Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

HUBUNGAN PARENTING STYLE (AUTHORITATIVE, AUTHORITARIAN DAN

PERMISSIVE) DAN PERSEPSI ORANGTUA MENGENAI REGULASI EMOSI


PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

Rizqina Permatasari Ardiwijaya

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

E-mail : rizqina.permatasari11@ui.ac.id

Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara Parenting Style
(Authoritative, Authoritarian dan Permissive) dan persepsi orangtua mengenai regulasi emosi pada anak usia
prasekolah. Parenting Styles orangtua diukur menggunakan Parenting Styles and Dimensions Questionnaire-
Short Form (PSDQ; Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001) dan persepsi orangtua mengenai emosi regulasi
anak dengan menggunakan The Emotion Regulation Checklis (ERC; Shields & Cicchetti, 1997). Partisipan yang
terlibat dalam penelitian ini berjumlah 154 orangtua yang memiliki anak usia prasekolah di daerah Jabodetabek.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara parenting style authoritative
orangtua dan regulasi emosi anak usia prasekolah. Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan korelasi yang
negatif antara kedua parenting style authoritarian dan permissive dan regulasi emosi anak usia prasekolah.

Kata Kunci : Parenting Style, Regulasi Emosi, Anak Usia Prasekolah


 
The Relationship between Parenting Style (Authoritative, Authoritarian and
Permissive) and Parent’s Perception about Emotion Regulation in Preschool Aged-
children

Abstract
 
The aim of this research is to examine whether there is relationship between parenting style  
(Authoritative, Authoritarian, and Permissive) and parent’s perception about emotion regulation in preschool
aged-children. Parenting styles was measured using Parenting Styles Styles and Dimensions Questionnaire-
Short Form (PSDQ; Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001) and parent’s perseption about emotional
regulation in children was measured using The Emotion Regulation Checklist (ERC; Shields & Cicchetti, 1997).
The respondents in this research were 154 parents who have preschool aged-children living in Jabodetabek. The
results show that there is a significant relationship between authoritative parenting styles and emotional
regulation in preschool aged-children, and negative correlation between both authoritarian and permissive
parenting styles and emotion regulation in preschool aged-children.

Keywords: Parenting Styles, Emotion Regulation, Preschool Aged-children


 
Pendahuluan

Pada masa prasekolah, anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam segala
aspek, baik fisik, kognitif, maupun emosi. Terkait dalam perkembangan emosi, kemampuan
regulasi sudah mulai berkembang pada usia prasekolah. Jika pada masa toddler anak masih

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
belum dapat mengatur perasaannya, masih sering tantrum, dan masih membutuhkan batuan
dari orang lain untuk membatu melakukan regulasi emosi. Pada masa prasekolah anak sudah
mulai mampu menunjukkan emosi yang dia rasakan dengan tepat (marah, takut, dan
tertekan), mulai mampu memahami perasaan orang lain (empati), dan mampu menunda untuk
mendapatkan hal yang diinginkan. Perilaku tersebut merupakan beberapa indikator perilaku
yang menunjukkan bahwa anak prasekolah sudah mulai memiliki kemampuan regulasi
emosi.
Regulasi emosi merupakan sebuah proses secara sadar ataupun tidak sadar untuk
mempertahankan, memperkuat atau mengurangi salah satu atau lebih aspek dari respon
emosi, yaitu aspek pengalaman emosi dan perilaku (Gross; dalam Lewis, Haviland-Jones, &
Barrett, 2008). Pada masa prasekolah, anak sudah mulai mengerti dan mulai dapat melakukan
regulasi emosi dengan lebih baik dibanding masa toddler (Dennis, 2006; dalam Papalia &
Feldman, 2012). Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dan pengolahan informasi
pada anak prasekolah yang meningkat (Harris, 1989; Saarni & Harris, 1989; dalam Shields &
Cicchetti, 1997). Pada masa ini juga anak mulai bisa mempelajari strategi-strategi untuk
meregulasi emosi melalui pengamatan terhadap orangtua. Tidak hanya melakukan
pengamatan, namun anak juga meniru perilaku orangtuanya dalam menerapkan strategi untuk
meregulasi emosinya. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak prasekolah yang mulai senang
melakukan modelling (meniru). Menurut Bandura (1977, dalam Papalia & Feldman, 2012),
anak prasekolah mempelajari perilaku, termasuk perilaku-perilaku yang berhubungan dengan
pengekspresian emosi melalui modelling (meniru).
Bandura (dalam Santrock, 2008) menyatakan bahwa kemampuan regulasi emosi tidak
muncul secara tiba-tiba, melainkan hasil belajar melalui pengamatan terhadap orang lain atau
lingkungan. Dalam hal ini, yang dimaksud orang lain atau lingkungan sosial yang paling
dekat dengan anak adalah orangtuanya sendiri. Terlebih pada anak yang berada pada usia
prasekolah, orangtua merupakan pengasuh utama dan anak menghabiskan sebagian besar
waktunya bersama orangtua. Dengan kata lain, bagi anak usia prasekolah, orangtua dapat
diartikan sebagai dunia bagi anak. Oleh karena itu, anak akan cenderung meniru orangtuanya
dalam regulasi emosi.
Dalam upaya melakukan interaksi dan kontrol terhadap anaknya, orangtua
menampilkannya melalui parenting style (Baumrind, 1991; dalam Alizadeh, 2011). Parenting
style dapat diartikan sebagai seluruh cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada anak.
Adapun parenting style menurut Baumrind dibagi tiga tipe parenting style, antara lain:
authoritative, authoritarian dan permissive. Dalam Papalia dan Feldman (2012) dijelaskan

