Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN SEWA

GUNA USAHA, ANJAK PIUTANG, KARTU KREDIT DAN PEMBIAYAAN


KONSUMEN PADA PERUSAHAAN PEMBIAYAAN (MULTIFINANCE) DI
INDONESIA

Meita Liliasari1

Abstract : Multi-finance industry is a promises industry and growth of multi-finance industry


enough good with a good return that make this industry interesting enough for local and
international investor. The multi-finance industry has expanded by 25% annually on the
average in the past five years. The expansion followed improved condition of the country’s
economic which Bank Indonesia gradually cut in SBI Interest Rate with the result that
contributed to the growth of finance in the multi-finance industry. The analytical method used
in the research is multiple regression analysis performed with SPSS 22. Before doing
multiple regression analysis, we must do a classic assumption test. This is necessary so that
the regression equation is BLUE (Best,Linear,Unbiased,Estimator). In addition to assessing
the goodness of fit from a model, we use coefficient of determination test, F test and t test.
They are four independent variables SBI interest rate, conversation rate, inflation and money
supply and four dependent variables are leasing, factoring, consumer finance and credit cards.
This research using monthly data from 2009-2013 for each variable. Result from this research
of each independent variables indicated different influences on each dependent variables. On
the other hand, the result indicated that all independent variables influenced simultaneously
on the financing in the multi-finance industry.

Keywords : Leasing, Factoring, Consumer Finance, Credit Cards, SBI Interest Rate,
Conversion Rate, Inflation and Money Supply.

PENDAHULUAN

Peningkatan kebutuhan terhadap transportasi darat untuk mendukung mobilitas dan


kondisi infrastruktur yang belum memadai, makin memacu perkembangan industri otomotif
di dalam negeri dimana pertumbuhan industry otomotif tidak terlepas dari pertumbuhan
pembiayaan konsumen. Namun bukan hanya dari sektor konsumsi saja yang tinggi melainkan
dari sisi pembangunan infrastruktur juga memacu perkembangan perusahaan pembiayaan
untuk pengadaan alat-alat berat.

Aktivitas perusahaan pembiayaan dilakukan karena tidak semua konsumen maupun


perusahaan membeli secara tunai. Di era modern sekarang ini dikenal bermacam-macam jenis
kredit yang dapat menunjang kebutuhan konsumsi dimana kredit memiliki peran vital dalam
perekonomian suatu Negara. Kredit dapat diperoleh dari pinjaman bank atau lembaga
penyedia jasa keuangan lainnya. Salah satunya adalah perusahaan pembiayaan. Tidak heran

1
Alumnus Program Studi Magister Manajemen Universitas Tarumanagara
(meimei_2605@yahoo.com)

164
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...
dalam dekade tahun 2000, industri perbankan dan jasa keuangan tumbuh begitu pesat.
Namun dengan adanya persyaratan dari Bank Indonesia mengenai likuiditas bank-bank
umum di Indonesia, membuat konsumen harus memenuhi persyaratan yang lebih rumit
ketika akan mengajukan kredit ke bank. Akibat dari kebijakan tersebut, konsumen memilih
alternatif lain yaitu perusahaan pembiayaan ( multifinance ) daripada meminjam dari
bank. Dengan begitu, industri multifinance memiliki peluang bisnis yang besar

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.84/PMK.012/2006 Tgl.29 September


2006 tentang Perusahaan Pembiayaan dimana kegiatan Perusahaan Pembiayaan adalah
melakukan kegiatan usaha Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Kartu kredit, dan Pembiayaan
Konsumen. Berikut ini perkembangan perusahaan pembiayaan dari tahun 2009 – 2013.

Tabel 1.1
Perkembangan Perusahaan Pembiayaan 2009 -2013
( Miliar Rp. )

Akhir Sewa Guna Anjak Kartu Pembiayaan Jumlah


Periode Usaha Piutang Kredit Konsumen
2009 46.528 2.027 930 93.054 142.539
2010 53.167 2.296 876 130.016 186.355
2011 76.592 3.915 2 164.791 245.300
2012 105.082 5.148 2 191.820 302.052
2013 117.363 7.697 4 222.963 348.027
Sumber : www.bi.go.id/

Dari tabel 1 terlihat bahwa penyaluran pembiayaan dari perusahaan pembiayaan


didominasi oleh pembiayaan konsumen sejak tahun 2009-2013. Data-data tersebut
menunjukkan performa perusahaan pembiayaan mengalami masa emas setelah krisis
global tahun 2008. Menurut kalangan pelaku usaha yang bergerak di perusahaan
pembiayaan (Sinar Harapan, 17 Juli 2006, Menilik “Survive” Pembiayaan Konsumen di
Bidang Otomotif), bahwa pesatnya laju pertumbuhan pembiayaan multifinance ditopang oleh
beberapa faktor yang merupakan kelebihannya jika dibandingkan dengan perbankan yaitu :
 Proses yang relatif lebih cepat dan tidak berbelit-belit dibandingkan perbankan sangat
disukai oleh konsumen
 Probabilita mendapatkan kredit setelah semua persyaratan dipenuhi oleh konsumen relatif
lebih tinggi dibandingkan perbankan
 Fleksibilitas aturan memungkinakan multifinance masuk ke pasar yang tidak dapat
dimasuki oleh perbankan misalnya pembiayaan elektronik
 Keinginan konsumsi yang tinggi di masyarakat Indonesia misalnya keinginan untuk
memiliki motor dan mobil yang tidak memungkinkan dibiayai secara tunai dari
disposable income, membuat peluang pasar multifinance kian terbuka lebar

Walaupun secara keseluruhan kinerja perusahaan pembiayaan hingga tahun 2013


menunjukkan peforma yang baik, bukan berarti kinerja mereka tidak dipengaruhi oleh
kondisi makro ekonomi yang terjadi di Negara Indonesia. Sumber dana utama
165
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
perusahaan pembiayaan adalah dana pinjaman bank local dan pinjaman bank luar negeri.
Kedua sumber dana tersebut mengarah kepada indikator makro ekonomi yaitu tingkat
suku bunga dan kurs mata uang. Akibatnya, jika suku bunga perbankan tinggi, perusahaan
pembiayaan akan terkena imbasnya dan akan mengalami kesulitan dalam menyalurkan
pembiayaan karena mahalnya biaya sumber dana.

