Professional Documents
Culture Documents
Krisis Manusia Modern Dan Pendidikan Islam
Krisis Manusia Modern Dan Pendidikan Islam
KURNIA MUHAJARAH1
UIN Walisongo Semarang
Email : kurniamuhajarah@walisongo.ac.id
1
Penulis adalah dosen di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Saat ini, penulis
sedang menempuh Pendidikan Doktor (S3) Islamic Studies Konsentrasi Pendidikan Islam di
univeritas yang sama.
188
Kurnia Muhajarah Krisis Manusia Modern
A. PENDAHULUAN
Krisis manusia modern adalah suatu keadaan ketidakseimbangan
dalam realitas kehidupan, dimana banyak manusia yang sudah hidup dalam
lingkungan peradaban modern dengan menggunakan berbagai teknologi,
bahkan teknologi tinggi sebagai fasilitas hidupnya, tetapi dalam menempuh
kehidupan, terjadi distorsi-distorsi nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi
yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap
untuk mengarungi samudera atau hutan peradaban modern.2
Kata modern, dalam bahasa Indonesia selalu dipakai kata modern,
modernisasi dan modernisme, seperti yang terdapat umpamanya dalam
"aliran-aliran modern dalam Islam" dan Islam dan modernisasi". Modernisme
dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran, gerakan dan usaha
untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama, dan
sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.3
Pada dasarnya pengertian modernisasi mencakup suatu transformasi total
dari kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti
teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola-pola ekonomis dan politis
yang menandai negara-negara-negara Barat yang stabil. Karakteristik
yang umum dari modernisasi yaitu menyangkut aspek-aspek sosio-
demografis dari masyarakat, dan aspek-aspek sosio-demografis
digambarkan dengan istilah gerak sosial (social mobility), yaitu suatu
proses di mana unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis dari
masyarakat mulai menunjukkan peluang-peluang ke arah pola-pola baru
melalui sosialisasi dan pola-pola perikelakuan, yang berwujud pada
aspek-aspek kehidupan modern seperti mekanisasi, mass media yang
teratur, urbanisasi, peningkatan pendapatan per kapital dan sebagainya.4
Kehidupan modern menawarkan tiga hal kepada manusia yang hidup
dalam era modernisasi: Harapan, Kesempatan, Tantangan. la menjanjikan
harapan untuk perbaikan nasib dan kelimpahan materi, membuka peluang
luas untuk mengaktualisasikan diri, dengan memacu diri bekerja keras
sebagai tantangannya. Kehidupan modern memang bukan kehidupan yang
ringan untuk menjalani, karena terkadang merupakan ajang persaingan keras
dan ketat. Mereka yang berhasil sebagai pemenang akan memperoleh
ganjaran kelimpahan materi dan peningkatan harga diri. Sedangkan para
pecundang akan mengalami frustrasi berkepanjangan dan mungkin
kehilangan harga diri. Modernisasi memang memberikan harapan untuk
meningkatkan prestasi dan prestise dengan peluang yang setara untuk
berhasil dan tak berhasil mewujudkannya. Kehidupan modern yang
cenderung menuntut pola pandang serba rasional, cara kerja efisien dan
2
Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam Al-
Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 4.
3
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1996), hlm. 11.
4
Soeryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), hlm.
357 – 358.
9
Abdul Mujibd dan Yusuf Mudzakir, Nuansa Psikologi Islam, hlm. 164.
10
Juhaya. S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika, (Bandung: Yayasan Piara,
1997), hlm. 96.
11
Solihin, Perkembangan Pemikiran Filsafat dari Klasik Hingga Modern, (Bandung:
Pustaka Setia, 2007), hlm. 216-217
12
Syafiq A. Mughni, Nilai-Nilai Islam, (Yogyakarta Pustaka Pelajar, , 2001), hlm.
182.
13
Rollo May, Manusia Mencari Dirinya, Terj. Eunive Santoso, (Jakarta: Mitra
Utama, 1996), hlm. 1.
14
Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, hlm. 306.
15
Yunasril Ali Jalan Kearifan Sufi Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia,
(Jakarta: Serambi, 2002), hlm. 9.