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
bahwa orangtua dengan parenting style authoritative, akan tegas memberlakukan aturan dan
menuntut anak untuk berperilaku dewasa. Parenting style ini akan mengakibatkan tingginya
self reliant, self control, self assertive, dan eksplorasi pada anak. Orangtua dengan parenting
style authoritarian sangat menekankan pada kontrol dan kepatuhan. Anak yang dibesarkan
dengan parenting style ini akan cenderung disconnected, menarik diri, dan distrustful.
Parenting style authoritarian juga memiliki aturan dan guidelines perilaku seperti
authoritative, namun orangtua authoritarian membatasi keinginan atau pendapat anak,
bahkan cenderung untuk tidak menghiraukannya. Orangtua authoritarian lebih menekankan
pada anak untuk menurut dan menghormati otoritas. Sedangkan orangtua dengan parenting
style permissive memiliki beberapa tuntutan dan mengizinkan anak untuk memonitor
kegiatannya sendiri. Orangtua mendiskusikan peraturan dan pembuatan keputusan dengan
anaknya, namun mereka tidak konsisten dalam penerapan peraturan. Anak dengan parenting
style ini kemungkinan akan memiliki sedikit self-control, dan sedikit keinginan untuk
eksplorasi. Parenting style yang tidak tepat dapat menyebabkan masalah pada anak (McNeil
& Hembree-Kirgin, 2010). Kostiuk & Fouts (2002) juga mengungkapkan bahwa parenting
style yang tidak tepat dapat membuat anak cenderung tidak mampu meregulasi emosinya dan
terlibat dalam masalah perilaku. Parenting style tidak tepat yang dimaksud adalah tidak
sesuai dengan budaya ataupun tuntutan lingkungan. Regulasi emosi yang tepat akan
mendorong anak untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya baik dalam bidang
akademik maupun relasi sosial. Pernyataan ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
pada anak keturunan Afrika Amerika bahwa terdapat hubungan positif antara regulasi emosi
dengan kemampuan akademik dan kompetensi sosial (Brody et al., 1999; Morris et al., 2007).
Sebaliknya, regulasi emosi yang kurang tepat akan berdampak pada perilaku eksternalisasi
dan internalisasi anak. Perilaku eksternalisasi termasuk agresif dan perilaku delinquent
(misalnya, ketidaktaatan). Sedangkan perilaku internalisasi, antara lain: kecemasan, depresi,
keluhan somatik dan perilaku withdrawn (Bongers, Koot, Van der Ende, & Verhulst, 2003;
dalam Karreman, et. al, 2010).
Terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi regulasi emosi, yaitu faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Faktor intrinsik merupakan faktor yang terdapat dalam diri individu yang dapat
memengaruhi regulasi emosi, seperti temperamen anak, neurofisiologi dan perkembangan
kognitif (Eisenberg & Morris, 2002; Goldsmith & Davidson, 2004; dalam Morris et. al, 2007)
juga usia dan jenis kelamin anak. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah situasi yang dihadapi
atau dapat diartikan pula sebagai faktor dari luar individu, seperti budaya dan parenting style.
Menurut Gross, individu yang mampu meregulasi emosinya dengan baik akan mendapatkan

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
dampak positif bagi kesehatan fisik, perilaku dan hubungan sosial (Lewis, Haviland-Jones, &
Barrett, 2008). Individu yang memiliki kemampuan regulasi emosi yang baik dapat
mengelola dorongan-dorongan emosi yang muncul dan menghindari perilaku negatif, seperti
perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga cenderung menjauhi perilaku
kriminal atau kejahatan.
Masa prasekolah dianggap tepat untuk menangani masalah gangguan perilaku. Hal ini
sejalan dengan Erikson (Papalia & Feldman, 2012) yang mengatakan bahwa pada masa
prasekolah, anak berada dalam tahapan initiative and guilt, dimana anak memiliki keinginan
untuk melakukan berbagai hal sambil mempelajari perilaku yang diharapkan dan yang tidak
diharapkan oleh lingkungan sosial. Pada masa prasekolah, perilaku anak relatif belum
mengakar dan orangtua memiliki hubungan besar terhadap perilaku anak tersebut (Dishion &
Patterson, 1992; Ruma, Burke, & Thompson, 1996; dalam Gallagher, 2002). Penelitian baru-
baru ini telah menemukan adanya pengaruh interaksi dengan pengembangan kemampuan
regulasi emosi. Interaksi dikatakan dapat mempengaruhi perkembangan psikososial anak
melalui regulasi emosi anak-anak (Eisenberg, Cumberland, & Spinrad, 1998; Eisenberg &
Valiente, 2004; Power, 2004; dalam Morris et. al, 2007).
Terkait dengan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan
parenting style dengan persepsi orangtua mengenai regulasi emosi pada anak usia prasekolah.
Lebih tepatnya, peneliti ingin mengetahui diantara ketiga parenting style (authoritative,
authoritarian dan permissive), manakah yang dapat memiliki hubungan dengan regulasi
emosi, baik positif maupun negatif. Hubungan positif yang dimaksud adalah mendukung
anak untuk memiliki kemampuan regulasi emosi, sedangkan hubungan negatif yang
dimaksud adalah tidak mendukung atau menghambat anak untuk memiliki kemampuan
regulasi emosi.

