Professional Documents
Culture Documents
D Hernawan Dan G Pratidina
D Hernawan Dan G Pratidina
ABSTRACT
Tourism in Bogor Regency is very potential and have to managed and benefited optimally trough the
implementation of tourism development program. For that purpose, the program will be a trigger for
regional development and the increasing number of tourist. The main theory used to analyze in this
reseach is Van Meter and Van Horn’s theory or model of policy implementation, which stated that the
policy outcome or policy result is determined by several factors such as standard and objectives,
resources, communication among related organizations, the characteristics of implementors, the
attitude of implemntors, and social, political, and economic conditions. This research use decriptive‐
analytical method with unit of analysis consist of 2 components: implementors (Cultural and Tourism
Agency with 18 structural officials as purposive sample), and policy targets (tourism destination
administrators with privately managed, local/cenral agency, corporate, and community/faundation as
purposive sample). Basen on analysis result it can be described that there are several problems
encounted by local government related to tourism development namely : lack of competence and
professional human resources, especially with tourism competency; lack of good infrastructure to and
from tourism destination places; and lack of coordination among related‐parties/agencies. This
condition is supported by WMS score for policy implementation variable, that is 3,37 (in scale of 5)
which mean that the implementation performance of tourism in Bogor Regency is “moderate” in
category. In order to make tourism development get better in the future, so policy implementataion
should focused mainly on 3 areas of improvement namely : capacity building for human resource in
tourism (quantity and quaity); availability and improvement of infrastructure to increase accessibility
to tourism destination places; and impromevent in coordination mechanism among related
agencies/paries.
Key words: tourism destination places, policy implementation, Van Meter dan Van Horn’s model,
tourism development
ABSTRAK
Potensi pariwisata di Kabupaten Bogor harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal melalui
penyelenggaraan program pengembangan pariwisata yang diharapkan menjadi pemicu pertumbuhan
wilayah serta menyebarnya tempat pariwisata yang dapat dikunjungi wisatawan. Teori yang digunakan
adalah teori implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn karena hasil atau kinerja kebijakan
ditentukan oleh faktor‐faktor sebagai berikut: standar dan sasaran tertentu; sumber daya; komunikasi
antar organisasi; karakter birokrasi pelaksana; sikap pelaksana; kondisi sosial, politik, dan ekonomi.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan unit analisis yaitu implementors (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata dengan sampel diambil secara purposif sebanyak 18 orang pejabat
struktural) dan sasaran kebijakan (pengelola tempat‐tempat wisata dengan sampel pengelola pribadi,
instansi pusat/daerah, perusahaan, dan masyarakat/yayasan). Berdasarkan hasil analisis, pelaksanaan
pembangunan bidang kepariwisataan di Kabupaten Bogor selama ini menghadapi masalah pokok yaitu:
keterbatasan SDM kepariwisataan, baik secara kuantitas maupun kualitas (kompeten dan profesional);
belum baiknya infrastruktur (sarana dan prasarana), khususnya akses jalan dan jaringan transportasi,
menuju destinasi wisata sehingga berpengaruh terhadap kinerja sektor kepariwisataan; koordinasi
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 95
lintas‐instansi dan lintas‐pelaku yang belum optimal. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penilaian
rataan terbobot untuk variabel implementasi kebijakan berdasarkan model Van Meter dan Van Horn
sebesar 3,37 (dalam skala 5) dan termasuk kategori “cukup baik”. Agar bidang kepariwisataan di
Kabupaten Bogor dapat berkembang dengan baik, maka implementasi kebijakan ke depan harus fokus
pada upaya perbaikan yaitu peningkatan kapasitas SDM (kuantitas dan kualitas), ketersediaan dan
perbaikan infrastruktur untuk peningkatan aksesibilitas dari dan menuju destinasi wisata, serta
perumusan mekanisme kooordinasi lintas‐instansi dan lintas‐pelaku dari pihak‐pihak terkait dalam
pembangunan bidang kepariwisataan.
Kata kunci: destinasi pariwisata, implementasi kebijakan, model Van Meter dan Van Horn,
pengembangan pariwisata.
