Professional Documents
Culture Documents
Regulasi Diri Mahasiswa Berprestasi: Aftina Nurul Husna, Frieda N. R. Hidayati, Jati Ariati
Regulasi Diri Mahasiswa Berprestasi: Aftina Nurul Husna, Frieda N. R. Hidayati, Jati Ariati
*ariati.jati@undip.ac.id
Abstract
Self-regulation is considered as one of the success key for students. Self-regulation process involves one’s
activities to produce thoughts, feelings, and actions, to plan and continuously to adapt in order to achieve the
targeted goals. This study aims to describe the experiences of best students in self-regulating themselves,
particularly in improving their achievement as a student as endorsed by the university. Two students who won
the Best Students Competition held by a university had participated in this study. A qualitative phenomenological
approach was used in this study. Data was collected using interview and subsequently were analyzed using the
transcendental phenomenological method. The study focused on finding meaning and understanding the self-
regulatory process of students in pursuing their academic achievement. The findings showed that self-regulation
was defined as having an integrated thoughts, feelings, and actions, continuously, and targeted in pursuing the
achievement. Self-regulation was a process in guiding self towards a holistic person, academically (to be a best
student), socially (to be a good child as well as a good sister), and existentially (to be a useful person).
Abstrak
Regulasi diri dipandang sebagai salah satu kunci keberhasilan mahasiswa. Proses regulasi diri melibatkan
keaktifan seseorang dalam menghasilkan pikiran, perasaan dan tindakan, merencanakan serta terus-menerus
mengadaptasikannya guna mencapai tujuan-tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pengalaman
regulasi diri dalam konteksnya, menyangkut motif, proses dan hal-hal apa saja yang mendukungnya, terutama
untuk secara praktis mendukung upaya peningkatan prestasi mahasiswa yang dicanangkan di perguruan tinggi.
Subjek penelitian ini adalah dua orang mahasiswa yang meraih gelar Mahasiswa Berprestasi lewat kompetisi
tahunan Pemilihan Mahasiswa Berprestasi di tingkat universitas. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan fenomenologis dan metode fenomenologi transendental untuk analisis data wawancara.
Penelitian ini berfokus pada penemuan makna dan pemahaman proses regulasi diri Mahasiswa Berprestasi dalam
usahanya mencapai prestasi. Diketahui bahwa regulasi diri bagi Mahasiswa Berprestasi adalah dimilikinya
sejumlah pikiran, perasaan, dan tindakan yang berkesesuaian, berkesinambungan dan fokus pada tujuan
berprestasi. Regulasi diri adalah proses membawa diri menuju pencapaian tujuan menjadi manusia yang utuh;
secara akademik (menjadi mahasiswa berprestasi), sosial (menjadi anak yang berbakti dan kakak teladan)
maupun eksistensial (menjadi manusia yang bermanfaat).
50
Regulasi diri mahasiswa berprestasi 51
keluarga pun ingin agar mahasiswa tujuan dan penyesuaian tersebut berasal dari
berprestasi. Menurut Kamus Besar Bahasa dalam diri sendiri (Carver & Scheier, 2000).
Indonesia (Depdikbud, 1997), berprestasi Regulasi diri adalah proses seseorang
berarti mempunyai prestasi (atau hasil) mengaktifkan dan memelihara pikiran,
dalam suatu hal dari yang telah dilakukan perasaan, dan tin-dakannya untuk mencapai
atau diusahakan. Seorang mahasiswa tujuan personal (Zimmerman, 2000); baik
dikatakan berprestasi jika ia sukses dalam tujuan yang bersifat akademik, emosional,
tugas akademik maupun non akademik. Ia sosial (Patrick, 1997; Santrock, 2008;
menguasai bidang ilmu yang ditekuninya Woolfolk, 2010;), dan spiritual
dan mencapai nilai hasil belajar yang baik. (McCullough & Willoughby, 2009).