16
Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam Al-
Qur’an,, hlm. 13
17
Menurut Muhammad Albahy, kata “sekularisme” adalah hasil naturalisasi dari kata
“secularism” yaitu aturan dari sebagian prinsip-prinsip dan praktek-praktek yang menolak
setiap bentuk dari bentuk-bentuk kepercayaan agama dan ibadahnya… ia suatu keyakinan
bahwa agama dan kependetaan masehi “Ketuhanan dan Kegerejaan” di mana kependetaan
tidak dimasukkan ke dalam urusan negara, lebih-lebih dimasukkan ke dalam pengajaran
umum. Lihat Muhammad Albahy, Islam dan Sekularisme Antara Cita dan Fakta, Alih
bahasa: Hadi Mulyo, (Solo: Ramadhani, 1988), hlm. 10
oleh masyarakat Barat, maka solusi yang ditawarkan lebih bersifat religius
spiritual, yakni tasawuf atau akhlak. Keduanya menawarkan solusi bahwa
manusia itu akan memperoleh kebahagiaan pada zaman apa pun, jika
hidupnya bermakna.18
Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk memelihara
agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang
disebut di atas berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan
bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan kesehatan.19 Namun demikian para
ahli belum ada kesepakatan terhadap batasan atau definisi kesehatan mental
(mental healt). Hal itu disebabkan antara lain karena adanya berbagai sudut
pandang dan sistem pendekatan yang berbeda. Dengan tiadanya kesatuan
pendapat dan pandangan tersebut, maka menimbulkan adanya perbedaan
konsep kesehatan mental. Lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya
perbedaan implementasi dalam mencapai dan mengusahakan mental yang
sehat. Perbedaan itu wajar dan tidak perlu merisaukan, karena sisi lain adanya
perbedaan itu justru memperkaya khasanah dan memperluas pandangan
orang mengenai apa dan bagaimana kesehatan mental.20 Sejalan dengan
keterangan di atas maka di bawah ini dikemukakan beberapa rumusan
kesehatan mental, antara lain:
Pertama, Musthafa Fahmi,
”Sesungguhnya kesehatan jiwa mempunyai pengertian dan batasan
yang banyak. Di sini dikemukakan dua pengertian saja; sekedar untuk
mendapat batasan yang dapat digunakan dengan cara memungkinkan
memanfaatkan batasan tersebut dalam mengarahkan orang kepada
pemahaman hidup mereka dan dapat mengatasi kesukarannya,
sehingga mereka dapat hidup bahagia dan melaksanakan misinya
sebagai anggota masyarakat yang aktif dan serasi dalam masyarakat
sekarang. Pengertian pertama mengatakan kesehatan jiwa adalah
bebas dari gejala-gejala penyakit jiwa dan gangguan kejiwaan.
Pengertian ini banyak dipakai dalam lapangan kedokteran jiwa
(psikiatri). Pengertian kedua dari kesehatan jiwa adalah dengan cara
aktif, luas, lengkap tidak terbatas; ia berhubungan dengan
kemampuan orang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri
dan dengan masyarakat lingkungannya, hal itu membawanya kepada
kehidupan yang terhindar dari kegoncangan, penuh vitalitas. Dia
dapat menerima dirinya dan tidak terdapat padanya tanda-tanda
yang menunjukkan tidak keserasian sosial, dia juga tidak melakukan
hal-hal yang tidak wajar, akan tetapi ia berkelakean wajar yang
18
Muhammad Albahy, Islam dan Sekularisme Antara Cita dan Fakta, hlm. 14
19
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai
Persoalan Umat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka anggota IKAPI, 2003), hlm. 181
20
Thohari Musnamar, et al, Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1992), hlm. XIII
21
Musthafa Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid
1, alih bahasa, Zakiah Daradjat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), hlm. 20-22
22
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hlm. 11-12
23
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental, hlm. 13
24
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1983),
hlm. 9.
25
A.F Jaelani, Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-nafs) & Kesehatan Mental, (Jakarta:
Penerbit Amzah, 2000), hlm. 76
26
Syamsu Yusuf, Mental Hygiene Perkembangan Kesehatan Mental dalam Kajian
Psikologi dan Agama, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm. 20
27
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 134
28
Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju Psikologi
Islami, hlm. 134.
29
Ibid... hlm. 135
30
Moeljono Notosoedirjo dan Latipun, Kesehatan Mental Konsep & Penerapan,
(Malang, Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 1999), hlm. 28 – 30
31
Moeljono Notosoedirjo dan Latipun, Kesehatan Mental Konsep & Penerapan, hlm.
28-31
32
Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2002), hlm.13.
33
Dadang Hawari, Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, hlm. 5
34
Ibid... hlm. 5.
35
Kartini Kartono dan Jenny Andari, Hygine Mental dan Kesehatan Mental dalam
Islam, (Bandung: CV. Mandar Maju. 1989), hlm. 29
pula sebaliknya, semakin jauh orang itu dari agama akan semakin susah
baginya mencari ketentraman batin.36
Ketiga, meningkatkan kualitas dan kuantitas dzikir. Al-Qur'an
berulang kali menyebut bahwa orang yang banyak berdzikir (menyebut nama
Allah), hatinya akan tenang dan damai. Surat al-Baqarah ayat 152
menjelaskan:
36
Moh. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi: Telaah Menuju Ilmu
Kedokteran Holistik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 43 – 44
37
Ismâ'îl ibn Kasîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm, terj. Bahrun
Abu Bakar, jilid 2, (Bandung: Sinar baru algensindo, 2003), hlm. 44.
38
Zakiah Daradjat, Islam dan Kesehatan Mental, hlm. 9.
39
Moh. Sholeh dan Imam Musbikin, Agama Sebagai Terapi: Telaah Menuju Ilmu
Kedokteran Holistik, hlm. 45
40
Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: PT al-Ma’arif,
1998), hlm. 20.
