Komposisi Dan Pola Sebaran Makroalga Di Perairan Desa Mantang Baru, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Biospecies

Vol 13. No 2. July 2020 Page 22 - 31

KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI


PERAIRAN DESA MANTANG BARU, KABUPATEN BINTAN,
KEPULAUAN RIAU
The Composition and Distribution Pattern of Macroalgae in Mantang Baru
Village Waters, Bintan Regency, Riau Islands

FENDI PRADANA, TRI APRIADI, ANI SURYANTI


Universitas Maritim Raja Ali Haji

Email: tri.apriadi@umrah.ac.id

Abstract The objective of this study was to determine macroalgae composition, macroalgae distribution,
and waters quality in Mantang Baru village, Bintan Regengy, Riau Islands. This research has
done on March - May 2019. Sampling points were choosen by purposive sampling method.
There were 3 stations based on the ecosystem; coral ecosystem, seagrass ecosystem, and area
in front of mangrove ecosystem. Macroalgae were observed by line transect method. Transect
was placed at each location for taking macroalgae as many as 3 lines of transect along 100 m,
the determination of the first plot was based on the first point of discovery of macroalgae drawn
vertical to the coastline between lines 100 m. The results showed that the highest composition
in seagrass ecosystem was Chlorophyta (green algae) 59%. Phaeophyta (brown algae) was the
higest composition in coral ecoystem and area in front of mangrove ecosystem, with value 69%
and 44% respectively. The distribution pattern of macroalgae in Mantang Baru Village waters
on each station included a grouping category with a range of values between 1.87 to 3.46. Water
quality parametres in Mantang Baru Village met the water quality standard, except nitrate and
phosphate..

Keywords: Composition, Mantang, Macroalgae, Distribution Pattern

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis makroalga, pola sebaran makroalga
dan mengetahui kualitas perairan di pesisir Desa Mantang Baru Kabupaten Bintan, Kepulauan
Riau. Stasiun pengambilan sampel ditentukan dengan metode purposive sampling. Terdapat 3
stasiun berdasarkan keberadaan ekosistem, yaitu ekosistem karang, ekosistem lamun, dan
perairan berhadapan mangrove. Pengambilan sampel makroalga dilakukan pada setiap stasiun
pengamatan menggunakan metode transek garis. Penempatan transek pada tiap lokasi untuk
pengambilan makroalga sebanyak 3 garis transek sepanjang 100 m, penetapan plot pertama
dilakukan berdasarkan titik pertama kali ditemukannya makroalga yang ditarik tegak lurus
terhadap garis pantai dengan jarak antar garis 100 m. Hasil penelitian memberikan informasi
bahwa divisi Chlorophyta (alga hijau) merupakan kelompok yang paling banyak dijumpai di
ekosistem lamun (59%), sedangkan di ekosistem karang dan daerah yang berhadapan dengan
mangrove, komposisi tertinggi dari divisi Phaeophyta (alga coklat) dengan komposisi masing-
masing 69% dan 44%. Pola sebaran pada jenis makroalga di perairan Desa Mantang Baru pada
setiap stasiun termasuk kategori mengelompok dengan kisaran nilai 1,87-3,46. Parameter fisika
dan kimia perairan di Desa Mantang Baru secara unum memenuhi baku mutu peruntukan biota,
kecuali parameter nitrat dan fosfat.

Kata Kunci: komposisi jenis, Mantang, makroalga, pola sebaran

Received 19 December 2019 Published 29 July 2020


KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU,
KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