Tinjauan Teoritis

Parenting Style
Parenting style orangtua adalah sikap orangtua dalam berinteraksi dengan anaknya
(1971, 1996b; Baumrind & Black, 1967; dalam Papalia & Feldman, 2012). Pada dasarnya
parenting style dapat diartikan sebagai seluruh cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada
anak dalam upaya mendidik anak. Parenting style orangtua memengaruhi seberapa baik anak
membangun nilai-nilai dan sikap-sikap. Parenting style merupakan gabungan dari dua
dimensi pengasuhan, antara lain: parental warmth dan parental control. Berdasarkan teori

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
yang dipopulerkan oleh Baumrid (1989; dalam Papalia & Feldman, 2012) terdapat tiga
parenting style, antara lain:
a. Authoritative, yaitu parenting style yang memberikan pengertian dan penjelasan
kepada anak mengenai konsekuensi dari suatu perilaku yang baik dan kurang baik.
b. Authoritarian, yaitu parenting style orangtua yang terlalu memaksakan kehendak
kepada anak.
c. Permissive, yaitu parenting style orangtua yang memberikan kebebasan dan
kepercayaan penuh pada anak dalam melakukan sesuatu tanpa adanya pegawasan
dari orangtua.
Parenting style merupakan konsep yang cukup kompleks dan dipengaruhi banyak
faktor. Semua faktor tersebut, memiliki kontribusi dalam menghasilkan parenting style
tertentu. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi parenting style, seperti budaya,   status
sosial ekonomi (SSE), dukungan sosial, usia orangtua, jenis kelamin orangtua bahkan
parenting style yang dialami oleh orangtua tersebut saat kecil.

Regulasi Emosi
Regulasi emosi dapat diartikan sebagai sebuah proses secara sadar ataupun tidak sadar
untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi salah satu atau lebih aspek dari respon
emosi, yaitu aspek pengalaman emosi dan perilaku (Gross; Lewis, Haviland-Jones, & Barrett,
2008). Adapun menurut Gross (2007) terdapat lima proses yang terjadi dalam regulasi
emosi, antara lain : seleksi situasi, modifikasi situasi, penyebaran perhatian, perubahan
kognitif, dan respons modulasi.
Proses Regulsi Emosi (Gross, 2007)

Seleksi Modifikasi Penyebaran Perubahan Respons


situasi situasi perhatian kognitif modulasi

Saat individu mengalami suatu situasi yang menimbulkan emosi, individu melakukan
seleksi situasi dimana individu dapat mendekati atau menghindari orang tempat atau objek
yang menimbulkan emosi. Contohnya, ketika anak merasa cemas karena mengahadapi ujian
esok hari, anak dapat memilih untuk mendekati situasi tersebut (belajar bersama teman-
teman) atau dengan menghindarinya (bermain). Setelah itu, individu melakukan modifikasi
situasi yang bertujuan untuk mengubah situasi sehingga dapat mengubah dampak emosional
yang dirasakannya (sama dengan problem-focused coping). Barulah individu melakukan

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
penyebaran perhatian atau dapat diartikan pula pengalihan perhatian. Pada perubahan kognitif
individu dapat melakukan perubahan penilaian termasuk pertahanan psikologis dan
pembuatan perbandingan sosial, pada umumnya merupakan transformasi kognisi untuk
mengubah pengaruh emosi dari situasi. Contohnya, anak yang merasa cemas karena akan
ujian, mencoba mengubah pemikirannya dengan menganggap ujian esok hari sebagai latihan
ulangan biasa, sehingga akan mengurangi kecemasannya. Proses yang terakhir adalah respons
modulasi yang bertujuan untuk memengaruhi aspek perilaku dari respon emosional yang
dialami.
Regulasi emosi memengaruhi banyak aspek dalam perkembangan anak, seperti
kompetensi, penerimaan teman, perilaku agresif, masalah perilaku eksternalisasi dan
internalisasi (Eisenberg, Spinrad, & Eggum, 2010; dalam Norman, 2014). Regulasi emosi
memiliki peran yang sangat penting dalam perilaku dan pengaturan perilakunya (Gross,
1998b; dalam Macklem, 2008). Regulasi emosi dapat membuat anak mampu mengatur
perilakunya, sehingga anak dapat bereaksi sesuai dengan tuntutan lingkungannya.
Kemampuan regulasi emosi yang kurang baik menjadi salah satu indikator munculnya
masalah perilaku eksternalisasi (Campbell, 1995; Campbell et al., 2000; Keenan, 2000; dalam
Hill, 2006). Hal ini didukung oleh penelitian Eisenberg et. al (1996; 200; 2001; dalam Hill,
2006) yang menunjukkan adanya korelasi konsisten antara regulasi emosi kurang baik dan
timbulnya masalah perilaku eksternalisasi pada anak. Contoh dari perilaku eksternalisasi,
yaitu agresif dan perilaku delinquent (ketidaktaatan).
Jika anak pada usia early childhood mengalami defisit dalam regulasi emosi, maka hal
tersebut dapat memprediksi munculnya masalah perilaku pada tahapan perkembangan
selanjutnya. Ketika anak memiliki regulasi emosi yang kurang baik, anak tidak akan mampu
untuk memberikan respon sesuai dengan lingkungan sosial, dan menunjukkan perilaku
maladapatif. Perilaku maladaptif pada anak usia toddler akan menjadi prediktor timbulnya
masalah perilaku pada anak tersebut, seperti conduct problem (Calkins & Dedmon 2000;
dalam Koledin, 2005).
Regulasi emosi dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari faktor internal yang
terdapat dalam diri anak hingga faktor eksternal yang berasal dari luar diri anak. Adapun
faktor internal yang memengaruhi regulasi emosi anak, yaitu usia, tempramen dan jenis
kelamin anak. Sedangkan faktor eksternal yang memengaruhi regulasi emosi anak, yaitu
lingkungan dan parenting style.

