Artikel Ilmiah Dyan Pawitri 1504015123

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

FARMASAINS Vol. xx. No.

xx, Mei 2020

INTERAKSI OBAT PADA PASIEN GAGAL JANTUNG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PUSAT
ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE JANUARI-DESEMBER 2018

Dyan Pawitri, Nora Wulandari, Tuti Wiyati


Farmasi, Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta

Email: dyanpawitri01@gmail.com No.Hp : 087851325885

ABSTRACT
Heart failure is a progressive clinical syndrome caused by the inability of the heart to
pump enough blood to meet the body's metabolic needs. Comorbidity in heart failure
patients requires a variety of drugs. Polypharmacy will increase the risk of drug
interactions. This study aims to obtain an overview of potential drug interactions and
to compare the incidence of drug interactions based on drug interaction detection
tools in inpatients of heart failure at the Gatot Subroto Army Hospital for the period
January-December 2018. This research is a descriptive type of research conducted
retrospectively using secondary data, namely medical records. patient. The
evaluation of drug interactions is carried out theoretically based on literature studies.
Drug interactions are screened using Micromedex, Medscape, and Drugs.com
electronic screens. The results showed that out of 79 heart failure patients, 74
(93.67%) had the potential to experience drug interactions with a total of 460 events.
Based on the three interaction detection tools used, there were 213 cases (46.30%)
on Micromedex, 345 cases (75%) on Medscape, and 378 cases (82.27%) at
Drugs.com. The most potential interactions with the Major or Serious severity level on
Micromedex were Ramipril with Spironolactone as many as 13 events (14.61%), on
Medscape, namely Aspirin with Ramipril as many as 11 events (22%), and on
Drugs.com namely Ramipril and Aspirin as many as 14 incidence (21.87%).
Keywords: Heart failure, Drug Interactions.

ABSTRAK
Gagal jantung adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Komorbiditas pada pasien gagal jantung membutuhkan berbagai macam obat.
Polifarmasi akan meningkatkan risiko terjadinya interkasi obat. Penelitian bertujuan
untuk mendapatkan gambaran potensi interaksi obat dan membandingkan kejadian
interaksi obat berdasarkan alat deteksi interaksi obat pada pasien gagal jantung
rawat inap di RSPAD Gatot Subroto periode Januari-Desember 2018. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian deskriptif yang dilakukan secara retrospektif menggunakan
data sekunder yaitu rekam medis pasien. Evaluasi interaksi obat dilakukan secara
teoritis berdasarkan studi literatur. Cara penapisan interaksi obat menggunakan
penapisan elektronik Micromedex, Medscape, dan Drugs.com. Hasil menunjukkan
bahwa dari 79 pasien gagal jantung sebanyak 74 orang (93,67%) berpotensi
mengalami interaksi obat dengan jumlah 460 kejadian. Berdasarkan ketiga alat
deteksi interaksi yang digunakan diperoleh hasil sebanyak 213 kasus (46,30%) pada
Micromedex, 345 kasus (75%) pada Medscape, dan 378 kasus (82,27%) pada
Drugs.com. Kejadian potensi interaksi terbanyak dengan tingkat keparahan Major
atau Serius pada Micromedex yaitu Ramipril dengan Spironolakton sebanyak 13
kejadian (14,61%), pada Medscape yaitu Aspirin dengan Ramipril sebanyak 11
kejadian (22%), dan pada Drugs.comyaitu Ramipril dan Aspirin sebanyak 14 kejadian
(21,87%).
Kata kunci: Gagal jantung, Interaksi Obat.

