Technical Efficiency and


Exploring The Inefficiency Determinants of Vegetable Farms in Samsun
Province, Turkey. Agricultural Sistems. 94:649–656.

Bravo-Ureta, B.E. 2006. Technical Efficiency in Farming: A Meta-Regression


Analysis. J Prod Anal 27, 57-72.

Breustedt, G., T.Francksen., and U.Latacz-Lohmann. 2007. Estimating Non-


Concave Metafrontiers Using Data Envelope Analysis. Paper prepared for
presentation at the 47th annual conference of the GEWISOLA (German
Association of Agricultural Economists) and the 17th annual conference of
the ÖGA (Austrian Association of Agricultural Economists). Department
of Agricultural Economics, Christian-Albrechts University, Kiel, Germany.

Charnes A, Cooper WW, Rhodes E. 1978. Measuring the efficiency of decision


making units. European Journal of Operational Research. 2: 429-444.

Chavas, J.P. and Aliber,M. 1993. An Analysis of Economic Efficiency in


Agriculture: A Nonparametric Approach. Journal of Agricultural and
Resource Economics, 18, July,1993 :1-16.

Chen, Z., and S.Song. 2006. Efficiency and Technology Gap in China‟s
Agriculture: A Regional META-Frontier Analysis. UNR Economics
Working Paper Series Working Paper No. 06-005. Department of
Economics University of Nevada, Reno.

Coelli TJ. 1996. Measurement of total faktor productivity growth and biases in
technological change in Western Australian agriculture. Journal of Applied
Econometrics, 11: 77-91.

Coelli, T.J., Rahman, S and Thirtle, C. 2002. Technical, Allocative, Cost and
Scale Efficiencies in Bangladesh Rice Cultivation: A Nonparametric
Approach. Journal of Agricultural Economics, 53:607-626.
208

Coelli, T.J., D.S.P Rao, and Battese, G.E. 1998, An Introduction to Efficiency and
Productivity Analysis, Kluwer Academic Publishers, Boston.

Croppenstedt, A. 2005. Measuring Technical Efficiency of Wheat Farmers in


Egypt. ESA Working Paper No. 05-06. Agricultural and Development
Economics Division, FAO.

Daryanto, H.K.S. 2000. Analysis of The Technical Efficiency of Rice Production


in West Java Province, Indonesia; A Stochastic Frontier Production
Function Approach. [Dissertation]. University of New England. Armidale.
Australia.

Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. MacMillan Publishing


Company. New York.

Departemen Pertanian, 2010. Statistik Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.


___________________. 2010. Rencana Strategi Departemen Pertanian 2004-
2010. Departemen Pertanian, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengairan. 2011. Kementerian Pekerjaan Umum Indonesia.


Doll, J.P, and F. Orazem. 1984. Production Economics ; Theory with Application,
Second Edition. John Willey and Sons. New York.

Ekanayake, S.A.B. and Jayasuriya, S.K.W. 1987. Measurement of Firm Specific


Technical Efficiency: A Comparison of Methods. Journal of Agricultural
Economics. 38(1):115-122.

Fan. S. 2000. Technological Change, Technical and Allocative Efficiency in


Chinese Agriculture: the Case of Rice Production in Jiangsu. Journal of
International Development. 12: 1-12.

Farrel, M.J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency. Journal of the


Royal Statistical Society A 120. part 3:253-281.

Femi, O., Ogundele, and Okoruwa,V.O. 2004. A Comparative Analysis of


Technical Efficiency between Traditional and Improved Rice Variety
Farmers in Nigeria. African Journal of Economic Policy. 11,No.1:91-108.

Ferdushi, K.F. 2011. Technical Efficiency and Meta-Technology Ratios of


Regional Firms in Bangladesh: A Stochastic Meta-Frontier Model.
Scientific Research and Essays. Vol. 6(29), 6120-6131.

Ferjani, A and L.Latruffe. 2009. Could Small Dairy Farms in Switzerland


Compete with Their French Counterparts? A Metafrontier Analysis During
1990-2004. 111 EAAE-IAAE Seminar „Small Farms: decline or
persistence. University of Kent, Canterbury.
209

Fogarasi, J., and L.Latruffe. 2009. Farm performance and support in Central and
Western Europe: A comparison of Hungary and France. International
Association of Agricultural Economists Conference. Beijing, China.

Fuwa, N., Edmonds, C and Banik, P. 2005. How Inefficient Are Small-Scale Rice
Farmers in Eastern India really ? Examining the Effects of
Microtopography on Technical Efficiency Estimates. Proceeding.
American Agricultural Economics Association Annual Meeting. 24-27,
July 2005. Providence. Rhode Island.

Ghatak, S and K. Ingersent. 1984. Agricultural and Economic Development.


Wheatsheaf Book Ltd. The Harvester Press Publishing Group.

Gotsch, C.H. 1972. Technological Change and the Distribution of Income in Rural
Areas. American Journal of Agricultural Economics. 54. no.2 (May, 1972):
326–341.

Goyal, S.K., and Suhag, K.S. 2003. Estimation of Technical Efficiency on Wheat
Farms in Northern India - A Panel Data Analysis. Working Paper.
International Farm Management Congress.

Grant M. S and R Posada T. 1978. The Impact of Technical Change on Income


Distribution: The Case of Rice in Colombia. American Journal of
Agricultural Economics. 60, No.1 (Feb, 1978):85-92.

Greene, W.H. 1993. The Econometric Approach to Efficiency Analysis. Dalam


Fried, HO, Lovell CAK, Schmidt SS. (Eds.), The Measurement of
Productive Efficiency: Techniques and Applications. Oxford University
Press. New York. 68-119.

Haji, J. 2006. Production Efficiency of Smallholder‟s Vegetable Dominated


Mixed Farming Sistem in Eastern Ethiopia: A non-parametric approach.
Journal of African Economies. 16:1-27.

Hardono, G.S., Pakpahan A, Syafaat, N, Purwoto, A, Saliem, H.P, 1992.


Kelembagaan Lahan dan Konservasi Tanah dan Air. PSE. Bogor.

Hassan, S. 2004. An Analysis of Technical Efficiency of Wheat Farmers in The


Mixed Farming Sistem of The Punjab, Pakistan. [Dissertation].
Department of Farm Management, University of Agriculture, Faisalabad,
Pakistan.

Hayami, Y, and Herdt, R.W. 1977. Market Price Effects of Technological


Change on Income Distribution in Semisubsistence Agriculture. American
Journal of Agricultural Economics. 59, no. 2 (May, 1977): 245–256.
210

Hayami, Y., and Ruttan, V. 1970. Agricultural Productivity Differences Among


Countries. American Economic Review. 40, 895-911.

Helfand, S.M., 2003. Farm Size and Determinants of Production Efficiency in the
Brazilian Centre West. Proceeding 25th International Conference
Agricultural Economics (IAAE). 16th - 22nd August, 2003. Durban. South
Africa; 605–612.

Herdt, R, W., and A.M. Mandac. 1981. Modern Technology and Economic
Efficiency of Philippine Rice Farms. Economics Development and
Cultural Change. 29:374–399.

Himayatullah. 1995. Estimating Relatif Technical Efficiency in Barani


Agriculture: Some Further Results. The Pakistan Development Review
34 : 4 Part III (Winter, 1995): 913-924.

Huang, C.J. and Bagi, F.S. 1984. Technical Efficiency on Individual Farms in
Northwest India. Southern Economics Journal. 51 (July, 1984):108-115.

Huang, Y. and Kalirajan. K. P., 1997, Potential of China‟s Grain Production:


Evidence From The Household Data. Agricultural Economics : 17: 191-
199.

Hussain, S.S. 1995 . Analysis of Allocative Efficiency in Northern Pakistan:


Estimation, Causes, and Policy Implications. The Pakistan Development
Review. 34:1167-1180

Hussain, M.S. 1999. An Analysis of The Efficiency of Cotton Farmers in the


Punjab Province in Pakistan. Unpublished. [Dissertation]. Graduate School
of Agriculture and Resource Economics, University of New England,
Armidale, Australia.

Idiong I.C. 2007. Estimation of Farm Level Technical Efficiency in Small Scale
Swamp Rice Production in Cross River State of Nigeria: A Stochastic
Frontier Approach. World Journal of Agricultural Sciences. 3 (5): 653-
658.

Iqbal, S. 1997. Faktors Determining Technical Efficiency of Sugarcane Farmers:


A Case Study of District Toba Take Singh. [Thesis]. Department of
Agricultural Economics, University of Agriculture, Faisalabad. Pakistan.

[IRRI] International Rice Research Institute. 2009. http://www.irri.org.


Didownload Tanggal 14 Pebruari 2011.

Jemaa, M., M,Ben., and M.Adel Dhif. 2006. Agricultural Productivity and
Technological Gap Between MENA Region and Some European
Countries: A Metafrontier Approach. LEGI-Polytechnics of Tunisia.
211

Jha, R., Chitkara, P. and Gupta, S. 2000. Productivity, Technical and allocative
Efficiency and Farm Size in Wheat Farming in India: A DEA approach.
Applied Economics Letters. 7:1-5.

Jondrow, J, Lovell, C.A.K, Materov, I.S, and Schmidt, P. 1982. On The


Estimation of Technical Inefficiency in The Stochastic Frontier Production
Function Model. Journal of Econometrics. 19(1): 233-238.

Junankar, P.N. 1980. Test of the Profit Maximization Hypothesis: A Study of


Indian Agriculture. Journal of Development Studies. 16: 187-203.

Kabir, H., and M.Khan. 2010. Using The Metafrontier Approach For Estimating
Technical Efficiency And Technological Gaps Of Biogas Plants Under
Different Regions In Bangladesh. Bangladesh Research Publications
Journal, Vol. 4, 31-40.

Kalirajan, K.P. 1981. An Econometric Analysis of Yield Variability in Paddy


Production. Canadian Journal of Agricultural Economics. 29:283-294.

Kalirajan, K.P. 1984. Farm-Specific Technical Efficiencies and Development


Policies. Journal of Economics Studies. 11:3-13.

Kalirajan, K. and Flinn, J.C. 1983. The Measurement of Farm-Specific Technical


Efficiency. Pakistan Journal of Applied Economics. 11:167–180.

Kalirajan, K. and Shand, R.T. 1985. Types of Education and Agricultural


Productivity: A Quantitative Analysis of Tamil Nadu Rice Farming. The
Journal of Development Studies. 21:232-243.

Kasryno, F. 1985. Technological Progress and Its Effects on Income Distribution


and Employment in Rural Areas: A Case Study in Villages in West Java
and East Java, Indonesia. Agro-Economics Survey. Rural Dynamics
Study. Bogor. Indonesia.

Khan, M.H., and Maki, D.R., 1979. Effect of Farm Size on Economic Efficiency:
The Case of Pakistan. American Journal Agricultural Economics, 61, 64–
69.

Kibaara, B.W. 2005. Technical Efficiency in Kenyan‟s Maize Production: An


Application of The Stochastic Frontier Approach [Thesis]. Colorado:
Colorado State University.

Kolawole, Ogundari. 2009. A Meta-Analysis Of Technical Efficiency In Nigerian


Agriculture. International Association of Agricultural economists
Conference, Beijing, China.

Koopmans, T.C. 1951. An Analysis of Production As An Efficient Combination


of Activities. (Ed.) Activity Analysis of Production and Allocation,
212

Cowles Commission for Research in Economics, Monograph No. 13,


Wiley, New York.

Kramol, Prathanthip et al. 2010. Technical Efficiency and Technology Gaps on


„Clean and Safe‟ Vegetable Farms in Northern Thailand: A Comparison of
Different Technologies. 54th National Conference of the Australian
Agricultural and Resource Economics Society. Adelaide, Australia.

Krasachat, W. 2000. Measurement of Technical Efficiency in Thailand


Agricultural Production. Proceeding International Conference on the Chao
Phraya Delta: Historical Development, Dynamics and Challenges of
Thailand‟s Rice Bowl. 12-15 December 2000, Bangkok.

___________. 2003. Technical Efficiencies of Rice Farms in Thailand: A


Nonparametric Approach. Proceeding Hawaii International Conference on
Business. 18-21 June 2003, Honolulu.

Kumbhakar, S.C, Ghosh, S, and McGuckin, J.T. 1991. A Generalized Production


Frontier Approach for Estimating Determinants of Inefficiency in U.S.
Dairy Farms. Journal of Business and Economic Statistics, 9: 279-286.

Kusnadi, N., Tinaprilla, N. 2011a. Indonesia Rice Supply and Demand Dynamic
Model. Journal of Asian Forum for Business Education (AFBE). Vol 4
No. 2, July 2011. ISSN 2071-7873. Bangkok. Thailand.

Kusnadi,N., Tinaprilla,N., Susilowati,S.H., Purwoto,A. 2011b. Analisis Efisiensi


Usahatani Padi di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 29, No.1, Mei
2011. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Kementerian
Pertanian. Bogor.

Kustiari, R., Simatupang, P., Swastika, D.K.S., Wahida, Purwoto, A. Purba, H.J.,
Nurasa, T. 2010. Supply and Demand Projection (2009-2014) for Major
Agricultural Commodities. Agro-socioeconomics Newsletter. 04(4).
December, 2010. Published by The Indonesian Center for Agriculture
Socio Economic and Policy Studies. Bogor.

Kuznets, S. 1973. Modem Economic Growth: Findings and Reflections. American


Economic Review 63(3), 247-258.

Lau, L.J. and Yotopoulos, P.A. 1971. A Test for Relatif Efficiency and An
Application to Indian Agriculture. American Economic Review. 61: 94-
109.
___________________________. 1989. The Meta-Production Function
Approach to Technological Change in World Agriculture. Journal of
Development Economics. 31(2) October 1989: 241-269.
213

Li, L.P. 2000. Yield Gaps, Economic Inefficiency and Potential for Productivity
Growth of Rice Farms in China. [Dissertation].University of the
Philippines.

Li, Z.,and Liu, X. 2009. The Effect of Rural Infrastructure Development on


Agriculture Production Technical Efficiency. Evidence from the Data of
Second National Agriculture Census of China. Paper at The International
Association of Agriculture Economists Conference, Beijing, China.
August 16-22th, 2009:1-19.

Lovell, C.A.K. and Sickles, R. 1983. Testing Efficiency Hypotheses in Joint


Production: A Parametric Approach. Review of Statistics and Economics
65: 51-58.

Mariano, M.J. 2010. Metafrontier Analysis of Farm-level Efficiencies and


Environmental-Technology Gaps in Philippine Rice Farming. Australian
Agricultural and Resource Economics Society (AARES) 54th Annual
Conference. Adelaide, Australia.

Matawie, K M., and A Assaf. 2008. Efficiency Comparison of Heterogeneous


Operational Groups. International Journal of Computer and Information
Engineering 2:2.

Matawie, K.M., and A. Assaf. 2008. A Metafrontier Model to Assess Regional


efficiency differences. Emerald Group Publishing Limited. Journal of
Modelling in Management. Vol. 3 No. 3, 268-276

Mbaga, M. D. 2000. A Dynamic Adjustment Models of the Alberta Beef Industri


Under Risk and Uncertainty. [Dissertation]. Department of Agricultural
Economics and Farm Management. The University of Manitoba. 2000.

Meeusen, W, and J. Van Den Broek J. 1977. Efficiency Estimation from Cobb-
Douglas Production Function with Composed Error. International Economic
Review. 18: 435-444.

Mohammed, Anatu., and Newlove Franklin Alorvor. 2004. Foreign Capital and
Firm Level Efficiency in Ghana: A Metafrontier Production Function
Approach. Master Thesis No 2004:32. Graduate Business School, School
of Economics and Commercial Law, Göteborg University.

Moreira, Vı´ctor H., Boris E. Bravo-Ureta. 2009. Technical Efficiency and


Metatechnology Ratios for Dairy Farms in Three Southern Cone
Countries: A Stochastic Meta-Frontier Model. J Prod Anal 33, 33-45.

Myint, T, and Kyi, T. 2005. Analysis of Technical Efficiency of Irrigated Rice


Production Sistem in Myanmar. Proceeding. Conference on International
Agricultural Research for Development; Stuttgart-Hohenheim. 11-13
October, 2005. Myanmar.
214

Nishimizu, M. and Page, J. M. 1982, Total Faktor Productivity Growth,


Technological Progress and Technical Efficiency Change: Dimensions of
Productivity Change in Yugoslavia, 1965-78. The Economic Journal.
92(368): 920-936.

Nkamleu, Guy Blaise., Joachim Nyemeck., and Diakalia Sanogo. 2006.


Metafrontier Analysis of Technology Gap and Productivity Difference in
African Agriculture. Munich Personal RePEc Archive.

Odchimar, H.P., and A.Tan-Cruz. 2007. Technical Efficiency and Environmental-


Technological Gaps in Rice Production in Mindanao Using a Metafrontier
Analysis. 10th National Convention on Statistics (NCS).

O‟Donnell, C.J., D.S.P Rao., and G.E Battese. 2007. Metafrontier Frameworks
for The Study of Firm-Level Efficiencies and Technology Ratios.
Springer-Verlag. Empirical Economics 34, 231–255.

Ogundari, K, Amos, T.T, and Ojo, S.O. 2010. Estimating Confidence Intervals for
Technical Efficiency of Rainfed Rice Farming Sistem in Nigeria. China
Agricultural Economics Review. 2(1): 231-240.

Ogunyinka, E.B and Ajibefun, I.A. 2004. Determinants of Technical Inefficiency


on Farm Production : Tobit Analysis Approach to the NDE Farmers in
Ondo Stata, Nigeria. International Journal of Agriculture & Biology.
6:355–358.

Okoruwa, V.O., Ogundele,O.O. and Oyewusi, B.O. 2004. Efficiency and


Productivity of Farmers in Nigeria: A study of rice farmers in North
Central Nigeria. [Proceeding]. 26th Conference of the International
Association of Agricultural Economists 12-18 August . Gold Coast,
Australia.

Parikh, A. and Shah, M.K. 1994. Measurement of Technical Efficiency in The


North West Frontier Province of Pakistan. Journal of Agricultural
Economics. 45:132-138.

Parikh, H., Ali, F., and Shah, M.K. 1995. Measurement of Economic Efficiency
in Pakistan Agriculture. American Journal of Agricultural Economics.
77(2): 675-686.

Pate, N.T, and Tan-Cruz, A. 2007. Technical Efficiency of Philippine Rice-


Producing Regions: An Econometric Approach. [Proceedings]. 10th
National Convention on Statistics (NCS); EDSA Shangri-La Hotel, 1-2
October 2007. Philippine.
215

Pinheiro, A. E. 1992. An Econometric Analysis of Farm-Level Efficiency of


Small Farms in the Dominican Republic. [Thesis]. University of
Connecticut.

Rahman, S. 2002. Profit Efficiency Among Bangladeshi Rice farmers.


[Discussion Paper]. Series 0203.The University of Manchester School of
Economic Studies.

_________. 2003. Profit Efficiency Among Bangladeshi Rice Farmers.


[Proceeding]. 25th International Conference of Agricultural Economists
(IAAE). 16 – 22 August, 16-22th. Durban, South Africa.

Raju VT. 1976. Impact of New Agricultural Technology on Farm Income


Distribution in West Godafari District India. American Journal of
Agriculture Economic May 1976.

Rawlins, G. 1985. Measuring The Impact of IRDPII Upon The Technical


Efficiency Level of Jamaican Peasant Farmers. Sosial and Economic
Studies. 34:71–96.

Ray, Subhash C. 1985. Measurement and Test of Efficiency of Farms in Linear


Programming Models: A Study of West Bengal Farms. Oxford Bulletin of
Economics and Statistics, Department of Economics, University of Oxford.
November 1985. 47(4): 371-386.

Richmond, J. 1974. Estimating The Efficiency of Production. International


Economic Review, 15: 515- 521.

Rios, A.R. and Shively, G.E. 2005. Farm Size and Non Parametric Efficiency
Measurements for Coffee Farms in Vietnam. Proceeding. American
Agricultural Economics Association Annual Meeting. 24-27 July 2005,
Providence, Rhode Island.

Rungsuriyawiboon , Spawat., and Xiaobing Wang. 2007. Recent Eevidence on


Agricultural Efficiency and Productivity in China: A Metafrontier
Approach. Discussion Paper No. 104. Leibniz Institute of Agricultural
Development in Central and Eastern Europe.

Saenong, S., Suherman, O., Bahtiar., Alam, S.; Azis, M.; Kartono, G. 1998. The
Assessment of Direct Seeded Rice (Tabela) in Rice Base Farming Systems
Agribusiness Oriented (SUTPA) in South Sulawesi. Jurnal Penelitian
Pertanian Tanaman Pangan. ISSN0216-9959 Vol. No.v. 17(1) p. 20-32

Saka. J.O., and Lawal, B.O. 2009. Determinants of Adoption and Productivity
of Improved Rice Varieties in Southwestern Nigeria. African Journal of
Biotechnology. 8 (19): 4923-4932.
216

Sampath.R.K. 1979. Nature and Measurement of Economic Efficiency in Indian


Agriculture. Indian Journal of Agricultural Economic. 34(2) : 17-34.

Schmidt, P., and C.A.K. Lovell. 1976. Estimating Stochastic Production and Cost
Frontiers When Technical and Allocative Inefficiency Are Correlated.
Journal of Econometrics. 13:83-100.

Seyoum, E.T., Battese, G.E, and Fleming, E.M. 1998. Technical Efficiency and
Productivity of Maize Producers in Eastern Ethiopia: A study of Farmers
Within and Outside the Sawakawa–Global 2000 Project. Agricultural
Economics . (19): 341-348.

Shapiro, K. H. 1983. Efficiency Differentials in Peasant Agriculture and Their


Implications for Development Policies. Journal of Development Studies.
19:179-190.

Shapiro, K. H. and Muller, J. 1977. Sources of Technical Efficiency: The Roles of


Modernization and Information. Economic Development and Cultural
Change. 19:293-310.

Sharif, N.R. and Dar, A.A. 1996. An Empirical Study of The Patterns and Sources
of Technical Inefficiency in Traditional and HYV Rice Cultivation in
Bangladesh. Journal of Development Studies. 32:612-629.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem


dan Usaha Agribisnis Industrial. Makalah pada Pelatihan Analisa Finansial
dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis
Wilayah, 29 November – 9 Desember 2004.

Simatupang, P. et al. 2007. Studi Dinamika Ekonomi Pedesaan; Panel Petani


Nasional (PATANAS). Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan.
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.

Sinaga, R. S., and Sinaga, B.M. 1978. Comments on Shares of Farm Earnings
from Rice Production. International Rice Research Institute (IRRI).
Economic Consequences of the New Rice Technology. Los Banos,
Philippines.

Sipiläinen, T., Kuosmanen T., and Kumbhakar S.C. 2008. Measuring Productivity
Differentials – An Application to Milk Production in Nordic Countries.
12th Congress of the European Association of Agricultural Economics –
EAAE. HAWEPA. Halle, German.

Soejono, I. 1977. Growth and Distributional Change of Income in Paddy Farms in


Central Java, 1968–1974. Bulletin of Indonesian Economic Studies. July
1977.12(2): 80–89.
217

Soekartawi, Soehardjo,A., Dillon, J.L., Hardaker, J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Penerbit UI Press. Jakarta.

Srivastava, U.K, and Heady, E.O. 1973. Technological Change and Relatif Faktor
Shares in Indian Agriculture: An Empirical Analysis. Australian
Agricultural Economics Society. VI:pp 6.

Susilowati, et al. 2010. Studi Dinamika Ekonomi Pedesaan; Panel Petani


Nasional (PATANAS). Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan.
Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.
Departemen Pertanian. Bogor.

Tian, W, and Wan, G.H. 2000. Technical Efficiency and Its Determinants in
China‟s grain production. Journal of Productivity Analysis. 13: 159-174.

Upton. M. 1979. The Unproductive Production Function. Journal of Agricultural


Economics. May 1979. 30(2): 179-194.

Villano, R. and E.Fleming..2006. Technical Inefficiency and Production Risk in


Rice Farming: Evidence from Central Luzon Philippines. Asian
Economics Journal. 20: 29–46.

Villano, R., P.Fleming., and E.Fleming. 2008. Measuring Regional Productivity


Differences in the Australian Wool Industri: A Metafrontier Approach.
AARES 52nd Annual Confrence. University of New England, Armidale,
NSW, Australia.

Villano, R., H. M Boshrabadi., and E.Fleming. 2010. When Is Metafrontier


Analysis Appropriate? An Example of Varietal Differences in Pistachio
Production in Iran. J Agr Sci Tech. Vol. 12, 379-389.

Wang, Eric C. 2007. R&D Efficiency and Economic Performance: A Cross-


Country Analysis Using the Stochastic Frontier Approach. Journal of
Policy Modeling 29, 345–360.

Xu, X. and Jeffrey, S.R. 1995. Efficiency and Technical Progress in Traditional
and Modern Agriculture: Evidence from Rice Production in China. [Staff
Paper] 95-102. Department of Rural Economy, Faculty of Agriculture,
Forestry, and Home Economics, University of Alberta, Edmonton, Canada.

Yang , Chih-Hai., and Ku-Hsieh Chen. 2007. Are Small Firms Less Efficient?.
Springer Science+Business Media, LLC. Small Business Economics 32,
375–395.

Zyl, J.V., Binswanger, H, and Twirtle, C. 1995. The Relationship Between Farm
Size and Efficiency in South African Agriculture. Policy Research
Working Paper, 1548. The World Bank Washington, D.C.
218

LAMPIRAN
219

Lampiran 1. Penurunan Fungsi Biaya Dual Frontier


220
221
222
223
224

C*
221

Lampiran 2. Output SAS Pendugaan Fungsi Produksi Dengan Metode OLS


The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 7

---------------------------------------------- PROP=12 ------------------------------------------


The REG Procedure
Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance
Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 46.95700 7.82617 133.70 <.0001


Error 93 5.44372 0.05853
Corrected Total 99 52.40072

Root MSE 0.24194 R-Square 0.8961


Dependent Mean 7.44359 Adj R-Sq 0.8894
Coeff Var 3.25031

Parameter Estimates
Parameter Standard Variance
Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 7.46752 0.50538 14.78 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.81949 0.11604 7.06 <.0001 9.46027
LNBIT LNBIT 1 0.15615 0.11039 1.41 0.1605 8.95719
LNTK LNTK 1 0.13690 0.04382 3.12 0.0024 1.20934
LNUREA LNUREA 1 0.03040 0.00833 3.65 0.0004 1.05714
LNKCL LNKCL 1 0.00663 0.00556 1.19 0.2366 1.01352
DMUSIM DMUSIM 1 0.00008299 0.04857 0.00 0.9986 1.00584

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 8

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F
222

Model 6 55.34498 9.22416 202.91 <.0001


Error 123 5.59142 0.04546
Corrected Total 129 60.93640

Root MSE 0.21321 R-Square 0.9082


Dependent Mean 8.11951 Adj R-Sq 0.9038
Coeff Var 2.62590

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.02394 0.34838 23.03 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.85028 0.07686 11.06 <.0001 7.14500
LNBIT LNBIT 1 0.12647 0.06864 1.84 0.0678 6.60589
LNTK LNTK 1 0.00333 0.03107 0.11 0.9148 1.32463
LNUREA LNUREA 1 0.02107 0.03861 0.55 0.5862 2.60485
LNKCL LNKCL 1 0.00406 0.01675 0.24 0.8087 1.05451
DMUSIM DMUSIM 1 0.12365 0.03762 3.29 0.0013 1.00980
223

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 9

---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 85.14040 14.19007 151.44 <.0001


Error 164 15.36706 0.09370
Corrected Total 170 100.50746

Root MSE 0.30611 R-Square 0.8471


Dependent Mean 7.15012 Adj R-Sq 0.8415
Coeff Var 4.28115

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 7.43310 0.34790 21.37 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.96870 0.07474 12.96 <.0001 3.70399
LNBIT LNBIT 1 0.08257 0.07105 1.16 0.2468 2.99193
LNTK LNTK 1 0.18568 0.06482 2.86 0.0047 1.77410
LNUREA LNUREA 1 0.05923 0.05685 1.04 0.2990 3.13095
LNKCL LNKCL 1 0.01424 0.00933 1.53 0.1288 1.02419
DMUSIM DMUSIM 1 0.13052 0.04746 2.75 0.0066 1.02166
224

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 10

---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 44.82085 7.47014 441.87 <.0001


Error 88 1.48769 0.01691
Corrected Total 94 46.30854

Root MSE 0.13002 R-Square 0.9679


Dependent Mean 7.30461 Adj R-Sq 0.9657
Coeff Var 1.77999

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.28854 0.26502 31.28 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 1.07097 0.05707 18.77 <.0001 5.94098
LNBIT LNBIT 1 0.15916 0.06561 2.43 0.0173 7.45168
LNTK LNTK 1 0.02873 0.02331 1.23 0.2210 1.66745
LNUREA LNUREA 1 -0.01545 0.04287 -0.36 0.7194 3.10171
LNKCL LNKCL 1 0.00192 0.00463 0.41 0.6800 1.22095
DMUSIM DMUSIM 1 -0.04794 0.02728 -1.76 0.0823 1.03986
225

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 11

---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 39.66379 6.61063 279.70 <.0001


Error 89 2.10350 0.02363
Corrected Total 95 41.76729

Root MSE 0.15374 R-Square 0.9496


Dependent Mean 7.67656 Adj R-Sq 0.9462
Coeff Var 2.00267

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.19117 0.29576 27.70 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 1.06787 0.06039 17.68 <.0001 4.78147
LNBIT LNBIT 1 0.03621 0.06230 0.58 0.5626 4.48634
LNTK LNTK 1 0.06611 0.02007 3.29 0.0014 1.32904
LNUREA LNUREA 1 0.03923 0.04113 0.95 0.3428 2.98618
LNKCL LNKCL 1 0.00371 0.00428 0.87 0.3881 1.36136
DMUSIM DMUSIM 1 -0.08778 0.03191 -2.75 0.0072 1.01794
226

POOL

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 12

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 344.27874 57.37979 956.35 <.0001


Error 585 35.09941 0.06000
Corrected Total 591 379.37816

Root MSE 0.24495 R-Square 0.9075


Dependent Mean 7.52273 Adj R-Sq 0.9065
Coeff Var 3.25609

Parameter Estimates
Parameter Standard Variance
Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.01129 0.11582 69.17 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.97192 0.02371 41.00 <.0001 2.72773
LNBIT LNBIT 1 0.09571 0.02314 4.14 <.0001 2.33824
LNTK LNTK 1 0.05553 0.01463 3.79 0.0002 1.09736
LNUREA LNUREA 1 0.02752 0.00763 3.61 0.0003 1.25638
LNKCL LNKCL 1 0.00778 0.00318 2.45 0.0147 1.03931
DMUSIM DMUSIM 1 0.04986 0.02021 2.47 0.0139 1.00486
227

META

The SAS Sistem 17:46 Thursday, September 30, 2001 2

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQHAT LNQHAT

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 6 311.99486 51.99914 7936.90 <.0001


Error 585 3.83267 0.00655
Corrected Total 591 315.82753

Root MSE 0.08094 R-Square 0.9879


Dependent Mean 7.71156 Adj R-Sq 0.9877
Coeff Var 1.04962

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.08209 0.03827 211.17 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.90314 0.00783 115.29 <.0001 2.72773
LNBIT LNBIT 1 0.14014 0.00765 18.32 <.0001 2.33824
LNTK LNTK 1 0.04762 0.00484 9.85 <.0001 1.09736
LNUREA LNUREA 1 0.01375 0.00252 5.45 <.0001 1.25638
LNKCL LNKCL 1 0.00584 0.00105 5.56 <.0001 1.03931
DMUSIM DMUSIM 1 0.03579 0.00668 5.36 <.0001 1.00486
228

RESTRICT SUMUT

The SAS System 15:34 Thursday, September 30, 2001 2

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 46.65908 9.33182 152.78 <.0001


Error 94 5.74164 0.06108
Corrected Total 99 52.40072

Root MSE 0.24715 R-Square 0.8904


Dependent Mean 7.44359 Adj R-Sq 0.8846
Coeff Var 3.32026

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 7.69800 0.50559 15.23 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.81354 0.11850 6.87 <.0001 9.45539
LNBIT LNBIT 1 0.12686 0.11198 1.13 0.2602 8.83329
LNTK LNTK 1 0.09844 0.04123 2.39 0.0190 1.02634
LNUREA LNUREA 1 0.03135 0.00849 3.69 0.0004 1.05444
LNKCL LNKCL 1 0.00626 0.00568 1.10 0.2733 1.01264
DMUSIM DMUSIM 1 -0.07645 0.03550 -2.15 0.0339 0.51511
RESTRICT -1 1.99092 0.90148 2.21 0.0264* .

