Correlation of Chronic Disease Management Program Agency of Health Social Guarantees in The Quality of Patient's Life in Unej Medical Center

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

KORELASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS BADAN

PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP


PASIEN di UNEJ MEDICAL CENTER

Correlation of Chronic Disease Management Program Agency of Health Social


Guarantees in The Quality of Patient's Life in Unej Medical Center

1IdaSrisurani Wiji Astuti, 2Adhang Isdyarsa, 3Cicih Komariah


123Public Health Department, Faculty of Medicine,Universitas Jember, Jember, Indonesia
dr.rani82@yahoo.com; 081357484568

Abstract

Prolanis BPJS (the program of Chronic Disease Management by Social Security Health
Agency) was launched for financing efficiency for chronic disease in Indonesia. The
efficiency has made a noticeable impact.This study aims to observe the correlation
between the program and the increase of patients’ quality of life as a result of the
implementation of Prolanis BPJS. The research deployed cross sectional analytic approach
in which data was collected in January 2017.During the research, 2 (two) types of
questionnaire such as questionnaire of service quality based on the SERVQUAL (Service
Quality) and the SF-36 questionnaire related to the quality of life were distributed. A total
of 22 respondents were involved through total sampling method to identify both the value
of perception and expectations of each respondent towards the quality of primary health
care facilities in Unej Medical Center. Spearman method was implemented for data
analysis reportingthe findings that in general the quality of service provided by PROLANIS
BPJS indicated no correlation with the patients’ quality of life at UMC (p) 0,072,and (r)
0,391. Eight dimensions of life quality were examined, and only two of them were showed
correlation with the quality of service provided, namely: the dimensions of physical
function and bodily pain.

Keywords : Prolanis, BPJS, Quality of life

Abstrak

Prolanis BPJS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial) Kesehatan dicanangkan dalam rangka efisiensi pembiayaan penyakit kronis di
Indonesia. Dampak dari efisiensi tersebut tentu ada. Penelitian ini bertujuan ingin
mengetahui sejauh mana korelasi program tersebut terhadap peningkatan kualitas hidup
pasien sebagai dampak dilaksanakannya prolanis oleh BPJS. Penelitian ini menggunakan
pendekatan analitik cross sectional. Data dikumpulkan selama bulan Januari 2017.
Instrumen penelitian memakai 2 jenis kuesioner yaitu kuesioner mutu pelayanan
berdasarkan SERVQUAL (ServiceQuality), dan kualitas hidup menggunakan kuesioner SF-
36.Sampel pada penelitian merupakan bagian dari populasi pasien DM tipe 2 dan
hipertensi yang juga pengguna layanan kesehatan BPJS di UMC (Unej Medical Center),
Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Sebanyak 22 responden
123 Ida Srisurani Wiji Astuti, Adhang Isdyarsa, dan Cicih Komariah adalah Public Health
Department, Faculty of Medicine,Universitas Jember, Jember, Indonesia

1
2 Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 1 Maret 2018

melalui metode total sampling ditelusur untuk mengetahui nilai persepsi dan nilai harapan
masing-masing terhadap mutu pelayanan faskes primer di Universitas Jember tersebut.
Analisis data menggunakan metode Pearson dikarenakan data berdistribusi normal. Hasil
uji normalitas didapatkan nilai signifikansi untuk kualitas hidup p = 0,202 dan untuk mutu
pelayanan p = 0,980 sehingga nilai signifikansi keduanya bernilai p>0,05. Ditemukan
bahwa mutu pelayanan yang diberikan oleh Prolanis BPJS tidak memiliki korelasi
bermakna (nilai p= 0,072) terhadap kualitas hidup dari pasien di UMC secara umum.
Delapan dimensi kualitas hidup yang diteliti, hanya dua yang berkorelasi dengan mutu
pelayanan yang diberikan. Kedua dimensi yang memiliki kekuatan korelasi sedang
tersebut adalah dimensi fungsi fisik (r=0,524)dan dimensi nyeri tubuh (r=0,429).