Ia pun aktif dalam kegiatan-kegiatan yang
meningkatkan keterampilan, mengembang- Regulasi diri mencakup area kehidupan
kan minat dan mengasah bakat dan yang luas, termasuk lingkungan akademik.
potensinya. Pembelajar yang mampu melakukan
regulasi diri cenderung berhasil secara
Mengamati kecenderungan dalam populasi akademik. Mereka mampu belajar secara
mahasiswa, keberadaan mahasiswa yang efektif dengan mengkombinasikan
berprestasi adalah suatu hal yang keterampilan belajar akademis (academic
fenomenal. Sebagian dari mereka muncul learning skill) dan kontrol diri yang
sebagai mahasiswa yang mendapat gelar membuat proses belajar menjadi lebih
Mahasiswa Berprestasi dari mengikuti mudah sehingga mereka lebih termotivasi.
kompetisi tahunan Pemilihan Mahasiswa Sebagai pembelajar, mereka memiliki dua
Berprestasi. Kehidupan dan proses yang hal yang diperlukan dalam berprestasi, yaitu
mereka jalani hingga mereka berhasil keterampilan dan kemauan (Woolfolk,
mencapai prestasi tinggi menarik perhatian 2010).
peneliti. Di tengah kondisi kebanyakan
mahasiswa merasa cukup dengan mencapai Menurut Zimmerman (2000), proses
yang biasa-biasa saja, Mahasiswa regulasi diri merupakan suatu siklus yang
Berprestasi tampak tidak demikian. terdiri dari tiga fase, yaitu (1) fase
pemikiran awal (forethought phase); (2)
Salah satu faktor personal yang fase tindakan atau kontrol kehendak
mempengaruhi prestasi seseorang adalah (performance/volitional control phase); dan
kemampuan melakukan regulasi diri (3) fase refleksi diri (self-reflection phase).
(Woolfolk, 2010), yakni kemampuan Dalam setiap fase, terdapat beberapa
menghasilkan pikiran, perasaan dan subproses seperti yang ditunjukkan pada
tindakan, merencanakan dan mengadaptasi- Gambar 1. Subproses tersebut merupakan
kannya secara terus-menerus untuk hal-hal yang dilakukan seseorang ketika
mencapai tujuan (Zimmerman, 2000). meregulasi dirinya pada setiap fasenya.
Kemampuan regulasi diri dibentuk melalui
Regulasi diri merujuk pada dilakukannya proses yang panjang di mana pengasuhan
kontrol terhadap diri sendiri, terutama memiliki andil yang besar. Kemampuan
untuk menjaga diri tetap berada dalam jalur regulasi diri sulit dipelajari jika seseorang
yang sesuai dengan standar yang dibesarkan dalam keluarga atau komunitas
dikehendaki (Vohs & Baumiester, 2004). yang tidak mengajarkan, meneladankan,
Regulasi diri merupakan proses dan menghargai regulasi diri (Zimmerman,
penyesuaian yang ber-sifat mengoreksi diri 2000). Seseorang yang dibesarkan dalam
sendiri, yang dibutuhkan untuk menjaga keluarga yang menetapkan standar yang
seseorang tetap berada pada jalur menuju tinggi, menekankan tanggung jawab, dan
Gambar 1.
Subproses dalam Siklus Proses Regulasi Diri (Zimmerman & Moylan)
Subjek penelitian ini adalah dua orang Berdasarkan hasil analisis data wawancara
mahasiswa berprestasi yang diperoleh (proses horisonalisasi) terhadap kedua
dengan menggunakan teknik sampling subjek, diperoleh 36 konstituen yang tak
purposif. Kriteria inklusi subjek dalam bervariasi (horison) dan konstituen tersebut
penelitian ini adalah: 1) tercatat sebagai dikelompokan ke dalam 12 tema umum.
