Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 34

TUGAS ANALISIS JURNAL

MATA KULIAH METODOLOGI PENELITIAN

Dosen Pengampu :

Asc. Prof. Dr. Aris Santjaka, S.KM., M.Kes

Disusun Oleh :

Farkhah Naila Mufidah

(P1337433218033)

PRODI DIV SANITASI LINGKUNGAN


JURUSAN SANITASI LINGKUNGAN PURWOKERTO
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 1 No. 2 (2020)
149-157

Inovasi Alarm dan Kedisiplinan Masyarakat dalam Manajemen


Pembuangan Sampah Rumah Tangga di Perkotaan

Rianto Nurcahyo
Bina Nusantara University
rnurtjahjo@binus.edu

Indra Adiputra Febriani Pangestu


Bina Nusantara University Bina Nusantara University

Naskah diterima: 8 Mei 2020 | Naskah disetujui: 8 Juni 2020

Abstract
Waste is an invaluable or worthless object within the community, while its issue somehow makes a
very serious problem ranging from social, economic, even political aspect of daily lives. Being one
of most populated developing countries, it is obvious that Indonesia experiences the problem one of
which is caused by the people’s unawareness to manage their daily household waste. The purpose
of this study is to make a platform to ease the public managing the waste disposal schedule so as
not to excessively collect or pile the waste up or even dispose it in improperly, for instance in
waterways. Using descriptive analysis method, which is a method used to provide an overview of an
object under investigation and collect data without analyzing and drawing conclusions that are
open to the public, found the results of this research that it is such a good innovation to be applied
within community to discipline people’s attitude against the waste problem. It can be concluded
that the community needs support and/or facilities for waste disposal. In addition to improving the
performance of cleaning staff, this is due to the lack of attention from the local government, which
should be able to follow up the waste problem.

Keywords: Alarm system, community discipline, innovation, waste problem

Abstrak
Sebagai benda yang tak ternilai atau tak berharga, sampah kerap membuat masalah serius di bidang
sosial, ekonomi, bahkan politik dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi salah satu negara
berkembang yang paling padat penduduknya, Indonesia mengalami masalah yang salah satunya
disebabkan oleh ketidaksadaran masyarakat untuk mengelola sampah rumah tangga sehari-hari
mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat platform yang memudahkan masyarakat
untuk mengelola jadwal pembuangan sampah agar tidak menumpuk sampah secara berlebihan atau
bahkan membuangnya dengan cara yang tidak benar, misalnya di saluran air. Menggunakan metode
analisis deskriptif, ditemukan hasil bahwa penelitian ini merupakan inovasi yang baik untuk
diterapkan dalam komunitas untuk mendisiplinkan sikap masyarakat terhadap masalah sampah.
Dapat disimpulkan pula bahwa masyarakat membutuhkan dukungan dan/atau fasilitas untuk
masalah tersebut. Selain dengan upaya meningkatkan kebersihan, kurangnya perhatian dari
pemerintah (daerah) seharusnya dapat menindaklanjuti masalah sampah.

Kata kunci: Inovasi, kedisiplinan masyarakat, masalah sampah, sistem alarm

2716-0750 © 2020 The Author(s).


Published by LP2M INSURI Ponorogo. This is an open access article under the CC BY-SA

149
Amalee: Indonesian Journal of Community Research and Engagement | Vol. 1 No. 2 (2020)
149-157

4.0 license. doi: 10.37680/amalee.v1i2.384

150
Pendahuluan
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, total
sampah di Indonesia tahun 2019 mencapai 68 juta ton lebih, di mana sampah plastik diperkirakan
mencapai 9,52 juta ton. Selain itu, kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah
sering kali menyebabkan mereka membuang sampah sembarangan, seperti membuang sampah di
selokan, sungai, dan pada akhirnya menumpuk di lautan. Hal ini tentu saja mengakibatkan
kebersihan lingkungan serta ekosistem laut menjadi rusak. Menurut Sulistiyorini, Darwis, &
Gutama (2016), untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat dan sejahtera di masa yang
akan datang, sangat diperlukan adanya lingkungan permukiman yang sehat. Partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan sampah dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan
lingkungan yang hijau, bersih dan sehat (Sahil dkk, 2016) serta menguatkan inisiatif masyarakat
dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi lingkungan.
Meningkatnya nilai konsumsi masyarakat perkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
menjadi penyumbang dari semakin banyaknya sampah yang harus dibuang (Chandra, 2006). Azwar
(1990), Hayat & Zayadi (2018) mengatakan yang dimaksud dengan sampah adalah sebagian dari
sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal
dari kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena
kotoran manusia (human waste) tidak termasuk bagiannya. Sampah rumah tangga tidak dapat
dianggap kecil dalam kapasitas penyumbang sampah bagi lingkungan. Pertumbuhan manusia yang
setiap tahun meningkat, tidak luput dari penyumbang sampah terbesar di berbagai daerah. Hal itu
dipengaruhi oleh lingkungan dan karakter masyarakat yang menjadi problem penting dalam
memahami dan mengimplementasikan penanganan sampah bagi suatu daerah.
Bertambahnya sampah sejalan dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur dan
meningkatnya pertumbuhan manusia tanpa diimbangi dengan pola penanganan dan pengelolaan
sampah dengan sarana dan prasaran yang memadai (Sudiran, [2005:17] dalam Hayat & Zayadi
(2018). Di samping itu, kemampuan masyarakat berkontribusi dalam pengelolaan sampah juga akan
sangat tergantung kepada pendapatan masyarakat (Sulistiyorini et al., 2016). Permasalahan
pengelolaan sampah semakin mendesak untuk diselesaikan karena dampak negatif yang
ditimbulkannya semakin kompleks (Firmansyah dkk, 2016). Pada ujungnya, sistem pengelolaan
persampahan, terutama untuk daerah perkotaan, harus dilaksanakan secara tepat dan sistemastis.
Menurut Aswadi & Hendra (2011) Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang
berhubungan dengan pengendalian bagaimana sampah dihasilkan, penyimpanan, pengumpulan,
pengangkutan, pengolahan dan pembuangan sampah yang menggunakan suatu cara yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pewadahan, pengumpulan, dan muaranya pada TPA (Tempat Penampungan
Akhir). Jika salah satu kegiatan tersebut terputus atau tidak tertangani dengan baik, maka akan
menimbulkan masalah pada lingkungan. Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Skema Teknik Operasional Pengelolaan
Persampahan Sumber : Rizaldi (2008) dalam
Aswadi & Hendra (2011)
Masalah sampah berkaitan erat dengan dengan pola hidup serta budaya masyarakat itu sendiri.
Oleh karena itu, penanggulangan sampah bukan hanya urusan pemerintah semata akan tetapi
penanganannya membutuhkan partisipasi masyarakat secara luas (Sahil et al., 2016). Fenomena
yang terjadi saat ini sesuai dengan penelitian Sahil et al. (2016) bahwa salah satu pengelolaan
sampah melalui pengangkutan dengan menggunakan truk, dimana dengan adanya truk
pengangkutan sampah di setiap kompleks, kebersihan di sekitar perumahan maupun di jalanan jadi
dapat lebih dirawat dan dikelola. Dari hasil wawancara dengan seorang ketua RT di daerah Lenteng
Agung Jakarta, Bapak Niman (47 tahun) menjelaskan, ”masih ada beberapa masalah yang
ditemukan dari pelayanan sampah sehingga tidak jarang pengangkut sampah lalai dalam
mengangkut sampah, adanya keterlambatan”.
Daerah perkotaan sebagai daerah dengan konsentrasi penduduk yang tinggi merupakan
produsen sampah dalam jumlah besar, sehingga tempat pembuangan sampah mutlak diperlukan
pada daerah perkotaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sahil et al., (2016), keberadaan
TPS (Tempat Penampungan Sementara) sebagai sarana pengumpulan sampah sebelum diangkut ke
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) seringkali menjadi polemik. Warga kerap menolak penempatan
TPS di depan rumah mereka, bahkan tak jarang TPS yang telah dibangun justru dibongkar warga.
Kondisi TPS yang tidak berpenutup juga merupakan sumber bau busuk dan menjadi penyebab
tersebarnya penyakit. Jumlah kontainer sampah masih sangat terbatas, padahal timbulan sampah
pasar sangat besar, juga menjadi masalah. Kemudian kekurangan mobil pengangkut juga
mengakibatkan keterlambatan diangkutnya sampah dari TPS ke TPA. Pada akhirnya, hal tersebut
membuat pelayanan pengangkutan sampah menjadi tidak efisien dan efektif. Banyak aduan dan isu
yang dirasakan masyarakat namun tidak tersalurkan ke pemerintah setempat (Nurjaman, Rusman;
Prasetyo, 2018). Berangkat dari latar belakang tersebut, penelitian untuk pengabdian masyarakat ini,
bertujuan untuk mengatasi masalah sampah masyarakat yang sangat banyak dan menumpuk jika
petugas pembuang sampah tidak mengambil sampah tersebut. Berikut merupakan tujuan teknis
penelitian ini:
4 Mempermudah masyarakat untuk mengetahui/ mengingat jadwal pembuangan sampah.
5 Mengingatkan/ Melapor jika petugas pembuang sampah belum mengambil sampah.
6 Dapat menanggulangi sampah – sampah yang menumpuk di satu tempat
Dapat mempermudah masyarakat terutama pelaku rumah tangga dalam membuang sampah
dengan secara teratur.
7 Dapat menanggulangi masalah-masalah banjir yang dikarenakan penumpukan sampah akibat
buang sampah sembarangan.
8 Dapat menghemat lahan karena lahan sampah dapat dibuat di bawah tanah.
9 Dapat mengurangi dampak buruk yang diakibatkan karena sampah yang menumpuk seperti
penyakit dan pencemaran.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan pengabdian masyarakat ini adalah menggunakan
pendekatan penelitian deskriptif, tepatnya menggunakan penelitian deskriptif kualitatif karena
peneliti bermaksud untuk menggambarkan secara deskriptif bagaimana pengelolaan sampah melalui
analisis objek penelitian yang menjadi uraian serta penjelasan dari data-data yang didapatkan guna
diolah menjadi beberapa informasi (Nudiana, Yuningsih, & Maesaroh, 2014). Metode yang
digunakan melalui pengumpulan data terdiri atas pencarian data dan informasi melalui dokumen-
dokumen pendukung, seperti buku, jurnal ilmiah, dan dokumen elektronik dari internet. Adapun
tahapan dalam penulisan ini di antaranya perumusan masalah untuk kemudian menjadi gagasan,
pengumpulan data dan fakta terkait, verifikasi data dan fakta, analisa konseptual dengan
argumentasi yang rasional, perumusan hasil gagasan dan kesimpulan serta rekomendasi terkait
penanganan masalah (Sulistiyorini et al., 2016).