1
Interaksi Obat Pada Pasien Gagal jantung ..... (Dyan Pawitri dkk)
PENDAHULUAN
Pada umumnya pasien gagal jantung terjadi pada usia lanjut yang sudah mengalami
penurunan fungsi organ. Selain itu juga pasien yang mengalami komplikasi sehingga memerlukan
beberapa obat yang dipakai secara bersamaan dimana hal tersebut dapat memicu terjadinya
interaksi obat. Gagal jantung adalah sindrom klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal
jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian
ventrikel (disfungsi diastolik) dan / atau kontraktilitas miokard (disfungsi sistolik) (Sukandar et al
2013). Pasien gagal jantung diberikan sedikitnya empat jenis pengobatan yakni, inhibitor ACE ,
diuretik, β bloker dan digoksin. Beberapa pasien juga terkadang memerlukan perlakuan tambahan
seperti pemberian senyawa antagonis aldosterone, resesptor angiotensin bloker dan
hidralazin/isosorbide dinitrat (Kemenkes 2015). Interaksi obat yang paling banyak ditemukan pada
pengobatan gagal jantung adalah kombinasi antara diuretik potassium-sparing (spironolakton) dan
ACE inhibitor (ARB). Selain itu juga kombinasi antara aspirin dan beta bloker (Harkness 1984).
Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi
pada usia 65-74 tahun (0,5%), gejala tertinggi pada usia ≥75 tahun (1,1%), dan prevalensi lebih tingi
pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%) (Riskesdas 2013). Berdasarkan hasil penelitian
Mariam (2016) tentang interaksi obat pada pasien gagal jantung menunjukkan kejadian interaksi obat
mencapai 70 orang terbagi atas 46% pasien laki-laki dan 54% pasien perempuan. Kemudian pada
penelitian Idzni dkk (2017) potensi interaksi obat ditemukan pada 79,19% pasien dengan total 136
kasus. Serta berdasarkan hasil penelitian Listyaindra (2016), 75 pasien gagal jantung kongestif
ditemukan 69 pasien berpotensi mengalami interaksi sejumlah 194 kasus interaks, 54 kasus
(42,2%). merupakan farmakodinamik, 74 kasus (57,8%) merupakan interaksi farmakokinetik dan 66
kasus tidak terklasifikasikan. Ditemukan 143 kasus (73,7%) merupakan interaksi tingkat keparahan
moderate, 28 kasus (14,4%) merupakan interaksi tingkat keparahan minor dan 23 kasus (11,9%)
merupakan interaksi tingkat keparahan major.
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
potensi interaksi obat dan membandingkan kejadian interaksi obat berdasarkan alat deteksi interaksi
obat pada pasien gagal jantung rawat inap di RSPAD Gatot Subroto periode Januari-Desember 2018.

METODE PENELITIAN
Alat
Teknik pengambilan sampel secara retrospektif. Dengan menggunakan alat Drugs Interaction
checker dari situs Micromedex, Medscape dan Drugs.com serta hasil laboratorium pasien gagal
jantung.

Metode
Penelitian ini menggunakan metode analisa deskriptif. Data yang digunakan adalah data
sekunder berupa rekam medis, data yang diambil berupa Karakteristik pasien berdasarkan usia, jenis
kelamin, penyakit penyerta. Serta Obat ( nama obat, frekuensi, durasi, dan rute pemberian). Besar
sampel pada penelitian ini yaitu sebanyak 79 rekam medis.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien gagal jantung yang memenuhu kriteria inklusi.
Kriteria inklusi penelitian ini yaitu Pasien gagal jantung di instalasi rawat inap RSPAD Gatot Subroto
periode tahun 2018 yang mendapat terapi minimal 2 obat dengan usia dewasa. Populasi pada
penelitian ini adalah Pasien rawat inap di RSPAD Gatot Subroto periode tahun 2018.

Analisis Data
Potensi interaksi obat dianalisa menggunakan Drugs Interaction checker dari situs
Micromedex, Medscape dan Drugs.com. Potensi interaksi obat akan dikelompokkan berdasarkan
mekanisme interaksi yaitu interaksi dengan mekanisme farmakokinatik dan farmakodinamik. Selain
itu interaksi obat juga akan dikategorikan berdasarkan tingkat signifikasi klinis yaitu interaksi mayor,
moderat, dan minor. Interaksi yang telah dikategorikan kemudian dibandingkan interaksi yang terjadi
dari masing-masing alat pendeteksi interaksi obat.

2
FARMASAINS Vol. xx. No. xx, Mei 2020

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Karakteristik Pasien Gagal Jantung Rawat Inap di RSPAD Gatot Soebroto Periode
Tahun 2018.

