Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 29

Death Case II

A Challenging Surgical Case of Giant Abdominal Aneurysm Aorta in


Elderly : Case Report and Review of The Warning Signs

Oleh:
dr. Diza Khairina Muhklisah
C165172005

Pembimbing:
dr. Khalid Saleh, SpPD, K-KV
dr. Jayarasti Kusumanegara, Sp.BTKV
dr. Muhammad Nuralim Mallapasi, Sp.B, Sp.BTKV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. 2

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………..3

ABSTRAK………………………………………………………………………..4

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………. 5

BAB II LAPORAN KASUS……………………………………………………. 7

BAB III PEMBAHASAN………………………………………………………. 13

BAB IV RINGKASAN………………...………………………………………. 24

DAFTAR PUSTAKA…………………...……………………………………… 25

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Elekrokardiografi…………………………………8


Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax……………………………………… 9
Gambar 3. Hasil Pemeriksaan MSCT Scan Thorax…………………………….. 10
Gambar 4. Hasil pemeriksaan Echocardiography………………………………..11
Gambar 5. Anatomi aorta abdominalis…………………………………………..14
Gambar 6. Klasifikasi Aorta Abdominalis Berdasarkan Morfologi……………..16
Gambar 7. Aneurysma bila dibagi berdasarkan pada lokasi dalam aorta………..17
Gambar 8. Risiko ruptur rekomendasi skrining menurut diameter aneurysma….18
Gambar 9. Vascular Study Group of New England Cardiac Risk Index (VSG-
CRI)……………………………………………………………………………....19

3
ABSTRAK
A Challenging Surgical Case of Giant Abdominal Aneurysm Aorta in Elderly : Case
Report and Review of The Warning Signs
Diza Khairina Mukhlisah, Jayarasti Kusumanegara, Muhammad Nuralim Mallapasi,
Khalid Saleh
Cardiology and Vascular Medicine Department, Faculty of Medicine Hasanuddin
University/Dr. Wahidin Sudirohusodo National General Hospital
Makassar, Indonesia

ABSTRACT
Abdominal Aorta Aneurysm (AAA) represents one of the major emergency challenges in
vascular surgery with significant mortality rates and is considered a lethal condition for the
elderly. Despite the many technological improvements in the treatment of AAA, mortality
rates are still high when the aneurysm is found after rupture. Repair of the abdominal aorta
was first described in 1952, from using arterial homografts replaced by prosthetic materials.
Open surgical repair of abdominal aneurysm has proven to be safe, effective in preventing
aneurysm rupture, and remarkably durable. Open repair of abdominal aortic aneurysm is
performed under general anesthesia with appropriate monitoring of volume status and fluid
administration and transfusion. Repair of the aorta is carried out systematically that
involves clamping the aorta to stop the blood flow, opening the aneurysm to remove
thrombus and debris from within the aorta, and suturing a synthetic graft to replace the
arterial segment.

Keywords: Abdominal aorta aneurysm, Open surgical repair, Aorta cross clamp, thrombus,
mortality

ABSTRAK

Aneurysma Aorta Abdominal (AAA) merupakan salah satu tantangan yang besar di bidang
bedah vaskular dimana angka kematiannya signifikan dan dianggap sebagai suatu kondisi
yang mematikan bagi pasien usia tua. Meskipun telah banyak kemajuan teknologi dalam
penanganan AAA, angka kematian masih tinggi ketika aneurysma ruptur. Perbaikan aorta
pertama kali tercatat pada tahun 1952, dimulai dengan penggunaan homograft arteri hingga
sekarang dengan prostetik. Tindakan bedah terbuka untuk aneurysma terbukti aman, efektif
dalam mencegah pecahnya aneurysma, dan tahan lama. Perbaikan AAA dilakukan dengan
anestesi umum dengan pemantauan status volume dan pemberian cairan serta transfusi.
Tindakan dilakukan secara sistematis yang melibatkan penjepitan aorta untuk
menghentikan aliran darah, membuka aneurysma untuk menghilangkan trombus dan debris
dari dalam aorta, dan menjahit cangkok sintetis untuk menggantikan segmen arteri.

4
BAB I
PENDAHULUAN
Aneurisma Aorta Abdominalis (AAA) merupakan penyebab penting
kematian dini di seluruh dunia. Perkiraan terbaru menunjukkan angka kematian
tahunan akibat aneurisma aorta sebesar 2,8/100.000 (> 20 juta), mewakili
peningkatan 12% dalam 20 tahun terakhir. Meskipun angka kematian tertinggi per
tahun dilaporkan di daerah berkembang di Australasia (8,38/100,000) dan Eropa
Barat (7,68/100,000), peningkatan angka kematian dilaporkan di negara-negara
lainnya. Di Amerika dan sebagian Eropa Barat, angka kematian akibat ruptur AAA
telah turun > 50% dalam periode waktu yang sama, seiring menurunnya konsumsi
rokok per kapita, peningkatan perbaikan bedah elektif AAA, dan perbaikan
manajemen faktor risiko penyakit kardiovaskular (Golledge et al., 2017)

Aneurisma aorta abdominalis (AAA) didefinisikan sebagai dilatasi aorta


subdiafragma dengan diameter lebih dari 3.0 cm. AAA terjadi pada 4-7% pria dan
1% wanita usia 50 tahun keatas (Mussa, 2015) Walaupun angka kejadiannya lebih
sering ditemukan pada pria, namun angka mortalitasnya pada wanita lebih besar,
dan lebih sering dengan presentasi rupture AAA (McPhee et al., 2007) Bila dengan
presentasi ruptur AAA, maka angka mortalitasnya diperkirakan mencapai 81%
(Reimerink et al., 2013). Sehingga dibutuhkan deteksi dini terhadap AAA, terutama
pada populasi dengan prevalensi tinggi yaitu pria usia > 65 tahun dengan riwayat
merokok. Pedoman oleh United States Preventive Services Task Force (USPSTF)
merekomendasikan skrining menggunakan ultrasonografi pada pria kelompok usia
65-75 tahun yang mempunyai riwayat merokok. USPSTF merekomendasikan
untuk melakukan skrining secara selektif pada kelompok usia 65-75 tahun yang
tidak mempunyai riwayat merokok. Sedangkan mereka yang tidak mepunyai
riwayat merokok tidak direkomendasikan untuk dilakukan skrining (LeFevre,
2014; Mussa, 2015) Namun bila pasien terdiagnosa dengan AAA maka dibutuhkan
intervensi dengan open surgery atau endovascular aneurysm repair terutama bila
mempunyai risiko mengalami ruptur (Chaikof et al., 2009)