41
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta:
Rineka cipta, 200) hlm. 22.
42
Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, (Jakarta: BP.Cipta Jaya, 2003), hlm. 4.
(DEPDIKNAS, 2003: 163)
43
Abdur Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi,
(Jakarta: PT Gemawindu Pancaperkasa, 2000), hlm. 2-3.
kepadanya. Ini berarti, sumber-sumber Islam dan pendidikan Islam itu sama,
yakni yang terpenting, al-Qur’an dan Sunnah Rasul.44
Dalam konteksnya dengan krisis keruhanian manusia modern, bahwa
salah satu penyebab krisis keruhanian adalah sikap manusia yang menjauhkan
diri dari tuntunan Islam, karena itu pendidikan Islam bertujuan mendekatkan
peserta didik kepada Allah Swt dengan harapan agar peserta didik sehat
rohaninya di samping jasmani yang sehat.
C. PENUTUP
Kehidupan modern menawarkan tiga hal: harapan, kesempatan, dan
tantangan. Kehidupan modern menjanjikan harapan akan peningkatan nasib
dan kelimpahan material, membuka peluang luas untuk aktualisasi diri,
dengan mendorong keras untuk bekerja sebagai tantangan. Namun kehidupan
modern bukanlah kehidupan yang ringan untuk dijalani, karena cenderung
menuntut perspektif yang rasional, bagaimana bekerja secara efisien dan
efektif dengan meningkatnya kecepatan dan volume kerja sering mengabaikan
hal lain yang juga penuh makna dalam kehidupan. Makalah ini akan
membahas dua pertanyaan utama, yaitu bagaimana krisis manusia modern dan
upaya mencapai mental yang sehat; dan bagaimana hubungan antara tujuan
pendidikan Islam dengan krisis spiritual manusia modern. Metode yang
digunakan dalam penulisan ini adalah studi pustaka yang diarahkan untuk
menjawab pertanyaan di atas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama,
satu jenis krisis manusia modern yang merupakan salah satu jenis gangguan
jiwa dan merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia adalah krisis
kedewasaan. Yakni perasaan yang sering merasakan kecemasan dan
kecemasan mendalam, tanpa diketahui sumber (obsesi neurosis) muncul.
Upaya untuk mengatasinya adalah dengan hidup lebih bermakna. Kedua,
salah satu penyebab krisis kedewasaan adalah sikap orang-orang yang
menjauhkan diri dari bimbingan Islam, oleh karena itu pendidikan Islam
bertujuan untuk mendatangkan peserta didik kepada Allah SWT dengan
harapan agar siswa sehat spiritual disamping tubuh yang sehat.
44
Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam
Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: CV.Diponegoro, 1996), hlm. 41.
DAFTAR PUSTAKA
Albahy, Muhammad, 1988. Islam dan Sekularisme Antara Cita dan Fakta, Alih
bahasa: Hadi Mulyo, Solo: Ramadhani.
Al Dimasyqî, Ismâ'îl ibn Kasîr al-Qurasyî, 2003. Tafsîr al-Qur’an al-Azîm, terj.
Bahrun Abu Bakar, jilid 2, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
An-Nahlawi, Abdurrahman, 1996. Prinsip-Prinsip dan Metoda Pendidikan Islam
dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Bandung: CV.
Diponegoro
Ali, Yunasril, 2002. Jalan Kearifan Sufi Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia,
Jakarta: Serambi.
Bastaman, Hanna Djumhana, 1998. Integrasi Psikologi dengan Islam Menuju
Psikologi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Daradjat, Zakiah, 1983. Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung.
Djamarah, Syaiful Bahri, 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta: Rineka Cipta
Fahmi, 1977. Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, jilid 1,
alih bahasa, Zakiah Daradjat, Jakarta: Bulan Bintang.
Hawari, Dadang, 2002. Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jaelani, A.F. 2000. Penyucian Jiwa (Tazkiyat Al-nafs) & Kesehatan Mental,
Jakarta: Penerbit Amzah
Kartono, Kartini dan Jenny Andari, 1989. Hygine Mental dan Kesehatan Mental
dalam Islam, Bandung: CV. Mandar Maju.
May, Rollo, 1996. Manusia Mencari Dirinya, Terj. Eunive Santoso, Jakarta:
Mitra Utama.
Marimba, Ahmad D. 1998. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: PT al-
Ma’arif
Mubarok, Achmad, 2000. Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern: Jiwa dalam
Al-Qur’an, Jakarta: Paramadina.
Mughni, Syafiq A., 2001. Nilai-Nilai Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mujib, Abdul dan Yusuf Mudzakir, 2001. Nuansa Psikologi Islam, Jakarta; PT
Raja Grafindo
Musnamar, Thohari, et al, 1992. Dasar-Dasar Konseptual Bimbingan dan
Konseling Islam, Yogyakarta: UII Press.
Nashori, Fuad, 2002. Agenda Psikologi Islami, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Nasution, Harun. 1996. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan
Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang