Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN

PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN


PERKOSAAN

Siti Rochayati
Fakultas Hukum Universitas Tamansiswa Palembang,
e-mail: sitirochayati886@yahoo.com

ABSTRACT
The objective of the study was to analyze and describe the legality of the act of abortion
provocatus by rape victims. Research methods ; using the normative juridical method. Results : Rape
can be interpreted as coercion of the will of a party to another party, regardless of the rights, interests
and willingness of other parties who are forced for the purpose of profit or personal interest for the
coercion. The consequences of sexual violence (rape) that befell the victim not only adversely affect
his physical endurance, but also his psychological resilience. This psychological impact will be more
severe when the victim is then pregnant as a result of the rape. This raises the question of whether
abortion should be possible. Approach method used is juridical Normative writing by trying to find
the data as much as possible by focusing on the rules that apply and the literature or books related to
the issues discussed related to the discussion of the legality of the act of abortion provocatus by rape
victims. Abortion is a crime. The law prohibits a woman or other person from assisting in an act of
abortion. As in Article 346 of the Criminal Code and Article 75 paragraph 1 of Law No.36 of 2009 on
health. However, the provisions of article 75 paragraph 1 there are exceptions, one of them in the case
of rape. So u allow abortion with some provisions.
Keywords: abortion; rape; legality

ABSTRAK
Tujuan penelitian untuk menganalisis dan menjabarkan legalitas tindakan abortus
provocatus oleh korban perkosaan. Metode Penelitian: menggunakan metode yuridis normatif. Hasil
penelitian: Perkosaan dapat diartikan sebagai pemaksaan kehendak dari suatu pihak kepada pihak
lainnya, tanpa memperdulikan hak, kepentingan serta kemauan pihak lain yang dipaksa untuk maksud
keuntungan atau kepentingan pribadi bagi pihak pemaksa. Akibat Kekerasan seksual (perkosaan)
yang menimpa korban bukan hanya berdampak merugikan ketahanan fisiknya, namun juga ketahanan
psikologisnya. Dampak psikologis ini akan semakin berat saat korban kemudian hamil akibat dari
perkosaan tersebut. Sehingga menimbulkan pertanyaan apakah dalamhal tersebut boleh dilakukan
aborsi. Metode pendekatan yang dipakai yaitu penulisan yuridis Normatif dengan berusaha mencari
data sebanyak mungkin dengan menitik beratkan kepada peraturan-peraturan yang berlaku serta
literatur-literatur atau buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas yang berkaitan
dengan Pembahasan legalitas tindakan abortus provocatus oleh korban perkosaan. Aborsi merupakan
suatu tindak pidana. Undang-undang melarang seorang wanita atau orang lain membantu tindakan
aborsi. Sebagaimana dalam pasal 346 KUHP dan Pasal 75 ayat 1 UU No.36 Tahun 2009 tentang
kesehatan. Namun ketentuan pasal 75 ayat 1 itu terdapat pengecualian, salah satunya dalamhal kasus
perkosaan. Maka uu memperbolehkan aborsi dengan beberapa ketentuan.
Kata kunci : aborsi; perkosaan; legalitas

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang hukum. Terkhususnya dari perspektif
Perkosaan merupakan salah satu hukum mengingat Negara kita adalah
dari sekian banyak pelanggaran hak asasi Negara yang berdasarkan atas hukum serta
manusia yang sering terjadi sehingga tidak dampak yang ditimbulkan sangat berat
ada alasan yang dapat membenarkannya, ditanggung bagi korban pemerkosaan.
apabila itu bertentangan dengan aturan- Di dalam hukum Pindan Indonesia,
aturan yang berlaku baik dilihat dari sanksi hukum perkosaan diatur di dalam
perspektif etika dan agama maupun Buku II KUHP tentang kejahatan yaitu

