Professional Documents
Culture Documents
Tatalaksana Stomatitis Alergica Pada Penderita Yan
Tatalaksana Stomatitis Alergica Pada Penderita Yan
Keywords: ABSTRACT
PENDAHULUAN
Alergi atau reaksi hipersensitivitas, disebabkan oleh alergen penyebab seperti obat-
pertama kali dikenalkan oleh Von Pirquet pada obatan, makanan, bahan kedokteran gigi (bahan
tahun 1906, yang menyatakan bahwa perubahan restorasi, prostetik, alat ortodonti, merkuri, akrilik,
aktivitas imunitas dan reaksi hipersensitivitas di cobalt.2
induksi oleh antigen atau alergen. Alergi Alergi makanan merupakan reaksi
merupakan respon imun spesifik yang tidak simpang makanan akibat respon imunologik
diinginkan dan ditandai dengan adanya reaksi abnormal tubuh. Pada rongga mulut manifestasi
hipersensitifitas (peningkatan kepekaan) reaksi alergi terhadap makanan dapat berupa
terhadap suatu alergen. Alergen adalah suatu ulcer kambuhan. Alergi terhadap makanan dapat
benda asing yang masuk ke dalam tubuh dan melalui berbagai jalur reaksi alergi tipe 1
menimbulkan perubahan.1 Stomatitis alergika (antibody IgE spesific), tipe 2 (reaksi antigen-
merupakan suatu reaksi hipersensitivitas yang antibody dependent cytotoxic), tipe 3 (reaksi
Korespondensi: abchandra@unissula.ac.id
ODONTO Dental (menggunakan alamat6.email
Journal. Volume Nomorresmi)
2. Desember 2019
Ganes/ Savitri E/ Hendart 135
kompleks antigen-antibody), dan tipe 4 (tipe melahirkan 6 tahun yang lalu, sariawan sering
lambat). Alergi makanan yang sering terjadi muncul secara periodik 1-2 bulan sekali. Pasien
adalah melibatkan reaksi tipe 1 dan tipe 4, atau mengatakan kadang sariawan yang muncul 2
kombinasi keduanya.3,4 Lokasi stomatitis alergika buah kadang bisa lebih dari 5 buah, posisi terjadi
bisa terjadi di seluruh rongga mulut, akan tetapi sariawan pindah-pindah tapi pernah juga di
lokasi yang paling sering adalah pada mukosa posisi yang sama. Pasien mengatakan akhir-
labial, gingiva, bibir dan lidah.2Prinsip terapi pada akhir ini beban kerja di tempat kerjanya
stomatitis alergika adalah relief of pain, mengalami peningkatan. Pasien mengatakan
mengurangi durasi ulsernya, dan memperbaiki sudah pernah memeriksakan ke dokter spesialis
fungsi normal rongga mulut. Pengobatan THT ± 2 bulan yang lalu kemudian diperiksa tes
stomatitis alergika bisa menggunakan virus tapi hasil negatif, pasien kemudian
kortikosteroid topikal atau sistemik.4 diberikan obat semprot, kemudian sariawan
sempat sembuh tetapi kemudian muncul
TUJUAN
kembali. Selama ini pasien sudah pernah
Tujuan laporan kasus ini adalah untuk memakai enkasari, albotyl, dan kenalog. Pasien
melaporkan mengenai tatalaksana stomatitis mengaku tidak suka makan buah dan sayuran.
alergica karena alergi makanan. Pasien kemudian memeriksakan ke dokter gigi di
poli gigi RSUA 2 hari yang lalu, kemudian dirujuk
KASUS
untuk melakukan pemeriksaan darah lengkap
Pasien wanita usia 44 tahun datang dan diberikan obat kumur povidone iodine
dengan keluhan banyak sariawan dalam rongga kemudian dirujuk ke spesialis penyakit mulut.
mulut hingga membuat pasien susah makan. Pasien datang membawa hasil pemeriksaan
Pasien mengatakan sariawan muncul sejak 2 darah lengkap dan ingin dirawat.