5
Meskipun dilakukan skrining, aneurysma seringkali tidak terdeteksi karena
presentasi klinisnya tidak khas. 80% kasus ruptur aneurysma tegak tanpa diketahui
riwayat terdiagnosa aneurysma sebelumnya (Rubano et al., 2013) Sangat penting
untuk mengetahui aneurysma aorta yang impending rupture, dimana dapat segera
dilakukan intervensi segera. Dasar dari penatalaksanaan penyakit AAA adalah
untuk mendiagnosisnya sebelum ruptur dan untuk menawarkan koreksi bedah
elektif pada waktu yang tepat. Namun, diagnosis menjadi sulit karena sebagian
besar aneurisma tidak bergejala sampai mengalami ruptur. Meskipun pilihan terapi
AAA terus berkembang, pemahaman tentang patofisiologi sangat penting untuk
pengembangan tes skrining, penentuan diagnosis dini dan modalitas pengobatan
farmakologis (Joviliano et al., 2017; M. Patel, D. Braga, B. Money, A. Pirela, 2020)

Dalam laporan kasus ini akan dibahas bagaimana langkah hingga


diputuskan untuk melakukan tindakan pada pasien dengan aneurysma aorta
abdominalis yang besar pada pasien usia tua, dan bagaimana faktor risiko serta
pengaruh kejadian intra operasi yang kemungkinan menyebabkan pasien akhirnya
meninggal dunia.

6
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 82 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan utama
benjolan pada perut. Keluhan ini mulai dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Benjolan
berada pada perut sebelah kanan, terasa berdenyut, awalnya kecil namun semakin
lama dirasakan ukurannya semakin membesar. Benjolan disertai rasa nyeri hilang
timbul, nyeri dirasakan seperti tertusuk, tembus hinggan ke punggung. Pasien juga
merasa lemas. Sesak napas tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Demam tidak
ada, batuk tidak ada. Riwayat muntah tidak ada. Buang air kecil normal. Buang air
besar konsistensi dan frekuensi dalam batas normal. Riwayat merokok sejak 50
tahun lalu, sehari sekitar 1 bungkus rokok. Riwayat keluarga yang menderita
penyakit penyakit serupa disangkal. Riwayat penurunan berat badan tidak ada.
Riwayat hipertensi tidak ada. Riwayat kolesterol tidak ada. Riwayat penyakit
jantung tidak ada. Riwayat benturan pada perut tidak ada.

Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan kesadaran compos mentis, status


gizi baik, BB: 60 kg, TB : 170 cm, BMI : 20.7 kg/m2 Tanda-tanda vital : tekanan
darah 130/70 mmHg, frekuensi nadi 88 kali/menit regular, frekuensi napas 18
kali/menit, suhu badan 36,6oC. Konjungtiva anemis ada, sklera ikterik tidak ada.
JVP R+2 cmH2O, bunyi napas vesikuler, rhonki dan wheezing tidak ada, bunyi
jantung S1 S2 reguler, murmur tidak ada. Pada regio abdomen, dapat terlihat massa
pada regio umbilikus dextra, berdenyut, dari auskultasi terdengar peristaltik kesan
normal dan terdengar bruit (+), saat palpasi teraba massa pulsatil ukuran 8x6cm,
konsistensi keras, hepar dan lien tidak teraba, akral hangat, edema ekstremitas tidak
ada. Kemudian dilakukan pemeriksaan tekanan darah pada keempat ekstremitas
pasien, didapatkan hasil yang kurang lebih sama, dimana selisih tekanan darah
sistolik < 10 mmHg. Tidak ditemukan pula adanya tanda-tanda defisit neurologis.

Berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (23-11-2020) didapatkan sinus


rhythm, HR 80 bpm, reguler, normoaxis

7
Gambar 1. Hasil Pemeriksaan Elekrokardiografi

Berdasarkan pemeriksaan laboratorium (09-11-2020) didapatkan hasil


sebagai berikut:

Parameter Hasil Nilai normal Satuan


3 3
WBC 4700 4-10
x 10 /mm
HGB 7.0à10 12-16 g/dl
RBC 3.070.000 4-6 x 108
3 3
PLT 226.000 150-400
x 10 /mm
HCT 24 37-48 %
SGOT 15 <38 U/L
SGPT 21 <41 U/L
Ureum 22 10-50 mg/dl
Creatinin 1.21 <1.3 mg/dl
GDS 102 <140 mg/dl
Natrium 139 136 – 145 mmol/l
Kalium 4.1 3.5 – 5.1 mmol/l
Klorida 106 97 – 111 mmol/l
PT 13.7 10-14 detik
APTT 29.0 22-30 detik
INR 1.34

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Berdasarkan pemeriksaan foto thorax (10-11-2020) tampak kesan


kardiomegali dan dilatasi aorta. Berdasarkan hasil pemeriksaan MSCT Scan Thorax
(11-11-2020) didapatkan tampak over dilatasi berbentuk fusiform dan tortous
dengan diameter terbesar 11.5cm sepanjang 19.5 cm dengan ujung proximal berada
tepat inferior dari a.renalis sinistra dan ujung distal pada bifurcation a.iliaca
communis yang menyebabkan pendorongan struktur sekitarnya. Tampak thrombus
intralumen dan klasifikasi pada dindingnya. Kesan aneurisma aorta abdominal

8
infrarenal tipe fusiform dengan thrombus didalamnya, ectasis a.iliaca communis
sinistra.