* Probability computed using beta distribution.

RESTRICT JABAR

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 1

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ
229

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 55.07115 11.01423 232.86 <.0001


Error 124 5.86525 0.04730
Corrected Total 129 60.93640

Root MSE 0.21749 R-Square 0.9037


Dependent Mean 8.11951 Adj R-Sq 0.8999
Coeff Var 2.67857

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.03288 0.35535 22.61 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.81783 0.07723 10.59 <.0001 6.93353
LNBIT LNBIT 1 0.14271 0.06969 2.05 0.0427 6.54453
LNTK LNTK 1 -0.02466 0.02948 -0.84 0.4046 1.14617
LNUREA LNUREA 1 0.01248 0.03923 0.32 0.7508 2.58345
LNKCL LNKCL 1 -0.00750 0.01640 -0.46 0.6484 0.97114
DMUSIM DMUSIM 1 0.05914 0.02746 2.15 0.0332 0.51692
RESTRICT -1 2.12489 0.88313 2.41 0.0155* .

* Probability computed using beta distribution.

RESTRICT JATENG

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 2

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 81.57473 16.31495 142.19 <.0001


Error 165 18.93274 0.11474
Corrected Total 170 100.50747

Root MSE 0.33874 R-Square 0.8116


230

Dependent Mean 7.15012 Adj R-Sq 0.8059


Coeff Var 4.73752

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 7.72551 0.38139 20.26 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.85628 0.08021 10.68 <.0001 3.48377
LNBIT LNBIT 1 0.08607 0.07862 1.09 0.2752 2.99174
LNTK LNTK 1 0.01239 0.06464 0.19 0.8483 1.44086
LNUREA LNUREA 1 0.09976 0.06249 1.60 0.1123 3.08913
LNKCL LNKCL 1 0.00734 0.01024 0.72 0.4747 1.00947
DMUSIM DMUSIM 1 -0.06184 0.03959 -1.56 0.1202 0.58059
RESTRICT -1 8.08650 1.45062 5.57 <.0001* .

* Probability computed using beta distribution.

RESTRICT JATIM

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 3

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 44.35104 8.87021 403.29 <.0001


Error 89 1.95750 0.02199
Corrected Total 94 46.30854

Root MSE 0.14831 R-Square 0.9577


Dependent Mean 7.30461 Adj R-Sq 0.9554
Coeff Var 2.03029

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.62274 0.29351 29.38 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 1.03847 0.06471 16.05 <.0001 5.87166
LNBIT LNBIT 1 0.21149 0.07397 2.86 0.0053 7.28107
LNTK LNTK 1 -0.01133 0.02513 -0.45 0.6532 1.49020
231

LNUREA LNUREA 1 -0.10150 0.04521 -2.25 0.0272 2.65195


LNKCL LNKCL 1 -0.00239 0.00520 -0.46 0.6474 1.18302
DMUSIM DMUSIM 1 -0.13475 0.02481 -5.43 <.0001 0.66099
RESTRICT -1 2.38017 0.51500 4.62 <.0001* .

* Probability computed using beta distribution.

RESTRICT SULSEL

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 4

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 39.48336 7.89667 311.17 <.0001


Error 90 2.28394 0.02538
Corrected Total 95 41.76729

Root MSE 0.15930 R-Square 0.9453


Dependent Mean 7.67656 Adj R-Sq 0.9423
Coeff Var 2.07517

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.39159 0.29711 28.24 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 1.05333 0.06234 16.90 <.0001 4.74517
LNBIT LNBIT 1 -0.00290 0.06287 -0.05 0.9634 4.25483
LNTK LNTK 1 0.04419 0.01910 2.31 0.0230 1.12127
LNUREA LNUREA 1 0.04115 0.04261 0.97 0.3369 2.98533
LNKCL LNKCL 1 0.00522 0.00439 1.19 0.2375 1.33892
DMUSIM DMUSIM 1 -0.14099 0.02637 -5.35 <.0001 0.64722
RESTRICT -1 1.43952 0.53985 2.67 0.0070* .

* Probability computed using beta distribution.


232

RESTRICT POOL

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 5

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 340.70055 68.14011 1032.38 <.0001


Error 586 38.67761 0.06600
Corrected Total 591 379.37816

Root MSE 0.25691 R-Square 0.8980


Dependent Mean 7.52273 Adj R-Sq 0.8972
Coeff Var 3.41512

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.28878 0.11548 71.77 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.95717 0.02478 38.62 <.0001 2.71001
LNBIT LNBIT 1 0.05412 0.02361 2.29 0.0222 2.21162
LNTK LNTK 1 0.01456 0.01430 1.02 0.3091 0.95315
LNUREA LNUREA 1 0.02710 0.00800 3.39 0.0008 1.25631
LNKCL LNKCL 1 0.00699 0.00334 2.10 0.0366 1.03822
DMUSIM DMUSIM 1 -0.05994 0.01506 -3.98 <.0001 0.50746
RESTRICT -1 17.17547 2.33269 7.36 <.0001* .

* Probability computed using beta distribution.


233

RESTRICT META

The SAS System 15:58 Thursday, September 30, 2001 7

The REG Procedure


Model: MODEL1
Dependent Variabel: LNQ LNQ

NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.

Analysis of Variance

Sum of Mean
Source DF Squares Square F Value Pr > F

Model 5 159.15303 31.83061 5144.32 <.0001


Error 275 1.70157 0.00619
Corrected Total 280 160.85460

Root MSE 0.07866 R-Square 0.9894


Dependent Mean 7.76576 Adj R-Sq 0.9892
Coeff Var 1.01292

Parameter Estimates

Parameter Standard Variance


Variabel Label DF Estimate Error t Value Pr > |t| Inflation

Intercept Intercept 1 8.31502 0.04958 167.70 <.0001 0


LNLUAS LNLUAS 1 0.93633 0.01095 85.54 <.0001 2.81978
LNBIT LNBIT 1 0.10003 0.01052 9.50 <.0001 2.39078
LNTK LNTK 1 0.06695 0.00649 10.32 <.0001 1.08369
LNUREA LNUREA 1 0.01415 0.00390 3.63 0.0003 1.36499
LNKCL LNKCL 1 0.00503 0.00139 3.63 0.0003 1.02620
DMUSIM DMUSIM 1 -0.12248 0.00850 -14.40 <.0001 0
RESTRICT -1 3.19744E-14 0 . . .

* Probability computed using beta distribution.


234

Lampiran 3. Ouput SAS Untuk Sebaran Responden Antar Provinsi


The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 16

---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

Z1_UMUR Z1=UMUR 100 45.3200000 8.2644181 29.0000000 66.0000000


Z2_PENDIK Z2=PENDIK 100 3.7500000 1.6959548 2.0000000 7.0000000
Z4_TGG Z4=TGG 100 3.6300000 1.3000000 1.0000000 7.0000000

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

Z1_UMUR Z1=UMUR 130 48.6000000 8.9300468 29.0000000 70.0000000


Z2_PENDIK Z2=PENDIK 130 3.8384615 2.4896806 1.0000000 10.0000000
Z4_TGG Z4=TGG 130 2.4923077 1.0057675 1.0000000 5.0000000

---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z1_UMUR Z1=UMUR 171 52.3976608 8.5704551 28.0000000 70.0000000
Z2_PENDIK Z2=PENDIK 171 4.1403509 2.3372075 1.0000000 10.0000000
Z4_TGG Z4=TGG 171 3.4853801 1.5391240 1.0000000 9.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 17

---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z1_UMUR Z1=UMUR 95 52.5473684 9.6775331 24.0000000 68.0000000
Z2_PENDIK Z2=PENDIK 95 3.4736842 2.0412872 1.0000000 10.0000000
Z4_TGG Z4=TGG 95 3.2315789 1.4907704 1.0000000 7.0000000

---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z1_UMUR Z1=UMUR 96 46.8020833 9.7996990 30.0000000 70.0000000
Z2_PENDIK Z2=PENDIK 96 4.7916667 2.5911455 1.0000000 11.0000000
Z4_TGG Z4=TGG 96 3.8645833 1.9714798 1.0000000 11.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 18

---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

QPRODkg QPRODkg 100 2191.86 1604.60 200.0000000 7500.00


LUAS LUAS 100 0.3753400 0.2535911 0.0800000 1.0400000
PRODV PRODV 100 5741.38 1174.29 833.3333333 8928.57
TKLK TKLK 100 24.7200000 15.0890153 4.0000000 83.0000000
TKDK TKDK 100 1.9900740 4.8689498 0.000100000 28.0000000
TK TK 100 26.7100740 15.9533872 4.0001000 83.0001000
QBENIH QBENIH 100 24.4500000 17.7660867 5.0000000 80.0000000
QUREA QUREA 100 74.9100050 62.2651641 0.000100000 300.0000000
QZA QZA 100 50.3500210 50.9323713 0.000100000 300.0000000
QSP36 QSP36 100 20.0000670 36.5775407 0.000100000 200.0000000
QNPK QNPK 100 36.4800380 46.6853515 0.000100000 200.0000000
QKCL QKCL 100 3.9400850 11.3465044 0.000100000 50.0000000
QORGAN QORGAN 100 7.9000890 26.0261833 0.000100000 150.0000000
VCAIR VCAIR 100 300.0000980 2110.58 0.000100000 15000.00
VOBAT VOBAT 100 230805.00 261676.62 0.000100000 1075000.00
VLAIN VLAIN 100 242262.80 541730.12 0.000100000 3335000.00

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


QPRODkg QPRODkg 130 4071.20 2404.45 225.0000000 14000.00
LUAS LUAS 130 0.7508615 0.4081106 0.0420000 2.1600000
PRODV PRODV 130 5428.53 1141.29 2551.02 9345.79
TKLK TKLK 130 14.3384638 8.6414806 0.000100000 40.0000000
TKDK TKDK 130 26.7307969 43.3077490 0.000100000 216.0000000
TK TK 130 41.0692608 41.9228007 10.0001000 226.0000000
QBENIH QBENIH 130 18.0353846 11.5987159 2.0000000 70.0000000
QUREA QUREA 130 188.6846154 110.5861083 10.0000000 550.0000000
235

QZA QZA 130 7.7385485 23.7856925 0.000100000 150.0000000


QSP36 QSP36 130 88.4692500 76.8975930 0.000100000 300.0000000
QNPK QNPK 130 80.8077231 94.1954732 0.000100000 400.0000000
QKCL QKCL 130 0.3847146 4.3852813 0.000100000 50.0000000
QORGAN QORGAN 130 0.000100000 0 0.000100000 0.000100000
VCAIR VCAIR 130 0.000100000 0 0.000100000 0.000100000
VOBAT VOBAT 130 476715.38 241553.47 30000.00 1142000.00
VLAIN VLAIN 130 302293.85 488644.78 0.000100000 3825000.00

---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

QPRODkg QPRODkg 171 1612.97 1064.16 50.0000000 5500.00


LUAS LUAS 171 0.2985439 0.1433883 0.0120000 0.7400000
PRODV PRODV 171 5162.74 1525.71 851.0204082 8750.00
TKLK TKLK 171 19.4269058 10.6577233 0.000100000 57.0000000
TKDK TKDK 171 15.0175637 16.7030898 0.000100000 92.0000000
TK TK 171 34.4444696 18.8380315 10.0000000 113.0000000
QBENIH QBENIH 171 14.0295322 9.0327682 1.0000000 60.0000000
QUREA QUREA 171 79.6637427 49.3536407 5.0000000 250.0000000
QZA QZA 171 17.0117596 26.7866962 0.000100000 100.0000000
QSP36 QSP36 171 45.5205023 43.8919892 0.000100000 183.0000000
QNPK QNPK 171 32.0146643 37.3158007 0.000100000 150.0000000
QKCL QKCL 171 1.8129614 10.3718942 0.000100000 100.0000000
QORGAN QORGAN 171 9.5614912 33.7892968 0.000100000 300.0000000
VCAIR VCAIR 171 336.2574094 4397.13 0.000100000 57500.00
VOBAT VOBAT 171 165348.89 179669.63 0.000100000 920000.00
VLAIN VLAIN 171 218106.14 519014.27 0.000100000 5136000.00

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 26

---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

QPRODkg QPRODkg 95 1904.26 1447.49 300.0000000 6630.00


LUAS LUAS 95 0.3254421 0.2048672 0.0880000 1.0000000
PRODV PRODV 95 5487.49 950.7329642 3380.28 7703.08
TKLK TKLK 95 18.7159968 25.7395506 0.000100000 142.0000000
TKDK TKDK 95 7.5579263 9.2111093 0.000100000 42.0000000
TK TK 95 26.2739232 26.2434018 2.0001000 145.0000000
QBENIH QBENIH 95 16.4684211 11.5865293 5.0000000 65.0000000
QUREA QUREA 95 107.8315789 61.0175511 36.0000000 300.0000000
QZA QZA 95 20.8421695 34.4927339 0.000100000 125.0000000
QSP36 QSP36 95 23.6842747 39.4321714 0.000100000 150.0000000
QNPK QNPK 95 29.4105621 29.0151812 0.000100000 116.0000000
QKCL QKCL 95 3.2421989 13.7953792 0.000100000 100.0000000
QORGAN QORGAN 95 12.2632411 38.2653428 0.000100000 250.0000000
VCAIR VCAIR 95 12357.89 32830.94 0.000100000 130000.00
VOBAT VOBAT 95 149721.05 114922.84 27000.00 610000.00
VLAIN VLAIN 95 242762.74 920945.60 0.000100000 7343000.00

---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum

QPRODkg QPRODkg 96 2659.06 1722.59 360.0000000 7000.00


LUAS LUAS 96 0.4900000 0.2794572 0.1000000 1.0000000
PRODV PRODV 96 5246.89 938.3408392 3333.33 7500.00
TKLK TKLK 96 20.4687583 21.2191258 0.000100000 80.0000000
TKDK TKDK 96 6.8438344 51.0830640 0.000100000 500.0000000
TK TK 96 27.3125927 58.2082018 3.0001000 554.0000000
QBENIH QBENIH 96 30.1041667 18.6623624 10.0000000 80.0000000
QUREA QUREA 96 137.4114583 97.2610160 40.0000000 450.0000000
QZA QZA 96 8.8282104 26.8718732 0.000100000 200.0000000
QSP36 QSP36 96 27.3385917 34.6024010 0.000100000 100.0000000
QNPK QNPK 96 32.4271396 46.0938561 0.000100000 200.0000000
QKCL QKCL 96 6.0209208 18.5409524 0.000100000 100.0000000
QORGAN QORGAN 96 0.000100000 0 0.000100000 0.000100000
VCAIR VCAIR 96 11093.75 29799.36 0.000100000 120000.00
VOBAT VOBAT 96 157427.08 99219.29 33000.00 425000.00
VLAIN VLAIN 96 152493.75 644352.96 0.000100000 4500000.00

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 32


---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
236

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


LUAS LUAS 100 0.3753400 0.2535911 0.0800000 1.0400000
Z5_PERSIL Z5=PERSIL 100 1.9900000 1.4106020 1.0000000 7.0000000
Z8_STATUSLHN Z8=STATUSLHN 100 0.8100000 0.3942772 0 1.0000000
Z15_JENISLHN Z15=JENISLHN 100 1.0000000 0 1.0000000 1.0000000
Z12_MATAPENC Z12=MATAPENC 100 0.9600000 0.1969464 0 1.0000000
Z13_MIGRASI Z13=MIGRASI 100 0 0 0 0
Z14_GARAPSENDIRI Z14=GARAPSENDIRI 100 1.0000000 0 1.0000000 1.0000000

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


LUAS LUAS 130 0.7508615 0.4081106 0.0420000 2.1600000
Z5_PERSIL Z5=PERSIL 130 2.0923077 1.3203603 0 7.0000000
Z8_STATUSLHN Z8=STATUSLHN 130 0.7846154 0.4126792 0 1.0000000
Z15_JENISLHN Z15=JENISLHN 130 0.9769231 0.1507287 0 1.0000000
Z12_MATAPENC Z12=MATAPENC 130 0.8538462 0.3546270 0 1.0000000
Z13_MIGRASI Z13=MIGRASI 130 0.0615385 0.2412450 0 1.0000000
Z14_GARAPSENDIRI Z14=GARAPSENDIRI 130 0.7923077 0.4072246 0 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 33

---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


LUAS LUAS 171 0.2985439 0.1433883 0.0120000 0.7400000
Z5_PERSIL Z5=PERSIL 171 2.4093567 1.6039382 1.0000000 9.0000000
Z8_STATUSLHN Z8=STATUSLHN 171 0.7777778 0.4169607 0 1.0000000
Z15_JENISLHN Z15=JENISLHN 171 1.0000000 0 1.0000000 1.0000000
Z12_MATAPENC Z12=MATAPENC 171 0.9707602 0.1689727 0 1.0000000
Z13_MIGRASI Z13=MIGRASI 171 0.0233918 0.1515883 0 1.0000000
Z14_GARAPSENDIRI Z14=GARAPSENDIRI 171 0.9122807 0.2837170 0 1.0000000

---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
LUAS LUAS 95 0.3254421 0.2048672 0.0880000 1.0000000
Z5_PERSIL Z5=PERSIL 95 1.9684211 1.0564154 0 5.0000000
Z8_STATUSLHN Z8=STATUSLHN 95 0.7789474 0.4171572 0 1.0000000
Z15_JENISLHN Z15=JENISLHN 95 1.0000000 0 1.0000000 1.0000000
Z12_MATAPENC Z12=MATAPENC 95 0.8421053 0.3665767 0 1.0000000
Z13_MIGRASI Z13=MIGRASI 95 0.0947368 0.2944047 0 1.0000000
Z14_GARAPSENDIRI Z14=GARAPSENDIRI 95 0.7789474 0.4171572 0 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 34


---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


LUAS LUAS 96 0.4900000 0.2794572 0.1000000 1.0000000
Z5_PERSIL Z5=PERSIL 96 2.9062500 4.0185835 0 20.0000000
Z8_STATUSLHN Z8=STATUSLHN 96 0.8020833 0.4005205 0 1.0000000
Z15_JENISLHN Z15=JENISLHN 96 0.9687500 0.1749060 0 1.0000000
Z12_MATAPENC Z12=MATAPENC 96 0.8645833 0.3439642 0 1.0000000
Z13_MIGRASI Z13=MIGRASI 96 0.0208333 0.1435759 0 1.0000000
Z14_GARAPSENDIRI Z14=GARAPSENDIRI 96 0.8645833 0.3439642 0 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 35


---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z19_LABELBENIH Z19=LABELBENIH 100 0.4100000 0.4943111 0 1.0000000
Z23_TRAKTOR Z23=TRAKTOR 100 0.9600000 0.1969464 0 1.0000000
Z17_POLATANAM Z17=POLATANAM 100 0 0 0 0
Z20_CARATANAM Z20=CARATANAM 100 0.9800000 0.1407053 0 1.0000000
Z21_SISTANAM Z21=SISTANAM 100 0.1100000 0.3144660 0 1.0000000
Z22_JARAK Z22=JARAK 100 0.8200000 0.3861229 0 1.0000000
Z24_IRIGASI Z24=IRIGASI 100 0.5800000 0.4960450 0 1.0000000
Z25_PENYIANGAN Z25=PENYIANGAN 100 1.4900000 0.8347866 0 4.0000000
Z26_SULAM Z26=SULAM 100 0.9800000 0.1407053 0 1.0000000
Z27_SEMPROT Z27=SEMPROT 100 4.2140000 2.8570317 0 12.0000000
Z30_PERONTOKAN Z30=PERONTOKAN 100 0.9100000 0.2876235 0 1.0000000
---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z19_LABELBENIH Z19=LABELBENIH 130 0.5000000 0.5019342 0 1.0000000
Z23_TRAKTOR Z23=TRAKTOR 130 0.9769231 0.1507287 0 1.0000000
Z17_POLATANAM Z17=POLATANAM 130 0 0 0 0
Z20_CARATANAM Z20=CARATANAM 130 1.0000000 0 1.0000000 1.0000000
Z21_SISTANAM Z21=SISTANAM 130 0.3000000 0.4600303 0 1.0000000
237

Z22_JARAK Z22=JARAK 130 0.9846154 0.1235530 0 1.0000000


Z24_IRIGASI Z24=IRIGASI 130 0.8615385 0.3467199 0 1.0000000
Z25_PENYIANGAN Z25=PENYIANGAN 130 2.0769231 0.9117271 0 5.0000000
Z26_SULAM Z26=SULAM 130 0.9769231 0.1507287 0 1.0000000
Z27_SEMPROT Z27=SEMPROT 130 4.3076923 2.1775676 0 11.0000000
Z30_PERONTOKAN Z30=PERONTOKAN 130 0 0 0 0
---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
Z19_LABELBENIH Z19=LABELBENIH 171 0.5847953 0.4942045 0 1.0000000
Z23_TRAKTOR Z23=TRAKTOR 171 0.9005848 0.3000975 0 1.0000000
Z17_POLATANAM Z17=POLATANAM 171 0.0877193 0.2837170 0 1.0000000
Z20_CARATANAM Z20=CARATANAM 171 0.8304094 0.3763749 0 1.0000000
Z21_SISTANAM Z21=SISTANAM 171 0.0701754 0.2561927 0 1.0000000
Z22_JARAK Z22=JARAK 171 0.7894737 0.4088798 0 1.0000000
Z24_IRIGASI Z24=IRIGASI 171 0.8245614 0.3814588 0 1.0000000
Z25_PENYIANGAN Z25=PENYIANGAN 171 2.7076023 1.7911221 0 10.0000000
Z26_SULAM Z26=SULAM 171 0.8187135 0.3863869 0 1.0000000
Z27_SEMPROT Z27=SEMPROT 171 3.5380117 2.4452871 0 10.0000000
Z30_PERONTOKAN Z30=PERONTOKAN 171 0.4678363 0.5004298 0 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 36


---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


Z19_LABELBENIH Z19=LABELBENIH 95 0.8315789 0.3762251 0 1.0000000
Z23_TRAKTOR Z23=TRAKTOR 95 0.7894737 0.4098452 0 1.0000000
Z17_POLATANAM Z17=POLATANAM 95 0.2736842 0.4482141 0 1.0000000
Z20_CARATANAM Z20=CARATANAM 95 0.8315789 0.3762251 0 1.0000000
Z21_SISTANAM Z21=SISTANAM 95 0.1684211 0.3762251 0 1.0000000
Z22_JARAK Z22=JARAK 95 0.9894737 0.1025978 0 1.0000000
Z24_IRIGASI Z24=IRIGASI 95 0.7157895 0.4534304 0 1.0000000
Z25_PENYIANGAN Z25=PENYIANGAN 95 1.9789474 1.0815567 0 4.0000000
Z26_SULAM Z26=SULAM 95 0.8842105 0.3216698 0 1.0000000
Z27_SEMPROT Z27=SEMPROT 95 3.7684211 2.1012794 0 10.0000000
Z30_PERONTOKAN Z30=PERONTOKAN 95 0.8210526 0.3853417 0 1.0000000
---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
Z19_LABELBENIH Z19=LABELBENIH 96 0.3125000 0.4659456 0 1.0000000
Z23_TRAKTOR Z23=TRAKTOR 96 0.9166667 0.2778363 0 1.0000000
Z17_POLATANAM Z17=POLATANAM 96 0.0833333 0.2778363 0 1.0000000
Z20_CARATANAM Z20=CARATANAM 96 0.4375000 0.4986825 0 1.0000000
Z21_SISTANAM Z21=SISTANAM 96 0.0833333 0.2778363 0 1.0000000
Z22_JARAK Z22=JARAK 96 0.8437500 0.3649982 0 1.0000000
Z24_IRIGASI Z24=IRIGASI 96 0.7708333 0.4225030 0 1.0000000
Z25_PENYIANGAN Z25=PENYIANGAN 96 1.5312500 0.5795302 1.0000000 3.0000000
Z26_SULAM Z26=SULAM 96 0.9166667 0.2778363 0 1.0000000
Z27_SEMPROT Z27=SEMPROT 96 3.3958333 2.0338150 1.0000000 12.0000000
Z30_PERONTOKAN Z30=PERONTOKAN 96 0.8437500 0.3649982 0 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 37


---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 100 0.3000000 0.4605662 0
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 100 0.9400000 0.2386833 0
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 100 0.6400000 0.4824182 0
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 100 0.3600000 0.4824182 0
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 100 0.4000000 0.4923660 0
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 100 0.4600000 0.5009083 0
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 100 0.0400000 0.1969464 0
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 100 0.6500000 0.4793725 0
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 100 0.8200000 0.3861229 0
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 100 0 0 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 100 0.7500000 0.4351941 0
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 100 0.2600000 0.4408440 0
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 100 0.0600000 0.2386833 0
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 100 0 0 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 100 0.0500000 0.2190429 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 100 0 0 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 100 0.0500000 0.2190429 0
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 100 0 0 0
Variabel Label Maximum
238

Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 1.0000000


Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 1.0000000
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 1.0000000
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 1.0000000
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 1.0000000
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 1.0000000
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 1.0000000
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 1.0000000
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 1.0000000
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 1.0000000
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 1.0000000
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 1.0000000
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 1.0000000
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 1.0000000
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 0
The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 38
---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 130 0.1230769 0.3297964 0
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 130 0.8538462 0.3546270 0
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 130 0.5000000 0.5019342 0
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 130 0.2615385 0.4411726 0
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 130 0.5692308 0.4970995 0
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 130 0.3769231 0.4864901 0
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 130 0.0307692 0.1733599 0
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 130 0.7769231 0.4179200 0
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 130 0.9230769 0.2675002 0
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 130 0 0 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 130 0.8307692 0.3764061 0
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 130 0.2307692 0.4229549 0
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 130 0.0307692 0.1733599 0
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 130 0 0 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 130 0 0 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 130 0 0 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 130 0.0153846 0.1235530 0
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 130 0.0076923 0.0877058 0
Variabel Label Maximum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 1.0000000
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 1.0000000
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 1.0000000
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 1.0000000
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 1.0000000
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 1.0000000
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 1.0000000
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 1.0000000
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 1.0000000
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 1.0000000
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 1.0000000
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 1.0000000
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 1.0000000
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 1.0000000
239

