Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

KOMPETENSI KONSELING MULTIBUDAYA GURU BK MADRASAH

ALIYAH JAWA TIMUR ALUMNI DIKLAT BDK SURABAYA

MULTICULTURAL CONSELLING COMPETENCE OF CONSELLING


TEACHER AT MADRASAH ALIYAH (THE ALUMNY OF
CONSELLING TRAINING FROM TEACHER TRAINING CENTRE
SURABAYA)

Agus Akhmadi

Agus Akhmadi Abstract


Balai Diklat Keagamaan Diversity (multicultural) is the reality of life. In Madrasah Aliyah, the
(BDK) Surabaya multicultural phenomenon of students also occurs, due to
Jl. Ketintang Madya 92 ethnographic, demographic and status variables. In Islam,
Surabaya diversity is for li-taarofu, knowing and understanding and helping.
E-mail : Counseling assistance to students requires the competence of
Agusakhmadi63@gmail.com multicultural counseling (KKM). This study describes KKM Guru BK
Naskah : Madrasah Aliyah, including awareness, knowledge and skills of
diterima : 5 Januari 2017 multicultural counseling and training program of teacher's
direvisi : 18 Januari 2017 competence improvement BK. This research is a case study with
disetujui : 28 Januari 2017 qualitative descriptive. The subject of the research is the teacher of
BK MA alumni of Counseling and Counseling Training at the Religious
Training Center of Surabaya. Data collection using questionnaires
and interviews. Data analysis was done descriptively qualitative. The
results showed that, 14 % of teachers BK MA have low competence
and 86% high. Multicultural counseling as a service to the
multicultural client is also increasingly important, so that the training
for the increased competence of the BK Teachers is required.
Programs of training appropriate to the multicultural component of
counseling and experimental learning model based on andragogy
can be applied to BK Teachers. Increasing the competence of
multicultural counseling needs to get the attention of Education Hall
by designing curriculum and multicultural-oriented syllabus syllabus.

Key Words: Competency, BK Teacher, Counseling, Multicultural,


Training.

Abstrak
Keragaman (multibudaya) merupakan realita kehidupan. Di Madrasah
Aliyah, fenomena multibudaya siswa juga terjadi, dikarenakan
variabel etnografik, demografik dan status. Dalam Agama Islam,
keragaman adalah untuk li-taarofu, mengenal dan memahami serta
membantu. Perbantuan konseling terhadap siswa mengharuskan
kompetensi konseling multibudaya (KKM). Penelitian ini
mendeskripsikan KKM Guru BK Madrasah Aliyah, mencakup

11
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

kesadaran, pengetahuan dan keterampilan konseling multibudaya


serta program diklat peningkatan kompetensi Guru BK.
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan deskriptif
kualitatif. Subyek penelitian adalah Guru BK MA alumni Diklat
Bimbingan dan Konseling di Balai Diklat Keagamaan Surabaya.
Pengumpulan data menggunakan angket dan wawancara.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, 14 % Guru BK MA memiliki
kompetensi rendah dan 86 % tinggi. Konseling multibudaya
sebagai layanan terhadap klien yang juga multibudaya
semakin penting, sehingga diklat peningkatan kompetensi Guru
BK diperlukan. Program diklat yang sesuai dengan komponen
konseling multibudaya serta model pembelajaran eksperiensial
berbasis andragogi dapat diterapkan untuk Guru BK. Peningkatan
kompetensi konseling multibudaya perlu mendapat perhatian
Balai Diklat dengan mendisain kurikulum dan silabus kediklatan
yang berorientasi pada multibudaya.

Kata Kunci: Kompetensi, Guru BK, Konseling, Multibudaya, Diklat.

Pendahuluan juga dilihat dari keragaman demografik,


Bangsa Indonesia merupakan kumpulan meliputi umur, gender, dan tempat tinggal,
beragam budaya (multibudaya), karena maupun dari keragaman status, seperti latar
bertemunya berbagai budaya, dimana setiap belakang sosial, ekonomi, pendidikan orang
individu dan kelompok suku bertemu dengan tua, dan keanggotaan formal atau informal
membawa perilaku budaya masing-masing, yang ada di lingkungannya, seperti organisasi
memiliki cara yang khas dalam hidupnya. keagamaan yang beragam. Fenomena
Dalam masyarakat multibudaya, multibudaya juga terlihat dengan adanya
perbedaan individu maupun kelompok keberagaman budaya pendidik, tenaga
mencakup makna luas yang saling menyatu kependidikan dan peserta didik.
untuk hidup dalam kehidupan banyak budaya. Dalam Al Qur’an, keragaman sebagai
Keragaman budaya berbentuk keragaman realitas sosial untuk saling mengenal. Manusia
etnis, gender, latar belakang budaya, geografi sebagai multibudaya dijelaskan dalam Qur’an
asal daerah, ras, kondisi fisik (abilitas/ surat al-Hujurat ayat 13 yang artinya ”Hai
disabilitas), usia (Sue, & Sue, 2003), serta manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
keragaman sosial ekonomi, agama, karakteristik kamu dari seorang laki-laki dan seorang
pribadi, kemampuan sosial, perilaku dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
kebiasaan serta kemampuan intelektual bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
(Redman, 1999). Oleh karena itu, keragaman kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
(multibudaya) merupakan fitrah kehidupan. paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
Keragaman siswa (selanjutnya dalam orang yang paling takwa diantara kamu.
penelitian ini disebut klien) juga menjadi Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
fenomena di Madrasah Aliyah, yang dapat Maha Mengenal”. (Qur’an., 2010)
diamati dari variabel etnografik, seperti Dalam Al Qur’an, Allah memberikan
keragaman etnis, agama, dan bahasa. Dapat pelajaran bahwa keberadaan manusia

12
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

adalah multibudaya, terdiri dari beragam Menurut Yusuf dkk., (2007), secara
agama dan budaya, oleh karena itu manusia umum kompetensi Guru BK termasuk pada
diharuskan lita’arofu (saling mengenal), saling kategori tinggi, walaupun dari analisis
kerjasama. Ayat ini menjadi motivasi Guru BK komponen-komponen kompetensi, terdapat
untuk memahami dan empati terhadap komponen kompetensi yang rendah dan perlu
keragaman klien khususnya dalam layanan ditingkatkan. Guru BK perlu meningkatkan
konseling. Klien yang berbeda budaya, latar kesadaran, pengetahuan dan keterampilan
keluarga, agama, suku, bahasa, umur, gender, konseling multibudaya, mengetahui pandangan
tempat tinggal, status sosial, ekonomi, hidup, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
pendidikan, dan status bertemu saling perbedaan perilaku, gaya komunikasi dan
berinteraksi untuk mendapatkan layanan praktek stereotype serta bias-bias budaya.
yang sesuai dengan keragaman mereka. Berdasarkan kajian di atas, maka
Siswa madrasah tidak hanya mengikuti kompetensi konseling multibudaya Guru BK
pembelajaran, namun juga membutuhkan di madrasah penting diteliti, karena layanan
perbantuan berupa layanan konseling. konseling di madrasah yang multibudaya
Dalam standar kompetensi guru BK memerlukan Guru BK yang kompeten dalam
(Kemendikbud, 2016), klien yang beragam memberikan layanan konseling yang ber-
semestinya menyadarkan Guru BK tentang martabat, yang empati dengan keragaman
pentingnya konseling multibudaya agar klien. Masalah yang diteliti adalah seberapa
layanan yang diberikan tidak salah. Guru kompetensi Guru BK madrasah dalam hal
BK perlu mengubah persepsi mereka, konseling multibudaya di Madrasah Aliyah
meningkatkan pengetahuan tentang budaya, Jawa Timur ?. Berapa tingkat kesadaran,
bentuk-bentuk diskriminasi, stereotip dan pengetahuan, dan keterampilan konseling
rasisme serta berperan aktif dalam layanan multibudaya Guru BK madrasah di Jawa Timur.
yang bermartabat (Holcomb-McCoy C. , 2005). Temuan tentang tingkat kompetensi itu akan
Prinsip bimbingan dan konseling (BK) berguna untuk memetakan aspek kompetensi
yang tercantum dalam (Permendikbud, 2014) yang rendah yang perlu ditingkatkan melalui
Nomor 111, bahwa BK diperuntukkan untuk desain pendidikan dan pelatihan.
semua tanpa diskriminatif. Layanan tanpa
diskriminatif berarti, setiap layanan BK harus Kerangka Konseptual Konseling
empati terhadap beragam klien. Dalam Multibudaya
konteks ke-Indonesiaan, hal ini sesuai Vontress, & Jackson, (2004) menyatakan,
dengan budaya Indonesia yang beragam, bahwa konseling multibudaya adalah
dimana keragaman membutuhkan layanan ”konseling ketika konselor dan klien berbeda
yang selaras dan serasi dengan nilai-nilai budaya karena proses sosialisasi budaya,
multibudaya demi harmonisasi layanan. sub-sub budaya, suku, etnis atau sosial
Bemak, (2005) prihatin atas kompetensi ekonomi”. Menurut Sue, konseling multi-
guru BK (konselor) dalam konseling budaya terjadi dalam situasi ketika: a)
multibudaya, karena seringkali praktek konselor dan klien adalah individu minoritas
konseling kurang efektif. Guru BK mengabaikan dari kelompok minoritas yang berbeda; b)
keragaman budaya, perbedaan nilai-nilai konselor adalah seorang minoritas tetapi
hidup yang dianut, perbedaan bahasa, klien bukan atau sebaliknya; c) konselor dan
pandangan hidup, agama, latar belakang klien memiliki kesesuaian ras dan etnis
keluarga, sikap dan kemampuan klien. Hal namun berbeda kelompok budaya (misalnya
inilah yang mendorong perlunya Guru BK jenis kelamin, orientasi seksual, faktor sosial-
kompeten dalam layanan yang adaptif ekonomi, orientasi religius atau usia).
dan efektif dalam setiap pertemuan konseling. Dari pendapat tersebut, maka konseling

13
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

multibudaya adalah peran dan proses penelitian tersebar di kabupaten dan kota
perbantuan yang menggunakan modalitas dan wilayah kerja Kementerian Agama Propinsi
menetapkan tujuan yang konsisten terhadap Jawa Timur. Dari alumni diklat yang diundang
nilai-nilai budaya, identitas budaya, mencakup ke Kantor Wilayah Kementerian Agama
dimensi individual, kelompok dan universal Propinsi Jawa Timur dalam rangka workshop
serta mendukung penggunaan strategi dan BK dan sekaligus pengumpulan data, sebanyak
peran universal dan kultural dalam layanan 42 Guru BK MA menjadi responden.
konseling, menyeimbangkan pentingnya Metode penelitian ini menggunakan
individualisme dan kolektivisme dalam descriptive kualitatif (Sugiyono, 2009), yaitu
mengases, mendiagnosis dan menangani melakukan survey. Data kompetensi di-
klien. peroleh dengan survey dan pengukuran
Konseling multibudaya berkembang dengan angket persepsi diri Guru BK
seiring pemaknaan terhadap hakekat terhadap konseling multibudaya, mencakup
manusia dan perkembangan psikofisiknya kesadaran, pengetahuan dan keterampilan
yang tidak akan terlepas dari pengaruh konseling multibudaya.
budaya. Konseling multibudaya memandang Untuk mengungkap data kompetensi
unsur budaya sebagai ruh bagi layanan yang berupa kesadaran, pengetahuan dan
konseling (Rakhmat, 2008), sehingga struktur keterampilan konseling multibudaya diguna-
budaya masyarakat yang multibudaya kan instrumen angket. Instrumen angket
berimplikasi terhadap konstruksi ideal mengacu pada skala Likert untuk mengukur
dari koeksistensi interaksi antar budaya. sikap, pendapat dan persepsi Guru BK, berupa
Perkembangan konseling multibudaya pernyataan dengan klasifikasi; sangat
berasal dari kesadaran dan pengalaman setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan
bangsa Amerika yang plural dan multibudaya. sangat tidak setuju (STS).
Dalam keragaman budaya, berbagai pendekatan Penyusunan angket dilakukan dengan
dan teknik konseling diharapkan mampu tahapan : a) Pengembangan kisi-kisi
memberikan layanan yang lebih efektif. Tahun instrumen, b) Penentuan Skor, c) Uji coba
1990 menjadi awal pengkajian peranan instrumen pengumpulan data.
budaya terhadap konseling dan telah K isi-kisi angket mencakup indikator
dikembangkan guideline konseling terhadap pengetahuan, kesadaran dan keterampilan
klien multibudaya multibudaya dari Ponterotto & Casas (1997);
Arredondo (2006). Kesadaran konseling
Metode penelitian multibudaya meliputi : kesadaran akan
Fokus penelitian ini adalah kesadaran, keragaman nilai-nilai, keyakinan dan
pengetahuan dan keterampilan konseling pandangan hidup, kesadaran terhadap adanya
multibudaya Guru BK. Subyek penelitian bias dan stereotip dan kesadaran terhadap
adalah Guru BK Madrasah Aliyah alumni keterbatasan diri sendiri dalam konseling
diklat guru Bimbingan dan Konseling Balai multibudaya. Pengetahuan konseling
Diklat Keagamaan Surabaya dari tahun multibudaya meliputi : pengetahuan akan
2010 – 2014. Alumni Diklat dipilih menjadi keragaman warisan budaya setiap individu,
subyek penelitian ini setidaknya melihat pengetahuan akan ketidakadilan, rasisme,
kompetensi alumni setelah mengikuti diklat, stereotip dalam layanan konseliing,
disamping menjalin komunikasi setelah pengetahuan terhadap perbedaan bahasa
terbentuknya Musyawarah Guru Bimbingan dan gaya komunikasi, dan pengetahuan
Konseling (MGBK) Madrasah di tingkat akan karakteristik konseling multibudaya.
Propinsi Jawa Timur. Keterampilan konseling multibudaya
Alumni diklat yang menjadi subyek meliputi : aktif mengembangkan keterampilan

14
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

konseling multibudaya, sensitif dalam layanan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan


konseling yang sesuai budaya, berusaha konseling multibudaya.
menerapkan keterampilan konseling
beragam, mempraktekkan strategi konseling Kesadaran konseling multibudaya
yang relevan dengan klien multibudaya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
Untuk menganalisis data hasil penelitian, kesadaran adalah keinsyafan, keadaan
dilakukan dengan tabulasi data untuk mengerti atau hal-hal yang dirasakan oleh
mengelompokkan, memilah dan menetapkan seseorang. Menurut Locke, (1992), kesadaran
frekwensi data serta mendiskripsikan. multibudaya merupakan kemampuan
Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui mengenali berbagai perbedaan dan persamaan
item dan indikator kompetensi yang rendah budaya serta kemampuan memahami dan
dan perlu tindakan, baik terkait kesadaran, memandang perbedaan sebagai keragaman.
pengetahuan maupun keterampilan konseling Kesadaran ini mem-pengaruhi tindakan diri
multibudaya. dalam mengenali perbedaan sebagai
keragaman, bukan sebagai perilaku abnormal.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kesadaran mengenali etnosentrisme diri,
Madrasah Aliyah di Jawa Timur bagaimana diri individu menilai secara stereotip,
Jawa Timur memiliki Madrasah Aliyah menghakimi, mendiskriminasi, dan berbagai
sebanyak 1778, baik negeri dan swasta dan reaksi emosi terhadap budaya yang berbeda.
tersebar di 38 Kabupaten dan Kota se Jawa Timur Kesadaran multibudaya adalah bagian
(Siap, 2016). Madrasah di Jawa Timur berada di dari kompetensi Guru BK untuk (a) menyadari
zona budaya yang secara kultural dapat dibagi nilai-nilai budaya diri sendiri dan potensi
dalam 10 wilayah kebudayaan yaitu kebudayaan bias-bias budaya, (b) menyadari dan memahami
Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Arek, Samin tatapandang klien yang berbeda budaya, (c)
(Sedulur Sikep), Tengger, Osing (Using), mengembangkan dan menerapkan strategi
Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean, dan teknik konseling yang sesuai budaya.
dan Madura Kengean (Brangwetan, 2007) Kesadaran multibudaya merupakan
Masing-masing kawasan budaya pemahaman yang mendasar, sensitivitas dan
memiliki latar budaya yang berbeda, bahasa, apresiasi terhadap keragaman dan perbedaan
dialek, nilai-nilai hidup yang beragam. Kawasan budaya, latar belakang, pandangan hidup,
pesisir barat Jawa Timur dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, bias-bias
kebudayaan Islam, kawasan barat selatan dan keterbatasan Guru BK dalam layanan
dipengaruhi kebudayaan mataraman, kawasan terhadap klien yang beragam (Pedersen, 2002).
arek (Kenarok) di Surabaya, kawasan tapal kuda Guru BK dengan kesadaran konseling
dipengaruhi budaya Madura, serta masyarakat multibudaya adalah (a) yakin akan pentingnya
Osing yang merupakan perpaduan budaya Jawa, kepekaan terhadap perbedaan dan keragaman
Madura, dan Bali. Sedangkan budaya Tengger budaya; peka terhadap perbedaan gaya
dipengaruhi oleh budaya Hindu. komunikasi; dan penyesuaian diri dengan
Keberadaan madrasah yang tersebar di budaya klien, (b) menyadari latar belakang
berbagai kawasan budaya diasumsikan dan pengalaman budaya individu yang
memiliki budaya yang berbeda pula, sehingga mempengaruhi sikap-sikap, nilai-nilai dan
semakin melengkapi fenomena multi- proses psikologis klien, menyadari adanya
budaya siswa. Siswa / klien yang berbeda dan reaksi emosi yang berbeda pada setiap
multibudaya membutuhkan layanan yang individu, menyadari adanya stereotip
sesuai kebutuhan dan keunikannya. Oleh terhadap etnis minoritas, terhadap disabilitas,
karena itu diperlukan kompetensi guru BK menyadari bahwa klien berhak memiliki pola
dalam memberikan layanannya berupa pikir yang berbeda, (c) mengenali cara

15
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

pandang dirinya yang mempengaruhi kinerja konvensional. Guru BK mengetahui tentang


profesionalnya, batas kemampuan dirinya perbedaan umur, jenis kelamin, ras, etnis
dalam memahami budaya klien, batas asal, agama, orientasi seksual, cacat tubuh,
keahliannya dalam melayani klien yang bahasa, dan status sosial-ekonomi yang
berbeda, mengenali sumber ketidaknyamanan dapat mempengaruhi kehidupan klien.
dalam melayani klien yang berbeda budaya, Memahami bagaimana struktur keluarga,
(d) menghargai terhadap perbedaan pandangan gender, nilai-nilai, dan pandangan hidup
hidup, bahasa (verbal, non-verbal), keyakinan- beragam yang memengaruhi kepribadian
keyakinan, nilai-nilai hidup klien, dan praktek individu. Guru BK memahami latar belakang
perbantuan khas berbasis kearifan lokal. budaya dan sejarah psikologis klien serta
dampak dari isu-isu seperti penindasan,
Tabel 1 Kesadaran Konseling Multibudaya
prasangka, diskriminasi, kemiskinan, stereotip,
Guru BK
stigmatisasi, dan marginalisasi dalam teori
Sangat Sangat
Jumlah Rendah Tinggi dan praktek konseling (Sue & Sue, 2003).
Rendah Tinggi
Respon- Pengetahuan multibudaya ditandai (a)
den  %  %  %  % memiliki informasi mengenai kelompok
yang dihadapi, (b) memahami secara baik
42 - - 17 40 25 60 - - sistem yang berlaku pada kelompok minoritas,
adanya stereotip, diskriminasi dan bias-
Dari tabel 1 menunjukkan, 42 subyek bias budaya, (c) memahami karakteristik
penelitian yang menjadi responden dapat konseling, (d) sadar adanya hambatan yang
dinyatakan bahwa tidak ada yang menunjuk- menghalangi klien minoritas dalam meng-
kan kesadaran konseling multibudaya sangat gunakan layanan konseling.
rendah dan sangat tinggi. Sejumlah 40 %
konselor memiliki kesadaran konseling Tabel 2 Pengetahuan Konseling Multibudaya
multibudaya rendah. Sejumlah 60 % konselor Guru BK
memiliki kesadaran konseling multibudaya Sangat Sangat
Jumlah Rendah Tinggi
tinggi. Rendah Tinggi
Respon-
Ditinjau per-aspek kesadaran konseling den  %  %  %  %
multibudaya, aspek yang rendah dengan
rerata 1,8 adalah: a) kurang menyadari 42 - - 25 60 17 40 - -
bahwa kelompok minoritas tidak perlu
didiagnosis dengan penyakit mental, aneh, Tabel 2, menunjukkan, dari 42 konselor MA
menyimpang, b) konseli dari kelompok yang menjadi responden dapat dinyata-kan
minoritas berperilaku berbeda sehingga bahwa tidak ada konselor yang menunjukkan
membutuhkan penerimaan dan bantuan pengetahuan konseling multibudaya sangat
yang berbeda pula, c) kurang menyadari rendah maupun sangat tinggi. Sejumlah 60 %
bahwa perbedaan-perbedaan budaya konselor memiliki pengetahuan konseling
antara diri konselor dan konseli dapat multibudaya rendah. Sejumlah 40 % konselor
mempengaruhi konseling. memiliki pengetahuan konseling multibudaya
tinggi.
Pengetahuan konseling multibudaya Dilihat dari peraspek pengetahuan
Pengetahuan multibudaya adalah konseling multibudaya, aspek yang rendah
pemahaman tentang warisan budaya setiap dengan rerata 1,7 adalah : a) kurang mengetahui
individu, identitas etnis, adanya ketidakadilan, bahwa tidak semua individu sebagai individu
rasis dan stereotip, adanya perbedaan gaya yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri,
komunikasi serta karakteristik konseling b) kurang mengetahui bahwa tidak semua

16
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

teknik konseling efektif untuk beragam konseli, konseling multibudaya sangat rendah.
c) kurang mengetahui bahwa semua konseli Sejumlah 14 % konselor memiliki keterampilan
mampu melakukan kontak mata dalam konseling multibudaya rendah. Sejumlah
konseling, d) kurang mengetahui bahwa tidak 79 % konselor memiliki keterampilan
semua konseling punya pandangan kompetitif konseling multibudaya tinggi. Dan sejumlah 7 %
dan berorientasi pada prestasi. konselor memiliki keterampilan konseling
multibudaya sangat tinggi.
Keterampilan Konseling Multibudaya Dilihat dari komponen keterampilan
Kompetensi ketiga adalah fleksibel konseling multibudaya, aspek yang rendah
dan terampil melakukan konseling multi- dengan rerata 2,9 adalah : a) kurang merasa-
budaya, mencakup perluasan tata pandang kan konseling yang kurang tepat, b) kurang
tentang konsep keluarga, mempertimbangan terlatih menerapkan teknik konseling pada
gejala dalam konteks budaya, dan kesiapan beragam konseli, c) memahami kekhasan
dalam hubungan konseling mencakup hak dan bahasa, serta jika perlu mengalihtangan-
tanggung jawab, penggunaan waktu, tujuan kan pada konselor yang lebih memahami
konseling, sistem kerahasiaan, tata pandang budaya konseli, d) kurang terlatih mengguna-
yang berlaku setempat, dan kemungkinan kan instrumen pengukuran dan melakukan
kolaborasi dengan terapi lain atau penggunaan interpretasi data hasil pengukuran sesuai
pendekatan lain yang khas (Sue & Sue, 2003). budaya konseli.
Guru BK yang terampil dalam konseling
multibudaya ditandai a) dapat membangkit- Kompetensi Konseling Multibudaya (KKM)
kan berbagai respon baik verbal - non verbal, Kompetensi konseling multibudaya
b) mengirim dan menerima pesan verbal - non menurut Sue & Sue adalah:
verbal secara akurat dan tepat, c) melakukan ”acquisition of awareness, knowledge and
intervensi kepada klien dengan tepat, skill needed to function effectively in a
d) mengakui keterbatasan dirinya dan dapat pluralistic democratic society (ability to
mengantisipasi pengaruh perbedaan budaya, communicate, interact, negotiate and
e) melakukan konseling sesuai karakteristik intervene on behalf of clients from diverse
klien dan tidakterjebak pada konseling backgrounds). And on a organizational/
konvensional. Kesimpulannya, Guru BK yang societal level, advocating effectively to
terampil dalam konseling multibudaya develop new theories, practices, policies
adalah sensitif terhadap multibudaya dan and organizational structures that are more
dapat melakukan intervensi yang sesuai responsive to all groups”. (Sue, & Sue, 2003)
dengan budaya klien (Ponterotto, 2003).
Kompetensi ini berupa perolehan dan
Tabel 3 Keterampilan Konseling Multibudaya proses integrasi dari kesadaran, pengetahuan
Guru BK dan keterampilan budaya dalam layanan
Sangat Sangat konseling yang berfokus pada teknik terapi
Jumlah Rendah Tinggi
Rendah Tinggi yang efektif dan harmoni dengan budaya klien.
Respon-
den  %  %  %  % Dalam konseling multibudaya tidak
mengabaikan pendekatan tradisional yang
42 - - 6 14 33 79 3 7 monokultur, melainkan mengintegrasikan-nya
dengan perspektif budaya yang beragam
Dari tabel 3, menunjukkan bahwa dari 42 (Rakhmat, 2008), tujuannya adalah memperkaya
konselor MA yang menjadi responden dapat teori dan metode konseling yang sesuai.
dinyatakan bahwa tidak ada konselor yang Guru BK bersikap proaktif terhadap
menyatakan diri memiliki keterampilan perbedaan budaya, mengenali dan menghargai
budaya klien serta memiliki keyakinan, sikap

17
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

dan kesadaran, pengetahuan dan keterampilan. terhadap informasi pribadi (Hayden Davis,
Ketiganya merupakan modal Guru BK untuk 2006). Saat ini setiap saat Guru BK melakukan
berinteraksi, berkomunikasi, bernegosiasi layanan konseling multibudaya, karena (1)
dalam melayani klien multibudaya dalam setiap klien memiliki cara efektif dan spesifik
lingkungan yang demokratis dan pluralistik. dalam menyelesaikan masalah, (2) setiap
Guru BK mendukung secara efektif interaksi konseling merupakan hubungan
pengembangan teori, praktik, kebijakan multibudaya, (3) setiap kondisi sosial
organisasi yang lebih responsif dalam layanan budaya memengaruhi layanan konseling,
konseling. (4) model layanan konseling berawal dari
praktek budaya barat yang belum tentu
Tabel 4 Kompetensi Konseling Multibudaya cocok, oleh karena itu, layanan konseling
Guru BK yang harmoni terhadap keragaman, ber-
Sangat Sangat martabat dan tidak malapraktek tentu
Jumlah Rendah Tinggi
Rendah Tinggi membutuhkan kompetensi. Malapraktik
Respon-
den  %  %  %  % dalam konseling timbul ketika adanya
ketidak harmonisan antara Guru BK dan klien
42 - - 6 14 36 86 - - dalam hal pandangan hidup, nilai-nilai yang
dianut, serta ketidak-empatian Guru BK
Hasil penelitian di tabel 4 menunjukkan terhadap latar budaya klien. Kompetensi
bahwa Guru BK MA memiliki KKM tinggi ini sesuai dengan amanat (Depdiknas, 2007),
dalam konseling multibudaya. 86 % Guru BK MA bahwa Guru BK perlu peka budaya (culturally
menyatakan diri kompeten dalam konseling sensitive) agar dapat melayani klien secara
multibudaya. 14 % Guru BK MA menyatakan efektif.
memiliki kompetensi konseling multibudaya
yang rendah.
Pendekatan experiential untuk
Kompetensi konseling yang tinggi
peningkatan kompetensi Guru BK
menjadi tuntutan dalam layanan yang
Program diklat menjadi kebutuhan
bermartabat dan sesuai harapan klien,
setiap organisasi yang menginginkan
sehingga perlu ditingkatkan secara ber-
peningkatan layanan dan bagi individu yang
kelanjutan. Semua kompetensi semestinya
membutuhkan perkembangan kompetensi.
ditingkatkan, khususnya yang rendah melalui
Menurut Moehyi, (2005), pelatihan adalah
pendidikan dan pelatihan untuk menghindar-
usaha-usaha terencana dalam meningkatkan
kan layanan malapraktek dalam konseling.
kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan.
Urgensi KKM Program diklat kompetensi Guru BK dapat
Seberapa penting kompetensi konseling dilakukan pada aspek pengetahuan dan
multibudaya di madrasah ? secara teoritis, kesadaran konseling multibudaya, hal ini
KKM semakin diperlukan, karena dalam sesuai pendapat Robinson, bahwa diklat
menghadapi beragam klien (multibudaya) dapat meningkatkan kompetensi multi-
tidak cukup hanya menggunaan pendekatan budaya pada aspek sikap-sikap, keyakinan-
konvensional, yang menyebabkan layanan keyakinan, pengetahuan dan keterampilan
kurang efektif (Pedersen, 2003). Demikian (Robinson, 2009).
juga, profesi Guru BK diharapkan profesional Pelatihan multibudaya dapat menerap-
dan memiliki kualifikasi dalam memenuhi kan metode yang bervariasi, misalnya dalam
kebutuhan klien, yaitu terampil berkomunikasi bentuk perkuliahan, diskusi kelompok,
secara efektif, penuh perhatian, keterampilan pendekatan belajar pengalaman (experiential),
empati, pengungkapan diri dan pemahaman role playing/ simulasi, praktek terapi,

18
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

bibliolearning dan diskusi kasus (Lago, 2006). Penutup


Pelatihan dapat dilakukan dikelas, pelatihan Dari studi ini disimpulkan bahwa
kelompok dan pertemuan komunitas. Madrasah merupakan tempat yang multibudaya
Dari analisis hasil penelitian karena adanya keragaman etnografik, demografik
menunjukkan bahwa pengetahuan konseling dan status. Perbedaan dan keragaman dalam
multibudaya masih rendah. Mengingat latar ajaran Agama Islam adalah ciptaan Alloh, agar
budaya klien yang plural, dapat diduga akan manusia saling taarofu.
terjadi malapraktek layanan konseling, Layanan perbantuan konseling terhadap
berupa luka psikologis atau keluhan klien yang multibudaya di madrasah
ketidaknyamanan yang muncul akibat dari mengharuskan adanya kompetensi konseling
ketidakpuasan klien terhadap Guru BK yang multibudaya pada setiap Guru BK, hal ini untuk
memperlakukan klien secara sembarang dan menjamin terlaksananya layanan konseling
tidak berempati budaya. Jika kekurangan yang harmoni terhadap keragaman, layanan
komponen kompetensi konseling multi- yang bermartabat dan layanan konseling
budaya ini tidak diatasi, akan berdampak yang tidak malapraktek. Malapraktik dalam
pada unjuk kinerja konseling. Oleh karena konseling timbul ketika ketidak harmonisan
itu, kompetensi Guru BK perlu ditingkatkan antara Guru BK dan klien dalam hal pandangan
dengan metode yang sesuai untuk orang hidup, nilai-nilai yang dianut, serta ketidak-
dewasa. empatian Guru BK terhadap latar budaya klien.
Menurut teori pembelajaran orang Hasil penelitian menunjukkan kompetensi
dewasa, belajar adalah proses bagaimana konseling multibudaya Guru BK madrasah
pengetahuan diciptakan melalui perubahan tergolong tinggi (86 %). Komponen kompetensi
bentuk pengalaman. Experiential learning Guru BK MA yang rendah adalah pada aspek
adalah proses belajar mengajar yang pengetahuan konseling multibudaya 60 %, dan
menggabungkan pengalaman langsung yang kesadaran 40 %.
bermakna kepada seseorang dipandu Kompetensi Guru BK perlu ditingkatkan
dengan refleksi dan analisis untuk mengoptimalkan dan memenuhi standar
Pendekatan experiential learning adalah layanan profesional Guru BK, untuk itu pendidikan
suatu pendekatan proses belajar mengajar dan pelatihan perlu dilakukan dengan pendekatan
yang mengaktifkan pembelajar untuk andragogi, diantaranya model eksperiensial.
membangun pengetahuan dan keterampilan
melalui pengalamannya secara langsung. Saran
Nagda menunjukkan bahwa diskusi kelas, Berdasar temuan penelitian, saran-saran
tanya jawab tentang kegiatan, eksperimen yang diajukan adalah:
langsung, serta mencatat jurnal, merupakan Pertama, bagi Balai Diklat: Kompetensi
metode efektif untuk refleksi diri dan guru BK khususnya dalam Konseling multi-
meningkatan pemahaman diri sebagai budaya perlu mendapatkan perhatian dalam
individu yang unik dan berbeda (Nagda, penyelenggara diklat Guru BK. Lembaga diklat
2003). Lebih jauh lagi penggunaan film bermitra dengan organisasi profesi BK mendesain
populer, termasuk film bertema multi- dan menyelenggarakan diklat kompetensi
budaya dan pluralisme, menjadi metode Guru BK dengan muatan konseling multi-
pembelajaran yang disarankan oleh berbagai budaya untuk meningkatkan efektivitas layanan
literatur dalam pendidikan Guru BK (Banun konseling dengan menerapkan model pelatihan
Sri Haksasi, 2015) yang sesuai.
Kedua, bagi madrasah: Perlu
mengembangkan iklim demokratis dan madrasah
yang empati terhadap multibudaya. Pendidik

19
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

dan khususnya Guru BK perlu didorong untuk menerapkan dikjartih dengan beragam model
meningkatkan kompetensi multibudaya dan pelatihan yang aktif dan memberikan
profesional dalam setiap layanan konseling. pengalaman (eksperiensial) belajar yang
Ketiga, Bagi Widyaiswara: Diklat bermakna.
merupakan kerja sinergis antara pelatih dan Keempat, bagi peneliti: subyek
peserta dalam menciptakan pembelajaran penelitian ini sangat terbatas, sehingga
yang efektif dan efisien bertumpu pada perlu penelitian dalam lingkup yang lebih
pembelajaran andragogi. Guru BK di variatif. Penelitian ini hanya melakukan
madrasah dapat mengembangkan kompetensi survey persepsi diri Guru BK, untuk itu
profesional jika difasilitasi dengan pelatihan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan
yang tepat, untuk itu widyaiswara perlu dengan pengukuran kompetensi secara
otentik. []

DAFTAR PUSTAKA
Banun Sri Haksasi, H. M. (2015). MODEL PENGEMBANGAN KOMPETENSI KONSELOR MULTIKULTUR
BERBASIS EXPERIEN LEARNING MELALUI MEDIA FILM POPULER. MAJALAH ILMIAH
PAWIYATAN, Vol : XXII, No : 3, OKTOBER 2015, 136 - 145.
Bemak, F. (2005). Reflections on Multiculturalism, Social Justice, and Empowerment Groups for
Academic Success: A Critical Discourse for Contemporary Schools. Professional School
Counseling, 8, 401-406.
Brangwetan. (2007, 02 10). sepuluh-wilayah-kebudayaan. Retrieved 12 10, 2016, from brangwetan
wordpress.com
Depdiknas. (2007). Standar Kompetensi Konselor. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Hayden Davis, A. M. (2006). Multicultural Counseling Competencies Of School Counselors. Athens,
Georgia: The University Of Georgia.
Holcomb-McCoy, C. (2005). Investigating School Counselors’ Perceived Multicultural Competence.
Professional School Counseling, 8(5) , 414-423.
Kemendikbud. (2016). Pedoman Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah. Jakarta: Kemendikbud.
Lago, C. (2006). Race, Culture and Counselling. England: Open University Press.
Locke, D. (1992). Increasing Multicultural Understanding: a Comprehensive Model. Newbury Park
California: Sage Publication.
Moehyi, A. (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Unit Penerbitan Fakultas
Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Nagda, B. G. (2003). Transformative Pedagogy for Democracy and Social Justice. Race and Ethnicity
and Education Journal , 6, 166-191.
Pedersen, P.B. (2002). The Making of Culturally Competent. In W.J Lonner, dkk (Eds). Online Reading
in Psychology and Culture. http:www.wwu.edu/-culture. Diakses 5 Agustus 2011.
Permendikbud. (2014). Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta.
Ponterotto, d. (2003). Assesing Multicultural Counseling Competence: A review of Instrumentation.
Journal of Counseling and Development.
Quran. (2010). Al Quran dan Terjemahan. Jakarta: Kementerian Agama.
Rakhmat, C. (2008). Paradigma Konseling Berbasis Budaya: Metateori yang membumikan Konseling
dalam konteks Budaya. Pidato pengukuhan Guru Besar pada FIP UPI. Bandung : UPI.
Redman, G. L. (1999). Casebook for Exploring Diversity in K-12 Classrooms, . Colombus Ohio: Merrill.

20
Jurnal Diklat Keagamaan, Vol. 11, no. 1, Januari - Maret 2017

Robinson, T. L. (2009). The Convergence of race, Ethnicity and Gender: Multiple identities in
Counseling. New Jersey: Pearson Education.
Siap. (2016, Desember 10). SIAP. Retrieved 12 10, 2016, from http://jatim.siap-online.com/ S u e ,
D.W. & Sue, D. (2003). Counseling Culturally Diverse: Theory and Practice Fourth Edition.
USA: John Wiley & Sons. Inc.
Vontress, C.E & Jackson, M.L. (2004). Reactions to TThe Multicultural Counseling Competencies
Debate. Journal of Mental Health Counseling 26 (1), 74-80.
Yusuf, Syamsu L.N. dkk. (2007). Profil Kompetensi Sosial Konselor Sekolah. Laporan Penelitian
Prodi BK. Bandung : Pascasarjana UPI.

21

You might also like