PENDAHULUAN Bintan, Kepulauan Riau. Identifikasi sampel


Pulau-pulau yang terdapat di perairan Bintan, makroalga dilakukan di Laboratorium Marine
Kepulauan Riau, umumnya memiliki Biology Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
karakteristik perairan yang tenang sehingga Universitas Maritim Raja Ali Haji
kawasan tersebut mendukung untuk kehidupan Tanjungpinang, sedangkan sampel nutrien
berbagai jenis makroalga dan biota laut lainnya. dianalisis di Balai Perikanan Budidaya Laut
Salah satu daerah yang memiliki potensi jenis Batam.
makroalga dan biota lainnya, terutama di Stasiun pengambilan sampel ditentukan
perairan pesisir Pulau Mantang, tepatnya di dengan metode purposive sampling. Stasiun
Desa Mantang Baru, Kabupaten Bintan. ditentukan 3 ekosistem: karang, lamun, dan
Penduduk Desa Mantang Baru melakukan daerah berhadapan dengan mangrove. Stasiun 1
kegiatan budidaya rumput laut (Eucheuma pada ekosistem terumbu karang, stasiun 2 pada
cottonii) sebagai usaha sampingan selain ekosistem padang lamun, dan stasiun 3
sebagai nelayan (Hambali et al., 2012), tetapi berhadapan dengan ekosistem mangrove
menurut masyarakat sekitar budidaya rumput (Gambar 1).
laut sudah berhenti dikarenakan perairan yang
mulai tidak sesuai untuk pertumbuhan jenis Metode Penelitian
rumput laut tersebut. Pengaruh lain oleh faktor Pengambilan sampel makroalga dilakukan pada
lingkungan yang dinamis dapat menjadi setiap stasiun pengamatan menggunakan
penyebab stres pada suatu jenis rumput laut metode line transect (transek garis) dengan
yang mengakibatkan pertumbuhan terhambat teknik sampling kuadrat (Fachrul, 2007).
dan dapat berlanjut kematian (Kadi, 2015). Penempatan transek pada masing-masing
Makroalga merupakan salah satu sumber lokasi untuk pengambilan makroalga sebanyak
daya hayati laut bernilai ekonomi, memiliki 3 garis transek sepanjang 100 m penetapan plot
manfaat yang baik untuk manusia dan pertama dilakukan berdasarkan titik pertama
lingkungan sekitarnya. Manfaat makroalga kali ditemukannya makroalga yang ditarik
bagi manusia adalah sebagai bahan makanan, tegak lurus terhadap garis pantai dengan jarak
bahan dasar kosmetik, dan bahan pembuatan atar garis 100 m (Gambar 2). Jarak dari pertama
obat. Makroalga bermanfaat bagi lingkungan kali ditemukannya makroalga ke plot pertama
sekitarnya karena dapat memproduksi zat-zat adalah 10 m, sedangkan jarak dari plot pertama
organik melalui proses fotosintesis yang ke plot kedua dan seterusnya adalah 9 m
bermanfaat bagi ekosistem laut (Rosdiana et dikarenakan jarak dari pertama kali
al., 2017). Perairan pesisir Desa Mantang Baru ditemukannya makroalga dikurangi dengan
memiliki sumberdaya rumput laut (makroalga) luas transek. Sampel dihitung dan diambil pada
tetapi belum teridentifikasi jenis dan surut terendah dengan ukuran transek kuadrat
sebarannya. Penelitian ini bertujuan untuk yang dipakai untuk pengambilan data yaitu
mengetahui komposisi jenis makroalga, pola 1x1m (Meriam et al., 2016).
sebaran makroalga dan mengetahui kualitas Parameter fisika-kimia perairan yang
perairan di pesisir Desa Mantang Baru diamati meliputi kedalaman, dan kecerahan
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. (menggunakan secchi disc), kecepatan arus
(current meter), suhu, pH, dan DO diukur
BAHAN DAN METODE menggunakan multitester (APHA, 2012). Nitrat
Waktu dan Tempat dan fosfat diukur secara spectrophotometric
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret- (APHA, 2012).
Mei 2019. Pengambilan sampel dilakukan di
Perairan Desa Mantang Baru Kabupaten

23 Copyright © 2020 The Authors.


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
F PRADANA, T APRIADI, A SURYANTI

Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel di perairan Desa Mantang Baru, Kabupaten Bintan

Gambar 2. Teknik sampling dengan metode line transect pada setiap stasiun

Analisis Data Ki = Komposisi jenis ke-i (%);