Anak Usia Prasekolah

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Anak usia prasekolah ini mengalami pertumbuhan yang cepat dalam berbagai aspek.
Apabila dilihat dari tahapan psikososial Erikson, anak usia prasekolah berada dalam tahap
ketiga, yaitu Initiative vs Guilt (Papalia & Feldman, 2012). Tahapan ini terjadi pada early
childhood, sekitar usia 3 sampai 6 tahun. Pada masa ini dunia sosial semakin bertambah luas
dan mereka mendapatkan tantangan yang lebih besar dibanding masa sebelumnya. Untuk
mengatasi tantangan ini, mereka perlu terlibat aktif. Dalam tahap ini, orang dewasa berharap
anak-anak menjadi lebih bertanggung jawab dan meminta mereka untuk memiliki beberapa
tanggung jawab untuk merawat diri dan barang-barang mereka. Pada tahap ini anak juga
mulai meningkatkan keinginan untuk berinisiatif.
Jika ditinjau dari tahap perkembangan kognitif Piaget, anak usia sekolah masuk ke
dalam tahapan preoperational stage. Anak usia ini belum siap untuk menggunakan operasi
mental secara logis. Namun, anak sudah mulai mampu berpikir secara simbolik dan memiliki
kemampuan dalam merepresentasikan sesuatu (Papalia & Feldman, 2012).
Menginjak usia 3 sampai 4 tahun, perkembangan bahasa dan pemahaman emosi
merupakan perubahan yang paling penting dalam mendukung perkembangan emosi pada
anak prasekolah. Mereka telah memiliki kosa kata yang lebih banyak, terutama kosa kata
untuk menggambarkan emosi (Ridgeway, Waters, & Kuczaj, 1985; dalam Santrock, 2008).
Mereka juga belajar tentang penyebab dan konsekuensi dari perasaan mereka (Denham,
1998; Denham, Bassett, & Wyatt, 2007; dalam Santrock, 2008). Anak mulai memahami
bahwa peristiwa yang sama dapat menimbulkan berbagai perasaan pada orang yang berbeda.
Selain itu, mereka menunjukkan tumbuhnya kesadaran bahwa mereka perlu untuk mengelola
emosi mereka untuk memenuhi standar sosial (Bruce, Olen, & Jensen, 1999; dalam Santrock,
2008). Selain itu, pada anak usia prasekolah sudah mulai terbentuk konsep diri, self-esteem,
dan regulasi emosi. Terkait regulasi emosi, seorang bayi hanya mengandalkan caregiver
untuk melakukan regulasi emosi, sedangkan pada anak usia prasekolah regulasi emosi yang
dilakukan akan sudah mulai bersumber pada dirinya sendiri.
Seiring pertambahan usia, anak mengalami perkembangan dalam regulasi emosi. Pada
masa infancy, anak melakukan regulasi emosi eksternal, kemudian berkembang menjadi
regulasi emosi internal ketika beranjak memasuki masa toddler (Kopp, 1989). Regulasi emosi
internal adalah regulasi emosi yang sumber modulasinya berasal dari individu itu sendiri
(Gross; Lewis, Haviland-Jones, & Barrett, 2008). Hal tersebut merupakan salah satu tugas
perkembangan anak prasekolah,   dimana anak harus mulai   untuk mengurangi bantuan dari
caregiver dan mampu melakukan regulasi emosi, baik secara internal maupun eksternal
(Sroufe, 1996;Walden & Smith, 1997; dalam Holodynski & Friedlmeier, 2005).