Hernawan D dan G Pratidina. 2015. Model implementasi kebijakan pengembangan pariwisata dalam
meningkatkan destinasi pariwisata di Kabupaten Bogor. Jurnal Sosial Humaniora 6(2): 94 ‐ 103.
implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van
PENDAHULUAN Horn yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Kabupaten Bogor memiliki potensi pariwisata
yang beraneka ragam dan menjadikan magnet
tersendiri bagi wisatawan untuk
mengunjunginya, terutama pada akhir pekan dan
hari libur nasional. Namun, animo wisatawan
untuk mengunjungi tempat wisata di Bogor
masih terkonsentrasi di daerah Puncak dan
sekitarnya. Oleh karena itu, modal potensi
pariwisata yang dimiliki oleh Kabupaten Bogor
harus dikelola dan dimanfaatkan secara optimal
melalui penyelenggaraan program
pengembangan pariwisata yang diharapkan
dapat menjadi pemicu pertumbuhan wilayah
serta menyebarnya tempat‐tempat pariwisata
yang dapat dikunjungi para wisatawan. Dengan
demikian, diharapkan destinasi pariwisata yang
menjadi tujuan wisatawan akan menyebar, tidak Gambar 1. Model Van Meter dan Van Horn
hanya Puncak saja tetapi merata ke tempat‐ Implementasi kebijakan menghubungkan
tempat wisata lainnya. Hal tersebut antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan
menggambarkan bahwa masih belum efektifnya hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan
kebijakan pengembangan pariwisata di pandangan Van Meter dan Horn (Grindle 1980)
Kabupaten Bogor yang diindikasikan belum bahwa tugas implementasi adalah membangun
meratanya sebaran objek wisata yang menjadi jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan
tujuan wisatawan dan cenderung Puncak sentris. publik direalisasikan melalui aktivitas instansi
Untuk memahami realitas tersebut, tools pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang
berupa model implementasi kebijakan dapat berkepentingan (policy stakeholders).
dipergunakan untuk memberikan gambaran dan Model pendekatan implementasi kebijakan
jawaban tentang seberapa efektif kinerja yang dirumuskan Van Meter dan Van Horn
kebijakan pariwisata di Kabupaten Bogor disebut dengan A Model of the Policy
diimplementasikan. Dalam konteks inilah urgensi Implementation (1975). Proses implementasi ini
penelitian ini harus diletakkan karena tidak merupakan sebuah abstraksi atau performansi
hanya memiliki nilai pragmatis untuk diterapkan suatu pengejewantahan kebijakan yang pada
bagi kepentingan policy improvement, maupun dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih
nilai ilmiah dalam memperkaya khazanah kinerja implementasi kebijakan tinggi yang
konseptual khususnya terkait studi implementasi berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.
kebijakan.
Model implementasi kebijakan yang dijadikan
rujukan dalam penelitian hibah ini adalah model
96 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata
standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa sejauh mana lingkungan eksternal turut
dicapai. Dengan demikian, prospek implementasi mendorong keberhasilan kebijakan publik.
kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang
komunikasi kepada para pelaksana kebijakan tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah
secara akurat dan konsisten (accuracy and dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.
consistency) (Van Mater dan Varn Horn 1975). Oleh karena itu, upaya implementasi kebijakan
Disamping itu, koordinasi merupakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang
mekanisme yang ampuh dalam implementasi kondusif.
kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi
di antara pihak‐pihak yang terlibat dalam Metode
implementasi kebijakan, maka kesalahan akan
semakin kecil, demikian sebaliknya. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam
Disposisi atau Sikap Para Pelaksana
penelitian tahun pertama ini dilakukan melalui
Menurut Van Metter dan Van Horn dalam analisis kualitatif terhadap data tentang model
Agustino (2006), sikap penerimaan atau implementasi kebijakan pengembangan
penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat pariwisata di Kabupaten Bogor. Data diperoleh
memengaruhi keberhasilan atau kegagalan dari hasil lokakarya atau seminar FGD, hasil
implementasi kebijakan publik. Van Mater dan analisis data primer dan sekunder, serta analisis
Van Horn (1974) juga menjelaskan bahwa SWOT.