Karakteristik n=79 %
Usia
<60 36 45,57
≥60 43 54,43
Jenis Kelamin
Laki-laki 50 63,29
Perempuan 29 36,71
Jenis Gagal Jantung
ADHF 69 87,34
CHF 10 12,66
Jumlah Penyakit Kronis Lain
<2 67 84,81
≥2 12 15,19
Jumlah Penggunaan Obat Per Perawatan
<5 34 43,04
≥5 45 56,96
Lama Rawat
<10 69 87,34
≥10 10 12,66
Berdasarkan Tabel 1 penyakit gagal jantung yang paling banyak terjadi yaitu pada kelompok
pasien lansia yang berusia lebih dari atau sama dengan 60 tahun yaitu sebanyak 43 orang (54.43%)
dari 79 pasien. Menurut European Heart Journal prevalensi gagal jantung sekitar 1-2% dari populasi
orang dewasa di negara berkembang meningkat hingga ≥ 10% diantara orang usia > 70 tahun (ESC
2016). Pertambahan usia menyebabkan penuaan pada sel-sel tubuh, termasuk sel jantung dan
pembuluh darah. Hal ini akan meningkatkan kejadian dan proses terjadinya penyakit gagal jantung
(Nurhayati dan Nuraini 2009). Berdasarkan jenis kelamin pasien yang mengalami kejadian interaksi
obat terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 50 pasien (63,29%). Perbedaan risiko pria dan wanita dalam
gagal jantung berkaitan dengan faktor hormonal terutama disebabkan oleh peran estrogen (Aaronson
and Ward 2010). Berdasarkan jumlah penyakit kronis diperoleh terdapat 67 orang (84,81%) yang
menderita penyakit kronis lain. Penyakit penyerta yang dimiliki pasien diantaranya diabetes melitus,
efsusi pleura, asma, hipertensi, hiperlipid, atherosclerosis, gangguan ginjal dan gangguan jantung
lainnya. Berdasarkan jumlah penggunaan obat terbanyak yaitu lebih dari 5 obat sebanyak 45 orang
(56,96%). Pemberian obat dengan jumlah yang berlebihan atau lebih dari 2 jenis obat dikenal dengan
polifarmasi. Pemberian obat pada pasien memiliki beberapa faktor diantaranya pertimbangan
manfaat dan risiko, penggunaan obat yang paling dikenal dan teruji secara klinis, penyesuaian obat
dengan kebutuhan individu, penyesuaian dosis secara individu, dan pemilihan cara pemberian yang
paling aman sehingga sesuai dan tidak terjadi polifarmasi (Junaidi 2012). Berdasarkan lama rawat
diperoleh 69 (87,34%) pasien yang dirawat kurang dari 10 hari, menurut Carter (2016) hal-hal yang
mempengaruhi lama rawat inap pasien yaitu pengaruh komorbiditas atau adanya penyakit penyerta
juga penyebab penyakit, tingkat keparahan penyakit, kondisi klinis pasien, ataupun adanya edema
perifer.

3
Interaksi Obat Pada Pasien Gagal jantung ..... (Dyan Pawitri dkk)
Tabel 2. Gambaran Jumlah Pasien Gagal Jantung Yang Berpotensi Mengalami Interaksi Obat
di RSPAD Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2018

Karakteristik n=79 %
Berpotensi Interaksi Obat 74 93,67
Tidak Berpotensi Interaksi Obat 5 6,33

Tabel 2 diperoleh sebanyak 74 (93,67%) pasien rawat inap berpotensi terjadi interaksi obat.
Sama seperti penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Adondis (2019) diperoleh hasil sebanyak 42
(91,30%) pasien rawat inap yang berpotensi mengalami interaksi obat. Dapat dikatakan bahwa
persentase interaksi obat pada pasien rawat inap dengan diagnosa gagal jantung tergolong cukup
tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya beberapa kondisi medis atau mengidap lebih dari
satu penyakit terutama pada lansia sehingga meningkatkan kemungkinan kejadian interaksi obat
(Holmes 2012).

Tabel 3. Gambaran Potensi Interaksi Obat Berdasarkan Alat Deteksi Pada Pasien Gagal
Jantung di RSPAD Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2018

Tools yang digunakan n=460 %


Micromedex 213 46,30
Medscape 345 75
Drugs.com 378 82,27

Tabel 3 diperoleh interaksi obat pada Micromedex sebanyak 213 kasus (46,30%), pada
Medscape diperoleh interaksi sebanyak 345 kasus (75%) dan pada Drugs.com diperoleh interaksi
sebanyak 378 kasus (82,27%).
Tabel 4. Gambaran Jumlah Tingkat Keparahan Interaksi Obat Pada Obat-obat Yang Berpotensi
Mengalami Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung di RSPAD Gatot Soebroto

Jenis Interaksi Tingkat Keparahan N %


Micromedex
Major 89 41,78
Moderate 120 56,34
Minor 4 1,88
Contraindicated 0 0,00
Unknown 0 0,00
sub total 213 100,00
Medscape
Serious 50 14,49
Monitor 246 71,30
Minor 49 14,20
sub total 345 100,00
Drugs.com
Major 64 16,93
Moderate 254 67,19
Minor 60 15,87
sub total 378 100,00

