Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 12

CYTOTOXIC EFFECT OF PLATELET–RICH PLASMA CHITOSAN POLYVINYL-

ALCOHOL NANOFIBER ON HUMAN PRIMARY FIBROBLAST IN VITRO

Kwartarini Murdiastuti*, Vincensia Maria Karina*, Jihan Fadhilah Lailafitriana**,


Nadia Rully Auliawati**
*Department of Periodontics, Faculty of Dentistry, Gadjah Mada University
**Undergraduate Program Faculty of Dentistry, Gadjah Mada University

Abstract
Periodontal regenerative treatment can use the application of guided tissue regeneration
(GTR) membrane which can be made as nanofiber. Freeze-dried platelet-rich plasma is
platelet-rich plasma which presents in powders and contains many growth factor which is
used to accelerate healing process in tissue. Freeze-dried PRP can be used as nanofiber
material, but it must be combined with chitosan and polyvinyl-alcohol to controls growth
factors and facilitates electrospinning process. In vitro cytotoxicity assay is used as
preliminary step of material biocompatibility examinations. The aim of this study was to
investigate the cytotoxic effect of PRP-chitosan-PVA nanofiber on human primary fibroblast.
Platelet-rich plasma-chitosan-PVA nanofiber (PRP nanofiber) and chitosan PVA
nanofiber (control nanofiber) were used in this study. Each of nanofibers was cut in 5 mm
diameter by 5 mm biopsy punch then added into 5 x 103 cell/ml in well-plates and incubated
in CO 2 incubator at 37°C. Methilthiazol Tetrazolium (MTT) was added into each well-plate
after 24 hours incubation and after that put them in CO 2 incubator at 37°C for 2 hours. The
cytotoxic effect were measured by calculating the percentage of cell viability (%). Data were
analyzed by equal variance independent t-test.
The calculation showed that the entire mean values of cell viability were above 90%. It
could be concluded that both of nanofibers were classified as non-cytotoxic on human
primary fibroblast. The statistical analysis showed there were no significant difference
(p>0.05) between PRP nanofiber and control nanofiber groups. The result of this study can be
concluded that PRP-chitosan-PVA nanofiber had no cytotoxic effect on human primary
fibroblast.

Key words: nanofiber, platele-rich plasma, cytotoxicity, human primary fibroblast

PENDAHULUAN

Di Indonesia, berdasarkan hasil survey Riskesdas tahun 2013 persentase masyarakat yang

bermasalah dengan kesehatan gigi dan mulut meningkat dari 23,2% (tahun 2007) menjadi

25,9% (Kemenkes, 2014). Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Kemenkes

RI tahun 2011, prevalensi penyakit periodontal di Indonesia mencapai 60%. Penyakit

periodontal merupakan suatu kondisi inflamasi kronis pada gingiva, tulang alveolar, dan

ligamen periodontal yang menyokong gigi. Penyakit periodontal diawali dengan gingivitis,

apabila tidak dirawat akan berlanjut menjadi periodontitis (Kinane dkk., 2017).
Salah satu perawatan penyakit periodontal adalah terapi periodontal regeneratif. Terapi

periodontal regeneratif merupakan prosedur untuk mengembalikan struktur penyokong gigi

yang telah hilang akibat periodontitis [13]. Terdapat tiga konsep dalam perawatan regeneratif

periodontal yaitu membran barier, grafts, dan wound healing modifier[4].

Guided tissue regeneration (GTR) merupakan salah satu perawatan regeneratif

periodontal yang memiliki konsep membran barier. Guided tissue regeneration merupakan

prosedur untuk meregenerasi tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum [9]. Indikasi

perawatan GTR adalah untuk merawat berbagai macam periodontal defect seperti intrabony

defects, furcation involvements, dan localized gingival recession defects[22]. Dalam

perkembangannya, membran GTR dapat diproduksi dengan teknik electrospinning.

Electrospinning menghasilkan membran berstruktur nanofiber yang mampu mendukung

perlekatan dan proliferasi sel[15].