disposisi implementasi kebijakan diawali
penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui Populasi dan Sampel
persepsi dari pelaksana (implementors) dalam
Populasi dalam penelitian ini adalah pengelola
batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat
objek pariwisata yang berada di Kabupaten
tiga macam elemen respons yang dapat
Bogor. Berdasarkan metode kualitatif, sampel
memengaruhi kemampuan dan kemauannya
dalam penelitian ini ditetapkan di 18 tempat
untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain:
rekreasi terpilih (mewakili delapan kawasan
(1) pengetahuan (cognition), pemahaman dan
pariwisata dan empat zona wilayah pariwisata)
pendalaman (comprehension and understanding)
yang tersebar di seluruh Kabupaten Bogor.
terhadap kebijakan, (2) arah respons mereka
Teknik pemilihan responden adalah purposisive
apakah menerima, netral atau menolak
sampling dengan pertimbangan responden yang
(acceptance, neutrality, and rejection), dan (3)
terpilih harus berasal dari kelompok target yang
intensitas terhadap kebijakan
ada pada populasi, yaitu pembuat kebijakan dan
Arah disposisi para pelaksana (implementors) pelaksana kebijakan.
terhadap standar dan tujuan kebijakan juga
merupakan hal yang “crucial”. Implementors Pengumpulan Data
mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan
kebijakan, karena mereka menolak apa yang Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam
menjadi tujuan suatu kebijakan (Van Mater dan kegiatan penelitian ini sebagai berikut.
Van Horn, 1974). Sebaliknya, penerimaan yang 1. Desk study yaitu pengumpulan data atau
menyebar dan mendalam terhadap standar dan informasi yang relevan dengan kegiatan
tujuan kebijakan di antara mereka yang penelitian.
bertanggung jawab untuk melaksanakan 2. Metode survei yaitu pengumpulan data
kebijakan tersebut merupakan suatu potensi dengan in depth interview dengan pihak‐
yang besar terhadap keberhasilan implementasi pihak yang berkaitan dengan penelitian ini
kebijakan (Kaufman dalam Van Mater dan Van melalui wawancara dan focus group
Horn, 1974). discussion (FGD).
Studi pustaka atau literatur merupakan
Lingkungan sosial, Ekonomi, dan Politik kegiatan studi untuk mengkaji data‐data
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna sekunder yang berkaitan dengan penyusunan
menilai kinerja implementasi kebijakan adalah laporan.
98 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata
Roadmap Penelitian
Zakiyah (2013)
menyatakan bahwa
dalam proses
Astuti (2008) implementasi kebijakan
menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
secara keseluruhan yang memengaruhi dan
dimensi pelayanan menjadi faktor
yang dituangkan pendukung serta
Jupir (2013) pada faktor produk, penghambat. Adapun
menyatakan bahwa harga, orang, tempat, yang menjadi faktor
ketersediaan sumber proses, fisik dan pendukung adalah aspek
daya pendukung promosi merupakan sumber daya alam,
implementasi belum faktor utama yang sumber daya manusia,
dialokasikan dengan memberikan dan yang menjadi faktor
jelas, komunikasi dan pengaruh yang penghambat adalah
Pitana et al. koordinasi belum
(2000) signifikan terhadap aspek komunikasi,
berjalan kepuasan pelayanan sumber dana yang
menyatakan optimal, kondisi
bahwa lingkungan kepariwisataan terbatas, fasilitas, sarana
eksternal (sosial, dan prasarana yang
aspek lingkungan ekonomi, dan politik)
dan sosial budaya masih belum maksimal.
menghambat
sangat
Potensi mendukung
implementasi
kebijakan pariwisata
keberhasilan berbasis kearifan
pariwisata di Bali lokal di Kabupaten
Manggarai Barat
secara efektif dan
optimal.