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


75
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

pada Bab XIV tentang Kejahatan terhadap pelanggaran norma -norma dan demikian
Kesusilaan. Hukum pidana adalah bagian juga tertib sosial)”.3
dari keseluruhan hukum yang berlaku Menurut Wirdjono Prodjodikoro,
disuatu negara, yang mengatakan dasar- yang dimaksud dengan Perkosaan adalah
dasar dan aturan-aturan untuk :1 seorang laki-laki, yang memaksa seorang
a. Menentukan perbuatan- perempuan yang bukan istrinya untuk
perbuatan mana yang tidak bersetubuh dengan dia, sehingga
boleh dilakukan, yang dilarang sedemikan rupa tidak dapat melakukan,
dan disertai ancaman atau sanksi maka dengan terpaksa ia mau melakukan
yang berupa pidana tertentu bagi persetubuhan itu”.4
barang siapa melanggar larangan Sehingga secara umum perkosaan
tersebut; dapat diartikan sebagai pemaksaan
b. Menentukan kapan dan dalam kehendak dari suatu pihak kepada pihak
hal-hal apa kepada mereka yang lainnya, tanpa memperdulikan hak,
telah melanggar larangan- kepentingan serta kemauan pihak lain yang
larangan itu dapat dikenakan dipaksa untuk maksud keuntungan atau
atau dijatuhi pidana kepentingan pribadi bagi pihak pemaksa.
sebagaimana yang telah Akibat Kekerasan seksual (perkosaan)
diancamkan; yang menimpa korban bukan hanya
c. Menentukan dengan cara berdampak merugikan ketahanan fisiknya,
bagaimana pengenaan pidana itu namun juga ketahanan psikologisnya.
dapat dilaksanakan apabila ada Perkosaan atau kekerasan seksual
orang yang disangka telah merupakan salah satu hal terburuk dan
melanggar larangan tersebut. terberat yang dapat dialami manusia, baik
Hukum pidana memuat ketentuan laki-laki maupun perempuan. Selain luka
mengenai sanksi bagi siapa saja yang fisik, korban pemerkosaan membawa luka
melanggar. Karena hukum pada dasarnya batin yang membutuhkan waktu untuk
mempunyai sifat yang memaksa, demikian sembuh. Kondisi, dampak, dan tantangan
juga yang dimaksud dari sanksi adalah yang dihadapi tiap korban pemerkosaan
menimbulkan rangsangan agar manusia berbeda satu sama lain. Umumnya korban
tidak melakukan perbuatan yang tercela.2 akan merasa takut, cemas, panik dan syok.
Pengertian Perkosaan itu sendiri Para korban perkosaan, kerap kali
Menurut Seatandyo Wignojosoebroto kehilangan kepercayaan diri dan merasa
adalah “suatu usaha melampiaskan nafsu bersalah. Tak jarang korban perkosaan
seksual oleh seseorang lelaki terhadap menyalahkan diri sendiri atas apa yang
seorang perempuan dengan cara yang terjadi.
menurut moral dan atau hukum yang Terkadang adanya reaksi umum
berlaku melanggar. Dalam pengertian yang berlebihan bahkan juga semakin
seperti ini, apa yang disingkat perkosaan, memojokkan Korban membuat korban
disatu pihak dapat dilihat sebagai suatu semakin down secara psikologis. Peristiwa
perbuatan (ialah perbuatan seseorang yang perkosaan yang merupakan berita yang
secara paksa hendak melampiaskan nafsu cukup menarik untuk dibicarakan
seksualnya), dan di dalam pihak dapatlah
dilihat sebagai suatu peristiwa (ialah 3
Soetandyo Wignojosoebroto di dalam
buku Abdul Wahid dan Muhammad Irfan,
1
Moeljatno, Asas-asas hukum pidana, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan
Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hal. 1 Seksual, PT. Refika Aditama, Bandung. 2001,
2
Soerjono Soekanto, “Efektifitas Hukum hlm.40
4
dan Peranan Sanksi”, CV Remaja Karya, 1985, Wirdjono Prodjodikoro, Tindak Pidana
hlm 2 Tertentu Di Indonesia, PT.Uresco, Bandung, 1986