Untuk itu penelitian tentang korelasi faktor ekonomi makro dari sisi inflasi, suku
bunga Sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar dan jumlah uang beredar dengan pembiayaan
perusahaan multifinance akan diuraikan pengaruhnya secara diskriptif dan eksploratif untuk
periode Januari 2009 – Desember 2013.

TELAAH KEPUSTAKAAN

Perusahaan Pembiayaan merupakan badan usaha yang melaksanakan kegiatan usaha


dari lembaga pembiayaan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis pembiayaan
(Tri dan Conny, 2014 : 323-325) adalah :
 Sewa Guna Usaha (leasing) adalah pembiayaan pengadaan barang modal kepada
penyewa guna usaha (lessee) dengan hak opsi (financial lease) atau sewa guna tanpa hak
opsi (operating lease) untuk digunakan penyewa guna usaha selama jangka waktu
tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran. Jadi dalam transaksi sewa guna ini
terdapat dua pihak yang saling berhubungan, yaitu :
 Pemberi sewa guna usaha (lessor), yaitu perusahaan pembiayaan yang telah
memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan untuk melakukan kegiatan sewa guna
usaha.
 Penyewa guna usaha (lessee), yaitu perusahaan atau perorangan yang menggunakan
barang modal dengan pembiayaan dari pemberi sewa guna usaha
 Anjak Piutang (factoring) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang
dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Anjak
piutang wajin dilakukan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek yang
memiliki jatuh tempo maksimal 2 (dua) tahun, yang berasal dari piutang transaksi
perdagangan, dan/atau piutang dari kegiatan usaha pembiayaan yang bersifat jangka
pendek dari sewa guna usaha, anjak piutang, kartu kredit atau pembiayaan konsumen.
Dalam transaksi anjak piutang ini terdapat dua pihak yang saling berhubungan, yaitu :
 Pembeli piutang (factor) adalah perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin
usaha dari Menteri Keuangan untuk melakukan kegiatan anjak piutang.
 Penjual piutang (client) adalah perusahaan yang menjual piutang dagang jangka
pendek kepada pembeli piutang
Transaksi anjak piutang terbagi atas : (1) anjak piutang tanpa jaminan dari penjual
piutang (without recourse), yang bermakna seluruh risiko atas tidak tertagihnya piutang
yang dijual kepada pembeli piutang ditanggung oleh pembeli piutang dan/atau (2) anjak
piutang dengan jaminan dari penjual piutang (with recourse) yang bermakna sebagian
atau seluruh risiko tidak tertagihnya piutang yang dijual kepada pembeli piutang
ditanggung oleh penjual piutang. Untuk mengamankan semua pihak yang terlibat dalam
transaksi anjak piutang, maka diantara pembeli piutang dan penjual piutang wajib diikat
oleh perjanjian tertulis
166
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

 Usaha Kartu Kredit (credit card) adalah kegiatan pembiayaan untuk pembelian barang
dan/atau jasa dengan menggunakan kartu kredit. Penyedia pembiayaan kartu kredit adalah
perusahaan pembiayaan yang telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan untuk
melakukan kegiatan pembiayaan kartu kredit. Pemegang kartu kredit adalah peorangan
yang menerima pembiayaan untuk pembelian barang dan/atau jasa dengan menggunakan
kartu kredit dari penyedia pembiayaan kartu kredit. Usaha kartu kredit antara penyedia
pembiayaan kartu kredit dengan pemegang kartu kredit wajib diikat dengan perjanjian
tertulis, serta mengikuti ketentuan Bank Indonesia sepanjang berkaitan dengan system
pembayaran.

 Pembiayaan konsumen (consumer finance) adalah perusahaan pembiayaan yang telah


memperoleh izin usaha dari pihak yang berwenang untuk melakukan kegiatan
pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen digunakan untuk membiayai pengadaan
barang berdasarkan kebutuhan konsumen melalui pembayaran secara angsuran, misalnya
mobil, motor, elektronik atau pembiayaan untuk pembelian barang-barang konsumsi.
Konsumen dalam kegiatan ini mencakup perusahaan atau perorangan yang menerima
pembiayaan pengadaan barang baik berujud dan tidak berujud dari penyedia pembiayaan
konsumen. Penyedia pembiayaan konsumen dapat melakukan pembiayaan kembali atas
barang milik konsumen yang sama dengan pembayaran secara angsuran seperti (1)
pembiayaan kendaraan bermotor; (2) pembiayaan alat-alat rumah tangga; (3) pembiayaan
barang-barang elektronik, dan (4) pembiayaan perumahan. Seluruh aktivitas pembiayaan
konsumen mewajibkan pihak penyedia pembiayaan konsumen dan konsumen untuk
melakukan perikatan dengan perjanjian tertulis.

Dibanding perbankan, multifinance memiliki kekuatan operasional yang lebih baik


yang terletak pada tiga faktor yaitu (1) Customer base, (2) barang-barang leasing dan dealer,
dan (3) kemampuan perusahaan dalam menyusun proposal kepada customer (Rating and
Investment Report, 2007).

Pasar kredit merupakan pasar yang sangat dinamis, dimana didalamnya terdapat dua
kekuatan yang saling berinteraksi yaitu penawaran dan permintaan akan kredit. Permintaan
akan kredit diwakili oleh para peminjam (borrowers), sedangkan penawaran akan kredit
diwakili oleh pemberi pinjaman (lenders). Peminjam yang direpresentasikan oleh kurva
permintaan termasuk peminjam dari sektor rumah tangga (kartu kredit, kredit mobil,
perumahan, dan lainnya), bisnis (perusahaan, perdagangan, dan lainnya), dan pemerintah. Sisi
permintaan akan kredit, umumnya terdiri dari dua komponen: (1) permintaan akan kredit
langsung melalui pengisian aplikasi dan, (2) dengan menjual interest-bearing aset keuangan
untuk raising money.