Tabel 4 diperoleh, hasil Micromedex interaksi dengan tingkat keparahan major sebanyak 89
(41,78%) kasus, moderate sebanyak 120 (56,34%) kasus, dan minor sebanyak 4 (1,88%) kasus
interaksi obat.
Hasil Medscape tingkat keparahan serious sebanyak 50 (14,49%) kasus, monitor sebanyak
246 (71,30%) kasus, dan minor sebanyak 49 (14,20%) kasus interaksi obat. Berdasarkan jurnal
penelitian sebelumnya tingkat keparahan pada alat pendeteksi Medscape yaitu serious setara
dengan major, monitor setara dengan moderate, dan minor setara dengan minor (Hendera 2018).
Hasil Drugs.com tingkat keparahan major yaitu sebanyak 64 (16,93%) kasus, moderate
sebanyak 254 (67,19%) kasus, dan minor sebanyak 60 (15,87%) kasus interaksi obat.
4
FARMASAINS Vol. xx. No. xx, Mei 2020

Tabel 5. Gambaran Hasil Interaksi Obat Berdasarkan Farmakologi

Jenis Interaksi Berdasarkan Farmakologi n %


Micromedex
Farmakokinetik 36 16,90
Farmakodinamik 177 83,10
sub total 213 100,00
Medscape
Farmakokinetik 65 18,84
Farmakodinamik 280 81,16
sub total 345 100,00
Drugs.com
Farmakokinetik 70 18,52
Farmakodinamik 308 81,48
sub total 378 100,00

Tabel 5 menunjukan hasil interaksi yang diperoleh berdasarkan farmakologi pada alat deteksi
Micromedex secara farmakokinetik diperoleh kejadian sebanyak 36 (16,90%) kasus dan secara
farmakodinamik diperoleh kejadian sebanyak 177 (83,10%) kasus. Hasil yang diperoleh berdasarkan
alat pendeteksi Medscape secara farmakokinetik diperoleh kejadian sebanyak 65 (18,84%) kasus dan
secara farmakodinamik diperoleh kejadian sebanyak 280 (81,16%) kasus. Hasil yang diperoleh
berdasarkan alat pendeteksi Drugs.com secara farmakokinetik diperoleh kejadian sebanyak 70
(18,52%) kasus dan secara farmakodinamik diperoleh kejadian sebanyak 308 (81,48%) kasus.
Gambaran Obat Berpotensi Mengalami Interaksi
Tabel 6. Gambaran 5 Besar Kombinasi Obat Dengan tingkat Keparahan Major yang Berpotensi
Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Gagal Jantung Rawat Inap di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2018 Berdasarkan Alat
Deteksi Micromedex

Obat yang Berinteraksi n=89 % Level Signifikansi


Ramipril Spironolakton 13 14,61 Major
Aspirin Spironolakton 12 13,48 Major
Aspirin Clopidogrel 6 6,74 Major
Omeprazol Clopidogrel 6 6,74 Major
Digoxin Spironolakton 5 5,62 Major