Nanofiber didefinisikan sebagai nanomaterial yang berdiameter kurang dari 1000 nm

dan diproduksi menggunakan alat electrospinning[16]. Aplikasi nanofiber dalam terapi

regenerasi periodontal dapat berhasil jika material scaffold berinteraksi dengan bahan lain

seperti faktor-faktor pertumbuhan (growth factors), sel, dan suplai darah. Salah satu bahan

yang mengandung banyak faktor pertumbuhan adalah platelet-rich plasma (PRP) yang telah

menunjukkan peningkatan penyembuhan dan regenerasi jaringan periodontal[3]. Platelet-rich

plasma merupakan salah satu lapisan yang terbentuk setelah darah lengkap (whole blood)

pasien disentrifugasi dengan kecepatan tertentu[30].

Platelet-rich plasma terbukti kurang efisien dan tidak konsisten dalam penghantaran

growth factors yang terkandung. Growth factors tersebut cepat dilepaskan oleh PRP dan

kehilangan aktivitasnya dalam jangka waktu pendek. Dalam mengatasi hal tersebut, maka

PRP dikombinasikan dengan suatu bahan yang mampu mengontrol growth factors yang

terkandung untuk meningkatkan efesiensi PRP dan bioavailability growth factors. Salah satu
bahan yang memiliki kemampuan untuk mengatur pelepasan growth factor yang terkandung

dalam PRP adalah kitosan. Dalam banyak penelitian, kitosan telah terbukti mampu

mengontrol pelepasan agen bioaktif termasuk growth factor[12]. Scaffold yang berbasis kitosan

telah terbukti mempunyai kemampuan untuk mengimobilisasi growth factor dan

melepaskannya secara perlahan dan terus-menerus[24].

Polimer kitosan terbukti sulit untuk dielectrospinning karena memiliki tingkat kelarutan

rendah. Dalam mengatasi hal tersebut, maka kitosan dicampur dengan polimer sintetik seperti

polyvinyl-alcohol (PVA) untuk memudahkan proses electrospinning[6]. Penelitian

membuktikan bahwa penambahan PVA ke dalam kitosan menghasilkan serat nano yang

paling bersih dan hampir tidak terbentuk beads[5]. Dalam pencampuran kitosan dengan PVA

akan terjadi interaksi ikatan hidrogen antara grup hydroxyl pada PVA dengan grup amin pada

kitosan yang akan meningkatkan viskositas. Ikatan yang terjadi antara kitosan dan PVA

mampu memudahkan campuran kitosan dan PVA dalam menghasilkan serat nano pada

proses electrospinning[19].

Nanofiber PRP-kitosan-PVA merupakan suatu material yang dapat dijadikan sebagai

alternatif perawatan regeneratif periodontal dengan metode GTR. Fungsi barrier dari

membran pada prosedur GTR membutuhkan waktu kurang lebih empat hingga enam

minggu untuk meregenerasi jaringan periodontal yang hilang[27]. Oleh karena itu, sediaan PRP

yang dapat dijadikan nanofiber PRP-kitosan-PVA adalah freeze-dried PRP. Freeze-dried

PRP terbukti paling efektif menjaga growth factor yang terkandung daripada PRP yang

disimpan dalam suhu kamar maupun dibekukan, selain itu dapat disimpan dalam jangka

waktu yang panjang[23].

Nanofiber PRP-Kitosan-PVA sebagai bahan baru untuk terapi regenerasi jaringan

periodontal harus dilakukan uji biokompatibilitas sebelum diaplikasikan pada manusia.

Biokompatibilitas dapat ditinjau dari beberapa uji, salah satunya adalah uji sitotoksisitas [28].
Uji sitotoksisitas merupakan uji yang menggunakan sel untuk mengamati pertumbuhan,

reproduksi, dan morfologi sel setelah diaplikasikan suatu bahan baru. Metode yang sering

digunakan adalah metode ekstrak yaitu dengan pengukuran aktivitas mitokondria

dehidrogenase atau disebut MTT assay[7]. Sel fibroblas merupakan sel yang sering digunakan

dalam uji sitotoksik in vitro, sel tersebut dapat diambil dari gingiva dan ligamen periodontal

manusia[25].

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek sitotoksik nanofiber PRP-kitosan-PVA

terhadap human primary fibroblast.

SUBJEK DAN METODE

Penelitian ini menggunakan dua jenis nanofiber, yaitu nanofiber PRP-kitosan-PVA

sebagai kelompok perlakuan dan nanofiber kitosan-PVA sebagai kelompok kontrol.

Sebanyak 32 potongan nanofiber dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu 16 potongan untuk

kelompok perlakuan dan 16 potongan untuk kontrol. Sampel yang digunakan pada penelitian

ini adalah berupa sel human primary fibroblas.