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Foto Thorax

9
Gambar 3. Hasil Pemeriksaan MSCT Scan Thorax

Berdasarkan pemeriksaan echocardiography (26-11-2020) didapatkan


fungsi sistolik ventrikel kiri normal EF 62.9 % (Biplane), fungsi sistolik ventrikel
kanan normal TAPSE 2.0 cm, dimensi ruang-ruang jantung normal, global
normokinetik, hipertrofi ventrikel kiri konsentrik, disfungsi diastolik ventrikel kiri
ringan.

Gambar 4. Hasil pemeriksaan Echocardiography

10
Pasien saat ini didiagnosis dengan :

• Aneurysma Aorta Abdominalis Infrarenal

• Anemia

Pasien saat sebelum operasi diberikan terapi dengan maintenance cairan NaCl
0,9 % 500 cc/24 jam/intravena

• Bisoprolol 2,5 mg/24 jam/oral

• Koreksi anemia dengan PRC 4 bag (target Hb > 10 mg/dl)

Pada tanggal 27 November 2020, dilakukan operasi repair aneurisma aorta


abdominalis dengan Graft. Pasien dalam posisi supine dengan general anesthesia,
dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi dilanjutkan dengan drapping
steril. Kemudian dilakukan insisi midline laparotomy, diperdalam lapis demi lapis,
peritoneum dibuka, evaluasi tampak massa (aneurisma aorta abdominalis) yang
berdenyut pada midline retroperitoneal. Dibebaskan dari jaringan sekitar dan
dilakukan kontrol proksimal dengan pada bagian proksimal aorta aobdominalis dan
kontrol distal pada arteri iliaca komunis kanan dan kiri. Kemudian dilakukan cross
clamp pada proksimal aorta abdominalis, aneurisma dibuka dan dipasang graft.
Bagian proksimal graft dilakukan anastomosis dengan proksimal aorta abdominalis
dan bagian distal dilakukan anastomosis dengan arteri iliaka komunis kanan dan
kiri. Kemudian cross clamp aorta abdominal dibuka, evaluasi perdarahan,
dipasangan dua buah drain 1 di cavum pelvis dan 1 buah di infra lien. Dilakukan
jahit luka lapis demi lapis, operasi selesai. Jumlah perdarahan 2000 cc, durasi
operasi 3 jam 30 menit.

Pasien ditransfer ke ICU dengan hemodinamik tekanan darah 120/75 mmHg,


laju jantung 105 kali/menit, irama EKG sinus rhythm, regular, normoaksis, dengan
terapi cairan ringer laktat 50 ml/jam melalui akses CVC, fentanyl 30
mcg/jam/syringepump, norepinephrine 0.08 mcg/kgbb/menit/syringepump,
midazolam 2,5 mg/jam, meropenem 1 gram/8 jam/intravena, metamizole 1 gram/8

11
jam/intravena, asam traneksamat 500 mg/8 jam/intravena, dan omeprazole 20
mg/24 jam/intravena.

Pada hari rawat 0, 6 jam ke-I post operasi didapatkan produksi drain
abdominal, kiri (270 ml/6 jam) dan kanan (65 ml/6 jam), produksi urin 0.65
cc/kg/jam, pulsasi dorsalis pedis teraba kuat angkat, akral hangat. Pasien diberikan
transfusi PRC, FFP dan TC. Dari hasil pemeriksaan darah kontrol didapatkan nilai
bermakna Hb 10 mg/dl, PLT 121.000, Ur/Cr 48/0.65, Kalium 3.4 mmol/L.

6 jam ke-II post operasi didapatkan produksi drain abdominal, kiri (150 ml/6
jam) dan kanan (150 ml/6 jam), produksi urin 0.48 cc/kg/jam, pulsasi dorsalis pedis
teraba lemah, akral dingin. Pasien kemudian dilanjutkan resusitasi cairan dan dosis
vasopressor ditingkatkan, serta dilakukan pemeriksaan darah kontrol. Dari hasil
pemeriksaan darah kontrol didapatkan nilai bermakna Hb 6.9 mg/dl, PLT 100.000,
Ur/Cr 78/2.7. Dilanjutkan pemberian transfusi FFP 1 bag dan PRC 2 bag

6 jam ke-III post operasi didapatkan produksi drain abdominal, kiri (260
ml/6 jam) dan kanan (45 ml/6 jam), produksi urin 0.10 cc/kg/jam, pulsasi dorsalis
pedis teraba lemah, akral dingin. Pasien kemudian dilanjutkan resusitasi cairan dan
dosis vasopressor dan inotropik ditingkatkan, serta dilakukan pemeriksaan darah
kontrol. Pada 20 jam post op hemodinamik pasien terus menurun meskipun dengan
dosis support maksimal, pasien kemudian mengalami henti jantung dan dilakukan
resusitasi jantung paru namun pasien tidak mengalami return of spontaneous
circulation, pasien dinyatakan meninggal dunia.

12
BAB III
PEMBAHASAN
Aorta merupakan arteri terbesar dalam tubuh manusia yang memiliki
komponen torakalis dan abdominalis. Aorta torakalis terbagi menjadi segmen
asendens, arkus, dan desendens, sedangkan aorta abdominalis terbagi menjadi
segmen suprarenal dan infrarenal. Aorta abdominalis bermula dari hiatus aorticus
pada otot diafragma yang terletak di depan vertebra thorakalis XII dan berjalan
turun secara paralel dengan vena cava inferior di belakang peritoneum pada fasia
anterior corpus vertebrae lumbalis. Cabang aorta abdominalis pada segmen
suprarenalis yakni trunkus celiac, a. mesenterika superior, a. renalis kiri dan kanan.
Sementara pada segmen infrarenalis, ia berjalan di sepanjang sisi anterior vertebrae
lumbalis bercabang menjadi a. lumbalis berpasangan di bagian posterior dan ke
arah distal, a. gonadalis kiri dan kanan serta a. mesenterika inferior. Aorta
abdominal berakhir pada bifurkasio menjadi arteri iliaka komunis. (C. Alan, 2019;
M. Patel, D. Braga, B. Money, A. Pirela, 2020)