Berdasarkan tabel 6 interaksi obat antara Ramipril dan Spironolakton jika digunakan
bersamaan yaitu menyebabkan hiperkalemia (Micromedex 2019). ACE inhibitor dapat menurunkan
jumlah aldosteron dan menyebabkan retensi kalium sementara spironolakton bekerja secara aditif
sebagai antagonis aldosterone untuk menurunkan level aldosterone (Baxter 2010). Jika Ramipril
digunakan bersama dengan spironolakton terutama pada pasien dengan gangguan ginjal, diabetes,
lansia, akan menyebabkan memburuknya gagal jantung dan risiko dehidrasi, sehingga perlu
dilakukan pemantauan terhadap kalium serum dan fungsi ginjal secara teratur dan menghindari
suplementasi kalium kecuali dipantau secara ketat (drugs.com).
Penggunaan bersama Aspirin dan Spironolakton dapat menurunkan efektivitas diuretik,
hiperkalemia, atau kemungkinan nefrotoksisitas (Micromedex 2019). Beberapa salisilat dapat
merusak sekresi tubular dari canrenone metabolit aktif utama spironolakton, efek ini bisa
menghambat sifat natriuretik dari spironolactone. Data tersedia untuk aspirin. Jika diuresis tidak
memadai, dokter harus mempertimbangkan menghentikan salisilat atau meningkatkan dosis
spironolakton sambil memperhatikan konsentrasi kalium serum pasien (Drugs.com 2019).
Penggunaan bersama Aspirin dan Clopidogrel dapat menyebabkan peningkatan resiko
perdarahan. (Micromedex 2019). Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa kombinasi kedua
obat ini dapat meningkatkan resiko pendarahan karena mempunyai efek pada fungsi platelet.
Interaksi yang terjadi termasuk interaksi farmakodinamik (Adondis,2019). Clopidogrel dapat
mempotensiasi penghambatan agregasi platelet akibat adanya aspirin. Aspirin memiliki efek terhadap
fungsi platelet pada darah. Interaksi aspirin dengan clopidogrel berefek terhadap fungsi hemodinamik,
5
Interaksi Obat Pada Pasien Gagal jantung ..... (Dyan Pawitri dkk)
meningkatkan efek pendarahan. Penggunaan aspirin dalam dosis rendah memiliki fungsi yang sama
dengan clopidogrel, yaitu sebagai antiplatelet (Lemesle, 2014).
Penggunaan bersama clopidogrel dan omeprazol dapat mengakibatkan berkurangnya plasma
metabolit aktif clopidogrel dan berkurangnya aktivitas antiplatelet (Micromedex 2019). Pada penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa penggunaan bersamaan antara clopidogrel dan omeprazole dapat
menyebabkan berkurangnya aktivitas antiplatelet pada clopidogrel (Norgard 2009). Penghambatan
PPI dari bioaktifasi metabolik clopidogrel yang dimediasi CYP450, dimana pembentukan enzim
CYP450 dihambat oleh golongan pompa proton inhibitor sehigga enzim CYP450 tidak dapat
membentuk metabolit aktif dari clopidogrel dengan sempuna dan menurunkan kerja clopidogrel
sebagai antiplatelet. Jika PPI diperlukan, dexlansoprazole, lansoprazole, atau pantoprazole mungkin
merupakan alternatif yang lebih aman. Kalau tidak, antagonis reseptor H2 atau antasida harus
diresepkan bila memungkinkan. (Drugs.com)
Penggunaan bersamaan Digoxin dan Spironolakton termasuk dalam 10 besar obat yang
banyak berinteraksi dimana kombinasi keduanya dapat menyebabkan peningkatan paparan digoxin
(Micromedex 2019). Pada penelitian yang dilakukan oleh Ismail (2012) dijelaskan bahwa penggunaan
obat digoxin dan spironolakton secara bersamaan dapat menyebabkan toksisitas digoxin yang
manifestasinya berupa mual, muntah, dan peningktan irama jantung. Spironolakton dapat
mengurangi sekresi digoxin tubular. Klirens plasma digoxin dapat menurun, dan kadar plasma dapat
meningkat. Juga, data yang terbatas menunjukkan bahwa spironolakton kemungkinan memiliki efek
samping inotropik negatif. Akhirnya, spironolakton dapat mengganggu beberapa uji radioimuno
digoxin, dan konsentrasi digoxin mungkin terlalu tinggi (Drugs.com 2019).

Tabel 7. Gambaran 5 Besar Kombinasi Obat Dengan tingkat Keparahan Serius yang
Berpotensi Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Gagal Jantung Rawat Inap di Rumah
Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2018
Berdasarkan Alat Deteksi Medscape
Obat yang Berinteraksi n=50 % Level Signifikansi
Aspirin Ramipril 11 22 Serious
Bisoprolol Digoxin 6 12 Serious
Omeprazol Clopidogrel 5 10 Serious
Ramipril Spironolakton 3 6 Serious
Kalium Klorida Spironolakton 3 6 Serious