minggu yang lalu. Pasien mengatakan sariawan
Pada pemeriksaan riwayat kesehatan
yang muncul kemudian hilang kemudian muncul
pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan
lagi. Pasien mengatakan sebelum sariawan
merokok, pasien mengaku tidak memiliki riwayat
badan pasien tidak panas.Pasien mengatakan
alergi baik pada dirinya maupun keluarga.
sering mengalami sariawan hilang timbul sejak
Pasien mengaku tidak memiliki penyakit ukuran bervariasi, warna keputihan dengan tepi
sistemik. Pasien mengatakan dari riwayat kemerahan terasa sakit. (Gambar 1)
keluarganya memiliki riwayat hipertensi tapi
pasien mengaku tidak memiliki hipertensi dan
sering memeriksakan tensi dan juga gula darah
secara rutin. Pada pemeriksaan ekstra oral
Gambar 1. Kunjungan pertama
kelenjar submandibular teraba kenyal, lunak, dan
tidak sakit. pada pemeriksaan klinis intra oral
pada ventral, lateral lidah, gingiva, dan labial
bawah terdapat ulcer, multiple, bentuk irregular,
Setelah hasil pemeriksaan tes alergi (Skin Prick Secara umum memiliki ciri multiple, dasar lesi
Test) pasien kemudian diberikan obat loratadine berwarna putih atau kuning, berpindah-pindah
yang diminum 1x sehari, methyl prednisolone 3x tempat, simtomatis, bersifat kambuhan dan bisa
sehari, hepaprotektor (Hepagard®) 1x sehari dan mengenai semua permukaan mukosa rongga
multivitamin (Becom-Zet®) 1x sehari. Pasien mulut.Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang,
kemudian dirujuk untuk melakukan pemeriksaan maka diagnosis akhir pasien ini adalah stomatitis
darah (Glukosa darah, SGOT, SGPT, Kreatinin) alergika. Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan
dengan hasil Glukosa darah puasa:76 (N:<100), darah IgE total dan uji tusuk kulit (skinprick test).
SGOT: 12,0 (N:0-35), SGPT: 13,1 (N: 0-35) dan Pada pemeriksaan IgE total didapatkan hasil
Kreatinin 0,5 (0,5-0,9). Pada kunjungan ke empat 642,98 dengan (nilai normal <150 KIU/L)
lesi sudah sembuh(Gambar 2). memberikan indikasi bahwa pasien ini memiliki
bakat atau kecenderungan yang kuat untuk
mengalami reaksi alergi sehingga pasien
kemudian dirujuk untuk melakukan pemeriksaan
uji tusuk kulit (skin prick test).4
Pada hasil uji tusuk kulit (skin prick test) penyebabnya sudah jelas yaitu alergi. Pada
didapat hasil positif pada debu rumah, bulu pasien diketahui mengalami stress yang
anjing, kapuk, daging sapi, susu sapi, kuning diketahui dari anamnesis dan dari pemeriksaan
telur ayam, udang, bandeng, pindang, coklat, darah dengan hasil eosinophil berada dibawah
dan kacang tanah. Pasien mengatakan normal, dimana diketahui penurunan nilai
menyukai daging sapi, telur ayam, udang, coklat, eosinophil dapat terjadi pada saat tubuh
dan minum susu sapi dan memelihara anjing. merespon stress.
Setelah dilakukan skin prick test pasien Selain diterapi obat pasien juga
diberikan metilprednisolon sebagai terapi diberikan edukasi dan instruksi untuk
simptomatis berfungsi sebagai antiinflamasi dan menghindari makanan yang menimbulkan alergi
imunosupresi untuk meredakan ulserasi yang serta mencoba mengganti pola makan dengan
luas, eritema dan nyeri. Metilprednisolon makanan yang tidak menimbulkan alergi. Pada
termasuk kortikosteroid yang bersifat pasien juga diberikan instruksi untuk menjaga
intermediate acting, mempunyai half-life 12-36 kebersihan rongga mulut. Pasien juga
jam dan retensi natrium rendah sehingga dapat diinstruksikan untuk mulai makan buah dan
menurunkan kemungkinan timbulnya efek sayuran serta minum air putih yang cukup untuk
samping. Dosis yang diberikan dapat rendah menjaga kesehatan tubuh.