Menurut Walsh (2005) permintaan kredit secara teoritis hanya dipengaruhi oleh dua
variable saja yaitu suku bunga kredit (i) dan pendapatan (y). Penelitian lain dilakukan oleh
Muliaman D. Hadad, dkk (2004) untuk mengukur permintaan dan penawaran kredit

167
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
konsumsi rumah tangga dengan menggunakan variabel suku bunga kredit, jumlah kantor
cabang bank, pertumbuhan penduduk, tingkat pengangguran dan pendapatan (PDB).

Bunga pada prinsipnya adalah balas jasa yang diberikan oleh pihak yang
membutuhkan uang kepada pihak yang memerlukan uang. Bunga dapat dilihat dari dua sisi
yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Bunga dari sisi penawaran merupakan pendapatan
atas pemberian kredit sehingga pemilik dana akan menggunakan dananya pada jenis investasi
yang menjanjikan pembayaran yang tinggi. Sedangkan bunga dari sisi permintaan adalah
biaya atas pinjaman atau jumlah yang dibayarkan sebagai imbalan atas penggunaan uang
yang dipinjam. Bunga merupakan harga yang dibayar atas modal.

Tingkat suku bunga dibedakan menjadi dua yaitu :


 Suku Bunga Riil (Real Interest Rate)
Koreksi atas tingkat inflasi dan didefinisikan sebagai nominal interest rate
dikurangi dengan tingkat inflasi
Riil Rate = Nominal Rate – Rate of Inflation
 Suku Bunga Nominal (Nominal Interest Rate)
Tingkat suku bunga yang biasanya tertera di rekening koran dimana mereka
memberikan tingkat pengembalian untuk setiap investasi yang dilakukan.

Pada saat periode inflasi harus menggunakan suku bunga riil, bukan suku bunga nominal,
untuk menghitung hasil investasi dalam ukuran barang-barang yang didapat per tahun atas
barang yang diinvestasikan.

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga adalah:
 Kebutuhan dana, apabila bank kekurangan dana sementara permohonan pinjaman
meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi
dengan meningkatkan suku bunga simpanan.
 Persaingan, dalam memperebutkan daa simpanan, maka disamping faktor promosi, yang
paling utama pihak perbankan harus memperhatikan pesaing.
 Kebijakan pemerintah, dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman
kita, tidak boleh melebihi bunga yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
 Jangka waktu, semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka akan semakin tinggi tinggi
bunganya, hal ini disebabkan besarnya kemungkinan resiko di masa mendatang.
 Target keuntungan yang diharapkan.
 Reputasi perusahaan.
 Kualitas jaminan.
 Daya saing produk
 Jaminan pihak ketiga

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah bunga Sertifikat Bank Indonesia sebagai
acuan bagi pihak Perbankan menentukan bunganya.

168
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

Nilai tukar mata uang dipengaruhi oleh aliran modal, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Aliran modal ini dipengaruhi oleh tingkat bunga yang terjadi,
kenaikan tingkat bunga akan menyedot uang yang ada pada masyarakat untuk menabung atau
melepas sebagian likuiditasnya ke Bank. Nilai tukar (kurs) berhubungan positif dengan
tingkat suku bunga, dimana naiknya nilai tukar (rupiah terapresiasi terhadap dollar) akan
meningkatkan suku bunga. Maka masyarakat akan terdorong untuk menambah jumlah
tabungan dengan mengurangi pengeluaran untuk konsumsi, dan melepas Dollar yang mereka
miliki.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu faktor fundamental
meliputi, indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif
pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. Faktor teknis
berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila
ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valuta asing akan naik dan
sebaliknya.

Kurs yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sitem kurs mengambang terkendali
dimana dalam hal ini kurs valuta asing ditentukan oleh kekuatan pasar sampai pada tingkat
tertentu dan jika telah melewati batas akan segera distabilkan oleh intervensi pemerintah.
Kurs akan selalu mengalami perubahan, apabila terjadi kenaikan harga valuta asing dalam
satuan mata uang domestik disebut depresiasi dan apabila terjadi penurunan harga valuta
asing dalam satuan mata uang domestik akan disebut apresiasi.

Menurut Sukirno (2003:362) terdapat lima faktor-faktor yang mempengaruhi kurs


yaitu :
 Perubahan dalam cita rasa masyarakat
 Perubahan harga dari barang-barang ekspor
 Kenaikan harga-harga umum (inflasi)
 Perubahan dalam tingkat bunga dan tingkat pengembalian investasi
 Perkembangan ekonomi

Dalam penelitian ini maka variabel nilai tukar yang akan dipakai adalah nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS dan dinyatakan dalam rupiah/US$.

Inflasi adalah suatu keadaan dimana harga barang secara umum mengalami kenaikan
secara terus menerus atau terjadi penurunan nilai uang dalam negri. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau
mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Indikator yang sering sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah indeks
Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan
harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat.

169
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181

Menurut Boediono (2009: 51), dinyatakan bahwa :


“Inflasi ada dua macam, inflasi yang timbul karena kelebihan permintaan (demand
inflation) dan inflasi yang timbul karena kenaikan ongkos produksi (cost inflation)”

 Inflasi karena kenaikan permintaan (Demand Pull Inflation)


Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa jenis barang.
Dalam hal ini, permintaan masyarakat meningkatkan secara agregat (aggregate demand).
Peningkatan permintaan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pada pemerintah,
peningkatan permintaan akan barang untuk diekspor, dan peningkatan permintaan barang
bagi kebutuhan swasta. Kenaikan permintaan masyarakat (aggregate demand) ini
mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap.

 Inflasi karena biaya produksi (Cost Pull Inflation)


Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Kenaikan pada biaya
produksi terjadi akibat karena kenaikan harga-harga bahan baku, misalnya karena
keberhasilan serikat buruh dalam menaikkan upah atau karena kenaikan harga bahan bakar
minyak. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadilah inflasi.

Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya perusahaan. Jika peningkatan biaya


produksi lebih tinggi dari peningkatan harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan maka
profitabilitas perusahaan akan menurun.