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 39


---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 171 0.1345029 0.3421939 0
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 171 0.9181287 0.2749738 0
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 171 0.7251462 0.4477517 0
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 171 0.6023392 0.4908520 0
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 171 0.6198830 0.4868409 0
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 171 0.4502924 0.4989842 0
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 171 0.1111111 0.3151926 0
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 171 0.4912281 0.5013913 0
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 171 0.7192982 0.4506617 0
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 171 0.2456140 0.4317148 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 171 0.9181287 0.2749738 0
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 171 0.5029240 0.5014599 0
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 171 0.0643275 0.2460559 0
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 171 0.0233918 0.1515883 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 171 0.0350877 0.1845419 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 171 0.0292398 0.1689727 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 171 0.0467836 0.2117953 0
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 171 0 0 0
Variabel Label Maximum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 1.0000000
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 1.0000000
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 1.0000000
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 1.0000000
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 1.0000000
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 1.0000000
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 1.0000000
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 1.0000000
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 1.0000000
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 1.0000000
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 1.0000000
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 1.0000000
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 1.0000000
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 1.0000000
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 1.0000000
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 1.0000000
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 1.0000000
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 0

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 40


---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 95 0.1368421 0.3455038 0
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 95 1.0000000 0 1.0000000
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 95 0.5157895 0.5024018 0
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 95 0.2736842 0.4482141 0
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 95 0.4000000 0.4924969 0
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 95 0.2947368 0.4583431 0
240

Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 95 0.1263158 0.3339673 0


Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 95 0.6947368 0.4629619 0
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 95 0.8105263 0.3939634 0
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 95 0.0210526 0.1443214 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 95 0.8421053 0.3665767 0
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 95 0.2842105 0.4534304 0
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 95 0.0105263 0.1025978 0
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 95 0 0 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 95 0.0315789 0.1758040 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 95 0.0105263 0.1025978 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 95 0.2105263 0.4098452 0
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 95 0.0105263 0.1025978 0
Variabel Label Maximum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 1.0000000
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 1.0000000
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 1.0000000
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 1.0000000
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 1.0000000
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 1.0000000
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 1.0000000
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 1.0000000
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 1.0000000
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 1.0000000
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 1.0000000
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 1.0000000
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 1.0000000
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 1.0000000
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 1.0000000
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 1.0000000
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 1.0000000

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 41


---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 96 0.3645833 0.4838397 0
Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 96 0.9166667 0.2778363 0
Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 96 0.7291667 0.4467230 0
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 96 0.4583333 0.5008764 0
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 96 0.6250000 0.4866643 0
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 96 0.4895833 0.5025156 0
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 96 0.0208333 0.1435759 0
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 96 0.5729167 0.4972512 0
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 96 0.7395833 0.4411657 0
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 96 0 0 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 96 0.8645833 0.3439642 0
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 96 0.3020833 0.4615715 0
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 96 0.1770833 0.3837431 0
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 96 0 0 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 96 0.1562500 0.3649982 0
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 96 0.0208333 0.1435759 0
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 96 0.0208333 0.1435759 0
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 96 0 0 0
Variabel Label Maximum
Z11_AKSESLK Z11=AKSESLK 1.0000000
241

Z37_KELPTANI Z37=KELPTANI 1.0000000


Z9_ANGGKT Z9=ANGGKT 1.0000000
Z39_AKTIFKT Z39=AKTIFKT 1.0000000
Z40_PENYULPADI Z40=PENYULPADI 1.0000000
Z41_INFOTEKPPL Z41=INFOTEKPPL 1.0000000
Z29_PENETPDOSIS Z29=PENETPDOSIS 1.0000000
Z28_TINDHAMA Z28=TINDHAMA 1.0000000
Z31_LOKASISAPRO Z31=LOKASISAPRO 1.0000000
Z33A_LOKASIPOMPA Z33A=LOKASIPOMPA 0
Z33B_LOKASITRAKTOR Z33B=LOKASITRAKTOR 1.0000000
Z33C_LOKASIALATPANEN Z33C=LOKASIALATPANEN 1.0000000
Z32_IKTSAPRO Z32=IKTSAPRO 1.0000000
Z34A_IKTPOMPA Z34A=IKTPOMPA 0
Z34B_IKTTRAKTOR Z34B=IKTTRAKTOR 1.0000000
Z34C_IKTALATPANEN Z34C=IKTALATPANEN 1.0000000
Z35_IKTPEDBERAS Z35=IKTPEDBERAS 1.0000000
Z36_CARAJUAL Z36=CARAJUAL 0

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 42


---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 100 5741.38 1174.29 833.3333333 8928.57
TRPADI TRPADI 100 6152079.00 4631245.94 600000.00 22400000.00
TCPADI TCPADI 100 1983945.80 1596208.24 110000.00 8510000.00
PROFITPADI PROFITPADI 100 4168133.20 3283602.62 319000.00 17275000.00
TRSWH TRSWH 100 18876178.00 26828564.60 749100.00 179144000
TRNONPADI TRNONPADI 100 24356449.50 40067607.39 -2234900.00 281024000
Z7_TRNONSWH Z7=TRNONSWH 100 11006850.50 18406431.65 0 110000000
TRPERT TRPERT 100 22124428.50 27066079.70 2017800.00 179144000
TRNONPERT TRNONPERT 100 8384100.00 18360296.77 0 110000000
TRTOTAL TRTOTAL 100 30508528.50 40972409.86 2017800.00 289144000
VPRODSAM VPRODSAM 100 0 0 0 0
PROFIT_HA PROFIT/HA 100 11073227.06 3878037.50 2041666.67 19725274.73
TC_HA TC/HA 100 5003068.14 1575362.82 458333.33 9085000.00
R_C R/C 100 3.7050701 2.3335596 1.3953488 19.8947368

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 130 5428.53 1141.29 2551.02 9345.79
TRPADI TRPADI 130 12281561.54 8294618.37 540000.00 49000000.00
TCPADI TCPADI 130 4350107.69 2619052.81 242000.00 13620000.00
PROFITPADI PROFITPADI 130 7931453.85 6008959.06 298000.00 36760000.00
TRSWH TRSWH 130 28988493.31 26551482.27 610000.00 169606600
TRNONPADI TRNONPADI 130 29215628.08 38495982.14 -4238900.00 221256600
Z7_TRNONSWH Z7=TRNONSWH 130 12263804.00 28366766.21 -4825000.00 196250000
TRPERT TRPERT 130 31504697.31 28588184.88 2260000.00 175156600
TRNONPERT TRNONPERT 130 9992492.31 19656603.24 0 96500000.00
TRTOTAL TRTOTAL 130 41497189.62 41359371.03 2260000.00 252756600
VPRODSAM VPRODSAM 130 43961.54 493347.09 0 5625000.00
PROFIT_HA PROFIT/HA 130 10221109.58 3690539.77 1655714.29 25428000.00
TC_HA TC/HA 130 5695259.49 1274428.35 2275510.20 11080952.38
R_C R/C 130 2.8883558 0.8591467 1.2655780 6.8354430

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 43


---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------

The MEANS Procedure


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 171 5162.74 1525.71 851.0204082 8750.00
TRPADI TRPADI 171 3891605.85 2453760.68 100000.00 12650000.00
TCPADI TCPADI 171 1651460.35 1158986.38 25200.00 8579000.00
PROFITPADI PROFITPADI 171 2240145.50 1751305.18 -1105000.00 9020000.00
TRSWH TRSWH 171 10449103.74 11946683.05 -900100.00 68737000.00
TRNONPADI TRNONPADI 171 24156521.29 27748034.57 -1804800.00 162567400
Z7_TRNONSWH Z7=TRNONSWH 171 16864187.13 21388336.20 -988000.00 141000000
TRPERT TRPERT 171 15381489.71 20245218.63 -900100.00 147412400
TRNONPERT TRNONPERT 171 12666637.43 16045499.43 0 61927000.00
TRTOTAL TRTOTAL 171 28048127.13 28340831.91 -304800.00 165412400
VPRODSAM VPRODSAM 171 23274.85 201823.54 0 2500000.00
PROFIT_HA PROFIT/HA 171 7186476.53 3517731.89 -2255102.04 17709562.50
TC_HA TC/HA 171 5380310.84 1986648.31 504000.00 13723809.52
R_C R/C 171 2.6414997 1.5537188 0.4750594 16.6666667
242

---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


PRODV PRODV 95 5487.49 950.7329642 3380.28 7703.08
TRPADI TRPADI 95 4787721.05 3952800.47 660000.00 22164000.00
TCPADI TCPADI 95 1787622.79 1600794.41 245000.00 10620500.00
PROFITPADI PROFITPADI 95 3000098.26 2647361.29 23000.00 15092000.00
TRSWH TRSWH 95 14356892.37 12599512.81 2183000.00 72420000.00
TRNONPADI TRNONPADI 95 22027926.58 21913563.64 1017000.00 102200000
Z7_TRNONSWH Z7=TRNONSWH 95 11838597.37 20224686.92 -401250.00 82270000.00
TRPERT TRPERT 95 16320258.16 12720832.61 2183000.00 72420000.00
TRNONPERT TRNONPERT 95 10495389.47 20337467.87 0 81600000.00
TRTOTAL TRTOTAL 95 26815647.63 23080988.99 4364750.00 105800000
VPRODSAM VPRODSAM 95 54526.32 376288.62 0 3600000.00
PROFIT_HA PROFIT/HA 95 8408780.06 2907768.13 129577.46 15690500.00
TC_HA TC/HA 95 5203642.72 2177200.01 1922857.14 12428169.01
R_C R/C 95 2.9769804 1.1703109 1.0107628 7.1322437

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 44


---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 96 5246.89 938.3408392 3333.33 7500.00
TRPADI TRPADI 96 6406885.42 4362852.24 864000.00 17500000.00
TCPADI TCPADI 96 1937878.13 1417147.81 276000.00 7359000.00
PROFITPADI PROFITPADI 96 4469007.29 3077633.76 498100.00 11896250.00
TRSWH TRSWH 96 20952987.08 28561651.61 48000.00 179405000
TRNONPADI TRNONPADI 96 31644196.98 44249102.80 2720000.00 256052000
Z7_TRNONSWH Z7=TRNONSWH 96 17046011.98 32270808.55 -285000.00 181040000
TRPERT TRPERT 96 24499746.98 29516368.39 967500.00 181205000
TRNONPERT TRNONPERT 96 13551335.42 30794650.83 0 181040000
TRTOTAL TRTOTAL 96 38051082.40 46121292.06 8160500.00 271052000
VPRODSAM VPRODSAM 96 0 0 0 0
PROFIT_HA PROFIT/HA 96 8700454.30 2086479.43 3663333.33 14256000.00
TC_HA TC/HA 96 3800201.02 1127901.44 1104000.00 8628125.00
R_C R/C 96 3.4908885 1.3068814 1.9920319 13.9130435

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 45

---------------------------------------------- PROP=12 -----------------------------------------------


The MEANS Procedure
Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 100 5741.38 1174.29 833.3333333 8928.57
TKLK TKLK 100 89.4598406 79.2660445 12.5000000 456.0439560
TKDK TKDK 100 4.5217601 10.1243868 0.000096154 56.0000000
TK TK 100 93.9816008 77.9062195 16.6670833 456.0445055
QBENIH QBENIH 100 65.5563844 13.0606977 31.2500000 89.2857143
QUREA QUREA 100 204.0752578 101.1675680 0.000166667 500.0000000
QZA QZA 100 120.5927636 93.1746760 0.000277778 375.0000000
QSP36 QSP36 100 54.3951384 85.4611272 0.000096154 277.7777778
QNPK QNPK 100 101.8415441 96.0738325 0.000096154 416.6666667
QKCL QKCL 100 12.3574869 34.9425519 0.000096154 178.5714286
QORGAN QORGAN 100 19.3231700 65.9119732 0.000096154 500.0000000
VCAIR VCAIR 100 833.3337281 5862.72 0.000096154 41666.67
VOBAT VOBAT 100 612711.89 486489.80 0.000100000 1725000.00
VLAIN VLAIN 100 528388.68 784567.73 0.000250000 3390000.00
TR_HA TR/HA 100 16076295.20 3815587.41 2500000.00 25200000.00
TC_HA TC/HA 100 5003068.14 1575362.82 458333.33 9085000.00
PROFIT_HA PROFIT/HA 100 11073227.06 3878037.50 2041666.67 19725274.73

---------------------------------------------- PROP=32 -----------------------------------------------


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 130 5428.53 1141.29 2551.02 9345.79
TKLK TKLK 130 32.8622580 49.7210371 0.000046948 380.9523810
TKDK TKDK 130 30.0121614 36.7435147 0.000100000 175.8139535
TK TK 130 62.8744195 55.8416384 10.0001000 380.9547619
QBENIH QBENIH 130 24.0006491 6.9976236 12.2448980 47.6190476
QUREA QUREA 130 265.5086233 114.2867771 38.9610390 600.0000000
QZA QZA 130 16.5808888 49.5178130 0.000046296 294.1176471
QSP36 QSP36 130 112.8115691 79.8939355 0.000046296 325.0000000
243

QNPK QNPK 130 108.7203286 106.1100658 0.000066667 454.5454545


QKCL QKCL 130 0.5496629 6.2646814 0.000046296 71.4285714
QORGAN QORGAN 130 0.000213444 0.000297932 0.000046296 0.0023810
VCAIR VCAIR 130 0.000213444 0.000297932 0.000046296 0.0023810
VOBAT VOBAT 130 692094.98 284156.48 178571.43 1556122.45
VLAIN VLAIN 130 406108.90 785355.17 0.000100000 5464285.71
TR_HA TR/HA 130 15916369.07 3931201.30 6887755.10 32142857.14
TC_HA TC/HA 130 5695259.49 1274428.35 2275510.20 11080952.38
PROFIT_HA PROFIT/HA 130 10221109.58 3690539.77 1655714.29 25428000.00

---------------------------------------------- PROP=33 -----------------------------------------------


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 171 5162.74 1525.71 851.0204082 8750.00
TKLK TKLK 171 92.9778188 120.8109808 0.000142857 1166.67
TKDK TKDK 171 47.2799058 45.0499531 0.000238095 219.0476190
TK TK 171 140.2577246 119.3635540 31.0810811 1166.68
QBENIH QBENIH 171 49.8898729 19.4676810 20.4081633 88.2352941
QUREA QUREA 171 269.9302373 107.0525281 35.7142857 559.7014925
QZA QZA 171 52.6462532 84.5498809 0.000142857 312.5000000
QSP36 QSP36 171 146.8087701 131.0775437 0.000135135 454.5454545
QNPK QNPK 171 101.9812347 113.5890727 0.000135135 571.4285714
QKCL QKCL 171 7.5192957 39.2908114 0.000135135 357.1428571
QORGAN QORGAN 171 35.5683572 110.9544843 0.000135135 833.3333333
VCAIR VCAIR 171 960.7356916 12563.24 0.000135135 164285.71
VOBAT VOBAT 171 548483.19 429722.82 0.000204082 1671428.57
VLAIN VLAIN 171 690166.19 1154312.46 0.000142857 7337142.86
TR_HA TR/HA 171 12566787.38 3479558.24 2040816.33 22114285.71
TC_HA TC/HA 171 5380310.84 1986648.31 504000.00 13723809.52
PROFIT_HA PROFIT/HA 171 7186476.53 3517731.89 -2255102.04 17709562.50

The SAS Sistem 04:45 Friday, September 30, 2001 52


---------------------------------------------- PROP=35 -----------------------------------------------
The MEANS Procedure

Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum


PRODV PRODV 95 5487.49 950.7329642 3380.28 7703.08
TKLK TKLK 95 63.0222915 50.8843422 0.000133333 201.7543860
TKDK TKDK 95 32.2090469 46.7102879 0.000100000 236.6197183
TK TK 95 95.2313383 76.7613429 5.5558333 411.2676056
QBENIH QBENIH 95 52.1716030 12.7589662 27.7777778 80.0000000
QUREA QUREA 95 362.9783737 142.0454279 140.8450704 845.0704225
QZA QZA 95 56.5549597 87.8271418 0.000133333 281.6901408
QSP36 QSP36 95 47.0390823 67.1444173 0.000188679 211.2676056
QNPK QNPK 95 101.5897209 87.3696677 0.000100000 282.4858757
QKCL QKCL 95 10.8161701 42.6370363 0.000100000 202.8169014
QORGAN QORGAN 95 38.5965790 111.5346543 0.000100000 563.3802817
VCAIR VCAIR 95 26016.45 68688.65 0.000100000 314285.71
VOBAT VOBAT 95 494229.92 307067.19 112676.06 1408450.70
VLAIN VLAIN 95 494991.36 1150988.08 0.000140845 7343000.00
TR_HA TR/HA 95 13612422.78 2895159.38 7500000.00 22164000.00
TC_HA TC/HA 95 5203642.72 2177200.01 1922857.14 12428169.01
PROFIT_HA PROFIT/HA 95 8408780.06 2907768.13 129577.46 15690500.00

---------------------------------------------- PROP=73 -----------------------------------------


Variabel Label N Mean Std Dev Minimum Maximum
PRODV PRODV 96 5246.89 938.3408392 3333.33 7500.00
TKLK TKLK 96 60.0142483 77.4911649 0.000125000 360.0000000
TKDK TKDK 96 23.7085788 203.9841051 0.000100000 2000.00
TK TK 96 83.7228271 232.1685214 6.0001000 2216.00
QBENIH QBENIH 96 64.2403401 17.8872745 35.0000000 100.0000000
QUREA QUREA 96 286.1066850 118.0950701 100.0000000 625.0000000
QZA QZA 96 19.8092705 58.9184706 0.000100000 400.0000000
QSP36 QSP36 96 70.0684980 87.9109367 0.000100000 333.3333333
QNPK QNPK 96 65.1708911 84.8570527 0.000100000 300.0000000
QKCL QKCL 96 13.7470321 39.3687621 0.000100000 160.0000000
QORGAN QORGAN 96 0.000280025 0.000164013 0.000100000 0.0010000
VCAIR VCAIR 96 23002.58 66847.53 0.000100000 320000.00
VOBAT VOBAT 96 359174.29 196333.65 106250.00 950000.00
VLAIN VLAIN 96 235017.18 698161.75 0.000125000 4500000.00
TR_HA TR/HA 96 12500655.33 2439516.53 7000000.00 17500000.00
TC_HA TC/HA 96 3800201.02 1127901.44 1104000.00 8628125.00
PROFIT_HA PROFIT/HA 96 8700454.30 2086479.43 3663333.33 14256000.00
236

Lampiran 4. Output Frontier 4.1. dan Metafrontier Setiap Provinsi


SUMUT

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = fsumut.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.74675185E+01 0.50537622E+00 0.14776157E+02


beta 1 0.81948916E+00 0.11603666E+00 0.70623299E+01
beta 2 0.15614935E+00 0.11038839E+00 0.14145450E+01
beta 3 0.13689522E+00 0.43815314E-01 0.31243693E+01
beta 4 0.30396658E-01 0.83263630E-02 0.36506525E+01
beta 5 0.66264281E-02 0.55623492E-02 0.11913003E+01
beta 6 0.82994279E-04 0.48567711E-01 0.17088365E-02
sigma-squared 0.58534621E-01

log likelihood function = 0.36415279E+01

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.76905472E+01
beta 1 0.81948916E+00
beta 2 0.15614935E+00
beta 3 0.13689522E+00
beta 4 0.30396658E-01
beta 5 0.66264281E-02
beta 6 0.82994279E-04
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.10417902E+00
gamma 0.75000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.71953621E+01


0.76905472E+01 0.81948916E+00 0.15614935E+00 0.13689522E+00 0.30396658E-01
0.66264281E-02 0.82994279E-04 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.10417902E+00 0.75000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 68 llf = 0.10075644E+02
0.76901702E+01 0.81834527E+00 0.15344646E+00 0.12036838E+00 0.21054350E-01
0.34542701E-02-0.26020135E-02 0.27865131E-03-0.20645058E-02-0.97799781E-02
-0.67769778E-02-0.58653256E-02 0.11167901E-02 0.21241900E-02-0.46208914E-02
-0.66034463E-09 0.00000000E+00 0.10952666E+00 0.75277365E+00
iteration = 10 func evals = 89 llf = 0.17023772E+02
0.77489488E+01 0.76917096E+00 0.21287245E+00 0.58835144E-01 0.16938251E-01
0.45580482E-02-0.10745602E-01 0.89992663E-02 0.43836438E-02 0.84909552E-02
-0.24767520E+00-0.15325697E+00 0.44765719E-01 0.81104708E-01-0.10884417E+00
-0.27001248E-08 0.00000000E+00 0.11762472E+00 0.86857201E+00
iteration = 15 func evals = 108 llf = 0.19802336E+02
0.82011111E+01 0.87614439E+00 0.12430540E+00 0.39318776E-01 0.14716920E-01
0.46254357E-02-0.82703691E-02-0.22737035E+00 0.75110143E-02 0.68732852E-02
-0.36789927E+00-0.98571576E-01 0.16986469E+00 0.97184307E-01-0.66887516E-01
-0.79677239E-08 0.00000000E+00 0.13077971E+00 0.91672553E+00
iteration = 20 func evals = 157 llf = 0.22490009E+02
0.79998751E+01 0.84604638E+00 0.13813762E+00 0.64356205E-01 0.15295922E-01
237

0.26523229E-02-0.83928655E-02-0.88374131E+00 0.10429888E-01-0.11840592E-02
-0.73927082E+00-0.11799627E+00 0.85381023E+00 0.12242199E+00-0.50829216E-01
-0.10187643E-07 0.00000000E+00 0.16776226E+00 0.92345802E+00
iteration = 25 func evals = 193 llf = 0.22586217E+02
0.80078648E+01 0.84727632E+00 0.13770888E+00 0.62921708E-01 0.15179435E-01
0.26838962E-02-0.91131077E-02-0.91558408E+00 0.10830325E-01-0.12027237E-02
-0.75756813E+00-0.11744562E+00 0.87254769E+00 0.12857409E+00-0.50392988E-01
-0.10423800E-07 0.00000000E+00 0.16962939E+00 0.92420862E+00
iteration = 27 func evals = 206 llf = 0.22586784E+02
0.80079029E+01 0.84728389E+00 0.13770651E+00 0.62915090E-01 0.15178787E-01
0.26839520E-02-0.91149714E-02-0.91579280E+00 0.10833267E-01-0.12022665E-02
-0.75767369E+00-0.11744378E+00 0.87263635E+00 0.12860316E+00-0.50392930E-01
-0.10425389E-07 0.00000000E+00 0.16964385E+00 0.92421452E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.80079029E+01 0.42505428E+00 0.18839718E+02


beta 1 0.84728389E+00 0.92143407E-01 0.91952742E+01
beta 2 0.13770651E+00 0.90269810E-01 0.15254990E+01
beta 3 0.62915090E-01 0.35925443E-01 0.17512683E+01
beta 4 0.15178787E-01 0.69185984E-02 0.21939107E+01
beta 5 0.26839520E-02 0.52267986E-02 0.51349826E+00
beta 6 -0.91149714E-02 0.37784999E-01 -0.24123254E+00
delta 0 -0.91579280E+00 0.94378514E+00 -0.97034035E+00
delta 1 0.10833267E-01 0.16478920E-01 0.65740153E+00
delta 2 -0.12022665E-02 0.24794189E-01 -0.48489849E-01
delta 3 -0.75767369E+00 0.32965131E+00 -0.22984095E+01
delta 4 -0.11744378E+00 0.24908722E+00 -0.47149662E+00
delta 5 0.87263635E+00 0.79502741E+00 0.10976179E+01
delta 6 0.12860316E+00 0.17097453E+00 0.75217730E+00
delta 7 -0.50392930E-01 0.24931698E+00 -0.20212394E+00
delta 8 -0.10425389E-07 0.55451038E-08 -0.18801072E+01
delta 9 0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00
sigma-squared 0.16964385E+00 0.47719246E-01 0.35550404E+01
gamma 0.92421452E+00 0.35567865E-01 0.25984538E+02

log likelihood function = 0.22586772E+02


LR test of the one-sided error = 0.37890489E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 27
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 100
number of time periods = 1
total number of observations = 100
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.18067114E+00 0.37607823E-01 -0.35680077E-01 -0.74421056E-02 -0.44599478E-03


0.61782526E-03 -0.24386097E-02 0.82225299E-01 -0.10227725E-02 -0.20136988E-02
0.45650192E-02 0.15128649E-01 -0.49041272E-01 0.10032907E-01 -0.15767151E-01
-0.42151307E-09 0.00000000E+00 0.42566179E-02 0.43844308E-02
0.37607823E-01 0.84904075E-02 -0.75828577E-02 -0.11973568E-02 -0.82363407E-04
0.11851544E-03 -0.65171269E-03 0.13861824E-01 -0.17733228E-03 -0.35236849E-03
0.38287882E-03 0.34904969E-02 -0.82189050E-02 0.20822021E-02 -0.35072498E-02
-0.51975353E-10 0.00000000E+00 0.60425431E-03 0.56601777E-03
-0.35680077E-01 -0.75828577E-02 0.81486386E-02 0.60324692E-03 0.33863020E-04
-0.70981720E-04 0.61043659E-03 -0.19291565E-01 0.43587326E-03 0.57787604E-03
-0.33439113E-02 -0.17458953E-02 0.12038272E-02 -0.17541669E-02 0.39804620E-02
238

0.89562223E-10 0.00000000E+00 -0.51686953E-03 -0.36716081E-03


-0.74421056E-02 -0.11973568E-02 0.60324692E-03 0.12906374E-02 0.24994856E-04
-0.25464970E-04 -0.22516327E-03 0.13399235E-02 -0.13127231E-03 -0.63658128E-04
0.20076674E-02 -0.15293913E-02 0.60046175E-02 -0.68453446E-03 -0.38844728E-04
0.37135421E-10 0.00000000E+00 -0.52121959E-03 -0.61940333E-03
-0.44599478E-03 -0.82363407E-04 0.33863020E-04 0.24994856E-04 0.47867003E-04
-0.11367785E-05 0.11970203E-05 0.97469808E-03 -0.16596301E-04 -0.68674792E-05
0.21114165E-03 -0.19517249E-04 -0.13869448E-03 -0.40879836E-04 0.11029126E-03
0.53564801E-11 0.00000000E+00 -0.68201849E-04 -0.48053121E-04
0.61782526E-03 0.11851544E-03 -0.70981720E-04 -0.25464970E-04 -0.11367785E-05
0.27319423E-04 -0.16627509E-05 0.17913801E-02 0.50274902E-05 -0.16834500E-04
-0.32300035E-04 0.75806079E-04 -0.22777180E-02 0.94085670E-04 0.16177635E-04
0.38417250E-12 0.00000000E+00 0.38386299E-04 0.15724802E-04
-0.24386097E-02 -0.65171269E-03 0.61043659E-03 -0.22516327E-03 0.11970203E-05
-0.16627509E-05 0.14277062E-02 0.18447401E-02 0.14682567E-04 0.37321326E-04
0.26151678E-04 -0.10324983E-03 -0.15041992E-02 -0.51728868E-03 0.99328743E-03
0.15276383E-10 0.00000000E+00 -0.23909277E-03 -0.12329722E-03
0.82225299E-01 0.13861824E-01 -0.19291565E-01 0.13399235E-02 0.97469808E-03
0.17913801E-02 0.18447401E-02 0.89073038E+00 -0.98642000E-02 -0.92473102E-02
0.16591819E+00 0.49719052E-02 -0.46835746E+00 -0.29699847E-01 -0.12716755E-01
0.16780635E-08 0.00000000E+00 -0.14328243E-01 -0.40800614E-02
-0.10227725E-02 -0.17733228E-03 0.43587326E-03 -0.13127231E-03 -0.16596301E-04
0.50274902E-05 0.14682567E-04 -0.98642000E-02 0.27155480E-03 0.22772551E-03
-0.31723404E-02 0.65110632E-03 -0.21969163E-02 0.46694929E-03 0.54420749E-03
-0.79713172E-11 0.00000000E+00 0.78780237E-04 0.34855603E-04
-0.20136988E-02 -0.35236849E-03 0.57787604E-03 -0.63658128E-04 -0.68674792E-05
-0.16834500E-04 0.37321326E-04 -0.92473102E-02 0.22772551E-03 0.61475183E-03
-0.88769582E-03 -0.11714981E-02 -0.26163020E-02 0.38569503E-04 0.13207021E-02
0.19758168E-10 0.00000000E+00 -0.23424619E-03 -0.98419246E-04
0.45650192E-02 0.38287882E-03 -0.33439113E-02 0.20076674E-02 0.21114165E-03
-0.32300035E-04 0.26151678E-04 0.16591819E+00 -0.31723404E-02 -0.88769582E-03
0.10866999E+00 -0.13116040E-01 -0.54498360E-01 -0.16409703E-01 -0.88257872E-02
0.92617030E-09 0.00000000E+00 -0.87363951E-02 -0.41212916E-02
0.15128649E-01 0.34904969E-02 -0.17458953E-02 -0.15293913E-02 -0.19517249E-04
0.75806079E-04 -0.10324983E-03 0.49719052E-02 0.65110632E-03 -0.11714981E-02
-0.13116040E-01 0.62044445E-01 -0.29883536E-01 0.94115084E-02 -0.39621561E-01
-0.35856735E-10 0.00000000E+00 -0.31441270E-03 0.81346194E-03
-0.49041272E-01 -0.82189050E-02 0.12038272E-02 0.60046175E-02 -0.13869448E-03
-0.22777180E-02 -0.15041992E-02 -0.46835746E+00 -0.21969163E-02 -0.26163020E-02
-0.54498360E-01 -0.29883536E-01 0.63206859E+00 -0.53135298E-02 -0.74248914E-02
-0.17491738E-08 0.00000000E+00 0.10257709E-01 0.29071370E-02
0.10032907E-01 0.20822021E-02 -0.17541669E-02 -0.68453446E-03 -0.40879836E-04
0.94085670E-04 -0.51728868E-03 -0.29699847E-01 0.46694929E-03 0.38569503E-04
-0.16409703E-01 0.94115084E-02 -0.53135298E-02 0.29232290E-01 -0.96392410E-02
-0.18247557E-09 0.00000000E+00 0.30048899E-02 0.13160344E-02
-0.15767151E-01 -0.35072498E-02 0.39804620E-02 -0.38844728E-04 0.11029126E-03
0.16177635E-04 0.99328743E-03 -0.12716755E-01 0.54420749E-03 0.13207021E-02
-0.88257872E-02 -0.39621561E-01 -0.74248914E-02 -0.96392410E-02 0.62158957E-01
0.22759703E-09 0.00000000E+00 -0.17609544E-02 -0.82931099E-03
-0.42151307E-09 -0.51975353E-10 0.89562223E-10 0.37135421E-10 0.53564801E-11
0.38417250E-12 0.15276383E-10 0.16780635E-08 -0.79713172E-11 0.19758168E-10
0.92617030E-09 -0.35856735E-10 -0.17491738E-08 -0.18247557E-09 0.22759703E-09
0.30748176E-16 0.00000000E+00 -0.16881228E-09 -0.69465242E-10
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.10000000E+01 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.42566179E-02 0.60425431E-03 -0.51686953E-03 -0.52121959E-03 -0.68201849E-04
0.38386299E-04 -0.23909277E-03 -0.14328243E-01 0.78780237E-04 -0.23424619E-03
-0.87363951E-02 -0.31441270E-03 0.10257709E-01 0.30048899E-02 -0.17609544E-02
-0.16881228E-09 0.00000000E+00 0.22771264E-02 0.11153428E-02
0.43844308E-02 0.56601777E-03 -0.36716081E-03 -0.61940333E-03 -0.48053121E-04
0.15724802E-04 -0.12329722E-03 -0.40800614E-02 0.34855603E-04 -0.98419246E-04
-0.41212916E-02 0.81346194E-03 0.29071370E-02 0.13160344E-02 -0.82931099E-03
-0.69465242E-10 0.00000000E+00 0.11153428E-02 0.12650730E-02

