Professional Documents
Culture Documents
Validity and Reliability Test: Brief Illness Perception Questionnaire (B-Ipq) in Asthma Patients in Rsud Soedarso
Validity and Reliability Test: Brief Illness Perception Questionnaire (B-Ipq) in Asthma Patients in Rsud Soedarso
1, April 2017
ABSTRACT
Brief Illness Perception Questionnaire (B-IPQ) is a brief questionnaire which is
used to assess patient's illness perceptions and to evaluate the illness perception
in patients with chronic diseases, for example asthma. B-IPQ instrument has not
been used to measure asthma patients's perceptions in Indonesia, specifically in
West Kalimantan. Therefore, to make the B-IPQ instrument can be used on
asthma patients in Indonesia, the validity and reliability tests of B-IPQ instrument
Indonesian version are needed. This study aimed to determine the validity and
reliability of Indonesian version of B-IPQ instrument in asthma patients in RSUD
Dokter Soedarso Pontianak. This research used cross sectional design and
purposive sampling technique. The respondents that were taken are 32 asthma
patients. Validity test was measured using Pearson correlation (correlation score ≥
0,3) and reliability test was determined using Internal consistency technique
(Cronbach alpha coefficient ≥ 0,7). The results of this study are the validity test
show correlation score in each item > 0,3 (p=0,05) and the reliability test show the
Cronbach alpha coefficient is 0,787 > 0,7 (p=0,05). It is concluded that Indonesian
version of B-IPQ instrument is valid and reliable to measure the perception of
illness in asthma patients in RSUD Dokter Soedarso Pontianak.
ABSTRAK
Brief Illness Perception Questionnaire (B-IPQ) merupakan kuesioner singkat yang
digunakan untuk studi tentang persepsi penyakit seseorang dan sesuai untuk
mengevaluasi persepsi penyakit pada pasien dengan penyakit kronis, salah
satunya asma. Instrumen ini belum pernah digunakan untuk mengukur persepsi
pada pasien asma di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Oleh sebab itu,
agar instrumen B-IPQ dapat diterapkan pada penyakit asma di Indonesia, uji
validitas dan reliabilitas pada instrumen B-IPQ versi bahasa Indonesia perlu
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas
instrumen B-IPQ versi Indonesia pada pasien asma di RSUD Dokter Soedarso
Pontianak. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik
purposive sampling. Responden yang terlibat adalah 32 orang pasien asma. Uji
validitas dilakukan dengan metode Pearson correlation (nilai korelasi ≥ 0,3) dan uji
reliabilitas menggunakan teknik Internal consistency (Cronbach alpha coefficient
≥ 0,7). Hasil penelitian ini adalah uji validitas menunjukkan nilai korelasi masing-
masing item > 0,3 (p=0,05) dan uji reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach alpha
coefficient sebesar 0,787 > 0,7 (p=0,05). Kesimpulannya instrumen B-IPQ versi
Indonesia valid dan reliabel untuk mengukur persepsi penyakit pada pasien asma
di RSUD Dokter Soedarso Pontianak.
Alamat korespondensi :
agustyanisurya25@gmail.com
47
Brief Illness Perception Questionnaire .................... (Surya Agustyani, dkk)
48
Farmasains Vol. 4 No. 2, Oktober 2017
49
Brief Illness Perception Questionnaire .................... (Surya Agustyani, dkk)
50
Farmasains Vol. 4 No. 2, Oktober 2017
reliabilitas instrumen B-IPQ versi Indonesia dapat (Broadbent et al., 2015). Hasil ini mendukung
dilihat pada lampiran Tabel 3. Instrumen validitas dan reabilitas instrumen B-IPQ yang
dikatakan reliabel dan dapat diterima jika nilai dialihbahasakan.
Cronbach alpha coefficient ≥ 0,7 dengan taraf
kepercayaan 95% (p=0,05) dan dikatakan tidak
reliabel atau kurang baik jika nilai Cronbach alpha Penilaian Instrumen B-IPQ Versi Indonesia
coefficient < 0,7 (Priyatno, 2010). Berdasarkan
table 3, hasil uji reliabilitas (keandalan) instrumen Instrumen B-IPQ versi Indonesia terdiri
B-IPQ versi Indonesia pada pasien asma atas 9 butir pertanyaan yaitu pada butir
menunjukkan nilai Cronbach alpha coefficient pertanyaan 1-8 memiliki skala 0-10 dengan
adalah 0,787 lebih besar dari 0,7, sehingga dapat deskriptor endpoint dan pada butir pertanyaan 9
disimpulkan bahwa butir pertanyaan 1-8 pada pasien diminta untuk membuat daftar apa yang
instrumen B-IPQ versi Indonesia reliabel dan mereka yakini sebagai faktor penyebab utama
dapat digunakan untuk mengukur persepsi dari penyakit asma mereka (Løchting, et al.,
penyakit pada pasien asma. Hal ini sesuai pada 2013). Hasil pengumpulan data instrumen B-IPQ
penelitian Janti, yang menyebutkan bahwa nilai versi Indonesia butir pertanyaan 1-8 berdasarkan
koefisien reliabilitas atau Cronbach alpha yang nilai rata-rata dapat dilihat pada Tabel 4.