Pembuatan nanofiber diawali dengan pembuatan larutan polimer kitosan-PVA. Serbuk

kitosan dilarutkan dalam asam asetat 98% yang sebelumnya telah diencerkan dengan

akuades menjadi 2% kemudian diaduk menggunakan hot plate stirrer hingga larutan

homogen. Larutan PVA dilarutkan dalam akuades dengan perbandingan 1:10 (PVA: akuades)

diaduk menggunakan hot plate stirrer sampai larutan homogen. Larutan kitosan dan PVA

setelah menjadi larutan yang homogen dicampur dengan perbandingan 1:9 (kitosan: PVA)

kemudian diaduk kembali dengan hot plate stirrer sampai homogen. Pembuatan nanofiber

kitosan-PVA menggunakan larutan polimer kitosan-PVA (1:9) [5]. Pembuatan nanofiber PRP-

kitosan-PVA diawali dengan mencampur freeze-dried PRP dan larutan kitosan-PVA dengan

perbandingan 1:20 lalu diaduk dengan hot plate stirrer hingga homogen[1].
Pembuatan nanofiber dilakukan dengan metode electrospinning. Tahap awal dilakukan

dengan memasukan larutan polimer ke dalam syringe bervolume 10 ml. Syringe diletakkan

pada tempat yang sudah disediakan kemudian menyesuaikan pompa yang terpasang di ujung

syringe. Lembaran aluminium foil diletakan di atas kutub negatif yang berada di seberang

tempat syringe dan digunakan sebagai kolektor serat nano. Tegangan yang dipakai sebesar 15

kV[5]. Jarak ujung jarum dan kolektor diatur sebesar 12 cm. Proses electrospinning dilakukan

pada temperatur ruangan hingga terbentuk lapisan serat nano pada aluminium foil[29].

Nanofiber tiap kelompok dipotong dengan ukuran diameter 5 mm menggunakan

biopsy punch. Potongan nanofiber kemudian disterilkan dengan sinar iradiasi gamma sebesar

25 kGy pada suhu ruang dan gelap[17]. Setelah disterilkan, potongan nanofiber dimasukkan ke

dalam sumuran yang telah berisi 5 x 103 sel/ml, sel lalu diinkubasi selama 24 jam dalam

incubator CO2 pada suhu 37oC[14].

Setelah sel diinkubasi selama 24 jam, medium dan potongan nanofiber diambil dari

setiap sumuran, kemudian masing-masing sumuran dicuci dengan PBS sebanyak 100 µL,

setelah itu ditambahkan 100 µL larutan MTT. Microplate diinkubasi selama 2 jam kemudian

larutan MTT diambil, lalu masing-masing sumuran diberi 100 µL DMSO [21]. Viabilitas sel

(%) dapat ditentukan dari perbandingan nilai OD sampel dengan rerata nilai OD kontrol yang

diukur dengan plate reader pada gelombang 570 nm. Sitotoksisitas material dapat diukur

berdasarkan viabilitas sel relatif terhadap kontrol dengan rumus[26] :

Optical Density Sampel (ODs)


Viabilitas sel (%) = x 100 %
Optical Density Kontrol Sel (ODk)

Tingkat sitotoksisitas material berdasarkan hubungan antara viabilitas sel (%) pada

kelompok sampel dibandingkan dengan kelompok kontrol adalah sebagai berikut :

Viabilitas sel > 90% Material tidak sitotoksik

Viabilitas sel 60% - 90% Material sedikit sitotoksik

Viabilitas sel 30% -59% Material cukup sitotoksik


Viabilitas sel ≤ 30% Material sangat sitotoksik

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini merupakan data kuantitatif berskala ra sio.

Data hasil penelitian akan diuji normalitasnya dengan metode Saphiro-Wilk dan

homogenitasnya dengan Levene’s test. Apabila data terdistribusi normal dan homogen maka

analisis dilakukan dengan Equal Variance Independent T-test karena jumlah subjek pada

kedua kelompok sama dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% (α= 0,05), uji ini dilakukan

untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar kelompok data. Semua data dianalisis

dengan menggunakan aplikasi IBM SPSS Statistics version 20.

