Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 17

IMPLEMENTASI KERJA SAMA PEMERINTAH DAN SWASTA

DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR AIR


MINUM DI INDONESIA

PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP IMPLEMENTATION ON


INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT OF WATER SECTOR
IN INDONESIA

Bahtiar Rifai
Pusat Penelitian Ekonomi LIPI,
E-mail: bahtiar2000@gmail.com

Abstract
It has widely recognized how Public Private Partnership (PPP) contributes in infrastructure provision.
Many countries have applied PPP for several reasons, ranging from limitation of government’s budget to the
professionalism of private sector in developing and managing infrastructures. PPP infrastructure has been
implemented in Indonesia since 1990s, and implemented initially on toll road and electricity sectors. Water as the
basic infrastructure supporting development has limited private involvement compare to other sectors. Most of
water services are provided and operated by Local Government Owned Enterprises (BUMD) which face several
constraints to achieve better performance.
This article based on field study in 2013 and conducted in three provinces such as: East Java, Banten and
Jakarta. Primary and secondary data were used to analyse PPP implementation in water sector, particularly for
characteristics, achievements, problems and challenges PPP. Primary data collected through in-depth interview with
key institutions and Focus Group Discussion (FGD) representing stakeholders. Using development economics, public
economics and institutional economics approaches, the result explained through descriptive qualitative analysis.
The finding shows that water PPP has been implemented in various ways. The longest period for PPP has
been undertaken by Jakarta Province through PAM Jaya cooperated with AETRA and Palyja Companies. In fact,
private involvement on water provision in Jakarta haven’t been significantly improving to the company and service
performances due to the lack of management and limited barganing position of PAM Jaya in the contract agreement.
Meanwhile ideal showcase of water provision is Tangerang Regency along with PT AETRA Air Tangerang.
Unfortunately this model tends pure private investment than in PPP implementation. Moreover, the biggest project
(based on investment value) will be located in East Java province and it hasn’t started yet because institutional and
administrative problems have been hampering on the PPP’s preparation process since it initiated.
Keywords: PPP, water, local government, infrastructure, institutional

Abstrak
Public Private Partnership (PPP) atau Kerja sama Pemerintah Swasta (KPS) telah banyak diimplementasikan
untuk mendukung penyediaan infrastruktur. Banyak negara mengaplikasan KPS dengan beberapa pertimbangan
mulai dari akibat keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh Pemerintah hingga dipandangnya pihak swasta lebih
profesional dalam penglolaan infrastruktur. Air minum sebagai salah satu infrastruktur dasar mendukung langsung
pembangunan justru memiliki keterlibatan pihak swasta dibandingkan sektor yang lain. Hal ini disebabakan air
minum dipandang sebagai sektor yang harus lebih banyak manfaat sosialnya sehingga dibangun dan dikelola oleh
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Realitasnya, masih banyak Perusahaan Air Minum (PAM) yang beroperasi
dalam kondisi non profitable dan menghadapi berbagai kendala untuk meningkatkan kinerja bisnisnya.
Artikel ini berbasis pada penelitian lapangan di tahun 2013 yang dilakukan di tiga provinsi, seperti Jawa Timur,
Banten dan Jakarta. Dengan menggunakan data primer dan sekunde, artikel ini berusaha menganalisa pelaksanaan
KPS infrastruktur air minum khususnya mengenai karakteristik, pencapaian, permasalahan dan tantangan KPS.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam terhadap institusi kunci dan dengan melakukan diskusi
kelompok terfokus (Focus Group Discussion) yang merepresentasikan pemangku kepentingan terkait. Melalui
pendekatan ekonomi pembangunan, ekonomi publik dan ekonomi kelembagaan, hasil studi dijelaskan dengan
analisa deskriptif kualitatif.

165
Hasil analisa menunjukkan bahwa KPS Air Minum di Indonesia diimplementasikan dalam beberapa model.
KPS terpanjang masa konsesinya berada di Jakarta yang merupakan kerja sama antara PAM JAYA (Jakarta Raya)
dengan investor Singapura (PT AETRA) dan Perancis (PT Lyonnaise Jaya). Sangat disayangkan keterlibatan pihak
swasta dalam penyediaan air minum di Jakarta belum mampu meningkatkan peforma secara signifikan terhadap
pelayanan maupun kinerja perusahaan akibat lemahya pengelolaan maupun posisi tawar PT PAM Jaya dalam kontrak
kerja sama. Tangerang merupakan salah satu model yang cukup ideal dalam penyediaan infrastruktur air minum,
meskipun belum sepenuhnya KPS, yang mana cenderung murni investasi pihak swasta. Proyek investasi KPS air
minum terbesar akan dibangun di Propinsi Jawa Timur yang hingga saat ini belum terbangung akibat terkendala
permasalahan administrasi dan kelembagaan.
Kata kunci: KPS, Swasta, Pemerintah, Air Minum