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.89666186E+00
239

2 1 0.61560112E+00
3 1 0.88887063E+00
4 1 0.63745058E+00
5 1 0.95948365E+00
6 1 0.93858225E+00
7 1 0.91495468E+00
8 1 0.89437596E+00
9 1 0.93247234E+00
10 1 0.76610011E+00
11 1 0.85939495E+00
12 1 0.96255868E+00
13 1 0.57676803E+00
14 1 0.82062992E+00
15 1 0.62998417E+00
16 1 0.82554875E+00
17 1 0.84915085E+00
18 1 0.72990666E+00
19 1 0.92668630E+00
20 1 0.76564550E+00
21 1 0.70220214E+00
22 1 0.87348472E+00
23 1 0.88275504E+00
24 1 0.85300270E+00
25 1 0.88694764E+00
26 1 0.84015305E+00
27 1 0.63066080E+00
28 1 0.65947841E+00
29 1 0.89960447E+00
30 1 0.84092415E+00
31 1 0.91309032E+00
32 1 0.86006241E+00
33 1 0.94518916E+00
34 1 0.74143426E+00
35 1 0.93621923E+00
36 1 0.95951877E+00
37 1 0.92517638E+00
38 1 0.87535747E+00
39 1 0.84468443E+00
40 1 0.92288241E+00
41 1 0.86432004E+00
42 1 0.81890318E+00
43 1 0.86520154E+00
44 1 0.90243401E+00
45 1 0.96285625E+00
46 1 0.89439701E+00
47 1 0.86150851E+00
48 1 0.75979413E+00
49 1 0.84994958E+00
50 1 0.78436006E+00
51 1 0.91621408E+00
52 1 0.87173378E+00
53 1 0.92499394E+00
54 1 0.82285223E+00
55 1 0.89947065E+00
56 1 0.72859269E+00
57 1 0.82417284E+00
58 1 0.88799765E+00
59 1 0.90807056E+00
60 1 0.87667213E+00
61 1 0.92421296E+00
62 1 0.93653055E+00
63 1 0.88185885E+00
64 1 0.92430573E+00
65 1 0.85512033E+00
66 1 0.96551696E+00
67 1 0.92929946E+00
68 1 0.84828213E+00
69 1 0.96831823E+00
70 1 0.93960978E+00
71 1 0.89207119E+00
72 1 0.93031392E+00
240

73 1 0.79133396E+00
74 1 0.61732948E+00
75 1 0.94035743E+00
76 1 0.92393552E+00
77 1 0.94168757E+00
78 1 0.96228067E+00
79 1 0.89027629E+00
80 1 0.88004628E+00
81 1 0.68679097E+00
82 1 0.86481228E+00
83 1 0.60914793E+00
84 1 0.88486404E+00
85 1 0.60382729E+00
86 1 0.86849807E+00
87 1 0.89408377E+00
88 1 0.82371197E+00
89 1 0.94954314E+00
90 1 0.71506228E+00
91 1 0.62786842E+00
92 1 0.84619744E+00
93 1 0.72859269E+00
94 1 0.88799765E+00
95 1 0.64128246E+00
96 1 0.77347302E+00
97 1 0.82725133E+00
98 1 0.80227889E+00
99 1 0.84507534E+00
100 1 0.19490688E+00

mean efficiency = 0.83626103E+00


241

JABAR

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = fjabar.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.80239379E+01 0.34837888E+00 0.23032217E+02


beta 1 0.85027891E+00 0.76859554E-01 0.11062761E+02
beta 2 0.12647179E+00 0.68637335E-01 0.18426092E+01
beta 3 0.33329440E-02 0.31073218E-01 0.10726099E+00
beta 4 0.21073353E-01 0.38614123E-01 0.54574211E+00
beta 5 0.40632942E-02 0.16749358E-01 0.24259403E+00
beta 6 0.12364971E+00 0.37622405E-01 0.32865978E+01
sigma-squared 0.45458668E-01

log likelihood function = 0.20047615E+02

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.82325474E+01
beta 1 0.85027891E+00
beta 2 0.12647179E+00
beta 3 0.33329440E-02
beta 4 0.21073353E-01
beta 5 0.40632942E-02
beta 6 0.12364971E+00
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.86528783E-01
gamma 0.79000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.23255988E+02


0.82325474E+01 0.85027891E+00 0.12647179E+00 0.33329440E-02 0.21073353E-01
0.40632942E-02 0.12364971E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.86528783E-01 0.79000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 54 llf = 0.25278254E+02
0.82323344E+01 0.84588123E+00 0.11938868E+00-0.80787577E-03 0.17883486E-01
0.12333794E-02 0.12369968E+00 0.59972635E-04 0.27442694E-02-0.67042466E-02
0.44413313E-03-0.24961805E-02-0.88455646E-03 0.56780855E-03 0.16482992E-02
-0.96357743E-05-0.22337682E-03 0.86319033E-01 0.78990025E+00
iteration = 10 func evals = 73 llf = 0.28342227E+02
0.82219609E+01 0.87056158E+00 0.47443311E-01 0.72785530E-02 0.50803722E-01
-0.28877635E-02 0.12548892E+00 0.14496262E-01 0.50463725E-02-0.43455275E-02
0.43538851E-01-0.14601425E+00-0.52226957E-01 0.38116189E-01 0.11228034E+00
-0.52266509E-03-0.26356908E-03 0.82006388E-01 0.81881080E+00
iteration = 15 func evals = 91 llf = 0.29158847E+02
0.83485918E+01 0.88544360E+00 0.46481952E-01 0.25326447E-02 0.36854899E-01
0.50907132E-03 0.12624933E+00 0.14048567E+00 0.59998688E-02-0.27695446E-02
0.79714550E-01-0.13279320E+00-0.28576208E+00 0.61988331E-01 0.12277916E+00
-0.68237900E-03-0.24918038E-03 0.80787115E-01 0.81970003E+00
iteration = 20 func evals = 112 llf = 0.30794223E+02
0.84318030E+01 0.91649861E+00 0.54265613E-01 0.77011528E-02 0.98427528E-02
0.13746871E-02 0.12477487E+00 0.79666025E-01 0.48358295E-02-0.55428867E-02
242

0.12720455E+00-0.18540942E+00-0.24945624E+00 0.67810569E-01 0.15519329E+00


-0.30117604E-03-0.39288725E-03 0.77452313E-01 0.74055971E+00
iteration = 25 func evals = 221 llf = 0.32684235E+02
0.84089445E+01 0.92330554E+00 0.35554242E-01 0.20317692E-01 0.91057032E-02
0.31292680E-02 0.12536921E+00-0.72510839E+00 0.14811774E-01-0.20889583E-01
0.41643357E+00-0.58117553E+00-0.35547022E+00 0.14133234E+00 0.52573023E+00
0.13839097E-02-0.11349189E-02 0.11432279E+00 0.78724122E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 28 func evals = 268 llf = 0.32952203E+02
0.84744413E+01 0.94342537E+00 0.16596245E-01 0.23039910E-01 0.76227904E-02
0.54522729E-02 0.12449702E+00-0.10616555E+01 0.18780162E-01-0.25838969E-01
0.54002025E+00-0.68886064E+00-0.37003529E+00 0.14617626E+00 0.63952423E+00
0.21617494E-02-0.13617978E-02 0.11595774E+00 0.77027552E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.84744413E+01 0.31055103E+00 0.27288402E+02


beta 1 0.94342537E+00 0.68489504E-01 0.13774744E+02
beta 2 0.16596245E-01 0.59715722E-01 0.27792086E+00
beta 3 0.23039910E-01 0.30553451E-01 0.75408537E+00
beta 4 0.76227904E-02 0.35257039E-01 0.21620619E+00
beta 5 0.54522729E-02 0.13134989E-01 0.41509534E+00
beta 6 0.12449702E+00 0.32871271E-01 0.37874112E+01
delta 0 -0.10616555E+01 0.85111275E+00 -0.12473735E+01
delta 1 0.18780162E-01 0.10486932E-01 0.17908156E+01
delta 2 -0.25838969E-01 0.16825515E-01 -0.15357015E+01
delta 3 0.54002025E+00 0.32049022E+00 0.16849820E+01
delta 4 -0.68886064E+00 0.30088516E+00 -0.22894470E+01
delta 5 -0.37003529E+00 0.21307488E+00 -0.17366443E+01
delta 6 0.14617626E+00 0.12935570E+00 0.11300334E+01
delta 7 0.63952423E+00 0.28990069E+00 0.22060114E+01
delta 8 0.21617494E-02 0.23495051E-02 0.92008713E+00
delta 9 -0.13617978E-02 0.62536670E-03 -0.21775989E+01
sigma-squared 0.11595774E+00 0.24557653E-01 0.47218574E+01
gamma 0.77027552E+00 0.84039896E-01 0.91655935E+01

log likelihood function = 0.32952203E+02


LR test of the one-sided error = 0.25809176E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 28
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 130
number of time periods = 1
total number of observations = 130
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.96441942E-01 0.17330776E-01 -0.10404536E-01 -0.33869157E-02 -0.59217384E-02


0.18244050E-02 -0.75219846E-03 -0.29869971E-01 0.40382952E-03 0.74353702E-03
0.79995827E-02 0.10513631E-02 -0.22583197E-02 -0.47139114E-02 0.91807474E-02
-0.20110358E-04 0.59249249E-05 -0.12006275E-02 -0.45579632E-03
0.17330776E-01 0.46908121E-02 -0.31103255E-02 -0.33911635E-03 -0.88777399E-03
0.10237496E-03 0.80463361E-04 -0.14129324E-01 0.18023875E-03 0.74730327E-04
0.49508817E-02 -0.16839421E-02 -0.84575880E-03 -0.12210664E-02 0.37155970E-02
0.22892871E-04 -0.33770250E-05 -0.28595440E-03 -0.24057016E-03
-0.10404536E-01 -0.31103255E-02 0.35659674E-02 -0.16998306E-03 -0.33125741E-03
-0.15500571E-03 -0.11167432E-04 0.17693884E-01 -0.21691266E-03 0.10950272E-03
-0.63741210E-02 0.30256147E-02 0.28275751E-03 0.11405850E-02 -0.49126393E-02
243

-0.31342716E-04 0.76639919E-05 0.72956285E-04 -0.19186470E-03


-0.33869157E-02 -0.33911635E-03 -0.16998306E-03 0.93351338E-03 0.12138849E-03
0.24897741E-04 -0.16133841E-04 -0.64698132E-02 0.68771738E-04 -0.11147513E-03
0.25941968E-02 -0.20302540E-02 0.40359530E-03 -0.13172094E-03 0.17954323E-02
0.21533094E-04 -0.39700209E-05 0.31972172E-04 -0.11490301E-03
-0.59217384E-02 -0.88777399E-03 -0.33125741E-03 0.12138849E-03 0.12430588E-02
0.23778922E-04 -0.18543574E-04 0.74980781E-03 -0.10707318E-04 -0.81290109E-04
-0.11429820E-03 0.24302178E-03 0.20145711E-03 -0.77877933E-04 -0.38752877E-03
0.34024190E-05 -0.10905208E-05 0.11803046E-03 0.38551792E-03
0.18244050E-02 0.10237496E-03 -0.15500571E-03 0.24897741E-04 0.23778922E-04
0.17252795E-03 -0.38697879E-04 -0.16214253E-02 0.17410985E-04 -0.25542484E-04
0.53733694E-03 -0.43165454E-03 0.16136728E-04 -0.92254324E-04 0.65415945E-03
0.36906588E-05 -0.87252668E-06 -0.13852876E-04 -0.52469067E-04
-0.75219846E-03 0.80463361E-04 -0.11167432E-04 -0.16133841E-04 -0.18543574E-04
-0.38697879E-04 0.10805205E-02 0.35647899E-03 -0.37321167E-05 -0.15787213E-04
-0.13020465E-03 -0.30509115E-03 -0.14908007E-03 -0.29664226E-04 0.80117902E-04
0.99204981E-06 -0.12283464E-06 0.52778386E-04 0.10974169E-03
-0.29869971E-01 -0.14129324E-01 0.17693884E-01 -0.64698132E-02 0.74980781E-03
-0.16214253E-02 0.35647899E-03 0.72439291E+00 -0.85250739E-02 0.98365193E-02
-0.24341389E+00 0.20775845E+00 -0.62312738E-02 -0.98474571E-02 -0.21397725E+00
-0.14818675E-02 0.44400936E-03 -0.71333986E-02 0.25727446E-02
0.40382952E-03 0.18023875E-03 -0.21691266E-03 0.68771738E-04 -0.10707318E-04
0.17410985E-04 -0.37321167E-05 -0.85250739E-02 0.10997574E-03 -0.11588434E-03
0.28297996E-02 -0.25132715E-02 -0.36017986E-03 0.12866973E-03 0.25253052E-02
0.17782495E-04 -0.53940276E-05 0.92688209E-04 -0.64810972E-05
0.74353702E-03 0.74730327E-04 0.10950272E-03 -0.11147513E-03 -0.81290109E-04
-0.25542484E-04 -0.15787213E-04 0.98365193E-02 -0.11588434E-03 0.28309795E-03
-0.40708510E-02 0.41017576E-02 0.47166980E-03 -0.38449256E-03 -0.37709163E-02
-0.31643196E-04 0.86308708E-05 -0.15206456E-03 0.62914195E-04
0.79995827E-02 0.49508817E-02 -0.63741210E-02 0.25941968E-02 -0.11429820E-03
0.53733694E-03 -0.13020465E-03 -0.24341389E+00 0.28297996E-02 -0.40708510E-02
0.10271398E+00 -0.79205256E-01 -0.12503338E-01 0.62567013E-02 0.76786746E-01
0.54333902E-03 -0.17509776E-03 0.26436276E-02 -0.14369111E-02
0.10513631E-02 -0.16839421E-02 0.30256147E-02 -0.20302540E-02 0.24302178E-03
-0.43165454E-03 -0.30509115E-03 0.20775845E+00 -0.25132715E-02 0.41017576E-02
-0.79205256E-01 0.90531881E-01 0.91077849E-02 -0.98176781E-02 -0.78836457E-01
-0.53871485E-03 0.17420963E-03 -0.33451881E-02 -0.26093814E-03
-0.22583197E-02 -0.84575880E-03 0.28275751E-03 0.40359530E-03 0.20145711E-03
0.16136728E-04 -0.14908007E-03 -0.62312738E-02 -0.36017986E-03 0.47166980E-03
-0.12503338E-01 0.91077849E-02 0.45400905E-01 -0.59284633E-02 -0.74732967E-02
-0.67001229E-04 0.20950275E-04 -0.11768042E-02 -0.21461590E-02
-0.47139114E-02 -0.12210664E-02 0.11405850E-02 -0.13172094E-03 -0.77877933E-04
-0.92254324E-04 -0.29664226E-04 -0.98474571E-02 0.12866973E-03 -0.38449256E-03
0.62567013E-02 -0.98176781E-02 -0.59284633E-02 0.16732897E-01 0.46148847E-02
0.43837170E-04 -0.19132472E-04 0.60933224E-03 0.29340305E-03
0.91807474E-02 0.37155970E-02 -0.49126393E-02 0.17954323E-02 -0.38752877E-03
0.65415945E-03 0.80117902E-04 -0.21397725E+00 0.25253052E-02 -0.37709163E-02
0.76786746E-01 -0.78836457E-01 -0.74732967E-02 0.46148847E-02 0.84042408E-01
0.50345381E-03 -0.15972869E-03 0.29790142E-02 -0.53122229E-04
-0.20110358E-04 0.22892871E-04 -0.31342716E-04 0.21533094E-04 0.34024190E-05
0.36906588E-05 0.99204981E-06 -0.14818675E-02 0.17782495E-04 -0.31643196E-04
0.54333902E-03 -0.53871485E-03 -0.67001229E-04 0.43837170E-04 0.50345381E-03
0.55201743E-05 -0.11542890E-05 0.13931947E-04 -0.27097203E-04
0.59249249E-05 -0.33770250E-05 0.76639919E-05 -0.39700209E-05 -0.10905208E-05
-0.87252668E-06 -0.12283464E-06 0.44400936E-03 -0.53940276E-05 0.86308708E-05
-0.17509776E-03 0.17420963E-03 0.20950275E-04 -0.19132472E-04 -0.15972869E-03
-0.11542890E-05 0.39108351E-06 -0.70354650E-05 -0.45261051E-06
-0.12006275E-02 -0.28595440E-03 0.72956285E-04 0.31972172E-04 0.11803046E-03
-0.13852876E-04 0.52778386E-04 -0.71333986E-02 0.92688209E-04 -0.15206456E-03
0.26436276E-02 -0.33451881E-02 -0.11768042E-02 0.60933224E-03 0.29790142E-02
0.13931947E-04 -0.70354650E-05 0.60307834E-03 0.16239799E-02
-0.45579632E-03 -0.24057016E-03 -0.19186470E-03 -0.11490301E-03 0.38551792E-03
-0.52469067E-04 0.10974169E-03 0.25727446E-02 -0.64810972E-05 0.62914195E-04
-0.14369111E-02 -0.26093814E-03 -0.21461590E-02 0.29340305E-03 -0.53122229E-04
-0.27097203E-04 -0.45261051E-06 0.16239799E-02 0.70627040E-02

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.45180547E+00
244

2 1 0.75700927E+00
3 1 0.66379315E+00
4 1 0.59575827E+00
5 1 0.63449315E+00
6 1 0.66152688E+00
7 1 0.59541689E+00
8 1 0.88774437E+00
9 1 0.64406765E+00
10 1 0.77532574E+00
11 1 0.94225282E+00
12 1 0.85142781E+00
13 1 0.92391418E+00
14 1 0.87347593E+00
15 1 0.92661188E+00
16 1 0.93465900E+00
17 1 0.94029332E+00
18 1 0.86395051E+00
19 1 0.87281825E+00
20 1 0.90692985E+00
21 1 0.92781445E+00
22 1 0.84176636E+00
23 1 0.85086951E+00
24 1 0.91536191E+00
25 1 0.90281587E+00
26 1 0.90307760E+00
27 1 0.86607191E+00
28 1 0.89317594E+00
29 1 0.94486650E+00
30 1 0.87318059E+00
31 1 0.90418418E+00
32 1 0.91885841E+00
33 1 0.95854432E+00
34 1 0.90210704E+00
35 1 0.94106779E+00
36 1 0.92502872E+00
37 1 0.91890839E+00
38 1 0.92909315E+00
39 1 0.94352302E+00
40 1 0.91493173E+00
41 1 0.85089898E+00
42 1 0.91910771E+00
43 1 0.92875281E+00
44 1 0.88032710E+00
45 1 0.87291268E+00
46 1 0.81827577E+00
47 1 0.92115164E+00
48 1 0.86305251E+00
49 1 0.92674674E+00
50 1 0.88579065E+00
51 1 0.93759484E+00
52 1 0.93517595E+00
53 1 0.87338336E+00
54 1 0.95468539E+00
55 1 0.91538823E+00
56 1 0.89135713E+00
57 1 0.94896209E+00
58 1 0.94338615E+00
59 1 0.92278909E+00
60 1 0.93633399E+00
61 1 0.89984561E+00
62 1 0.94811095E+00
63 1 0.93227501E+00
64 1 0.93902744E+00
65 1 0.88786641E+00
66 1 0.96831480E+00
67 1 0.87296409E+00
68 1 0.92657791E+00
69 1 0.92565256E+00
70 1 0.93967887E+00
71 1 0.94564200E+00
72 1 0.95065886E+00
245

73 1 0.93819572E+00
74 1 0.94413227E+00
75 1 0.95046027E+00
76 1 0.92848545E+00
77 1 0.92732285E+00
78 1 0.94351222E+00
79 1 0.96849530E+00
80 1 0.92764921E+00
81 1 0.96312388E+00
82 1 0.93305145E+00
83 1 0.90943770E+00
84 1 0.94578922E+00
85 1 0.93673583E+00
86 1 0.95539820E+00
87 1 0.92897406E+00
88 1 0.94661046E+00
89 1 0.89833778E+00
90 1 0.90109816E+00
91 1 0.91891707E+00
92 1 0.95660126E+00
93 1 0.96540809E+00
94 1 0.94920492E+00
95 1 0.94674946E+00
96 1 0.94261703E+00
97 1 0.95984246E+00
98 1 0.91999735E+00
99 1 0.95121904E+00
100 1 0.96983949E+00
101 1 0.95801242E+00
102 1 0.94907428E+00
103 1 0.96567821E+00
104 1 0.93687679E+00
105 1 0.91236768E+00
106 1 0.96821874E+00
107 1 0.93533595E+00
108 1 0.88904342E+00
109 1 0.93896650E+00
110 1 0.95776382E+00
111 1 0.94222384E+00
112 1 0.94180102E+00
113 1 0.96131337E+00
114 1 0.95106886E+00
115 1 0.95975237E+00
116 1 0.95341566E+00
117 1 0.94979943E+00
118 1 0.94772942E+00
119 1 0.92456040E+00
120 1 0.96201128E+00
121 1 0.96082118E+00
122 1 0.94665505E+00
123 1 0.97025488E+00
124 1 0.95249994E+00
125 1 0.96006000E+00
126 1 0.95056793E+00
127 1 0.95958089E+00
128 1 0.96733409E+00
129 1 0.96376396E+00
130 1 0.95805109E+00

mean efficiency = 0.90740783E+00

JATENG
246

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = fjate.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.74331031E+01 0.34789592E+00 0.21365882E+02


beta 1 0.96869707E+00 0.74740703E-01 0.12960770E+02
beta 2 0.82571853E-01 0.71046057E-01 0.11622299E+01
beta 3 0.18568237E+00 0.64819468E-01 0.28646081E+01
beta 4 0.59233772E-01 0.56852142E-01 0.10418916E+01
beta 5 0.14236508E-01 0.93250901E-02 0.15266885E+01
beta 6 0.13051990E+00 0.47458795E-01 0.27501731E+01
sigma-squared 0.93701610E-01

log likelihood function = -0.36631618E+02

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.77758582E+01
beta 1 0.96869707E+00
beta 2 0.82571853E-01
beta 3 0.18568237E+00
beta 4 0.59233772E-01
beta 5 0.14236508E-01
beta 6 0.13051990E+00
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.20734687E+00
gamma 0.89000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = -0.26040359E+02


0.77758582E+01 0.96869707E+00 0.82571853E-01 0.18568237E+00 0.59233772E-01
0.14236508E-01 0.13051990E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.20734687E+00 0.89000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 73 llf = -0.21086575E+02
0.77787044E+01 0.94630183E+00 0.83428825E-01 0.17137809E+00 0.50054117E-01
0.13824761E-01 0.95054340E-01 0.29014260E-03-0.13256766E-02 0.13276506E-02
0.14825443E-01 0.12434807E-01 0.61452298E-02 0.65851330E-02-0.10827280E-02
-0.58768116E-08 0.30818849E-02 0.22417919E+00 0.87767979E+00
iteration = 10 func evals = 93 llf = -0.15727160E+02
0.78097472E+01 0.89149670E+00 0.16340566E+00 0.64089021E-01 0.84654956E-01
0.17828558E-01 0.75802639E-01-0.16681786E-02-0.67407914E-02 0.69934276E-02
0.34205105E+00 0.22301633E+00 0.13023194E+00 0.15330914E+00-0.26557942E-01
-0.90889201E-08 0.58676979E-01 0.18207243E+00 0.89725655E+00
iteration = 15 func evals = 114 llf = -0.12805804E+02
0.79567778E+01 0.93856115E+00 0.12470763E+00 0.78146911E-01 0.65291615E-01
0.15859378E-01 0.77059947E-01-0.56343302E+00-0.65564064E-02 0.37313093E-02
0.64870022E+00 0.98455740E-01 0.33959245E+00 0.33437150E+00 0.56571862E-02
-0.13574412E-07 0.22982096E+00 0.22397318E+00 0.90643768E+00
iteration = 20 func evals = 148 llf = -0.11822491E+02
0.78845528E+01 0.91935383E+00 0.14029479E+00 0.81617457E-01 0.62719348E-01
0.17496933E-01 0.69532895E-01-0.83141503E+00-0.12628809E-01 0.64837752E-03
0.88636995E+00 0.10087708E+00 0.56689713E+00 0.47559238E+00-0.23941208E-01
-0.14044071E-07 0.19406911E+00 0.26135627E+00 0.90129109E+00
247

iteration = 25 func evals = 237 llf = -0.10949699E+02


0.78970926E+01 0.93158848E+00 0.13673557E+00 0.81541673E-01 0.61985434E-01
0.16639324E-01 0.65082825E-01-0.23758845E+01-0.20063437E-01-0.32576306E-02
0.17821413E+01 0.14921404E+00 0.11780477E+01 0.85583292E+00-0.47279978E-01
-0.22091979E-07 0.34045139E+00 0.42231263E+00 0.94252311E+00
iteration = 30 func evals = 351 llf = -0.10757396E+02
0.78961674E+01 0.93983459E+00 0.13158970E+00 0.85963531E-01 0.60341371E-01
0.16048006E-01 0.69007871E-01-0.36604594E+01-0.25839811E-01-0.53671140E-02
0.24367078E+01 0.21115347E+00 0.16538479E+01 0.11190186E+01-0.48767575E-01
-0.31303881E-07 0.50726187E+00 0.57871345E+00 0.95447916E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 32 func evals = 390 llf = -0.10757379E+02
0.78961621E+01 0.93983394E+00 0.13158996E+00 0.85964112E-01 0.60341789E-01
0.16048036E-01 0.69006555E-01-0.36606080E+01-0.25840619E-01-0.53674667E-02
0.24367881E+01 0.21116001E+00 0.16539018E+01 0.11190528E+01-0.48768984E-01
-0.31304949E-07 0.50728078E+00 0.57873293E+00 0.95448089E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.78961621E+01 0.27459976E+00 0.28755167E+02


beta 1 0.93983394E+00 0.56763825E-01 0.16556917E+02
beta 2 0.13158996E+00 0.58428787E-01 0.22521425E+01
beta 3 0.85964112E-01 0.60504234E-01 0.14207950E+01
beta 4 0.60341789E-01 0.43582858E-01 0.13845303E+01
beta 5 0.16048036E-01 0.73564576E-02 0.21814896E+01
beta 6 0.69006555E-01 0.37194570E-01 0.18552857E+01
delta 0 -0.36606080E+01 0.30067041E+01 -0.12174820E+01
delta 1 -0.25840619E-01 0.17663001E-01 -0.14629801E+01
delta 2 -0.53674667E-02 0.13966129E-01 -0.38432028E+00
delta 3 0.24367881E+01 0.15881985E+01 0.15343096E+01
delta 4 0.21116001E+00 0.21487733E+00 0.98270027E+00
delta 5 0.16539018E+01 0.11493943E+01 0.14389334E+01
delta 6 0.11190528E+01 0.68463843E+00 0.16345165E+01
delta 7 -0.48768984E-01 0.18144134E+00 -0.26878651E+00
delta 8 -0.31304949E-07 0.21430551E-07 -0.14607626E+01
delta 9 0.50728078E+00 0.49755327E+00 0.10195507E+01
sigma-squared 0.57873293E+00 0.37218652E+00 0.15549540E+01
gamma 0.95448089E+00 0.33168236E-01 0.28776956E+02

log likelihood function = -0.10757379E+02


LR test of the one-sided error = 0.51748479E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 32
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 171
number of time periods = 1
total number of observations = 171
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.75405031E-01 0.12511710E-01 -0.59531074E-02 -0.57883429E-02 -0.49889359E-02