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai efek sitotoksik nanofiber platelet-rich plasma kitosan polyvinyl-

alcohol terhadap human primary fibroblast dengan menggunakan MTT assay telah

dilakukan. Gambaran sel human primary fibroblast setelah dipapar dengan nanofiber selama

24 jam dapat dilihat pada Gambar 1.

A B

Gambar 1. Gambaran sel human primary fibroblast


dalam perbesaran 10x yang ditunjuk anak panah putih setelah dipapar selama 24
jam oleh (A) nanofiber PRP-kitosan-PVA yang ditunjuk anak panah hitam, (B)
nanofiber kitosan-PVA yang ditunjuk anak panah biru dan (C) tanpa diberi
perlakuan

Hasil penelitian dilihat secara visual menggunakan inverted microsope dengan

perbesaran 10x setelah sel human primary fibroblast berkontak dengan nanofiber selama 24

jam. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar A untuk perlakuan nanofiber PRP, gambar B

untuk perlakuan nanofiber kontrol, dan gambar C untuk kontrol sel yang tidak diberi

perlakuan nanofiber.

Efek sitotoksik nanofiber dapat diukur berdasarkan viabilitas sel (%) yang didapat

menggunakan perbandingan optical density kelompok sampel dan kontrol sel. Kelompok

sampel yang digunakan merupakan nanofiber PRP-kitosan-PVA dan kelompok kontrol yang

digunakan merupakan nanofiber kitosan-PVA. Nilai rerata dan simpangan baku viabilitas sel

human primary fibroblast setiap kelompok setelah diberi perlakuan yaitu pemaparan dengan

nanofiber selama 24 jam dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai rerata dan simpangan baku viabilitas sel human primary fibroblast setelah
pemaparan dengan nanofiber selama 24 jam
Jenis Nanofiber x́ ± SD(%)
Nanofiber PRP 101,873±12,152
Nanofiber Kontrol 101,824±11,322
Keterangan :
x́ : Nilai rerata viabilitas sel
SD : Standar deviasi viabilitas sel
Nanofiber PRP : Nanofiber platelet-rich plasma-kitosan-polyvinyl-alcohol
Nanofiber Kontrol : Nanofiber kitosan-polyvinyl-alcohol

Data penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa angka persentase viabilitas human

primary fibroblast yang terpapar dengan nanofiber PRP lebih besar daripada viabilitas

human primary fibroblast yang terpapar nanofiber kontrol. Data dapat dianalisis

menggunakan statistik parametrik independent t-test jika data numerik yang dihasilkan

terdistribusi normal dan variansi data hasil penelitian bersifat homogen. Pengujian normalitas
distribusi data dapat dilakukan dengan uji Saphiro-Wilk untuk besar sampel penelitian kurang

dari lima puluh. Hasil uji Saphiro-Wilk pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil uji normalitas viabilitas human primary fibroblast melalui uji Saphiro-Wilk
Jenis Nanofiber p
Nanofiber PRP 0,567
Nanofiber Kontrol 0,678
Keterangan :
p : Nilai probabilitas
Nanofiber PRP : Nanofiber platelet-rich plasma kitosan polyvinyl-alcohol
Nanofiber Kontrol : Nanofiber kitosan polyvinyl-alcohol

Tabel 2 menunjukkan nilai probabilitas nanofiber PRP adalah 0,576 dan nanofiber

kontrol sebesar 0,678. Kedua kelompok menunjukkan nilai probabilitas data melebihi 0,05

(p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil penelitian terdistribusi normal. Data

penelitian selanjutnya dilakukan pengujian homogenitas dengan Levene’s test untuk

mengetahui homogenitas variansi data hasil penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji homogenitas viabilitas human primary fibroblast melalui uji Levene’s test
Levene Statistic P
0,082 0,776
Keterangan :
p : Nilai probabilitas

Hasil uji Levene’s test menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,776 (p>0,05), sehingga

dapat diketahui bahwa variansi data hasil penelitian bersifat homogen. Berdasarkan hasil uji

normalitas Shapiro-Wilk dan homogenitas Levene’s test, data penelitian memenuhi syarat

untuk dilakukan uji independent t-test. Uji independent t-test dilakukan untuk mengetahui

apakah terdapat perbedaan yang bermakna antar kelompok data nanofiber PRP dan nanofiber

kontrol. Hasil uji independent t-test pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil uji independent t-test viabilitas human primary fibroblast


F P
0,082 0,991
Keterangan :
F : Nilai variabel distribusi t-test
p : Nilai probabilitas
Nilai probabilitas pada independent t-test menunjukkan hasil sebesar 0,991 (p>0,05),

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan efek sitotoksik yang bermakna

(p>0,05) antara nanofiber PRP dan nanofiber kontrol.