Jumlah uang beredar ( money supply ) adalah jumlah uang yang beredar dalam
sebuah perekonomian. Ada sebagian ahli yang mengklarifikasikan jumlah uang beredar
menjadi dua, yaitu:
 Uang beredar dalam arti sempit atau disebut ‘Narrow Money’ (M1), yang
terdiri dari uang kartal dan uang giral (demand deposit); dan
 Uang beredar dalam arti luas atau ‘Broad Money’ (M2), yang terdiri dari M1
ditambah dengan deposito berjangka (time deposit).

Di dalam kehidupan masyarakat, jumlah uang yang beredar ditentukan oleh


kebijakan dari bank sentral untuk menambah atau mengurangi jumlah uang melalui
kebijakan moneter. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang yang
beredar adalah:
 Kebijakan Bank Sentral berupa hak otonom dan kebijakan moneter (meliputi:
politik diskonto, politik pasar terbuka, politik cash ratio, politik kredit selektif)
dalam mencetak dan mengedarkan uang kartal.
 Kebijakan pemerintah melalui menteri keuangan untuk menambah peredaran
uang dengan cara mencetak uang logam dan uang kertas yang nominal kecil.

 Bank umum dapat menciptakan uang giral melalui pembelian saham dan surat
berharga.
 Tingkat pendapatan masyarakat.

170
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

 Tingkat suku bunga bank.


 Selera konsumen terhadap suatu barang ( semakin tinggi selera konsumen
terhadap suatu barang maka harga barang tersebut akan terdorong naik,
sehingga akan mendorong jumlah uang yang beredar semakin banyak,
demikian sebaliknya).
 Harga barang.
 Kebijakan kredit dari pemerintah

Bank sentral umumnya mengendalikan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku
bunga sebagai instrument dalam mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis data yang digunakan untuk menyelesaikan penelitian ini adalah data sekunder
yang diperoleh dari Bank Indonesia dan Biro Pusat Statistik. Data yang digunakan adalah
data time series bulanan yaitu suku bunga SBI, nilai tukar rupiah terhadap US$, inflasi dan
jumlah uang beredar dengan sampel waktu dari Januari 2009 sampai Desember 2013. Dengan
series sebanyak 60 observasi diharapkan dapat membantu dalam mencapai tujuan penelitian
yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan multifinance.
Dimana metode yang digunakan adalah metode penelitian Historis yang bersifat Kausal-
Distributif, artinya penelitian dilakukan untuk menganalisa suatu keadaan yang telah lalu dan
mengetahui pengaruh hubungan antar variabel independent dan dependen dan analisa yang
digunakan adalah analisa regresi berganda.

Metode Analisis Penelitian yang digunakan sebelum melakukan uji hipotesis maka
terlebih dahulu data akan dianalisis dengan cara sebagai berikut :
 Melakukan uji Statistik Deskriptif
Statistik Deskriptif adalah startistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (
Sugiyono, 2009 : 206 ). Dengan kata lain hanya melihat gambaran secara umum dari data
yang didapatkan dan gunanya untuk menerapkan keadaan, gejala dan atau persoalan.
Bambang Suryoatmono (2004:18) menyatakan Statistika Deskriptif adalah statistika yang
menggunakan data pada suatu kelompok untuk menjelaskan atau menarik kesimpulan
mengenai kelompok itu saja :
 Ukuran Lokasi: mode, mean, median, dll
 Ukuran Variabilitas: varians, deviasi standar, range, dll
 Ukuran Bentuk: skewness, kurtosis, plot boks

 Melakukan Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dilakukan dengan menggunakan 4 (empat) pengujian dimana
pengujian ini telah dilakukan oleh Titik Aryati dalam Jurnal Akuntansi Th
X/02/Mei/2006 yang dalam tulisannya berjudul Pengaruh Leverage, Saham Publik dan

171
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
Reputasi Auditor terhadap Disclosures yang diterbitkan oleh Fakultas Ekonomi
Universitas Tarumanagara Jakarta, uji asumsi klasik adalah :
 Uji Normalitas
 Uji Multikoloniearitas
 Uji Autokorelasi
 Uji Heteroskedastisitas

 Melakukan uji regresi terhadap angka-angka hasil penelitian


Uji regresi digunakan untuk melihat pengaruh variabel Independen (X), atas Suku Bunga
SBI, Nilai tukar, Inflasi dan Jumlah uang beredar terhadap variabel dependen (Y) yaitu
Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang, Kartu Kredit dan Pembiayaan Konsumen. Uji ini
dinamakan regresi linier berganda dimana hipotesis penelitian akan diuji dengan
menggunakan pendekatan uji keberartian (test of significance) melalui uji t (parameter
individual) dan uji F (parameter simultan)
 Uji t ( uji signifikansi parameter individual) dipakai untuk melihat signifikansi dan
pengaruh independen secara individu terhadap variabel dependen (Sulaiman 2004 :
87)
Bila nilai t hitung lebih besar dari nilai t table berarti variabel independen tersebut
secara individual mempengaruhi variabel dependen atau jika nilai t hitung lebih besar
dari 2 (angka tersebut diperoleh dari t-statistik table dimana P=0,05 df=60).
Persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan regresi
berganda yaitu :
Sewa Guna Usaha = Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Anjak Piutang = Y2 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Kartu Kredit = Y3 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Konsumen = Y4 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Atau
Y1,2,3,4 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Keterangan :
Y1,2,3,4 = Pembiayaan sewa guna usaha, anjak piutang,
kartu kredit dan pembiayaan konsumen
a = Konstanta
b1,b2,b3 dan b4 = Koefisien determinasi dari variable X1,X2,X3,X4
X1 = Suku Bunga SBI bulanan dalam % dari Jan 2009 -
Des 2013
X2 = Nilai tukar kurs tengah Rupiah terhadap USD dari
Jan 2009 – Des 2013
X3 = Inflasi bulanan dalam % dari Jan 2009 – Des 2013
X4 = Jumlah Uang Beredar bulanan dari Jan 2009 –
Des 2013
Persamaan regresi yang telah ditemukan dapat digunakan untuk melakukan prediksi
(ramalan) bagaimana individu dalam variable dependen akan terjadi jika individu
dalam variable independent ditetapkan (Sugiyono, 2009 : 275).