Komposisi jenis makroalga Ni = Jumlah individu jenis ke-i (tegakan);
Hasil pengamatan jenis-jenis makroalga yang N = Jumlah total individu (tegakan)
ditemukan di perairan pesisir Desa Mantang
Baru dihitung jumlah individu perjenis atau Kerapatan jenis makroalga
perspesies sehingga mendapatkan komposisi Kerapatan masing - masing jenis pada setiap
jenis dengan rumus (English et al., 1997). stasiun dihitung dengan menggunakan rumus
Ni (Fachrul, 2007) sebagai berikut :
Ki = x 100% ni
N Ki =
Keterangan : A

Copyright © 2020 The Authors. 24


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU,
KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Keterangan: HASIL DAN PEMBAHASAN


Ki = Kerapatan jenis ke-i Komposisi jenis makroalga
ni = jumlah seluruh tumbuhan Hasil identifikasi makroalga yang ditemukan
A = jumlah seluruh sampling unit (1m²) pada seluruh stasiun di perairan Desa Mantang
Baru, terdiri dari 3 divisi, 3 kelas, 10 ordo, 14
Indeks Keanekaragaman famili, 14 genus, 15 spesies. Stasiun 2
Nilai keanekaragaman jenis biota perairan (ekosistem padang lamun) memiliki jumlah
dihitung berdasarkan indeks shannon-Wienner individu tertinggi (282 ind) dari 12 spesies,
(H') (Krebs, 2014) dengan rumus: diikuti oleh stasiun 1 (ekosistem karang)
𝑠
dijumpai 10 spesies (196 ind), dan stasiun 3

H = − ∑(𝑝𝑖)(log 𝑝𝑖) (yang berhadapan pada ekosistem mangrove)
𝑖=1 dijumpai 9 spesies (223 ind). Makroalga jenis
Keterangan : P. Australis dan S. cristaefolium dijumpai pada
H′ = Indeks keanekaragaman semua stasiun pengamatan (Tabel 1).
s = Jumlah koloni setiap species Divisi Chlorophyta (alga hijau)
pi = Jumlah koloni seluruh spesies merupakan kelompok yang paling banyak
dijumpai di ekosistem lamun (59%), sedangkan
Indeks keseragaman di ekosistem karang dan daerah yang
Keseragaman jenis dapat dihitung dengan berhadapan dengan mangrove, komposisi
menggunakan rumus Evennes (Krebs, 2014), tertinggi dari divisi Phaeophyta (alga coklat)
yaitu: dengan komposisi masing-masing 69% dan
H′ 44% (Gambar 3). Tingginya komposisi
E=
H max makroalga divisi Phaeophyta (alga coklat) pada
Keterangan : ekosistem karang mengindikasikan bahwa
E = Indeks Keseragaman; ekosistem ini dapat menjadi tempat menempel
H' = Indeks Keanekaragaman; yang cocok untuk makroalga tersebut. Hal ini
Hmax = log (S) didukung dengan tipe subtrat dominan pecahan
karang, karang mati, dan berbatu. Kumalasari
Indeks dominansi et al. (2018) bahwa divisi Phaeophyta (alga
Untuk mengetahui dominansi jenis tertentu di coklat) dari spesies S.cristaefolium ditemukan
perairan dapat digunakan indeks dominansi pada subtrat berbatu karena batu-batuan
Simpson (Krebs, 2014)dengan rumus: mampu melindungi hempasan arus yang kuat.
C = ∑(𝑝𝑖)2 Sedangkan Ira et al. (2018) juga mengatakan
bahwa jenis makroalga dari S. cristaefolium
Keterangan: sebagian besar ditemukan menempel pada
C = Indeks dominasi Simpson rataan terumbu yang memiliki holdfast
pi = proporsi spesies ke-i (ni/N) berbentuk cakram berguna untuk menempel
kuat pada substrat.
Pola sebaran Cholrophyta (alga hijau) terutama
Pola sebaran makroalga dihitung berdasarkan spesies H.macroloba paling banyak dijumpai di
ersamaan pola sebaran Morisita (Id) menurut stasiun 2 (ekosistem lamun). Kondisi ini diduga
Brower et al. (1990). disebabkan oleh tipe subtrat yang dominan
∑ x2 − N dipenuhi oleh lumpur berpasir dan pasir sebagai
Id = n
N(N − 1) tempat tumbuh yang baik untuk makroalga
Keterangan : tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ira et
Id = Indeks dispersi morisita; al. (2018) makroalga divisi Chlrophyta pada
n = Jumlah plot pengambilan contoh; jenis H.macroloba dapat tumbuh pada berbagai
N = Jumlah individu total dalam plot; subtrat karena memiliki kemampuan adaptasi
x2= Jumlah individu pada setiap plot yang tinggi dengan holdfast berupa kumpulan
kriteria pola sebaran (Id) yaitu Id=1,0 akar serabut dan mampu menarik subtrat kasar
pola penyebaran acak, Id<1,0 pola penyebaran maupun partikel pasir. Sedangkan menurut
merata, Id>1,0 pola penyebaran mengelompok. Kadi dan Atmaja (1988), lokasi dengan habitat
pasir kebanyakan ditumbuhi oleh makroalga
Chlorophyta (alga hijau) dan makroalga
Phaephyta (alga coklat).