Gambar 5. Anatomi aorta abdominalis (RS. Dieter, 2019)

Dinding aorta dibagi menjadi tiga lapisan (dari luar ke lumen): tunika
eksterna (atau tunika adventisia), tunika media, dan tunika intima. Pasokan vaskuler
ke tunika eksterna dan tunika media disediakan oleh jaringan luas pembuluh darah
kecil yang dikenal sebagai vasa vasorum. Diameter aorta normal bervariasi dengan
usia, jenis kelamin, dan kebiasaan tubuh, tetapi diameter rata-rata aorta infrarenal

13
manusia dewasa adalah sekitar 2,0 cm dan biasanya kurang dari 3,0 cm. (M. Patel,
D. Braga, B. Money, A. Pirela, 2020; RS. Dieter, 2019)

Aneurisma berasal dari kata Yunani ανɛυρυσμα (aneu - rusma), yang berarti
pelebaran. Aneurisma aorta abdominal (AAA) adalah bulging atau dilatasi lokal
yang permanen dari aorta abdominalis yang lebih besar dari 30 mm atau melebihi
50% dari diameter aorta normal. AAA paling sering mempengaruhi segmen aorta
antara arteri renalis dan mesenterika inferior. Aneurisma disebabkan melemahnya
struktur dinding arteri oleh proses degeneratif termasuk degradasi matriks
ekstraseluler, peradangan, apoptosis sel otot polos dan stres oksidatif (KM. Mata,
C. Tefé-Silva, CR. Fernandes, EM. Floriano, PS. Prudente, 2013; Lattanzi, 2020;
RS. Dieter, 2019)

Dilatasi aorta yang berjalan lambat namun progresif sejak usia pertengahan
ini merupakan konsekuensi dari proses penuaan, dimana rasio kolagen terhadap
elastin meningkat, yang berdampak pada peningkatan kekakuan pembuluh darah
dan tekanan nadi (Braverman AC, Thompson RW, 2012)

Kolagen dan elastin merupakan matriks ekstraselular yang memberi


kekuatan dinding aorta. Degradasi struktur protein dari matriks ekstraselular ini
menyebabkan dinding aorta menjadi lemah sehingga terbentuk aneurisma. Telah
banyak bukti ilmiah yang mengatakan bahwa penyakit degeneratif akibat
atherosklerosis menjadi penyebab tersering terbentuknya aneurisma, sehingga
faktor risiko AAA sama dengan faktor risiko atherosklerosis itu sendiri, seperti
merokok, hipertensi, obesitas, dislipidemia, dan riwayat keluarga. Namun kondisi
ini sering terjadi bersamaan, dengan predileksi tersering pada aorta abdominalis
infrarenalis (Frederick & Woo, 2012) Diameter aorta umumnya kurang dari 40mm
pada bagian aortic root dan menjadi makin kecil di bagian distal. Diameter aorta
bergantung pada usia, jenis kelamin, postur tubuh dan tekanan darah; tiap dekade,
bertambah 0.9 mm pada pria dan 0.7 mm pada wanita (C. Alan, 2019)

Pada kasus ini pasien merupakan seorang pria, usia tua (82 tahun) yang
menjadi salah satu faktor risiko terjadinya aneurysma aorta abdominalis. Selain itu

14
adanya riwayat merokok selama lebih 50 tahun merupakan faktor risiko yang dapat
ditemukan sebagai salah satu penyebab aneurysma aorta abdominalis pada pasien
ini.

AAA merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling menantang


dimana umumnya pasien asimtomatik, perkembangan ukurannya lambat namun
seiring perjalanan penyakitnya dapat berpotensi mengalami ruptur dan mengancam
nyawa dengan perkiraan angka kematian 80% pada pasien yang berhasil tiba ke
ruang gawat darurat di rumah sakit dan 50% pada mereka yang menjalani operasi
darurat (Lattanzi, 2020)

Aneurisma dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik morfologi,


lokasi, atau etiologi. Aneurisma bila berdasarkan morfologi (Gambar 5) (RS. Dieter,
2019):

• Aneurisma sejati/true aneurysm: Aneurisma yang melibatkan ketiga lapisan


dinding arteri (intima, media, dan adventitia).

• Aneurisma palsu/false aneurysm (pseudoaneurysm): Kumpulan darah atau


hematoma yang keluar dari arteri tetapi kemudian tertahan oleh jaringan di
sekitarnya.

• Aneurisma fusiform: keseluruhan sirkumferens arteri dipengaruhi oleh


aneurisma (kebanyakan aneurisma berbentuk fusiform).

• Aneurisma sakular: Hanya sebagian dari lingkar arteri yang terkena


aneurisma.

15
Gambar 6. – Klasifikasi Aorta Abdominalis Berdasarkan Morfologi (RS.
Dieter, 2019)

• Aneurisma suprarenal: Melibatkan asal dari satu atau lebih arteri viseral
tetapi tidak meluas ke dada.

• Aneurisma pararenal: Arteri renalis muncul dari bagian aorta yang


mengalami aneurisma; akan tetapi, aorta pada arteri mesenterika superior tidak
terpengaruh aneurisma.

• Aneurisma juxtarenal: Berasal tepat di bawah arteri ginjal. Tidak ada


segmen aorta nonaneurismal di distal arteri ginjal, tetapi aorta pada level arteri
renalis tidak aneurisma.

• Aneurisma infrarenal: Berasal dari distal arteri ginjal. Ada segmen aorta
nonaneurismal yang meluas ke bagian distal dari asal arteri renalis.

• Aneurisma torakoabdominal: Berasal dari dada dan mungkin mengenai


pembuluh darah viseral atau ginjal.