mahasiswa aktif di perguruan tinggi; 2) Kedua belas tema yang menyusun proses
mendapat gelar Mahasiswa Berprestasi regulasi diri subjek tersebut, selanjutnya
berdasarkan kompetisi tahunan Pemilihan dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu
Mahasiswa Berprestasi di tingkat (1) motif-motif dalam proses regulasi diri;
universitas dan nasional. Subjek I (AH) (2) proses regulasi diri dan pencapaian
berusia 20 tahun dan Subjek II (RM) prestasi; dan (3) faktor-faktor pendukung.
berusia 21 tahun. Keduanya berjenis
kelamin perempuan, anak sulung, suku Motif-motif dalam proses regulasi diri
Jawa, beragama Islam, dan sedang Regulasi diri kedua subjek dimulai dari
menempuh studi di semester 8. adanya kesadaran dan pemahaman bahwa
berprestasi adalah suatu yang baik, penting
dan karenanya, harus. Walaupun ling- kerja keras maupun prestasi yang berhasil
kungan (keluarga) memberikan tekanan diraih, memberikan sesuatu yang positif
yang besar untuk berprestasi, prestasi bagi diri sendiri, berupa kegembiraan, rasa
adalah hal yang diinginkan dari dalam diri bangga, dan rasa puas yang besar.
sendiri.
Kebiasaan berprestasi pun memberikan
Memenuhi kewajiban terhadap keluarga keistimewaan tertentu untuk tidak dikenal
Ketika meregulasi diri, keharusan sebagai “orang yang biasa-biasa saja”.
berprestasi dirasakan oleh kedua subjek Kedua subjek “tidak pernah tidak
berada di dalam koridor menjalankan tugas berprestasi”; selalu berada di atas rata-rata.
“menjadi kakak teladan” dan berbakti Prestasi sebagai bukti kapasitas diri pun
kepada orangtua. Dikaitkan dengan membuahkan kepercayaan diri untuk
kedudukan kedua subjek sebagai anak berekspektasi besar dan menetapkan target-
sulung, kewajiban untuk berprestasi target atau standar pribadi yang tinggi.
diterima sebagai keharusan yang inheren. Karena itu, kondisi tidak berprestasi dalam
Prestasi adalah keniscayaan bagi si sulung, arti mengalami penurunan atau menjadi
sesuai dengan prinsip keluarga bahwa anak yang “biasa-biasa saja” dirasakan sebagai
tertua bertugas sebagai model bagi kondisi yang tidak nyaman secara
perkembangan anak-anak yang lebih muda. psikologis dan sosial (mengecewakan,
Dalam konsep kedua subjek terpatri bahwa memalukan, dan tidak menenangkan).
anak tertua haruslah baik, ideal, tidak hanya
menyangkut prestasi akademik, tetapi juga
baik dalam berbagai macam hal, seperti Mencapai kebermaknaan hidup
perilaku, mentalitas, dan kepribadian. Sebagai sumber kebermaknaan hidup,
regulasi diri terkait dengan dua motif yang
Prestasi diusahakan demi membahagiakan prinsipil dan mempengaruhi cara kedua
dan berbakti kepada orangtua. Dihubung- subjek menjalani hidupnya, yaitu: (1)
kan dengan keluarga (orangtua), kegagalan mengada (eksis) sebagai manusia yang ber-
atau tidak berprestasi menjadi hal yang manfaat; (2) membuktikan (kemampuan)
secara moral tidak diperkenankan, me- diri. Kedua subjek menghayati keinginan
munculkan rasa bersalah dan terasa sangat menjadi bermanfaat sebagai panggilan
menyedihkan. Selain karena akan menge- hidup (AH: “itu the best passion in my life”;
cewakan orangtua, risiko dari tidak RM: “this is the life I want”). Hidup terasa
berprestasi juga dirasakan begitu besar bagi menyenangkan (memuaskan, membaha-
kelangsungan hidup keluarga. Ada giakan), ketika bisa bermanfaat dengan cara
kepentingan keluarga yang ingin dijaga berbagi hal-hal baik atau kelebihan yang
dengan cara berprestasi (AH: terkait usaha dimiliki diri dengan orang lain.