atau tinggi sesuai tingkat keparahan penyakit
KESIMPULAN
untuk pengendalian penyakit. Mekanisme
antiinflamasi yaitu adanya pelepasan lipokortin
Stomatitis alergika merupakan suatu
yang memiliki aksi inhibisi langsung terhadap
reaksi hipersensitivitas yang disebabkan oleh
fosfolipase A2 dalam sel dengan cara
alergen. Untuk menegakkan diagnosis
menginduksi proses fosforilasi enzim,
dibutuhkan anamnesis yang lengkap dan
menghambat pembentukan prostaglandin,
pemeriksaan penunjang. Keberhasilan pada
leukotrin dan derivat jalur asam arakidonat.
kasus ini tidak hanya tergantung pengobatan
Kortikosteroid juga menghambat produksi dan
tetapi juga dibutuhkan kerja sama yang baik
pelepasan sitokin, termasuk interleukin (IL-1), IL-
antara pasien dengan dokter agar perawatan
6 dan tumor nekrosis factor (TNF-α) makrofag,
dapat dilakukan dengan tuntas.
sel langerhans, monosit. Sitokin-sitokin ini terlibat
dalam aktivasi sel T dan mencetuskan kaskade DAFTAR PUSTAKA
imunoreaktif. Pemberian kortikosteroid sistemik
secara tapering-off untuk mencegah terjadinya 1. Holgate Stephen T et al. Allergy 4th ED.
Article). Journal Acta Medica Indonesiana. 14. Lokanata MD. Pemakaian Glukokortikoid
2010. 42(4). p 236:240 pada Pengobatan. 2006. Jakarta: EGC. Pp.8-
4. Tjokroprawiro A, Setiawan P, Efendi C, 13,15-40
Santoso D, Soegiarto G. Buku Ajar Ilmu 15. Dewoto HR. 2012. Farmakologi dan Terapi.
Penyakit Dalam. 2nd ed. Surabaya: Airlangga Ed 5. Jakarta: FKUI.p 283,505
University Press; 2015;p.1-28 16. Sitompul R. Kortikosteroid dalam Tata
5. Pawarti DR. Tes Kulit dalam Diagnosis Rinitis Laksana Uveitis: Mekanisme Kerja, Aplikasi
Alergi, Media Perhati. Volume 10 2004; Vol Klinis, dan Efek Samping. 2011. J Indon Med
10 no 3 :18-23 Assoc. Vol 61. p 265-9
6. Krouse JH, Marbry RL. Skin testing for
Inhalant Allergy 2003: current strategies.
Otolaryngolo Head and Neck Surgary 2003;
129 No 4 : 34-9.
7. Lie P. An Approach to Allergic Rhinitis,
Respirology & Allergy Rounds. April 2004; 39-
45
8. Valenta,R; Hochwallner, H; Linhart, B; Pahr,
S. Food Allergies: The Basics. Journal of
Gastroenterology.2015;148:p.1120-1131
9. Kumar,R; Abbas,AK;Aster,JC.Robbins and
CotranPathologic Basis of Disease (ninth
Edition). Philadelphia, USA: Elsevier
Saunders.2015:200-206
10. Glick M. Burket's Oral Medicine. 12th ed.
Connecticut (USA): People's Medical
Publishing House; 2015; 4:73-77
11. DeLong L, Burkhart N. General and Oral
Pathology for The Dental Hygienist. 2nd ed.
Baltimore, MD: Lippincott Williams & Wilkins;
2013;331-334,341-346,347-349
12. Kalbemed A. Aloclair Plus [Internet].
Kalbemed.com. 2013 [cited 7 April 2016].
Available from: http://www.kalbemed.com
13. MIMS.com. 114th ed. jakarta; 2009.