Berdasarkan tabel 7 hasil penelitian didapatkan potensi interaksi antara Aspirin dengan
Ramipril dengan level signifikansi serious yaitu menyebabkan terjadinya penurunan efektivitas
Ramipril (Medscape 2019). Pemberian bersama dengan aspirin dapat melemahkan vasodilator dan
efek hipotensif dari ACE inhibitor. Selain itu, beberapa telah menemukan bahwa manfaat ACE
inhibitor pada morbiditas dan mortalitas pada infark miokard post-akut, penyakit jantung koroner, dan
khususnya gagal jantung kongestif dapat dibatalkan oleh aspirin. Mekanisme yang terjadi adalah
penghambatan aspirin dari siklooksigenase, menghasilkan penekanan sintesis prostaglandin dan
efek hemodinamik yang dimediasi prostaglandin dari ACE inhibitor. Untuk menentukan kemungkinan
interaksi negatif antara aspirin dan ACE inhibitor dan relevansi klinisnya terutama pada pasien gagal
jantung kongestif yang menerima terapi jangka panjang dengan kombinasi harus menjalani tekanan
darah teratur dan pemantauan klinis lain yang sesuai seperti penilaian fungsi ginjal. (Drugs.com).
Penggunaan bersamaan bisoprolol dengan digoxin dapat meningkatkan risiko bradikardi
(Medscape 2019). Penggunaan glikosida digitalis dan beta-blocker secara bersamaan dapat
meningkatkan risiko bradikardia. Agen-agen ini memperlambat konduksi atrioventrikular dan
menurunkan denyut jantung, karenanya mereka mungkin memiliki efek jantung tambahan selama
pemberian bersama. Beberapa beta-blocker seperti carvedilol, esmolol, dan talinolol juga telah
dilaporkan meningkatkan bioavailabilitas sistemik dari digoxin. Mekanisme ini mungkin melibatkan
peningkatan penyerapan serta pengurangan ekskresi digoksin ginjal akibat penghambatan
transporter eflux P-glikoprotein ginjal. Perhatian disarankan selama pemberian bersama glikosida
digitalis dan beta-blocker. Kadar digitalis serum, detak jantung, dan tekanan darah harus dipantau
dengan cermat, terutama selama beberapa minggu pertama terapi bersamaan. Pasien harus
disarankan untuk memberi tahu dokter mereka jika mereka mengalami anoreksia, mual, perubahan
6
FARMASAINS Vol. xx. No. xx, Mei 2020

visual, detak jantung tidak teratur, denyut nadi lambat, pusing, atau sinkop. Beta-blocker tidak boleh
digunakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif yang terbuka atau dekompensasi, karena
stimulasi simpatis dapat menjadi komponen penting dalam mempertahankan fungsi hemodinamik
pada pasien ini dan penghambatannya dengan beta blokade dapat memperburuk gagal jantung
(Drugs.com).
Penggunaan bersamaan kalium klorida dan Spironolakton dapat menyebabkan Hiperkalemia
(Medscape 2019). Berdasarkan Drug Interaction Facts (Tatro, 2010) terdapat dua interaksi yaitu
antara spironolakton dan KSR. Pemberian spironolakton mampu meningkatkan kadar serum kalium
dengan mekanisme kerja sebagai non selektif antagonis aldosteron. Aldosteron dapat mengikat
reseptor 49 mineralokortikoid di ginjal, akibatnya terjadi reabsorpsi natrium dan air serta ekskresi
kalium secara bersamaan. Oleh karena itu pemberian spironolakton dan KSR (kalium klorida) secara
bersamaan mampu meningkatkan resiko hiperkalemia sebagai akibat adanya retensi kalium.
Penggunaan preparat kalium pada pasien yang diobati dengan diuretik hemat kalium umumnya tidak
dianjurkan. Perhatian disarankan jika pemberian bersamaan diperlukan, terutama pada pasien
dengan gangguan ginjal, diabetes, usia tua, memburuknya gagal jantung, dan / atau risiko dehidrasi.
Kalium serum dan fungsi ginjal harus diperiksa secara teratur, dan suplemen kalium oral harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung kongestif berat yang memiliki kadar kalium serum di atas
3,5 mEq / L. Pasien harus disarankan untuk mencari perhatian medis jika mereka mengalami tanda-
tanda dan gejala hiperkalemia seperti kelemahan, lesu, kebingungan, kesemutan pada ekstremitas,
dan detak jantung yang tidak teratur (Drugs.com).

Tabel 8. Gambaran 5 Besar Kombinasi Obat Dengan tingkat Keparahan Major yang Berpotensi
Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Gagal Jantung Rawat Inap di Rumah Sakit Pusat
Angkatan Darat Gatot Soebroto Periode Januari-Desember 2018 Berdasarkan Alat
Deteksi Drugs.com
Obat yang Berinteraksi n=64 % Level Signifikansi
Ramipril Spironolakton 14 21,87 Major
Candesartan Spironolakton 10 15,63 Major
Omeprazol (iv) Clopidogrel 6 9,37 Major
Allopurinol Ramipril 4 6,25 Major
Clopidogrel Warfarin 3 4,69 Major