16
Gambar 7. Aneurisma Aorta Abdominalis Berdasarkan Lokasi (RS. Dieter,
2019)

Pada pasien ini ditemukan adanya over dilatasi berbentuk fusiform dan
tortous dengan diameter terbesar 11.5 cm sepanjang 19.5 cm dengan ujung
proximal berada tepat inferior dari arteri renalis sinistra dan ujung distal pada
bifurcation a.iliaca communis yang menyebabkan pendorongan struktur sekitarnya.
Sehingga pasien termasuk dalam klasifikasi aneurysma aorta abdominalis
infrarenal.

Menurut guideline disebutkan bahwa semakin besar diameter aneurysma,


maka semakin besar risiko ruptur dikemudian hari secara linear. Bila ukuran aorta
mulai membesar diatas 3.0 cm, maka pasien harus dilakukan skrining secara berkala
menurut ukurannya. Namun bila ukuran diameter telah mencapai > 5.4 cm, maka
pasien harus dikonsultasikan untuk operasi elektif. (Wanhainen et al., 2020). Dalam

17
kasus ini, ukuran diameter aneurysma pasien berdasarkan hasil CT scan ditemukan
11,5 cm.

Gambar 8. Risiko ruptur (kiri) dan rekomendasi skrining (kanan) menurut


diameter aneurysma (Wanhainen et al., 2020)

Persiapan pasien perioperative meliputi menilai ada tidaknya faktor risiko


major cardiac seperti riwayat angina pektoris tidak stabil, gagal jantung
dekompensasi, penyakit katup derajat berat, dan aritmia yang bermakna. Bila tidak
ada, maka dilanjutkan untuk menilai risiko kemungkinan terjadinya komplikasi
pada jantung bila dilakukan Tindakan. Menurut indeks skor Vascular Study Group
of New England Cardiac Risk Index (VSG-CRI), nilai tersebut dapat digunakan
untuk prediksi kejadian komplikasi kardiak pada pasien yang akan menjalani
prosedur bedah vaskular. Pada pasien ini setelah dihitung menurut variable usia,
riwayat CAD, CHF, COPD, nilai kreatinin > 1.8, merokok, diabetes dengan insulin,
penggunaan beta bloker jangka panjang, dan riwayat CABG atau PCI, maka hasil
jumlah skornya dinilai dalam tabel untuk menilai seberapa besar persen kejadian
komplikasi pada pasien tersebut. Skor VSG-CRI pasien pada kasus ini didapatkan
6, dengan risiko mengalami komplikasi kardiak sebesar 6.6 %. Sedangkan risiko
mortalitas pasien bila dilakukan koreksi aneurysma aorta berdasarkan parameter
berupa, jenis intervensi (EVAR/Open), ukuran aneurysm, usia, jenis kelamin,
komorbid, dan kadar kreatinin, didapatkan 5, termasuk dalam risiko medium.
Sehingga setelah menilai klinis dan ukuran aneurysma pasien, serta risiko kardiak
dan mortalitas pasien, diputuskan untuk melanjutkan operasi.

18
Gambar 9. Vascular Study Group of New England Cardiac Risk
Index (VSG-CRI)

Perlu diketahui bahwa aneurisma yang impending ruptur bisa saja tidak
menunjukkan temuan khas pada pemeriksaan radiologi. AAA dengan presentasi
klinis nyeri hebat dapat mengindikasikan adanya impending ruptur, bahkan tanpa
adanya temuan abnormalitas pada CT, seperti pada pasien ini, sehingga dapat
menjadi indikasi dilakukannya penanganan segera (Chaikof et al., 2009)

Pada kasus ini ditemukan beberapa kendala dalam hal mengambil keputusan
untuk melanjutkan apakah pasien harus dilakukan pembedahan, selain karena klinis
pasien dan diameter aneurysma yang memenuhi kriteria untuk dilakukan repair.
Namun menilai usia pasien yang cukup berumur pasien termasuk dalam risiko
medium. Menurut penelitian oleh de Blic, pasien usia > 85 tahun yang akan
menjalani Tindakan repair baik secara EVAR atau secara Open Repair (OR) bagi
mereka dengan anatomi yang sulit untuk dilakukan EVAR atau tortuous, hasil
menunjukkan bahwa mortalitas pasien dalam 30 hari sebesar 6% kelompok EVAR
dan 7.6% pada kelompok OR (P <0.05). Meskipun kedua pilihan Tindakan
menunjukkan angka mortalitas yang hampir sama besar, pada populasi pasien tua
terkhusus > 85 tahun, tindakan repair dapat dilakukan untuk kasus yang
mengancam nyawa (de Blic et al., 2014)

Hingga kini masih menjadi perdebatan antara risiko dan manfaat operasi
elektif AAA pada populasi usia lanjut. Meskipun potensi terjadinya ruptur pada

19
pasien dengan aneurisma yang membesar, terdapat risiko dengan dilakukannya
open aneurysm repair (OAR) dan endovascular aneurysm repair (EVAR). Dalam
penelitian dikatakan bahwa risiko mortalitas perioperatif dan 1 tahun setelah repair
AAA di antara kelompok usia octogenarian ternyata cukup besar, masing-masing
6,4% dan 11,6%, dimana usia > 80 tahun (octogenarian) meningkatkan risiko
kematian selama 30 hari dan 1 tahun masing-masing sebesar 22,3% dan 18,7%,
dibandingkan dengan pasien yang lebih muda. Berdasarkan data penelitian ini,
risiko repair AAA di populasi usia oktogenarian tidak menunjukkan manfaat.
(Hicks et al., 2016)