25 Copyright © 2020 The Authors.


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
F PRADANA, T APRIADI, A SURYANTI

Kerapatan jenis makroalga


H. macroloba merupakan spesies yang Indeks ekologi makroalga
memiliki kerapatan tertinggi, dijumpai pada Indeks keanekaragaman makroalga di perairan
stasiun 2 (37.300 ind ha-1), sedangkan P. Desa Mantang Baru, Kabupaten Bintan
autralis merupakan jenis yang memiliki tergolong rendah di semua stasiun, indeks
kerapatan tertinggi di satsiun 1 dan 3, dengan keseragaman tinggi, dan dominasi rendah
kerapatan masing-masing yaitu 22.300 ind ha-1 (Gambar 5).
dan 24.300 ind ha-1 (Gambar 4). Nilai indeks keanekaragaman dari seluruh
Kerapatan jenis makroalga P. australis stasiun menunjukan pada kategori rendah,
yang tinggi di ekosistem karang dan wilayah desebabkan oleh kondisi lingkungan yang
berhadapan dengan ekosistem mangrove kurang baik untuk jumlah jenis makroalga. Hal
disebabkan kemampuan bertahan pada subtrat tersebut dibuktikan dengan nilai kadar nitrat
yang keras, dibuktikan dengan tipe subtrat yang dan fosfat yang cukup tinggi sehingga perairan
dominan berbatu sebagai tempat melekatnya tersebut menjadi tidak sesuai dengan baku mutu
makroalga. Hal tersebut sesuai dengan laut untuk biota.
pernyataan Ira et al. (2018) bahwa tingginya Perbandingan hasil penelitian
makroalga dari genus Padina disebabkan daya keanekaragaman jenis makroalga oleh Kadi
adaptasi yang cukup tinggi terhadap ligkungan. (2005) di perairan Pulau Pangelap, Dedap,
Kerapatan jenis H. macroloba yang Abang Besar dan Abang Kecil, Kabupaten
tinggi di ekosistem lamun mengindikasikan Bintan juga dalam kategori rendah. Hal ini
ekosistem lamun merupakan habitat yang dikarenakan disebabkan oleh kompleksitas
cocok untuk pertumbuhan jenis makroalga habitat akibat kerusakan substrat yang
tersebut. Alga jeni ini dapat mengikat dengan disebabkan oleh proses sedimentasi di rataan
kuat partikel-partikel pada subtrat tipe subtrat terumbu yang berasal dari abrasi daratan/hutan
yang dominan lumpur pasir, sehingga dapat pada waktu hujan atau gelombang tinggi. Arfah
tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai dengan dan Patty (2014) mengatakan bahwa perairan
pernyataan Arfah dan Patty (2014) bahwa yang mempunyai nilai keanekaragaman
pertumbuhan lamun yang mendominasi daerah makroalga tinggi umumnya pada perairan
tepi pantai merupakan habitat yang mendukung dalam kondisi baik, sebaliknya kondisi perairan
pertumbuhan makroalga dari genus Caulerpa, yang kurang baik akan menunjukkan
Halimeda, Amphiroa, dan Gracilaria. keanekaragaman lebih rendah.
Menuruta Ira (2018) perairan yang Tingginya nilai keseragaman dan
tenang justru tidak baik bagi habitat makroalga, rendahnya dominasi pada seluruh stasiun
karena akan menyebabkan akumulasi endapan mengindikasikan bahwa tekanan ekologis
lumpur sehingga menghambat pertumbuhan lingkungan relatif rendah. Hal ini menyebabkan
makroalga. Sunarernanda et al. (2014) jumlah individu antara makroalga yang
menyatakan bahwa arus merupakan faktor ditemukan tidak berbeda jauh. Masing-masing
pembatas dalam penyebaran spora, pelekatan, jenis makroalga memilikikemampuan adaptasi
dan pertumbuhan rumput laut. Sedangkan terhadap lingkungan (terutama perbedaan tipe
menurut (Wulandari et al., 2015) arus substrat). Hal ini mengindikasikan bahwa
membawa zat hara yang ada di perairan makroalga memiliki kemampuan penempelan
sehingga zat hara yang ada di perairan dapat berbeda sesuai dengan tipe substratnya.
tersebar dan gerakan air memengaruhi
melekatnya spora pada makroalga.