Pada Tabel 8, diperoleh hasil interaksi antara candesartan dan spironolakton dengan tingkat
keparahan Major yaitu meningkatkan terjadinya hyperkalemia. Penggunaan bersamaan dari
penghambat reseptor angiotensin II (ARB) dan diuretik hemat kalium dapat meningkatkan risiko
hiperkalemia. Penghambatan angiotensin II menghasilkan penurunan sekresi aldosteron, yang dapat
menyebabkan peningkatan kalium serum yang mungkin aditif dengan yang disebabkan oleh diuretik
hemat kalium. Hiperkalemia yang mengancam jiwa dan fatal dapat terjadi, terutama ketika kombinasi
digunakan pada pasien dengan faktor risiko seperti gangguan ginjal, diabetes, usia tua, gagal jantung
yang parah atau memburuk, dehidrasi, dan penggunaan agen lain secara bersamaan yang
menghambat sistem renin angiostensin aldosteron atau meningkatkan kadar kalium serum. Perhatian
disarankan jika penghambat reseptor angiotensin II harus digunakan bersamaan dengan diuretik
hemat kalium, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal, diabetes, usia tua, gagal jantung yang
parah atau memburuk, dehidrasi, atau terapi bersamaan dengan agen lain yang meningkatkan kalium
serum seperti obat antiinflamasi nonsteroid, beta-bloker, cyclosporine, heparin, tacrolimus, dan
trimetoprim. Jika spironolakton diresepkan dengan ARB, beberapa peneliti merekomendasikan
bahwa dosisnya tidak melebihi 25 mg / hari pada pasien berisiko tinggi (Drugs.com 2019).
pemberian secara bersamaan allopurinol dengan penghambat ACE Inhibitor telah dikaitkan
dengan risiko reaksi hipersensitivitas yang parah, neutropenia, agranulositosis, dan infeksi serius
dengan tingkat keparahan major. Mekanisme interaksi antara kaptopril dan allopurinol tidak diketahui,
dan harus dipertimbangkan bahwa penggunaan allopurinol saja dapat menyebabkan reaksi
hipersensitivitas yang parah, terutama jika pasien mengalami gagal ginjal (Halevy et al 2008 ).
Kombinasi dengan ACE inhibitor, terutama pada orang tua dan pasien dengan gangguan ginjal.
Pemantauan berkala jumlah sel darah putih dianjurkan. Pasien harus disarankan untuk segera
menghentikan obat ini dan mencari perhatian medis jika mereka mengembangkan dispnea;

7
Interaksi Obat Pada Pasien Gagal jantung ..... (Dyan Pawitri dkk)
penyempitan tenggorokan; pembengkakan pada wajah, bibir, atau lidah; urtikaria; ruam; demam;
arthralgia; atau mialgia. Pasien juga harus menghubungi dokter mereka jika mereka melihat tanda-
tanda infeksi atau mengalami demam, menggigil, sakit tenggorokan, lesu, sakit tubuh, atau gejala
mirip flu lainnya (Drugs.com).
Interaksi yang terjai antara clopidogrel dengan warfarin jika digunaan secara bersamaan
dapat meningkatkan terjadinya risiko perdarahan (Drugs.com). Pada penelitian sebelumnya diperoleh
hasil interaksi antara clopidogrel dengan warfarin dapat meningkatkan terjadinya pendarahan (Lidell
et al 2003). Clopidogrel merupakan antiplatelet dimana bekerja dengan mencegah trombosit
membentuk gumpalan darah sedangkan warfarin merupakan anti koagulan oral yang mempengaruhi
sintesa vitamin K yang berperan dalam pembekuan darah deengan cara menghambat karboksilasi
vitamin K sehingga darah tidak membeku. Kedua obat smemiliki tujuan mencegah terjadinya
penggumpalan darah atau pengencer darah sehingga kombonasi keduanya memperburuk. Perhatian
dan pemantauan ketat INR dan parameter pendarahan lainnya dianjurkan jika clopidogrel digunakan
dalam kombinasi dengan antikoagulan oral. Pasien harus disarankan untuk segera melaporkan
tanda-tanda perdarahan kepada dokter mereka, termasuk rasa sakit, bengkak, sakit kepala, pusing,
kelemahan, perdarahan berkepanjangan dari luka, peningkatan aliran menstruasi, perdarahan
vagina, mimisan, perdarahan gusi akibat menyikat, pendarahan yang tidak biasa atau feses merah
atau hitam (Drugs.com).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian Potensi Interaksi Obat Pada Pasien Gagal Jantung Rawat Inap di
RSPAD Gatot Soebroto Periode Januari – Desember 2018 dapat disimpulkan bahwa potensi interaksi
obat pada total 79 pasien gagal jantung yang ditemukan yaitu sebanyak 74 orang (93,67%)
berpotensi mengalami interaksi obat dan sebanyak 5 pasien (6,33%) tidak berpotensi mengalami
interaksi obat. Berdasarkan ketiga alat deteksi interaksi yang digunakan diperoleh hasil sebanyak 213
kasus (46,30%) pada Micromedex, 345 kasus (75%) pada Medscape, dan 378 kasus (82,27%) pada
Drugs.com. Kejadian potensi interaksi terbanyak dengan tingkat keparahan Major atau Serious pada
alat deteksi Micromedex terjadi pada Ramipril dengan Spironolakton sebanyak 13 kejadian (14,61%),
pada alat deteksi Medscape terjadi pada Aspirin dengan Ramipril sebanyak 11 kejadian (22%), dan
pada alat deteksi Drugs.comterjadi pada Ramipril dan Aspirin sebanyak 14 kejadian (21,87%).