yang dikerjakan oleh orangtua; RM: masa
depan keluarga, terutama hidup saudara- “Membuktikan diri” adalah tekad menun-
saudara yang lebih muda). jukkan dengan bukti yang nyata bahwa diri
bisa mengada (eksis) sebagai manusia yang
Memenuhi kebutuhan diri akan prestasi berdaya, mampu merealisasikan / menjadi-
Regulasi diri dilakukan untuk memenuhi kan nyata keinginan atau target yang telah
dua hal, yaitu mencapai kepuasan pribadi ditetapkan dan menjadi manusia dengan
dan memelihara integritas diri. Motif kualitas seperti yang diharapkan. Semakin
tersebut bersumber dari kesadaran tentang tinggi prestasi yang dicapai, semakin
pentingnya berprestasi. Bagi kedua subjek, membuktikan kebisaan dan mempertegas
baik proses pencapaian prestasi yang penuh keyakinan bahwa “saya ini bisa”.
organisasi dengan cara mengorbankan pentingnya waktu bahwa apa yang akan
kepentingan / kesenangan pribadi dan lebih terjadi di masa depan dipengaruhi oleh apa
ketat dalam mengatur diri dan waktu. yang dilakukan saat ini.
Aktivitas belajar kedua subjek dicirikan Manajemen juga berisi tiga hal penting.
oleh adanya empat hal: (1) minat intrinsik Pertama, manajemen tidak hanya tentang
dan sikap positif terhadap aktivitas persoalan bertindak semaksimal mungkin,
akademik yang dijalani; (2) orientasi pada tetapi juga “beristirahat” seefektif mungkin.
prestasi belajar dan pemahaman; 3) metode Coping stres pun menjadi bagian yang tidak
belajar yang strategis; dan 4) kondisi tenang terpisahkan dalam strategi regulasi diri.
dan stabil dalam berproses. Kunci semangat Kedua, manajemen juga menyangkut
belajar subjek adalah rasa suka; suka tempat persoalan menjaga diri agar tindakan tetap
belajar, suka mata kuliah yang dipelajari, berada di jalur pencapaian tujuan, bukan
dan suka para pengajar mereka. jalur yang menyimpang, yaitu dengan cara
“ingat” hal-hal yang penting dalam hidup.
Kunci keberhasilan akademik adalah belajar Ketiga, menjalani aktivitas yang kompleks
dan menjaga pemahaman. Mereka belajar akan menimbulkan kelelahan, tetapi kondisi
dengan cara yang adaptif terhadap tuntutan sehat memungkinkan subjek kuat menerima
aktivitas yang tinggi, nature atau karakter beban berat dan menguras tenaga.
mata kuliah dan bidang studi, serta karakter
diri, kekuatan dan kelemahannya, dalam Masa akhir mahasiswa
belajar. Strategi yang dilakukan memuat Masa mahasiswa akhir, yaitu masa
sikap fokus, aktif, dan antisipatif yang “menikmati” keberhasilan sebagai maha-
mengindikasikan komitmen mereka siswa setelah mencapai prestasi yang
terhadap prinsip dan kewajiban akademik. diharapkan. Inilah masa di mana subjek
melihat kembali ke belakang dan
Dalam beraktivitas, manajemen merupakan mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
hal yang disadari kedua subjek harus Terdapat tiga reaksi yang dimunculkan
dilakukan. Pertama, karena aktivitas yang kedua subjek terkait prestasi mereka, yaitu
dijalani adalah aktivitas yang disukai, (1) bersyukur, (2) ikhlas atas kegagalan dan
diinginkan dari dalam diri sendiri. Kedua, (3) tekad berprestasi yang baru.