Copyright © 2020 The Authors. 26


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU,
KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Gambar 3. Komposisi jenis makoalga berdasarkan divisi di perairan Desa Mantang Baru

Tabel 1. Komposisi Jenis Makroalga di perairan Desa Mantang Baru


Stasiun
Divisi Genus Spesies
1 2 3
Chlorophyta Avrainvillea A. erekta - + +
Halimeda H. macroloba - + +
H. opuntia - + +
Chlorodesmis C. fastiagiata - + +
Anadyomene A. wrightii + - -
Neomeris N. vanbosseae + - -
Phaeophyta Padina P. australis + + +
Sargasum S. cristaefolium + + +
Rhodophyta Amphiroa A. rigida - + -
Cryptopleura C. ramose + + -
Acanthophora A. spicifera + + +
Chondrus C. crispus + - -
Gracilaria G. salicornia + + +
Liagora L. ceranoides + + +
Sarconema S. scinaioides + + -
Keterangan: dijumpai (+) dan tidak dijumpai (-)

40,000
35,000
Kerapatan (ind ha-1)

Stati
30,000
on 1
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
S.…
H. opuntia

A. spicifera
C. crispus
A.rigida
D. dichotama

S. scinaioides
G. salicornia
A. wrightii
A. erekta
C. fastiagiata
H. macroloba

L. ceranoides
N. vanbosseae
P. australis

Spesies
Gambar 4. Kerapatan jenis makroalga di perairan Desa Mantang Baru

27 Copyright © 2020 The Authors.


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
F PRADANA, T APRIADI, A SURYANTI