172
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

 Uji F ( Uji Signifikansi Simultan)


Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh dari variabel-variabel independent secara
keseluruhan terhadap variabel dependent (Sulaiman, 2004 : 86). Dalam penelitian ini
pengujian dilakukan dengan metode statistic analisis varians (ANOVA), digunakan
untuk menguji hipotesis nol, bila F hitung lebih besar dari nilai F tabel maka semua
varibel independent secara simultan atau serentak berpengaruh pada variabel
dependent secara signifikan. Untuk lebih menjelaskan pengaruhnya maka digunakan
Model Summary melalui R Square yang menjelaskan persentase pengaruhnya serta
pengaruh lain yang mempengaruhi.

ANALISIS DAN BAHASAN TEMUAN

Data penelitian ini diambil dari pelaporan bulanan semua perusahaan pembiayaan di
Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan ( d/h Bapepam ) dan Bank Indonesia untuk periode dari
Januari 2009 – Desember 2013
Dalam penelitian ini persamaan regresi yang digunakan adalah persamaan regresi
berganda seperti yang sudah disebutkan dalam bab sebelumnya. Sementara untuk pengolahan
datanya dilakukan dengan bantuan program SPSS 22. Tetapi sebelum dilakukan analisa
terhadap persamaan regresi tersebut maka terlebih dahulu dilakukan beberapa uji statistik dan
uji asumsi klasik untuk mendapatkan bentuk persamaan BLUE ( best, linier, unbias,
estimated ).

Uji Statistik

Tabel 2 Output Statistik Deskriptif variabel X

Output pada tabel menunjukkan pada variable independen terdapat 60 periode waktu selama
lima tahun yaitu Januari 2009 sampai dengan Desember 2013. Suku Bunga Sertifikat Bank
Indonesia dengan nilai minimum 5.75% maksimum 8.75% dan rata-ratanya adalah 6.49%
sementara standard deviasinya 0.65%. Sedangkan Nilai Tukar Rupiah terhadap 1 USD yaitu
nilai minimumnya Rp 8.508 dan maksimum Rp 12.189, rata-rata nilai tukar Rp 9.621,33
dengan standard deviasi Rp 930,82. Inflasi dengan nilai minimum 2.41% dan maksimum
9.17% dimana rata-rata inflasi sebesar 5.33% dengan standard deviasi 1.79%. Untuk Jumlah
Uang Beredar didapatkan dari hasil proses dengan minimum Rp 1.433,55 triliun maksimum

173
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
Rp 2.820,31 triliun, rata-ratanya berada pada angka Rp 1.996,47 triliun dengan standar
deviasi Rp 413,36 triliun.

Tabel 3 Output Statistik Deskriptif variabel Y

Output pada Tabel menunjukkan banyaknya data pada variabel dependen (Y) yaitu terdapat
60 periode waktu selama lima tahun dari Januari 2009 sampai dengan Desember 2013. Nilai
minimum Sewa Guna Usaha adalah Rp 45,94 triliun dan maksimum sebesar Rp 117,36
triliun dimana rata-rata dari Sewa Guna Usaha sebesar Rp 74,06 triliun dengan standar
deviasi Rp 26,93 triliun. Anjak Piutang (Factoring) pembiayaan minimum sebesar Rp 1,81
triliun dan maksimum Rp 7,69 triliun, rata-rata pembiayaan Rp 3,44 triliun dengan standar
deviasi Rp 1,59 triliun. Sementara Kartu Kredit pembiayaan minimum hanya sebesar Rp 1
milyar maksimum Rp 1,12 triliun dengan rata-rata Rp 481,42 milyar dan standar deviasi Rp
471,01 milyar. Sedangkan untuk Pembiayaan Konsumen minimum adalah Rp 80,31 triliun
dan maksimum sebesar Rp 222,96 triliun dimana rata-rata pembiayaan konsumen Rp 147,58
triliun dengan standar deviasi Rp 45,76 triliun.

Uji Asumsi dalam Model Regresi


Uji Asumsi dilakukan dengan Model Regresi dimana Hasil Model Regresi sebagai
berikut :
Y (Pembiayaan) = a+b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + e

Analisis dilakukan terhadap :


 Pembiayaan Sewa Guna Usaha (Leasing)
 Pembiayaan Anjak Piutang (Factoring)
 Pembiayaan Kartu Kredit
 Pembiayaan Konsumen

Sementara untuk variabel makronya maka analisis dilakukan terhadap :


 Suku Bunga SBI
 Nilai Tukar
 Inflasi
 Jumlah Uang Beredar

174
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

Hasil model regresi secara keseluruhan


Sewa Guna Usaha = Y1 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Anjak Piutang = Y2 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Kartu Kredit = Y3 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e
Konsumen = Y4 = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Disederhanakan menjadi :
Model Regresi 1 = Pengaruh variabel makro terhadap Pembiayaan
Sewa Guna Usaha (Leasing)
Model Regresi 2 = Pengaruh variabel makro terhadap Pembiayaan
Anjak Piutang (Factoring)
Model Regresi 3 = Pengaruh variabel makro terhadap Pembiayaan
Kartu Kredit
Model Regresi 4 = Pengaruh variabel makro terhadap Pembiayaan
Konsumen

Tabel 4 Hasil Penelitian Uji Asumsi

175
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181

Tabel 5 Hasil Penelitian Uji Hipotesis

Dasar Pengambilan Keputusan


UJI F : Jika probabilitasnya (nilai sig) > 0.05 atau F hitung < F tabel maka H0 tidak
ditolak
Jika probabilitasnya (nilai sig) < 0.05 atau F hitung > F tabel maka H0 ditolak
UJI t : Jika probabilitasnya (nilai sig) >0.05 atau - t tabel< t hitung< t tabel maka H0
tidak ditolak
Jika probabilitasnya (nilai sig) < 0.05 atau t hitung< - t tabel atau t hitung>t
tabel maka H0 ditolak