Seperti dalam penelitian oleh Hick et al, bahwa prediktor kematian terkuat
dalam kelompok pasien oktogenarian ini adalah kebutuhan vasopressor pasca
operasi, status operasi yang urgensi/emergensi, dan usia oktogenarian. Penggunaan
vasopressor dan status operasi urgensi/emergensi, dikaitkan dengan risiko
mortalitas yang lebih tinggi, menggambarkan adanya ketidakstabilan hemodinamik
pasien setelah operasi. Beberapa laporan penelitian lainnya turut melaporkan
mengenai luaran AAA bahwa vasopresor dan status kegawatdaruratan berhubungan
dengan risiko kematian yang tinggi. (Bastos Gonçalves et al., 2016; Kim et al.,
2011) Selain itu, penelitian lainnya menyebutkan bahwa pasien dengan aneurysma
aorta dengan derajat sedang (diameter < 6.5 cm) mempunyai angka survival sebesar
lebih 75 %, namun mereka dengan beberapa faktor risiko seperti usia > 80 tahun,
angina pektoris tidak stabil, COPD yang bergantung pada oksigen, dan eGFR < 30
ml/min/1.73 menunjukkan angka survival jangka panjang yang buruk, kecuali
risiko rupturnya sangat tinggi. (De Martino et al., 2013)

Pada umumnya operasi repair AAA dilakukan pada saat risiko mengalami
ruptur lebih besar daripada risiko operasi. Lederle et al melaporkan bahwa risiko 1
tahun AAA mengalami ruptur berkisar antara 9% sampai 32% dari segala usia
tergantung pada ukuran aneurismanya. Namun rata-rata angka harapan hidup
populasi Amerika Serikat hanya 78,8 tahun, yang berarti bahwa cukup besar risiko
mortalitas dari penyebab apa pun pada oktogenarian, bahkan tanpa adanya AAA.
(Lederle et al., 2002) Penelitian oleh Hicks et al menunjukkan bahwa, untuk pasien

20
usia lanjut yang mungkin memiliki harapan hidup yang relatif pendek, bila
dilakukan repair AAA elektif mungkin membawa manfaat kelangsungan hidup
yang terbatas dibandingkan dengan memantau perkembangan klinis pasien. (Hicks
et al., 2016) Sehingga dianjurkan untuk menilai risiko pasien individual saat
menentukan apakah pasien tersebut dapat dilakukan repair AAA elektif, terutama
dalam populasi oktogenarian seperti dalam kasus ini.

Pada kasus ini dilakukan tindakan OR. Menurut penelitian menunjukkan


bahwa pasien yang menjalani tindakan EVAR lebih rendah angka mortalitasnya
sebesar 3 kali dibandingkan OR, namun dalam jangka panjang EVAR tidak
menunjukkan angka survival yang lebih baik. (Bastos Gonçalves et al., 2016)
Penelitian lain pada pasien dengan AAA menjalani tindakan antara OR dan EVAR,
menunjukkan tidak ada perbedaan survival atau major events antara kedua tindakan
tersebut (95.9% ± 1.6% vs 93.2% ± 2.1% dalam 1 tahun dan 85.1% ± 4.5% vs
82.4% ± 3.7% dalam 3 tahun (P = .09). Namun kelompok pasien EVAR
menunjukkan angka reintervensi yang lebih tinggi dibandingkan (2.4% vs 16%, P
< .0001). (Becquemin et al., 2011)

Menurut trial OVER menunjukkan angka survival jangka panjang sama


besarnya antara kelompok yang menjalani EVAR dan OR. Perbedaan hanya
terletak pada jumlah pasien yang menjalani prosedur terapi sekunder. Hasil trial ini
tidak konsisten dengan hasil 2 trial sebelumnya (United Kingdom Endovascular
Aneurysm Repair Trial 1 [EVAR-1] dan Dutch Randomised Endovascular
Aneurysm Management [DREAM] yang menunjukkan mortalitas jangka panjang
lebih tinggi pada mereka yang menjalani Tindakan EVAR. (Lederle et al., 2019)

Pasien sebelum dilakukan operasi diberikan terapi beta bloker mulai dosis
2.5 mg. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan beta bloker selama perawatan
berkaitan dengan penurunan yang signifikan dalam hal mortalitas pasca operasi
setelah open surgery. (Alshaikh et al., 2018) Meskipun studi ini merupakan yang
pertama menunjukkan hubungan respon-dosis antara BB dan mortalitas pasca

21
operasi setelah open surgery, namun di guideline dikatakan bahwa memulai beta
bloker tidak disarankan sebelum dilakukan penanganan koreksi aneurisma aorta
abdominal (Wanhainen et al., 2020)

Pada POISE trial dilaporkan pemberian beta bloker (metoprolol) pada


pasien yang akan menjalani operasi non kardiak secara signifikan menurunkan
angka kejadian infark miokard (4.2% vs. 5.7%, p = 0·0017). Namun kelompok ini
lebih besar angka mortalitas dan strokenya dibanding kelompok plasebo (1.0% vs.
0.5%, p = 0.0053). Penelitian ini merekomendasikan pemberian beta bloker harus
dititrasi secara perlahan untuk mencapai target 60-70 kali/menit dalam hitungan
hari atau minggu sebelum tindakan. (Devereaux et al., 2008)

Pasien mengalami penurunan fungsi ginjal beberapa jam setelah tindakan.


Menurut penelitian pada pasien AAA infrarenal yang menjalani tindakan OR,
durasi aorta cross clamp akan mempengaruhi nilai troponin dan kreatinin. Pada
kelompok dengan durasi diatas 50 menit menunjukkan peningkatan dari kedua
marker tersebut. (Georgakis et al., 2010) Seperti dalam kasus ini, saat operasi durasi
cross clamp lebih dari 50 menit dan pasien mengalami peningkatan kreatinin.
Penelitian lain menunjukkan pada pasien AAA infrarenal yang menjalani OR
dengan fungsi ginjal yang normal dan yang mengalami gagal ginjal kronik,
penelitian ini menemukan adanya peningkatan risiko mortalitas bila cross clamp
setinggi supraceliac dan peningkatan gangguan ginjal dengan cross clamp setinggi
suprarenal. Namun efek ini tidak terlihat pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Temuan dari penelitian ini menunjukkan untuk melakukan aorta cross clamp
serendah mungkin, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal kronik.
(Rosenfeld et al., 2021)