0.9
0.8
0.7
0.6
0.5 H'
Nilai

0.4 E
C
0.3
0.2
0.1
0
Station 1 Station 2 Station 3
Gambar 5. Indeks ekologi makroalga di perairan Desa Mantang Baru

Pola sebaran makroalga holdfast rhizoid seperti cakram yang biasa


Nilai pola sebaran jenis makroalga pada stasiun digunakan untuk menempel pada pecahan
1, 2 dan 3 menunjukan kategori sebaran karang mati. Sedangkan menurut Kadi (2005),
mengelompok (Tabel 2). kehadiran spesies makroalga di suatu wilayah
Nilai pola sebaran jenis makroalga pada stasiun ditentukan oleh faktor karakteristik lingkungan
1, 2 dan 3 menunjukan kategori sebaran dan karakteristik makroalga itu sendiri.
mengelompok. Hal tersebut disebabkan oleh Kesesuaian antara kedua faktor tersebut akan
kemampuan masing-masing jenis makroalga menentukan pertumbuhan makroalga termasuk
untuk memilih subtrat yang cocok untuk kemampuan menempel pada tahap awal
menempel pada daerah yang akan ditempati. pertumbuhannya.
Rosdiana et al. (2017) menyatakan
bahwa pola sebaran mengelompok disebabkan Parameter fisika dan kimia perairan
oleh faktor ekologi perairan yang dapat Parameter fisika dan kimia perairan di Desa
mengontrol keberadaan makroalga dan Mantang Baru secara unum memenuhi baku
karakteristik biologis makroalga. Misalnya mutu peruntukan biota, kecuali parameter nitrat
jenis Padina australis yang dapat bertahan dan fosfat (Tabel 3).
hidup pada substrat berbatu karena memiliki

Tabel 2. Pola sebaran jenis makroalga di perairan Desa Mantang Baru

Stasiun Morisita (Id) Kategori


1 1,87 Mengelompok
2 2,27 Mengelompok
3 3,46 Mengelompok

Tabel 3. Parameter fisika dan kimia di perairan Desa Mantang Baru


Stasiun
Parameter Satuan Baku Mutu*
1 2 3
Suhu °C 30,5±0,1 30,2±0,4 30,4±0,0 28-30
-1
Kecepatan Arus ms 0,049±0,006 0,040±0,006 0,018±0,003
Kedalaman cm 152±10,41 142±10,41 132±20,21
Kecerahan % 100±0 100±0 100±0

Copyright © 2020 The Authors. 28


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU,
KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Salinitas °/ₒₒ 30,3±0,56 30,0±0,00 30,3±0,58 33-34


pH 7,74±0,21 7,71±0,24 8,01±0,13 7 - 8,5
DO mg L-1 6,07±0,31 6,63±0,31 5,57±0,15 >5
-1
Nitrat mg L 2,07±0,21 2,37±0,50 2,63±0,50 0,008
-1
Fosfat mg L 0,016±0,001 0,018±0,005 0,017±0,003 0,015
*Baku mutu berdasarkan KepMenLH No. 51 Tahun 2004