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


76
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

membuat masyarakat tertarik untuk apalagi bila kemudian hamil dari peristiwa
menjadikan berita tersebut sebagai salah perkosaan tersebut, maka dikhawatirkan
satu bahan pembicaraan.5 Akan tetapi tidak akan menimbulkan dampak yang lebih
jarang masyarakat justru membicarakan buruk lagi bagi si korban.
peristiwa tersebut dari segi negatifnya Oleh karenanya kemudian, ada
yang dapat membuat korban merasa malu, beberapa korban dan juga keluarga korban
takut, dan bersalah dengan kejadian yang yang mengambil tindakan untuk
menimpa dirinya. Perasaan tersebut mengaborsi janin yang ada di dalam rahim
membuat korban semakin enggan untuk korban perkosaan. Aborsi dipandang
bercerita kepada orang lain ataupun sebagai solusi terbaik bagi pemulihan
melaporkan kejadian yang dialaminya. 6 psikologi korban. Namun bagaimana
Korban perkosaan memiliki aborsi ini dipandang dalam kacamata
kemungkinan mengalami stres pasca hukum. Karena janin yang ada di dalam
perkosaan yang dapat dibedakan menjadi rahim itu merupakan makhluk hidup yang
dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan mempunyai hak untuk hidup.
stres jangka panjang. Stres yang langsung Hak untuk hidup adalah salah satu
terjadi merupakan reaksi paska perkosaan hak asasi manusia. Hak asasi manusia
seperti kesakitan secara fisik, rasa adalah seperangkat aturan atau ketentuan
bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan untuk melindungi warga negara dari
tidak berdaya. Stres jangka panjang kemungkinan penindasan, pemasungan,
merupakan gejala psikologis tertentu yang dan atau pembatasan ruang gerak warga
dirasakan korban sebagai suatu trauma negara oleh negara. Artinya ada
yang menyebabkan korban memiliki rasa pembatasan-pembatasan tertentu yang
kurang percaya diri, konsep diri yang diberlakukan pada negara agar hak warga
negatif, menutup diri dari pergaulan, dan negara yang paling hakiki terlindungi dari
juga reaksi somatik seperti jantung kesewenang-wenangan kekuasaan.8
berdebar dan keringat berlebihan. 7 Sebagai bagian dari HAM, hak
Akan lebih buruk beban psikologis untuk hidup dilindungi dalam Konstitusi
yang dirasakan korban oleh perkosaan saat Negara sebagaimana dijelaskan dalam
mengetahui dirinya hamil akibat dari Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945
perkosaan tersebut. Kehamilan dari yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk
perkosaan akan memberikan tekanan yang hidup serta berhak mempertahankan hidup
berat bagi korban. Belum lagi pandangan dan kehidupannya.”
negatif masyarakat akan kehamilan Selain itu, hak untuk hidup bagi
tersebut yang terjadi bukan dari suatu anak juga disebutkan dalam Pasal 2
perkawinan. Perkosaan yang terjadi itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
sendiri telah menjadi suatu beban tentang Perlindungan Anak yang berbunyi
psikologis bagi korban dan membutuhkan : “Penyelenggaraan perlindungan anak
waktu yang cukup lama untuk pemulihan, berasaskan Pancasila dan berlandaskan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
5
Fakih, M.. “Perkosaan dan Kekerasan Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-
Perspektif Analisis Gender”, dalam Eko Prasetyo prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
dan Suparman Marzuki (ed). Perempuan Dalam
Wacana Perkosaan,: Perkumpulan Keluarga
meliputi:
Berencana Indonesia, Yogyakarta 1997, hlm.56 a. non diskriminasi;
6
Taslim, A.. Bila Perkosaan Terjadi.:
Kalyanamitra, Komunikasi dan Informasi
Perempuan. Jakarta 1995, hlm.23 8
7
Jurnal Psikologi, Ekandri, dkk, Hendarmin Ranadireksa dalam Muladi,
Perkosaan, Dampak dan Alternatif Hak Asasi Manusia, Refika Aditama, Jakarta, 2005,
Penyembuhanya, Yogyakarta, 2001, No.1, hal.1 hlm.39