c. melakukan penyebaran pertumbuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN pada destinasi wisata warisan budaya
dan pendidikan, dan destinasi wisata
Hasil Analisis Lingkungan Strategis kreatif;
Sektor Kepariwisataan 2. kebijakan pembangunan dan pengembagan
Dengan mengacu pada dokumen Rencana Induk SDM dan kelembagaan pariwisata antara lain:
Pengembagan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) a. mendorong terciptanya komunikasi,
Kabupaten Bogor (2014) disebutkan bahwa kolaborasi dan koordinasi antar berbagai
kebijakan pembangunan dan pengembangan stakeholder yang terlibat dalam
sektor kepariwisataan dapat dijelaskan sebagai pembangunan dan pengembangan
berikut: kepariwisataan;
1. kebijakan pembangunan dan pengembagan b. mendorong terciptanya destinasi
destinasi pariwisata diarahkan pada: pariwisata Kabupatan Bogor yang ramah
a. menata pengembangan kegiatan lingkungan, berbudaya, dan berbudi
pariwisata pada setiap destinasi sesuai luhur;
karakteristik daya tarik unggulan dan 3. kebijakan pembangunan dan pengembagan
daya dukung lahan; sarana dan prasarana pariwisata;
b. mempertahankan daya saing yang sudah 4. kebijakan pembangunan dan pengembangan
ada pada destinasi wisata perkotaan, industri pariwisata;
destinasi ekowisata, serta destinasi 5. kebijakan pembangunan dan pengembangan
wisata MICE dan rekreasi; pemasaran pariwisata antara lain:
Jurnal Sosial Humaniora ISSN 2087‐4928 Volume 6 Nomor 2, Oktober 2015 99
sektor pariwisata di Kabupaten Bogor. Dengan kemacetan ini akan berdampak buruk bagi
merujuk pada Rencana Strategis Dinas pengembangan pariwisata ke depannya.
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor 5. Masih rendahnya aksesibilitas menuju ke
Tahun 2013‐2018 dirumuskan berbagai objek wisata
permasalahan yang dihadapi di bidang
Meskipun secara umum kualitas jalan di
kepariwisataan di Kabupaten Bogor sebagai
Kabupaten Bogor sudah baik, akan tetapi masih
berikut.
banyak jalan‐jalan menuju objek wisata yang
1. Masih terbatasnya sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan. Misalnya, jalan menuju
(SDM) di bidang pariwisata ke kawasan wisata Gunung Salak Endah. Jalan
Ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menuju ke kawasan wisata tersebut relatif sempit
baik kuantitas maupun kualitas yang diharapkan sehingga jalan tersebut sukar untuk dilalui oleh
mempunyai daya saing tinggi ternyata masih jauh mobil besar seperti bis. Oleh karena itu, di
dari memadai, terutama SDM di bidang kawasan ini sering terjadi kemacetan yang
pariwisata yang memiliki pemikiran strategik tentunya akan mengurangi kenyamanan
dan visioner. Kondisi tersebut dapat wisatawan dalam melakukan perjalanan
menghambat kualitas dari segala aktivitas wisatanya.
kegiatan pariwisata Kabupaten Bogor. Hal 6. Masih terbatasnya objek wisata yang sudah
tersebut memberikan implikasi pada kualitas tertata
pariwisata Kabupaten Bogor itu sendiri yang
Kesiapan objek wisata sebagai produk
dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat
pariwisata tentunya merupakan suatu hal yang
dengan daerah‐daerah lain.
harus diperhatikan. Di samping besarnya potensi
2. Masih rendahnya daya saing unit bisnis objek wisata yang ada di Kabupaten Bogor,
kepariwisataan ternyata masih banyak potensi objek wisata yang
Secara umum, daya saing unit bisnis belum tertata dan yang sudah tertata pun masih
pariwisata Kabupaten Bogor masih kurang. belum maksimal dalam penyajiannya.
Kelemahan tersebut menyangkut masalah 7. Masih rendahnya koordinasi dan persamaan
manajemen produk, kurangnya sajian atraksi persepsi di antara OPD terkait
pariwisata dan budaya, sumber daya manusia,
Koordinasi merupakan hal yang penting
dan pemasaran. Hal ini memberikan implikasi
dalam upaya mendorong peningkatan kunjungan
pada lama tinggal (length of stay) dan
wisatawan. Dengan kordinasi yang baik akan
pengeluaran wisatawan (tourist expenditure) di
didapat kesamaan persepsi dan gerak langkah
Kabupaten Bogor. Dengan menyediakan lebih
dalam menghadapi berbagai tantangan dalam
banyak atraksi pariwisata dan budaya akan
upaya meningkatkan kunjungan wisatawan.
mendorong peningkatan lama tinggal dan
Diakui bahwa sektor pariwisata merupakan end
pengeluaran wisatawan.
user terhadap sarana dan prasarana yang ada.