PEMBAHASAN

Hasil penelitan efek sitotoksik nanofiber PRP-kitosan-PVA terhadap human primary

fibroblast menunjukkan nilai rerata viabilitas human primary fibroblast yang terpapar oleh

kedua kelompok sampel, yaitu kelompok nanofiber PRP-kitosan-PVA dan nanofiber kitosan-

PVA. Hasil rerata viabilitas kedua kelompok sampel menunjukkan angka lebih dari 90%

sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua jenis nanofiber tidak memiliki efek sitotoksik

terhadap human primary fibroblast[18]. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian sesuai

dengan pernyataan hipotesis, yaitu nanofiber PRP-kitosan-PVA tidak menimbulkan efek

sitotoksik terhadap human primary fibroblast. Pada penelitian ini, nanofiber kitosan-PVA

digunakan sebagai kontrol positif dan juga menunjukkan hasil tidak memiliki efek sitotoksik.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian Biazar dkk (2015) nanofiber kitosan-PVA terbukti tidak

menimbulkan efek sitotoksik pada sel fibroblas yang berasal dari ekor tikus[2].

Penelitian menunjukkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05)

pada hasil viabilitas human primary fibroblast antara kedua kelompok sampel, sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan efek sitotoksik antara kedua jenis

nanofiber pada kelompok sampel. Hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena perbedaan

dari bahan nanofiber PRP-kitosan-PVA dan nanofiber kitosan-PVA adalah adanya

penambahan PRP yang bersifat tidak toksik. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

Rachmawati dkk (2017) bahwa PRP bersifat aman dan tidak menimbulkan respon imun

negatif[20]. Penggunaan PRP tidak menimbukan reaksi silang, reaksi imun dan transmisi

penyakit[30]. Oleh karena itu, hasil persentase viabilitas sel yang diberi perlakuan nanofiber
PRP-kitosan-PVA tidak lebih jauh dari hasil persentase viabilitas sel yang diberi perlakuan

nanofiber kitosan-PVA karena kedua kelompok nanofiber terbukti bersifat tidak toksik.

Penambahan PRP dalam bahan larutan pembuatan nanofiber kitosan-PVA terbukti tidak

menimbulkan efek sitotoksik. Hal ini sesuai dengan penelitian Rachmawati dkk (2017)

bahwa freeze-dried PRP aman untuk digunakan pada seluruh pasien dan tidak menimbulkan

respon imun negatif[20]. Bahan pembuatan nanofiber kitosan-PVA sendiri terdiri dari

pencampuran larutan polimer kitosan dan PVA. Kitosan merupakan polimer yang bersifat

biokompatibel dan tidak toksik[29]. PVA merupakan polimer sintetis yang memiliki sifat

biokompatibel dan tidak beracun[6]. Proses pencampuran kitosan dengan PVA akan terjadi

ikatan hidrogen antara grup amin yang terdapat pada kitosan dengan grup hydroxyl yang

terdapat pada PVA. Interaksi kedua polimer tersebut akan meningkatkan viskositas larutan

kitosan-PVA. Ikatan yang terjadi antara kitosan dan PVA mampu memudahkan campuran

kitosan dan PVA dalam menghasilkan serat nano pada proses electrospinning[19]. Bentuk

nanofiber memiliki sifat biokompatibel dan mampu menyediakan lingkungan alami bagi sel

dengan meniru matriks ekstraselulernya sehingga menjaga sel tetap hidup [8]. Nanofiber PRP-

kitosan-PVA terdiri dari tiga bahan yaitu freeze-dried PRP, kitosan, dan PVA yang terbukti

tidak toksik dalam banyak penelitian, sehingga ketika digabung menjadi satu dan dibuat

menjadi sediaan nanofiber juga menghasilkan nanofiber yang tidak menimbulkan efek

sitotoksik. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan larutan freeze-dried PRP pada

larutan kitosan-PVA untuk membuat nanofiber PRP-kitosan-PVA terbukti tidak

menimbulkan efek sitotoksik terhadap human primary fibroblast.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan secara in vitro, dapat disimpulkan