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Dalam perkembangan regulasi emosi anak, orangtua memiliki peran yang sangat
penting dalam perkembangan emosi anak. Bayi yang orangtuanya dapat mengerti dan
menanggapi kebutuhannya dengan cepat, cenderung tidak rewel dan takut untuk
mengekspresikan emosi positif, lebih tertarik melakukan eksplorasi, dan lebih mudah untuk
menenangkan diri (Braungart-Rieker, Hill-Soderlund, & Karrass, 2010; Crockenberg &
Leerkes, 2004; Volling et al., 2002; dalam Berk, 2012). Sebaliknya, orangtua yang merespon
kebutuhan bayi dengan tidak sabar atau marah, menunggu sampai bayi merasa sangat gelisah
akan meningkatkan kemungkinan bayi untuk semakin rewel. Hal ini membuat lebih sulit bagi
orangtua itu sendiri untuk menenangkan bayinya. Ketika caregiver gagal untuk membantu
mengatur pengalaman negatif pada bayi, bagian otak yang berkaitan dengan stres
kemungkinan gagal untuk berkembang dengan baik. Akibatnya anak akan mengalami
kecemasan dan memiliki kemampuan yang kurang baik dalam mengelola masalah emosional
(Feldman, 2007; Sedikit & Carter, 2005; dalam Berk, 2012).
Selain itu, pada toddler yang mulai memelajari perilaku dari orangtuanya melalui
modeling, peran orangtua tentu saja sangat penting. Anak akan meniru perilaku orangtuanya,
jika orangtua menunjukkan perilaku negatif, maka anak akan belajar untuk menunjukkan
perilaku negatif tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika orangtua menunjukkan perilaku positif,
maka anak akan belajar melakukan perilaku positif.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian korelasional. Hal ini sesuai dengan tujuan
dari penelitian ini, yaitu melihat hubungan antara parenting style orangtua dan persepsi
orangtua mengenai regulasi emosi anak tanpa ada manipulasi dari peneliti terhadap kedua
variabel tersebut. Sedangkan, jika dilihat berdasarkan informasi yang didapatkan, penelitian
ini termasuk ke dalam bentuk penelitian kuantitatif. Informasi mengenai kemungkinan
adanya hubungan antara kedua variabel didapatkan melalui respon atau jawaban yang berupa
skor dari alat ukur yang diberikan kepada partisipan dalam penelitian ini.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan number of contacts
termasuk dalam cross sectional studies, dimana pengambilan data dari sampel dalam
penelitian ini hanya dilakukan sebanyak satu kali. Sedangkan berdasarkan reference period,
tipe penelitian ini adalah retrospective, yaitu data yang diambil dari responden merupakan
manifestasi dari fenomena atau kejadian yang telah terjadi dan dialami oleh responden
penelitian. Kemudian ditinjau dari nature of investigation, penelitian ini merupakan
penelitian non-eksperimental.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Partisipan dalam penelititan ini merupakan adalah orangtua yang memiliki anak usia
prasekolah (usia 3-6 tahun) di daerah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan
Bekasi). Adapun karakteristik partisipan penelitian, antara lain:
1. Orangtua (Ayah atau Ibu).
2. Memiliki anak berusia prasekolah (3-6 tahun).
3. Berdomisili di daerah Jabodetabek.
4. Berasal dari status ekonomi atas, menengah dan rendah.
5. Dapat membaca (data untuk penelitian ini diambil melalui instrumen berupa
kuesioner).
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik non-
probability random sampling, yaitu accidental sampling. Peneliti mendatangi perkampungan
warga, Posyandu, dan sekolah (PAUD/TK/TPA) untuk mencari partisipan. Peneliti mencari
partispan penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Setelah menemukan
partisipan yang sesuai dengan kriteria, peneliti akan meminta kesediaan partisipan untuk
mengisi kuesioner.
Terdapat dua buah instrumen yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :
1. Parenting Styles orangtua diukur menggunakan Parenting Styles and Dimensions
Questionnaire-Short Form (PSDQ) yang dikembangkan oleh Robinson, Mandleco,
Olsen, & Hart pada tahun 2001. Alat ukur ini disusun berdasarkan teori parenting
style dari Baumrind dan bertujuan untuk melihat intensitas munculnya perilaku
tertentu dari orangtua terhadap anak. PSDQ terdiri dari 32 item berupa pernyataan
yang berbeda dan dapat diisi oleh ayah ataupun ibu. Terdapat 3 subscale yang
masing-masing mengukur parenting style authoritative, authoritarian, dan
permissive. Parenting style authoritative terdiri dari 15 item, parenting style
authoritarian terdiri dari 12 item, dan parenting style permissive terdiri dari 5 item.
Setiap item diisi dengan menggunakan skala Likert, terdapat 5 skala mulai dari
“tidak pernah” , “sesekali”, “kadang-kadang” , “sangat sering” hingga “selalu”. Item
dalam alat ukur ini tidak terdiri dari item favorable dan unfavorable.
2. Persepsi orangtua mengenai regulasi emosi anak diukur dengan menggunakan The
Emotion Regulation Checklist (ERC) yang disusun oleh Shields & Cicchetti Pada
tahun 1997. Dalam alat ukur ini, terdapat 24 item berupa pernyataan yang berbeda
dan dapat diisi oleh ayah ataupun ibu. Alat ukur ini bertujuan untuk melihat
persepsi orangtua mengenai kemampuan regulasi emosi pada anak, termasuk di
dalamnya affective lability, intensity, valence, fleksibilitas dan kesesuaian dengan

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
situasi. Setiap item diisi dengan menggunakan 4 skala mulai dari “hampir selalu”,
“sering”, “kadang-kadang”, dan “tidak pernah”. Pada alat ukur ini terdapat dua
subscale, yaitu emotion lability/negativity dan emotion regulation. Terdapat 15 item
yang mewakili subscale emotion lability/negativity, dan 8 item yang mewakili
subscale emotion regulation.

Setelah proses pengambilan data selesai, peneliti melakukan seleksi terlebih dahulu
berdasarkan kelengkapan isi kuesioner. Data yang yang lengkap kemudian diolah dengan
menggunakan teknik statistik, yaitu Pearson Correlation.

