Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

94

Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata

MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA DALAM


MENINGKATKAN DESTINASI PARIWISATA DI KABUPATEN BOGOR

POLICY IMPLEMENTATION MODEL OF TOURISM DEVELOPMENT IN ORDER TO


INCREASE TOURISM DESTINATION PLACES IN BOGOR REGENCY
D Hernawan1a dan G Pratidina1
1 Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Djuanda Bogor, Jl. Tol

Ciawi No. 1 Kotak Pos 35 Ciawi Bogor 16720


a Korespondensi: Denny Hernawan, Email: denny.hernawan@unida.ac.id

(Diterima: 12‐07‐2015; Ditelaah: 14‐07‐2015; Disetujui: 19‐07‐2015)


ABSTRACT
Tourism in Bogor Regency is very potential and have to managed and benefited optimally trough the
implementation of tourism development program. For that purpose, the program will be a trigger for
regional development and the increasing number of tourist. The main theory used to analyze in this
reseach is Van Meter and Van Horn’s theory or model of policy implementation, which stated that the
policy outcome or policy result is determined by several factors such as standard and objectives,
resources, communication among related organizations, the characteristics of implementors, the
attitude of implemntors, and social, political, and economic conditions. This research use decriptive‐
analytical method with unit of analysis consist of 2 components: implementors (Cultural and Tourism
Agency with 18 structural officials as purposive sample), and policy targets (tourism destination
administrators with privately managed, local/cenral agency, corporate, and community/faundation as
purposive sample). Basen on analysis result it can be described that there are several problems
encounted by local government related to tourism development namely : lack of competence and
professional human resources, especially with tourism competency; lack of good infrastructure to and
from tourism destination places; and lack of coordination among related‐parties/agencies. This
condition is supported by WMS score for policy implementation variable, that is 3,37 (in scale of 5)
which mean that the implementation performance of tourism in Bogor Regency is “moderate” in
category. In order to make tourism development get better in the future, so policy implementataion
should focused mainly on 3 areas of improvement namely : capacity building for human resource in
tourism (quantity and quaity); availability and improvement of infrastructure to increase accessibility
to tourism destination places; and impromevent in coordination mechanism among related
agencies/paries.
Key words: tourism destination places, policy implementation, Van Meter dan Van Horn’s model,
tourism development

ABSTRAK
Potensi pariwisata di Kabupaten Bogor harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal melalui
penyelenggaraan program pengembangan pariwisata yang diharapkan menjadi pemicu pertumbuhan
wilayah serta menyebarnya tempat pariwisata yang dapat dikunjungi wisatawan. Teori yang digunakan
adalah teori implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn karena hasil atau kinerja kebijakan
ditentukan oleh faktor‐faktor sebagai berikut: standar dan sasaran tertentu; sumber daya; komunikasi
antar organisasi; karakter birokrasi pelaksana; sikap pelaksana; kondisi sosial, politik, dan ekonomi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan unit analisis yaitu implementors (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata dengan sampel diambil secara purposif sebanyak 18 orang pejabat
struktural) dan sasaran kebijakan (pengelola tempat‐tempat wisata dengan sampel pengelola pribadi,
instansi pusat/daerah, perusahaan, dan masyarakat/yayasan). Berdasarkan hasil analisis, pelaksanaan
pembangunan bidang kepariwisataan di Kabupaten Bogor selama ini menghadapi masalah pokok yaitu:
keterbatasan SDM kepariwisataan, baik secara kuantitas maupun kualitas (kompeten dan profesional);
belum baiknya infrastruktur (sarana dan prasarana), khususnya akses jalan dan jaringan transportasi,
menuju destinasi wisata sehingga berpengaruh terhadap kinerja sektor kepariwisataan; koordinasi
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 95

lintas‐instansi dan lintas‐pelaku yang belum optimal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penilaian
rataan terbobot untuk variabel implementasi kebijakan berdasarkan model Van Meter dan Van Horn
sebesar 3,37 (dalam skala 5) dan termasuk kategori “cukup baik”. Agar bidang kepariwisataan di
Kabupaten Bogor dapat berkembang dengan baik, maka implementasi kebijakan ke depan harus fokus
pada upaya perbaikan yaitu peningkatan kapasitas SDM (kuantitas dan kualitas), ketersediaan dan
perbaikan infrastruktur untuk peningkatan aksesibilitas dari dan menuju destinasi wisata, serta
perumusan mekanisme kooordinasi lintas‐instansi dan lintas‐pelaku dari pihak‐pihak terkait dalam
pembangunan bidang kepariwisataan.
Kata kunci: destinasi pariwisata, implementasi kebijakan, model Van Meter dan Van Horn,
pengembangan pariwisata.