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


77
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

b. kepentingan yang terbaik bagi 1. Bagaimanakah sanksi hukum bagi


anak; pelaku abortus provocatus
c. hak untuk hidup, menurut hukum pidana?
kelangsungan hidup, dan 2. Bagaimanakah legalitas tindakan
perkembangan; dan Abortus Provocatus oleh Korban
d. penghargaan terhadap Perkosaan?
pendapat anak. C. Metode Penelitian
Anak yang dimaksud di sini adalah Metode pendekatan yang dipakai yaitu
seseorang yang belum berusia 18 tahun, penulisan yuridis Normatif dengan
termasuk anak yang masih dalam berusaha mencari data sebanyak
kandungan. mungkin dengan menitik beratkan
Perlindungan ini juga diatur dalam kepada peraturan-peraturan yang
Pasal 4 UU Perlindungan Anak, berlaku serta literatur-literatur atau
yang berbunyi : buku-buku yang berkaitan dengan
“Setiap anak berhak untuk dapat permasalahan yang dibahas yang
hidup, tumbuh, berkembang, dan berkaitan dengan Pembahasan
berpartisipasi secara wajar sesuai legalitas tindakan abortus provocatus
dengan harkat dan martabat oleh korban perkosaan.
kemanusiaan, serta mendapat II. PEMBAHASAN
perlindungan dari kekerasan dan 1. Sanksi Pidana bagi Pelaku
diskriminasi.” Abortus Provocatus
Selain itu secara yuridis, hukum Aborsi atau pengguguran
juga melarang perbuatan aborsi. Tindakan janin termasuk kejahatan, yang
aborsi dikategorikan sebagai tindak dikenal dengan istilah “Abortus
pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Provocatus Criminalis”. Istilah
Hukum Pidana (KUHP), pasal Pasal 346 Aborsi itu sendiri (Inggris:
KUHP yang menyatakan abortion, latin: abortus) berarti
“Seorang wanita yang sengaja keguguran kandungan. Abortus
menggugurkan atau mematikan atau lebih sering disebut keguguran
kandungannya atau menyuruh ialah suatu ancaman atau
orang lain untuk itu, diancam pengeluaran hasil konsepsi
pidana penjara paling lama empat sebelum janin dapat hidup di luar
tahun.” kandungan dengan kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat
Dalam pasal 346 tegas dinyatakan bahwa anak kurang dari 500 gram. Aborsi
seorang wanita dilarang menggugurkan yang terjadi secara spontan disebut
kandungannya, dan dikenakan sanksi juga "keguguran". Aborsi yang
pidana apabila melakukan hal tersebut. dilakukan secara sengaja seringkali
Namun, untuk aborsi terhadap janin yang disebut "aborsi induksi" atau
merupakan akibat dari kejahatan "abortus provokatus". Kata aborsi
perkosaan, apakah tetap akan dikenakan umumnya hanya digunakan dalam
sanksi pidana dengan pasal 346 KUHP pengertian abortus provokatus. 9
tersebut. Oleh karena itu maka dalam Sehingga dalam proses ini,
penelitian ini akan diuraikan mengenai terjadi suatu usaha untuk
“Legalitas Tindakan Abortus Provocatus mengeluarkan janin secara paksa,
Oleh Korban Perkosaan”
B. Permasalahan 9
https://duniabidan.com/knowledge/apa-
Adapun pokok permasalahan yang itu-aborsi-pengertian-aborsi-menurut-para-
akan dibahas dalam tulisan ini adalah ahli.html

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


78
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

yang tentu saja hal ini membunuh sebagai hak kodrati yang diberikan
janin yang ada di dalam rahim ibu. Tuhan.
Definisi Janin (en:fetus, foetus, Tindakan aborsi menurut
fœtus, faetus, fætus) adalah Kitab Undang-undang Hukum
mamalia yang berkembang setelah Pidana (KUHP) di Indonesia
fase embrio dan sebelum kelahiran. dikategorikan sebagai tindakan
Dalam bahasa Latin, fetus secara kriminal. Di dalam KUHP,
harfiah dapat diartikan "berisi bibit pengaturan mengenai aborsi
muda, mengandung". Pada terdapat di dalam beberapa pasal,
manusia, janin berkembang pada yaitu Pasal 299, Pasal 346, Pasal
akhir minggu kedelapan kehamilan, 347, Pasal 348 dan Pasal 349.
sewaktu struktur utama dan sistem Di dalam Pasal 299, ditentukan
organ terbentuk, hingga kelahiran. bahwa
Janin disebut juga Calon Bayi.10 (1) Barang siapa dengan sengaja
Proses aborsi merupakan mengobati seorang wanita atau
perbuatan yang merenggut menyuruh supaya diobati,
kelangsungan hidup janin yang dengan diberitahukan atau
merupakan calon bayi. Aborsi ditimbulkan harapan bahwa
adalah suatu kegiatan yang karena pengobatan itu
dilakukan guna menghilangkan hamilnya dapat digugurkan,
nyawa janin di dalam diancam dengan pidana
kandungan atau dari segi penjara paling lama empat
medis menyebutnya dengan tahun atau pidana denda
istilah abortus. Kegiatan yang paling banyak empat puluh
dilakukan yakni menghilangkan lima ribu rupiah.
hasil dari konsepsi pertemuan; (2) Jika yang bersalah berbuat
yang terjadi antara sel sperma dan demikian untuk mencari
sel telur /ovum pada perempuan. keuntungan, atau menjadikan
Setelah sebulan berlalu, saat perbuatan tersebut sebagai
menstruasi lambat barulah pencarian atau kebiasaan, atau
diketahui bahwa janin itu sudah jika dia seorang tabib, bidan
mulai tumbuh dalam rahim atau juru-obat, pidananya
perempuan. dapat ditambah sepertiga.
Perbuatan aborsi ini (3) Jika yang bersalah melakukan
termasuk pelanggaran Hak Asasi kejahatan tersebut dalam
Manusia. Menurut Mahfud MD, menjalankan pencarian, maka
hak asasi manusia adalah hak yang dapat dicabut haknya untuk
melekat pada martabat manusia melakukan pencarian itu.
sebagai makhluk ciptaan Tuhan, Pasal 346
dan hak tersebut dibawa sejak lahir Seorang wanita yang sengaja
dimuka bumi sehingga hak tersebut menggugurkan atau mematikan
bersifat kodrati, bukan pemberian kandungannya atau menyuruh
manusia atau negara.11 Aborsi orang lain untuk itu, diancam
melanggar hak hidup manusia dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
10
Pasal 347
https://id.wikipedia.org/wiki/Janin 1) Barang siapa dengan sengaja
11
Mahfud MD, Dasar dan Struktur
Ketatanegaraan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, menggugurkan atau mematikan
2001, hal.127 kandungan seorang wanita tanpa