0.10407120E-03 0.10118291E-03 0.57274415E-01 0.46113589E-03 0.73992972E-03
-0.43173728E-01 0.61428649E-02 -0.14104781E-01 -0.24334999E-01 0.23909551E-02
0.90171675E-09 -0.16793012E-01 -0.10866031E-01 -0.24293482E-03
0.12511710E-01 0.32221319E-02 -0.19516285E-02 0.17529139E-03 -0.10452336E-02
-0.43666300E-04 0.16519308E-03 -0.19048647E-01 -0.47791714E-04 0.50515487E-04
0.64928113E-02 0.30965763E-02 0.79864806E-02 0.84676977E-03 0.22498265E-03
-0.47209331E-10 0.14438318E-02 0.16925518E-02 0.16388367E-03
-0.59531074E-02 -0.19516285E-02 0.34139232E-02 -0.11126781E-02 -0.24354803E-03
0.11843058E-05 -0.22020956E-03 0.29012614E-01 0.17396601E-03 0.33066428E-04
-0.13902849E-01 -0.41848207E-02 -0.10572339E-01 -0.47118327E-02 -0.78712274E-03
0.21846387E-09 -0.56102496E-02 -0.37871327E-02 -0.22455564E-03
248

-0.57883429E-02 0.17529139E-03 -0.11126781E-02 0.36607624E-02 -0.96448007E-03


0.33363382E-04 0.50877304E-04 -0.25266836E-01 -0.22528028E-03 -0.19597248E-03
0.15067011E-01 0.15917583E-02 0.93364138E-02 0.67240861E-02 -0.80807919E-03
-0.29421057E-09 0.58239554E-02 0.44316701E-02 0.17432798E-03
-0.49889359E-02 -0.10452336E-02 -0.24354803E-03 -0.96448007E-03 0.18994655E-02
0.47047435E-04 -0.11148030E-04 -0.33184411E-02 -0.33856560E-05 0.16912699E-04
0.12981564E-02 0.24682567E-03 0.48284846E-03 0.51869437E-03 0.90169479E-03
-0.25662582E-10 0.10938977E-02 0.36156985E-03 0.34636911E-04
0.10407120E-03 -0.43666300E-04 0.11843058E-05 0.33363382E-04 0.47047435E-04
0.54117468E-04 0.11874926E-04 0.15582535E-02 -0.57002969E-05 0.21857746E-05
-0.86432204E-03 -0.79112984E-05 -0.13571534E-03 -0.28074914E-03 0.13172566E-03
0.80189204E-11 -0.21016291E-03 -0.12783036E-03 -0.69861990E-05
0.10118291E-03 0.16519308E-03 -0.22020956E-03 0.50877304E-04 -0.11148030E-04
0.11874926E-04 0.13834360E-02 0.11543273E-01 0.56212920E-04 0.35862105E-04
-0.67558973E-02 -0.22773995E-03 -0.34496707E-02 -0.28588592E-02 0.34863287E-03
0.57596585E-10 -0.10412822E-02 -0.14877966E-02 -0.14979397E-03
0.57274415E-01 -0.19048647E-01 0.29012614E-01 -0.25266836E-01 -0.33184411E-02
0.15582535E-02 0.11543273E-01 0.90402698E+01 0.39005855E-01 0.16573794E-01
-0.46616923E+01 -0.39596462E+00 -0.32687140E+01 -0.19342074E+01 0.46887317E-01
0.60880856E-07 -0.10777151E+01 -0.10872877E+01 -0.92428667E-01
0.46113589E-03 -0.47791714E-04 0.17396601E-03 -0.22528028E-03 -0.33856560E-05
-0.57002969E-05 0.56212920E-04 0.39005855E-01 0.31198159E-03 0.11097695E-03
-0.22653222E-01 -0.23092958E-02 -0.16686410E-01 -0.93768678E-02 0.34791372E-04
0.31207597E-09 -0.56375611E-02 -0.54695168E-02 -0.46799581E-03
0.73992972E-03 0.50515487E-04 0.33066428E-04 -0.19597248E-03 0.16912699E-04
0.21857746E-05 0.35862105E-04 0.16573794E-01 0.11097695E-03 0.19505277E-03
-0.95482122E-02 -0.90147933E-03 -0.71148597E-02 -0.40911214E-02 -0.46268107E-03
0.12991505E-09 -0.22523594E-02 -0.21539937E-02 -0.16766305E-03
-0.43173728E-01 0.64928113E-02 -0.13902849E-01 0.15067011E-01 0.12981564E-02
-0.86432204E-03 -0.67558973E-02 -0.46616923E+01 -0.22653222E-01 -0.95482122E-02
0.25223745E+01 0.19887433E+00 0.16719878E+01 0.10449280E+01 -0.42272467E-01
-0.32091280E-07 0.57646120E+00 0.57580801E+00 0.48955565E-01
0.61428649E-02 0.30965763E-02 -0.41848207E-02 0.15917583E-02 0.24682567E-03
-0.79112984E-05 -0.22773995E-03 -0.39596462E+00 -0.23092958E-02 -0.90147933E-03
0.19887433E+00 0.46172265E-01 0.15340109E+00 0.71960739E-01 0.52979686E-03
-0.29171568E-08 0.37640331E-01 0.51422893E-01 0.44410680E-02
-0.14104781E-01 0.79864806E-02 -0.10572339E-01 0.93364138E-02 0.48284846E-03
-0.13571534E-03 -0.34496707E-02 -0.32687140E+01 -0.16686410E-01 -0.71148597E-02
0.16719878E+01 0.15340109E+00 0.13211072E+01 0.69404024E+00 0.31463256E-02
-0.22774028E-07 0.40112279E+00 0.39756185E+00 0.33698108E-01
-0.24334999E-01 0.84676977E-03 -0.47118327E-02 0.67240861E-02 0.51869437E-03
-0.28074914E-03 -0.28588592E-02 -0.19342074E+01 -0.93768678E-02 -0.40911214E-02
0.10449280E+01 0.71960739E-01 0.69404024E+00 0.46872978E+00 -0.16756347E-01
-0.13293572E-07 0.25272219E+00 0.23860507E+00 0.20236453E-01
0.23909551E-02 0.22498265E-03 -0.78712274E-03 -0.80807919E-03 0.90169479E-03
0.13172566E-03 0.34863287E-03 0.46887317E-01 0.34791372E-04 -0.46268107E-03
-0.42272467E-01 0.52979686E-03 0.31463256E-02 -0.16756347E-01 0.32920960E-01
0.10828342E-09 0.39758165E-03 -0.73783056E-02 -0.73205123E-03
0.90171675E-09 -0.47209331E-10 0.21846387E-09 -0.29421057E-09 -0.25662582E-10
0.80189204E-11 0.57596585E-10 0.60880856E-07 0.31207597E-09 0.12991505E-09
-0.32091280E-07 -0.29171568E-08 -0.22774028E-07 -0.13293572E-07 0.10828342E-09
0.45926853E-15 -0.83341988E-08 -0.77624709E-08 -0.65082811E-09
-0.16793012E-01 0.14438318E-02 -0.56102496E-02 0.58239554E-02 0.10938977E-02
-0.21016291E-03 -0.10412822E-02 -0.10777151E+01 -0.56375611E-02 -0.22523594E-02
0.57646120E+00 0.37640331E-01 0.40112279E+00 0.25272219E+00 0.39758165E-03
-0.83341988E-08 0.24755925E+00 0.13735844E+00 0.11249226E-01
-0.10866031E-01 0.16925518E-02 -0.37871327E-02 0.44316701E-02 0.36156985E-03
-0.12783036E-03 -0.14877966E-02 -0.10872877E+01 -0.54695168E-02 -0.21539937E-02
0.57580801E+00 0.51422893E-01 0.39756185E+00 0.23860507E+00 -0.73783056E-02
-0.77624709E-08 0.13735844E+00 0.13852280E+00 0.11929763E-01
-0.24293482E-03 0.16388367E-03 -0.22455564E-03 0.17432798E-03 0.34636911E-04
-0.69861990E-05 -0.14979397E-03 -0.92428667E-01 -0.46799581E-03 -0.16766305E-03
0.48955565E-01 0.44410680E-02 0.33698108E-01 0.20236453E-01 -0.73205123E-03
-0.65082811E-09 0.11249226E-01 0.11929763E-01 0.11001319E-02

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.16849200E+00
2 1 0.31472482E+00
249

3 1 0.39692078E+00
4 1 0.38308938E+00
5 1 0.44955286E+00
6 1 0.51000269E+00
7 1 0.44039824E+00
8 1 0.53852780E+00
9 1 0.53556898E+00
10 1 0.50089941E+00
11 1 0.55882521E+00
12 1 0.51746860E+00
13 1 0.51546828E+00
14 1 0.58293317E+00
15 1 0.61501410E+00
16 1 0.64568274E+00
17 1 0.55004431E+00
18 1 0.71583698E+00
19 1 0.65423413E+00
20 1 0.69131056E+00
21 1 0.68489052E+00
22 1 0.76982101E+00
23 1 0.70041423E+00
24 1 0.68869417E+00
25 1 0.67476409E+00
26 1 0.75375134E+00
27 1 0.68949999E+00
28 1 0.85410164E+00
29 1 0.84786272E+00
30 1 0.71242043E+00
31 1 0.66791450E+00
32 1 0.58045294E+00
33 1 0.82337575E+00
34 1 0.75128752E+00
35 1 0.61618480E+00
36 1 0.60197149E+00
37 1 0.69727146E+00
38 1 0.66164547E+00
39 1 0.78851016E+00
40 1 0.74721322E+00
41 1 0.72699768E+00
42 1 0.72666779E+00
43 1 0.75358707E+00
44 1 0.79459978E+00
45 1 0.90219096E+00
46 1 0.78818697E+00
47 1 0.92040727E+00
48 1 0.90595852E+00
49 1 0.68941797E+00
50 1 0.80732670E+00
51 1 0.70618998E+00
52 1 0.77863146E+00
53 1 0.75097687E+00
54 1 0.73227064E+00
55 1 0.74697140E+00
56 1 0.78353376E+00
57 1 0.78647955E+00
58 1 0.87411311E+00
59 1 0.83956669E+00
60 1 0.80053674E+00
61 1 0.77575278E+00
62 1 0.71279186E+00
63 1 0.81758291E+00
64 1 0.77886097E+00
65 1 0.81934855E+00
66 1 0.84097900E+00
67 1 0.84688386E+00
68 1 0.78406660E+00
69 1 0.80173065E+00
70 1 0.74704665E+00
71 1 0.75181255E+00
72 1 0.80472482E+00
73 1 0.88366506E+00
250

74 1 0.84736728E+00
75 1 0.82406926E+00
76 1 0.88055876E+00
77 1 0.81767029E+00
78 1 0.82971414E+00
79 1 0.81826676E+00
80 1 0.84665528E+00
81 1 0.81329940E+00
82 1 0.88485926E+00
83 1 0.75332572E+00
84 1 0.87669707E+00
85 1 0.70100701E+00
86 1 0.86560432E+00
87 1 0.87577795E+00
88 1 0.87650179E+00
89 1 0.85882873E+00
90 1 0.88277633E+00
91 1 0.81624623E+00
92 1 0.88652632E+00
93 1 0.83931224E+00
94 1 0.87546853E+00
95 1 0.85021466E+00
96 1 0.86666542E+00
97 1 0.83289130E+00
98 1 0.86448600E+00
99 1 0.83695849E+00
100 1 0.88359924E+00
101 1 0.86065590E+00
102 1 0.85795832E+00
103 1 0.89453321E+00
104 1 0.88598474E+00
105 1 0.88748935E+00
106 1 0.90364589E+00
107 1 0.89367976E+00
108 1 0.65671108E+00
109 1 0.84713580E+00
110 1 0.89306293E+00
111 1 0.91279865E+00
112 1 0.89038650E+00
113 1 0.85541408E+00
114 1 0.86843349E+00
115 1 0.92246820E+00
116 1 0.87080696E+00
117 1 0.88746413E+00
118 1 0.88684333E+00
119 1 0.92589541E+00
120 1 0.87347749E+00
121 1 0.89837535E+00
122 1 0.91273389E+00
123 1 0.93038121E+00
124 1 0.87271253E+00
125 1 0.93089056E+00
126 1 0.91896197E+00
127 1 0.92673315E+00
128 1 0.89553116E+00
129 1 0.92548314E+00
130 1 0.93434350E+00
131 1 0.94977332E+00
132 1 0.88689869E+00
133 1 0.90929605E+00
134 1 0.89507579E+00
135 1 0.91900091E+00
136 1 0.91694098E+00
137 1 0.91329418E+00
138 1 0.91963253E+00
139 1 0.89710708E+00
140 1 0.92914086E+00
141 1 0.90406294E+00
142 1 0.85642063E+00
143 1 0.92874961E+00
144 1 0.90217027E+00
251

145 1 0.92591662E+00
146 1 0.93207228E+00
147 1 0.89353935E+00
148 1 0.92498501E+00
149 1 0.93478607E+00
150 1 0.83852622E+00
151 1 0.85959350E+00
152 1 0.94338216E+00
153 1 0.94833185E+00
154 1 0.88693261E+00
155 1 0.88001507E+00
156 1 0.94270088E+00
157 1 0.94289742E+00
158 1 0.92441153E+00
159 1 0.93314873E+00
160 1 0.93560595E+00
161 1 0.91445083E+00
162 1 0.91955302E+00
163 1 0.91140108E+00
164 1 0.93969232E+00
165 1 0.93629912E+00
166 1 0.90384820E+00
167 1 0.95050473E+00
168 1 0.94951575E+00
169 1 0.95294280E+00
170 1 0.94732434E+00
171 1 0.95059868E+00

mean efficiency = 0.80616245E+00


252

JATIM

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = fj2.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.82885446E+01 0.26502132E+00 0.31275011E+02


beta 1 0.10709713E+01 0.57068691E-01 0.18766355E+02
beta 2 0.15915782E+00 0.65606166E-01 0.24259583E+01
beta 3 0.28729172E-01 0.23306251E-01 0.12326810E+01
beta 4 -0.15449911E-01 0.42866841E-01 -0.36041638E+00
beta 5 0.19172451E-02 0.46332020E-02 0.41380564E+00
beta 6 -0.47941574E-01 0.27280517E-01 -0.17573558E+01
sigma-squared 0.16905613E-01

log likelihood function = 0.62641701E+02

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.84413063E+01
beta 1 0.10709713E+01
beta 2 0.15915782E+00
beta 3 0.28729172E-01
beta 4 -0.15449911E-01
beta 5 0.19172451E-02
beta 6 -0.47941574E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.38996061E-01
gamma 0.94000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.68814584E+02


0.84413063E+01 0.10709713E+01 0.15915782E+00 0.28729172E-01-0.15449911E-01
0.19172451E-02-0.47941574E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.38996061E-01 0.94000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 53 llf = 0.71137153E+02
0.84402301E+01 0.10719603E+01 0.15583710E+00 0.24395179E-01-0.16923856E-01
-0.16385926E-02-0.46176037E-01-0.17231307E-03 0.19437401E-02-0.23507165E-02
0.11741989E-02-0.13894009E-02-0.70592618E-03 0.43066526E-03 0.61750179E-04
-0.28496909E-02-0.48964248E-05 0.37130000E-01 0.94022708E+00
iteration = 10 func evals = 76 llf = 0.75949067E+02
0.84115051E+01 0.10960281E+01 0.10364513E+00 0.19387396E-01 0.30560556E-01
-0.10943617E-03-0.21050955E-01-0.12334115E-01 0.23078207E-02-0.12231748E-02
0.87716488E-01-0.92426249E-01-0.45352172E-01 0.15951909E-01-0.51530887E-03
-0.36595587E-02 0.85305246E-04 0.36509475E-01 0.96661699E+00
iteration = 15 func evals = 96 llf = 0.77452428E+02
0.83315187E+01 0.10713856E+01 0.14196036E+00 0.25225415E-02 0.31157073E-01
-0.75954558E-03-0.20179689E-01-0.85537594E-02 0.23962860E-02 0.25193355E-02
0.16694689E+00-0.16447801E+00 0.92865867E-02-0.60730667E-01 0.38479044E-02
-0.45612033E-02 0.12254549E-03 0.30372168E-01 0.97730274E+00
iteration = 20 func evals = 115 llf = 0.79635772E+02
0.80937906E+01 0.10425834E+01 0.16420150E+00 0.25131357E-01 0.52825644E-01
0.10247842E-02-0.28855714E-01 0.14188484E+00 0.24804917E-02-0.10559417E-02
253

0.13036523E+00-0.24018314E+00-0.19857367E-01-0.13108337E+00-0.23644142E-03
-0.38298807E-02 0.58425520E-04 0.29419613E-01 0.98417918E+00
iteration = 25 func evals = 176 llf = 0.82933419E+02
0.79862449E+01 0.10285923E+01 0.19697476E+00 0.41115789E-01 0.43062902E-01
0.32360002E-03-0.25642802E-01 0.20857001E+00 0.11817562E-02-0.30953435E-02
0.12941949E+00-0.24182280E+00-0.49773314E-01-0.85483144E-01 0.90209537E-02
-0.24867849E-02 0.71337112E-04 0.28379950E-01 0.99999999E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 26 func evals = 184 llf = 0.82933419E+02
0.79862449E+01 0.10285923E+01 0.19697476E+00 0.41115789E-01 0.43062902E-01
0.32360002E-03-0.25642802E-01 0.20857001E+00 0.11817562E-02-0.30953435E-02
0.12941949E+00-0.24182280E+00-0.49773314E-01-0.85483144E-01 0.90209537E-02
-0.24867849E-02 0.71337112E-04 0.28379950E-01 0.99999999E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.79862449E+01 0.20234540E+00 0.39468379E+02


beta 1 0.10285923E+01 0.39238063E-01 0.26214145E+02
beta 2 0.19697476E+00 0.54858489E-01 0.35905976E+01
beta 3 0.41115789E-01 0.31272146E-01 0.13147735E+01
beta 4 0.43062902E-01 0.27941757E-01 0.15411666E+01
beta 5 0.32360002E-03 0.26813367E-02 0.12068608E+00
beta 6 -0.25642802E-01 0.19672911E-01 -0.13034574E+01
delta 0 0.20857001E+00 0.23389849E+00 0.89171166E+00
delta 1 0.11817562E-02 0.38985212E-02 0.30312935E+00
delta 2 -0.30953435E-02 0.88501144E-02 -0.34975181E+00
delta 3 0.12941949E+00 0.85321541E-01 0.15168443E+01
delta 4 -0.24182280E+00 0.84511906E-01 -0.28614052E+01
delta 5 -0.49773314E-01 0.79187036E-01 -0.62855382E+00
delta 6 -0.85483144E-01 0.10755723E+00 -0.79476892E+00
delta 7 0.90209537E-02 0.72172617E-01 0.12499136E+00
delta 8 -0.24867849E-02 0.24075151E-02 -0.10329260E+01
delta 9 0.71337112E-04 0.12958920E-03 0.55048656E+00
sigma-squared 0.28379950E-01 0.10421539E-01 0.27232015E+01
gamma 0.99999999E+00 0.42202258E-03 0.23695414E+04

log likelihood function = 0.82933419E+02


LR test of the one-sided error = 0.40583437E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 26
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 95
number of time periods = 1
total number of observations = 95
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.40943662E-01 0.64345617E-02 -0.52087195E-02 -0.22572143E-02 -0.30930461E-02


-0.90443567E-04 0.72225021E-03 -0.27794833E-02 -0.90347660E-04 0.58328133E-03
0.38000531E-02 -0.25817278E-02 0.40071511E-02 -0.17914013E-02 0.14637059E-02
-0.17833544E-03 0.48691276E-05 0.26773671E-03 0.23428462E-04
0.64345617E-02 0.15396256E-02 -0.15554053E-02 0.10635837E-03 -0.19178763E-03
-0.26250721E-05 0.11129208E-03 0.12196170E-03 -0.11882481E-04 0.10767483E-04
0.23580285E-03 -0.71110516E-03 0.62573468E-03 -0.23446866E-03 0.36710657E-03
-0.17142389E-04 0.26927131E-06 0.63494190E-04 0.20297498E-05
-0.52087195E-02 -0.15554053E-02 0.30094538E-02 -0.83871126E-03 -0.58693506E-03
-0.70393671E-04 -0.24552077E-03 -0.15636783E-02 0.42696189E-04 0.72220025E-04
-0.44370325E-03 0.89069807E-04 -0.10491084E-02 -0.95429525E-03 0.10014249E-03
254

0.43836254E-05 0.72690174E-06 -0.44040773E-04 -0.19897922E-05


-0.22572143E-02 0.10635837E-03 -0.83871126E-03 0.97794710E-03 0.45558447E-03
0.39519555E-04 0.81694202E-04 0.18249224E-02 -0.93569145E-05 -0.16210959E-03
-0.69673681E-03 0.81821713E-04 -0.35399423E-04 0.87729977E-03 -0.78086804E-04
0.33962121E-04 -0.14392145E-05 -0.23419623E-04 -0.52164079E-05
-0.30930461E-02 -0.19178763E-03 -0.58693506E-03 0.45558447E-03 0.78074178E-03
0.45583179E-04 -0.54376691E-04 0.70274634E-03 -0.68284612E-05 -0.67258975E-04
-0.79384839E-04 0.28187458E-03 -0.15403919E-04 0.50395810E-03 -0.25904348E-03
0.13820777E-04 -0.48044924E-06 -0.23876185E-04 -0.31402069E-06
-0.90443567E-04 -0.26250721E-05 -0.70393671E-04 0.39519555E-04 0.45583179E-04
0.71895666E-05 0.66294083E-05 0.14347047E-03 -0.17618235E-05 -0.39280857E-05
-0.19526380E-04 -0.57326312E-04 0.70753041E-04 0.13728474E-04 -0.27323005E-06
-0.46515231E-06 -0.41772567E-07 0.54424587E-06 0.20021250E-06
0.72225021E-03 0.11129208E-03 -0.24552077E-03 0.81694202E-04 -0.54376691E-04
0.66294083E-05 0.38702342E-03 0.43146879E-03 -0.80986716E-05 0.10926187E-04
-0.11964355E-03 -0.23563838E-04 0.10433963E-03 0.35674098E-03 0.36888653E-04
0.65726234E-05 0.34863539E-07 -0.32796522E-04 -0.32629778E-05
-0.27794833E-02 0.12196170E-03 -0.15636783E-02 0.18249224E-02 0.70274634E-03
0.14347047E-03 0.43146879E-03 0.54708503E-01 -0.73885782E-03 -0.45572805E-03
-0.20751002E-02 -0.47475470E-02 -0.92080754E-03 -0.44556775E-03 -0.32984770E-02
-0.30006277E-04 -0.14299425E-05 -0.58427655E-03 -0.15617671E-04
-0.90347660E-04 -0.11882481E-04 0.42696189E-04 -0.93569145E-05 -0.68284612E-05
-0.17618235E-05 -0.80986716E-05 -0.73885782E-03 0.15198468E-04 0.14973873E-05
-0.94183950E-04 0.47561469E-04 -0.67307425E-04 -0.38242863E-04 0.45747553E-04
0.15750689E-05 -0.15226641E-06 0.49893675E-05 0.43669830E-07
0.58328133E-03 0.10767483E-04 0.72220025E-04 -0.16210959E-03 -0.67258975E-04
-0.39280857E-05 0.10926187E-04 -0.45572805E-03 0.14973873E-05 0.78324524E-04
0.17481098E-03 0.86416796E-05 0.43878672E-04 -0.20506605E-04 0.52026955E-04
-0.92406764E-05 0.28130768E-06 -0.11387552E-04 0.71446059E-06
0.38000531E-02 0.23580285E-03 -0.44370325E-03 -0.69673681E-03 -0.79384839E-04
-0.19526380E-04 -0.11964355E-03 -0.20751002E-02 -0.94183950E-04 0.17481098E-03
0.72797653E-02 -0.33090905E-03 0.20511327E-02 -0.17827298E-02 -0.78872406E-03
-0.78848265E-04 0.17543323E-05 0.73330694E-04 0.92776015E-05
-0.25817278E-02 -0.71110516E-03 0.89069807E-04 0.81821713E-04 0.28187458E-03
-0.57326312E-04 -0.23563838E-04 -0.47475470E-02 0.47561469E-04 0.86416796E-05
-0.33090905E-03 0.71422623E-02 -0.30395138E-02 0.50216651E-02 -0.16713095E-02
0.90290761E-04 -0.89672557E-06 -0.31140223E-03 -0.69151327E-05
0.40071511E-02 0.62573468E-03 -0.10491084E-02 -0.35399423E-04 -0.15403919E-04
0.70753041E-04 0.10433963E-03 -0.92080754E-03 -0.67307425E-04 0.43878672E-04
0.20511327E-02 -0.30395138E-02 0.62705867E-02 -0.12455115E-02 0.18959990E-02
-0.46305701E-04 0.61780566E-07 0.10403771E-03 0.55571502E-05
-0.17914013E-02 -0.23446866E-03 -0.95429525E-03 0.87729977E-03 0.50395810E-03
0.13728474E-04 0.35674098E-03 -0.44556775E-03 -0.38242863E-04 -0.20506605E-04
-0.17827298E-02 0.50216651E-02 -0.12455115E-02 0.11568558E-01 -0.34781693E-03
0.11899505E-03 0.44326891E-06 -0.38558774E-03 -0.12219183E-04
0.14637059E-02 0.36710657E-03 0.10014249E-03 -0.78086804E-04 -0.25904348E-03
-0.27323005E-06 0.36888653E-04 -0.32984770E-02 0.45747553E-04 0.52026955E-04
-0.78872406E-03 -0.16713095E-02 0.18959990E-02 -0.34781693E-03 0.52088867E-02
-0.26929876E-04 0.38434465E-07 0.35597852E-04 -0.12663112E-06
-0.17833544E-03 -0.17142389E-04 0.43836254E-05 0.33962121E-04 0.13820777E-04
-0.46515231E-06 0.65726234E-05 -0.30006277E-04 0.15750689E-05 -0.92406764E-05
-0.78848265E-04 0.90290761E-04 -0.46305701E-04 0.11899505E-03 -0.26929876E-04
0.57961292E-05 -0.56881406E-07 -0.95482029E-05 -0.52177504E-06
0.48691276E-05 0.26927131E-06 0.72690174E-06 -0.14392145E-05 -0.48044924E-06
-0.41772567E-07 0.34863539E-07 -0.14299425E-05 -0.15226641E-06 0.28130768E-06
0.17543323E-05 -0.89672557E-06 0.61780566E-07 0.44326891E-06 0.38434465E-07
-0.56881406E-07 0.16793360E-07 0.49011716E-07 0.49521916E-08
0.26773671E-03 0.63494190E-04 -0.44040773E-04 -0.23419623E-04 -0.23876185E-04
0.54424587E-06 -0.32796522E-04 -0.58427655E-03 0.49893675E-05 -0.11387552E-04
0.73330694E-04 -0.31140223E-03 0.10403771E-03 -0.38558774E-03 0.35597852E-04
-0.95482029E-05 0.49011716E-07 0.10860848E-03 0.15303123E-05
0.23428462E-04 0.20297498E-05 -0.19897922E-05 -0.52164079E-05 -0.31402069E-06
0.20021250E-06 -0.32629778E-05 -0.15617671E-04 0.43669830E-07 0.71446059E-06
0.92776015E-05 -0.69151327E-05 0.55571502E-05 -0.12219183E-04 -0.12663112E-06
-0.52177504E-06 0.49521916E-08 0.15303123E-05 0.17810306E-06