Hernawan D dan G Pratidina. 2015. Model implementasi kebijakan pengembangan pariwisata dalam
meningkatkan destinasi pariwisata di Kabupaten Bogor. Jurnal Sosial Humaniora 6(2): 94 ‐ 103.

implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van
PENDAHULUAN Horn yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Kabupaten Bogor memiliki potensi pariwisata
yang beraneka ragam dan menjadikan magnet
tersendiri bagi wisatawan untuk
mengunjunginya, terutama pada akhir pekan dan
hari libur nasional. Namun, animo wisatawan
untuk mengunjungi tempat wisata di Bogor
masih terkonsentrasi di daerah Puncak dan
sekitarnya. Oleh karena itu, modal potensi
pariwisata yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor
harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal
melalui penyelenggaraan program
pengembangan pariwisata yang diharapkan
dapat menjadi pemicu pertumbuhan wilayah
serta menyebarnya tempat‐tempat pariwisata
yang dapat dikunjungi para wisatawan. Dengan
demikian, diharapkan destinasi pariwisata yang
menjadi tujuan wisatawan akan menyebar, tidak Gambar 1. Model Van Meter dan Van Horn
hanya Puncak saja tetapi merata ke tempat‐ Implementasi kebijakan menghubungkan
tempat wisata lainnya. Hal tersebut antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan
menggambarkan bahwa masih belum efektifnya hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan
kebijakan pengembangan pariwisata di pandangan Van Meter dan Horn (Grindle 1980)
Kabupaten Bogor yang diindikasikan belum bahwa tugas implementasi adalah membangun
meratanya sebaran objek wisata yang menjadi jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan
tujuan wisatawan dan cenderung Puncak sentris. publik direalisasikan melalui aktivitas instansi
Untuk memahami realitas tersebut, tools pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang
berupa model implementasi kebijakan dapat berkepentingan (policy stakeholders).
dipergunakan untuk memberikan gambaran dan Model pendekatan implementasi kebijakan
jawaban tentang seberapa efektif kinerja yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn
kebijakan pariwisata di Kabupaten Bogor disebut dengan A Model of the Policy
diimplementasikan. Dalam konteks inilah urgensi Implementation (1975). Proses implementasi ini
penelitian ini harus diletakkan karena tidak merupakan sebuah abstraksi atau performansi
hanya memiliki nilai pragmatis untuk diterapkan suatu pengejewantahan kebijakan yang pada
bagi kepentingan policy improvement, maupun dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih
nilai ilmiah dalam memperkaya khazanah kinerja implementasi kebijakan tinggi yang
konseptual khususnya terkait studi implementasi berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.
kebijakan.

Model implementasi kebijakan yang dijadikan
rujukan dalam penelitian hibah ini adalah model
96 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata

MATERI DAN METODE kebijakan (policy resources) tidak kalah


pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya
Materi kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka
untuk memperlancar administrasi implementasi
Model pendekatan implementasi kebijakan yang suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri dari dana
dirumuskan Van Meter dan Van Horn disebut atau insentif lain yang dapat memperlancar
dengan A Model of the Policy Implementation pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan.
(1975). Model ini menjelaskan bahwa kinerja
kebijakan dipengaruhi oleh beberapa variabel Karakteristik Organisasi Pelaksana
yang saling berkaitan antara lain: (1) standar dan
sasaran kebijakan atau ukuran dan tujuan Menurut Edward III, dua karakteristik utama dari
kebijakan; (2) sumber daya; (3) karakteristik struktur birokrasi adalah prosedur‐prosedur
organisasi pelaksana; (4) komunikasi antar kerja standar (SOP = standard operating
organisasi terkait dan kegiatan‐kegiatan procedures) dan fragmentasi.
pelaksanaan; (5) disposisi atau sikap para a. Standard Operating Procedures (SOP)
pelaksana; (6) lingkungan sosial, ekonomi, dan dikembangkan sebagai respons internal
politik. terhadap keterbatasan waktu dan sumber
daya dari pelaksana dan keinginan untuk
Standar dan Sasaran Kebijakan atau keseragaman dalam bekerjanya organisasi‐
Ukuran dan Tujuan Kebijakan organisasi yang kompleks dan tersebar luas.
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur b. Fragmentasi berasal dari tekanan‐tekanan di
tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan luar unit‐unit birokrasi, seperti komite‐
kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio‐ komite legislatif, kelompok‐kelompok
kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. kepentingan, pejabat‐pejabat eksekutif,
Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu konstitusi Negara, dan sifat kebijakan yang
ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan memengaruhi organisasi birokrasi publik.
(Agustino 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam Fragmentasi adalah penyebaran tanggung
Sulaeman 1998) mengemukakan untuk jawab terhadap suatu wilayah kebijakan di
mengukur kinerja implementasi kebijakan antara beberapa unit organisasi.
tentunya menegaskan standar dan sasaran Fragmentation is the dispersion of
tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana responsibility for a policy area among several
kebijakan. Kinerja kebijakan pada dasarnya organizational units (Edward III 1980).
merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian Semakin banyak aktor‐aktor dan badan‐
standar dan sasaran tersebut. Standar dan tujuan badan yang terlibat dalam suatu kebijakan
kebijakan memiliki hubungan erat dengan tertentu dan semakin saling berkaitan
disposisi para pelaksana (implementors). Arah keputusan‐keputusan mereka, semakin kecil
disposisi para pelaksana (implementors) kemungkinan keberhasilan implementasi.
terhadap standar dan tujuan kebijakan
merupakan hal yang crucial. Komunikasi antar Organisasi Terkait dan
Kegiatan‐Kegiatan Pelaksanaan
Sumber Daya Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan
Setiap tahap implementasi menuntut adanya efektif, menurut Van Horn dan Van Mater (dalam
sumber daya manusia yang berkualitas sesuai Widodo 1974), apa yang menjadi standar tujuan
dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh harus dipahami oleh para individu
kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. (implementors) yang bertanggung jawab atas
Selain sumber daya manusia, sumber daya pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena
finansial dan waktu menjadi perhitungan penting itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan
dalam keberhasilan implementasi kebijakan. kepada para pelaksana. Komunikasi dalam
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks kerangka penyampaian informasi kepada para
(dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar
new town study suggest that the limited supply of dan tujuan harus konsisten dan seragam
federal incentives was a major contributor to the (consistency and uniformity) dari berbagai
failure of the program. Van Mater dan Van Horn sumber informasi. Jika tidak ada kejelasan dan
(1975) menegaskan bahwa sumber daya konsistensi serta keseragaman terhadap suatu
standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 97

standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa sejauh mana lingkungan eksternal turut
dicapai. Dengan demikian, prospek implementasi mendorong keberhasilan kebijakan publik.
kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang
komunikasi kepada para pelaksana kebijakan tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah
secara akurat dan konsisten (accuracy and dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
consistency) (Van Mater dan Varn Horn 1975). Oleh karena itu, upaya implementasi kebijakan
Disamping itu, koordinasi merupakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang
mekanisme yang ampuh dalam implementasi kondusif.
kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi
di antara pihak‐pihak yang terlibat dalam Metode
implementasi kebijakan, maka kesalahan akan
semakin kecil, demikian sebaliknya. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
Disposisi atau Sikap Para Pelaksana
penelitian tahun pertama ini dilakukan melalui
Menurut Van Metter dan Van Horn dalam analisis kualitatif terhadap data tentang model
Agustino (2006), sikap penerimaan atau implementasi kebijakan pengembangan
penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat pariwisata di Kabupaten Bogor. Data diperoleh
memengaruhi keberhasilan atau kegagalan dari hasil lokakarya atau seminar FGD, hasil
implementasi kebijakan publik. Van Mater dan analisis data primer dan sekunder, serta analisis
Van Horn (1974) juga menjelaskan bahwa SWOT.
disposisi implementasi kebijakan diawali
penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui Populasi dan Sampel
persepsi dari pelaksana (implementors) dalam
Populasi dalam penelitian ini adalah pengelola
batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat
objek pariwisata yang berada di Kabupaten
tiga macam elemen respons yang dapat
Bogor. Berdasarkan metode kualitatif, sampel
memengaruhi kemampuan dan kemauannya
dalam penelitian ini ditetapkan di 18 tempat
untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain:
rekreasi terpilih (mewakili delapan kawasan
(1) pengetahuan (cognition), pemahaman dan
pariwisata dan empat zona wilayah pariwisata)
pendalaman (comprehension and understanding)
yang tersebar di seluruh Kabupaten Bogor.
terhadap kebijakan, (2) arah respons mereka
Teknik pemilihan responden adalah purposisive
apakah menerima, netral atau menolak
sampling dengan pertimbangan responden yang
(acceptance, neutrality, and rejection), dan (3)
terpilih harus berasal dari kelompok target yang
intensitas terhadap kebijakan
ada pada populasi, yaitu pembuat kebijakan dan
Arah disposisi para pelaksana (implementors) pelaksana kebijakan.
terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”. Implementors Pengumpulan Data
mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan
kebijakan, karena mereka menolak apa yang Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam
menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan kegiatan penelitian ini sebagai berikut.
Van Horn, 1974). Sebaliknya, penerimaan yang 1. Desk study yaitu pengumpulan data atau
menyebar dan mendalam terhadap standar dan informasi yang relevan dengan kegiatan
tujuan kebijakan di antara mereka yang penelitian.
bertanggung jawab untuk melaksanakan 2. Metode survei yaitu pengumpulan data
kebijakan tersebut merupakan suatu potensi dengan in depth interview dengan pihak‐
yang besar terhadap keberhasilan implementasi pihak yang berkaitan dengan penelitian ini
kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan Van melalui wawancara dan focus group
Horn, 1974). discussion (FGD).
Studi pustaka atau literatur merupakan
Lingkungan sosial, Ekonomi, dan Politik kegiatan studi untuk mengkaji data‐data
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna sekunder yang berkaitan dengan penyusunan
menilai kinerja implementasi kebijakan adalah laporan.