baik adalah di atas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 Dilakukan dua penilaian pada instrumen B-IPQ
(baik) (Janti, 2014). Hal ini diperjelas dengan versi Indonesia yaitu penilaian setiap butir
penelitian Løchting et al., tahun 2013 yang pertanyaan yang disesuaikan dengan
menyebutkan instrumen ini telah diterjemahkan pertanyaan masing-masing butir pertanyaan
ke dalam beberapa bahasa dan digunakan lintas- tersebut dan penilaian secara keseluruhan dari
nasional, yang berarti bahwa instrumen ini sudah skor total semua butir pertanyaan untuk melihat
memenuhi segala aspek untuk menggambarkan persepsi pasien terhadap penyakit asma yang
persepsi penyakit dari seorang pasien serta dianggap sebagai ancaman atau tidak.
dapat digunakan dimanapun.
Hasil uji validitas dan reabilitas instrumen Penilaian setiap butir pertanyaan 1-8
B-IPQ versi Indonesia pada pasien asma sejalan dilakukan dengan melihat nilai rata-rata masing-
dengan penelitian yang dilakukan oleh Prayuda masing butir pertanyaan. Setiap butir pertanyaan
(Prayuda, 2016) untuk penyakit hipertensi dan memiliki skor skala 0-10, dimana skor yang
penelitian Bangga(Bangga, 2016) untuk penyakit semakin tinggi menggambarkan persepsi yang
diabetes melitus yang menyimpulkan bahwa semakin kuat untuk dimensi tersebut, sehingga
instrumen B-IPQ valid dan reliabel untuk skor yang berada di tengah rentang
mengukur persepsi penyakit terkait. B-IPQ versi menggambarkan dimensi tersebut cukup
lain yang diterjemahkan ke dalam bahasa berdampak terhadap persepsi. Butir pertanyaan
Belanda, Iran, Spanyol, dan Taiwan juga tersebut meliputi dimensi konsekuensi, waktu,
menunjukkan validitas dan reabilitas yang baik kontrol pribadi, kontrol pengobatan, identitas,
51
Brief Illness Perception Questionnaire .................... (Surya Agustyani, dkk)
Tabel 4. Data Hasil Instrumen B-IPQ Versi Indonesia Butir Pertanyaan 1-8 Berdasarkan
Nilai Rata-rata
kekhawatiran, koherensi, dan representasi emosi (persepsi negatif). Butir pertanyaan 7 memiliki
(Broadbent et al, 2015). rata-rata skor sebesar 7,84, artinya pasien cukup
memahami penyakitnya (persepsi positif). Butir
Butir pertanyaan 1 memiliki rata-rata skor pertanyaan 8 memiliki rata-rata skor sebesar
sebesar 6,38, artinya pasien mengganggap 6,81, artinya pasien menganggap asma cukup
asma cukup berdampak atau mempengaruhi mempengaruhinya secara emosional (persepsi
kehidupannya (persepsi negatif), sebab skor negatif). Skor total rata-rata kedelapan butir
yang diperoleh berada disekitar 4-6 yang pertanyaan secara keseluruhan ialah 54.69 yang
merupakan pertengahan diantara skor 0-10. Butir artinya penyakit asma masih dianggap sebagai
pertanyaan 2 memiliki skor rata-rata 5,94, artinya ancaman, karena berada di atas batas tengah
pasien cukup khawatir akan kemajuan yaitu 40 dengan rentang nilai total rata-rata 0
penyakitnya yang akan berlangsung dalam waktu sampai dengan 80. Hal ini menunjukkan jika
lama (persepsi negatif). Butir pertanyaan 3 persepsi pasien asma cenderung ke arah negatif.