karena aktivitas tersebut berkaitan dengan
kepentingan orang banyak di mana seiring Berkaitan dengan keyakinan bahwa Tuhan
dengan berjalannya waktu dan peningkatan Penentu segala sesuatu, Maha Berkehendak
kedudukan, amanat terkait aktivitas menjadi dan setiap kehendak-Nya adalah baik,
semakin berat. respon pertama dan utama kedua subjek
atas prestasi mereka adalah sangat
Kedua subjek senantiasa mengatur aktivitas bersyukur. Kebersyukuran ini tidak dapat
keseharian mereka. Hari-hari dilalui sesuai dipisahkan dengan reaksi kedua, yaitu
dengan rencana yang telah dibuat, di mana ikhlas menerima “yang dikehendaki Tuhan”
mereka secara pasti tahu apa yang ingin dalam pengejaran prestasi, termasuk
dicapai/dilakukan secara detail. Mereka kegagalan. Kemampuan menerima hal yang
atentif pada kebutuhan dan karakter tugas tidak ideal dan tidak memandangnya
dan memanfaatkan berbagai sumber daya sebagai kekurangan didukung oleh
yang ada untuk mendukung pengaturan diri. kemampuan melihat sisi baik dari suatu
Keduanya memegang prinsip untuk berbuat kejadian dan “melupakan” sisi lain dari
sebaik mungkin dan sesegera mungkin. peristiwa yang mengecewakan.
Mereka menunjukkan kesadaran tinggi atas
Prestasi akhirnya tidak luput dari evaluasi interaksi sosial yang konstruktif (mendu-
dan hasil dari evaluasi itulah yang kung prestasi), pilihan aktivitas yang tepat,
pengaruhnya menjangkau ke masa depan. dan orang-orang di sekitar subjek yang
Kedua subjek pun menyadari sifat memberikan dukungan secara langsung
sementara dari prestasi yang telah dicapai maupun tidak langsung. Pencapaian prestasi
dan bahwa selalu ada hal-hal lain yang membutuhkan tempat berkembang yang
lebih baik dan besar untuk dicapai. Evaluasi baik melalui pergaulan dan interaksi sosial
memberikan kesempatan untuk menyadari positif, yang suportif bagi usaha berprestasi.
realita secara lebih baik, tentang keadaan Bergaul dengan teman, senior, dan dosen
dunia yang sebenarnya di mana persaingan yang berprestasi sangat bermanfaat dan
adalah hal nyata dengan kompetitor yang dengan sengaja dilakukan, antara lain
sama atau lebih berkompeten. Evaluasi atas dengan cara berorganisasi.
prestasi memunculkan dua cara menghadapi
masa depan, yaitu: (1) waspada dan ber- Dalam konsep yang dianut kedua subjek,
gegas memperbaiki diri (AH); dan (2) prestasi yang sempurna adalah yang
semakin percaya diri, berani, dan optimis seimbang, antara belajar dan berorganisasi.
menghadapi persaingan selanjutnya (RM). Karena itu, organisasi menjadi aktivitas
yang krusial dan pemilihannya berorientasi
Faktor pendukung pencapaian prestasi pada pencapaian prestasi, pengembangan
Faktor-faktor pendukung merupakan hal- kemampuan dan pencapaian hidup yang
hal yang mendukung subjek mencapai produktif. Organisasi tidak hanya menjadi
prestasi di perguruan tinggi dan menjadi tempat bertemu senior yang diteladani,
bagian integral dalam proses regulasi diri. tetapi juga teman-teman sebaya yang
disegani. Dari melihat dan berinteraksi
Faktor individual dengan teman yang aktif, semangat
Faktor individual adalah faktor pendukung berprestasi dan jiwa kompetitif menjadi
proses regulasi diri yang bersumber dari terpelihara, bahkan bertambah.
dalam diri subjek. Selain memiliki motivasi
berprestasi yang besar, kedua subjek masuk Kedua subjek memiliki orang-orang di
perguruan tinggi dengan membawa sekitar mereka yang menjadi tempat
“modal” kebiasaan, karakter diri, dan sikap bersandar, tempat bergantung, untuk hal-hal
positif yang dibutuhkan untuk berprestasi yang tidak dapat mereka hadapi sendirian.