98 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata

Roadmap Penelitian

Membuat Model Kebijakan


Pengembangan Pariwisata di
Kabupaten Bogor

Zakiyah (2013)
menyatakan bahwa
dalam proses
Astuti (2008) implementasi kebijakan
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
secara keseluruhan yang memengaruhi dan
dimensi pelayanan menjadi faktor
yang dituangkan pendukung serta
Jupir (2013) pada faktor produk, penghambat. Adapun
menyatakan bahwa harga, orang, tempat, yang menjadi faktor
ketersediaan sumber proses, fisik dan pendukung adalah aspek
daya pendukung promosi merupakan sumber daya alam,
implementasi belum faktor utama yang sumber daya manusia,
dialokasikan dengan memberikan dan yang menjadi faktor
jelas, komunikasi dan pengaruh yang penghambat adalah
Pitana et al. koordinasi belum
(2000) signifikan terhadap aspek komunikasi,
berjalan kepuasan pelayanan sumber dana yang
menyatakan optimal, kondisi
bahwa lingkungan kepariwisataan terbatas, fasilitas, sarana
eksternal (sosial, dan prasarana yang
aspek lingkungan ekonomi, dan politik)
dan sosial budaya masih belum maksimal.
menghambat
sangat
Potensi mendukung
implementasi
kebijakan pariwisata
keberhasilan berbasis kearifan
pariwisata di Bali lokal di Kabupaten
Manggarai Barat
secara efektif dan
optimal.

c. melakukan penyebaran pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN pada destinasi wisata warisan budaya
dan pendidikan, dan destinasi wisata
Hasil Analisis Lingkungan Strategis kreatif;
Sektor Kepariwisataan 2. kebijakan pembangunan dan pengembagan
Dengan mengacu pada dokumen Rencana Induk SDM dan kelembagaan pariwisata antara lain:
Pengembagan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) a. mendorong terciptanya komunikasi,
Kabupaten Bogor (2014) disebutkan bahwa kolaborasi dan koordinasi antar berbagai
kebijakan pembangunan dan pengembangan stakeholder yang terlibat dalam
sektor kepariwisataan dapat dijelaskan sebagai pembangunan dan pengembangan
berikut: kepariwisataan;
1. kebijakan pembangunan dan pengembagan b. mendorong terciptanya destinasi
destinasi pariwisata diarahkan pada: pariwisata Kabupatan Bogor yang ramah
a. menata pengembangan kegiatan lingkungan, berbudaya, dan berbudi
pariwisata pada setiap destinasi sesuai luhur;
karakteristik daya tarik unggulan dan 3. kebijakan pembangunan dan pengembagan
daya dukung lahan; sarana dan prasarana pariwisata;
b. mempertahankan daya saing yang sudah 4. kebijakan pembangunan dan pengembangan
ada pada destinasi wisata perkotaan, industri pariwisata;
destinasi ekowisata, serta destinasi 5. kebijakan pembangunan dan pengembangan
wisata MICE dan rekreasi; pemasaran pariwisata antara lain:
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 99