Sebelum tindakan kadar Hb pasien hanya 7 gr/dL, pasien kemudian


diberikan transfusi packed red cell hingga target Hb 10 gr/dL. Menurut penelitian
terdapat hubungan antara keadaan anemia pasien sebelum operatif dan mortalitas.
Penelitian yang menjalani tindakan OR atau EVAR dengan kadar Hb bervariasi
mulai dari normal (>13 gr/dL) hingga kategori sedang-berat (<10 gr/dL)
menunjukkan bahwa pasien dengan anemia sedang-berat memiliki tingkat in-

22
hospital adverse events yang lebih tinggi secara signifikan, seperti kematian di
rumah sakit, infark miokard, komplikasi ginjal dan pernapasan, dan operasi ulang. ,
dibandingkan dengan pasien dengan anemia ringan atau tanpa anemia. (Dakour-
Aridi et al., 2019) Penelitian lainnya juga menunjukkan komplikasi yang sering
terjadi setelah tindakan OR dipengaruhi oleg faktor usia (>67 tahun), durasi cross
clamp > 110 menit, dan transfusi darah (>1280 ml), yang juga ditemukan pada
pasien dalam kasus ini. (Kim et al., 2011)

23
BAB IV
RINGKASAN
Telah dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki usia 82 tahun dengan Aneurisma
Aorta Abdominal Infrarenal yang telah menjalani repair aneurysma dengan graft.
Penting untuk mengetahui melakukan anamnesa dan riwayat pasien saat melakukan
skrining terkait AAA. Kemudian dilakukan pemeriksaan evaluasi terkait AAA dan
mencari apakah ada tanda impending atau pun complete rupture. Bila telah tegak
AAA maka seperti pada pasien dalam kasus ini dilakukan tindakan sesuai
rekomendasi guideline yaitu operasi untuk repair aneursyma aorta abdominal.
Terdapat perdebatan antara risiko dan manfaat pasien bila dilakukan repair,
meskipun setelah menimbang dilakukannya tindakan untuk live saving dengan
pertimbangan keadaan impending rupture namun pasien mengalami komplikasi
post operasi dan meninggal dunia. Perlu dilakukan evaluasi yang lebih ketat
sebelum dilakukan operasi, mempersingkat durasi crossclamp selama operasi, dan
penanganan post operasi untuk mencegah mortalitas pada pasien yang dilakukan
repair aneurysma aorta abdominalis.

24
DAFTAR PUSTAKA
Alshaikh, H. N., Canner, J. K., & Malas, M. (2018). Effect of Beta Blockers on
Mortality After Open Repair of Abdominal Aortic Aneurysm. Annals of
Surgery, 267(6), 1185–1190.
https://doi.org/10.1097/SLA.0000000000002291

Bastos Gonçalves, F., Ultee, K. H. J., Hoeks, S. E., Stolker, R. J., & Verhagen, H.
J. M. (2016). Life expectancy and causes of death after repair of intact and
ruptured abdominal aortic aneurysms. Journal of Vascular Surgery, 63(3),
610–616. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2015.09.030

Becquemin, J.-P., Pillet, J.-C., Lescalie, F., Sapoval, M., Goueffic, Y.,
Lermusiaux, P., Steinmetz, E., & Marzelle, J. (2011). A randomized
controlled trial of endovascular aneurysm repair versus open surgery for
abdominal aortic aneurysms in low- to moderate-risk patients. Journal of
Vascular Surgery, 53(5), 1167-1173.e1.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2010.10.124

Braverman AC, Thompson RW, S. LA. (2012). Diseases of the aorta. In DL,
Zipes DP, Libby P, (eds). Braunwald’s Heart Disease. 9th ed (pp. p1309–
1337.). Philadelphia: Elsevier Saunders.

C. Alan, M. B. (2019). Diseases of the Aorta. In Braunwald’s Heart Disease: A


Textbook of Cardiovascular Medicine (pp. 1295–1327).

Chaikof, E. L., Brewster, D. C., Dalman, R. L., Makaroun, M. S., Illig, K. A.,
Sicard, G. A., Timaran, C. H., Upchurch, G. R. J., & Veith, F. J. (2009). The
care of patients with an abdominal aortic aneurysm: the Society for Vascular
Surgery practice guidelines. Journal of Vascular Surgery, 50(4 Suppl), S2-
49. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2009.07.002

Dakour-Aridi, H., Nejim, B., Locham, S., Alshwaily, W., & Malas, M. B. (2019).
Anemia and postoperative outcomes after open and endovascular repair of
intact abdominal aortic aneurysms. Journal of Vascular Surgery, 69(3), 738-
751.e2. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2018.05.233

25
de Blic, R., Alsac, J.-M., Julia, P., El Batti, S., Mirault, T., Di Primio, M.,
Sapoval, M., Messas, E., & Fabiani, J.-N. (2014). Elective treatment of
abdominal aortic aneurysm is reasonable in patients >85 years of age.
Annals of Vascular Surgery, 28(1), 209–216.
https://doi.org/10.1016/j.avsg.2013.01.022

De Martino, R. R., Goodney, P. P., Nolan, B. W., Robinson, W. P., Farber, A.,
Patel, V. I., Stone, D. H., & Cronewett, J. L. (2013). Optimal selection of
patients for elective abdominal aortic aneurysm repair based on life
expectancy. Journal of Vascular Surgery, 58(3), 589–595.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2013.03.010

Devereaux, P. J., Yang, H., Yusuf, S., Guyatt, G., Leslie, K., Villar, J. C., Xavier,
D., Chrolavicius, S., Greenspan, L., Pogue, J., Pais, P., Liu, L., Xu, S.,
Málaga, G., Avezum, A., Chan, M., Montori, V. M., Jacka, M., & Choi, P.
(2008). Effects of extended-release metoprolol succinate in patients
undergoing non-cardiac surgery (POISE trial): a randomised controlled trial.
Lancet (London, England), 371(9627), 1839–1847.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(08)60601-7

Frederick, J. R., & Woo, Y. J. (2012). Thoracoabdominal aortic aneurysm. Annals


of Cardiothoracic Surgery, 1(3), 277–285.
https://doi.org/10.3978/j.issn.2225-319X.2012.09.01

Georgakis, P., Paraskevas, K. I., Bessias, N., Mikhailidis, D. P., Andrikopoulos,


V., & Katsouli-Liapis, I. (2010). Duration of aortic cross-clamping during
elective open abdominal aortic aneurysm repair operations and postoperative
cardiac/renal function. International Angiology : A Journal of the
International Union of Angiology, 29(3), 244–248.