Hasil dan Pembahasan


Persoalan sampah di perkotaan tak kunjung selesai seiring dengan tingginya kepadatan
penduduk yang pada akhirnya membuat konsumsi masyarakat pun menjadi semakin tinggi. Namun
di sisi lain, lahan untuk menampung sisa konsumsi sangat terbatas. Begitupun dengan fasilitas-
fasilitas dalam pembuangan sampah seperti tempat sampah, truk pengangkutan sampah, serta
pelayanan dalam pengangkutan sampah. Persoalan semakin bertambah ketika disadari bahwa
sampah konsumsi warga perkotaan itu ternyata banyak yang tidak mudah terurai, terutama plastik.
Semakin menumpuknya sampah plastik menimbulkan pencemaran serius. Kondisi ini belakangan
mulai disadari sebagian masyarakat dengan menumbuhkan upaya pengurangan sampah plastik.
Kantong plastik baru dapat mulai terurai paling tidak selama lebih dari 20 tahun di dalam
tanah. Jika kantong plastik itu berada di air, akan lebih sulit lagi terurai. Selain itu, kesadaran
masyarakat akan pentingnya buang sampah pada tempatnya pun kurang. Banyak masyarakat yang
tidak peduli dengan lingkungan membuang sampah sembarangan dan pada akhirnya tumpukan
sampah tersebut dapat mengakibatkan banjir dan menjadi penyebab munculnya penyakit. Banyak
juga masyarakat yang tidak paham akan pemisahan sampah, yang tak kalah pentingnya, tidak jarang
dari masyarakat di suatu perumahan yang tidak mengumpulkan sampah untuk diangkut oleh truk
pengangkutan sampah, sampah cenderung ditumpuk saja di sekitar perumahan di mana yang
menyebabkan kondisi lingkungan bukannya membaik tapi malah memburuk. Daerah perkotaan
penuh dengan sampah – sampah yang menyebabkan lingkungan kumuh dan pemampatan saluran
air terutama sungai diperparah juga dengan jarangnya truk sampah yang berkeliling mengambil
sampah-sampah di perumahan. Sampah mengakibatkan munculnya bau-bau yang tidak sedap ketika
terjadi penumpukan sampah serta munculnya bibit penyakit.
Menurut UU Nomor 18 (2008) tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama
pengelolaan sampah, yaitu:
• Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah,
guna-ulang dan daur-ulang
• Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari:
• Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah
• Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah
ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu
• Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju
ke tempat pemrosesan akhir
• Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah
• Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dalam pengelolaan sampah kota di Indonesia, sumber
sampah kota dibagi berdasarkan asalnya, seperti permukiman atau rumah tangga dan sejenisnya,
pasar, kegiatan komersial seperti pertokoan, kegiatan perkantoran, hotel dan restoran, dan
sebagainya. Kemudian sampah dari institusi seperti industri, rumah sakit, serta sampah yang berasal
dari fasilitas umum seperti jalan dan taman terbuka.
Menurut Dokumen Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta,
akumulasi sampah pada 2016 diperkirakan bisa mencapai 41 juta ton. Menurut Sudiro, Setyawan, &
Nulhakim (2018), pada dasarnya pengelolaan sampah permukiman adalah merupakan bagian yang
tak terpisahkan dalam hal pengelolaan sistem sanitasi. Dalam hal pengelolaan sampah secara
nasional sudah dibuat suatu kebijakan dan strategi pelaksanaannya, seperti yang tercantum dalam
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi
Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. Rumusan kebijakan tersebut antara lain
adalah : (1) Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya, (2) Peningkatan
peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra pengelolaan, (3) Peningkatan cakupan
pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan, (4) Pengembangan kelembagaan, peraturan dan
perundangan, dan (5) Pengembangan alternatif sumber pembiayaan. Sementara penelitian yang
dilakukan oleh Shi- (2019), menemukan bahwa sampah domestik, baik dari bahan organik maupun
anorganik dibuang begitu saja dalam satu bak/wadah dan tercampur satu sama lain dalam berbagai
komposisi, dan kemudian melalui berbagai cara transportasi, sampah berpindah tempat mulai dari 2
tempat sampah di rumah, TPS (Tempat Pembuangan Sementara) sampai ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA).
Menurut Agus, Oktaviyanthi, & Sholahudin (2019), mengolah sampah perlu dilakuan dengan
konsep 3R yaitu reuse (menggunakan kembali), reduce (mengurangi), dan recycle (mendur ulang).
Konsep tersebut merupakan cara untuk mengolah sampah dari hulu dalam artian sampah rumah
tangga. Mengaplikasikan konsep 3R sebetulnya mudah tapi diperlukan kesadaran masyarakat itu
sendiri, maka dari itu diperlukan adanya sosialisasi tentang bahaya sampah terhadap kesehatan dan
lingkungan. Dalam teknik ini secara langsung, masyarakat dapat memilah sampah berdasarkan
sifatnya agar petugas kebersihan dapat memaksimalkan proses pendaur-ulangan.
Jika memperhatikan informasi yang diperoleh dari Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI
Jakarta Andono Warih yang mengatakan bahwa Jakarta setiap harinya memproduksi 7.500 ton
sampah dimana mayoritas berasal dari sampah permukiman atau rumah tangga. Dari jumlah
tersebut, sekitar 16 persennya tidak bisa terangkut oleh kendaraan dinas kebersihan. Indonesia akan
menghasilkan sampah sekitar 66 - 67 juta ton sampah pada tahun 2019. Untuk jumlah ini lebih
tinggi dibandingkan jumlah sampah per tahunnya yang mencapai 64 juta ton. Sebelumnya,
berdasarkan data The World Bank tahun 2018, 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi
sampah ke laut diperkirakan sekitar 1, 27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9
juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta ton adalah sedotan plastik.

Kota di Indonesia Jumlah Produksi Jumlah yang terangkut


Medan 1700 1.564,85
Jambi 1.517,1 924,74
DKI Jakarta 7.099,08 6.016,3
Semarang 5.080,51 4.445
Surabaya 9.710,61 5.237,7
Denpasar 3.719 3.625
Banjarmasin 3.471 3.331,5
Samarinda 3.212,66 2.002,34
Makasar 5.913,4 5.623,61
Tabel 1 Produksi dan volume sampah yang
terangkut Sumber : BPS
(2016)
Berdasarkan data tabel 1, bisa terlihat bahwa jumlah sampah yang terproduksi tiap harinya
memiliki jumlah yang cukup besar, dan jumlah sampah yang terangkut tiap harinya lebih sedikit
dari jumlah sampah yang ada. Dari analisa data primer yang didapat ini, bisa dikatakan bahwa
pelayanan pengangkutan sampah di lingkungan masyarakat masih belum berjalan dengan efektif
dan efisien.
Untuk memecahkan masalah sampah yang terutama karena kebiasaan masyarakat yang suka
membuang sampah sembarangan dengan alasan keterlambatan petugas pengangkut sampah, harus
dilakukan suatu tindakan membentuk inovasi. Rogers (dikutip dari Suwarno, 2007: 3) dalam
(Lestari, 2014) menjelaskan inovasi adalah sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh
individu satu unit adopsi lainnya. Menurut Mckeown (dikutip dari Ancok, 2012: 34-35) bahwa
inovasi adalah suatu bentuk perubahan dari suatu hal, baik yang bersifat inkremental (sedikit demi
sedikit), maupun perubahan yang radikal. Penerapan inovasi dalam kehidupan masyarakat akan
mendapatkan manfaat dari segi sosial dan ekonomi.
Dalam konteks masalah sampah ini, salah satu inovasi yang dapat dilakukan adalah melalui
adanya alarm pelayanan pembuangan sampah. Inovasi Alarm Pelayanan Pembuangan Sampah ini
akan berbentuk aplikasi, yang memuat hal-hal berikut:
1. Jadwal pembuangan sampah di lokasi masyarakat
2. Alarm pengingat bahwa truk pembuang sampah akan datang
3. Layanan pengaduan untuk melaporkan bila terjadi sesuatu
4. Layanan pelaporan jika truk/petugas pembuang sampah tidak hadir
5. Layanan berita mengenai pengelolaan sampah
6. Artikel mengenai pengelolaan sampah di Indonesia
Adanya inovasi sistem alarm ini diharapkan membuat masyarakat tidak lagi mempunyai
alasan untuk membuang sampah sembarangan. Jika inovasi program ini dijalankan, maka
diharapkan akan mengurangi lingkungan kumuh yang penuh sampah terutama di depan rumah
masyarakat, karena dengan adanya alarm ini masyarakat dapat mengetahui jadwal, memberikan
kritik, melapor jika petugas pengangkut sampah belum tiba atau tidak sesuai jadwal. Sungai dan
saluran air akan menjadi lebih lancar dan terus berjalan di bawah tanah sehingga tidak
memunculkan bau-bau tidak sedap. Dengan adanya inovasi alarm pelayanan kebersihan sampah ini
dapat menjaga masyarakat dari ancaman penyakit dan menjadikan lingkungan bersih dan sehat.
Masyarakat rumah tangga tidak perlu lagi menunggu truk sampah yang penjadwalannya tidak
teratur dan dengan demikian pola pikir masyarakat dalam membuang sampah akan menjadi lebih
baik. Sikap acuh tak acuh masyarakat terhadap sampah dapat dikurangi dengan alarm ini, karena
mereka selalu diingatkan dengan jadwal pembuangan sampah.