PENDAHULUAN Triliun untuk investasi selama tahun 2010 hingga


2014. Namun jumlah anggaran yang dialokasikan
Infrastruktur merupakan salah satu faktor penentu
oleh Pemerintah pusat hanya sebesar 29,1 persen
keberhasilan pembangunanan. Berdsarkan
dari total investasi yang dibutuhkan (sekitar
studi Bank Dunia, setidaknya 30% dari proses
Rp 559,54 Triliun) serta jumlah anggaran yang
pembangunan disumbang dari ketersediaan dan
dialokasikan oleh Pemerintah Daerah sebesar
ketercukupan infrastruktur. Lebih lanjut, untuk
Rp 355,07 Triliun. Dengan demikian, pemerintah
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1
perlu mendorong keterlibatan sektor swasta di
%, dibutuhkan peningkatan investasi infrastruktur
dalam pembangunan dan penyediaan infrastruktur
20-30% dari anggaran yang ada (the World
melalui skema Public Private Partnership
Bank, 2015). Sementara itu, beberapa studi juga
(PPP) yang diharapkan bisa berkontribusi guna
menunjukkan pentingnya peran infrastruktur
menutupi gap anggaran infrastruktur tersebut
dalam pembangunan yang mana infrastruktur
sebesar Rp 668,34 Trilun.
memiliki elastisitas berkisar 0,07 hingga 0,44
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya Dari berbagai jenis proyek infrastruktur
bahwa ketercukupan dan akses yang memadai yang ditawarkan oleh Pemerintah melalui
terhadap infrastruktur berimplikasi positif skema PPP, jenis infrastruktur sosial seperti
terhadap pembangunan, seperti penciptaaan infrastruktur penyediaan air bersih (water
lapangan kerja, peningkatan efisiensi dan daya supply) dianggap paling minim diminati oleh
saing dalam proses produksi dan pemberdayaan swasta karena memiliki tingkat keuntungan
terhadap sumber-sumber daya yang dimiliki suatu yang rendah. Kondisi ini dapat diamati melalui
wilayah. masih banyaknya proyek KPS yang belum
direspon oleh sektor swasta (lihat Tabel 1). Dari
Meskipun demikian strategis dan pentingnya
11 proyek KPS air bersih, baru tiga yang berhasil
infrastruktur, tidak berarti infrastruktur telah
dijual ke swasta (Dua dalam tahap lelang, satu
tercukupi dan tersedia dalam mendukung
dalam tahap kelengkapan dokumen pemenang
pembangunan. Dalam realitasnya, ketersediaan
lelang-Lihat Tabel 2). Sementara itu delapan
infrastruktur belum mencapai kondisi ideal untuk
proyek yang lain masih belum memasuki tahapan
mendukung perekonomian. Salah satu kendala
tender yang harusnya sudah dilakukan pada tahun
yang dihadapi adalah keterbatasan anggaran
2012. Kondisi ini diprediksi akibat terdapatnya
pemerintah untuk membangun infrastruktur,
hambatan dalam penyiapan dokumen penawaran,
terutama saat Anggaran Pendapatan dan Belanja
proses pelelangan, kapasitas Penanggung Jawab
Negara harus didistribusi sebijaksana mungkin
Proyek Kerja sama (PJPK) hingga sinkronisasi
untuk membiayai pos-pos penting lainnya seperti
peraturan dan birokasi.
kesehatan, pendidikan hingga pos pertahanan
keamanan. Tidak hanya itu saja, kendala juga dihadapi
bagi tiga proyek KPS lain yang telah memasuki
Lebih lanjut, dalam rangka mencapai target
periode pelelangan (lihat tabel 1.2), seperti
pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun,
keterlambatan dalam proses lelang (dari proses
Pemerintah Indonesia membutuhkan anggaran
penjaringan sektor swasta, penilaian dokumen,
pembangunan infrastruktur sebesar Rp1.923,7

166 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


Tabel 1.1 Delapan Proyek KPS Air Minum yang Ditawarkan

Skema Investasi Dukungan Target


No. Nama Proyek Badan Kontrak Status
KPS (US$ Juta) Pemerintah tender
1 Pasokan Air Bersih DKI Kementerian BOT 189,30 OBC: Belum 2012
Jakarta-Bekasi- PU Completed; ditentukan
Karawang (Jatiluhur) FBC: -
2 Pasokan Air Bersih Pemkot Bekasi BOT 20,00 OBC: Belum 2012
Pondok Gede, Bekasi (20-25 Completed; ditentukan
tahun) FBC: -
3 Pasokan Air Bersih Pemkot - 78,00 OBC: On Menyediakan 2013
Kota Semarang Barat Semarang going tanah
FBC:-
4 Pasokan Air Bersih Pemprov Jatim BOT 16,67 OBC: Menyediakan 2012-
Lamongan (20 tahun) Completed; tanah 2013
FBC: -
5 Southern Bali Water Pemprov Bali BOT 30,00 OBC: Menyediakan 2012-
Supply (30 tahun) Completed; tanah 2013
FBC: -
6 Pasokan Air Bersih Pemkot 6,74 - Menyediakan 2012
Surakarta Surakarta tanah
7 Pasokan air bersih Pemkab Jawa 17,17 - 2012
Kabupaten Bandung Bandung Barat
8 Pasokan air bersih Pemkab Bali 43,50 - - 2012
Kabupaten Klungkung Klungkung
(Tukad Unda)
Sumber: PPP Book 2011,2012