a. mengarahkan pendekatan market driven e. tersedianya jaringan internet untuk


kepada pemangku kepentingan keperluan akses informasi;
pemasaran pariwisata Kabupaten Bogor; f. tidak ada biaya dalam melakukan pelayanan
b. pengembangan identitas dan kepada masyarakat.
pengembangan target pasar baru
2. Kelemahan (Weakness)
Kabupaten Bogor;
c. mengembangkan kerja sama promosi dan Beberapa hal terkait faktor kelemahan
pemasaran tidak hanya dengan BPW dan (weakness) antara lain:
APW, namun juga dengan berbagai LSM a. belum menerapkan teknologi informasi yang
dan organisasi komunitas; utuh dalam pengelolaan data kepariwisataan
d. membangun dan memanfaatkan sistem dan kebudayaan;
informasi pemasaran yang sudah dimiliki b. masih terbatasnya sumber daya manusia
Kabupaten Bogor. yang memiliki pengetahuan dalam bidang
pariwisata dan kebudayaan;
Analisis Lingkungan Strategis c. belum memiliki bank data kepariwisataan
Analisis terhadap lingkungan strategis internal dan kebudayaan yang lengkap;
maupun eksternal yang mempunyai pengaruh d. terbatasnya anggaran yang tersedia
terhadap pengembangan pariwisata dan budaya dibandingkan dengan kebutuhan yang
perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran diperlukan;
yang jelas dan langkah yang tepat dalam rangka e. lemahnya koordinasi lintas sektoral (antar‐
melaksanakan upaya‐upaya pengembangan OPD) dalam mendukung pembangunan
pariwisata dan budaya sesuai keadaan potensi pariwisata;
pariwisata dan budaya di Kabupaten Bogor. f. belum tersedianya arah kebijakan pariwisata
daerah (Riparda).
Lingkungan Strategis Internal
Dalam rangka mewujudkan Kabupaten Bogor Lingkungan Strategis Eksternal
sebagai daerah tujuan wisata yang berwawasan Untuk mengantisipasi permasalahan dan
lingkungan perlu upaya‐upaya pengembangan ancaman dari luar yang menghambat
potensi pariwisata dan budaya agar pengembangan pariwisata dan budaya, perlu
meningkatkan daya tarik wisata Kabupaten dilakukan identifikasi dan analisis terhadap
Bogor guna meningkatkan jumlah kunjungan dan lingkungan strategis eksternal sehingga dapat
lama tinggal wisatawan. Sehubungan hal tersebut diketahui faktor‐faktor ancaman dan peluangnya.
guna menentukan langkah‐langkah dan strategis
pelaksanaan pengembangan potensi pariwisata 1. Peluang (Opportunity)
dan budaya secara tepat perlu dilakukan Beberapa hal terkait peluang (opportunity)
identifikasi dan analisis terhadap lingkungan antara lain:
strategis internal sehingga dapat diketahui
a. pemandangan alam dan kesejukan khas
faktor‐faktor kekuatan dan faktor‐faktor
pegunungan;
kelemahannya.
b. potensi seni, budaya, objek wisata, dan daya
1. Kekuatan (Strength) tarik wisata di Kabupaten Bogor cukup besar;
Beberapa hal terkait faktor kekuatan (strength) c. posisi geografis yang berdekatan dengan DKI
antara lain: Jakarta dan bandara internasional Soekarno‐
a. tersedianya dasar hukum sebagai landasan Hatta serta berada pada jalur lintasan
operasional baik berupa perundang‐ antarkota di Jawa Barat;
undangan maupun peraturan daerah; d. kondisi sosial masyarakat yang cukup
b. tersedianya sumber daya manusia aparatur mendukung;
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang e. kondisi keamanan di Kabupaten Bogor cukup
cukup memadai; menunjang;
c. tersedianya sarana kerja yang memadai f. tren perjalanan wisata yang meningkat setiap
untuk menunjang produktivitas kerja; tahunnya;
d. terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan
stakeholder kepariwisataan dan kebudayaan;
100 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata

g. tersedianya utilitas yang memadai (fasilitas Strategi W‐O


RS, bank, kantor pos, listrik, air bersih, dan
Beberapa hal mengenai strategi W‐O antara lain:
lain‐lain);
1. menyusun Riparda;
h. perkembangan teknologi informasi untuk
keperluan promosi; 2. melakukan pemetaan profil wisatawan yang
berkunjung ke Kabupaten Bogor;
i. tren perkembangan green tourism.
3. meningkatkan koordinasi pembangunan
2. Ancaman (Threat) pariwisata antar Organisasi Perangkat
Beberapa hal terkait ancaman (threat) antara Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten
lain: Bogor dengan pemerintah provinsi maupun
a. perkembangan pariwisata di daerah lain yang pemerintah pusat;
cukup berkembang pesat; 4. mendorong ketersediaan pegawai Dinas
b. ketersediaan dan kualitas infrastruktur jalan Kebudayaan dan Pariwisata yang memiliki
yang kurang memadai; kompetensi dalam bidang budaya dan
pariwisata.
c. masih rendahnya tingkat kesadaran
masyarakat untuk memberikan pelayanan Strategi S‐T
yang baik kepada wisatawan;
d. keberadaan PKL yang tidak tertata yang Beberapa hal mengenai strategi S‐T antara lain:
menimbulkan kesan kumuh; 1. mendorong pengembangan infrastuktur jalan
e. masih adanya kesenjangan kualitas SDM dan yang memadai dan berkualitas sehingga
pelaku usaha pariwisata; dapat memberikan kemudahan dan
kenyamanan kepada wisatawan;
f. penanganan sampah dan kebersihan
lingkungan yang kurang memadai. 2. mendorong terciptanya masyarakat sadar
wisata dan penerapan sapta pesona dalam
Strategi S‐O kehidupan masyarakat;
3. melibatkan masyarakat sekitar dalam
Beberapa hal mengenai strategi S‐O antara lain: kegiatan pariwisata (community based
1. mempertahankan dan meningkatkan tourism);
wisatawan asal Jabodetabek dan sekitarnya 4. meningkatkan upaya dan kerja sama dengan
sebagai pasar utama yang sudah ada; biro‐biro perjalanan wisata di DKI Jakarta
2. menata dan mengembangkan potensi wisata dan Bogor dalam penyediaan paket‐paket
alam dalam rangka meningkatkan daya perjalanan wisata ke obyek dan daya tarik
tariknya; wisata di Kabupaten Bogor;
3. mengembangkan potensi seni dan budaya 5. melakukan upaya peningkatan kualitas
sebagai atraksi wisata seni atau budaya dan sumber daya manusia maupun usaha‐usaha
objek wisata budaya guna menunjang yang bergerak di bidang pariwisata.
peningkatan daya tarik wisata;
4. meningkatkan pembinaan dan peran serta Strategi W‐T
masyarakat dalam menunjang kegiatan Beberapa hal mengenai strategi W‐T antara lain:
kepariwisataan terutama masyarakat di
sekitar objek wisata atau kawasan wisata; 1. melakukan koordinasi dalam upaya penataan
pedagang kaki lima (PKL);
5. peningkatan promosi dan pemasaran
pariwisata dan budaya dengan 2. merencanakan dan mengusulkan anggaran
memanfaatkan berbagai media dan sarana program atau kegiatan pengembangan
promosi; pariwisata dan mengupayakan minat dan
peran serta investor swasta.
6. meningkatkan pelayanan terhadap tamu atau
wisatawan; Identifikasi Permasalahan Sektor
7. mendorong usaha pariwisata yang berbasis kepariwisataan
lingkungan (green tourism);
Selain hasil analisis SWOT, penelitian ini juga
8. mendorong pengembangan Desa Wisata.
mencoba untuk mengidentifikasi sejumlah
masalah yang dihadapi dalam pengembangan
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 101

sektor pariwisata di Kabupaten Bogor. Dengan kemacetan ini akan berdampak buruk bagi
merujuk pada Rencana Strategis Dinas pengembangan pariwisata ke depannya.
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor 5. Masih rendahnya aksesibilitas menuju ke
Tahun 2013‐2018 dirumuskan berbagai objek wisata
permasalahan yang dihadapi di bidang
Meskipun secara umum kualitas jalan di
kepariwisataan di Kabupaten Bogor sebagai
Kabupaten Bogor sudah baik, akan tetapi masih
berikut.
banyak jalan‐jalan menuju objek wisata yang
1. Masih terbatasnya sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan. Misalnya, jalan menuju
(SDM) di bidang pariwisata ke kawasan wisata Gunung Salak Endah. Jalan
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menuju ke kawasan wisata tersebut relatif sempit
baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan sehingga jalan tersebut sukar untuk dilalui oleh
mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh mobil besar seperti bis. Oleh karena itu, di
dari memadai, terutama SDM di bidang kawasan ini sering terjadi kemacetan yang
pariwisata yang memiliki pemikiran strategik tentunya akan mengurangi kenyamanan
dan visioner. Kondisi tersebut dapat wisatawan dalam melakukan perjalanan
menghambat kualitas dari segala aktivitas wisatanya.
kegiatan pariwisata Kabupaten Bogor. Hal 6. Masih terbatasnya objek wisata yang sudah
tersebut memberikan implikasi pada kualitas tertata
pariwisata Kabupaten Bogor itu sendiri yang
Kesiapan objek wisata sebagai produk
dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat
pariwisata tentunya merupakan suatu hal yang
dengan daerah‐daerah lain.
harus diperhatikan. Di samping besarnya potensi
2. Masih rendahnya daya saing unit bisnis objek wisata yang ada di Kabupaten Bogor,
kepariwisataan ternyata masih banyak potensi objek wisata yang
Secara umum, daya saing unit bisnis belum tertata dan yang sudah tertata pun masih
pariwisata Kabupaten Bogor masih kurang. belum maksimal dalam penyajiannya.
Kelemahan tersebut menyangkut masalah 7. Masih rendahnya koordinasi dan persamaan
manajemen produk, kurangnya sajian atraksi persepsi di antara OPD terkait
pariwisata dan budaya, sumber daya manusia,
Koordinasi merupakan hal yang penting
dan pemasaran. Hal ini memberikan implikasi
dalam upaya mendorong peningkatan kunjungan
pada lama tinggal (length of stay) dan
wisatawan. Dengan kordinasi yang baik akan
pengeluaran wisatawan (tourist expenditure) di
didapat kesamaan persepsi dan gerak langkah
Kabupaten Bogor. Dengan menyediakan lebih
dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
banyak atraksi pariwisata dan budaya akan
upaya meningkatkan kunjungan wisatawan.
mendorong peningkatan lama tinggal dan
Diakui bahwa sektor pariwisata merupakan end
pengeluaran wisatawan.
user terhadap sarana dan prasarana yang ada.
3. Masih rendahnya aksesibilitas menuju ke Sementara itu, kewenangan penanganan sarana
objek wisata dan prasarana ada di masing‐masing Organisasi
Meskipun secara umum kondisi jalan maupun Perangkat Daerah (OPD) sesuai dengan bidang
panjang jalan di kabupaten relatif baik, tetapi tugasnya masing‐masing.
kenyataan menunjukkan bahwa kualitas maupun
kuantitas jalan menuju objek wisata masih relatif Tingkat Keberhasilan Kebijakan Sektor
rendah. Kepariwisataan
4. Masih kurangnya penanganan kemacetan lalu Secara umum dapat disimpulkan bahwa
lintas di jalur pariwisata pencapaian kinerja pelayanan Dinas Kebudayaan
Meskipun secara umum kondisi jalan maupun dan Pariwisata mencapai target sesuai dengan
panjang jalan di Kabupaten Bogor relatif baik, yang telah ditentukan. Hasil seperti ini dapat
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering dicapai berkat kerja keras dan soliditas seluruh
terjadi kemacetan di jalur wisata terutama di personil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Di
jalur Puncak. Problem kemacetan ini akan samping itu, hasil ini juga dicapai berkat adanya
mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi taat azas terhadap pencapaian kinerja serta
wisatawan yang datang maupun bagi pelaku efektivitas penggunaan anggaran.
usaha di sekitar jalur tersebut. Apabila tidak Hal yang paling menonjol dari pencapaian
ditangani dengan serius dikhawatirkan kinerja ini adalah dalam peningkatan kunjungan
102 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata

wisatawan. Kunjungan wisatawan ke Kabupaten 5. inkonsistensi antara implementasi RT dan


Bogor selalu melebihi target yang telah RW dengan pemanfaatan riil ruang untuk
ditetapkan. Beberapa faktor yang berpengaruh kepentingan industri pariwisata;
terhadap peningkatan kunjungan wisatawan ini 6. keterbatasan anggaran untuk bidang
antara lain meningkatnya kegiatan promosi dan pariwisata.
inovasi kegiatan promosi yang dilakukan Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata, semakin sinerginya
pelaku usaha pariwisata dengan pemerintah
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
daerah dalam hal promosi serta peningkatan
pelayanan kepada wisatawan serta semakin Kesimpulan dari hasil penelitian ini antara lain:
meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap 1. kebijakan pembangunan dan pengembagan
kegiatan kepariwisataan di lingkungan destinasi pariwisata diarahkan pada: (a)
sekitarnya sehingga semakin menumbuhkan menata pengembangan kegiatan pariwisata
sikap di kalangan masyarakat untuk berupaya setiap destinasi sesuai karakteristik daya
menjadi tuan rumah yang baik bagi para tarik unggulan dan daya dukung lahan; (b)
wisatawan. mempertahankan daya saing yang sudah ada
Sementara itu, dari hasil survei dan observasi pada destinasi wisata perkotaan, destinasi
di lapangan ditemukan sejumlah poin penting ekowisata, destinasi wisata MICE dan
terkait kondisi existing kepariwisataan di rekreasi; (c) melakukan penyebaran
Kabupaten Bogor, yaitu: pertumbuhan pada destinasi wisata warisan
1. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) budaya dan pendidikan serta destinasi wisata
baik kuantitas maupun kualitas masih kreatif;
terbatas. Terutama SDM di bidang pariwisata 2. kinerja sektor kepariwisataan di Kabupaten
yang memiliki pemikiran strategik dan Bogor menunjukkan efektivitas yang baik
visioner. Kondisi tersebut dapat menghambat dari capaian target dari 11 indikator
kualitas dari segala aktivitas kegiatan kepariwisataan (mulai dari pnyelenggaraan
pariwisata di Kabupaten Bogor; festival seni dan budaya sampai penyediaan
2. masih rendahnya aksesibilitas menuju ke akomodasi), namun masih ditemukan
objek wisata. Meskipun secara umum kondisi sejumlah masalah yang menghambat
jalan maupun panjang jalan di Kabupaten optimalisasi potensi kepariwisataan yang
relatif baik, akan tetapi kenyataan ada;
menunjukkan bahwa tidak semua destinasi 3. sejumlah permasalahan dalam melaksanakan
wisata tersebut dapat diakses dengan kebijakan pembangunan sektor pariwisata di
menggunakan angkutan umum dan kondisi antaranya adalah: (a) ketersediaan sumber
jalan yang cukup buruk (berbatuan); daya manusia (SDM) baik kuantitas maupun
3. masih rendahnya koordinasi dan persamaan kualitas masih terbatas, terutama SDM di
persepsi di antara OPD terkait, padahal aspek bidang pariwisata yang memiliki pemikiran
koordinasi merupakan hal yang penting strategik dan visioner. Kondisi tersebut dapat
dalam upaya mendorong peningkatan menghambat kualitas dari segala aktivitas
kunjungan wisatawan. Dengan kordinasi kegiatan pariwisata di Kabupaten Bogor; (b)
yang baik akan didapat kesamaan persepsi masih rendahnya aksesibilitas menuju ke
dan gerak langkah dalam menghadapi objek wisata; (c) masih rendahnya koordinasi
berbagai tantangan dalam upaya dan persamaan persepsi di antara OPD
meningkatkan kunjungan wisatawan. Diakui terkait padahal aspek koordinasi merupakan
bahwa sektor pariwisata merupakan end user hal yang penting di dalam upaya mendorong
terhadap sarana dan prasarana yang ada, peningkatan kunjungan wisatawan. Dengan
sedangkan kewenangan penanganan sarana kordinasi yang baik akan didapat kesamaan
dan prasarana ada di masing‐masing persepsi dan gerak langkah dalam
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai menghadapi berbagai tantangan dalam upaya
dengan bidang tugasnya masing‐masing. meningkatkan kunjungan wisatawan. Diakui
bahwa sektor pariwisata merupakan end user
4. inkonsistensi dari komitmen Bupati dalam
terhadap sarana dan prasarana yang ada,
merumuskan dan mengimplemenasikan
sedangkan kewenangan penanganan sarana
kebijakan pengembangan pariwisata di
dan prasarana ada di masing‐masing
Kabupaten Bogor;
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 103