Konsep Rancangan Miniatur TPA Monitor Sampah Warga


“Konsep Rancangan Miniatur TPA Monitor Sampah Warga” adalah rumah yang didesain
dan dibangun dengan tambahan perangkat lunak (software) yang berguna untuk menginformasikan
ke Dinas Kebersihan apabila terdapat sampah. Bagan rangkaian perangkat keras (hardware) ini
akan membaca melalui perangkat lunak melalui server, dan dari server ini, alarm akan berbunyi
seperti dalam ilustrasi di bawah ini:
Gambar 2. Konsep Rancangan Miniatur TPA Monitor Sampah Warga

Diharapkan dengan adanya inovasi ini, masyarakat dapat membantu pemerintah untuk lebih
mudah mengidentifikasi permasalahan terkait pembuangan sampah, utamanya di pemukiman
masyarakat urban, dan dapat menanganinya setanggap mungkin. Pengelolaan sampah dari sebuah
kota adalah sebuah sistem yang kompleks dan tidak dapat disejajarkan atau disederhanakan begitu
saja, misalnya dengan penanganan sampah di daerah pedesaan yang, misalnya, justru dapat menjadi
aset unggulan bernilai ekonomi (Nurhidayati, 2020). Demikian pula keberhasilan upaya-upaya
sektor informal saat ini tidak dapat begitu saja diaplikasikan dalam menggantikan sistem formal
yang selama ini ada. Dibutuhkan waktu yang lama karena menyangkut juga perubahan perilaku
masyarakat serta kemauan semua pihak untuk menerapkannya.

Kesimpulan
Selama ini, masih banyak masyarakat yang mengeluh dengan tumpukan sampah yang ada di
pinggir jalan atau aliran air, salah satunya karena pemerintah kurang mengawasi dan cekatan dalam
mengatasi kekurangan truk pengangkut sampah. Hal tersebut juga diperparah oleh masyarakat
awam yang gemar membuang sampah sembarangan jika tidak diberi sarana pembuangan sampah
yang baik. Adanya inovasi alarm pelayanan kebersihan sampah ini diharapkan dapat meningkatkan
kedisiplinan masyarakat dalam menangani sampah dalam kehidupan sehari-hari, serta
meningkatkan kinerja pihak yang berwenang, yaitu Dinas Kebersihan melalui petugas truk
pengangkutan sampah. Dengan sinergi tersebut, maka permasalahan sampah di lingkungan
perumahan perkotaan dapat sedikit banyak terselesaikan.
Daftar Pustaka
Agus, R. N., Oktaviyanthi, R., & Sholahudin, U. (2019). 3R: Suatu Alternatif Pengolahan
Sampah Rumah Tangga. Kaibon Abhinaya : Jurnal Pengabdian Masyarakat,
1(2), 72. https://doi.org/10.30656/ka.v1i2.1538
Aswadi, M., & Hendra. (2011). Perencanaan pengelolaan sampah di perumahan tavanjuka mas,
Mektek, 13(2), 99–110.
Firmansyah, A., Nur, W., Fatimah, A., & Mubarokah, U. (2016). Innovation of Garbage
Management Based on Community. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil PPM IPB,
(1), 184–197. Retrieved from http://lppm.ipb.ac.id/wp-
content/uploads/2017/06/B503.pdf
Hayat, H., & Zayadi, H. (2018). Model Inovasi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga. Jurnal
Ketahanan Pangan, 2(2), 131–141.
Lestari, A. P. (2014). Program Inovasi Pengelolaan Sampah Di Kota Malang. Jurnal
Administrasi Publik Mahasiswa Universitas Brawijaya, 2(3), 571–577.
Nudiana, D. F., Yuningsih, T., & Maesaroh. (2014). Studi kualitatif pengelolaan sampah di
kecamatan banyumanik kota semarang.
Nurhidayati, M. (2020). Pelatihan Pengelolaan Sampah Plastik di Dusun Sumber Rejo Desa
Lembeyan Wetan Kabupaten Magetan. Amalee: Indonesian Journal of Community
Research and Engagement, 1(1), 59-67. https://doi.org/10.37680/amalee.v1i01.175
Nurjaman, Rusman; Prasetyo, A. G. (2018). Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Meningkatkan Pengelolaan Persampahandi Kota
Palangka Raya, Jurnal Borneo Administrator, 14(1), 35–52.
Sahil, J., Henie, M., Al, I., Rohman, F., & Syamsuri, I. (2016). Sistem Pengelolaan dan Upaya
Penanggulangan Sampah Di Kelurahan Dufa- Dufa Kota Ternate. Sanitasi Lingkungan,
4(2), 478–487.
Shi-, F. A. N. (2019). 沥青混合料半圆弯曲低温断裂-愈合特性 1 ,2 3. 36(12), 57–74.
Sudiro, S., Setyawan, A., & Nulhakim, L. (2018). Model Pengelolaan Sampah Permukiman Di
Kelurahan Tunjung Sekar Kota Malang. Plano Madani : Jurnal Perencanaan
Wilayah Dan Kota, 7(1), 106–117. https://doi.org/10.24252/planomadani.v7i1a10
Sulistiyorini, N. R. S., Darwis, R. S., & Gutama, A. S. (2016). Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengelolaan Sampah Di Lingkungan Margaluyu Kelurahan Cicurug. Prosiding
Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 3(3), 414.
https://doi.org/10.24198/jppm.v3i3.13786
Hasil Analisis Penelitian Kualitatif
Menurut teori, Metode kualitatif yaitu metode analisa yang melakukan
pendekatan analisis dengan menggunakan sudut pandang peneliti sebagai alat analisis
utama. Pada metode analisis ini hasil eksplorasi dipaparkan atau dideskripsikan untuk
menjawab rumusan masalah penelitian. Analisis data juga akan dilengkapi dengan data
lain untuk mendapatkan hasil yang lebih komprehensif. Hal ini sesuai dengan penelitian
diatas, peneliti lebih banyak menganalisis kondisi lingkungan yang menjadi objek
penelitiannya.
Metode kualitatif biasanya memberikan informasi yang lengkap sehingga
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada
berbagai masalah. Metode penyelidikan deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang
ada pada masa sekarang. Metode ini menuturkan, menganalisa, dan mengklasifikasi ;
menyelidiki dengan teknik survey, interview, angket, observasi, atau dengan teknik test ;
studi kasus, studi komperatif, studi waktu dan gerak, analisa kuantitatif, studi kooperatif
atau operasional. Hal ini sejalan dengan analisis saya dari penelitian diatas, peneliti banyak
memberikan informasi mengenai inovasi pengelolaan sampah di lingkungan tersebut yang
peneliti dapatkan melalui observasi, wawancara maupun data dukung lainnya.
Bisa disimpulkan bahwa metode kualitatif deskriptif ini ialah metode yang
menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu
hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang menampak, atau tentang satu proses yang
sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul,
kecenderungan yang menampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya.
Menurut Rahardjo (2010) Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk
memahami (to understand) fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada
gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi
variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman yang
mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori. Karena tujuannya
berbeda dengan penelitian kuantitatif, maka prosedur perolehan data dan jenis penelitian
kualitatif juga berbeda. Hal ini juga sejalan dengan tujuan dari penelitian diatas yaitu
membuat platform yang memudahkan masyarakat untuk mengelola jadwal pembuangan
sampah agar tidak menumpuk sampah secara berlebihan atau bahkan membuangnya
dengan cara yang tidak benar, misalnya di saluran air.
Dari hasil analisis saya, pendekatan kualitatif yang digunakan adalah Grounder
Theory karena peneliti tidak memiliki dugaan awal dari penelitiannya. Pendekatan
grounder theory bertujuan menghasilkan atau menemukan suatu teori yang berhubungan
dengan situasi tertentu, hal ini sejalan dengan penelitian diatas yaitu menemukan inovasi
yang membuat masyarakat dapat meningkatkan kedisiplinan masyarakat dalam menangani
sampah dalam kehidupan sehari-hari, serta meningkatkan kinerja pihak yang berwenang,
yaitu Dinas Kebersihan melalui petugas truk pengangkutan sampah.
Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup ISSN:
2528-4002 (media online)
ISSN: 2355-892X (print)
Online: http://e-journal.sari-mutiara.ac.id/index.php/Kesehatan_Masyarakat
FAKTOR PRILAKU DAN LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM
BERDARAH DENGUE (DBD) DI DESA TANJUNG LENGGANG KECAMATAN
BAHOROK KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2017

Laura Mariati Siregar, Tiara Rajaguguk, Mido Ester J. Sitorus


Dosen Universitas Sari Mutiara Indonesia
Laura.boreg@yahoo.co.id, Mido71torus@yahoo.com

ABSTRAK

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur, penyakit
ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat dengan Incidence Rate dan Case
Fatality Rate pada tahun 2015 jumlah penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 129.650 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 1.071 orang (IR/Angka kesakitan= 50,75per 100.000 penduduk dan
CFR/angka kematian = 0,83%). Berdasarkan catatan Profil dari Puskesmas Bahorok Kecamatan
Bahorok Kabupaten Langkat Tahun 2016 DBD merupakan salah satu penyakit endemis yang
keberadaannya selalu ada dan menyebar di Desa, menurut Kepala Puskesmas Bahorok di Desa
Tanjung Lenggang Kabupaten Langkat tahun 2016 ada sebanyak 822 KK yang mengalami Kasus
DBD dengan jumlah kasus sebanyak 10 kasus. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan desain
“cross sectional study” yaitu untuk melihat adanya hubungan perilaku dan lingkungan dengan
kejadian DBD. Populasi dalam penelitian ini adalah 6.039 KK, sedangkan sampel dalam penelitian ini
sesuai dengan hasil survei sementara sebanyak 98 orang yang menderita DBD. Penelitian
dilakasanakan di Desa Tanjung Lenggang, pada bulan Mei s/d Agustus 2018. Hasil Penelitian Ada
hubungan signifikan antara kebiasaan melakukan 3M dengan kejadian DBD (0,000<0,05), Ada
hubungan signifikan antara kebiasaan menggunakan anti nyamuk dengan kejadian DBD (0,021<0,05),
Ada hubungan signifikan antara keberadaan jentik nyamuk dengan kejadian DBD (0,000<0,05), tidak
ada hubungan signifikan antara tempat penampungan air dengan kejadian DBD (0,922<0,05).
Disarankan kepada masyarakat agar merubah perilakunya terutama dalam hal melaksanakan 3 M,
serta membersihkan lingkungan agar jentik nyamuk tidak bersarang lagi, serta memakai anti nyamuk
seperti kelambu dan memasang kawatkasa di jendela, Disarankan kepada Puskesmas dalam upaya
mengendalikan kepadatan jentik dan kebisaan melakukan 3 M yang sangat berpotensi dengan kejadian
DBD dapat dilakukan dengan cara mengintervensikan program intervensi DBD dan memberdayakan
masyarakat salah satunya adalah dengan membinasakan antara juru pemantau jentik dan pemeliharaan
ikan pemakan jentik pada TPA serta melakukan upaya peningkatan pengetahuan dan perilaku
masyarakat terkait DBD.