bahwa nanofiber PRP-kitosan-PVA tidak menimbulkan efek sitotoksik terhadap human

primary fibroblast.
SARAN

Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait efek sitotoksik nanofiber PRP-kitosan-PVA

secara klinis untuk lebih meninjau efek sitotoksik nanofiber PRP-kitosan-PVA.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bi, L., Cheng, W., Fan., H., Pei, G., (2010) Reconstruction of Goat Tibial Defect
Using an Injectable Tricalcium Phosphate/Chitosan in Combination with Autologus
PRP. Journal of Biomaterial. 31: 3201-3211.
2. Biazar, E., Zaeifi, D., Khesel, S. H., Ojani, S., Hajiaghaee, A., Safarpour, R.,
Sheikholeslami, M., Heidari, B., Sadeghpour, S., (2015) Design of Electrospun Poly
vinyl alcohol/Chitosan Scaffold and Its Cellular Study. Journal of Paramedical
Sciences. 6(3):48-53.
3. Chen, F. M., Zhang, J., Zhang, M., An, Y., Chen, F., Wu, Z. F., (2010) A Review on
Endogenous Regenerative Technology in Periodontal Regenerative Medicine.
Biomaterials. 31(31): 7892-27.
4. Cortellini, P. S., (2015) Minimally Invasive Surgical Technique and Modified-MIST
in Periodontal Regeneration. dalam Harrel, S. K. dan Wilson, T. G., (2015) Minimally
Invasive Periodontal Therapy: Clinical Techniques and Visualization Technology.
Oxford: John Wiley & Sons. pp 118.
5. Darmawan, M., Syamdidi, Yennie, Y., Wibowo, S., (2016) Karakteristik Serat Nano
Komposit Kitosan-Polivinil Alkohol (PVA) dari Cangkang Rajungan Melalui Proses
Electrospinning. JBP Kelautan dan Perikanan. 11(2): 213-22.
6. Das, P., Ojah, N., Kandimalla, R., Mohan, K., Gogoi, D., Dolui, S. K., Choudhury, A.
J., (2018) Surface Modification of Electrospun PVA/Chitosan Nanofibers by
Dielectric Barrier Discharge Plasma at Atmospheric Pressure and Studies of Their
Mechanical Properties and Biocompatibility. International Journal of Biological
Macromoleculs. 114(2018): 1026-1032.
7. Fotakis, G. dan Timbrell, J. A., (2006) In Vitro Cytotoxicity Assays: Comparison of
LDH, Neutral Red, MTT and Protein Assay in Hepatoma Cell Lines Following
Exposure to Cadmium Chloride. Toxicology Letters. 160(2): 171-7.
8. Haider, A., Haider, S., dan Kang, I. K., (2015) Coprehensive Review Summarizing
Effect Electrospinning Parameters and Potential Application of Nanofibers in
Biomedical and Biotechnology. Arabian Journal of Chemistry. pp 3 dan 4.
9. Jacob, S. A., Amudha, D., (2017) Guided Tissue Regeneration: A Review. Journal of
Dental Health, Oral Disorders & Therapy. 6(3): 1-7.
10. Kementerian Kesehatan RI., (2014) Info Datin: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: KEMENKES RI. pp 1.
11. Kinane, F. D., Stathopoulou, P. G., Papapanou, P. N., (2017) Periodontal Diseases.
Nature Reviews. 3(17038): 1-14.
12. Kutlu, B., Aydin, R. S. T., Akman, A. C., Gumusderelioglu, M., Nohutcu, R. M.,
(2012) Platelet-Rich Plasma-Loaded Chitosan Scaffolds: Preparation and Growth
Factor Release Kinetics. Society for Biomaterials. pp 1-8.
13. Lang, N. P. dan Lindhe, J., (2015) Clinical Periodontology and Implant Dentistry 6th
ed. Oxford: John Wiley & Sons. pp 537.
14. Lee, S. Y., Kim, W. S., Yang, J. M., (2000) Expression and Characterization of
Fibroblast Growth Factor 8 from Mexican Axolotl, Ambystoma mexicanum. Mol.
Cells. 10(6): 684-91.