Kata kunci : Prolanis, BPJS, kualitas hidup

PENDAHULUAN tentang efektifitas PROLANIS. Penelitian


tersebut menyimpulkan bahwa
Program pengelolaan penyakit PROLANIS dinilai kurang efektif dilihat
kronis adalah sistem pelayanan dari beberapa indikator, seperti
kesehatan dan pendekatan proaktif yang perubahan kadar gula darah puasa,
dilaksanakan secara terintegrasi dengan kadar HbA1c, dan indeks masa tubuh.
melibatkan peserta, fasilitas kesehatan Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti
dan BPJS kesehatan. ingin meneliti tentang efektifitas
Penurunan kualitas hidup PROLANIS ditinjau dari aspek mutu
penderita, manajemen diabetes dan pelayanan oleh karena PROLANIS
hipertensi yang sangat mahal merupakan merupakan program yang termasuk
faktor yang memaksa pemerintah dalam mutu pelayanan kualitas medik
Indonesia mengadopsi sistem seperti di dari BPJS. Mengacu pada latar belakang
Amerika dan Inggris. Sistem tersebut diatas peneliti menyimpulkan untuk
adalah DPP (Diabetic Prevention mengambil judul penelitian efektifitas
Program) dan BPLB (Blood Pressure PROLANIS terhadap kualitas hidup
Leadership Board) guna memberikan pasien diabetes tipe 2 di Unej Medical
pelayanan khusus bagi penderita DM tipe Center (UMC).
2 dan hipertensi pada layanan kesehatan 1. Mengetahui pengaruh mutu
primer. Program nasional di Indonesia pelayanan PROLANIS terhadap
itu diberi nama program pengelolaan kualitas hidup dari pasien DM tipe 2
penyakit kronis (PROLANIS) yang berada dan hipertensi.
di bawah naungan BPJS Kesehatan. 2. Mengetahui efektifitas PROLANIS di
Setelah dilakukan kajian terhadap UMC.
pembiayaan PROLANIS dan beberapa
program BPJS yang lain, pemerintah
berhasil menghemat biaya hingga Rp METODE
1,58 trilyun per tahun. Angka tersebut
merupakan jumlah yang cukup Jenis penelitian ini termasuk dalam
bermakna bagi efisiensi pembiayaan penelitian deskripsi analitik. Metode
dibidang kesehatan (Laporan yang digunakan adalah kuesioner dengan
Akuntabilitas Kinerja PPJK, 2015). pendekatan cross-sectional yaitu
Data diatas tidak sejalan dengan mengambil data pada satu waktu.
penelitian yang dilakukan Sari (2014) (Budiharto, 2008).
Ida Srisurani Wiji Astuti : Korelasi Program Pengelolaan ..... 3

Alat ukur yang digunakan oleh untuk menjawab pertanyaan


peneliti adalah berupa kuesioner. wawancara struktural. Didapatkan
Sedangkan tujuan dari penelitian ini hasil nilai harapan dan nilai persepsi
untuk menganalisis korelasi mutu mutu pelayanan.
pelayanan PROLANIS terhadap kualitas
hidup pasien DM tipe 2 dan hipertensi di b. Variabel terikat
UMC. Variabel terikat adalah variabel yang
Penelitian ini dilakukan di tempat dipengaruhi oleh variabel lain.
dan waktu yang berbeda sesuai dengan Variabel terikat dalam penelitian ini
kesanggupan dari responden, yaitu : adalah kualitas hidup pasien yang
a. Home visit dengan mendatangi rumah didapatkan melalui wawancara
responden yang dilakukan mulai terstruktur dengan menggunakan
tanggal 16 Januari 2017; Short Form 36 (SF-36). Hasil
b. Unej Medical Center bersamaan wawancara didapatkan nilai kualitas
dengan aktifitas klub PROLANIS pada hidup dari pasien DM tipe 2 dan
tanggal 27 Januari 2017. hipertensi peserta BPJS di UMC.