Kata Kunci : Perilaku, Lingkungan, Demam Berdarah Dengue

Abstract
Dengue was a disease which can occur in a long year and attack all people, regardless of age. The
disease-related to the behavior and environment of people on Incidence and case fatality rate in 2015.
Based on the report in 2015, there is 129.650 case with 1.071 people with some deaths (IR/number of
diaese=50,71/100.000 people and CFR/number of deaths=0,83%). Based on the report of Health
Center in Bahorok District (2016), dengue is a type of epidemic diseases with a rapid spread in
Village. According to the Head of Health Center of Bahorok (2016), there is 822 family and found ten
cases of dengue. The study used descriptive analytic with a cross-sectional design, tocomprehend the

57
correlation between behavior and environment with the incident of Dengue. The populqtion of this
study as many as 6.039 families, while the sample has adapted with the preliminary survey (98 people
of dengue patient). This study carried out at Tanjung Lenggang village on May until Agust 2018. The
result is significant correlation between the habitual of 3 M with the incident of dengue (0,000<0,05),
significant correlation between the uses of mosquito repellent with the incident of dengue
(0,021<0,05), significant correlation between the presence of mosquito larvae with the incident of
dengue, but there is no correlation betweenthe water reservoir and the incident of dengue
(0,922<0,05). The recommendation for all people to change their behavior, such as 3 M (cleans the
environment toavoid the growth of mosquito larvae, usingthe mosquito repellent, and put on the wire
netting in windows). Besides, the recommendation for the health center to control mosquito larvae and
provide counseling about 3M.

Keywords : behavior, enverionment, dengue

PENDAHULUAN pelaksanaan 3M ( Menguras, Menimbun dan


Mengubur) (Zulkoni, 2011).
Demam Berdarah Dengue (DBD) atau
Pada bulan Oktober sampai Desember
Dengue Haemorragic Fever (DHF) merupakan
2015 tercatat ada penurunan terhadap jumlah
salah satu masalah kesehatan masyarakat di
kasus dan angka kematian akibat penyakit
Indonesia yang jumlah penderita cenderung
demam berdarah dengue (DBD) di Indonesia.
meningkat dan penyebarannnya
Jumlah tersebut bahkan berkurang lebih dari
semangkin luas
setengah bila dibandingkan dalam periode yang
(Widoyono,2008), yang disebabkan oleh virus
sama di tahun 2014. Laporan Kementrian
Dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Kesehatan (Kemenkes) mencatat di tahun 2015
Aedes aegypti dan Aedes albopictus. DBD
pada bulan Oktober ada 3.219 kasus DBD
menyerang terutama anak berumur kurang dari
dengan kematian mencapai 32 jiwa,sementara
15 tahun, namun dapat juga menyerang orang
November ada 2.921 kasus DBD dengan 37
dewasa.
angka kematian, dan Desember 1.104 kasus
Pola penularan DBD dipengaruhi iklim
dengan 31 kematian. Dibandingkan dengan tahun
dan kelembaban udara. Kelembaban udara tinggi
2014 pada Oktober tercatat 8.149 kasus dengan
dan sushu panas justru membuat nyamuk Aedes
81
aegyti bertahan lama. Sehingga kemungkinan
kematian, November 7.877 kasusdengan 66
pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan
kematian, dan Desember 7.856 (Kemenkes,
berbeda – beda dari suatu tempat yang lain
2015).
tergantung dari iklim dan kelembaban udara. Di
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang
Jawa,umumnya kasus DBD merebak mulai awal
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok
januari sampai dengan April – Mei setiap
umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi
tahun(Dinas Kesehatan Propinsi JAwa Tengah,
lingkungan dan prilaku masyarakat dengan
2006). Pencegahan dari DBD tergantung pada
Incidence Rate dan Case Fatality Rate pada tahun
kegiatan – kegiatan dalam pengendalian nyamuk
2015 jumlah penderita DBD yang dilaporkan
tersebut yaitu program Pemberantasan Sarang
sebanyak 129.650 kasus dengan jumlah kematian
Nyamuk yang meliputi pencegahan gigitan
sebanyak 1.071 orang (IR/ Angka kesakitan =
nyamuk dengan penggunaan kelambu, anti
50,75 per 100.000 penduduk dan CFR/angka
nyamuk, repellent, serta upaya
kematian = 0,83%). Dibandingkan tahun
2014 dengan kasus
sebanyak 100.347 serta IR 39,80 terjadi
peningkatan kasus pada tahun 2015. Target tidak membiasakan melakukan 3M, tidak
Renstra Kementrian Kesehatan untuk angka membiasakan menggunakan anti nyamuk, tidak
kesakitan DBD tahun 2015 sebesar <49 per memperhatikan keberadaaan jentik nyamuk
100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia dipekarangan rumah, tidak memperhatikan jenis
belum mencapai target Renstra 2015. Berikut tempat penampungan air (kontainer).
tren angka kesakitan DBD selama kurun waktu Berdasarkan latar belakang diatas maka
2008 – 2015. (Profil Kesehatan Indonesia, 2015). penelitian tertarik mengambil penelitian tentang
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Faktor Prilaku dan Lingkungan dengan Kejadian
Medan Sejak Tahun 2005 rata-rata insiden rate Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa
DBD per 100.00 penduduk di Provinsi Sumatera Tanjung Lenggang Kecamatan Bahorok
Utara relatife tinggi. Pada tahun 2012, jumlah Kabupaten Langkat Tahun 2017.
kasus DBD tercatat 4,367 kasus dengan IR
sebesar 33 per 100.000 penduduk. Dibandingkan METODE PENELITIAN
dengan angka indicator tersebut. Dilain pihak, Jenis penelitian ini bersifat deskriptif
Case fatility rate (CFR) mengalami fluktuatif kuantitatif dengan desain “cross sectional study”
yaitu dari 1,25% paada tahun 2010 naik menjadi untuk melihat adnya hubungan prilaku
1,45% pada tahun 2011 serta rurun kembali (kebiasaan melakukan 3M, kebiasaan
menjadi Profil Kesehatan Sumatera Utara TAhun menggunakan anti nyamuk), faktor lingkungan
2012 menjadi 1,21% pada tahun 2012. Angka (keberadaan jentik, jenis tempat penampungan)
CFR DBD ini belum mampu mencapai target dengan kejadian DBD. Populasi
nasional yaitu <1%. Incident rate DBD dengan Populasi dalam penelitian ini adalah
insiden rate yang tinggi dalam 3 tahun terakhir setelah ditinjau ulang sebanyak 6.039 KK.
umumnya dilaporkan oleh daerah perkotaan Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari
yakni Kota Medan, Deli Serdang, Pematang populasi. Untuk menentukan jumlah sampel,
Siantar, LAngkat dan Simalungun. Terdapat 2 peneliti berpedoman kepada pendapat
kabupaten yang melaporkan tidak ada kasus Notoadmodjo (2002), jumlah besar sampel dalam
DBD yaitu Humbang Hasudutan dan Nias Barat. penelitian ini adalah sebanyak 98 orang yang
Berdasarkan catatan profil dari diambil dengan menggunakan teknik simple
Puskesmas Bahorok Kecamatan Bahorok random samling yaitu pengambilan sampel yang
Kabupaten Langkat Tahun 2016 DBD dilakukan secara acak.
merupakan salah satu penyakit endemis yang Penelitian ini akan dilakukan di
keberadaannya selalu ada dan menyebar di Desa, Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat Ada
menurut Kepala Puskesmas Bahorok Kabupaten pun alasan peneliti memilih lokasi ini dengan
Langkat Tahun 2016 DBD merupakan salah satu pertimbangan sebagai lokasi penelitian karena
penyakit endemis yang keberadaannya selalu ada belum pernah di teliti. Waktu penelitian ini
dan menyebar di Desa Lenggang Kabupaten dilaksanakan pada bulan Mei 2018.
Langkat 2016 ada sebanyak 822 KK yang Data yang telah dikumpulkan diolah
mengalami Kasus DBD dengan jumlah kasus secara manualdengan tahapan editing, coding,
sebanyak10 kasus. dan tabulasi. Selanjutnya disajikan dalam bentuk
Nyamuk aedes aegyti sebagai vector table distribusi frekuensi dan dianalisis secara
penyakit DBD mempunyai kebiasaan menggigit deskriptif dilanjutkan dengan analisis secara
pada pagi, siang dan sore hari analitik. Data dan uji hipotesa dianalisis dengan
artinya kemungkinan besar masyarakat disana uji Cgi-Square.
HASIL PENELITIAN
Analisis Bivariat
Tabel 2.1
Uji Chi-Square kebiasaan melakukan 3M dengan kejadian DBD
Variabel Pvalue OR
kebiasaan melakukan 0,000 0,044
3M
dengan kejadian DBD

Berdasarkan tabel 2.1. diatas dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan
melakukan 3M dengan kejadian DBD (0,000<0,05) dengan nilai OR 0,044 artinya responden yang
memiliki kebiasaan melakukan 3M 0,044 kali beresiko terkena DBD dari pada yang tidak memiliki
kebiasaan melakukan 3M.

Tabel 2.2
Uji Chi-Square Kebiasaan menggunakan anti nyamuk dengan kejadian DBD
Variabel Pvalue OR
Kebiasaan menggunakan anti 0,021 0,349
nyamuk dengan kejadian DBD

Berdasarkan tabel 2.2. diatas dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan
menggunakan anti nyamuk dengan kejadian DBD (0,021<0,05) dengan nilai OR 0,349 artinya
responden yang memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamuk 0,349 kali beresiko terkena DBD dari
pada yang tidak memiliki kebiasaan menggunakan anti nyamuk.