memiliki rata-rata skor sebesar 6,59, artinya Butir pertanyaan 9 merupakan pertanyaan
pasien cukup memiliki kendali atas penyakitnya terakhir yang menggambarkan dimensi
(persepsi positif). Butir pertanyaan 4 memiliki penyebab. Tiga faktor utama yang paling banyak
rata-rata skor sebesar 8,38, artinya pasien diyakini sebagai penyebab utama penyakit asma
menganggap penggobatan sangat membantu pasien yaitu cuaca (28 pasien atau 87.50%),
penyakitnya (persepsi positif). Butir pertanyaan 5 lingkungan (21 pasien atau 65.63%) dan aktivitas
memiliki rata-rata skor sebesar 6,44, artinya fisik (18 pasien atau 56.25%), kemudian diikuti
pasien cukup banyak mengalami gejala dari oleh faktor-faktor lain seperti makanan, stress,
penyakitnya (persepsi negatif). Butir pertanyaan keturunan, dan obesitas. Sedikit banyak faktor-
6 memiliki rata-rata skor sebesar 6,3, artinya faktor tersebut juga telah disebutkan di dalam
pasien cukup khawatir terhadap penyakitnya InfoDATIN (2014) dimana faktor risiko terjadinya
52
Farmasains Vol. 4 No. 2, Oktober 2017
asma merupakan interaksi antara faktor penjamu yang mengalami asma. Penerimaan diri yang
(host factor) dan faktor lingkungan. Faktor dimiliki oleh individu yang menderita penyakit
penjamu tersebut berupa genetik, atopi, kronis akan berdampak pada terbentuknya sikap
hiperresponsif saluran napas, jenis kelamin, dan positif terhadap keadaan yang dialami. Hal
ras. Faktor lingkungan terbagi menjadi dua yaitu tersebut mempengaruh individu untuk lebih
faktor lingkungan yang mempengaruhi mampu menyesuaikan kondisi emosional, tidak
berkembangnya asma pada individu dengan putus asa, dan mampu beradaptasi terhadap
predisposisi asma yaitu alergen dalam ruangan stres. Individu yang mampu menerima kondisi
seperti alergen binatang dan jamur serta alergen penyakitnya dan puas terhadap kondisinya akan
di luar ruangan seperti asap rokok, polusi udara, mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang
diet, dan obat, serta obesitas dan faktor dimiliki dan tidak hanya terus memikirkan dan
lingkungan yang mencetuskan eksaserbasi dan menyesali penyakit yang dialami. Individu
atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap yang percaya dengan kemampuan diri lebih
seperti alergen di dalam dan di luar ruangan, mampu bangkit dari keterpurukan dan tingkat
polusi, aktivitas fisik, perubahan cuaca, makanan stres yang dialami dapat menurun. Dengan
aditif, obat-obatan, ekspresi emosi berlebihan, demikian individu akan memiliki mental yang
asap rokok, dan iritan (InfoDATIN, 2014). kuat, sehingga beban penyakit yang dialaminya
akan menjadi lebih ringan serta kekambuhan
Peningkatan Persepsi Ke Arah Positif penyakit yang dialami dapat menurun (Utami,
Hasil dari uji validitas dan reliabilitas 2013).
menunjukkan hasil yang baik, karena butir-butir Peningkatan persepsi pasien asma ke arah
pertanyaan pada instrumen tersebut valid dan positif juga memerlukan keterlibatan pihak
reliabel digunakan pada pasien asma di RSUD keluarga pasien. Pihak keluarga harus
Dokter Soedarso Pontianak. Instrumen B-IPQ memberikan dukungan sosial baik berupa
versi Indonesia diharapkan dapat digunakan dukungan emosional, dukungan penghargaan,
untuk penelitian lebih lanjut untuk mengukur dukungan instrumental, maupun dukungan
persepsi penyakit pada pasien asma. Diharapkan informatif. Dukungan-dukungan tersebut
dengan mengetahui persepsi penyakit dari membuat pasien merasa diperhatikan, nyaman,
pasien dapat membantu meningkatkan mutu diperdulikan, dan dicintai oleh keluarga sehingga
pelayanan serta memotivasi pasien tersebut pasien akan lebih mampu menghadapi
untuk mengatasi penyakit asma yang masalah dengan lebih baik. Hal tersebut juga
dideritanya. akan membantu pasien untuk meningkatkan
Persepsi pasien asma terkait penyakit yang rasa percaya dirinya, mengurangi kecemasan
diderita sangat berperan penting dalam karena pasien dapat langsung memecahkan
meningkatkan kualitas hidup pasien. masalah yang berhubungan dengan materi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan terlihat Dengan berkurangnya permasalahan yang
bahwa persepsi pasien asma rawat jalan yang dihadapi, stres yang dialami oleh pasien yang
berkunjung ke RSUD Dokter Soedarso Pontianak mengalami asma dapat menurun. Selain itu,
memiliki persepsi yang negatif terkait penyakit akan membuat wawasan pasien menjadi lebih
yang dideritanya. Hal tersebut membutuhkan luas sehingga dapat lebih berpikir positif
perhatian khusus oleh tenaga kesehatan dalam menghadapi suatu permasalahan
khususnya tenaga kefarmasian agar persepsi (Utami, 2013).