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


79
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

persetujuannya, diancam dengan medis yang membantu aborsi


pidana penjara paling lama dua seperti dokter dan/atau tenaga
belas tahun. kesehatan yang dengan sengaja
Pasal 348 melakukan aborsi ilegal.
1) Barang siapa dengan sengaja Karena sudah ada ketentuan
menggugurkan atau mematikan yang mengatur lebih khusus yaitu
kandungan seorang wanita dengan UU Kesehatan, maka yang berlaku
persetujuannya, diancam dengan adalah ketentuan pidana dalam UU
pidana penjara paling lama lima Kesehatan bagi si pelaku, dokter
tahun enam bulan. atau bidan yang membantu proses
Pasal 349 aborsi. Ini berarti si pelaku, dokter
Jika seorang dokter, bidan atau atau bidan dapat dihukum karena
juru obat membantu melakukan melanggar Pasal 75 UU Kesehatan
kejahatan berdasarkan pasal 346, dengan ancamana hukuman
ataupun melakukan atau membantu sebagaimana terdapat dalam Pasal
melakukan salah satu kejahatan 194 UU Kesehatan yang telah
yang diterangkan dalam pasal 347 disebutkan di atas.
dan 348, maka pidana yang 2. Legalitas Tindakan Abortus
ditentukan dalam pasal itu dapat Provocatus Oleh Korban
ditambah dengan sepertiga dan Perkosaan
dapat dicabut hak untuk Seperti diuraikan
menjalankan pencarian dalam sebelumnya, tindakan aborsi atau
mana kejahatan dilakukan abortus provocatus, merupakan
Selain di dalam KUHP, suatu tindakan pidana. KUHP
pengaturan mengenai larangan melarang perbuatan aborsi
aborsi terdapat juga di dalam sebagaimana yang diatur pada
Undang-Undang No. 36 Tahun Pasal 346 KUHP yang
2009 tentang Kesehatan (“UU menyatakan:
Kesehatan”), yaitu pada Pasal 75 Seorang wanita yang sengaja
ayat (1) yang berbunyi “setiap menggugurkan atau mematikan
orang dilarang melakukan aborsi.” kandungannya atau menyuruh
Dalam UU Kesehatan ada orang lain untuk itu, diancam
sanksi pidana bagi orang yang pidana penjara paling lama empat
melakukan aborsi tidak sesuai tahun.
dengan ketentuan Pasal 75 UU Dalam hal ini, KUHP sebagai aturan yang
Kesehatan, yaitu dalam Pasal 194 bersifat Lex Generalis dengan tegas
UU Kesehatan: menyatakan bahwa perbuatan aborsi
“Setiap orang yang dengan adalah sesuatu yang dilarang sehingga
sengaja melakukan aborsi tidak dapat dijerat dengan Pasal 346 KUHP.
sesuai dengan ketentuan Aborsi merupakan
sebagaimana dimaksud dalam permasalahan multi dimensi yang
Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan bersifat dilematis. Betapa tidak,
pidana penjara paling lama 10 disatu sisi Kitab Undang-Undang
(sepuluh) tahun dan denda paling Hukum Pidana menempatkan
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu aborsi sebagai suatu tindak pidana.
miliar rupiah).” Di sisi lain, aborsi dibutuhkan oleh
Pasal 194 UU Kesehatan tersebut sebagian kalangan masyarakat
bukan hanya dapat menjerat pihak dengan alasan tertentu yang
pelaku aborsi, tetapi juga tenaga mengakibatkan kehamilan yang