Tabel 2.3.
Uji Chi-Square keberadaan jentik nyamuk dengan kejadian DBD
Variabel Pvalue OR
Keberadaan jentik 0,000 6,9
nyamuk
dengan kejadian DBD

Berdasarkan tabel 2.3. diatas dapat diketahui bahwa ada hubungan signifikan antara keberadaan
jentik nyamuk dengan kejadian DBD (0,000<0,05) dengan nilai OR 6,9 artinya responden yang
memiliki jentik nyamuk di rumahnya 6,9 kali beresiko terkena DBD dari pada yang tidak memiliki
jentik nyamuk di rumahnya.

Tabel 2.4
Uji Chi-Square tempat penampungan air dengan kejadian DBD

Variabel Pvalue OR
Keberadaan jentik 0,922 1,06
nyamuk
dengan kejadian DBD
Berdasarkan table 2.4 diatas dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan signifikan antara
tempat penampungan air dengan kejadian DBD (0,922<0,05).
PEMBAHASAN penyakit DBD berdasarkan hasi uji analisis
Kebiasaan Melakukan 3 M Hasil bivariate diketahui jika penggunaan obat nyamuk
penelitian bahwa ada hubungan signifikan antara (OR=1; 95% ; CI=0,37%-2,66)
kebiasaan melakukan 3M dengan kejadian DBD artinya tidak ada hubungan antara obat anti
(0,000<0,05) dengan nilai OR 0,044 artinya nyamuk dengan kejadian DBD.
responden yang memiliki kebiasaan melakukan Keberadaan Jentik Nyamuk Hasil
3M 0,044 kali beresiko terkena DBD dari pada penelitian diketahui bahwa ada hubungan
yang tidak memiliki kebiasaan melakukan 3M. signifikan antara keberadaan jentik nyamuk
Berdasarkan hasil penelitian terdapat dengan kejadian DBD (0,000<0,05) dengan nilai
hubungan yang signifikan antara perilaku 3M OR 6,9 artinya responden yang memiliki jentik
dengan kejadian Demam Berdarah Dangue di nyamuk di rumahnya 6,9 kali beresiko terkena
Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Kota DBD dari pada yang tidak memiliki jentik
Bengkulu dengan OR adjusted 8,22 artinya nyamuk di rumahnya.
bahwa anggota keluarga dengan perilaku 3M Keberadaan jentik berkaitan erat dengan
kurang baik mempunyai risiko mengalami jenis, letak, dan jumlah kontainer yang ada di
kejadian DBD sebesar 8,222 kali lipat rumah tersebut. Keberadaan kontainer
dibandingkan anggota keluarga dengan perilaku merupakan faktor yang mempengaruhi
baik. Perilaku 3M ini berhubungan dengan keberadaan jentik dalam rumah.10 Jenis
keberadaan jentik nyamuk Aedes aegipty. kontainer dominan ditemukan dan merupakan
Kegiatan abatasi masih di laksanakan oleh tempat perkembangbiakan Ae. aegypti adalah
sebagian kecil masyarakat. Keberadaan jentik bak mandi, ember, dan tempayan. Ketiga jenis
nyamuk Aedes aegypti berhubungan dengan kontainer tersebut juga merupakan kontainer
terjadinya penyakit DBD. Dengan demikian yang paling dominan ditemukan jentik DBD.
upaya mencegah terjadinya DBD yaitu dengan Kebiasaan masyarakat menampung air untuk
memberantas keberadaan jentik nyamuk Aedes keperluan sehari-hari memberi peluang bagi Ae.
aegypti (Warisidi, 2009). aegypti untuk berkembang biak ditempat
Kebiasaan Menggunakan Anti tersebut. Kebiasaan tersebut berpengaruh
Nyamuk hasil penelitian diketahui bahwa ada terhadap jumlah kontainer positif yang juga
hubungan signifikan antara kebiasaan berpengaruh terhadap kepadatan jentik Ae.
menggunakan anti nyamuk dengan kejadian aegypti. Hasil yang sama di Tangerang Selatan21
DBD (0,021<0,05) dengan nilai OR 0,349 dan Banjarbaru22 bahwa jenis kontainer
artinya responden yang memiliki kebiasaan mempunyai hubungan yang bermakna terhadap
menggunakan anti nyamuk 0,349 kali beresiko keberadaan jentik. Wijaya tahun 2011
terkena DBD dari pada yang tidak memiliki mengungkapkan risiko terkena DBD pada
kebiasaan menggunakan anti nyamuk. masyarakat yang mempunyai kontainer jenis
Hasil Penelitian (Widodo, 2012) ember adalah 3,630 kali daripada yang tidak
mengatakan bahwa penggunaan obat anti mempunyai kontainer jenis ember, sedangkan
nyamuk merupakan salah satu cara untuk masyarakat yang mempunyai kontainer
terhindar dari gigitan nyamuk penularan jenis tempayan
mempunyai risiko 5,250 kali terkena DBD
daripada yang tidak mempunyai kontainer jenis Tempat Penampungan Air hasil
tempayan (Prasetyowati, 2017). penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan
signifikan antara tempat penampungan air dengan DAFTAR PUSTAKA
kejadian DBD (0,922<0,05). 10 Anggraeni, D.S. (2010). Stop!
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Demam berdarah dengue. Bandung:
penelitian yang di lakukan Widjaja (2011) Pada Universitas Padjadjaran.
daerah kasus kontainer yang terletak dalam 11 Amrul Hasan. (2007). Hubungan
rumah dan di temukan jentik Pemberantasan Sarang Nyamuk
184 kontainer (81%) sedangkan keadaan kontainer Demam Berdarah Dengue dan
yang di luar rumah dan di temukan jentik 42 Pencegahan Gigitan Nyamuk (Aedes
kontainer (19%). sedangkan di daerah kontrol Aegipty) Dengan Kejadian Demam
kontainer yang terletak dalam rumah dan di Berdarah Dengue di Kota Bandar
temukan jentik 125 kontainer (77%) sedangkan Lampung Tahun 2007. Tesis Program
keadaan kontainer yang di luar rumah dan di Pasca Sarjana, Fakultas Kesehatan
temukan jentik 38 kontainer (23%). Berdasarkan Masyarakat Universitas Indonesia.
hasil uji chi square kontainer yang terletak di 12 Doarest, 2010. Hubungan Perilaku
dalam rumah menunjukan adanya hubungan Tentang Pemberantasan Sarang
dengan kejadian DBD. Hasil uji statistik di Nyamuk Dan Kebiasaan Keluarga
peroleh nilai OR = 1,324 dengan p = 0,019 Dengan Kejadian Demam Berdarah
(p<0,05). Hal ini menunjukkan masyarakat yang Dengue Di Kecamatn Medan
keadaan kontainernya terletak di dalam rumah Perjuangan.
mempunyai risiko 1,324 kali terkena DBD dari 13 Anggraeni, D.S. (2010). Stop!
pada masyarakat yang mempunyai kontainer di Demam berdarah dengue. Bandung:
luar rumah. Universitas Padjadjaran.
KESIMPULAN 14 Amrul Hasan. (2007). Hubungan
Pemberantasan Sarang Nyamuk
Ada hubungan signifikan antara kebiasaan Demam Berdarah Dengue dan
melakukan 3M dengan kejadian DBD Pencegahan Gigitan Nyamuk (Aedes
(0,000<0,05), Ada hubungan signifikan antara Aegipty) Dengan Kejadian Demam
kebiasaan menggunakan anti nyamuk dengan Berdarah Dengue di Kota Bandar
kejadian DBD (0,021<0,05), Ada hubungan Lampung Tahun 2007. Tesis Program
signifikan antara keberadaan jentik nyamuk Pasca Sarjana, Fakultas Kesehatan
dengan kejadian DBD (0,000<0,05), Tidak ada Masyarakat Universitas Indonesia.
hubungan signifikan antara tempat penampungan 15 Doarest, 2010. Hubungan Perilaku
air dengan kejadian DBD (0,922<0,05) Tentang Pemberantasan Sarang
UCAPAN TERIMA KASIH Nyamuk Dan Kebiasaan Keluarga
Terima kasih kepada Direktorat Riset Dengan Kejadian Demam Berdarah
dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Dengue Di Kecamatn Medan
Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Perjuangan.
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang 16 Departemen Kesehatan Republik
telah memberikan pendanaan dalam proses Indonesia. 2011.
penelitian. Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar
Biasa (KLB),Keputusan Menkes
Nomor. 949/ Menkes/ SK/VIII/2004,
Depkes RI, Jakarta. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. (2010)
17 Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.2011. Tata Laksana DBD, 26 Maryani, L. & Muliani, R (2010).
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Pengendalian Terpadu Vektor Virus
18 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa DBD, Aedes Aegypti dan Aedes
Tengah. 2006. Prosedur Tetap Albopictus.
Penanggulangan KLB dan Bencana 27 Notoadmodjo, 2003,.Ilmu Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah. Masyarakat.Jakarta: Rineka Cipta.
19 Dinas Kesehatan Kota Medan, Notoadmodjo,2007.Promosi
Laporan Evaluasi Program Demam Kesehatan Dan Ilmu
Berdarah di kota Medan tahun 2010. Perilaku.Jakarta FKUIOktadika,
Dinkes, Medan, 2010. 2009. Hubungan tingkat
20 Depkes RI. (2005). Pencegahan dan pengetahuan dengan keberadaan
Pemberantasan Demam Berdarah jentik. Yogyakarta.
Dengue di Indonesia. Jakarta: 28 Sucipto C. 2011. Vektor Penyakit
Direktorat Jenderal Pengendalian Tropis.Yogyakarta: Gosyen
Penyakit dan Penyehatan Publishing
Lingkungan. 29 World Health Organization. 2010.
21 Dinas Kesehatan Provinsi Sumut. Dengue and Dengue Hemmoragic
2010. Prosedur Tetap Fever. Available
Penanggulangan KLB dan Bencana from
Provinsi Sumatera Utara,Dinkes, http://www.who.int/mediacentre/factsheet
Sumut, 2010.Effendy, 2010. Kajian s/fs117/en/ [Accesed at April 2010]
Manajemen Lingkungan Terhadap 30 Widiyanto, Teguh. 2007. Kajian
Kejadian Demam Berdarah. Fathi, Manajemen Lingkungan Terhadap
Soedjadjadi K dan Chatarina, U W. 2005. Kejadian Demam Berdarah : Jakarta.
22 Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku
Terhadap Penularan Demam Berdarah
Dengue di Kota Mataram. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 2 (1), 1-10.
Fadjari, 2008. Demam Berdarah
Dengue: Jakarta
23 Hanim, Diffah (2013).Modul Field Lab.
Program Pengendalian Penyakit
Menular
: Demam Berdarah Dengue.
24 Hanifah, 2011. Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian DBD
Kecamatan Pacitan, Jawa Timur.
25 Hairani, 2010. Demam Berdarah
Dengue (DBD), Publishing
House,Bogor Misnadiarly, 2009.
Hubungan perilaku tentang
pemberantsan sarang nyamuk dan
kebiasaan keluarga dengan kejadian
DBD di Kecamatan Perjuangan Kota
Medan.
Analisis Penelitian Observasional (Metode Penelitian)
Judul : Faktor Perilaku dan Lingkungan dengan Kejadian DBD di Desa Tanjung
Lenggang kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat.
Tujuan Penelitian : Mengetahui adanya hubungan perilaku dan lingkungan dengan
kejadian DBD.
Menurut saya, penelitian diatas menggunakan metode yang sesuai dengan
teori. Penelitian diatas termasuk penelitian observasional karena dalam penelitian
diatas peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap objek yang diteliti, hal ini sejalan
dengan pengertian dari penelitian observasional. Jenis penelitian diatas bersifat
deskriptif kuantitatif karena penelitian yang dilakukan adalah menganalisis data
dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya. Data yang telah dikumpulkan diolah secara manual dengan
tahapan editing, coding, dan tabulasi. Selanjutnya disajikan dalam bentuk table
distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif dilanjutkan dengan analisis secara
analitik.
Penelitian diatas menggunakan desain penelitian cross-sectional. Menurut saya
juga sudah benar karena jurnal tersebut mengukur sebab dan akibat dalam waktu yang
bersamaan yaitu peneliti mengambil data variabel independent dan data variabel
dependent secara bersamaan. Starting point pada penelitian diatas adalah cases (kasus)
yaitu kejadian demam berdarah. Didalam penelitian tersebut terdapat prevalensi,
distribusi juga hubungan penyakit dan paparan hal ini termasuk salah satu syarat dari
penelitian cross-sectional. Analisis yang digunakan adalah analisis bivariat karena
terdapat dua variabel dalam penelitian tersebut.
Data dan uji hipotesa dianalisis dengan menggunakan uji chi-square (X 2) dan
menggunakan hipotesis dua arah. Teknik sample yang digunakan yaitu simple random
sampling. Hal ini juga benar karena peneliti mengambil secara acak sampel yang akan
dijadikan objek. Karena ada perbedaan terhadap objek yang diteliti maka Ha diterima
dan Ho ditolak.
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PENGGUNAAN KAPUR TOHOR (CaO) DALAM PENURUNAN