Dengan demikian Model yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Y1 (leasing) = -33,844.781- 11,812.225*suku bunga Sertifikat Bank Indonesia +


8.588*nilai tukar + 210.248*inflasi + 0.051*jumlah uang beredar + e

Berdasarkan Uji F pada tabel di atas nilai sig = 0.000 < 0.05, sehingga H0 ditolak,
yang berarti suku bunga bank indonesia, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pembiayaan sewa
guna usaha. Hasil yang diperoleh dari model Regresi 1 ini menunjukkan bahwa
variabel-variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel
pembiayaan sewa guna usaha kecuali untuk konstanta dan suku bunga SBI. Secara
Model, suku bunga SBI mempunyai nilai koefisien sebesar -11812, maka setiap
kenaikan tingkat suku bunga SBI sebesar 1% akan menurunkan pembiayaan sewa
guna usaha sebesar Rp 11,812 triliun, nilai tukar Rupiah terhadap dolar dengan nilai
koefisien sebesar 8,588 artinya bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1
rupiah/dolar, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan sewa guna usaha sebesar
Rp 8,59 milyar, untuk tingkat inflasi yang mempunyai nilai koefisien sebesar 210,248
yang berarti bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi sebesar 1%, ceteris paribus akan
menaikkan pembiayaan sewa guna usaha sebesar Rp 210,25 milyar sedangkan yang
terakhir adalah pengaruh jumlah uang beredar terhadap pembiayaan sewa guna usaha
maka secara model dengan tingkat signifikan 5% jumlah uang beredar yang
mempunyai nilai koefisien sebesar 0,051 diartikan bahwa setiap kenaikan jumlah
176
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...
uang beredar sebesar Rp 1 triliun, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan sewa
guna usaha sebesar Rp 51 juta. Sementara konstanta diartikan bahwa pembiayaan
sewa guna usaha akan berkurang sebesar Rp 33,84 triliun bila variabel suku bunga
SBI, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar konstan (tetap/nol). Dalam model
yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan pembiayaan
sewa guna usaha dipengaruhi oleh besaran inflasi, dimana dengan makin besar inflasi
menjadi seolah-olah sebagai stimulus terhadap peningkatan pembiayaan sewa guna
usaha. Bidang-bidang yang dapat memperoleh jasa pembiayaan sewa guna usaha
adalah manufakturing, pengangkutan, pertambangan, kontruksi, perdagangan,
pertanian dan perkebunan, perikanan dan pertenakan, peralatan kantor, perbengkelan,
kesehatan, pariwisata, perhubungan, kehutanan, berbagai pelayanan jasa dan lain-lain.
Tahun 2013 kondisi pertambangan global yang melambat menyebabkan pertumbuhan
nilai leasing secara keseluruhan tidak signifikan tetapi sejak 2009-2013 porsinya
selalu diatas 28% dari total pembiayaan perusahaan multifinance.

Y2 (factoring) = -9,441.050 + 438.017*suku bunga Sertifikat Bank Indonesia +


0.277*nilai tukar - 97.958*inflasi + 0.004*jumlah uang beredar + e

Berdasarkan Uji F pada tabel di atas nilai sig = 0.000 < 0.05, sehingga H0 ditolak,
yang berarti suku bunga bank indonesia, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pembiayaan factoring.
Hasil yang diperoleh dari model Regresi 2 ini menunjukkan bahwa variabel-variabel
yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel pembiayaan factoring
kecuali untuk konstanta dan inflasi. Secara Model, suku bunga SBI mempunyai nilai
koefisien sebesar 438,017, maka setiap kenaikan tingkat suku bunga SBI sebesar 1%
akan menaikkan pembiayaan factoring sebesar Rp 438,017 milyar, nilai tukar Rupiah
terhadap dolar dengan nilai koefisien sebesar 0,277 artinya bahwa setiap kenaikan
nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan
factoring sebesar Rp 277 juta, untuk tingkat inflasi yang mempunyai nilai koefisien
sebesar -97,958 yang berarti bahwa setiap kenaikan tingkat inflasi sebesar 1%, akan
mengakibatkan penurunan pembiayaan factoring sebesar Rp 97,96 milyar sedangkan
yang terakhir adalah pengaruh jumlah uang beredar terhadap pembiayaan factoring
maka secara model dengan tingkat signifikan 5% jumlah uang beredar yang
mempunyai nilai koefisien sebesar 0,004 diartikan bahwa setiap kenaikan jumlah
uang beredar sebesar Rp 1 triliun, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan
factoring hanya sebesar Rp 4 juta. Sementara konstanta diartikan bahwa pembiayaan
factoring akan berkurang sebesar Rp 9,44 triliun bila variabel suku bunga SBI, nilai
tukar, inflasi dan jumlah uang beredar konstan (tetap/nol). Dalam model yang
dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan pembiayaan
factoring dipengaruhi oleh besaran suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, dimana
dengan makin besar suku bunga Sertifikat Bank Indonesia menjadi seolah-olah
sebagai stimulus terhadap peningkatan pembiayaan factoring bahwa kenaikan tingkat
suku bunga Sertifikat Bank Indonesia ini masih bisa ditutupi oleh keuntungan oleh
sebagian besar perusahaan multifinance yang menyalurkan pembiayaan di sektor

177
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
factoring. Hampir sebagian besar sektor ini fokus pada usaha-usaha di bidang
perdagangan dimana nasabah dapat memperoleh maksimal 80% pendanaan dari nilai
piutang yang dijaminkan. Nasabah dapat menjaminkan piutang dagangnya (kategori
lancar) untuk diubah dalam bentuk uang tunai dengan tingkat diskonto yang juga
lebih rendah dari keuntungan yang diperoleh dari pembelian tunai. Manfaat dari
factoring bahwa Perusahaan yang kesulitan/kekurangan dana akan segera
memperoleh dana tunai sehingga terdapat aliran kas masuk (cash in flow) yang bisa
digunakan untuk modal kerja perusahaan. Aliran kas (cash in flow) akan lebih lancar
karena perusahaan tidak perlu menunggu pencairan piutang sampai jatuh tempo.
Namun sektor factoring di Indonesia kurang berkembang dimana fluktuasi
pembiayaan naik turun sejak 2009 – 2013 dimana market share nya hanya berkisar
1,2% - 1,9% dari keseluruhan pembiayaan perusahaan multifinance, dan juga karena
service fee serta discount charge dikenakan kepada klien atas uang muka (advanced
payment) dari pelunasan factoring cukup tinggi.