Sampel Penelitian Pengumpulan Data


Sampel pada penelitian ini adalah a. Sumber Data
bagian dari populasi pasien DM tipe 2 Data penelitian ini merupakan
dan hipertensi yang juga pengguna data primer yang didapatkan dengan
layanan kesehatan BPJS di UMC, mewawancarai responden dengan
Kecamatan Sumbersari, Kabupaten bantuan kuesioner. Kuesioner yang
Jember, Provinsi Jawa Timur. Penelitian digunakan dalam penelitian ini terdiri
ini peneliti menggunakan metode total dari dua bagian yaitu: bagian pertama
sampling. berhubungan dengan mutu pelayanan
Teknik pengambilan sampel yang dari program PROLANIS berdasarkan
digunakan pada penelitian ini adalah SERVQUAL (Service Quality), bagian
total sampling. Responden dipilih kedua yang berhubungan dengan
berdasarkan keikutsertaannya dalam kualitas hidup berdasarkan pada
PROLANIS. Responden akan menjawab kuesioner SF-36.
langsung pertanyaan kuesioner dari
peneliti. Jumlah total responden yang b. Teknik Pengumpulan Data
didapat adalah 22 pasien baik DM tipe 2 Peneliti menggunakan teknik
dan hipertensi. wawancara terstruktur untuk
a. Variabel bebas mendapatkan data primer dari
Variabel bebas adalah variabel yang responden. Wawancara dilakukan oleh
yang menyebabkan terjadinya orang lain yang dipercaya peneliti dan
perubahan pada variabel lain. diberi pengenalan dan pelatihan dalam
Variabel bebas pada penelitian ini memahami alat yang digunakan.
adalah mutu pelayanan yang
didapatkan melalui kuesioner c. Alat Pengumpulan Data
SERVQUAL. SERVQUAL meliputi : Peneliti menggunakan lembar
tangibility (bukti fisik), reability kuesioner sebagai alat pengumpulan
(handal), responsiveness (tanggap), data. Lembar kuesioner dalam penelitian
assurance (jaminan), empaty ini terdiri dari dua jenis yaitu lembar
(perhatian). Responden diminta kuesioner untuk informasi mutu
4 Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 1 Maret 2018

PROLANIS BPJS dan lembar kuesioner dengan alat yang sama. Langkah pertama
kualitas hidup dari pasien DM tipe 2 dan adalah memberikan pertanyaan guna
hipertensi. Kedua kuesioner saling mendapatkan persepsi pasien, yang
terkait agar nantinya dapat dihubungkan kedua untuk mendapatkan harapan
hasilnya menjadi korelasi kualitas hidup pasien (Roohi, et al., 2011).
pasien dengan efektivitas P ROLANIS Nilai gap didapatkan dari masing
dalam bidang mutu pelayanan. lima dimensi disetiap aspek persepsi dan
harapan kemudian dijumlahkan lalu
Analisis Data diambil rata-rata nilai total gap. Skor
Data yang didapat kemudian dalam kuesioner ini berdasarkan dengan
diolah sesuai dengan standar masing- skala Likert, seperti berikut:
masing kuesioner. Data-data yang diolah sangatburuk = 0;
tersebut sebelumnya dikonfersi menjadi buruk = 25;
nilai skor dengan hasil numerik. cukupbaik = 50;
Penilaian skor kedua kuesioner adalah baik = 75;
sebagai berikut : sangatbaik = 100.
a. SERVQUAL Nilai gap yang didapatkan
Dalam penelitian ini SERVQUAL memiliki arti jika bernilai positif atau
digunakan untuk meneliti mutu mendekati nol, maka tingkat kepuasan
pelayanan dari PROLANIS. Mutu atau mutu pelayanan berdasarkan
pelayanan didapatkan dari sebuah gap persepsi pelanggan semakin baik. Nilai
yang disebut gap 5. Gap 5 adalah selisih negatif memiliki arti bahwa mutu
antara nilai persepsi responden dari pelayanan masih belum memenuhi
pelayanan yang diterima dikurangi harapan atau kepuasan dari pasien
dengan nilai harapan responden (Pena, et al., 2013).
terhadap pelayanan yang diinginkan.
Nilai persepsi adalah nilai yang b. SF-36
didapatkan dari pasien terhadap Short Form-36 digunakan untuk
pelayanan yang mereka terima. Nilai mengetahui tingkat kualitas hidup pasien
harapan adalah nilai yang diberikan DM tipe 2 dan hipertensi. Berdasarkan
pasien untuk fasilitas kesehatan pedoman yang digunakan, pembagian
berdasarkan pada keinginan mereka. skor SF-36 adalah sebagai berikut:
Pertanyaan yang diajukan adalah sama

Tabel 3.2 Skor pertanyaan SF-36


Nomor pertanyaan Jumlah pilihan jawaban Interval
1, 2, 20, 22, 32, 33, 34, 35, 36 5 25
3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 3 50
13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 2 100
21, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31 6 20
Sumber: Quality of Life Research, Hawthrone, G. et. al, 2007