KADAR LOGAM Fe DAN Mn PADA LIMBAH CAIR
PEWARNAAN ULANG JEANS KABUPATEN MAGELANG
TAHUN 2017

Neni Saswita, Sulistiyani, Onny


Setiani Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Diponegoro
Email: nenisaswita@gmail.com

Abstract : The industry of recoloring jeans used pigment in the process


of fabrication produces liquid waste containing Fe that was 23.90 mg/l,
Mn is 35.18 mg/l that exceeded the threshold according to Central Java
Provincial Regulation No. 5 of 2012 about Waste Water Quality Standard
for Fe that was 5 mg/l and Mn was 2 mg/l. Waste water that was not in
accordance with the quality standard can cause environmental damage
and health. The usage of calcium oxide with coagulation-flocculation
method is one of the technologies used to decrease the liquid waste
metal content. The purpose of this research was to know the use of
calcium oxide to decrease metal content of Fe and Mn toward liquid
waste recoloring jeans at Magelang district. The type of this research was
true experimental of pretest and posttest with control group design.
Sample of this research wasted water of recoloring jeans at Magelang
district. Data analysis with Shapiro Wilk test (p≤ 0.05). The result shown
early content of Fe was 0.805 mg/l and the content of Mn was 4.188 mg/l.
The average pH and temperature of liquid waste before treatment was 11
and 28.02°C. After tr eatment the pH and temperature of calcium oxide 4
gr was 11 and 28.47°C th en it was 11 and 28.44°C for calcium oxide 5
gr. There was decreasing met al content with distributing calcium oxide 4
gr as 13.7% for Fe and 27% of Mn, meanwhile the decreasing for calcium
oxide 5 gr was 30.7% for Fe and 28.2% for Mn. Shapiro Wilk test shown
0.0001 (p≤0.05) which means there was a different decrease of metal
content of Fe recoloring jeans with various dose treatment of
calcium oxide. Instead for metal content of Mn that shown 0.171 (p≥0.05)
which means there was no difference decrease of metal content of Mn
recoloring jeans with various dose treatment of calcium oxide.

Keywords: Liquid waste, recoloring jeans, calcium oxide, Fe, Mn

PENDAHULUAN secara umum memerlukan teknologi tersendiri


untuk mengolahnya. Air limbah
Pewarnaan ulang
sebelum
pakaian khususnya jeans masih
banyak dilakukan dari skala kecil
sampai skala sedang atau dapat
dikatakan sebagai usaha industri
rumah tangga. Industri rumah
tangga kurang mendapat
pengawasan terhadap
penanganan limbah cair. Limbah
662
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 6, Nomor 1, Januari 2018 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

dibuang ke
perairan bebas,
udara bebas
atau dikuburkan,
harus dapat
didegradasi oleh
alam atau tidak
mengandung
bahan yang
melebihi
ambang batas
yang telah
ditentukan.(1) Di
dalam kegiatan
pewarnaan
ulang jeans di
Kecamatan
Candi Mulyo
Magelang, air
limbah yang
telah digunakan
dibuang
langsung ke
sungai, hal ini

663
dapat menyebabkan pencemaran Kapur berbentuk padat
bagi lingkungan. yang berwarna putih, bersifat alkali
Zat warna adalah senyawa dan sedikit pahit. Kapur bereaksi
yang dipergunakan dalam bentuk hebat dengan berbagai asam, dan
larutan atau dispersi pada suatu bereaksi dengan banyak logam
bahan lain sehingga menghasilkan dengan adanya air. Karena kekuatan
warna.(2) Di Indonesia sifat basanya tersebut, kapur banyak
perkembangan produksi zat digunakan sebagai flokulan pada air,
pewarna dapat diketahui dari data pengolahan limbah, serta
ekspor nasional. Kebutuhan zat pengolahan tanah asam.(7) Kapur
pewarna baik untuk keperluan merupakan koagulan yang
proses produksi dan industri digunakan untuk mengurangi zat-zat
meningkat setiap tahunnya, hal organik maupun kimia pada air kotor
tersebut berdasarkan data Biro maupun pada air limbah.
Pusat Statistik tahun 2000.(3) Hasil studi pendahuluan
Tingginya pemakaian zat pewarna yang telah dilakukan di Laboratorium
pada kegiatan industri tertentu Wahana Semarang yang dilakukan
berdampak pada peningkatan pada 5 April 2017 mengenai
jumlah bahan pencemar dalam karakteristik logam berat yang
limbah cair yang dihasilkan.(4) terdapat di limbah cair pewarnaan
Zat warna terdiri dari ulang jeans yaitu kadar Fe sebanyak
beberapa golongan, salah satunya 23,90 mg/l dan kadar Mn sebanyak
yaitu zat warna direk. Zat warna 35,18 mg/l. Pada penelitian ini kadar
direk merupakan zat warna yang logam Fe dan Mn melebihi batas
digunakan dalam industri pewarnaan normal menurut Peraturan Daerah
ulang jeans di Magelang. Zat warna Provinsi Jawa Tengah Nomor 5
direk merupakan zat warna tekstil Tahun 2012 Tentang Baku Mutu Air
yang mempunyai daya ikat dengan Limbah dengan kadar maksimal
serat selulosa, pencelupannya untuk logam berat Fe yaitu 5 mg/l
dilakukan secara langsung dalam dan Mn yaitu 2 mg/l.(8) Berdasarkan
larutan dengan zat-zat tambahan hasil observasi lapangan mengenai
yang sesuai.(5) Limbah cair dari industri kecil pewarnaan ulang jeans
industri tekstil memiliki kandungan di Magelang ternyata belum
logam seperti Cr, Zn, Fe, Co, Cu, memenuhi standar pembuangan
Pb, Cd, Ni, Mn, Al, B, Ba, Hg, Ag, limbah ke lingkungan. Pelaku
Se, As.(6) Faktor lain yang industri kecil pewarnaan ulang jeans
mempengaruhi adanya kadar logam yang berada di daerah Kecamatan
Fe dan Mn pada air limbah selain zat Candi Mulyo Magelang masih
warna yang digunakan adalah air membuang limbah cair tanpa ada
tanah dan peralatan yang digunakan proses pengolahan terlebih dahulu
saat proses produksi berlangsung. yaitu langsung dibuang ke sungai.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk dengan menggunakan metode
dalam jenis penelitian eksperimen penelitian eksperimen dalam skala
sesungguhnya (true experimental), laboratorium. Sedangkan rancangan
yaitu penelitian yang observasinya penelitiannya adalah rancangan
dilakukan terhadap efek dari eksperimen ulang (pretest and
manipulasi penelitian terhadap satu posttest with control group design).
atau sejumlah variabel penelitian Pengukuran dilakukan sebelum dan
sesudah perlakuan diberikan dan keseluruhan yang akan diteliti
pengaruh perlakuan diukur dari adalah 27 sampel untuk masing-
perbedaan antara pengukuran awal masing perlakuan dengan volume 1
dan pengukuran akhir.(9) liter air sampel.
Sampel dalam penelitian ini Analisis data menggunakan
adalah sebagian limbah cair yang Shapiro Wilk dengan menggunakan
diambil dari limbah cair industri tingkat kesalahan 5% (α= 0,05)
pewarnaan ulang jeans yang terletak untuk menguji apakah ada
di Desa Tampir Kulon Kecamatan perbedaan yang bermakna pada
Candimulyo Kabupaten Magelang. penurunan kadar Fe dan Mn pada
Berdasarkankan rumus pengulangan limbah cair pencucian jeans di
sampel, sampel diberikan Magelang dengan perlakuan
pengulangan sebanyak 9 kali menggunakan variasi dosis kapur
dengan perlakuan 2 dosis kapur tohor 4 gram dan 5 gram.
tohor dan 1 kontrol sehingga jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Univariat
Tabel 1. Hasil Uji Kadar Logam Fe Limbah Cair Pewarnaan Ulang Jeans Kabupaten
Magelang
Pen Perlakuan pH Suhu (oC)
gula Prete 4 gram 5 gram 4 gram 5 gram
Kontrol 4 5
ngan st
post

post

post
post
pre

pre

pre

pre
(mg/l) gram gram
Ke- (mg/l)
(mg/l) (mg/l)