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.56055760E+00
255

2 1 0.70320769E+00
3 1 0.56371198E+00
4 1 0.67787663E+00
5 1 0.65715863E+00
6 1 0.80071739E+00
7 1 0.71746654E+00
8 1 0.69943745E+00
9 1 0.67773060E+00
10 1 0.69980302E+00
11 1 0.67765556E+00
12 1 0.73777616E+00
13 1 0.76961577E+00
14 1 0.80230111E+00
15 1 0.89941851E+00
16 1 0.82845289E+00
17 1 0.70297119E+00
18 1 0.70747814E+00
19 1 0.77259361E+00
20 1 0.75403098E+00
21 1 0.88831839E+00
22 1 0.91770513E+00
23 1 0.91152678E+00
24 1 0.75407857E+00
25 1 0.87947386E+00
26 1 0.90011784E+00
27 1 0.81763550E+00
28 1 0.86686448E+00
29 1 0.87281406E+00
30 1 0.84491823E+00
31 1 0.84530935E+00
32 1 0.84224301E+00
33 1 0.89068885E+00
34 1 0.76636494E+00
35 1 0.84979793E+00
36 1 0.83564162E+00
37 1 0.91117492E+00
38 1 0.96117928E+00
39 1 0.92900597E+00
40 1 0.93458364E+00
41 1 0.88610969E+00
42 1 0.85059374E+00
43 1 0.95972074E+00
44 1 0.96362862E+00
45 1 0.88548396E+00
46 1 0.93592670E+00
47 1 0.96183378E+00
48 1 0.93879803E+00
49 1 0.94524132E+00
50 1 0.94387850E+00
51 1 0.93542367E+00
52 1 0.88548396E+00
53 1 0.93748978E+00
54 1 0.97267339E+00
55 1 0.93426267E+00
56 1 0.93646087E+00
57 1 0.94524132E+00
58 1 0.94387850E+00
59 1 0.98616029E+00
60 1 0.81782072E+00
61 1 0.78240293E+00
62 1 0.77768338E+00
63 1 0.83955341E+00
64 1 0.89910885E+00
65 1 0.73019249E+00
66 1 0.92992219E+00
67 1 0.99608372E+00
68 1 0.99786143E+00
69 1 0.75772813E+00
70 1 0.68805633E+00
71 1 0.91995647E+00
72 1 0.80679371E+00
256

73 1 0.70270976E+00
74 1 0.70192156E+00
75 1 0.94559753E+00
76 1 0.83035589E+00
77 1 0.83035589E+00
78 1 0.84856277E+00
79 1 0.83108882E+00
80 1 0.88198698E+00
81 1 0.82522861E+00
82 1 0.81838924E+00
83 1 0.64891498E+00
84 1 0.80035060E+00
85 1 0.65233145E+00
86 1 0.87621576E+00
87 1 0.96273104E+00
88 1 0.99385247E+00
89 1 0.99951578E+00
90 1 0.95896464E+00
91 1 0.97558819E+00
92 1 0.86155517E+00
93 1 0.99441372E+00
94 1 0.90615246E+00
95 1 0.79713148E+00

mean efficiency = 0.84383970E+00


257

SULSEL

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = fsulsel.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.81911742E+01 0.29575737E+00 0.27695588E+02


beta 1 0.10678660E+01 0.60388400E-01 0.17683296E+02
beta 2 0.36209889E-01 0.62302379E-01 0.58119592E+00
beta 3 0.66112912E-01 0.20066414E-01 0.32947049E+01
beta 4 0.39231037E-01 0.41130748E-01 0.95381287E+00
beta 5 0.37083226E-02 0.42751777E-02 0.86740783E+00
beta 6 -0.87783107E-01 0.31911804E-01 -0.27508037E+01
sigma-squared 0.23634819E-01

log likelihood function = 0.47177716E+02

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.82953047E+01
beta 1 0.10678660E+01
beta 2 0.36209889E-01
beta 3 0.66112912E-01
beta 4 0.39231037E-01
beta 5 0.37083226E-02
beta 6 -0.87783107E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.32754607E-01
gamma 0.52000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.47351399E+02


0.82953047E+01 0.10678660E+01 0.36209889E-01 0.66112912E-01 0.39231037E-01
0.37083226E-02-0.87783107E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.32754607E-01 0.52000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 68 llf = 0.49790219E+02
0.82949518E+01 0.10661843E+01 0.34152528E-01 0.64993220E-01 0.36684348E-01
0.21177233E-02-0.87569057E-01 0.47921691E-03 0.15836716E-02-0.97666120E-02
0.11492984E-02-0.37083883E-02-0.15344993E-03 0.27155863E-02 0.63800236E-03
0.18071659E-09-0.38003671E-03 0.30378659E-01 0.52018348E+00
iteration = 10 func evals = 90 llf = 0.56062693E+02
0.82760220E+01 0.10162557E+01 0.41477521E-01 0.60767301E-01 0.30290166E-01
0.34506588E-03-0.76263158E-01 0.26709623E-01 0.39184422E-02-0.10458081E-01
0.94561432E-01-0.14845005E+00-0.48503960E-01 0.68553187E-01-0.33131338E-01
-0.12684069E-08-0.25288088E-02 0.26866572E-01 0.54639933E+00
iteration = 15 func evals = 109 llf = 0.58526100E+02
0.79708861E+01 0.93602519E+00 0.74070561E-01 0.58626593E-01 0.67260255E-01
0.49094839E-03-0.65521383E-01 0.15437149E+00 0.28409843E-02-0.16507809E-01
0.12411965E+00-0.12866656E+00-0.10732458E+00 0.83906401E-01-0.25905994E-01
-0.18643003E-08 0.33274949E-02 0.31506951E-01 0.82735125E+00
iteration = 20 func evals = 126 llf = 0.64309978E+02
0.76770267E+01 0.85598241E+00 0.74679981E-01 0.68524302E-01 0.11780620E+00
258

0.33498363E-02-0.52901580E-01 0.24955305E+00 0.11276399E-02-0.12784071E-01


0.23275019E+00-0.21317560E+00-0.17475999E+00 0.10944119E+00-0.82922448E-01
-0.15880818E-08-0.87383149E-01 0.29619346E-01 0.87915264E+00
iteration = 25 func evals = 190 llf = 0.67254864E+02
0.77681185E+01 0.85151013E+00 0.74060294E-01 0.47356233E-01 0.11536044E+00
0.36636393E-02-0.55092517E-01 0.27754251E+00-0.97579794E-03-0.69328509E-02
0.28062598E+00-0.25110028E+00-0.20831747E+00 0.13134961E+00-0.67449949E-01
-0.12704440E-08 0.27440312E-01 0.31589065E-01 0.94599714E+00
iteration = 30 func evals = 276 llf = 0.67355947E+02
0.78316818E+01 0.86025133E+00 0.70126156E-01 0.44210044E-01 0.11003519E+00
0.40015302E-02-0.59022867E-01 0.28685292E+00-0.11644995E-02-0.62263866E-02
0.26387892E+00-0.22257298E+00-0.19028556E+00 0.12295353E+00-0.52111215E-01
-0.10951468E-08 0.25997882E-01 0.28321991E-01 0.94589987E+00
iteration = 35 func evals = 371 llf = 0.67356012E+02
0.78318416E+01 0.86034704E+00 0.70247005E-01 0.44220753E-01 0.10994496E+00
0.40109203E-02-0.59052324E-01 0.28719412E+00-0.11793699E-02-0.62467634E-02
0.26394695E+00-0.22229918E+00-0.19017930E+00 0.12303761E+00-0.51938224E-01
-0.10904308E-08 0.25962905E-01 0.28313924E-01 0.94588575E+00
iteration = 36 func evals = 377 llf = 0.67356012E+02
0.78318416E+01 0.86034704E+00 0.70247005E-01 0.44220753E-01 0.10994496E+00
0.40109203E-02-0.59052324E-01 0.28719412E+00-0.11793699E-02-0.62467634E-02
0.26394695E+00-0.22229918E+00-0.19017930E+00 0.12303761E+00-0.51938224E-01
-0.10904308E-08 0.25962905E-01 0.28313924E-01 0.94588575E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.78318416E+01 0.25269395E+00 0.30993388E+02


beta 1 0.86034704E+00 0.51106984E-01 0.16834236E+02
beta 2 0.70247005E-01 0.50399039E-01 0.13938164E+01
beta 3 0.44220753E-01 0.15780464E-01 0.28022467E+01
beta 4 0.10994496E+00 0.32798461E-01 0.33521378E+01
beta 5 0.40109203E-02 0.32486165E-02 0.12346549E+01
beta 6 -0.59052324E-01 0.27171989E-01 -0.21732794E+01
delta 0 0.28719412E+00 0.19729146E+00 0.14556845E+01
delta 1 -0.11793699E-02 0.34293992E-02 -0.34389986E+00
delta 2 -0.62467634E-02 0.52004217E-02 -0.12012032E+01
delta 3 0.26394695E+00 0.98370602E-01 0.26831893E+01
delta 4 -0.22229918E+00 0.96289808E-01 -0.23086470E+01
delta 5 -0.19017930E+00 0.10502610E+00 -0.18107814E+01
delta 6 0.12303761E+00 0.65995387E-01 0.18643366E+01
delta 7 -0.51938224E-01 0.69739596E-01 -0.74474513E+00
delta 8 -0.10904308E-08 0.90270634E-09 -0.12079574E+01
delta 9 0.25962905E-01 0.14708140E+00 0.17652065E+00
sigma-squared 0.28313924E-01 0.87786693E-02 0.32253093E+01
gamma 0.94588575E+00 0.44792698E-01 0.21116963E+02

log likelihood function = 0.67356012E+02


LR test of the one-sided error = 0.40356592E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 36
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 96
number of time periods = 1
total number of observations = 96
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.63854230E-01 0.10475204E-01 -0.73580886E-02 -0.20875033E-02 -0.43723164E-02


0.18158269E-03 -0.21301813E-02 -0.35595786E-02 -0.90281337E-06 0.40108094E-03
-0.19615216E-02 0.51461763E-02 0.32700124E-02 -0.28072572E-02 0.75695215E-02
0.50916761E-10 0.54036383E-02 -0.60551533E-03 0.19037608E-02
0.10475204E-01 0.26119238E-02 -0.17279608E-02 -0.20408471E-03 -0.41907347E-03
-0.11523662E-04 -0.39142743E-03 -0.28468511E-02 0.38333619E-04 0.67356121E-04
-0.10211105E-02 0.27390226E-03 0.12691019E-02 -0.58128581E-03 0.99133713E-03
0.96732083E-11 0.14590974E-02 -0.10795686E-03 -0.34316044E-03
-0.73580886E-02 -0.17279608E-02 0.25400632E-02 0.15779332E-03 -0.56093740E-03
0.27451518E-04 -0.28913268E-04 0.24842391E-02 -0.29320061E-04 -0.35665995E-04
259

-0.51481444E-03 0.12765529E-03 -0.46753089E-03 0.25950509E-03 -0.15392897E-03


0.13241963E-11 -0.88066641E-03 -0.71017464E-05 -0.24080075E-03
-0.20875033E-02 -0.20408471E-03 0.15779332E-03 0.24902304E-03 0.91112306E-04
-0.15534812E-04 0.96660323E-04 0.28727310E-03 0.25052015E-05 -0.13802812E-04
-0.52888677E-04 -0.14223688E-04 -0.13459630E-03 -0.15031992E-03 -0.29252611E-03
-0.37226713E-11 -0.50839162E-03 0.59565681E-06 -0.32840302E-03
-0.43723164E-02 -0.41907347E-03 -0.56093740E-03 0.91112306E-04 0.10757391E-02
-0.27438790E-04 0.22455319E-03 -0.10182902E-02 0.16836791E-04 -0.27576931E-04
0.56450484E-03 -0.80381095E-03 -0.10790251E-03 0.29479593E-03 -0.93053826E-03
-0.59830915E-11 -0.33764441E-04 0.88984209E-04 0.31258284E-04
0.18158269E-03 -0.11523662E-04 0.27451518E-04 -0.15534812E-04 -0.27438790E-04
0.10553509E-04 -0.12582226E-04 0.16809699E-03 -0.26321636E-05 0.20825361E-05
0.38031486E-04 0.67381231E-04 -0.77606877E-04 -0.19925372E-04 0.47396164E-04
0.33861152E-12 -0.64221234E-04 -0.37576474E-05 0.13813929E-04
-0.21301813E-02 -0.39142743E-03 -0.28913268E-04 0.96660323E-04 0.22455319E-03
-0.12582226E-04 0.73831701E-03 -0.16930777E-03 0.15112017E-05 -0.29372783E-04
0.54944670E-03 -0.34488900E-03 -0.44126924E-03 0.16695637E-03 -0.32330141E-03
-0.35782233E-11 -0.76939738E-03 0.64669370E-04 -0.40881279E-04
-0.35595786E-02 -0.28468511E-02 0.24842391E-02 0.28727310E-03 -0.10182902E-02
0.16809699E-03 -0.16930777E-03 0.38923920E-01 -0.55184124E-03 -0.29163067E-03
-0.31674916E-02 0.70453108E-02 -0.51312871E-02 -0.42350008E-02 0.38627982E-02
0.11281889E-10 -0.71717112E-02 -0.45147935E-03 0.34711287E-03
-0.90281337E-06 0.38333619E-04 -0.29320061E-04 0.25052015E-05 0.16836791E-04
-0.26321636E-05 0.15112017E-05 -0.55184124E-03 0.11760779E-04 0.52622665E-05
-0.36775691E-04 -0.12069961E-03 0.33341704E-05 0.45074908E-04 -0.85970895E-04
-0.66902047E-12 0.14402620E-03 0.32310238E-05 -0.22688407E-04
0.40108094E-03 0.67356121E-04 -0.35665995E-04 -0.13802812E-04 -0.27576931E-04
0.20825361E-05 -0.29372783E-04 -0.29163067E-03 0.52622665E-05 0.27044386E-04
-0.78737381E-04 0.78070063E-05 0.13597488E-04 0.62559333E-04 0.15209635E-04
-0.92648748E-12 0.58072664E-04 -0.10690108E-04 0.49095506E-05
-0.19615216E-02 -0.10211105E-02 -0.51481444E-03 -0.52888677E-04 0.56450484E-03
0.38031486E-04 0.54944670E-03 -0.31674916E-02 -0.36775691E-04 -0.78737381E-04
0.96767753E-02 -0.22989403E-02 -0.47075299E-02 0.16611316E-02 -0.12543419E-02
-0.86137560E-11 -0.45724953E-03 0.41291770E-03 0.10579850E-02
0.51461763E-02 0.27390226E-03 0.12765529E-03 -0.14223688E-04 -0.80381095E-03
0.67381231E-04 -0.34488900E-03 0.70453108E-02 -0.12069961E-03 0.78070063E-05
-0.22989403E-02 0.92717271E-02 0.52624586E-03 -0.87262869E-03 0.21159932E-02
0.24195836E-10 -0.69706095E-02 -0.40714244E-03 -0.21929819E-03
0.32700124E-02 0.12691019E-02 -0.46753089E-03 -0.13459630E-03 -0.10790251E-03
-0.77606877E-04 -0.44126924E-03 -0.51312871E-02 0.33341704E-05 0.13597488E-04
-0.47075299E-02 0.52624586E-03 0.11030481E-01 -0.17998339E-02 0.32744099E-03
0.12391378E-10 0.15477059E-02 -0.23379781E-03 -0.32866059E-03
-0.28072572E-02 -0.58128581E-03 0.25950509E-03 -0.15031992E-03 0.29479593E-03
-0.19925372E-04 0.16695637E-03 -0.42350008E-02 0.45074908E-04 0.62559333E-04
0.16611316E-02 -0.87262869E-03 -0.17998339E-02 0.43553911E-02 -0.16565023E-02
-0.93587339E-11 -0.18377060E-03 0.22621557E-03 0.47895580E-03
0.75695215E-02 0.99133713E-03 -0.15392897E-03 -0.29252611E-03 -0.93053826E-03
0.47396164E-04 -0.32330141E-03 0.38627982E-02 -0.85970895E-04 0.15209635E-04
-0.12543419E-02 0.21159932E-02 0.32744099E-03 -0.16565023E-02 0.48636112E-02
0.22404190E-10 -0.21628925E-02 -0.20736576E-03 0.23049908E-03
0.50916761E-10 0.96732083E-11 0.13241963E-11 -0.37226713E-11 -0.59830915E-11
0.33861152E-12 -0.35782233E-11 0.11281889E-10 -0.66902047E-12 -0.92648748E-12
-0.86137560E-11 0.24195836E-10 0.12391378E-10 -0.93587339E-11 0.22404190E-10
0.81487873E-18 -0.58862506E-11 -0.20765080E-11 0.18533638E-11
0.54036383E-02 0.14590974E-02 -0.88066641E-03 -0.50839162E-03 -0.33764441E-04
-0.64221234E-04 -0.76939738E-03 -0.71717112E-02 0.14402620E-03 0.58072664E-04
-0.45724953E-03 -0.69706095E-02 0.15477059E-02 -0.18377060E-03 -0.21628925E-02
-0.58862506E-11 0.21632939E-01 0.74394943E-04 0.30940474E-03
-0.60551533E-03 -0.10795686E-03 -0.71017464E-05 0.59565681E-06 0.88984209E-04
-0.37576474E-05 0.64669370E-04 -0.45147935E-03 0.32310238E-05 -0.10690108E-04
0.41291770E-03 -0.40714244E-03 -0.23379781E-03 0.22621557E-03 -0.20736576E-03
-0.20765080E-11 0.74394943E-04 0.77065035E-04 0.14390489E-03
0.19037608E-02 -0.34316044E-03 -0.24080075E-03 -0.32840302E-03 0.31258284E-04
0.13813929E-04 -0.40881279E-04 0.34711287E-03 -0.22688407E-04 0.49095506E-05
0.10579850E-02 -0.21929819E-03 -0.32866059E-03 0.47895580E-03 0.23049908E-03
0.18533638E-11 0.30940474E-03 0.14390489E-03 0.20063858E-02

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.


260

1 1 0.53133474E+00
2 1 0.63607134E+00
3 1 0.58421613E+00
4 1 0.64415055E+00
5 1 0.75665195E+00
6 1 0.92890986E+00
7 1 0.92890986E+00
8 1 0.67936489E+00
9 1 0.89016670E+00
10 1 0.80893068E+00
11 1 0.63995016E+00
12 1 0.74330807E+00
13 1 0.83779158E+00
14 1 0.76740034E+00
15 1 0.74330807E+00
16 1 0.83779158E+00
17 1 0.76740034E+00
18 1 0.81014868E+00
19 1 0.89195119E+00
20 1 0.71362875E+00
21 1 0.86957518E+00
22 1 0.70654911E+00
23 1 0.89602877E+00
24 1 0.74284693E+00
25 1 0.65614259E+00
26 1 0.59349015E+00
27 1 0.73189152E+00
28 1 0.89794338E+00
29 1 0.76068664E+00
30 1 0.97105978E+00
31 1 0.97106988E+00
32 1 0.96820787E+00
33 1 0.64037540E+00
34 1 0.80077860E+00
35 1 0.96820787E+00
36 1 0.67903586E+00
37 1 0.63680872E+00
38 1 0.80077860E+00
39 1 0.55975434E+00
40 1 0.86129678E+00
41 1 0.95108138E+00
42 1 0.78107220E+00
43 1 0.94243150E+00
44 1 0.96567019E+00
45 1 0.96517174E+00
46 1 0.93137691E+00
47 1 0.67894226E+00
48 1 0.98670173E+00
49 1 0.78381232E+00
50 1 0.79685622E+00
51 1 0.85717345E+00
52 1 0.94284298E+00
53 1 0.60682329E+00
54 1 0.89914544E+00
55 1 0.75369768E+00
56 1 0.88717159E+00
57 1 0.70848937E+00
58 1 0.93522115E+00
59 1 0.54898537E+00
60 1 0.94878591E+00
61 1 0.64879279E+00
62 1 0.89738926E+00
63 1 0.96372847E+00
64 1 0.89571469E+00
65 1 0.89571469E+00
66 1 0.90004074E+00
67 1 0.93174944E+00
68 1 0.92697825E+00
69 1 0.81522524E+00
70 1 0.86952468E+00
71 1 0.62828075E+00
261

72 1 0.88966028E+00
73 1 0.92130369E+00
74 1 0.78104797E+00
75 1 0.78597241E+00
76 1 0.70916658E+00
77 1 0.87268939E+00
78 1 0.78248744E+00
79 1 0.91477854E+00
80 1 0.76092831E+00
81 1 0.87017888E+00
82 1 0.82292191E+00
83 1 0.95802390E+00
84 1 0.91859947E+00
85 1 0.83842571E+00
86 1 0.71767052E+00
87 1 0.93898117E+00
88 1 0.95067844E+00
89 1 0.82201143E+00
90 1 0.97359526E+00
91 1 0.73560689E+00
92 1 0.62230464E+00
93 1 0.92531333E+00
94 1 0.97050066E+00
95 1 0.87692400E+00
96 1 0.94127669E+00

mean efficiency = 0.81666201E+00


262

POOL

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = findo3.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.80112883E+01 0.11582131E+00 0.69169380E+02


beta 1 0.97192461E+00 0.23705672E-01 0.40999666E+02
beta 2 0.95712526E-01 0.23143108E-01 0.41356815E+01
beta 3 0.55529779E-01 0.14634182E-01 0.37945257E+01
beta 4 0.27519480E-01 0.76293047E-02 0.36070757E+01
beta 5 0.77849760E-02 0.31821373E-02 0.24464614E+01
beta 6 0.49860440E-01 0.20209301E-01 0.24672026E+01
sigma-squared 0.59998996E-01

log likelihood function = -0.37162174E+01

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.82723424E+01
beta 1 0.97192461E+00
beta 2 0.95712526E-01
beta 3 0.55529779E-01
beta 4 0.27519480E-01
beta 5 0.77849760E-02
beta 6 0.49860440E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.12743881E+00
gamma 0.84000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.26402274E+02


0.82723424E+01 0.97192461E+00 0.95712526E-01 0.55529779E-01 0.27519480E-01
0.77849760E-02 0.49860440E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.12743881E+00 0.84000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 50 llf = 0.34451186E+02
0.82718340E+01 0.97008833E+00 0.91319351E-01 0.53051445E-01 0.16484462E-01
0.48121445E-02 0.48924292E-01-0.67324790E-04-0.12050598E-03 0.68637811E-03
0.41425626E-03-0.66881506E-03 0.56223901E-04 0.65526177E-03 0.23125346E-03
-0.97564449E-05-0.16421021E-03 0.12880340E+00 0.84007787E+00
iteration = 10 func evals = 67 llf = 0.39308290E+02
0.82972828E+01 0.96365688E+00 0.86255923E-01 0.53250642E-01 0.15612043E-01
0.56488092E-02 0.42042463E-01-0.13908867E-01-0.19751054E-02-0.23487394E-02
0.43287956E-01-0.60292613E-01 0.21026691E-02 0.63116638E-01 0.21650607E-01
-0.61885819E-04-0.17828491E-03 0.16662253E+00 0.89685837E+00
iteration = 15 func evals = 85 llf = 0.43202945E+02
0.84588514E+01 0.99060149E+00 0.61525616E-01 0.43541667E-01 0.11712542E-01
0.67967121E-02 0.41329021E-01-0.28867782E+00 0.27109845E-02 0.12240133E-02
0.14509082E+00-0.10598203E+00 0.82250738E-02 0.14493975E+00 0.11715761E-01
-0.11539072E-03-0.14462219E-03 0.14778676E+00 0.88360335E+00
iteration = 20 func evals = 102 llf = 0.50414645E+02
0.83464557E+01 0.97822948E+00 0.78800043E-01 0.54137138E-01 0.10493121E-01
263

0.51785219E-02 0.31024642E-01-0.75602419E+00 0.34890365E-02-0.58015624E-03


0.20420583E+00-0.10474460E+00 0.68295009E-01 0.23278785E+00 0.58016380E-01
0.32212796E-04-0.29081145E-03 0.20657246E+00 0.91548771E+00
iteration = 25 func evals = 207 llf = 0.56249926E+02
0.83679884E+01 0.98375127E+00 0.73095608E-01 0.47506350E-01 0.88410313E-02
0.59784564E-02 0.33233812E-01-0.26687572E+01 0.13905035E-01 0.18008785E-02
0.66125820E+00-0.31722355E+00 0.30468469E+00 0.53035430E+00 0.18609636E+00
-0.31650178E-04-0.79173769E-03 0.36171592E+00 0.93947634E+00
iteration = 30 func evals = 316 llf = 0.58632954E+02
0.83671073E+01 0.98536650E+00 0.73093017E-01 0.47746971E-01 0.82256201E-02
0.58971349E-02 0.31012895E-01-0.58464890E+01 0.26969204E-01 0.22700720E-02
0.13717325E+01-0.57356377E+00 0.74414656E+00 0.94988013E+00 0.38284610E+00
-0.47045497E-04-0.15454295E-02 0.66382663E+00 0.96761976E+00
iteration = 35 func evals = 377 llf = 0.58878523E+02
0.83723909E+01 0.98509958E+00 0.71574431E-01 0.47554267E-01 0.82893708E-02
0.59512815E-02 0.32651884E-01-0.66150640E+01 0.29606491E-01 0.18637977E-02
0.15382820E+01-0.62293105E+00 0.85032378E+00 0.10459217E+01 0.42861003E+00
-0.41439132E-04-0.17188723E-02 0.74189990E+00 0.97157293E+00
iteration = 37 func evals = 383 llf = 0.58878747E+02
0.83723926E+01 0.98509994E+00 0.71573819E-01 0.47554348E-01 0.82894640E-02
0.59513129E-02 0.32651983E-01-0.66154672E+01 0.29607762E-01 0.18634475E-02
0.15383678E+01-0.62295420E+00 0.85037680E+00 0.10459712E+01 0.42863326E+00
-0.41430728E-04-0.17189589E-02 0.74194183E+00 0.97157403E+00

the final mle estimates are :


coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.83723926E+01 0.89564973E-01 0.93478425E+02


beta 1 0.98509994E+00 0.19547769E-01 0.50394495E+02
beta 2 0.71573819E-01 0.18798194E-01 0.38074839E+01
beta 3 0.47554348E-01 0.12343929E-01 0.38524483E+01
beta 4 0.82894640E-02 0.59804212E-02 0.13861004E+01
beta 5 0.59513129E-02 0.27318781E-02 0.21784695E+01
beta 6 0.32651983E-01 0.15983787E-01 0.20428189E+01
delta 0 -0.66154672E+01 0.20598687E+01 -0.32115965E+01
delta 1 0.29607762E-01 0.81733011E-02 0.36224974E+01
delta 2 0.18634475E-02 0.53777833E-02 0.34650848E+00
delta 3 0.15383678E+01 0.45467618E+00 0.33834361E+01
delta 4 -0.62295420E+00 0.15268435E+00 -0.40800134E+01
delta 5 0.85037680E+00 0.31544907E+00 0.26957658E+01
delta 6 0.10459712E+01 0.27222733E+00 0.38422711E+01
delta 7 0.42863326E+00 0.13948925E+00 0.30728766E+01
delta 8 -0.41430728E-04 0.37811216E-03 -0.10957259E+00
delta 9 -0.17189589E-02 0.46979787E-03 -0.36589329E+01
sigma-squared 0.74194183E+00 0.20554442E+00 0.36096422E+01
gamma 0.97157403E+00 0.85050566E-02 0.11423487E+03

log likelihood function = 0.58878740E+02


LR test of the one-sided error = 0.12518992E+03
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 37
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 592
number of time periods = 1
total number of observations = 592
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.80218844E-02 0.14299407E-02 -0.12255528E-02 -0.47830407E-03 -0.19982132E-03


0.74220509E-04 -0.23006904E-03 -0.59024103E-02 0.64902088E-05 0.39738428E-04
0.93795953E-03 -0.23753654E-03 0.34025157E-02 -0.17311214E-03 0.87182838E-03
-0.12532056E-05 -0.12221714E-05 0.33520836E-03 0.25361820E-04
0.14299407E-02 0.38211527E-03 -0.26673104E-03 -0.29608723E-04 -0.37134439E-04
0.30272310E-05 0.25479564E-05 -0.10281940E-02 0.24331262E-05 0.10925526E-04
0.13313720E-03 -0.12743791E-03 0.74240189E-03 -0.18541104E-03 0.13158130E-03
-0.98717559E-07 -0.11284923E-06 0.37429606E-04 0.54466413E-05
-0.12255528E-02 -0.26673104E-03 0.35337208E-03 -0.15804594E-04 0.19335665E-05
-0.20284428E-05 0.31560412E-04 0.27822704E-02 -0.89630574E-05 -0.11928523E-05
-0.61424501E-03 0.11699595E-03 -0.75708153E-03 -0.64174775E-04 -0.22130937E-03
264