Nilai parameter suhu perairan Desa Nilai parameter kecerahan dan


Mantang Baru relatif baik karena masih sesuai kedalaman pada seluruh stasiun sangat
dengan baku mutu. Menurut KepMen-LH No mendukung untuk pertumbuhan makroalga
51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk karena dapat membantu makroalga dalam
biota suhu berkisar antara 28-30 ᵒC. Ira (2018) proses potosintesis. Menurut Ira et al. (2018),
mengatakan suhu perairan yang yang baik kecerahan dan kedalaman perairan dapat
untuk pertumbuhan makroalga yaitu 30ᵒC. memengaruhi kepadatan dan distribusi
sedangkan menurut Luning (1990) bahwa suhu makroalga yang hidup di dasar laut banyak
optimal untuk pertumbuhan makroalga di terdapat pada zona pasang surut sedalam
daerah tropis berkisar antara 15ᵒC - 30ᵒC. Batas cahaya matahari dapat tembus.
maksimum untuk pertumbuhan alga hijau, Luning (1990) menjelaskan bahwa
coklat dan merah berkisar 34,5-37ᵒC makroalga umumnya hidup di laut dengan
(Hutagalung, 1988). kisaran salinitas antara 30-32 ‰, namun
Nilai parameter DO di perairan Desa banyak jenis makroalga hidup pada kisaran
Mantang Baru masih dikatakan baik karena salinitas yang lebih besar. Salinitas berperan
sesuai dengan baku mutu peruntukan biota. penting dalam kehidupan makroalga, salinitas
Menurut KepMen-LH No. 51 (2004) tentang yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
baku mutu air laut untuk biota, DO berkisar menyebabkan gangguan pada proses fisiologis
antara >5 mg/L. Salmin (2005) mengatakan (Arfah dan Patty 2016).
bahwa Oksigen sangat dibutuhkan oleh semua Nilai parameter fosfat di perairan Desa
jasad hidup untuk pernapasan dan proses Mantang Baru tidak memenuhi baku mutu bagi
metabolisme. Dalam perairan oksigen berperan kehidupan biota laut menurut KepMen-LH No
dalam proses oksidasi den reduksibahan kimia 51 (2004). Arfah dan Patty (20114)
menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai menjelaskan bahwa fosfat merupakan salah
nutrien yang sangat dibutuhkan organisme satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai
perairan. Sumber utama oksigen di perairan pengaruh terhadap pertumbuhan dan
berasal dari prosesdifusi udara bebas dan hasil perkembangan hidup organisme di laut.
proses fotosintesis. Konsentrasi nitrat dan fosfat di suatu
Nilai parameter pH tertinggi pada stasiun perairan merupakan salah satu indikator
3 yang berhadapan pada ekosistem mangrove, penentu kesuburan suatu perairan. Nitrat
dan yang terendah pada stasiun 2 ekosistem memiliki peranan yang cukup besar terhadap
lamun. pH perairan Desa Mantang Baru masih pertumbuhan makroalga di perairan, besarnya
cukup baik karena masih sesuai dengan baku suplai nitrat ke perairan menyebabkan
mutu, seperti yang terlampir pada KepMen-LH pertumbuhan alga dan makroalga yang lebih
No 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk (Rani et al., 2013).
biota dengan baku mutu 7 - 8,5.
Menurut Atmadja et al (1996), KESIMPULAN
pergerakan air yang baik untuk pertumbuhan Divisi Chlorophyta (alga hijau) merupakan
makroalga adalah 0,2 – 0,5 ms-1. Sedangkan kelompok yang paling banyak dijumpai di
Widyastuti (2008) menyatakan bahwa kisaran ekosistem lamun (59%) di perairan Desa
nilai kecepatan arus yang baik untuk Mantang Baru, Kabupaten Bintan, sedangkan
pertumbuhan makroalga yaitu 0,10 - 0,50 ms-1. di ekosistem karang dan daerah yang
Kecepatan arus mengakibatkan zat hara yang berhadapan dengan mangrove, komposisi
ada di perairan dibawa arus sehingga zat hara di tertinggi dari divisi Phaeophyta (alga coklat)
perairan dapat tersebar dan gerakan air dengan komposisi masing-masing 69% dan
memengaruhi melekatnya makroalga pada 44%. Pola sebaran pada jenis makroalga di
subtrat (Wulandari, 2015). perairan Desa Mantang Baru pada setiap

29 Copyright © 2020 The Authors.


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
F PRADANA, T APRIADI, A SURYANTI