1 0,825 0,708 0,730 0,569 11 10 11 10 29 29 29 29


2 0,790 0,720 0.711 0,577 10 11 10 11 28 29 28 29
3 0,785 0,711 0,694 0,582 10 11 10 11 28 29 28 29
4 0,811 0,697 0,690 0,570 11 11 11 11 28 29 28 29
5 0,824 0,704 0,685 0,560 10 11 10 11 28 28 28 28
6 0,788 0,715 0,702 0,549 10 10 10 11 28 28,2 26 28
7 0,793 0,720 0,682 0,544 11 10 11 10 27,2 28 27 28
8 0,809 0,708 0,680 0,539 11 11 11 11 27,5 28 28 28
9 0,818 0,686 0,678 0,528 11 11 11 11 28 28 28 28

Rata 27,9 28,4


-rata 0,805 0,708 0,695 0,558 11 11 11 11 28,47 27,78
7 4
Tabel 2. Hasil Uji Kadar Logam Mn Limbah Cair Pewarnaan Ulang Jeans Kabupaten
Magelang
Pen Perlakuan pH Suhu (oC)
gula Prete 4 gram 5 gram 4 gram 5 gram
Kontrol 4 5
ngan st
(mg/l) gram gram
Ke- (mg/l)

post

post

post
post
pre

pre

pre

pre
(mg/l) (mg/l)
1 4,180 3,880 3,120 3,080 11 10 11 10 29 29 29 29
2 4,240 3,775 3,093 2,835 10 11 10 11 28 29 28 29
3 4,232 3,820 3,088 3,190 10 11 10 11 28 29 28 29
4 4,197 3,814 3,103 3,005 11 11 11 11 28 29 28 29
5 4,080 3,740 3,009 3,019 10 11 10 11 28 28 28 28
6 4,173 3,782 3,112 2,910 10 10 10 11 28 28,2 26 28
7 4,209 3,770 2,993 2,985 11 10 11 10 27,2 28 27 28
8 4,193 3,630 2,990 3,004 11 11 11 11 27,5 28 28 28
9 4,188 3,622 3,010 3,013 11 11 11 11 28 28 28 28