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


80
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

tidak diinginkan. Mulai alasan Namun dipihak lain ada


kondisi darurat dimana nyawa ibu juga yang memandang bahwa
hamil terancam, keterbatasan aborsi terhadap korban perkosaan
ekonomi, perkosaan, alasan si ibu adalah aborsi kriminalis karena
mengidap penyakit jantung, memang tidak membahayakan
traumatik, hamil diluar nikah nyawa sang ibu dan dalam
karena seks bebas atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun
perselingkuhan (kumpul kebo), 1992 tentang Kesehatan tidak
sampai kepada alasan sebagai termuat secara jelas didalam
pekerja seks komersial. pasalnya. Dengan keluarnya revisi
Adanya pertentangan baik Undang-Undang Nomor 36 Tahun
secara moral dan kemasyarakatan 2009 tentang Kesehatan maka
dengan secara agama dan hukum mengenai legalisasi aborsi terhadap
membuat aborsi menjadi suatu korban perkosaan telah termuat
permasalahan yang mengandung dengan jelas di dalam Pasal 75 ayat
kontroversi. Dari sisi moral dan 2.
kemasyarakatan, sulit untuk Pengaturan aborsi selain di
membiarkan seorang ibu yang dalam KUHP, seperti telah
harus merawat kehamilan yang diuraikan sebelumnya, juga
tidak diinginkan terutama karena terdapat di dalam UU Kesehatan.
hasil perkosaan. Di dalam ketentuan Pasal 75 ayat
Sebelum keluarnya (1) Undang-Undang Nomor 36
Undang-Undang Nomor 36 Tahun Tahun 2009 tentang Kesehatan
2009 Tentang Kesehatan ketentuan (”UU Kesehatan”) dengan tegas
mengenai aborsi diatur dalam melarang tindakan aborsi, yang
Undang-Undang Nomor 23 Tahun menyatakan sebagai berikut:
1992. Dimana dalam ketentuan “Setiap orang dilarang melakukan
Undang-Undang kesehatan memuat aborsi.”
tentang aborsi yang dilakukan atas Namun terdapat
indikasi kedaruratan medis yang pengecualian untuk dua hal, yaitu
mengancam nyawa ibu dan bayi sebagaimana yang diatur dalam
lahir cacat sehinga sulit hidup kentuan Pasal 75 ayat (2) UU
diluar kandungan. Kesehatan yang menyatakan:
Sebelum terjadinya revisi Larangan sebagaimana dimaksud
Undang-Undang Kesehatan masih pada ayat (1) dapat dikecualikan
banyak perdebatan mengenai berdasarkan:
aborsi yang dilakukan oleh korban a. indikasi kedaruratan medis
perkosaan. Hal itu dikarenakan yang dideteksi sejak usia dini
tidak terdapat pasal yang secara kehamilan, baik yang
jelas mengatur mengenai aborsi mengancam nyawa ibu
terhadap korban perkosaan. Selama dan/atau janin, yang
ini banyak pandangan yang menderita penyakit genetik
menafsirkan bahwa aborsi terhadap berat dan/atau cacat bawaan,
korban perkosaan disamakan maupun yang tidak dapat
dengan indikasi medis sehingga diperbaiki sehingga
dapat dilakukan karena gangguan menyulitkan bayi tersebut
psikis terhadap ibu juga dapat hidup di luar kandungan; atau
mengancam nyawa sang ibu. b. kehamilan akibat perkosaan
yang dapat menyebabkan