3. Masih rendahnya aksesibilitas menuju ke Sementara itu, kewenangan penanganan sarana
objek wisata dan prasarana ada di masing‐masing Organisasi
Meskipun secara umum kondisi jalan maupun Perangkat Daerah (OPD) sesuai dengan bidang
panjang jalan di kabupaten relatif baik, tetapi tugasnya masing‐masing.
kenyataan menunjukkan bahwa kualitas maupun
kuantitas jalan menuju objek wisata masih relatif Tingkat Keberhasilan Kebijakan Sektor
rendah. Kepariwisataan
4. Masih kurangnya penanganan kemacetan lalu Secara umum dapat disimpulkan bahwa
lintas di jalur pariwisata pencapaian kinerja pelayanan Dinas Kebudayaan
Meskipun secara umum kondisi jalan maupun dan Pariwisata mencapai target sesuai dengan
panjang jalan di Kabupaten Bogor relatif baik, yang telah ditentukan. Hasil seperti ini dapat
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa sering dicapai berkat kerja keras dan soliditas seluruh
terjadi kemacetan di jalur wisata terutama di personil Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Di
jalur Puncak. Problem kemacetan ini akan samping itu, hasil ini juga dicapai berkat adanya
mengakibatkan dampak yang kurang baik bagi taat azas terhadap pencapaian kinerja serta
wisatawan yang datang maupun bagi pelaku efektivitas penggunaan anggaran.
usaha di sekitar jalur tersebut. Apabila tidak Hal yang paling menonjol dari pencapaian
ditangani dengan serius dikhawatirkan kinerja ini adalah dalam peningkatan kunjungan
102 Hernawan dan Pratidina Model potensi pariwisata
Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sesuai asosiasi usaha pariwisata, serta Civil Society
dengan bidang tugasnya masing‐masing; (d) Organization. Bentuknya bisa berupa forum
inkonsistensi dari komitmen Bupati dalam komunikasi, tim satgas, dan sebagainya.
merumuskan dan mengimplementasikan
kebijakan pengembangan pariwisata di
Kabupaten Bogor; (e) inkonsistensi antara DAFTAR PUSTAKA
implementasi RT dan RW dengan
pemanfaatan riil ruang untuk kepentingan Agustino L. 2006. Dasar‐dasar kebijakan publik.
industri pariwisata; (f) keterbatasan Alfa Beta, Bandung.
anggaran untuk bidang pariwisata. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bogor. Rencana strategis Dinas Kebudayaan
Adapun beberapa saran yang dihasilkan dari
dan Pariwisata Kabupaten Bogor tahun 2013–
penelitian ini yaitu:
2018.
1. untuk mengatasi masalah terkait dengan Edward III GC. 1980. Implementing public policy.
ketersediaan SDM bidang kepariwisataan, Congressional Quarterly Press, Washington.
maka upaya pemerintah untuk menambah Grindle MS. 1980. Politics and policy
pegawai baru yang mempunyai kompetensi implementation in the third words. Princeton
bidang kepariwisataan harus menjadi University Press, New Jersey.
prioritas bila jumlah kunjungan wisatawan ke Jupir MM. 2013. Implementasi kebijakan
berbagai destinasi pariwisata di Kabupaten pariwisata berbasis kearifan lokal (studi di
Bogor ingin meningkat; Kabupaten Manggarai Barat). Journal of
2. untuk meningkatkan aksesibilitas ke tempat‐ Indonesian Tourism and Development Studies.
tempat destinasi wisata maka pembenahan Vol 1, Januari 2013.
(perbaikan dan pemeliharaan) sarana dan Meter DV dan CV Horn. 1975. The policy
prasarana (terutama jalan) harus implementation process: a conceptual
diprioritaskan penganggarannya oleh framework dalam administration and society
Pemkab Bogor. Penganggaran tersebut bisa 6. Sage, London.
bersumber dari APBD maupun melalui Pitana IG et al. 2000. Daya dukung Bali dalam
kemitraan dengan pengelola tempat wisata pariwisata (kajian dari aspek lingkungan dan
yang dikelola pihak swasta; sosial budaya). Unud‐Bappeda Provinsi Bali,
3. meningkatkan upaya koordinasi lintas‐ Denpasar.
sektoral di bidang kepariwisataan dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata
OPD terkait, pengelola tempat pariwisata, Daerah (RIPPARDA) Kabupaten Bogor 2014.