stasiun termasuk kategori mengelompok Budidaya dan Pasca Panen. Pusat


dengan kisaran nilai 1,87-3,46. Parameter fisika penelitian dan Pengembangan Oseanologi.
dan kimia perairan di Desa Mantang Baru Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
secara unum memenuhi baku mutu peruntukan Jakarta. 71.
biota, kecuali parameter nitrat dan fosfat. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
(KEPMEN-LH) No 50 th 2004 Tentang
DAFTAR PUSTAKA Baku Mutu Air Laut. Lampiran III
(APHA) American Public Health Association. Krebs, C.J. 2014. Species Diversity Measures.
2012. Standard Methods for the Addison Wesley Longman, Inc. New
Examination of Water and Wastewater, York. Version 5.
22nd Edition. Editor E.W., Rice R.B., Baird Kumalasari, Sulistiyowati, H., Styati, D. 2018.
A.D., Eaton L.S. (eds). Clesceri.American Komposisi Jenis Alga Makrobentik Divisi
Public Health Association, Virginia. Phaeophyta di Zona Intertidal Pantai
Arfah, H., dan Patty, S.I. 2014. Pancur Taman Nasional Alas Purwo.
Keanekaragaman dan Biomassa Makro Berkala Sainstek. 6(1): 28-30.
Algae di Perairan Teluk Kotania, Seram Luning, K. 1990. Seaweeds, Their
Barat. Jurnal Ilmiah Platax. 2(2):63-73. Environment, Biogeography And
Atmadja, W.S., Kadi, A.,Sulistijo., Ecophysiology. John Wiley and Sons. New
Radiamanias. 1996. Pengenalan Jenis- York. 544 Pages.
Jenis Rumput Laut di Indonesia. Meriam, W.P., Kepel, R.C., Lumingas, L. J.
Puslitbang Oseanografi. LIPI. Jakarta. 2016. Inventarisasi Makroalga di Perairan
191. Pesisir Pulau Manteghe Kecamatan Wori,
Brower, J. E., J. H. Zar and C. von Ende. 1990. Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi
General Ecology. Field and Laboratory Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax. 4(2)
Methods.Wm. C. Brown Company : 84–108.
Publisher, Dubuque, Iowa. Rani, C., Nessa, M.N., Jompa, J., Toaha, S.,
English, S., Wilkinson, C., dan Baker, V., 1997. Faizal, A., 2013. Dinamika Spasio-
Survey Manual for Tropical Marine Temporal dan keterkaitan Nutrien,
Resources, 2nd Edition. Townsville: Makroalga dan Ikan karang Herbivora di
Australian Institute of Marine Science. Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan.
Fachrul.2007. Metode Sampling Bioekologi. PT Seminar Nasional tahunan X. 2(1): 1-18.
Bumi Aksara. Jakarta. Rosdiana, Nurgayah., W., Ira. 2017. Struktur
Hambali, M., Jaya, Y.V., Irawan, H. 2012. Komunitas Makroalga di Perairan
Aplikasi SIG Untuk Kesesuaian Kawasan Waworaha Kecamatan Soropia. Jurnal
Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan). 2(3):
dengan Metode Lepas Dasar di Pulau 69-77.
Mantang, Kecamatan Mantang, Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan
Kabupaten Bintan. Repositiry UMRAH. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD)
http://jurnal.umrah.ac.id/?p=1171 Sebagai Salah Satu Indikator untuk
Hutagalung, H.P., 1988. Pengaruh Suhu Air Menentukan Kualitas Perairan. Oseana.
Terhadap Kehidupan Organisme Laut. 30(3): 21-26.
Jurnal Oseana. 13(4): 153-164. Sunarenanda, Y.P., Ruswahyuni., Suryanti.
Ira. 2018. Struktur Komunitas Makroalga di 2014. Hubungan Kerapatan Rumput Laut
Perairan Desa Mata Sulawesi Tenggara. Dengan Kelimpahan Epifauna pada
Jurnal Biologi Tropis. 18(1): 41-56. Subtrat Berbeda di Pantai Teluk Awur
Ira, Ramadani, Irawati, N. 2018. Komposisi Jepara. Management of Aquatic Resources
Jenis Makroalga di Perairan Pulau Hari Journal. 3(3): 43-51.
Sulawesi Tenggara. Biologi Tropis. 18(2): Widyastuti, S., 2008.Pengolahan Pasca Panen
141-158. Alga Merah Strain Lokal Lombok Menjadi
Kadi, A. 2015.Stok Rumput Laut Alami di Agar-agar Menggunakan Dua Metode
Perairan Teluk Prigi Trenggalek Jawa- Ekstraksi. Jurnal Penelitian UNRAM.
Timur. Jurnal ilmiah Biosfera. 32(3): 176- 14(2): 7-63.
184. Wulandari, S.R., Hutabarat, S.,
Kadi, A., Atmadja, W,S. 1988. Rumput Laut Ruswahyuni.2015. Pengaruh Arus dan
(Algae) Jenis, Reproduksi, Produksi, Substrat Terhadap Distribusi Kerapatan

Copyright © 2020 The Authors. 32


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31
KOMPOSISI DAN POLA SEBARAN MAKROALGA DI PERAIRAN DESA MANTANG BARU,
KABUPATEN BINTAN, KEPULAUAN RIAU

Rumput Laut di Perairan Pulau Panjang


Sebelah Barat dan Selatan. Diponegoro
Journal of Maquares. 4(3): 91-98.

33 Copyright © 2020 The Authors.


J. Biospecies. (13) 2, July 2020. 22 - 31

You might also like