DAFTAR PUSTAKA
Aaronson PI, Ward JPT. 2010. At a Glance Edisi 3 Sistem Kardiovaskular. Erlangga. Indonesia.

Adondis J et al,. 2019. Studi potensi interaksi obat pada pasien gagal jantung di instalasi farmasi rawat
inap rumah sakit advent manado. Jurnal Biofarmasetical Tropis. Universitas Kristen Indonesia.
Manado.. Hal 124-135.

Bates et al,. 2011. Clopidogrel-Drug Interactions. Jurnal of The American Collage of Cardiology.JACC.
Florida. Vol.57 No.11.

Baxter K. 2010. Stockley’s Drugs Interaction. UK: Pharmaceutical Press. London.

Carter, P. 2016. The impact of psychiatric comorbidities on the length of hospital stay in patients with
heart failure. International Journal of Cardiology.

Drugs.com https://www.drugs.com/ diakses pada tanggal 20 juni 2019

European Society Of Cardiology (ESC). 2016. ESC Guidelines For The Diagnosis And Treatment Of
Acute And Chronic Heart Failure. Dalam : European Heart Journal. Eropa

Halevy S, Ghislain PD, Mockenhaupt M, Fagot JP, Bouwes Bavinck JN, Sidoroff A, dkk .
2008.Allopurinol adalah penyebab paling umum dari stevens- sindrom johnson dan nekrolisis
epidermal toksik di Eropa dan Israel. J Am Acad Dermatol; 58: 25-32

Harkness R. 1984. Interaksi Obat. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

8
FARMASAINS Vol. xx. No. xx, Mei 2020

Hendra H, Rahayu S. 2018. Interaksi Antar Obat Pada Peresepan Pasien Rawat Inap Pediatrik Rumah
Sakit X dengan Menggunakan Aplikasi Medscape. Journal of Current Pharmaceutical Research
and Health Care. Northern Border University. KSA.

Holmes HM. 2012. Clinics Review Articles Polypharmacy. Dalam: Clinics in Geriatric
Medicine.Departement of General Internal Medicine, The University of Texas, USA.

Idzni et al.,. 2017. Poensi Interaksi Obat Pada Terapi Pasien Gagal Jantung di Instalasi Rawat Inap
RSUD Jombang. FKIK UIN Malang. Jombang.

Ismail M et al,. 2012. Potential drug-drug interaction in cardiology ward of a teaching hospital.University
of Peshawar. Pakistan.

Junaidi, I. 2012. Pedoman Praktis Obat Indonesia (O.I.). Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Pharmaceutical Care Pada Gagal Jantung.
www.depkes.go.id. Diakses pada 20 Juni 2019

Lemesle G. 2014. Dual antiplatelet therapy in patients with stable coronary astery disease in modern
practice: Prevalence, correlates, and impact on prognosis. American Heart Journal. Page:468-
473.

Listyaindra A. 2016. Identifikasi interaksi obat potensial pada pasien gagal jantung kongestif di instalasi
rawat inap rumah sakit x tahun 2016. UMS. Surakarta.

Mariam S et al., 2016. Evaluasi Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Rawat Inap Geriatri Penderita
Gagal Jantung. STTI Farmasi. Bogor.

Medscape. 2019. Drugs Interaction Checker online. Diakses: Oktober 2019.

Micromedex, app. 2019. IBM Micromedex .Drugs Reference online. Diakses: Oktober 2019.

Nurhayati E, Nuraini I. 2009. Gambaran Faktor Risiko pada Pasien Penyakit Gagal Jantung Kongestif di
Ruang X.A RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Dalam: Jurnal Kesehatan Kartika. Hlm 40-
50.Riskesdas. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan
RI.Indonesia.

Sukandar .E et al,. 2013. ISO Farmakoterapi. Jakarta. ISFI.

Tatro, DS. 2014. Drug Interaction Fact, The Authority on Drug Interaction. Wolters Kluwer Health.

You might also like