sebagai mahasiswa. Dari penuturan kedua Orang-orang ini adalah orang kepercayaan
subjek tentang pengalaman masa lalu di mereka, sosok yang menurut mereka paling
keluarga dan sekolah, disimpulkan bahwa mengerti diri mereka, orangtua, dan sahabat
mereka adalah individu yang telah terdekat. Dari mereka, subjek menerima
tertempa. Lewat pengasuhan di dalam banyak dukungan di tengah ketidak-
keluarga dan sekolah yang menekankan mampuan; masukan, bimbingan, dan
prestasi dan pengaturan diri, keduanya nasihat di tengah kebingungan; atau kritik,
membangun kebiasaan hidup yang positif koreksi, dan peringatan yang mencegah
bagi pencapaian prestasi di perguruan mereka melakukan hal-hal yang tidak
tinggi, seperti mengutamakan pendidikan, seharusnya, bahkan bantuan material.
mandiri, sikap hidup penuh tanggung
jawab, pekerja keras, dan disiplin. Faktor ketuhanan
Keberhasilan yang diyakini kedua subjek
Faktor sosial adalah hasil dari kombinasi antara
Faktor sosial memainkan perannya lewat dukungan lingkungan, usaha diri, dan peran
keberadaan lingkungan pergaulan dan Tuhan. Satu hal yang menurut kedua subjek
diri yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan mahasiswa di jurusan yang mendukung
kualitasnya, dan sepanjang belum selesai pencapaian cita-citanya dan sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab yang harus kemampuan dirinya.
dipenuhi.
Peneliti pun menemukan adanya peran “be
Secara umum, penelitian ini mendukung goal” bagi proses regulasi subjek. “Be
penelitian dan teori regulasi diri yang sudah goal” mengacu pada tujuan-tujuan yang
ada bahwa regulasi diri mendukung bersifat high-order berada pada level
keberhasilan seseorang dalam mencapai abstraksi tertinggi, menjadi sumber nilai
tujuan-tujuannya (Zimmerman, 2000). referensi dan prinsip, dan menspesifikkan
Dalam penelitian ini, meskipun dilakukan kualitas dari tindakan yang dilancarkan
dalam konteks akademik, diketahui bahwa untuk mencapai tujuan, terkait bagaimana
regulasi diri yang dilakukan mahasiswa seharusnya seseorang bertindak dalam
berprestasi tidak terbatas pada kehidupan mencapai tujuannya (Power dalam
akademiknya, tetapi juga melibatkan dan Boekaerts & Niemivirta, 2000).
dipengaruhi oleh kehidupan yang lain, baik
individual, sosial, maupun spiritual. Pada Keinginan menjadi mahasiswa yang
intinya, regulasi yang dilakukan tidak berprestasi tidak menjadi tujuan yang
bersifat parsial, melainkan menyeluruh atas berdiri sendiri, melainkan berhubungan
hidup yang tengah dijalani pada saat dengan berbagai keinginan berprestasi
menjadi mahasiswa. dalam dimensi kehidupan yang lain.
Dihadapkan pada motif-motif yang dimiliki
Peneliti menemukan adanya pengaruh tugas subjek (bertanggung jawab pada keluarga,
perkembangan terhadap regulasi diri memenuhi kebutuhan diri dan mencapai
mahasiswa, mendukung konsep yang hidup yang bermakna), prestasi yang
dikemukakan oleh Heckhausen (1999). diperjuangkan lewat proses regulasi diri
Regulasi diri subjek sangat dipengaruhi (terlihat dari adanya tindakan konkret atau
oleh kecenderungan diri yang menghendaki pergerakan fisik berprestasi), tampak
otonomi dan ingin hidup mandiri sebagai diposisikan atau berfungsi “hanya” sebagai
individu yang mulai dewasa. Selanjutnya, sarana atau jalan untuk mencapai hal yang
kemandirian atau kedewasaan menumbuh- lebih besar dan lebih penting tersebut atau
kan rasa tanggung jawab dan usaha diistilahkan sebagai “do goal”. Tujuan
mencapai tujuan dengan meregulasi diri. lower-order/ do goal yang dihubungkan
dengan tujuan-tujuan high-order cenderung
Bagi remaja, regulasi diri dipengaruhi oleh dihargai lebih tinggi (Carver & Scheier
ketertarikannya pada masa depan yang dalam Boekaerts & Niemivirta, 2000).