0.19987745E-06 0.62523689E-06 -0.21837155E-03 -0.11355589E-04


-0.47830407E-03 -0.29608723E-04 -0.15804594E-04 0.15237258E-03 -0.58948304E-06
-0.13926845E-05 -0.21154720E-05 0.27476447E-03 -0.62074731E-06 -0.53113578E-05
0.57510916E-04 -0.28115701E-04 -0.19909132E-03 -0.12238762E-03 -0.56406362E-04
0.69386145E-07 -0.14259746E-07 -0.45097523E-05 0.83600879E-06
-0.19982132E-03 -0.37134439E-04 0.19335665E-05 -0.58948304E-06 0.35765438E-04
-0.88634275E-07 -0.43588258E-05 0.11359874E-03 -0.29350318E-06 -0.88101326E-06
-0.28646726E-04 0.44611644E-04 -0.97845443E-04 -0.13923348E-05 -0.18888534E-04
0.38332767E-07 0.44684952E-07 -0.14514882E-05 -0.48696364E-06
0.74220509E-04 0.30272310E-05 -0.20284428E-05 -0.13926845E-05 -0.88634275E-07
0.74631577E-05 -0.90727766E-06 -0.96072452E-04 -0.40197056E-06 0.35713854E-06
0.34675748E-04 -0.10526566E-04 0.80282724E-05 0.21997668E-04 0.20771577E-04
-0.82218843E-08 -0.56426715E-07 0.14919009E-04 0.51497554E-07
-0.23006904E-03 0.25479564E-05 0.31560412E-04 -0.21154720E-05 -0.43588258E-05
-0.90727766E-06 0.25548146E-03 -0.16253762E-02 0.56849289E-05 -0.98398483E-06
0.32197508E-03 -0.15748325E-03 0.82022498E-04 0.30027145E-03 0.75988322E-04
0.23102940E-06 -0.37385743E-06 0.17938162E-03 -0.26303147E-06
-0.59024103E-02 -0.10281940E-02 0.27822704E-02 0.27476447E-03 0.11359874E-03
-0.96072452E-04 -0.16253762E-02 0.42430592E+01 -0.15316757E-01 0.19118745E-02
-0.91506111E+00 0.27549701E+00 -0.57233659E+00 -0.53455745E+00 -0.25019519E+00
-0.48214009E-04 0.93339879E-03 -0.41930063E+00 -0.16271739E-01
0.64902088E-05 0.24331262E-05 -0.89630574E-05 -0.62074731E-06 -0.29350318E-06
-0.40197056E-06 0.56849289E-05 -0.15316757E-01 0.66802851E-04 -0.14219519E-05
0.32147409E-02 -0.10172666E-02 0.18544399E-02 0.19175680E-02 0.86557905E-03
0.50779277E-07 -0.33116501E-05 0.14523795E-02 0.57211340E-04
0.39738428E-04 0.10925526E-04 -0.11928523E-05 -0.53113578E-05 -0.88101326E-06
0.35713854E-06 -0.98398483E-06 0.19118745E-02 -0.14219519E-05 0.28920554E-04
-0.49441887E-03 0.11621408E-03 -0.35188692E-03 -0.22522691E-03 -0.16752451E-03
-0.30030458E-06 0.46061274E-06 -0.23813889E-03 -0.80924880E-05
0.93795953E-03 0.13313720E-03 -0.61424501E-03 0.57510916E-04 -0.28646726E-04
0.34675748E-04 0.32197508E-03 -0.91506111E+00 0.32147409E-02 -0.49441887E-03
0.20673043E+00 -0.60587677E-01 0.11935387E+00 0.11613486E+00 0.53075077E-01
0.88110915E-05 -0.20278916E-03 0.90729377E-01 0.35285087E-02
-0.23753654E-03 -0.12743791E-03 0.11699595E-03 -0.28115701E-04 0.44611644E-04
-0.10526566E-04 -0.15748325E-03 0.27549701E+00 -0.10172666E-02 0.11621408E-03
-0.60587677E-01 0.23312511E-01 -0.38268339E-01 -0.34658196E-01 -0.17334442E-01
0.14686213E-05 0.63183109E-04 -0.27189484E-01 -0.10766554E-02
0.34025157E-02 0.74240189E-03 -0.75708153E-03 -0.19909132E-03 -0.97845443E-04
0.80282724E-05 0.82022498E-04 -0.57233659E+00 0.18544399E-02 -0.35188692E-03
0.11935387E+00 -0.38268339E-01 0.99508113E-01 0.68283633E-01 0.35740336E-01
0.34007918E-06 -0.12783056E-03 0.55928821E-01 0.21908113E-02
-0.17311214E-03 -0.18541104E-03 -0.64174775E-04 -0.12238762E-03 -0.13923348E-05
0.21997668E-04 0.30027145E-03 -0.53455745E+00 0.19175680E-02 -0.22522691E-03
0.11613486E+00 -0.34658196E-01 0.68283633E-01 0.74107722E-01 0.30888027E-01
0.10337426E-04 -0.11819819E-03 0.53081229E-01 0.20585546E-02
0.87182838E-03 0.13158130E-03 -0.22130937E-03 -0.56406362E-04 -0.18888534E-04
0.20771577E-04 0.75988322E-04 -0.25019519E+00 0.86557905E-03 -0.16752451E-03
0.53075077E-01 -0.17334442E-01 0.35740336E-01 0.30888027E-01 0.19457251E-01
0.45478990E-06 -0.56489391E-04 0.24791768E-01 0.96598082E-03
-0.12532056E-05 -0.98717559E-07 0.19987745E-06 0.69386145E-07 0.38332767E-07
-0.82218843E-08 0.23102940E-06 -0.48214009E-04 0.50779277E-07 -0.30030458E-06
0.88110915E-05 0.14686213E-05 0.34007918E-06 0.10337426E-04 0.45478990E-06
0.14296881E-06 -0.47472597E-08 0.54798513E-05 0.17373161E-06
-0.12221714E-05 -0.11284923E-06 0.62523689E-06 -0.14259746E-07 0.44684952E-07
-0.56426715E-07 -0.37385743E-06 0.93339879E-03 -0.33116501E-05 0.46061274E-06
-0.20278916E-03 0.63183109E-04 -0.12783056E-03 -0.11819819E-03 -0.56489391E-04
-0.47472597E-08 0.22071004E-06 -0.93459777E-04 -0.36472301E-05
0.33520836E-03 0.37429606E-04 -0.21837155E-03 -0.45097523E-05 -0.14514882E-05
0.14919009E-04 0.17938162E-03 -0.41930063E+00 0.14523795E-02 -0.23813889E-03
0.90729377E-01 -0.27189484E-01 0.55928821E-01 0.53081229E-01 0.24791768E-01
0.54798513E-05 -0.93459777E-04 0.42248510E-01 0.16353181E-02
0.25361820E-04 0.54466413E-05 -0.11355589E-04 0.83600879E-06 -0.48696364E-06
0.51497554E-07 -0.26303147E-06 -0.16271739E-01 0.57211340E-04 -0.80924880E-05
0.35285087E-02 -0.10766554E-02 0.21908113E-02 0.20585546E-02 0.96598082E-03
0.17373161E-06 -0.36472301E-05 0.16353181E-02 0.72335988E-04

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.87247721E+00
265

2 1 0.76004347E+00
3 1 0.87920262E+00
4 1 0.78945693E+00
5 1 0.95156730E+00
6 1 0.92254184E+00
7 1 0.93099575E+00
8 1 0.86273847E+00
9 1 0.92759394E+00
10 1 0.77749870E+00
11 1 0.85004101E+00
12 1 0.95345488E+00
13 1 0.67007617E+00
14 1 0.87923556E+00
15 1 0.76234647E+00
16 1 0.86404506E+00
17 1 0.91468905E+00
18 1 0.86982988E+00
19 1 0.92297503E+00
20 1 0.83453974E+00
21 1 0.84357004E+00
22 1 0.89070670E+00
23 1 0.89515776E+00
24 1 0.91413506E+00
25 1 0.91062944E+00
26 1 0.86961627E+00
27 1 0.72265651E+00
28 1 0.74992197E+00
29 1 0.91122859E+00
30 1 0.89007273E+00
31 1 0.90960678E+00
32 1 0.91706713E+00
33 1 0.94301992E+00
34 1 0.81163116E+00
35 1 0.92310490E+00
36 1 0.95233273E+00
37 1 0.91780762E+00
38 1 0.88195553E+00
39 1 0.89047523E+00
40 1 0.91497081E+00
41 1 0.86470523E+00
42 1 0.82649361E+00
43 1 0.89169869E+00
44 1 0.91494399E+00
45 1 0.92599606E+00
46 1 0.91968275E+00
47 1 0.88337177E+00
48 1 0.79192676E+00
49 1 0.88842823E+00
50 1 0.81262827E+00
51 1 0.92412826E+00
52 1 0.88268423E+00
53 1 0.93003461E+00
54 1 0.90020470E+00
55 1 0.92030534E+00
56 1 0.88387935E+00
57 1 0.86792163E+00
58 1 0.92015538E+00
59 1 0.92359224E+00
60 1 0.92010010E+00
61 1 0.94046764E+00
62 1 0.94098555E+00
63 1 0.92108569E+00
64 1 0.92634787E+00
65 1 0.92380876E+00
66 1 0.96181217E+00
67 1 0.93967307E+00
68 1 0.86818576E+00
69 1 0.96295843E+00
70 1 0.93639633E+00
71 1 0.90568007E+00
72 1 0.94238562E+00
266

73 1 0.83394955E+00
74 1 0.65890100E+00
75 1 0.93361937E+00
76 1 0.93460915E+00
77 1 0.94546881E+00
78 1 0.93203775E+00
79 1 0.92600998E+00
80 1 0.90676279E+00
81 1 0.74842679E+00
82 1 0.86044761E+00
83 1 0.77925629E+00
84 1 0.89034544E+00
85 1 0.76265486E+00
86 1 0.93336347E+00
87 1 0.87801326E+00
88 1 0.83938586E+00
89 1 0.94086473E+00
90 1 0.82750073E+00
91 1 0.78503054E+00
92 1 0.92230772E+00
93 1 0.88387935E+00
94 1 0.92015538E+00
95 1 0.81365382E+00
96 1 0.84084984E+00
97 1 0.88719235E+00
98 1 0.90255348E+00
99 1 0.89898548E+00
100 1 0.18581537E+00
101 1 0.50238390E+00
102 1 0.53340299E+00
103 1 0.52462449E+00
104 1 0.57486656E+00
105 1 0.63861620E+00
106 1 0.54312637E+00
107 1 0.64499201E+00
108 1 0.64038722E+00
109 1 0.71616942E+00
110 1 0.68833712E+00
111 1 0.78524366E+00
112 1 0.73165916E+00
113 1 0.76259802E+00
114 1 0.75825277E+00
115 1 0.75780738E+00
116 1 0.82870499E+00
117 1 0.79847405E+00
118 1 0.81835349E+00
119 1 0.80008113E+00
120 1 0.80762803E+00
121 1 0.77253001E+00
122 1 0.70529951E+00
123 1 0.81242516E+00
124 1 0.82402807E+00
125 1 0.79574717E+00
126 1 0.86121216E+00
127 1 0.73174561E+00
128 1 0.76246583E+00
129 1 0.85115717E+00
130 1 0.83953132E+00
131 1 0.85144704E+00
132 1 0.84243954E+00
133 1 0.84929212E+00
134 1 0.84169528E+00
135 1 0.85293862E+00
136 1 0.81515105E+00
137 1 0.88605906E+00
138 1 0.81990415E+00
139 1 0.86235742E+00
140 1 0.87139142E+00
141 1 0.76206462E+00
142 1 0.76112237E+00
143 1 0.86038663E+00
267

144 1 0.84446600E+00
145 1 0.85278283E+00
146 1 0.78334878E+00
147 1 0.83429227E+00
148 1 0.86368700E+00
149 1 0.82237866E+00
150 1 0.82165070E+00
151 1 0.84387370E+00
152 1 0.90279596E+00
153 1 0.85025257E+00
154 1 0.86973698E+00
155 1 0.87339060E+00
156 1 0.83164842E+00
157 1 0.86024896E+00
158 1 0.90169072E+00
159 1 0.87720430E+00
160 1 0.88491719E+00
161 1 0.88978850E+00
162 1 0.93522520E+00
163 1 0.88511445E+00
164 1 0.84465720E+00
165 1 0.84349223E+00
166 1 0.92214940E+00
167 1 0.84663411E+00
168 1 0.86484468E+00
169 1 0.90793095E+00
170 1 0.81923389E+00
171 1 0.93703764E+00
172 1 0.92421640E+00
173 1 0.89828187E+00
174 1 0.88519833E+00
175 1 0.91868036E+00
176 1 0.89835891E+00
177 1 0.89370002E+00
178 1 0.89949867E+00
179 1 0.88798693E+00
180 1 0.90856221E+00
181 1 0.92322604E+00
182 1 0.90385614E+00
183 1 0.91270865E+00
184 1 0.90956458E+00
185 1 0.91258101E+00
186 1 0.86574465E+00
187 1 0.92895822E+00
188 1 0.94521342E+00
189 1 0.91113731E+00
190 1 0.88980017E+00
191 1 0.90521100E+00
192 1 0.90887665E+00
193 1 0.92959759E+00
194 1 0.90368200E+00
195 1 0.90124212E+00
196 1 0.89766578E+00
197 1 0.93428881E+00
198 1 0.91102904E+00
199 1 0.91631906E+00
200 1 0.93462345E+00
201 1 0.91598087E+00
202 1 0.93279641E+00
203 1 0.93955164E+00
204 1 0.91423878E+00
205 1 0.88823193E+00
206 1 0.91138582E+00
207 1 0.92905670E+00
208 1 0.93384996E+00
209 1 0.92362186E+00
210 1 0.91732140E+00
211 1 0.89676319E+00
212 1 0.92579281E+00
213 1 0.92990797E+00
214 1 0.94230027E+00
268

215 1 0.93788899E+00
216 1 0.95707884E+00
217 1 0.92691246E+00
218 1 0.93774563E+00
219 1 0.93438086E+00
220 1 0.93723552E+00
221 1 0.93906728E+00
222 1 0.95131057E+00
223 1 0.94418033E+00
224 1 0.94318767E+00
225 1 0.94664342E+00
226 1 0.95012907E+00
227 1 0.95460302E+00
228 1 0.95448712E+00
229 1 0.96459946E+00
230 1 0.96772475E+00
231 1 0.16326396E+00
232 1 0.32834230E+00
233 1 0.37462793E+00
234 1 0.39781948E+00
235 1 0.46707303E+00
236 1 0.45908456E+00
237 1 0.44937259E+00
238 1 0.50567333E+00
239 1 0.53179885E+00
240 1 0.54017580E+00
241 1 0.53031248E+00
242 1 0.53859588E+00
243 1 0.51764695E+00
244 1 0.57628804E+00
245 1 0.59546718E+00
246 1 0.57232256E+00
247 1 0.57749918E+00
248 1 0.66230661E+00
249 1 0.63855064E+00
250 1 0.68748513E+00
251 1 0.68377115E+00
252 1 0.70902695E+00
253 1 0.72855839E+00
254 1 0.65383423E+00
255 1 0.66468798E+00
256 1 0.70699246E+00
257 1 0.70440401E+00
258 1 0.72725206E+00
259 1 0.73510454E+00
260 1 0.70792930E+00
261 1 0.72123632E+00
262 1 0.70487271E+00
263 1 0.78204039E+00
264 1 0.75500950E+00
265 1 0.68419280E+00
266 1 0.65768400E+00
267 1 0.73611355E+00
268 1 0.70791035E+00
269 1 0.75765477E+00
270 1 0.75529741E+00
271 1 0.75460369E+00
272 1 0.74838313E+00
273 1 0.74294218E+00
274 1 0.78930307E+00
275 1 0.84563819E+00
276 1 0.76794606E+00
277 1 0.86506447E+00
278 1 0.84413838E+00
279 1 0.75445074E+00
280 1 0.78847634E+00
281 1 0.73852035E+00
282 1 0.78031138E+00
283 1 0.76782814E+00
284 1 0.75120335E+00
285 1 0.78273278E+00
269

286 1 0.80030539E+00
287 1 0.80201788E+00
288 1 0.86525801E+00
289 1 0.84977215E+00
290 1 0.81345290E+00
291 1 0.81271093E+00
292 1 0.75035962E+00
293 1 0.80920582E+00
294 1 0.80673775E+00
295 1 0.81656741E+00
296 1 0.83937143E+00
297 1 0.84047106E+00
298 1 0.81425760E+00
299 1 0.81738661E+00
300 1 0.80934482E+00
301 1 0.81026952E+00
302 1 0.82717672E+00
303 1 0.86387448E+00
304 1 0.86585061E+00
305 1 0.85096300E+00
306 1 0.86795270E+00
307 1 0.83926754E+00
308 1 0.84954726E+00
309 1 0.86082709E+00
310 1 0.87277801E+00
311 1 0.85396180E+00
312 1 0.87416304E+00
313 1 0.84474995E+00
314 1 0.88501922E+00
315 1 0.79700943E+00
316 1 0.86902793E+00
317 1 0.86868290E+00
318 1 0.85600288E+00
319 1 0.87405602E+00
320 1 0.88399261E+00
321 1 0.86468203E+00
322 1 0.89391280E+00
323 1 0.87206277E+00
324 1 0.88089961E+00
325 1 0.85873118E+00
326 1 0.88990674E+00
327 1 0.88087611E+00
328 1 0.88877936E+00
329 1 0.87295572E+00
330 1 0.90072028E+00
331 1 0.88365827E+00
332 1 0.89571603E+00
333 1 0.90092495E+00
334 1 0.91127125E+00
335 1 0.90967801E+00
336 1 0.90335634E+00
337 1 0.91165607E+00
338 1 0.85299222E+00
339 1 0.88186054E+00
340 1 0.90595205E+00
341 1 0.91745777E+00
342 1 0.90344880E+00
343 1 0.88522959E+00
344 1 0.89895229E+00
345 1 0.90461839E+00
346 1 0.90673298E+00
347 1 0.89162030E+00
348 1 0.90879786E+00
349 1 0.91675667E+00
350 1 0.90829448E+00
351 1 0.90518533E+00
352 1 0.91272432E+00
353 1 0.93311733E+00
354 1 0.90056050E+00
355 1 0.93166650E+00
356 1 0.92850879E+00
270

357 1 0.92930435E+00
358 1 0.92530126E+00
359 1 0.93592665E+00
360 1 0.93350339E+00
361 1 0.94562057E+00
362 1 0.91561370E+00
363 1 0.92408621E+00
364 1 0.91620877E+00
365 1 0.92926911E+00
366 1 0.93193281E+00
367 1 0.93885993E+00
368 1 0.93932656E+00
369 1 0.93189429E+00
370 1 0.94216641E+00
371 1 0.92797898E+00
372 1 0.91182115E+00
373 1 0.93999629E+00
374 1 0.91948348E+00
375 1 0.93585673E+00
376 1 0.93671214E+00
377 1 0.92720827E+00
378 1 0.92811790E+00
379 1 0.93356876E+00
380 1 0.91417224E+00
381 1 0.91933533E+00
382 1 0.94895150E+00
383 1 0.94580897E+00
384 1 0.92591969E+00
385 1 0.93044312E+00
386 1 0.94894604E+00
387 1 0.95192146E+00
388 1 0.93865061E+00
389 1 0.94228673E+00
390 1 0.94358982E+00
391 1 0.93946684E+00
392 1 0.94439401E+00
393 1 0.94554805E+00
394 1 0.95452315E+00
395 1 0.95425165E+00
396 1 0.93920256E+00
397 1 0.95776646E+00
398 1 0.95727033E+00
399 1 0.96183220E+00
400 1 0.96046787E+00
401 1 0.96050998E+00
402 1 0.66953584E+00
403 1 0.67719532E+00
404 1 0.68152482E+00
405 1 0.75680282E+00
406 1 0.75260689E+00
407 1 0.79386557E+00
408 1 0.77914419E+00
409 1 0.77372387E+00
410 1 0.77224268E+00
411 1 0.71543079E+00
412 1 0.77246038E+00
413 1 0.76116639E+00
414 1 0.79660270E+00
415 1 0.77644957E+00
416 1 0.85527192E+00
417 1 0.85245423E+00
418 1 0.82408941E+00
419 1 0.84271840E+00
420 1 0.81489644E+00
421 1 0.87297440E+00
422 1 0.84195332E+00
423 1 0.86321105E+00
424 1 0.86186441E+00
425 1 0.88189833E+00
426 1 0.85929588E+00
427 1 0.90261485E+00
271

428 1 0.76717483E+00
429 1 0.89677047E+00
430 1 0.88543434E+00
431 1 0.90590209E+00
432 1 0.89990489E+00
433 1 0.88962250E+00
434 1 0.87972294E+00
435 1 0.82545917E+00
436 1 0.91140636E+00
437 1 0.90925088E+00
438 1 0.89816419E+00
439 1 0.92515856E+00
440 1 0.92193695E+00
441 1 0.90393727E+00
442 1 0.91146034E+00
443 1 0.92142667E+00
444 1 0.90626914E+00
445 1 0.91802485E+00
446 1 0.84418143E+00
447 1 0.91942010E+00
448 1 0.92024741E+00
449 1 0.92865751E+00
450 1 0.92196207E+00
451 1 0.92098505E+00
452 1 0.91428517E+00
453 1 0.84418143E+00
454 1 0.91982514E+00
455 1 0.92287072E+00
456 1 0.91806860E+00
457 1 0.91806440E+00
458 1 0.92196207E+00
459 1 0.92098505E+00
460 1 0.91466935E+00
461 1 0.89326471E+00
462 1 0.90885946E+00
463 1 0.89839857E+00
464 1 0.91622515E+00
465 1 0.92532988E+00
466 1 0.88838633E+00
467 1 0.92214415E+00
468 1 0.93198739E+00
469 1 0.92537408E+00
470 1 0.91784954E+00
471 1 0.89343478E+00
472 1 0.91124298E+00
473 1 0.92393089E+00
474 1 0.87827099E+00
475 1 0.89994636E+00
476 1 0.92823299E+00
477 1 0.92614232E+00
478 1 0.92614232E+00
479 1 0.92909003E+00
480 1 0.93674092E+00
481 1 0.91779299E+00
482 1 0.91717730E+00
483 1 0.91798485E+00
484 1 0.88411979E+00
485 1 0.90376871E+00
486 1 0.90969889E+00
487 1 0.91021462E+00
488 1 0.93260806E+00
489 1 0.92954882E+00
490 1 0.93365444E+00
491 1 0.94209423E+00
492 1 0.94266980E+00
493 1 0.93212591E+00
494 1 0.95146350E+00
495 1 0.94654971E+00
496 1 0.93375873E+00
497 1 0.62043207E+00
498 1 0.75204321E+00
272

499 1 0.74253876E+00
500 1 0.81515490E+00
501 1 0.77919028E+00
502 1 0.91151382E+00
503 1 0.91151382E+00
504 1 0.72965531E+00
505 1 0.87346488E+00
506 1 0.80675591E+00
507 1 0.69076375E+00
508 1 0.83937614E+00
509 1 0.88331818E+00
510 1 0.85026824E+00
511 1 0.83937614E+00
512 1 0.88331818E+00
513 1 0.85026824E+00
514 1 0.87312784E+00
515 1 0.89253378E+00
516 1 0.81854597E+00
517 1 0.87073280E+00
518 1 0.74769536E+00
519 1 0.90973905E+00
520 1 0.85851070E+00
521 1 0.73140334E+00
522 1 0.61411756E+00
523 1 0.74155198E+00
524 1 0.87377368E+00
525 1 0.82616272E+00
526 1 0.89817447E+00
527 1 0.89483248E+00
528 1 0.94299415E+00
529 1 0.72284964E+00
530 1 0.84813904E+00
531 1 0.94299415E+00
532 1 0.80992872E+00
533 1 0.71872638E+00
534 1 0.84813904E+00
535 1 0.61210078E+00
536 1 0.89037120E+00
537 1 0.93267000E+00
538 1 0.87908982E+00
539 1 0.90714201E+00
540 1 0.92842026E+00
541 1 0.91938671E+00
542 1 0.87501924E+00
543 1 0.74012394E+00
544 1 0.94703346E+00
545 1 0.83390078E+00
546 1 0.87809705E+00
547 1 0.86526710E+00
548 1 0.87055655E+00
549 1 0.66843411E+00
550 1 0.89424268E+00
551 1 0.84578184E+00
552 1 0.90082954E+00
553 1 0.78642798E+00
554 1 0.92844315E+00
555 1 0.60248764E+00
556 1 0.87841542E+00
557 1 0.67555900E+00
558 1 0.87022762E+00
559 1 0.91824276E+00
560 1 0.88568890E+00
561 1 0.88568890E+00
562 1 0.90261058E+00
563 1 0.91208045E+00
564 1 0.92449973E+00
565 1 0.85675644E+00
566 1 0.84011187E+00
567 1 0.75611915E+00
568 1 0.88742354E+00
569 1 0.90090040E+00
273

570 1 0.83588182E+00
571 1 0.79811732E+00
572 1 0.73963016E+00
573 1 0.90954844E+00
574 1 0.87643827E+00
575 1 0.90492634E+00
576 1 0.83682760E+00
577 1 0.85391353E+00
578 1 0.86774012E+00
579 1 0.91554865E+00
580 1 0.92246922E+00
581 1 0.88416946E+00
582 1 0.85572118E+00
583 1 0.89950718E+00
584 1 0.90338640E+00
585 1 0.88221007E+00
586 1 0.93382215E+00
587 1 0.73172065E+00
588 1 0.67664292E+00
589 1 0.88800102E+00
590 1 0.90105189E+00
591 1 0.89814768E+00
592 1 0.90968214E+00

mean efficiency = 0.84972140E+00

META

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = meta1.dat
Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)
The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.80820891E+01 0.38272699E-01 0.21117113E+03


beta 1 0.90313885E+00 0.78334463E-02 0.11529266E+03
beta 2 0.14013699E+00 0.76475495E-02 0.18324431E+02
beta 3 0.47620903E-01 0.48358080E-02 0.98475586E+01
beta 4 0.13747563E-01 0.25210739E-02 0.54530584E+01
beta 5 0.58424244E-02 0.10515248E-02 0.55561451E+01
beta 6 0.35792162E-01 0.66780844E-02 0.53596450E+01
sigma-squared 0.65515672E-02

log likelihood function = 0.65181235E+03


274

the estimates after the grid search were :


beta 0 0.80966786E+01
beta 1 0.90313885E+00
beta 2 0.14013699E+00
beta 3 0.47620903E-01
beta 4 0.13747563E-01
beta 5 0.58424244E-02
beta 6 0.35792162E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
delta 7 0.00000000E+00
delta 8 0.00000000E+00
delta 9 0.00000000E+00
sigma-squared 0.66869516E-02
gamma 0.50000000E-01

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.65180230E+03


0.80966786E+01 0.90313885E+00 0.14013699E+00 0.47620903E-01 0.13747563E-01
0.58424244E-02 0.35792162E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.66869516E-02 0.50000000E-01
gradient step
iteration = 5 func evals = 46 llf = 0.65606806E+03
0.80966796E+01 0.90314266E+00 0.14014146E+00 0.47623295E-01 0.13758412E-01
0.58869370E-02 0.35796191E-01 0.25477414E-04 0.20840978E-03 0.11000607E-02
0.26659434E-05-0.15088835E-05 0.58036905E-04 0.55966088E-04-0.72057450E-04
0.12188684E-03-0.23357998E-04 0.66284596E-02 0.50001410E-01
iteration = 10 func evals = 70 llf = 0.65726130E+03
0.80972143E+01 0.90291213E+00 0.14055645E+00 0.46475346E-01 0.14574483E-01
0.59137990E-02 0.36352989E-01 0.34966870E-02 0.25122918E-03 0.98459409E-03
-0.23305407E-02 0.16052395E-02 0.58987064E-02 0.91400769E-02-0.95037060E-02
0.14732716E-03-0.22860026E-04 0.65477208E-02 0.51178744E-01
iteration = 15 func evals = 89 llf = 0.65849519E+03
0.81040085E+01 0.90264224E+00 0.14063472E+00 0.49247743E-01 0.14350074E-01
0.58991211E-02 0.36258690E-01 0.66849018E-01-0.12323508E-03 0.12037646E-02
-0.14029718E-01 0.37619092E-02-0.18458580E-01 0.11476985E-01-0.15671858E-01
0.15852877E-03-0.47820809E-04 0.67891930E-02 0.15108683E+00
iteration = 20 func evals = 110 llf = 0.66322815E+03
0.81277476E+01 0.90466247E+00 0.14014466E+00 0.45183319E-01 0.14016315E-01
0.57641736E-02 0.35850415E-01-0.29535422E-02 0.38218143E-03 0.16855687E-02
-0.69246366E-02 0.90704488E-02 0.22271259E-01 0.26447562E-01-0.17210647E-01
0.12100289E-03-0.35654263E-04 0.64762642E-02 0.12473183E+00
iteration = 25 func evals = 215 llf = 0.66660762E+03
0.82017632E+01 0.90657841E+00 0.13951887E+00 0.43841488E-01 0.13628075E-01
0.56900806E-02 0.37361326E-01 0.60927295E-01 0.33765054E-03 0.16367698E-02
-0.20866225E-02 0.61456686E-02 0.27714115E-01 0.19501376E-01-0.12142544E-01
0.11874639E-03-0.26632969E-04 0.62850108E-02 0.26924387E+00
iteration = 30 func evals = 326 llf = 0.66879514E+03
0.83588773E+01 0.90674985E+00 0.13909863E+00 0.43828848E-01 0.13718949E-01
0.58594252E-02 0.36978117E-01 0.22569703E+00 0.87520598E-04 0.13375912E-02
-0.16899962E-02 0.63266585E-02 0.33557356E-01 0.17157430E-01-0.14334485E-01
0.95745836E-04-0.26107945E-04 0.60733337E-02 0.67667798E+00
iteration = 35 func evals = 429 llf = 0.66906328E+03
0.84408076E+01 0.90659480E+00 0.13925273E+00 0.43333191E-01 0.13609151E-01
0.58517066E-02 0.36533726E-01 0.30621972E+00 0.67464529E-04 0.14359306E-02
-0.18596601E-02 0.48948068E-02 0.32498073E-01 0.17284403E-01-0.13567848E-01
0.10376257E-03-0.24198992E-04 0.61086028E-02 0.88712966E+00
iteration = 40 func evals = 512 llf = 0.66906346E+03
0.84453259E+01 0.90658426E+00 0.13926943E+00 0.43324922E-01 0.13604196E-01
0.58534149E-02 0.36513858E-01 0.31073133E+00 0.65587483E-04 0.14342206E-02
-0.17940986E-02 0.48993527E-02 0.32520407E-01 0.17289656E-01-0.13572849E-01
0.10366915E-03-0.24167360E-04 0.61080669E-02 0.89895276E+00

the final mle estimates are :