Setelah nilai dari masing-masing dimensi masing-masing. Pada tabel 3.3


pertanyaan telah ditentukan maka menunjukkan nomor pertanyaan di
dikelompokkan berdasarkan dengan setiap dimensinya, seperti berikut :
Ida Srisurani Wiji Astuti : Korelasi Program Pengelolaan ..... 5

Tabel 3.3 Skor dimensi SF-36


Jumlah
Sub variabel Nomor pertanyaan dari tabel 3.2
pertanyaan
Fungsifisik 10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 1213, 14, 15, 16

Nyeritubuh 2 21, 22
Kesehatan secara umum 6 1, 2, 33, 34, 35, 36
Vitalitas 4 23, 27, 29, 31
Fungsisosial 2 20, 32
Kesehatanemosional 3 17, 18, 19
Kesehatan mental 5 24, 25, 26, 28, 30
Keterbatasan fisik 4

Nilai skor akhir ditentukan terdiri dari SERVQUAL sebagai pengukur


dengan jumlah total konversi dari tabel mutu pelayanan dan SF-36 sebagai
3.2 kemudian dikelompokkan pengukur kualitas hidup responden.
berdasarkan tabel 3.3 dan dibagi dengan Kuesioner tersebut diajukan kepada 22
jumlah pertanyaan tiap dimensi. peserta PROLANIS BPJS. Responden
tersebut terdiri dari 11 orang laki-laki
Uji Statistik dan 11 perempuan. Jumlah skor total
Data dianalisis menggunakan dari masing-masing kuesioner
program SPSS. Uji yang digunakan untuk SERVQUAL dan SF-36 adalah hasil
menguji korelasi dua sampel dependen skoring yang digunakan peneliti untuk
dan independen dengan bentuk data diolah. Pengumpulan data selanjutnya
numerik adalah uji korelasi Pearson memakai uji normalitas menggunakan uji
dikarenakan data terdistribusi secara Saphiro-Wilk karena jumlah sampel yang
normal. Uji korelasi juga dilakukan pada didapat berjumlah kurang dari 50. Data
delapan dimensi kualitas hidup untuk selanjutnya diolah menggunakan uji
mengetahui dimensi yang memiliki korelasi dari Pearson dikarenakan
korelasi dengan mutu pelayanan. distribusi data yang normal.

Pengukuran Mutu Pelayanan


HASIL PENELITIAN Data hasil penelitian mengenai
mutu pelayanan dengan menggunakan
Penelitian tentang efektifitas lima dimensi kualitas pelayanan Prolanis
PROLANIS terhadap kualitas hidup di UMC dari persepsi pengguna layanan
pasien ini menggunakan dua buah terdapat pada tabel 4.1 dibawah ini :
kuesioner yang berbeda. Kuesioner

Tabel 4.1 Persepsi Responden terhadap Mutu Pelayanan PROLANIS


Dimensi kualias pelayanan Skor persepsi Skor harapan Gap 5
Fisik 65,91 85,04 -19,13
Kehandalan 61,08 73,44 -12,36
Daya tanggap 63,26 76,70 -13,45
Jaminan kepastian 57,27 71,59 -14,32
6 Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 1 Maret 2018

Dimensi kualias pelayanan Skor persepsi Skor harapan Gap 5


Empati 55,40 73,01 -17,61
Total 302,92 379,78 -76,87

Berdasarkan tabel 4.1, dengan -12,36, sedangkan skor gap


didapatkan skor rata-rata dari setiap terbesar dihasilkan oleh dimensi fisik
dimensi dalam segi persepsi dan harapan yaitu -19,13. Nilai dari gap berbanding
adalah seperti pada tabel. Skor persepsi lurus dengan mutu pelayanannya,
tertinggi dimiliki dimensi bukti fisik atau semakin kecil mendekati nol atau bila
tangibility dengan skor 65,91. Skor bernilai positif maka semakin baik pula
terendah pada persepsi responden mutu pelayanan yang diberikan.
adalah dimensi empati yang Interpretasi nilai gap berdasarkan tabel
mendapatkan nilai skor 55,40. Skor 4.1 adalah mutu pelayanan dari dimensi
harapan memiliki nilai yang lebih tinggi kehandalan memiliki skor terbaik, diikuti
dibanding dengan skor persepsi dengan oleh dimensi daya tanggap, jaminan
dimensi fisik mendapat skor tertinggi kepastian, empati dan terendah adalah
85,04. Dimensi yang memiliki skor fisik.
terendah untuk nilai harapan adalah
dimensi jaminan kepastian dengan Pengukuran Kualitas Hidup
jumlah skor 71,59. Skor gap 5 adalah Data hasil penelitian tentang
pengurangan dari skor persepsi kualitas hidupdengan menggunakan
dikurangi dengan skor harapan dari delapan dimensi kualitas hidup pasien
responden. Skor gap terkecil dihasilkan DM tipe 2 dan hipertensi terdapat pada
oleh dimensi kehandalan atau reability tabel 4.2 di bawah ini:

Tabel 4.2 Persepsi Responden Terhadap Kualitas Hidup


Dimensi kualitas hidup Skor
Kesehatan umum 48,67
Fungsi fisik 56,82
Kesehatan fisik 46,59
Kesehatan emosional 65,15
Fungsi sosial 88,07
Nyeri tubuh 60,80
Vitalitas 57,95
Kesehatan mental 76,91
Rata-rata 56,54

Berdasarkan tabel 4.2 diatas, mental dengan 76,91, diikuti dimensi


setiap dimensi memiliki nilai yang setara kesehatan emosional dengan 65,15 serta
dengan maksimal skor adalah 100. nyeri tubuh dengan skor 60,80. Dimensi
Dimensi fungsi sosial memiliki skor kesehatan fisik mendapatkan nilai skor
tertinggi yaitu 88,07 dimana skor itu terendah yaitu 46,59, diatasnya adalah
berarti hanya ada sedikit gannguan dimensi kesehatan umum atau persepsi
fungsi sosial dikarenakan DM tipe 2 kondisi umum yang sedang dirasakan
ataupun hipertensi. Nilai tertinggi oleh responden dengan nilai 48,67.
selanjutnya adalah dimensi kesehatan Dimensi vitalitas dan dimensi fungsi fisik
Ida Srisurani Wiji Astuti : Korelasi Program Pengelolaan ..... 7

memiliki nilai skor 57,95 dan 56,82. Skor berdasarkan uji Saphiro-Wilk dan dapat
rata-rata dari kedelapan dimensi yang dilanjutkan untuk uji korelasi Pearson
diukur mencapai nilai 56,54. (Dahlan, 2013).
Data hasil penelitian ini Hasil pengolahan pada uji
merupakan data dengan skala numerik korelasi pearson didapatkan nilai
berupa skor mutu pelayanan dan skor korelasi (p) 0,072, nilai kekuatan
kualitas hidup. Data yang telah korelasi (r) 0,391. Nilai korelasi p =
terkumpul dan sudah diolah peneliti 0,072 memiliki arti korelasi positif
kemudian dilanjutkan dengan melakukan namun tidak terdapat korelasi yang
uji normalitas. Uji normalitas yang bermakna antara dua variabel mutu
digunakan pada penelitian ini adalah uji pelayanan dan kualitas hidup. Nilai
Saphiro-Wilk karena jumlah sampel yang kekuatan korelasi r = 0,391 dimana nilai
didapat kurang dari 50 (n<50). Hasil dari tersebut memiliki arti kekuatan korelasi
uji normalitas didapatkan nilai lemah antara dua variabel. Selanjutnya
signifikansi untuk kualitas hidup p = peneliti menganalisis korelasi mutu
0,202 dan untuk mutu pelayanan p = pelayanan terhadap setiap dimensi pada
0,980 sehingga nilai signifikansi kualitas hidup pasien. Nilai korelasi yang
keduanya bernilai p>0,05. Hasil didapatkan tertera pada tabel 4.3 di
signifikansi tersebut menunjukkan bawah ini :
bahwa distribusi data normal

Tabel 4.3 Nilai Korelasi 8 Dimensi Kualitas Hidup


Dimensi Kekuatan korelasi Signifikansi
Kesehatan umum 0,171 0,446
Fungsi fisik 0,524 0,012
Kesehatan fisik 0,101 0,654
Kesehatan emosional -0,196 0,381
Fungsi sosial 0,051 0,820
Nyeri tubuh 0,429 0,046
Vitalitas 0,300 0,176
Kesehatan mental 0,402 0,064