pasien dapat berubah menjadi positif sehingga
kualitas hidupnya dapat menjadi lebih baik. Keterbatasan Penelitian
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh tenaga Keterbatasan dalam penelitian ini ialah
kefarmasian dalam meningkatkan persepsi terbatasnya jumlah pasien rawat inap pada waktu
pasien dapat dilakukan dengan memberikan pengambilan sampel, sehingga lebih didominasi
intervensi berupa konseling, informasi, dan oleh pasien rawat jalan. Selain itu, kurangnya
edukasi (KIE), pelayanan informasi obat (PIO), literatur seperti penelitian B-IPQ di Indonesia,
pemantauan terapi obat (PTO), dan pharmacy terutama dalam bidang kefarmasian.
home care sehingga dapat meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan pasien dalam KESIMPULAN
mengkonsumsi obat asma. Instrumen B-IPQ versi Indonesia valid dan
Peningkatan persepsi pasien asma ke arah reliabel untuk mengukur persepsi penyakit pada
positif selain melibatkan peran tenaga pasien asma di RSUD Dokter Soedarso
kefarmasian, dibutuhkan peran pasien itu sendiri Pontianak dengan nilai korelasi masing-masing
dan peran keluarga. Persepsi negatif yang item > 0,3 (p=0,05) dan nilai Cronbach alpha
dimiliki pasien harus ditingkatkan menjadi lebih coefficient 0,787 > 0,7 (p=0,05).
positif, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah melalui penerimaan diri bagi individu
53
Brief Illness Perception Questionnaire .................... (Surya Agustyani, dkk)
Bangga, R.D. 2016. Uji validitas dan reliabilitas Kaptein, Ad A., Klok, T., Moss-Morris, R., and
instrumen Brief Illness Perception Brand, PLP. 2010. Illness perceptions:
Questionnaire (B-IPQ) versi Indonesia impact on self-management and control in
pada pasien diabetes melitus di RSUD asthma. Current Opinion in Allergy and
Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Clinical Immunology. 10:194–199.
Pontianak [skripsi]. Program Studi Farmasi
Universitas Tanjungpura Pontianak. Lenfant, C., Khaltaev, N. 2007. Global Initiative
for Asthma. NHLBI: WHO Workshop
Bozkurt, N., Bozkurt, A.I., Taş, E., Çatak, B. 2006. Report.
Denizli il merkezinde 15 yaşve üzeri nüfusta
astım prevalansı (Asthma prevalence in the Løchting, I., Garratt, A.M., Storheim, K., Werner,
Denizli central district population aged over E.L., Grotle, M. 2013. Evaluation of the Brief
15). Toraks Dergisi (Chest Journal). 7: 5- Illness Perception Questionnaire in sub-
10. acute and chronic low back pain patients:
Data Quality, Reliability and Validity. J Pain
Broadbent, E., Petrie, K.J., Main, J., and Reli. 02(03).
Weinman, J. 2006. The brief illness
perception questionnaire. Journal of Lorensia, A. and Lisiska, N. 2011. Illness
Psychosomatic Research. 631– 637. perception of asthma patients in
compliance with pharmaceutical care.
Broadbent, E., Wilkes, C., Koschwanez, H., Anima, Indonesian Psychological Journal.
Weinman, J., Norton, S., Petrie, K.J. 2015. A 26(3): 184-188.
systematic review and meta-analysis of the
brief illness perception questionnaire. National Asthma Council. 2006. Asthma
Psychology & Health. 30 (11): 1361–1385. management handbook 2006. Melbourne:
National Asthma Council LTD.
Chhabra, S.K. 2008. Assessment of control in
asthma: the new focus in management. National Heart, Lung, an Blood Institute. 2009.
Indian J Chest Dis Allied Sci. 50(1). Data fact sheet of asthma statistic. United
States of America: National Centers for
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Health Statistics.
2007. Pharmaceutical care untuk penyakit
asma. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian Prayuda, A.O. 2016. Uji validitas dan reliabilitas
dan Alat Kesehatan Departemen instrumen Brief Illness Perception
54
Farmasains Vol. 4 No. 2, Oktober 2017
55