275

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.84453259E+01 0.31835516E+00 0.26528001E+02


beta 1 0.90658426E+00 0.79347769E-02 0.11425454E+03
beta 2 0.13926943E+00 0.77106573E-02 0.18061940E+02
beta 3 0.43324922E-01 0.48468888E-02 0.89387077E+01
beta 4 0.13604196E-01 0.25291085E-02 0.53790483E+01
beta 5 0.58534149E-02 0.10663065E-02 0.54894299E+01
beta 6 0.36513858E-01 0.65936387E-02 0.55377403E+01
delta 0 0.31073133E+00 0.31629553E+00 0.98240824E+00
delta 1 0.65587483E-04 0.36921562E-03 0.17764005E+00
delta 2 0.14342206E-02 0.61015418E-03 0.23505872E+01
delta 3 -0.17940986E-02 0.82678798E-02 -0.21699622E+00
delta 4 0.48993527E-02 0.68634542E-02 0.71383192E+00
delta 5 0.32520407E-01 0.11901335E-01 0.27325008E+01
delta 6 0.17289656E-01 0.86891348E-02 0.19898018E+01
delta 7 -0.13572849E-01 0.75276251E-02 -0.18030719E+01
delta 8 0.10366915E-03 0.52243603E-04 0.19843416E+01
delta 9 -0.24167360E-04 0.11575178E-04 -0.20878607E+01
sigma-squared 0.61080669E-02 0.38545074E-03 0.15846556E+02
gamma 0.89895276E+00 0.83235864E+00 0.10800065E+01

log likelihood function = 0.66906346E+03


LR test of the one-sided error = 0.34502219E+02
with number of restrictions = *
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]
number of iterations = 40
(maximum number of iterations set at : 100)
number of cross-sections = 592
number of time periods = 1
total number of observations = 592
thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.10135001E+00 0.23844219E-03 -0.25339364E-03 -0.10358688E-03 -0.23698326E-04


0.15817005E-04 0.38907752E-04 0.99599994E-01 0.27228983E-05 0.40058942E-05
0.13464745E-04 0.63947992E-04 0.54237531E-04 0.30970276E-05 0.54112897E-04
0.22085524E-06 0.89123950E-09 -0.57282907E-06 0.26299573E+00
0.23844219E-03 0.62960685E-04 -0.42974002E-04 -0.69670995E-05 -0.62134930E-05
0.98964642E-06 -0.41757129E-06 -0.28149976E-04 0.15056816E-06 0.47992585E-06
0.21978020E-05 0.13162760E-05 0.11292856E-04 -0.75828658E-05 0.18359586E-05
0.18842216E-07 0.44836078E-08 0.69267006E-08 0.33185882E-05
-0.25339364E-03 -0.42974002E-04 0.59454236E-04 0.11010642E-05 0.29773582E-06
-0.98251768E-06 -0.11543066E-06 -0.11684339E-04 -0.12182087E-06 -0.98994926E-07
-0.42376519E-05 -0.71563160E-05 -0.95297813E-05 0.94787409E-05 -0.10698089E-05
0.90502244E-08 0.14813173E-09 0.17929463E-07 -0.10856357E-03
-0.10358688E-03 -0.69670995E-05 0.11010642E-05 0.23492331E-04 -0.33776824E-06
-0.66824936E-06 -0.18142038E-05 -0.27852348E-05 -0.25974971E-07 -0.33240653E-06
0.44413673E-06 -0.38231006E-05 -0.42433346E-05 -0.85144814E-05 -0.22333661E-05
0.82691816E-10 -0.19592864E-08 0.37884043E-07 -0.11347567E-04
-0.23698326E-04 -0.62134930E-05 0.29773582E-06 -0.33776824E-06 0.63963896E-05
0.30031989E-07 -0.38431511E-06 0.13442864E-04 -0.29954954E-07 0.28314831E-07
-0.13063446E-05 0.17074969E-05 -0.16731822E-05 -0.49811245E-06 -0.83685433E-06
-0.58003886E-09 -0.26014509E-10 -0.25257757E-07 0.27960041E-04
0.15817005E-04 0.98964642E-06 -0.98251768E-06 -0.66824936E-06 0.30031989E-07
0.11370096E-05 -0.21249499E-06 0.28535450E-05 -0.37913703E-07 0.23903693E-07
0.15838087E-06 0.12428084E-06 -0.88397682E-06 0.27076833E-07 0.82376672E-06
0.65654042E-09 -0.84030885E-09 -0.28249151E-08 0.81558710E-07
0.38907752E-04 -0.41757129E-06 -0.11543066E-06 -0.18142038E-05 -0.38431511E-06
-0.21249499E-06 0.43476071E-04 0.60680190E-04 -0.65594145E-07 0.35887510E-07
-0.21272588E-05 -0.64957380E-06 -0.12450983E-05 0.10504982E-05 -0.18866437E-05
0.28075377E-08 -0.33076679E-09 -0.44885312E-07 0.15014578E-03
0.99599994E-01 -0.28149976E-04 -0.11684339E-04 -0.27852348E-05 0.13442864E-04
0.28535450E-05 0.60680190E-04 0.10004286E+00 -0.41429343E-05 -0.14300787E-05
-0.31861014E-04 0.26556306E-04 -0.12496679E-03 -0.19917421E-04 0.20731425E-04
0.20600960E-06 -0.62714589E-07 0.20683661E-06 0.26265888E+00
0.27228983E-05 0.15056816E-06 -0.12182087E-06 -0.25974971E-07 -0.29954954E-07
-0.37913703E-07 -0.65594145E-07 -0.41429343E-05 0.13632017E-06 0.51451936E-07
-0.46804166E-06 -0.25502132E-06 0.79199136E-07 0.11256130E-06 -0.54830700E-07
-0.12565911E-08 -0.23777351E-09 -0.90376709E-08 0.46711560E-05
276

0.40058942E-05 0.47992585E-06 -0.98994926E-07 -0.33240653E-06 0.28314831E-07


0.23903693E-07 0.35887510E-07 -0.14300787E-05 0.51451936E-07 0.37228813E-06
-0.32021910E-06 0.28852469E-06 -0.52663495E-06 0.86291579E-06 -0.13255379E-05
-0.64851875E-08 0.46977230E-10 -0.16467029E-07 0.58855821E-05
0.13464745E-04 0.21978020E-05 -0.42376519E-05 0.44413673E-06 -0.13063446E-05
0.15838087E-06 -0.21272588E-05 -0.31861014E-04 -0.46804166E-06 -0.32021910E-06
0.68357836E-04 -0.28740760E-05 -0.17185677E-05 0.45519686E-05 -0.10604708E-04
-0.29640292E-07 0.82171404E-08 0.16674260E-07 -0.50895704E-04
0.63947992E-04 0.13162760E-05 -0.71563160E-05 -0.38231006E-05 0.17074969E-05
0.12428084E-06 -0.64957380E-06 0.26556306E-04 -0.25502132E-06 0.28852469E-06
-0.28740760E-05 0.47107004E-04 -0.49699638E-05 0.73138138E-05 -0.79380784E-05
0.27088687E-07 0.83297354E-08 -0.79074218E-07 0.11023439E-03
0.54237531E-04 0.11292856E-04 -0.95297813E-05 -0.42433346E-05 -0.16731822E-05
-0.88397682E-06 -0.12450983E-05 -0.12496679E-03 0.79199136E-07 -0.52663495E-06
-0.17185677E-05 -0.49699638E-05 0.14164177E-03 -0.88360588E-05 0.15957467E-04
-0.12457865E-07 -0.43012567E-08 -0.12723649E-06 -0.91672231E-04
0.30970276E-05 -0.75828658E-05 0.94787409E-05 -0.85144814E-05 -0.49811245E-06
0.27076833E-07 0.10504982E-05 -0.19917421E-04 0.11256130E-06 0.86291579E-06
0.45519686E-05 0.73138138E-05 -0.88360588E-05 0.75501064E-04 -0.96429375E-05
0.12855081E-07 0.13205684E-07 -0.10968474E-07 0.25175840E-04
0.54112897E-04 0.18359586E-05 -0.10698089E-05 -0.22333661E-05 -0.83685433E-06
0.82376672E-06 -0.18866437E-05 0.20731425E-04 -0.54830700E-07 -0.13255379E-05
-0.10604708E-04 -0.79380784E-05 0.15957467E-04 -0.96429375E-05 0.56665140E-04
0.14653534E-07 -0.85816851E-08 0.37220715E-07 0.66084457E-04
0.22085524E-06 0.18842216E-07 0.90502244E-08 0.82691816E-10 -0.58003886E-09
0.65654042E-09 0.28075377E-08 0.20600960E-06 -0.12565911E-08 -0.64851875E-08
-0.29640292E-07 0.27088687E-07 -0.12457865E-07 0.12855081E-07 0.14653534E-07
0.27293941E-08 0.66032151E-10 -0.67411025E-09 0.37591210E-06
0.89123950E-09 0.44836078E-08 0.14813173E-09 -0.19592864E-08 -0.26014509E-10
-0.84030885E-09 -0.33076679E-09 -0.62714589E-07 -0.23777351E-09 0.46977230E-10
0.82171404E-08 0.83297354E-08 -0.43012567E-08 0.13205684E-07 -0.85816851E-08
0.66032151E-10 0.13398475E-09 -0.18271428E-09 -0.33322355E-07
-0.57282907E-06 0.69267006E-08 0.17929463E-07 0.37884043E-07 -0.25257757E-07
-0.28249151E-08 -0.44885312E-07 0.20683661E-06 -0.90376709E-08 -0.16467029E-07
0.16674260E-07 -0.79074218E-07 -0.12723649E-06 -0.10968474E-07 0.37220715E-07
-0.67411025E-09 -0.18271428E-09 0.14857227E-06 -0.76877814E-06
0.26299573E+00 0.33185882E-05 -0.10856357E-03 -0.11347567E-04 0.27960041E-04
0.81558710E-07 0.15014578E-03 0.26265888E+00 0.46711560E-05 0.58855821E-05
-0.50895704E-04 0.11023439E-03 -0.91672231E-04 0.25175840E-04 0.66084457E-04
0.37591210E-06 -0.33322355E-07 -0.76877814E-06 0.69282090E+00

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.68822159E+00
2 1 0.72119880E+00
3 1 0.69381986E+00
4 1 0.73185732E+00
5 1 0.73075693E+00
6 1 0.71325489E+00
7 1 0.76623524E+00
8 1 0.69233472E+00
9 1 0.70417242E+00
10 1 0.68727794E+00
11 1 0.70445761E+00
12 1 0.70448675E+00
13 1 0.72564169E+00
14 1 0.67981975E+00
15 1 0.73372701E+00
16 1 0.73301215E+00
17 1 0.76677296E+00
18 1 0.75154889E+00
19 1 0.71647501E+00
20 1 0.74194815E+00
21 1 0.73419433E+00
22 1 0.66301072E+00
23 1 0.71161544E+00
24 1 0.72029533E+00
25 1 0.69100289E+00
26 1 0.72311495E+00
277

27 1 0.76618607E+00
28 1 0.73390237E+00
29 1 0.72468515E+00
30 1 0.72985047E+00
31 1 0.70995345E+00
32 1 0.77439688E+00
33 1 0.71142240E+00
34 1 0.71274967E+00
35 1 0.69110943E+00
36 1 0.72854109E+00
37 1 0.69412604E+00
38 1 0.72242935E+00
39 1 0.74833232E+00
40 1 0.71892567E+00
41 1 0.70719635E+00
42 1 0.68913264E+00
43 1 0.72481337E+00
44 1 0.70448867E+00
45 1 0.72042208E+00
46 1 0.76153555E+00
47 1 0.72418561E+00
48 1 0.71125355E+00
49 1 0.76066705E+00
50 1 0.74311961E+00
51 1 0.73365685E+00
52 1 0.71605497E+00
53 1 0.73398434E+00
54 1 0.75602506E+00
55 1 0.76370413E+00
56 1 0.78145584E+00
57 1 0.74647456E+00
58 1 0.77301429E+00
59 1 0.75627801E+00
60 1 0.79826706E+00
61 1 0.76463161E+00
62 1 0.75281051E+00
63 1 0.76041006E+00
64 1 0.73843945E+00
65 1 0.80682168E+00
66 1 0.74121038E+00
67 1 0.74259323E+00
68 1 0.72004689E+00
69 1 0.75904585E+00
70 1 0.72261539E+00
71 1 0.75155028E+00
72 1 0.77660796E+00
73 1 0.74853017E+00
74 1 0.73680739E+00
75 1 0.71587819E+00
76 1 0.75403039E+00
77 1 0.73398634E+00
78 1 0.74999955E+00
79 1 0.79359121E+00
80 1 0.75335273E+00
81 1 0.74036539E+00
82 1 0.71527547E+00
83 1 0.75187753E+00
84 1 0.72287081E+00
85 1 0.76293544E+00
86 1 0.81309685E+00
87 1 0.71962924E+00
88 1 0.73141582E+00
89 1 0.74698337E+00
90 1 0.70873828E+00
91 1 0.76327844E+00
92 1 0.79799943E+00
93 1 0.78145584E+00
94 1 0.77301429E+00
95 1 0.76365296E+00
96 1 0.69030388E+00
97 1 0.76403153E+00
278

98 1 0.74859628E+00
99 1 0.71711231E+00
100 1 0.72613644E+00
101 1 0.86038467E+00
102 1 0.67022759E+00
103 1 0.66071988E+00
104 1 0.73890824E+00
105 1 0.67497066E+00
106 1 0.66210082E+00
107 1 0.72745156E+00
108 1 0.65859920E+00
109 1 0.79495609E+00
110 1 0.76609324E+00
111 1 0.72514665E+00
112 1 0.69726296E+00
113 1 0.65363511E+00
114 1 0.72539044E+00
115 1 0.65776390E+00
116 1 0.74009975E+00
117 1 0.69862312E+00
118 1 0.68775604E+00
119 1 0.68395534E+00
120 1 0.69143613E+00
121 1 0.63341831E+00
122 1 0.60574473E+00
123 1 0.69022639E+00
124 1 0.64499772E+00
125 1 0.65210630E+00
126 1 0.71221519E+00
127 1 0.60826220E+00
128 1 0.67744913E+00
129 1 0.68772556E+00
130 1 0.75388718E+00
131 1 0.69460202E+00
132 1 0.67745141E+00
133 1 0.66531812E+00
134 1 0.65348956E+00
135 1 0.68595644E+00
136 1 0.68555159E+00
137 1 0.79636215E+00
138 1 0.62458908E+00
139 1 0.75768726E+00
140 1 0.70611365E+00
141 1 0.65832501E+00
142 1 0.56746721E+00
143 1 0.66860649E+00
144 1 0.70853400E+00
145 1 0.75658804E+00
146 1 0.67032075E+00
147 1 0.69621875E+00
148 1 0.75893885E+00
149 1 0.61173428E+00
150 1 0.62904995E+00
151 1 0.63046980E+00
152 1 0.73674904E+00
153 1 0.71510020E+00
154 1 0.65950401E+00
155 1 0.73320881E+00
156 1 0.62795533E+00
157 1 0.63216909E+00
158 1 0.70877776E+00
159 1 0.70561822E+00
160 1 0.64202266E+00
161 1 0.74244507E+00
162 1 0.78019765E+00
163 1 0.66870935E+00
164 1 0.67384520E+00
165 1 0.61950045E+00
166 1 0.67163576E+00
167 1 0.68092396E+00
168 1 0.67155468E+00
279

169 1 0.77273116E+00
170 1 0.62892421E+00
171 1 0.81184168E+00
172 1 0.76159397E+00
173 1 0.66516151E+00
174 1 0.71280498E+00
175 1 0.80101340E+00
176 1 0.70126829E+00
177 1 0.72148689E+00
178 1 0.64804463E+00
179 1 0.61708285E+00
180 1 0.69783884E+00
181 1 0.63379238E+00
182 1 0.67922043E+00
183 1 0.74513445E+00
184 1 0.64689314E+00
185 1 0.72670117E+00
186 1 0.58128647E+00
187 1 0.77003079E+00
188 1 0.84540589E+00
189 1 0.74625701E+00
190 1 0.68339018E+00
191 1 0.72940535E+00
192 1 0.71411388E+00
193 1 0.73105640E+00
194 1 0.67585971E+00
195 1 0.67349806E+00
196 1 0.67838933E+00
197 1 0.75465363E+00
198 1 0.68189119E+00
199 1 0.63168341E+00
200 1 0.67503059E+00
201 1 0.63815771E+00
202 1 0.71467252E+00
203 1 0.69828391E+00
204 1 0.67374667E+00
205 1 0.65885884E+00
206 1 0.66718244E+00
207 1 0.68170556E+00
208 1 0.80094071E+00
209 1 0.72310361E+00
210 1 0.67179957E+00
211 1 0.62125306E+00
212 1 0.70577769E+00
213 1 0.62270981E+00
214 1 0.74834454E+00
215 1 0.70772229E+00
216 1 0.87866002E+00
217 1 0.66335612E+00
218 1 0.71990740E+00
219 1 0.73755791E+00
220 1 0.62733266E+00
221 1 0.71619348E+00
222 1 0.72043393E+00
223 1 0.71975274E+00
224 1 0.73446537E+00
225 1 0.67788467E+00
226 1 0.72910608E+00
227 1 0.67418369E+00
228 1 0.74223923E+00
229 1 0.79738691E+00
230 1 0.77823236E+00
231 1 0.71816841E+00
232 1 0.68129482E+00
233 1 0.67259937E+00
234 1 0.71690043E+00
235 1 0.67112660E+00
236 1 0.69127602E+00
237 1 0.70471850E+00
238 1 0.62024609E+00
239 1 0.70893549E+00
280

240 1 0.69101892E+00
241 1 0.64389962E+00
242 1 0.68373065E+00
243 1 0.68465069E+00
244 1 0.64523210E+00
245 1 0.68950834E+00
246 1 0.68703564E+00
247 1 0.71473761E+00
248 1 0.64796379E+00
249 1 0.70775357E+00
250 1 0.68359940E+00
251 1 0.68678680E+00
252 1 0.58592639E+00
253 1 0.65270897E+00
254 1 0.69779747E+00
255 1 0.66477989E+00
256 1 0.64242249E+00
257 1 0.67084376E+00
258 1 0.67992062E+00
259 1 0.69411125E+00
260 1 0.66462706E+00
261 1 0.70316667E+00
262 1 0.75615223E+00
263 1 0.64459975E+00
264 1 0.70893549E+00
265 1 0.74235007E+00
266 1 0.74701653E+00
267 1 0.67396250E+00
268 1 0.71864709E+00
269 1 0.67293978E+00
270 1 0.70994549E+00
271 1 0.72192609E+00
272 1 0.70843031E+00
273 1 0.69575358E+00
274 1 0.63863029E+00
275 1 0.58039360E+00
276 1 0.68578821E+00
277 1 0.55849925E+00
278 1 0.60470057E+00
279 1 0.73838274E+00
280 1 0.61522241E+00
281 1 0.70494386E+00
282 1 0.67590049E+00
283 1 0.70865679E+00
284 1 0.74148289E+00
285 1 0.73802797E+00
286 1 0.71850221E+00
287 1 0.71678241E+00
288 1 0.64152507E+00
289 1 0.64417725E+00
290 1 0.69609961E+00
291 1 0.70957338E+00
292 1 0.72252871E+00
293 1 0.72421073E+00
294 1 0.69076620E+00
295 1 0.68977464E+00
296 1 0.69162704E+00
297 1 0.72100839E+00
298 1 0.67085442E+00
299 1 0.70678557E+00
300 1 0.69498289E+00
301 1 0.70339644E+00
302 1 0.71986227E+00
303 1 0.69814157E+00
304 1 0.73574937E+00
305 1 0.72994846E+00
306 1 0.70667074E+00
307 1 0.72214141E+00
308 1 0.73424695E+00
309 1 0.73781948E+00
310 1 0.71835481E+00
281

311 1 0.68447148E+00
312 1 0.69460461E+00
313 1 0.72664826E+00
314 1 0.70018431E+00
315 1 0.74373105E+00
316 1 0.68643938E+00
317 1 0.67994751E+00
318 1 0.70739950E+00
319 1 0.69459374E+00
320 1 0.71153388E+00
321 1 0.72941282E+00
322 1 0.72955749E+00
323 1 0.68187142E+00
324 1 0.69569544E+00
325 1 0.74899982E+00
326 1 0.74476100E+00
327 1 0.74774935E+00
328 1 0.76380980E+00
329 1 0.72313707E+00
330 1 0.74908568E+00
331 1 0.73838613E+00
332 1 0.73741768E+00
333 1 0.67033180E+00
334 1 0.67492707E+00
335 1 0.71835481E+00
336 1 0.73892863E+00
337 1 0.73469898E+00
338 1 0.84970328E+00
339 1 0.73375665E+00
340 1 0.73262387E+00
341 1 0.66909849E+00
342 1 0.70091397E+00
343 1 0.77883617E+00
344 1 0.76135334E+00
345 1 0.70233055E+00
346 1 0.74099762E+00
347 1 0.71692854E+00
348 1 0.67025763E+00
349 1 0.71745714E+00
350 1 0.71354962E+00
351 1 0.71627932E+00
352 1 0.69710304E+00
353 1 0.70828994E+00
354 1 0.71415259E+00
355 1 0.69460461E+00
356 1 0.71589778E+00
357 1 0.71883461E+00
358 1 0.73807829E+00
359 1 0.72073290E+00
360 1 0.67354803E+00
361 1 0.66662852E+00
362 1 0.76623611E+00
363 1 0.69359433E+00
364 1 0.78754785E+00
365 1 0.69466333E+00
366 1 0.69390799E+00
367 1 0.69493203E+00
368 1 0.72622395E+00
369 1 0.71624440E+00
370 1 0.71902994E+00
371 1 0.71867312E+00
372 1 0.77411950E+00
373 1 0.65323685E+00
374 1 0.79093486E+00
375 1 0.74553342E+00
376 1 0.77593415E+00
377 1 0.74510464E+00
378 1 0.70803808E+00
379 1 0.68765584E+00
380 1 0.78998760E+00
381 1 0.77299628E+00
282

382 1 0.69998521E+00
383 1 0.68591576E+00
384 1 0.76881124E+00
385 1 0.76195305E+00
386 1 0.71153388E+00
387 1 0.71279528E+00
388 1 0.80129388E+00
389 1 0.78137632E+00
390 1 0.77472155E+00
391 1 0.73750388E+00
392 1 0.78488477E+00
393 1 0.73803401E+00
394 1 0.74109928E+00
395 1 0.69187462E+00
396 1 0.81542665E+00
397 1 0.72284933E+00
398 1 0.75350887E+00
399 1 0.72060224E+00
400 1 0.75583855E+00
401 1 0.69590205E+00
402 1 0.70163693E+00
403 1 0.58141847E+00
404 1 0.73368569E+00
405 1 0.65011259E+00
406 1 0.70074648E+00
407 1 0.61506021E+00
408 1 0.65062965E+00
409 1 0.66401416E+00
410 1 0.70083630E+00
411 1 0.65714039E+00
412 1 0.73376247E+00
413 1 0.68314139E+00
414 1 0.65110549E+00
415 1 0.64581935E+00
416 1 0.63106514E+00
417 1 0.65111007E+00
418 1 0.76834983E+00
419 1 0.77531310E+00
420 1 0.66275039E+00
421 1 0.70525150E+00
422 1 0.59218922E+00
423 1 0.61514449E+00
424 1 0.61475419E+00
425 1 0.77515251E+00
426 1 0.68593582E+00
427 1 0.68822201E+00
428 1 0.60869044E+00
429 1 0.66387668E+00
430 1 0.65011787E+00
431 1 0.70202732E+00
432 1 0.69183004E+00
433 1 0.72427080E+00
434 1 0.65340020E+00
435 1 0.67992549E+00
436 1 0.73818297E+00
437 1 0.77636658E+00
438 1 0.70285463E+00
439 1 0.73566616E+00
440 1 0.72079539E+00
441 1 0.68841277E+00
442 1 0.77299430E+00
443 1 0.77423577E+00
444 1 0.65707105E+00
445 1 0.65423356E+00
446 1 0.64366972E+00
447 1 0.74328654E+00
448 1 0.68769522E+00
449 1 0.70202732E+00
450 1 0.68747784E+00
451 1 0.68747225E+00
452 1 0.69483059E+00
283

453 1 0.64366972E+00
454 1 0.74334645E+00
455 1 0.68806756E+00
456 1 0.70163693E+00
457 1 0.70179871E+00
458 1 0.68747784E+00
459 1 0.68747225E+00
460 1 0.64923007E+00
461 1 0.75448785E+00
462 1 0.79343466E+00
463 1 0.79622469E+00
464 1 0.77836126E+00
465 1 0.77210471E+00
466 1 0.81735785E+00
467 1 0.76507579E+00
468 1 0.67087837E+00
469 1 0.69094879E+00
470 1 0.87225361E+00
471 1 0.92308731E+00
472 1 0.70673181E+00
473 1 0.81170433E+00
474 1 0.81652365E+00
475 1 0.85169879E+00
476 1 0.73599106E+00
477 1 0.80686918E+00
478 1 0.80686918E+00
479 1 0.82559300E+00
480 1 0.85073578E+00
481 1 0.76601643E+00
482 1 0.77689185E+00
483 1 0.80586741E+00
484 1 0.90272665E+00
485 1 0.79183065E+00
486 1 0.90904488E+00
487 1 0.77583754E+00
488 1 0.75315473E+00
489 1 0.71892515E+00
490 1 0.74058403E+00
491 1 0.81758459E+00
492 1 0.79636228E+00
493 1 0.83783278E+00
494 1 0.85843500E+00
495 1 0.80928572E+00
496 1 0.86152889E+00
497 1 0.67186241E+00
498 1 0.71971787E+00
499 1 0.73206419E+00
500 1 0.78423348E+00
501 1 0.67024310E+00
502 1 0.73048710E+00
503 1 0.73048710E+00
504 1 0.68916437E+00
505 1 0.65084384E+00
506 1 0.63778835E+00
507 1 0.68839653E+00
508 1 0.75098772E+00
509 1 0.70929680E+00
510 1 0.70963847E+00
511 1 0.75098772E+00
512 1 0.70929680E+00
513 1 0.70963847E+00
514 1 0.72309007E+00
515 1 0.69500287E+00
516 1 0.75026113E+00
517 1 0.65532686E+00
518 1 0.66089339E+00
519 1 0.71411472E+00
520 1 0.74118047E+00
521 1 0.68081064E+00
522 1 0.64659606E+00
523 1 0.63606805E+00
284

524 1 0.64112359E+00
525 1 0.67629601E+00
526 1 0.63163830E+00
527 1 0.64732739E+00
528 1 0.76699534E+00
529 1 0.70452493E+00
530 1 0.69312825E+00
531 1 0.76699534E+00
532 1 0.74188459E+00
533 1 0.70460070E+00
534 1 0.69312825E+00
535 1 0.69251555E+00
536 1 0.69863731E+00
537 1 0.74748454E+00
538 1 0.73696496E+00
539 1 0.68830111E+00
540 1 0.74668718E+00
541 1 0.67930410E+00
542 1 0.63474051E+00
543 1 0.69343587E+00
544 1 0.73290006E+00
545 1 0.69159576E+00
546 1 0.75557072E+00
547 1 0.69029126E+00
548 1 0.61415165E+00
549 1 0.69412057E+00
550 1 0.63630685E+00
551 1 0.75221570E+00
552 1 0.71077905E+00
553 1 0.71231811E+00
554 1 0.69206861E+00
555 1 0.65710387E+00
556 1 0.63271317E+00
557 1 0.64583424E+00
558 1 0.66000792E+00
559 1 0.68171435E+00
560 1 0.68961195E+00
561 1 0.68961195E+00
562 1 0.70377053E+00
563 1 0.71923158E+00
564 1 0.74289223E+00
565 1 0.66174309E+00
566 1 0.65972669E+00
567 1 0.72101702E+00
568 1 0.71890924E+00
569 1 0.63477650E+00
570 1 0.68626879E+00
571 1 0.63437810E+00
572 1 0.66063548E+00
573 1 0.69172083E+00
574 1 0.74788058E+00
575 1 0.69131852E+00
576 1 0.71989956E+00
577 1 0.64571719E+00
578 1 0.70364299E+00
579 1 0.66765338E+00
580 1 0.72754703E+00
581 1 0.68526061E+00
582 1 0.74673375E+00
583 1 0.65468857E+00
584 1 0.65491623E+00
585 1 0.71341917E+00
586 1 0.71366725E+00
587 1 0.62946214E+00
588 1 0.68592973E+00
589 1 0.66258485E+00
590 1 0.62276932E+00
591 1 0.72202380E+00
592 1 0.67863652E+00
285

mean efficiency = 0.71159838E+00

You might also like