Golledge, J., Norman, P. E., Murphy, M. P., & Dalman, R. L. (2017). Challenges
and opportunities in limiting abdominal aortic aneurysm growth. Journal of
Vascular Surgery, 65(1), 225–233. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2016.08.003

Hicks, C. W., Obeid, T., Arhuidese, I., Qazi, U., & Malas, M. B. (2016).

26
Abdominal aortic aneurysm repair in octogenarians is associated with higher
mortality compared with nonoctogenarians. Journal of Vascular Surgery,
64(4), 956-965.e1. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2016.03.440

Joviliano, E. E., Ribeiro, M. S., & Tenorio, E. J. R. (2017). MicroRNAs and


Current Concepts on the Pathogenesis of Abdominal Aortic Aneurysm.
Brazilian Journal of Cardiovascular Surgery, 32(3), 215–224.
https://doi.org/10.21470/1678-9741-2016-0050

Kim, G. S., Ahn, H. J., Kim, W. H., Kim, M. J., & Lee, S. H. (2011). Risk factors
for postoperative complications after open infrarenal abdominal aortic
aneurysm repair in Koreans. Yonsei Medical Journal, 52(2), 339–346.
https://doi.org/10.3349/ymj.2011.52.2.333

KM. Mata, C. Tefé-Silva, CR. Fernandes, EM. Floriano, PS. Prudente, S. R.


(2013). Pathogenesis of abdominal aortic aneurysms. Aortic Aneurysms Risk
Factors, Diagnosis, Surgical Repair. Nova Science Publishers.

Lattanzi, S. (2020). Abdominal aortic aneurysms: pathophysiology and clinical


issues. In Journal of internal medicine (Vol. 288, Issue 3, pp. 376–378).
https://doi.org/10.1111/joim.13060

Lederle, F. A., Johnson, G. R., Wilson, S. E., Ballard, D. J., Jordan, W. D. J.,
Blebea, J., Littooy, F. N., Freischlag, J. A., Bandyk, D., Rapp, J. H., &
Salam, A. A. (2002). Rupture rate of large abdominal aortic aneurysms in
patients refusing or unfit for elective repair. JAMA, 287(22), 2968–2972.
https://doi.org/10.1001/jama.287.22.2968

Lederle, F. A., Kyriakides, T. C., Stroupe, K. T., Freischlag, J. A., Padberg, F. T.


J., Matsumura, J. S., Huo, Z., & Johnson, G. R. (2019). Open versus
Endovascular Repair of Abdominal Aortic Aneurysm. The New England
Journal of Medicine, 380(22), 2126–2135.
https://doi.org/10.1056/NEJMoa1715955

LeFevre, M. L. (2014). Screening for abdominal aortic aneurysm: U.S. Preventive

27
Services Task Force recommendation statement. Annals of Internal
Medicine, 161(4), 281–290. https://doi.org/10.7326/M14-1204

M. Patel, D. Braga, B. Money, A. Pirela, A. Z. (2020). Pathogenesis of


Abdominal Aortic Aneurysm. Intechopen.

McPhee, J. T., Hill, J. S., & Eslami, M. H. (2007). The impact of gender on
presentation, therapy, and mortality of abdominal aortic aneurysm in the
United States, 2001-2004. Journal of Vascular Surgery, 45(5), 891–899.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2007.01.043

Mussa, F. F. (2015). Screening for abdominal aortic aneurysm. Journal of


Vascular Surgery, 62(3), 774–778. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2015.05.035

Reimerink, J. J., van der Laan, M. J., Koelemay, M. J., Balm, R., & Legemate, D.
A. (2013). Systematic review and meta-analysis of population-based
mortality from ruptured abdominal aortic aneurysm. The British Journal of
Surgery, 100(11), 1405–1413. https://doi.org/10.1002/bjs.9235

Rosenfeld, E. S., Macsata, R. A., Nguyen, B.-N., Lala, S., Ricotta, J. J., Pomy, B.
J., Lee, K. B., Sparks, A. D., Amdur, R. L., & Sidawy, A. N. (2021). Thirty-
day outcomes of open abdominal aortic aneurysm repair by proximal clamp
level in patients with normal and impaired renal function. Journal of
Vascular Surgery, 73(4), 1234-1244.e1.
https://doi.org/10.1016/j.jvs.2020.08.122

RS. Dieter, R. D. J. (2019). Diseases of the Aorta. Springer.

Rubano, E., Mehta, N., Caputo, W., Paladino, L., & Sinert, R. (2013). Systematic
review: emergency department bedside ultrasonography for diagnosing
suspected abdominal aortic aneurysm. Academic Emergency Medicine :
Official Journal of the Society for Academic Emergency Medicine, 20(2),
128–138. https://doi.org/10.1111/acem.12080

Wanhainen, A., Verzini, F., Van Herzeele, I., Allaire, E., Bown, M., Cohnert, T.,
Dick, F., van Herwaarden, J., Karkos, C., Koelemay, M., Kölbel, T., Loftus,

28
I., Mani, K., Melissano, G., Powell, J., Szeberin, Z., Committee, E. G., de
Borst, G. J., Chakfe, N., … Verhagen, H. (2020). Corrigendum to “European
Society for Vascular Surgery (ESVS) 2019 Clinical Practice Guidelines on
the Management of Abdominal Aorto-iliac Artery Aneurysms” [European
Journal of Vascular & Endovascular Surgery 57/1 (2019) 8-93]. European
Journal of Vascular and Endovascular Surgery : The Official Journal of the
European Society for Vascular Surgery, 59(3), 494.
https://doi.org/10.1016/j.ejvs.2019.11.026

29

You might also like