membuatnya merencanakan hidup, cita-cita, Konsep tersebut menjelaskan mengapa
pendidikan, dan kariernya (Demetriou, tindakan seperti giat belajar, aktif dan
2000). Hal ini tampak ketika kedua subjek berkomitmen dalam berorganisasi, berusaha
memutuskan secara tegas akan cita-citanya menjadi teman yang baik, dan mengikuti
di masa depan, karier dan bidang studi yang kompetisi menjadi aktivitas yang berharga
hendak ditekuni pun menjadi titik yang dan diusahakan mati-matian oleh kedua
menentukan keberhasilan subjek di subjek dalam proses regulasi dirinya.
perguruan tinggi. Keputusan tersebut
menjadi titik awal perjalanan regulasi diri Dalam penelitian ini, proses dan interaksi
subjek selama menjadi mahasiswa karena sosial dalam keluarga jelas sangat
satu hal yang menentukan keberhasilan menentukan, mendukung teori yang
subjek adalah keberhasilannya menjadi menyatakan bahwa hubungan sosial
memiliki pengaruh yang kuat dan luas menjadikan prestasi selalu diinginkan
terhadap proses regulasi diri seseorang adalah karena prestasi memberikan
(Vohs & Finkel dalam Finkel & Fitzsimons, “sesuatu” secara psikologis: perasaan diri
2011). Hubungan sosial mempengaruhi mengalami peningkatan, bermakna, bangga,
subjek terkait tujuan yang hendak dicapai dan senang, di samping berbagai insentif
(bertanggung jawab terhadap orangtua), material dan sosial (penghargaan dan
mempengaruhi usaha mencapai tujuan pengakuan sosial) lainnya.
dengan memberikan dukungan sosial dan
sumber kekuatan psikologis untuk Pencapaian prestasi memberikan efek yang
meregulasi diri, mempengaruhi motivasi menjamin keberlangsungan keinginan
dan strategi, serta mempengaruhi kontrol untuk berprestasi lewat pengaruh psikologis
terhadap pencapaian tujuan (misalnya yang diberikan, berupa kepuasan hidup,
orangtua dijadikan sumber motivasi). seperti yang disebutkan oleh Sagiv, Roccas
dan Hazan (2004) bahwa pencapaian tujuan
Pencapaian prestasi erat kaitannya dengan akan memuaskan kebutuhan psikologis dan
persoalan identitas “siapa saya”. Bagi kedua mengharmoniskan diri.
subjek, diri mereka adalah “kakak teladan
dan anak yang berprestasi”, “orang yang Beberapa temuan dalam penelitian ini
tidak biasa-biasa saja” sehingga selamanya bersangkutan dengan isu kultural yang kini
“saya harus mampu menjadi teladan dan tengah banyak dikaji mempengaruhi
berprestasi”, kapan pun, di mana pun, perkembangan kemampuan dan proses
bagaimana pun juga. Kedua subjek hidup regulasi diri. Dari perspektif kolektivistik
dengan konsep diri yang mengedepankan terhadap regulasi diri, perilaku individu
prestasi; yang berkaitan dengan kebutuhan merupakan hasil dari adanya harapan
dan usaha memelihara diri untuk tetap komunal (Jackson, Mackenzie, & Hobfoll,
menjadi diri yang ideal. 2000). Seorang mahasiswa didorong untuk
berusaha keras memenuhi harapan orangtua
Penemuan ini mendukung konsep yang dan sosial. Mampu membuat keluarga
dikemukakan oleh Carver dan Scheier bangga dan menjaga nama baik keluarga
(2000) bahwa tujuan yang dimiliki menjadi insentif yang lebih besar daripada
seseorang dalam proses regulasi diri kepuasan pribadi. Siswa Asia didorong
sebagian berkaitan dengan diri orang itu untuk menghindari kegagalan karena
sendiri; “self is partly the person’s goal”. kekhawatiran akan rasa malu. Takut pada
Sebuah tujuan menjadi penting karena kegagalan justru menjadi pendorong untuk
dihubungkan pada konsep diri seseorang. mencapai keberhasilan (Chong, 2007).