Hasil Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan analisis korelasi dengan cara penghitungan berdasarkan
Pearson Correlation, hal ini bertujuan untuk membuktikan bahwa ada hubungan antara
parenting style otangtua dan regulasi emosi anak. Berikut hasil penghitungan statistik:
Tabel Korelasi Parenting Style dan Regulasi Emosi
Parenting style N M Signifikansi
Authoritative 154 58,77 0,335**
Authoritarian 154 25,53 -0,441
Permissive 154 13,05 -0,248
**signifikan pada LOS 0,01
Nilai signifikansi dari korelasi antara parenting style authoritative dan regulasi emosi
sebesar 0,335, parenting style authoritarian dan regulasi emosi sebesar -0,441, dan parenting
style permissive dan regulasi emosi sebesar -0,248. Nilai korelasi parenting style
authoritative dan regulasi emosi (0,335) signifikan pada level of significance 0,01 yang
memiliki arti bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara parenting style authoritative dan
regulasi emosi. Hal ini menandakan Ho, yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
parenting style orangtua dan regulasi emosi anak usia prasekolah, ditolak. Sedangkan Ha,
yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara parenting style orangtua dan regulasi emosi
anak usia prasekolah, diterima. Nilai koefisien determinasi dari korelasi antara parenting
style authoritative dan regulasi emosi sebesar 0,335. Nilai ini memiliki arti bahwa 33,5%
kebervariasian parenting style authoritative dapat dijelaskan oleh hubungan antara parenting
style authoritative orangtua dan regulasi emosi anak, 66,5% dijelaskan oleh variabel lainnya
yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Nilai korelasi yang positif menunjukkan arah hubungan antara parenting style dan
regulasi emosi yang searah, yaitu semakin tinggi nilai parenting style authoritative orangtua,
maka semakin tinggi pula regulasi emosi anak. Sedangkan nilai korelasi yang negatif antara
parenting style authoritarian & permissive dan regulasi emosi menunjukkan arah hubungan
yang berlawanan, yaitu semakin tinggi parenting style authoritarian dan permissive orangtua,
maka semakin rendah regulasi emosi anak atau sebaliknya semakin rendah parenting style
authoritarian dan permissive orangtua, maka semakin tinggi regulasi emosi anak.

Tabel Perbedaan Parenting Style Orangtua dengan Regulasi Emosi Anak


Parenting Styles Regulasi Emosi Total
Baik Kurang Baik
Authoritative 48 26 74
Authoritarian 11 42 53
Permissive 16 21 27

Jika dilihat dari jumlah orangtua dengan parenting style authoritative terdapat 48 anak
memiliki regulasi emosi baik dan 26 anak memiliki regulasi emosi kurang baik. Orangtua
dengan parenting style authoritarian memiliki 11 anak dengan regulasi emosi baik dan 42
anak dengan regulasi emosi kurang baik. Sedangkan orangtua dengan parenting style
permissive, terdapat 16 anak yang memiliki regulasi emosi baik dan 21 anak yang memiliki
regulasi emosi kurang baik.

Kesimpulan

Terdapat hubungan antara parenting style authoritative dan persepsi orangtua mengenai
kemampuan regulasi emosi yang baik pada anak usia prasekolah. Selain itu, tidak terdapat
hubungan antara parenting style authoritarian dan permissive orangtua dan kemampuan
melakukan regulasi emosi yang baik pada anak usia prasekolah. Hasil ini juga dapat berarti
bahwa terdapat hubungan antara parenting style authoritarian dan permissive orangtua dan
regulasi emosi yang kurang baik pada anak usia prasekolah.

Diskusi

Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa ketiga parenting style yang
disampaikan oleh Baumrind memberikan efek yang berbeda pada perilaku anak. Pada

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
dasarnya tidak ada parenting style yang buruk. Semua parenting style memiliki kekuatan dan
keterbatasannya masing-masing. Namun, parenting style yang tepat dapat mendorong anak
untuk berkembang dengan optimal. Dari hasil penelitian ini dapat dilihat kemungkinan
parenting style yang tepat diterapkan pada anak usia prasekolah di Indonesia, Khususnya
daerah Jabodetabek, untuk mendorong anak memiliki regulasi emosi yang baik adalah
parenting style authoritative. Hal ini ditunjukkan dengan ditemukan korelasi yang signifikan
dan positif antara parenting style authoritative orangtua dan persepsi orangtua mengenai
regulasi emosi anak usia prasekolah. Dari 74 orangtua yang memiliki kecenderungan
parenting style authoritative, terdapat 48 orang anak yang memiliki regulasi emosi baik dan
26 orang anak yang memiliki regulasi emosi kurang baik. Parenting style authoritative
menggabungkan dua dimensi dalam parental, yaitu warmth dan control. Orangtua akan tetap
membangun suasana yang hangat dengan anak, namun mereka juga tetap melakukan kontrol
terhadap perilaku anak.
Nilai korelasi yang tidak signifikan dan bahkan negatif yang dihasilkan dari parenting
style authoritarian dan permissive kemungkinan disebabkan oleh dimensi parental control.
Dari 53 orangtua authoriarian, terdapat 42 orang anak yang memiliki regulasi emosi yang
tergolong kurang baik dan 11 orang anak memiliki regulasi emosi baik. Parenting style
authoritarian membuat anak merasa terlalu dikontrol oleh orangtua, sehingga anak tidak
memiliki kebebasan dalam berperilaku.
Jika dikaitkan dengan antara parenting style orangtua dengan tingkat pendidikan
terakhir berdasarkan jumlah. Maka orangtua authoritative paling banyak memiliki tingkat
pendidikan terakhir S1, orangtua authoritarian memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA,
dan orangtua permissive memiliki tingkat pendidikan terakhir SMA. Sedangkan orangtua
dengan parenting style permissive kurang memberikan kontrol pada anak. Dari 27 orangtua
dengan parenting style permissive, terdapat 21 orang anak yang memiliki regulasi emosi
kurang baik dan 6 orang anak yang memiliki regulasi emosi baik.
Jika ditinjau dari data demografis orangtua yang memiliki kecenderungan parenting
style authoritative lebih banyak berada pada tahap perkembangan dewasa muda dan SSE
menengah atas (N=53). Sedangkan jika ditinjau dari segi tingkat pendidikan terakhir,
pendidikan terbanyak adalah S1 (N=31). Orangtua yang memilki kecenderungan parenting
style authoritarian kebanyakan diantara mereka juga berada dalam tahapan perkembangan
dewasa muda dan SSE menengah atas. Selain itu jumlah antara orangtua yang memiliki
parenting style authoritarian yang berada pada tahap perkembangan dewasa muda dengan
SSE menegah atas (N=26) dan SSE menengah bawah (N=23) tidak memiliki perbedaan yang