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


81
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

trauma psikologis bagi korban tersebut sebagaimana yang


perkosaan. dijelaskan dalam ketentuan Pasal
UU Kesehatan adalah sebuah aturan 76 UU Kesehatan yang
khusus yang mengatur tentang perbuatan menerangkan:
atau tindakan aborsi berdasarkan asas Lex Aborsi sebagaimana dimaksud
Spesialis derogate Lex Generali dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
sebagaimana yang terdapat dalam a. sebelum kehamilan berumur
ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP: 6 (enam) minggu dihitung
Jika suatu perbuatan masuk dari hari pertama haid
dalam suatu aturan pidana terakhir, kecuali dalam hal
yang umum, diatur pula kedaruratan medis;
dalam aturan pidana yang b. oleh tenaga kesehatan yang
khusus, maka hanya yang memiliki keterampilan dan
khusus itulah yang kewenangan yang memiliki
diterapkan. sertifikat yang ditetapkan
Oleh karena itu, ketentuan oleh menteri;
Pasal 346 KUHP yang mengatur c. dengan persetujuan ibu hamil
tentang tindakan aborsi sudah yang bersangkutan;
selayaknya dikesampingkan karena d. dengan izin suami, kecuali
telah ada aturan khusus yaitu UU korban perkosaan;
Kesehatan yang mengatur hal e. penyedia layanan kesehatan
tersebut. yang memenuhi syarat yang
Kemudian suatu tindakan ditetapkan oleh Menteri.
aborsi dapat dinyatakan sebagai Aturan lebih lanjut mengenai aborsi oleh
sebuah tindakan yang legal juga korban perkosaan terdapat dalam Peraturan
harus memperhatikan kententuan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan Kesehatan Reproduksi (“PP No. 61 Tahun
yang menerangkan sebagai berikut: 2014”) yaitu dalam Pasal 31 sampai
Tindakan sebagaimana dengan Pasal 39. Dalam PP No. 61 Tahun
dimaksud pada ayat (2) 2014 menjelaskan tentang indikasi
hanya dapat dilakukan kedaruratan medis dan perkosaan sebagai
setelah melalui konseling pengecualian atas larangan aborsi atau
dan/atau penasehatan pra dengan kata lain memperbolehkan aborsi
tindakan dan diakhiri berdasarkan indikasi kedaruratan medis
dengan konseling pasca atau akibat dari korban pemerkosaan.
tindakan yang dilakukan Untuk tindakan aborsi akibat dari korban
oleh konselor yang pemerkosaan, batas usia kehamilan
kompeten dan berwenang. haruslah tidak lebih dari 40 hari dihitung
Sehingga tindakan aborsi sejak hari pertama haid terakhir.
yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) Dalam Pasal 34 ayat (2) PP
UU Kesehatan itu pun hanya dapat 61/2014 Kehamilan akibat
dilakukan setelah melalui perkosaan itupun juga harus
konseling dan/atau penasehatan pra dibuktikan dengan:
tindakan dan diakhiri dengan a. usia kehamilan sesuai dengan
konseling pasca tindakan yang kejadian perkosaan, yang
dilakukan oleh konselor. Dan lebih dinyatakan oleh surat
jauh dari pada hal itu, UU keterangan dokter; dan
Kesehatan juga telah mengatur
batas suatu tindakan aborsi, hal

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


82
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

b. keterangan penyidik, psikolog, kemungkinan efek


dan/atau ahli lain mengenai samping dan
adanya dugaan perkosaan. komplikasinya;
Adapun yang dimaksud d. membantu perempuan
dengan “ahli lain” berdasarkan yang ingin melakukan
penjelasan Pasal 34 ayat (2) huruf b aborsi untuk mengambil
PP No. 61Tahun 2014 antara lain keputusan sendiri untuk
dokter spesialis psikiatri, dokter melakukan aborsi atau
spesialis forensik, dan pekerja membatalkan keinginan
sosial. untuk melakukan aborsi
Aborsi kehamilan akibat setelah mendapatkan
perkosaan harus dilakukan dengan informasi mengenai
aman, bermutu, dan bertanggung aborsi; dan
jawab. Hal ini disebut dalam Pasal e. menilai kesiapan pasien
35 ayat (1) PP No. 61Tahun 2014. menjalani aborsi.
Ini berarti, pada pengaturannya, Menurut Pasal 37 ayat 4 PP
wanita hamil yang ingin melakukan No.61 tahun 2014 konseling pasca
aborsi berhak untuk mendapatkan tindakan dilakukan dengan tujuan :
pelayanan aborsi yang aman, a. mengobservasi dan
bermutu, dan bertanggung jawab. mengevaluasi kondisi
Di samping itu, hak-hak pasien setelah tindakan
wanita korban perkosaan yang aborsi;
ingin melakukan aborsi tercermin b. membantu pasien
dalam pengaturan Pasal 37 PP No. memahami keadaan
61Tahun 2014 yang pada intinya atau kondisi fisik
mengatakan bahwa tindakan aborsi setelah menjalani
berdasarkan kehamilan akibat aborsi;
perkosaan hanya dapat dilakukan c. menjelaskan perlunya
melalui konseling, yakni pra kunjuangan ulang untuk
konseling dan pasca konseling. pemeriksaan dan
Adapun tujuan pra konseling konseling lanjutan atau
adalah (Pasal 37 ayat (3) PP No. tindakan rujukan bila
61Tahun 2014): diperlukan; dan
a. menjajaki kebutuhan d. menjelaskan pentingnya
dari perempuan yang penggunaan alat
ingin melakukan aborsi; kontrasepsi untuk
b. menyampaikan dan mencegah terjadinya
menjelaskan kepada kehamilan.
perempuan yang ingin Dari aturan-aturan diatas
melakukan aborsi sekiranya dapat kita peroleh hak-
bahwa tindakan aborsi hak wanita korban perkosaan yang
dapat atau tidak dapat ingin melakuka aborsi, antara lain:
dilakukan berdasarkan 1) hak untuk mendapat
hasil pemeriksaan klinis kejelasan apakah tindakan
dan pemeriksaan aborsi dapat atau tidak
penunjang; dilakukan
c. menjelaskan tahapan 2) hak untuk mendapatkan
tindakan aborsi yang kejealasan tahapan tindak
akan dilakukan dan

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


83
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

aborsi dan kemungkinan efek dapat dilakukan melalui konseling,


samping atau komplikasinya yakni pra konseling dan pasca
3) hak untuk memutuskan konseling sebagaimana diatur di
apakah aborsi dilakukan atau dalam PP No. 61 Tahun 2014
dibatalkan. tentang Kesehatan Reproduksi.
4) Hak untuk dievaluasi DAFTAR PUSTAKA
kondisinya setelah a. Buku
melakukan aborsi Fakih, M.. “Perkosaan dan Kekerasan
Menurut pasal 38 ayat 1 PP Perspektif Analisis Gender”, dalam
No.61 tahun 2014, dalam hal Eko Prasetyo dan Suparman
korban perkosaan memutuskan Marzuki (ed). Perempuan Dalam
membatalkan keinginan untuk Wacana Perkosaan,: Perkumpulan
melakukan aborsi setelah Keluarga Berencana Indonesia,
mendapatkan informasi mengenai Yogyakarta 1997
aborsi atau tidak memenuhi Hendarmin Ranadireksa dalam Muladi,
ketentuan untuk melakukan Hak Asasi Manusia, Refika
tindakan aborsi, korban perkosaan Aditama, Jakarta, 2005
dapat diberikan pendampingan oleh Mahfud MD, Dasar dan Struktur
konselor selama masa kehamilan. Ketatanegaraan Indonesia, Rineka
Sehingga dari uraian diatas Cipta, Jakarta, 2001.
dapatlah ditarik suatu kesimpulan Moeljatno, Asas-asas hukum pidana,
bahwa aborsi yang dilakukan oleh Rineka Cipta, Jakarta, 2009
korban perkosaan diperbolehkan Soerjono Soekanto, “Efektifitas Hukum
oleh undang-undang, dengan dan Peranan Sanksi”, CV Remaja
beberapa persyaratan yang harus Karya, 1985
dipenuhi, sebagaimana diatur di Soetandyo Wignojosoebroto di dalam
dalam Undang Nomor 36 Tahun buku Abdul Wahid dan
2009 tentang Kesehatan dan Muhammad Irfan, Perlindungan
Peraturan Pemerintah Nomor 61 Terhadap Korban Kekerasan
Tahun 2014 tentang Kesehatan Seksual, PT. Refika Aditama,
Reproduksi. Bandung. 2001
III. PENUTUP Taslim, A.. Bila Perkosaan Terjadi.:
1. Tindakan aborsi merupakan tindak Kalyanamitra, Komunikasi dan
pidana. Di dalam KUHP sanksi Informasi Perempuan. Jakarta 1995
pidana bagi pelaku aborsi Wirdjono Prodjodikoro, Tindak Pidana
tercantum di dalam Pasal 346 Tertentu Di Indonesia, PT.Uresco,
selain di dalam KUHP, sanksi Bandung, 1986
pidana juga terdapat di dalam UU b. Perundang-undangan
No.39 tahun 2009 tentang UUD 1945
kesehatan, yaitu pada pasal 194. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Keberlakuan pasal 194 ini Undang-Undang Nomor 39 Tahun
berdasarkan asas lex specialis 1999 tentang Hak Asasi Manusia
derogat lex generali. Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2. Aborsi yang dilakukan oleh 2002 tentang Perlindungan
korban perkosaan boleh dilakukan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
hal ini termasuk pengecualian dari tentang Kesehatan
Pasal 75 ayat 1 UU No.39 Tahun Peraturan Pemerintah Nomor 61
2009. Tindakan aborsi berdasarkan Tahun 2014 tentang Kesehatan
kehamilan akibat perkosaan hanya Reproduksi

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


84
Siti Rochayati, LEGALITAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS OLEH KORBAN
PERKOSAAN. Halaman. 75- 85

c. Lain-lain
Jurnal Psikologi, Ekandri, dkk, Perkosaan,
Dampak dan Alternatif
Penyembuhanya, Yogyakarta, 2001,
No.1, hal.1
https://duniabidan.com/knowledge/apa-itu-
aborsi-pengertian-aborsi-menurut-para-
ahli.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Janin

Volume 16, Nomor 1, Bulan Januari, Tahun 2018


85

You might also like