Berdasarkan data dari tabel 4.3 PEMBAHASAN


tersebut, didapatkan hasil bahwa hanya
ada dua dimensi yang memiliki korelasi Berdasarkan hasil penelitian, dari
dengan mutu pelayananya itu dimensi 22 responden pasien DM tipe 2 dan
fungsi fisik dan nyeri tubuh. Dimensi hipertensi didapatkan bahwa skor gap
fungsi fisik dan dimensi nyeri tubuh antara persepsi dan harapan responden
berada pada rentang kekuatan korelasi terhadap pelayanan yang diberikan
sedang dengan nilai r= 0,524 untuk sebesar -76,87. Skor dimensi fisik
fungsi fisik dan r= 0,429 untuk nyeri memiliki nilai tertinggi diikuti oleh daya
tubuh. tanggap, kehandalan, jaminan kepastian
dan yang terendah empati. Berdasarkan
acuan yang dibuat oleh Zeithtmal dan
Berry, bila nilai gap semakin besar dan
positif maka semakin baik pula
pelayanan yang diberikan (Pena, 2013).
8 Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 1 Maret 2018

Terdapat beberapa penelitian yang keluarga. Penelitian tersebut


sejalan dengan hasil yang diperoleh menyimpulkan bahwa salah satu
diatas. Penelitian yang pertama penyebab ketidak efektifan prolanis
dilakukan pada 222 jasa pelayanan adalah dalam segi edukasi. Edukasi yang
kesehatan di Iran pada tahun 2014. diberikan oleh dokter belum semua
Penelitian ini mengatakan bahwa pasien mengikuti nasihat yang diberikan
menciptakan suasana fisik yang bagus dan belum berpengaruh banyak dalam
akan sangat mempengaruhi nilai penurunan kadar gula dan HbA1c pasien
kuantitatif atau nilai skor akhir dari (Sari, 2014).
sebuah pelayanan. Hal tersebut Berikutnya peneliti menganalisa
menunjukkan bahwa dimensi fisik korelasi mutu pelayanan dengan delapan
mempengaruhi nilai persepsi paling dimensi kualitas hidup yang telah di
tinggi terhadap mutu pelayanan, meski dapat. Hasil yang didapatkan pun
untuk pelayanan kesehatan seharusnya hamper sama dimana hanya ada dua
lebih bergantung pada proses dan dimensi yang memiliki korelasi dengan
interaksi ke pasiennya (Mosadeghrad, mutu pelayanan. Kedua dimensi yang
2014). memiliki korelasi adalah dimensi fungsi
Penelitian lain menyebutkan fisik dan nyeri tubuh dimana memilikii
terdapat faktor lain yang sangat nterpretasi bahwa program rujuk balik
memperngaruhi hasil dari penilaian dan pemantauan kesehatan memberikan
SERVQUAL. Faktor kelamin, dimana dampak pada pasien.
perempuan lebih memberikan hasil gap
yang lebih besar dan tidak bernilai baik.
Perempuan cenderung memberikan nilai SIMPULAN
persepsi yang lebih buruk daripada laki-
laki. Faktor tangibility atau dimensi fisik. Mutu pelayanan yang diberikan
Faktor ini menjadi perhatian khusus bagi oleh PROLANIS BPJS tidak memiliki
para pengguna jasa layanan kesehatan, korelasi terhadap kualitas hidup dari
karena bersifat. Hal ini diperkuat dengan pasien di UMC secara umum, namun
tanggapan dari para responden dalam terdapat korelasi pada beberapa dimensi
penelitian ini yang menyebutkan bahwa kualitas hidup. Dimensi yang berkorelasi
efisiensi dan penampilan dari tenaga dengan mutu pelayanan adalah dimensi
keseahatan mempengaruhi rasa segan fungsi fisik dan nyeri tubuh.
mereka (Roohi, et al., 2011).
Interpretasi dari hasil
pengolahan korelasi antara mutu DAFTAR RUJUKAN
pelayanan dan kualitas hidup pasien di
UMC adalah tidakadanya korelasi namun 1] American Diabetes Association.
memiliki arah positif dengan hubungan 2010. Diagnosis and Classification
yang lemah. Hal ini menunjukkan bahwa of Diabetes Melitus. Diabetes Care:
tidak ada hubungan dari mutu pelayanan 33(1): 562-9.
yang diberikan terhadap kualitas hidup 2] Astuti, I. S. W. 2016. Karakteristik
dari pasien DM tipe 2 dan hipertensi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Pernyataan ini didukung oleh penelitian Dengan Insidensi Diabetes Mellitus
sebelumnya yang berjudul efektifitas Diwilayah Kerja Puskesmas
pelaksanaan prolanis dalam penanganan Mayang Dan Ledokombo. Makalah
pasien DM tipe 2 di tingkat dokter Orasi Ilmiah. Jember: Pertemuan
Ida Srisurani Wiji Astuti : Korelasi Program Pengelolaan ..... 9