Y3 (kartu kredit) = 1,958.924 + 69.680*suku bunga Sertifikat Bank Indonesia -


0.015*nilai tukar + 51.484*inflasi - 0.001*jumlah uang beredar + e

Berdasarkan Uji F pada tabel di atas nilai sig = 0.000 < 0.05, sehingga H0 ditolak,
yang berarti suku bunga bank indonesia, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pembiayaan kartu
kredit. Hasil yang diperoleh dari model Regresi 3 ini menunjukkan bahwa variabel-
variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel pembiayaan
kartu kredit kecuali untuk nilai tukar dan jumlah uang beredar. Secara Model, suku
bunga SBI mempunyai nilai koefisien sebesar 69,680, maka setiap kenaikan tingkat
suku bunga SBI sebesar 1% akan menaikkan pembiayaan kartu kredit sebesar Rp
69,68 milyar, nilai tukar Rupiah terhadap dolar dengan nilai koefisien sebesar -0,015
artinya bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, maka akan
menurunkan pembiayaan kartu kredit sebesar Rp 15 juta, untuk tingkat inflasi yang
mempunyai nilai koefisien sebesar 51.484 yang berarti bahwa setiap kenaikan tingkat
inflasi sebesar 1%, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan kartu kredit sebesar
Rp 51,48 milyar sedangkan yang terakhir adalah pengaruh jumlah uang beredar
terhadap pembiayaan kartu kredit maka secara model dengan tingkat signifikan 5%
jumlah uang beredar yang mempunyai nilai koefisien sebesar -0,001 diartikan bahwa
setiap kenaikan jumlah uang beredar sebesar Rp 1 triliun, ceteris paribus akan
menurunkan pembiayaan kartu kredit sebesar Rp 1 juta. Sementara konstanta
diartikan bahwa pembiayaan kartu kredit akan naik sebesar Rp 1,96 triliun bila
variabel suku bunga SBI, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar konstan
(tetap/nol). Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat
pertumbuhan pembiayaan kartu kredit dipengaruhi oleh besaran variabel independen.
Kecenderungan jika keempat variabel independen mengalami kenaikan maka
cenderung akan berpengaruh negative terhadap pembiayaan kartu kredit, apalagi
bunga yang dikenakan terhadap kartu kredit juga sangat mahal dibandingkan
pendanaan dari selain kartu kredit dan sektor ini juga tampaknya kurang diminati oleh

178
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...
pelaku multifinance, hanya ada satu perusahaan yang dominan bergerak di sektor ini
dan beberapa waktu belakang ini sudah tidak aktif. Perkembangan kartu kredit di
Indonesia juga agak sulit karena selain pasarnya hanya di kota besar dan di kalangan
tertentu tetapi juga karena langsung berkompetisi dengan perbankan yang gencar
menawarkan kartu kredit, sehingga perkembangan pembiayaannya dibandingkan tiga
pembiayaan lainnya relatif sangat kecil dari tahun 2009 – 2013 dimana porsi
pembiayaannya hanya berkisar 0,2%-0,7% dari total pembiayaan multifinance.

Y4 (consumer) = -32,255.588 + 6,126.134*suku bunga Sertifikat Bank Indonesia –


10.293*nilai tukar + 1,010.971*inflasi + 0.117*jumlah uang beredar + e

Berdasarkan Uji F pada tabel di atas nilai sig = 0.000 < 0.05, sehingga H0 ditolak,
yang berarti suku bunga bank indonesia, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel pembiayaan kartu
kredit. Hasil yang diperoleh dari model Regresi 4 ini menunjukkan bahwa variabel-
variabel yang digunakan mempunyai hubungan positif terhadap variabel pembiayaan
konsumen kecuali untuk konstanta dan nilai tukar. Secara Model, suku bunga SBI
mempunyai nilai koefisien sebesar 6126,134, maka setiap kenaikan tingkat suku
bunga SBI sebesar 1% akan menaikkan pembiayaan konsumen sebesar Rp 6,13 triliun
, nilai tukar Rupiah terhadap dolar dengan nilai koefisien sebesar -10,293 artinya
bahwa setiap kenaikan nilai kurs sebesar 1 rupiah/dolar, maka akan menurunkan
pembiayaan konsumen sebesar Rp 10,29 milyar, untuk tingkat inflasi yang
mempunyai nilai koefisien sebesar 1010.971 yang berarti bahwa setiap kenaikan
tingkat inflasi sebesar 1%, ceteris paribus akan menaikkan pembiayaan konsumen
sebesar Rp 10,11 triliun sedangkan yang terakhir adalah pengaruh jumlah uang
beredar terhadap pembiayaan kartu kredit maka secara model dengan tingkat
signifikan 5% jumlah uang beredar yang mempunyai nilai koefisien sebesar 0,117
diartikan bahwa setiap kenaikan jumlah uang beredar sebesar Rp 1 triliun, ceteris
paribus akan menaikkan pembiayaan konsumen sebesar Rp 117 juta. Sementara
konstanta diartikan bahwa pembiayaan konsumen akan turun sebesar Rp 32,26 triliun
bila variabel suku bunga SBI, nilai tukar, inflasi dan jumlah uang beredar konstan
(tetap/nol).

Dalam model yang dibangun dalam penelitian ini terlihat bahwa tingkat pertumbuhan
pembiayaan konsumen dipengaruhi oleh besaran suku bunga dan tingkat inflasi
dimana semakin besar variabel tersebut maka seolah-olah justru menjadi stimulus
terhadap peningkatan pembiayaan konsumen. Hal ini dapat dijelaskan karena bisnis
consumer finance tidak terlalu rentan terhadap fluktuasi inflasi dan suku bunga,
mengingat sektor consumer finance ini terkait dengan kebutuhan konsumsi seharo-
hari masyarakat pada umumnya, seperti kendaraan bermotor ( baik roda dua maupun
roda empat ), barang-barang elektronik dan kebutuhan lainnya yang juga tumbuh
sesuai dengan pertumbuhan kemampuan finansialnya, ditambah lagi sektor consumer
finance ini sejak 2009-2013 porsinya selalu diatas 60% dari keseluruhan total
pembiayaan perusahaan multifinance. Walaupun tahun 2013 terjadi perlambatan
pertumbuhan tetapi perusahaan multifinance tetap growth 15,21% dimana

179
JURNAL BISNIS DAN MANAJEMEN/Volume 53/No.12/Desember -2016 : 164-181
perlambatan tersebut dikarenakan adanya aturan baru dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) yang mengatur perusahaan multifinance.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
 Perkembangan perusahaan multifinance di Indonesia belakangan ini diukur dari
pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang menunjukkan trend yang terus meningkat,
terutama pada jenis pembiayaan konsumen dan sewa guna usaha. Tingginya permintaan
pembiayaan konsumen dipicu oleh tingginya permintaan terhadap barang-barang
konsumsi tahan lama (durable goods)

 Pengaruh variabel makro perusahaan multifinance terhadap :


 Pembiayaan sewa guna usaha. Hasilnya adalah secara sendiri-sendiri variabel
suku bunga berpengaruh negatif, nilai tukar dan jumlah uang beredar
berpengaruh positif terhadap pembiayaan sewa guna usaha dan inflasi tidak
berpengaruh.
 Pembiayaan anjak piutang. Hasilnya adalah suku bunga SBI, nilai tukar dan
jumlah uang beredar berpengaruh positif sedangkan inflasi berpengaruh
negatif.
 Pembiayaan kartu kredit. Hasilnya adalah suku bunga SBI tidak berpengaruh,
inflasi berpengaruh positif, nilai tukar dan jumlah uang beredar berpengaruh
negatif.
 Pembiayaan konsumen. Hasilnya adalah suku bunga SBI dan jumlah uang
beredar berpengaruh positif, nilai tukar berpengaruh negatif dan inflasi tidak
berpengaruh.

SARAN
 Diharapkan untuk peneliti selanjutnya sebaiknya dapat menghadirkan variabel non-
kuantitatif dengan menambahkan variabel-variabel lainnya seperti pesaing,
kemampuan modal, managerial dan lain-lainnya

 Permintaan pembiayaan oleh masyarakat (khususnya pembiayaan konsumen) sangat


tinggi dan terkesan bahwa masyarakat tidak rasional dalam hal memperoleh
pembiayaan dari multifinance karena tidak sensitif terhadap suku bunga yang
ditawarkan perusahaan multifinance. Sehingga disarankan kiranya Perusahaan
Pembiayaan lebih mendalam menganalisa mengenai perilaku konsumen dalam
melakukan pinjaman ke perusahaan multifinance agar tidak terjadi kredit macet.

180
Liliasari : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ...

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Agung, Juda, dkk. (2001). Fenomena Credit Crunch di Indonesia: Fakta, Penyebab dan
Implikasi Kebijakan, Bank Indonesia.
Arthesa, Ade & Handiman, Edia. (2006). Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta,
PT Indeks Kelompok Gramedia.
Ball, R.J. and Drake, Pamela S. (1963). The Impact of Credit Control on Consumer Durable
Spending in the United Kingdom, 1957-1961, Review of Economic Studies.
Bernanke, Ben S. and Gertler, Mark, (1995). Inside the Black Box : The Credit Channel of
Monetary Policy Tranmission, The Journal of Economic Prespectives Vol. 9 No.4 pp
27-48
Boediono (2009). Kumpulan Esai Ekonomi : Ekonomi Indonesia, Mau ke Mana?, Jakarta :
PT Gramedia
Carey, Mark; Post, Mitch and Sharpe, Steven A. (June 1998). Does corporate lending by
banks and finance companies differ? Evidence on specialization in private dect
contracting, The Journal of Finance, Vol. LIII No. 3.
Eastwood, David B. and Anderson, Robert. (March 1976). Consumer Credit and Consumer
Demand for Automobile, Journal of Finance.
Ghozali, Imam (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS, Semarang
: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Grenadier, Steven R. (1996). Leasing and Credit Risk, Journal of Financial Economics
Gujarati, Damodar N. (1995). Basic Econometrics, Mcgraw-Hill International Edition, Third
Edition
Hadad, Muliaman D, dkk. (2004). Model dan estimasi permintaan dan penawaran kredit
konsumsi rumah tangga di Indonesia, Joint Research Bank Indonesia dan Universitas
Pajajran.
Hendro, Tri dan Tjandra Rahardja, Conny, SE.,M.M. (2014). Bank & Institusi Keuangan Non
Bank di Indonesia, UPP.STIM.YKPN.
Ibrahim, Johannes. (2004). Bank sebagai Lembaga Intermediasi dalam Hukum Positif,
Bandung, CV Utama.
Kuncoro, Mudrajat. (2002). Manajemen Perbankan, Teori & Aplikasi, Yogyakarta, BPFE
Mavrotas, George and Vinogradov, Dmitri. (2007) Financial sector structure and financial
crisis burden, Journal of Financial Stability.
Mishkin, Frederic S. (2006) The Economics of Money, Banking, and Financial Markets,
Pearson International Edition, 7th edition update.
Nachrowi, D Nachrowi dan Usman, Hardius. (2006) Pendekatan Populer dan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi UI, Jakarta
Saunders and Cornett. (2007). Financial Markets and Institutions, An introduction to the
Risk Management Approach, Mcgraw-Hill, Third Edition.
Schmit, Mathias. (2004). Credit risk in the leasing industry, Journal of Banking and Finance.
Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika, Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi
kedua, Penerbit Ekonosia, UII, Yogyakarta

181

You might also like