27,9 28,4
4,188 3,759 3,058 3,005 11 11 11 11 28,47 27,78
Rata 7 4
-rata

Hasil uji di laboratorium logam Fe tersebut tidak melebihi


diperoleh, nilai rata-rata dari batas normal menurut Peraturan
penurunan kadar Fe pada kelompok Daerah Provinsi Jawa Tengah
kontrol yaitu 0,708 mg/l. Sedangkan Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Baku
kelompok perlakuan, rata-rata Mutu Air Limbah dengan kadar
penurunan kadar Fe dosis koagulan maksimal untuk logam Fe yaitu 5
31gram yaitu 0,695 mg/l, rata-rata mg/l.
penurunan kadar Fe dosis koagulan Penurunan kadar logam Mn
32 gram yaitu 0,558 mg/l. Hasil dari hasil penelitian ini, koagulan
tersebut menunjukkan bahwa kapur tohor dapat menurunkan
dengan bertambahnya massa kadar logam Mn. Untuk nilai rata-
koagulan kapur tohor maka makin rata dari penurunan kadar Mn pada
bertambah tinggi nilai penurunan Fe kelompok kontrol yaitu 3,759 mg/l.
karena semakin banyak partikel Sedangkan kelompok perlakuan,
koloid yang menggumpal dan rata-rata penurunan kadar Mn dosis
mengendapkan zat-zat kimia koagulan 4 gram yaitu 3,058 mg/l,
sehingga Fe terendapkan juga rata-rata penurunan kadar Mn dosis
banyak. Hasil tersebut sejalan koagulan 5 gram yaitu 3,005 mg/l.
dengan penelitian Sarino, Namun, nilai logam Mn tidak
penambahan bubuk kapur pada mengalami penurunan yang
kadar Fe awal sebesar 2,2 mg/l konsisten. Terjadi naik turunnya nilai
pada dosis penambahan 10 mg logam Mn setiap pengulangannya,
adalah 1,672 mg/l, pada dosis dan dari hasil penelitian didapat
penambahan 20 mg/l sebesar bahwa pengulangan 1, 2, 4, 6, 7
1,0556 mg/l pada penambahan 30 semuanya mengalami penurunan
mg/l adalah 0,6384 mg/l, pada nilai logam tinggi sesuai dengan
penambahan 40 mg/l didapat hasil semakin banyaknya dosis koagulan.
0,1816 mg/l, dan pada penambahan Berbeda dengan pengulangan ke-5,
50 dan 60 didapat hasil nol. Kadar 8 dan 9, nilai penurunan kadar
logam Mn malah lebih tinggi pada Tentang Baku Mutu Air Limbah
pemberian koagulan 4 gram dengan kadar maksimal untuk logam
dibandingkan dengan pemberian Mn yaitu 2 mg/l. Meskipun tidak
koagulan 5 gram. Terjadi kenaikan bersifat toksik, mangan dapat
kadar logam Mn ini dianggap mengendalikan kadar unsur toksik di
sebagai salah satu bentuk perairan, misalnya logam berat. Jika
penyimpangan perlakuan yang dibiarkan di udara terbuka dan
dipengaruhi oleh banyak hal seperti mendapat cukup oksigen, air dengan
pengendapan sebelum perlakuan kadar Mangan (Mn2+) tinggi (lebih
yang tidak efekif, kadar logam Mn dari 0,01 mg/liter) akan membentuk
sebelum perlakuan yang lebih tinggi, koloid karena terjadinya proses
ketidaktelitian dalam pemberian oksidasi Mn2+ menjadi Mn4+. Koloid
koagulan kapur. Pemberian ini mengalami persipitasi
koagulan kapur dapat menurunkan membentuk warna cokelat gelap
kadar logam Fe dan Mn, karena sehingga air menjadi keruh.(10)
kapur mengikat ion yang bervalensi Pada pengolahan air kotor,
+2, maka Fe2+ dan Mn2+. Sehingga kapur dapat mengurangi kandungan
kapur mengeleminasi logam besi bahan-bahan organik. Cara kerjanya
dan mangan. yaitu kapur ditambahkan untuk
Penurunan kadar logam Mn mereaksikan alkalibikarbonat serta
disebabkan oleh kurang optimalnya mengatur pH air sampai sehingga
proses presipitasi logam Mn. menyebabkan pengendapan. Proses
Kemungkinan hal yang dapat terjadi pengendapan ini akan berjalan
karena pembentukan flok tidak secara efektif apabila pH air antara
sempurna dan pengendapan 6-8.(11) Pemberian koagulan
presipitasi pada proses koagulasi- mempengaruhi kenaikan pH pada
flokulasi tidak berjalan dengan baik. sampel yang diuji. Pada penelitian
Pembentukan flokulan yang tidak yang dilakukan oleh Laela Novita
sempurna tersebut dapat dkk, pengaturan pH dapat
dipengaruhi oleh kurangnya dosis memberikan hasil koagulasi yang
koagulan, kecepatan pengadukan, baik dan pada umumnya,
dan pengendapan sebelum pengendapan untuk ion logam berat
perlakuan yang kurang efektif serta yang optimal diperoleh pH berkisar
waktu pengendapan setelah antara 6-9. Sedangkan untuk nilai
perlakuan selama 45 menit belum rata-rata suhu baik kelompok kontrol
cukup untuk terjadinya fase maupun kelompok perlakuan masih
pengendapan flokulan. Namun dari berada sesuai suhu optimum yaitu
data tersebut, diperoleh rata-rata tidak lebih dari 300C. Pada penelitian
penambahan dosis koagulan Zikri Rahimah, Heliyanur Heldawati,
ternyata dapat menurunkan nilai Isna Syauqiah, pada pH nilai
logam Mn yang terdapat dalam tergantung dari koagulan yang
limbah pewarnaan ulang jeans, digunakan karena kapur bersifat
semakin tinggi dosis koagulan yang basa sehingga pH menjadi naik yaitu
diberikan maka semakin tinggi nilai pada limbah deterjen buatan 10,39
penurunan kadar logam Mn pada air menjadi 12,64 pada massa koagulan
limbah. Namun, dari hasil tersebut 5 gram. Suhu berpengaruh terhadap
belum bisa mencapai angka yang daya koagulasi-flokulasi dan apabila
sesuai baku mutu menurut suhu limbah tinggi maka akan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa memerlukan pemakain bahan
Tengah Nomor 5 Tahun 2012 koagulan yang banyak, dari hasil
yang didapat suhu limbah sebelum (Man Whitney) didapatkan hasil
dan sesudah pengolahan tidak bahwa ada perbedaan bermakna
terjadi perubahan yaitu pada suhu pada setiap masing-masing
rata-rata 28,5ºC.(12) Hal ini sesuai penurunan kadar logam Fe dengan
dengan penelitian yang dilakukan variasi dosis koagulan kapur tohor 4
oleh Metclaff dan Eddy tahun 1991, gram dan 5 gram. Pada Penelitian
yang mengemukakan bahwa Ayu Herlina, pada limbah air asam
penggunaan kapur pada dosis tambang bahwa efektifitas
rendah dapat memperbesar nilai pH penurunan logam Fe penggunaan
hingga 5-7 dan penggunaan kapur kapur tohor sebesar 51,85% dan
pada dosis tinggi dapat menaikkan penurunan logam Mn sebesar
pH sampai dengan 10.(13) 62,54%. Dari penelitian ini kapur
Hasil pengukuran nilai pH tohor lebih optimal untuk menaikkan
baik sebelum dan setelah perlakuan pH dan kandungan logam Fe dan
menunjukkan adanya peningkatan Mn.
dan penurunan nilai pH, bahkan nilai Berdasarkan uji Kruskal
pH sebelum dan setelah perlakuan Wallis untuk kadar logam Mn
memiliki nilai yang sama. Itu diperolah nilai signifikan sebesar
dikarenakan pengukuran pH setelah 0,171 atau ≥ 0,05. Maka dapat
perlakuan dilakukan setelah proses diketahui bahwa Ho diterima itu
jar test selesai. Bukan saat kapur berarti tidak ada perbedaan
tohor dimasukkan ke dalam beaker penurunan kadar logam Mn pada air
glass yang berisi air limbah. Karena limbah pewarnaan ulang jeans
proses pengadukan tersebut yang dengan menggunakan variasi dosis
mengakibatkan nilai pH naik turun koagulan kapur tohor dan
setelah perlakuan pada 9 kali berdasarkan uji lanjutan post hoc
pengulangan. Penambahan larutan (Man Whitney) didapatkan hasil
kapur sebagai koagulan yang bahwa tidak ada perbedaan
berfungsi untuk menurunkan kadar bermakna pada setiap masing-
Fe dan Mn akan menyebabkan pH masing penurunan kadar logam Mn
limbah cair pewarnaan ulang jeans dengan variasi dosis koagulan kapur
mengalami peningkatan dan limbah tohor 4 gram dan 5 gram. Hasil uji
cair menjadi bersifat basa. Hasil ini statistik yang menunjukkan adanya
menunjukkan bahwa dengan perbedaan yang bermakna antara
penambahan larutan kapur akan kadar Fe pada air limbah yang
menaikan kondisi pH, semakin besar dilakukan pada berbagai variasi
dosis kapur yang ditambahkan maka dosis, bahwa perbedaan kadar Fe
kenaikan pH akan semakin besar.(14) pada air limbah sebelum dan setelah
Berdasarkan uji Kruskal perlakuan benar-benar disebabkan
Wallis untuk kadar logam Fe oleh pengaruh penambahan kapur
didapatkan nilai signifikan sebesar yang bervariasi. Lain halnya dengan
0,0001 atau ≤ 0,05. Maka dapat kadar Mn, kadar Mn mengalami
diketahui bahwa Ho ditolak itu berarti penurunan namun hasil uji statistik
ada perbedaan penurunan kadar menunjukkan bahwa tidak ada
logam Fe pada air limbah perbedaan yang bermakna setelah
pewarnaan ulang jeans dengan perlakuan dengan pemberian variasi
menggunakan variasi dosis dosis kapur yaitu 4 gram dan 5
koagulan kapur tohor. Dan gram.
berdasarkan uji lanjutan post hoc
KESIMPULAN
Ada perbedaan penurunan Perlu adanyapenelitian
kadar logam Fe pada air limbah lebih lanjut mengenai cara
pewarnaan ulang jeans di menurunkan nilai pH yang optimal
Kabupaten Magelang menggunakan dalam penurunan kadar logam pada
koagulan kapur tohor. Dan tidak ada air limbah pewarnaan ulang jeans di
perbedaan penurunan kadar logam Magelang menggunakan koagulan
Mn pada air limbah pewarnaan kapur dan perlu adanya penelitian
ulang jeans di Kabupaten Magelang lebih lanjut untuk menghilangkan
menggunakan koagulan kapur tohor. warna pekat pada limbah cair
Penurunan kadar logam Fe setelah pewarnaan ulang jeans di Magelang.
perlakuan sudah sesuai dengan Disarankan bagi pemilik
baku mutu, sedangkan penurunan industri tekstil sebelum limbah cair
kadar logam Mn setelah perlakuan pewarnaan ulang jeans dibuang ke
masih belum sesuai baku mutu air sungai, sebaiknya dilakukan
limbah yang di atur oleh Peraturan pengolahan terlebih dahulu sehingga
Daerah Provinsi Jawa Tengah kandungan logam yang terkandung
Nomor 5 Tahun 2012, kadar dalam air limbah sesuai dengan
maksimal untuk kadar logam Fe baku mutu yang telah ditetapkan dan
yaitu 5 mg/l dan Mn yaitu 2 mg/l. bagi pekerja di industri rumahan
Selain zat warna, ada faktor lain pewarnaan ulang jeans di Magelang
yang mempengaruhi adanya kadar harus menggunakan APD yang baik
logam Fe dan Mn pada air limbah sehingga menghindari gangguan
yaitu air tanah dan peralatan yang kesehatan.
digunakan saat proses produksi
berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA
7. Widjajanti, E. Peran Kimia Fisika dalam 11. Sunarto. Teknologi Pencelupan dan
Industri. Makalah Pengabdian pada Pencapan Jilid I. Jakarta:
Masyarakat. Fakultas MIPA. Departemen Pendidikan Nasional.
UNY.Yogyakarta. 2009. 2008.
8. Rambe, A.M. Pemanfaatan Biji Kelor 12. Faujiah, Fitriany.
Moringa Oleifera sebagai Koagulan Pemanfaatan Karbon Aktif Dari
Alternatif dalam Proses Penjernihan Limbah Padat Industri Agar-Agar
Limbah Cair Industri Tekstil. Skripsi. Sebagai Adsorben Logam Berat dan
Universitas Sumatera Utara. 2009. Bahan Organik Dari Limbah Industri
9. Biro Pusat Statistik Tahun 2010, Tekstil. Departemen
(http://ejournal.uajy.ac.id/862 Teknologi Hasil Perairan Fakultas
6/3/2BL01195.pdf, Diakses pada 25 Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Oktober 2016) Pertanian Bogor. 2012.
10. Nugroho, R dan Ikbal. Pengolahan 13. Sugiharto. Dasar-dasar Pengelolaan
Air Limbah Berwarna Industri Air Limbah. Jakarta: Penerbit
Tekstil dengan Proses AOPs. Universitas Indonesia. 1997.
JAI.vol 1 : 2. 2005. 14. Herlina A.,dkk.Pengaruh Fly Ash Dan
Kapur Tohor Pada Netralisasi Air
Asam
Tambang Terhadap Kualitas Air Asam Vol. 2. No. 2. 2014
Tambang (pH, Fe & Mn) Di Iup 15. Notoatmodjo, Soekidjo.
Tambang Air Laya Pt.Bukit Asam Metodologi Penelitian
(Persero),Tbk. Hail. JurnaIlmuTeknik. Kesehatan. Rineka Cipta. 2005.
16. Lewinsky AA. Hazardous Materials Program Pascasarjana Universitas
and Wastewater Treatment, Diponegoro. Semarang. 2006.
Removal and Analysis. New York: 18. Rahimah, Z., dkk. Pengolahan
Nova Science Publisher. 2007. Limbah Deterjen dengan Metode
17. Budi, S.S. Penurunan Fosfat Koagulasi Flokulasi
Dengan Penambahan Kapur Menggunakan Koagulan Kapur
(Lime), Tawas Dan Filtrasi Zeolit dan PAC. Program Studi Teknik
Pada Limbah Cair (Studi Kasus Rs Kimia Fakultas Teknik
Bethesda Yogyakarta). Tesis. Universitas Lambung Mangkurat.
Program Magister Ilmu Lingkungan Konversi, Volume 5 No. 2,
Oktober 2016.
19. Oktiawan, W dan Krisbiantoro.
Efektifitas Penurunan Fe2+ Dengan
Unit Saringan Pasir Cepat Media
Pasir Aktif. Semarang : FT- TL
Universitas Diponegoro. 2007.
20. Satterfield Z. Jar Test. USA:
Mcgraw Hill. 2008.
Analisis Jurnal Eksperimen (Metode Penelitian)
Tujuan dari penelitian diatas adalah untuk menguji apakah ada perbedaan yang
bermakna pada penurunan kadar Fe dan Mn pada limbah cair pencucian jeans di
Magelang dengan perlakuan menggunakan variasi dosis kapur tohor 4 gram dan 5 gram.
Diketahui :
Ho = Tidak ada perbedaan
Ha = Ada perbedaan
Karena ada perbedaan terhadap objek yang diteliti maka Ha diterima dan Ho ditolak.
Menurut saya jurnal diatas sudah benar (jurnal eksperimen) karena Ada
perlakuan yang diberikan oleh peneliti terhadap subjek yang diteliti perlakuan tersebut
berbentuk penambahan kapur tohor pada limbah cair. Jurnal diatas juga memenuhi
syarat-syarat dari suatu penelitian eksperimen yaitu :
1. Ada kontrol yang berjumlah 1 sampel
2. Ada replikasi sebanyak 9 kali dari masing-masing sampel
3. Ada perlakuan, perlakuan dilakukan terhadap 26 sampel dari total 27 sampel
4. Ada randomisasi (karena termasuk true experimen).
Jurnal tersebut termasuk dalam true eksperimen karena jurnal tersebut
menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat dengan desain di mana secara nyata
ada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dan membandingkan hasil perlakuan
dengan kontrol secara ketat. Jurnal diatas menggunakan design rancangan eksperimen
ulang (pretest and posttest with control group design). Menurut saya juga benar karena
dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan dan pengaruh perlakuan diukur dari perbedaan antara pengukuran
awal & pengukuran akhir, hal ini sejalan dengan pengertian dari design rancangan
eksperimen ulang.
Analisis data menggunakan analisis Univariat, hal ini benar karena dalam jurnal
tersebut hanya terdapat satu variabel. Pengujian data menggunakan uji kruskal wallis dan
uji lanjutan menggunakan U-mann whitney dengan tingkat kesalahan 5% (α = 0,05).
menurut saya hal tersebut juga benar karena penggunaan α=0,05 biasa digunakan untuk
riset di lapangan.

You might also like