15. Li, W. J., Cooper, J. A., Mauck, R. L., Tuan, R. S., (2006) Fabrication and
Characterization of Six Electrospun Poly(α-hydroxy ester) Based Fibrous Scaffolds
for Tissue Engineering Applications. Acta Biomaterialia. 2(4): 377-85.
16. Lin, T. dan Wang, X., (2014) Needleless Electrospinning of Nanofibers: Technology
and Applications. Boca Raton: CRC Press. pp 1.
17. Mendieta-Barranon, I., Channes-Cuevas, O. A., Alvarez-Perez, M. A., Gonzalez-
Alva, P., Medina, L. A., Aguilar-Franco, M., Serrano-Bello, J., (2018)
Physiochemical and Tissue Response of PLA Nanofiber Scaffolds Sterilized by
Different Techniques. ODOVTOS-Int. J. Dental. Sc. 21-3: 77-88.
18. Meric, G., Dahl, J.E., Ruyter, E., (2008) Cytotoxicity of Silica-Glass Fiber Reinforced
Composites. Dental Materials. 24: 1201-6.
19. Panboon, S., (2005) Electrospinning of Poly (Vinyl Alcohol)/Chitosan Fibers for
Wound Dressing Applications. Thesis. King Mongkut’s Institute of Technology North
Bangkok, ISBN 974-19-0476-2.
20. Rachmawati, T., Astuti, S. P., Purwati., (2017) The Effect of Allogenic Freeze Dried
Platelet-Rich Plasma in Responses Inflammation Reaction of Rabbit. Journal of
SCRTE. 1(1): 39-42.
21. Riss, T. L., Moravec, R. A., Niles, A. L., Duellman, S., Benink, H. A., Worzella, T. J.,
Minor, L., (2016) Cell Viability Assays. dalam Sittampalam, G. S., Coussens, N. P.,
Brimacombe K., Assay Guidance Manual [Internet]. Bethesda (MD): Eli Lilly &
Company and the National Center for Advancing Translational Sciences.
22. Sam, G., Pillai, B. R. M., (2014) Evolution of Barrier Membranes in Periodontal
Regeneration-“Are The Third Generation Membranes Really Here?". J Clin Diagn
Res. 8(12): ZE14–ZE17.
23. Shiga, Y., Kubota, G., Orita, S., Inage, K., Kamoda, H., Yamashita, M., Iseki, T., Ito,
M., Yamauchi, Y., Sainoh, T., Sato, J., Fujimoto, K., Abe, K., Kanamoto, H., Inoue,
M., Kinoshita, H., Furuya, T., Koda, M., Aoki, Y., Toyone, T., Takahashi, K., Ohtori,
S., (2017) Freeze-Dried Human Platelet-Rich Plasma Retains Activation and Growth
Factor Expression after an Eight-Week Preservation Period. Asian Spine Journal,
11(3):329–336.
24. Sivashankari, P. R., Prabaharan, M., (2016) Prospect of Chitosan-based Scaffolds for
Growth Factor Release in Tissue Engineering. International Journal of Biological
Macromolecules. BIOMAC-5852:1-8.
25. Souto-Lopes, M., Azevedo, A., Teixeira, A., Bastos-Aires, D., Lordelo, J., Perez-
Mongiovi, D., (2013) Cytotoxicity of Acrylic Based Resin Compounds in A Human
Gingival Fibroblast Cell Line. J Med Dent Cir Maxilofac. 54: 87-90.
26. Subramani, K., Ahmed, W., Hartsfield, J. K., (2013) Nanobomaterials in Clinical
Dentistry. USA: Elsevier. pp 289.
27. Susanto, A., Susanah, S., Pontjo, B., Satari, M. H., (2015) Membran Guided Tissue
Regeneration Untuk Regenerasi Periodontal. dentika Dental Journal. 18(3): 300-4.
28. Tobiasch, E., (2011) Differentiation Potensial of Adult Human Mesenchymal Stem
Cell, dalam Artman, M. G., Minger, S., Hescheler, S., (2011) Stem Cell Engineering.
Berlin: Springer-Verlag. pp 70.
29. Wahyudi, T., Sugiana, D., (2011) Pembuatan Serat Nano Menggunakan Metode
Elektrospinning. Arena Tekstil. 26(1): 29-34.
30. Wang, H. L. dan Avila, G., (2007) Platelet Rich Plasma: Myth or Reality?. Eur J
Dent. 1(4): 192-4.

You might also like