Ilmiah Dosen Fakultas Kedokteran Kabupaten Pasuruan. Artikel Ilmiah


Universitas Jember. 15 Maret. Hasil Penelitian Mahasiswa.
3] BPJS Kesehatan. 2014. Panduan 12] Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi
Praktis Prolanis (Program Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Pengelolaan Penyakit Kronis). Rineka Cipta.
Jakarta. 13] Perkumpulan Endokrinologi
4] Budiharto. 2008. Metodologi Indonesia. 2015. Konsensus
Penelitian Kesehatan dengan Pengelolaan dan Pencegahan
Contoh Bidang Ilmu Kesehatan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Gigi. Jakarta: EGC. Indonesia. Jakarta: Pengurus Besar
5] Gautam, Y., A. Sharma, A. Agarwal, Perkeni.
M. Bhatnagar, R. Trehan. 2009. A 14] Roohi, G., Hamid, A., Ali, A. A., & Ali,
Cross-sectional Study of QOL of A. 2011. Evaluation of Client’s
Diabetic Patients at Tertiary Care Expectation and Perception Gap
Hospitals in Delhi. Vol. 34 (4): Regarding the Quality of Primary
346- 350. Indian Journal of Healthcare Service in Healthcare
Community Medicine. Centers of Gorgan. Journal of
6] International Diabetic Federation. Jahrom University of Medical
2015. Urban Rural Prevalence Sciences. Vol. 09 (03).
Estimates. Western Pasific. 15] Sari, A. N. 2014. Efektivitas
7] Kementerian Kesehatan Republik Pelaksanaan Program Penyakit
Indonesia. 2015. Laporan Kronis (Prolanis) Dalam
Akuntabilitas Kinerja. Jakarta. Penanganan Diabetes Melitus Tipe
8] Mosadeghrad, A.M. 2014. Factors 2 Oleh Dokter Keluarga di
Influencing Healthcare Service Kecamatan Turi, Sleman. Skripsi.
Quality. DOI: Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
10.15171/ijhpm.2014.65. PubMed. Universitas Gajah Mada.
9] NHS England & Public Health 16] Smeltzer, S. C., B. G. Bare. 2008.
England. 2015. National NHS Brunner And Sudarth’s textbook Of
Diabetes Prevention Programme. medical-surgical nursing. Agung.
https://www.gov.uk/government/ Jakarta: EGC.
news/national-nhs-diabetes- 17] Undang-Undang Republik
initiative-launched-in-major-bid- Indonesia Nomor 40 Tahun 2004.
to-prevent-illness. [Diakses pada Sistem Janiman Sosial Nasional.
11 Oktober 2016]. Jakarta.
10] NIH American Diabetes 18] Wang, J., R. Luben, K. T. Khaw, S.
Association. 2012 Financial Help Bingham, N. J. Wareham, N. G.
for Diabetes Care. Forouhi. 2008. Dietary Energy
https://www.niddk.nih.gov/health Density Predicts the Risk of
-information/diabetes/financial- Incident Type 2 Diabetes: the
help-diabetes-care [Diakses pada European Prospective
11 Oktober 2016]. Investigation of Cancer (EPIC).
11] Ningtyas, D., P. Wahyudi, dan I. 19] Yang, Dall, Halder, Gallo, Kowal,
Prasetyowati. 2013. Analisis Hogan. 2012. Economic Cost of
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Diabetes in the U.S. Diabetes Care.
Melitus Tipe II di RSUD Bangil DOI: 10.2337/dc12-2625. Vol. 36
(4): 1033-1046.
10 Jurnal IKESMA Volume 14 Nomor 1 Maret 2018

20] Yusra, A. 2011. Hubungan Antara


Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Jakarta.
Tesis. Depok: Magister Ilmu
Keperawatan Universitas
Indonesia.

You might also like