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
signifikan. Tingkat pendidikan terakhir yang paling banyak tetap SMA (N=16). Sedangkan
pada orangtua yang memiliki kecenderungan parenting style permissive, frekuensi paling
banyak dimiliki oleh orangtua dalam tahap perkembangan dewasa muda dan SSE menengah
atas (N=14). Tingkat pendidikan terakhir yang paling banyak frekuensinya adalah SMA
(N=13).
Berdasarkan data di atas peneliti mengasumsikan bahwa usia orangtua, SSE, dan
pendidikan kemungkinan memiliki pengaruh terhadap parenting style yang dimiliki oleh
orangtua. Mungkin orangtua yang berada dalam tahap perkembangan dewasa muda akan
lebih authoritative, dilihat dari jumlahnya yang mendominasi parenting style yang lain.
Peneliti berasumsi bahwa generasi muda zaman sekarang sudah mulai mengetahui cara
mendidik anak secara seimbang, yaitu memberikan kesempatan kepada anak, namun tetap
memberikan aturan yang jelas dalam berperilaku. Hal ini juga di dukung oleh kemajuan
teknologi dan informasi. Orangtua dapat mengakses informasi mengenai parenting dengan
berbagai macam cara, misalnya melalui internet, mengahadiri seminar atau melaui siaran
televisi.

Saran Metodologis
Beberapa saran yang dapat dilakukan pada penelitian selanjutnya, antara lain :
1. Pada partisipan yang berasal dari status ekonomi rendah, tidak cukup dengan
memberikan kuesioner. Perlu ada pendampingan saat mengisi kuesioner karena
kebanyakan dari mereka kurang mengerti apa yang dimaksud dari item-item dalam
kuesioner. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya lebih baik melakukan pendampingan
selama pengisian kuesioner.
2. Kuesioner yang dipakai dalam penelitian hendaknya harus mudah dipahami kata-
katanya. Tiap item dalam kuesioner tidak menggunakan kalimat yang terlalu
panjang dan istilah yang kurang dimengerti orang awam (non-psikologi).
3. Pertimbangkan dengan matang jumlah item dan jumlah kalimat tiap item dalam
kuesioner agar partisipan lebih mudah mengisi kuesioner tersebut. Akan lebih baik
jika item pada kuesioner yang dipakai dalam penelitian kalimat disusun dengan yang
singkat dan jelas.
4. Untuk pengambilan data disarankan agar bekerja sama dengan pihak sekolah. Jika
mengandalkan metode door-to-door, dari rumah ke rumah, cukup sulit dan akan
menghabiskan banyak waktu.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Saran Praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya informasi dan dasar intervensi
terkait parenting style orangtua agar dapat menghasikan anak yang memiliki regulasi emosi
yang baik. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi preliminary research untuk penelitian
selanjutnya yang lebih mendalam terkait parenting style orangtua dan regulasi emosi anak.