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai asosiasi usaha pariwisata, serta Civil Society
dengan bidang tugasnya masing‐masing; (d) Organization. Bentuknya bisa berupa forum
inkonsistensi dari komitmen Bupati dalam komunikasi, tim satgas, dan sebagainya.
merumuskan dan mengimplementasikan
kebijakan pengembangan pariwisata di
Kabupaten Bogor; (e) inkonsistensi antara DAFTAR PUSTAKA
implementasi RT dan RW dengan
pemanfaatan riil ruang untuk kepentingan Agustino L. 2006. Dasar‐dasar kebijakan publik.
industri pariwisata; (f) keterbatasan Alfa Beta, Bandung.
anggaran untuk bidang pariwisata. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bogor. Rencana strategis Dinas Kebudayaan
Adapun beberapa saran yang dihasilkan dari
dan Pariwisata Kabupaten Bogor tahun 2013–
penelitian ini yaitu:
2018.
1. untuk mengatasi masalah terkait dengan Edward III GC. 1980. Implementing public policy.
ketersediaan SDM bidang kepariwisataan, Congressional Quarterly Press, Washington.
maka upaya pemerintah untuk menambah Grindle MS. 1980. Politics and policy
pegawai baru yang mempunyai kompetensi implementation in the third words. Princeton
bidang kepariwisataan harus menjadi University Press, New Jersey.
prioritas bila jumlah kunjungan wisatawan ke Jupir MM. 2013. Implementasi kebijakan
berbagai destinasi pariwisata di Kabupaten pariwisata berbasis kearifan lokal (studi di
Bogor ingin meningkat; Kabupaten Manggarai Barat). Journal of
2. untuk meningkatkan aksesibilitas ke tempat‐ Indonesian Tourism and Development Studies.
tempat destinasi wisata maka pembenahan Vol 1, Januari 2013.
(perbaikan dan pemeliharaan) sarana dan Meter DV dan CV Horn. 1975. The policy
prasarana (terutama jalan) harus implementation process: a conceptual
diprioritaskan penganggarannya oleh framework dalam administration and society
Pemkab Bogor. Penganggaran tersebut bisa 6. Sage, London.
bersumber dari APBD maupun melalui Pitana IG et al. 2000. Daya dukung Bali dalam
kemitraan dengan pengelola tempat wisata pariwisata (kajian dari aspek lingkungan dan
yang dikelola pihak swasta; sosial budaya). Unud‐Bappeda Provinsi Bali,
3. meningkatkan upaya koordinasi lintas‐ Denpasar.
sektoral di bidang kepariwisataan dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
OPD terkait, pengelola tempat pariwisata, Daerah (RIPPARDA) Kabupaten Bogor 2014.

You might also like