Konsep diri berisi pengetahuan tentang
siapa diri seseorang di masa lalu dan di Motif dan perilaku berprestasi subjek yang
masa kini, serta gambaran diri potensial berorientasi pada keluarga menunjukkan
yang ingin diwujudkan sehingga kesamaan dengan gambaran umum Chong
membimbing pergerakan diri bagi (2007) akan siswa di Asia. Selain itu, rasa
pencapaiannya di masa depan. takut mengecewakan keluarga dan perasaan
malu, bersalah, dan sedih ketika gagal
Peneliti menemukan bahwa proses regulasi mencapai prestasi yang diinginkan akan
diri untuk berprestasi adalah suatu hal yang mendorong kerja keras dan kontrol diri.
unstoppable. Setiap kali mencapai sesuatu,
selalu ada hal yang lebih besar yang ingin Masyarakat Indonesia pun dikenal sebagai
dicapai, demikian kurang lebihnya, masyarakat yang religius, dilihat dari
disepakati oleh kedua subjek. Satu hal yang ideologi negara yang menjunjung tinggi
Proses regulasi diri melibatkan beragam Chong, W. H. (2007). The role of personal
aspek dalam kehidupan mahasiswa. Dalam agency beliefs in academic self-
proses regulasi diri terdapat kesesuaian, regulation: An Asian perspective.
kesinambungan, dan fokus antara tindakan School Psychology International, 28,
dengan target yang ingin dicapai. Proses 63.
regulasi diri tidak dilakukan subjek secara
sendirian, melainkan dalam hubungan Demetriou, A. (2000). Organization and
interdependensi dengan lingkungan sosial development of self-understanding and
dan dependensi terhadap Tuhan. self-regulation. M. Boekaerts, P. R.
Pintrich, & M. Zeidner (Eds.),
Penelitian ini mendukung penemuan Handbook of self-regulation. San
sebelumnya yang menyatakan bahwa Diego: Academic Press.
regulasi diri menentukan keberhasilan
seseorang (Zimmerman, 2000) dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
menguatkan temuan tentang regulasi diri (1997). Kamus besar Bahasa
orang Asia yang kolektivistik (Jackson, Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Mackenzie, & Hobfoll, 2000), terlihat dari
orientasi regulasi diri yang fokus pada Finkel, E. J. & Fitzsimons, G. M. (2011).
kebaikan hidup bersama, lewat misi The effect of social relationship on
menjadi anak yang berbakti dan kakak self-regulation. Dalam K. D. Vohs & R.
teladan. Penelitian ini pun mendukung F. Bauminster (Eds.), Handbook of self-
proposisi McCullough & Willoughby regulation: Research, theory, and
(2009) tentang peran agama terhadap applications. New York: The Guilford
regulasi diri, terlihat dari adanya integrasi Press.
praktik-praktik religius dalam proses
regulasi diri subjek dan secara unik Giorgi, A. P. & Giorgi, B. M. (2003). The
mengungkapkan tentang pengaruh descriptive phenomenological
kebersyukuran terhadap kontinuitas proses psychological method. Dalam P. M.
regulasi diri. Camic, J. E. Rhodes, & L. Yardley
(Eds.), Qualitative research in
psychology: Expanding perspective in
DAFTAR PUSTAKA methodology and design. Washington,
DC: American Psychologist
Boekaerts, M. & Niemivierta, M. (2000). Association.
Self-regulated learning: Finding a
balance between learning goals and Heckhausen, J. (1999). Developmental
ego-protective goals. Dalam M. regulation in adulthood: Age-