Daftar Pustaka

Alizadeh, S., Thalib, M. B. A., & Mansor, M. (2011). Relationship between Parenting Style
and Children’s Behavior Problems. Asian Social Science, Vol. 7, No. 12.
doi:10.5539/ass.v7n12p195.
Brody, G.H., Flor, D.L., & Gibson, N.M., (1999). Linking maternal efficacy beliefs,
developmental goals, parenting practices, and child competence in rural single-parent
African American families. Child Development, 70 (5), 1197-1208.
Bornstein, M. H. (2002). Handbook of parenting: Practical issues in parenting (2nd ed.).
Mahwah, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Bullick, T. (2010). Growing Miracles: The First Six Years With Your Child (2nd ed.). The
data group of companies.
Berk, L. E. (2012). Developmental Through Life-span (5th ed.). Boston: Pearson
Blandon, A. Y., Calkins, S. D., Keane, S. P., & O’Brien, M. (2008). Individual Trajectories
of Emotion Regulation Process: The Effect of Maternal Depresssive Symtomatology and
Children’s Physiological Regulation. Develompental Psychology, Vol. 44, No. 4, 1110-
1123. Doi : 10.1037/0012-1649.44.4.1110.
Brenner, E. & Salovey, P. (1997). Emotion Regulation during Childhood: Developmental,
Interpersonal, and Individual Considerations. New York: Harper Collins, Inc.
Chang, L., Schwartz, D., Dodge, K. A., & McBride-Chang, C. (2003). Harsh Parenting in
Relation to Child Emotion Regulation and Aggression. J Fam Psychol, 17(4): 598–606.
doi:10.1037/0893-3200.17.4.598.
Coon, D. (2005). Psychology: A Journey (2nd ed.) Belmont: Thomson Learning Inc.
Fraenkel, J. R, & Wellen, N. E. (2008). How to design and evaluate research in education.
New York: McGraw-Hill
Gallagher, K. C., (2002). Does Child Temperament Moderate The Influence of Parenting on
Adjustment?. Developmental Review, 22, 623–643.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Goodman, S.H., & Gotlib, I.A. (1999). Risk For Psychopathology in Children of Depressed
Mothers: A Developmental Model for Understanding Mechanism of Transmission.
Psychological Review, 106, 3, 458-490.
Gross, J.J. (2002). Regulasi emosi: Affective, cognitive, and social consequences.
Psychophysiology, 39, 281–291. doi: 10.1017.S0048577201393198
Gross, J. J. (2007). Handbook of Emotion Regulation. New York: Guilford Press.
Hill, A. L., Degnan, K. A., Calkins, S. D., & Keane, S. P. (2006). Profiles of Externalizing
Behavior Problems for Boys and Girls Across Preschool: The Roles of Regulasi emosi
and Inattention. Developmental Psychology Vol. 42, No. 5, 913–928. doi: 10.1037/0012-
1649.42.5.913 Research Quarterly. 20, 259–275.
Holodynski, M. & Friedlmeier, W. (2006). Development of Emotions and Emotion
Regulation. New York: Springer Science+Business Media, Inc.
Karreman, A., de Haas, S., van Tuijl, C., van Aken, M.A.G., & Dekovi´c, M. (2010).
Relations among temperament, parenting and problem behavior in young children. Infant
Behavior & Development 33, 39–49.
Koledin, M. (2005). Internalizing and externalizing behaviors in preschoolers: Physiological
mechanisms, parental ratings and lunch time observation. Unpublished master’s thesis,
University of Maryland.
Kopp, C. B. (1989). Regulation of distress and negative emotions: A developmental
view. Developmental Psychology, 25(3), 343-354. doi:http://dx.doi.org/10.1037/0012-
1649.25.3.343.
Kostiuk, L. M., & Fouts, G. T. (2002). Understanding of emotions and emotion regulation in
adolescent females with conduct problems: A qualitative analysis. The Qualitative
Report, 7(1). Diunduh dari http://www.nova.edu/ssss/QR/QR7-1/kostiuk.html (11
Oktober 2014).
Kumar, Ranjit. (1999). Research Methodology : Step-by-step Guide For Beginners. London :
Sage Publications.
Lewis, M., Haviland-Jones, J. M., & Barrett, L. F. (2008). Handbook Of Emotions (3th ed.).
New York : The Guilford Press.
Macklem, Gayle. L. (2008) Practitioners Guide’s to Emotion Regulation in School Aged
Children. New York : Springer Science+Business Media, Inc
McNeil, C. B. & Hembree-Kirgin, T. L. (2010). Parent-Child Interaction Therapy 2nd edition.
New York: Springer.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Morris, A.S., Silk, J.S., Steinberg, L., Myers, S.S. & Robinson, L.R. (2007). The role of the
family context in the development of emotion regulation. Journal of Sosial Development,
16, 2, 361-388. DOI: 10.1111/j.1467-9507.2007.00389.x
Norman, M. A. (2014). Evaluation of Emotion Regulation and Associated Characteristics in
Foster Children Using the Dyadic Parent-Child Coding System and Caregiver-Report
Measures. Thesis. West Virginia University.
Papalia, D. E, & Feldman, R. D. (2012). Experience Human Development (12th ed.). New
York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Robinson, C. C., Mandleco, B., Olsen, S. F., & Hart, C. H. (2001). The Parenting Styles and
Dimensions Questionnaire (PSDQ). In B. F. Perlmutter, J. Touliatos, & G. W. Holden
(Eds.), Handbook of family measurement techniques: Vol. 3. Instruments & index (pp.
319 - 321). Thousand Oaks: Sage.
Qodar, N. (Mei 2014). Dalami Tewasnya Renggo, Polisi Panggil 10 Siswa SD 09.
Liputan6.com (situs berita online). Diakses dari
ttp://news.liputan6.com/read/2046659/dalami-tewasnya-renggo-polisi-panggil-10-siswa-
sd-09 (11 Oktober 2014)
Santrock, J. W. (2008). A Topical Approach to Life-Span Development (4th ed.). New York :
McGraw-Hill.
Sarafino, E.P. (2002). Health Psychology. New York : John Wiley & Sons, Inc.
Suryana, D. (Oktober 2014) . Ironi, 12 Anak Sekolah Terlibat Kejahatan Sadis. Okezone.com
(Situs berita online). Diakses dari
http://news.okezone.com/read/2014/10/09/338/1050136/ironi-12-anak-sekolah-terlibat-
kejahatan-sadis (11 Oktober 2014).
Shields, A. & Cicchetti, D. (1997). Emotion Regulation Among School-Age Children: The
Development and Validation of a New Criterion Q-Sort Scale. Developmental
Psychology, 33, No. 6, 906-9
Thompson, R. A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition. In N. A. Fox
(Ed.), The development of emotion regulation: Biological and behavioral considerations.
Monographs of the Society for Research in Child Development, 59 (2-3, Serial No. 240),
25-52).
Vohs, K. D, & Baumeister, R. F. (2011). Handbook of Self-Regulation: Research, Theory,
and Applications (2nd ed.). New York : The Guilford Press.
Saarni, C. (2011). Emotional Development in Childhood. Encyclopedia on Early Childhood
Development. Sonoma State University, USA.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014
Shaffer, D. R. (2002). Childhood and Adolescent Development (4th Ed.). Boston: Houghton
Mifflin Company.

Hubungan parenting style authoritative ..., Rizqina Permatasari Ardiwijaya, F.PSIKOLOGI UI, 2014

You might also like