Tabel 1.2 Proyek KPS Air Minum yang Dalam Proses Implementasi

Badan Skema Investasi


No. Nama Proyek Model Kerja sama
Kontrak KPS (US$ Juta)
1. Pasokan air bersih Pemprov Jawa BOT 204,20 - bulk water supply system
Umbulan Timur -Tranmisi pipeline (106 Km)
2. Pasokan Air Bersih Pemkot BOT 38,00 -Ekstrasi bahan baku air
Bandar Lampung Bandar - Pengolahan air
Lampung - menyuplai air bersih
3. Pasokan Air Bersih Pemprov BOT 12,90 -Pembangunan penyediaan air bersih
Maros, Sulawesi Sulsel -Pendistribusian air bersih & hak suplai,
Selatan - Reservoir
Sumber: PPP Book 2012

pelelangan hingga pengumuman pemenang) untuk mendorong peningkatan partisipasi swasta


Ditengarai keterlambatan tersebut tidak hanya maupun pemenuhan ketersediaan infrastruktur.
semata-mata keterbatasan dari Pemerintah namun Idealnya, tahapan administratif dapat dilakukan
adanya keterbatasan kapasitas sektor swasta seefisien untuk mengurangi keterlambatan waktu
dalam membiayai proyek tersebut. Dengan maupun peningkatan biaya yang bermuara
kata lain dibutuhkan waktu yang tidak sebentar pada penerapan tarif yang lebih tinggi sehingga
untuk menemukan sektor swasta yang memiliki beresiko berkurangnya manfaat dari infrastruktur
kelayakan dalam aspek teknis, administratif tersebut. Sementara itu, Pemerintah pun tengah
maupun kemampuan finansialnya. berupaya menarik minat swasta melalui beberapa
Berbagai kondisi tersebut menjadi kebijakan terkait, seperti penyediaan Viability
kontraproduktif terhadap upaya pemerintah Gap Fund (VGF), Undang-undang mengenai

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 167


pertanahan untuk pembangunan infrastruktur, penyediaan infrastruktur, yang mana sebelumnya
hingga pendirian Lembaga Penjaminan dan dilakukan sepenuhnya oleh Pemerintah. Masing-
Pembiayaan Infrastruktur. Namun demikian masing pihak yang terlibat dalam kemitraan
apakah upaya-upaya tersebut telah mampu memperoleh manfaat secara relatif terhadap
meningkatkan partisipasi swasta dalam PPP air yang lain menurut kinerja dalam sektor-sektor
minum, mengingat permintaan air minum terus khusus/ tertentu. Kombinasi tingkat kemanfaatan
tumbuh seiring pertumbuhan penduduk? Tulisan antar mitra maupun antar sektor kegiatan secara
ini selanjutnya akan memberikan gambaran langsung mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan
pelaksanaan PPP Air minum di Indonesia yang PPP. Oleh karena itu, dengan spesialisasi dan
ditinjau dari motivasi, karakter kerja sama, optimalisasi kinerja pada tiap-tiap sektor kegiatan
pencapaian dan tantangan yang dihadapi dalam mampu mendorong pencapaian skala ekonomi
implementasi kebijakan PPP tersebut. dan efisiensi dalam pelayanan publik dan
infrastruktur (Rostiyanti dan Tamin, 2010: 1133).
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme PPP berfungsi menggeser
mayoritas pembiayaan dari Pemerintah kepada
Lazimnya di berbagai negara, kegiatan
pihak swasta sehingga meminimalisasi biaya
pembangunan infrastruktur seperti kereta api,
pemeliharaan, peningkatan kualitas pelayanan,
jalan, energi, ketenagalistrikan, dan sistem
efisiensi terhadap ketertinggalan teknologi,
air bersih sepenuhnya dimiliki, dilakukan
resiko finansial, maupun dalam meningkatkan
(operasionalisasi) dan dibiayai oleh Pemerintah.
kapasitas pengelola. Sementara swasta dipandang
Dalam perkembangannya, tidak seluruh negara
berpotensi mampu memberikan pengelolaan yang
memiliki kapasitas yang memadai dalam
efisien melalui mekanisme yang lebih terstruktur
penyediaan infrastruktur, khususnya dalam
dan terukur beserta kemampuan pembiayaan
aspek pembiayaan. Dilain sisi, beberapa kegiatan
yang lebih fleksibel. Pada awal digagasnya
infrastruktur yang dikelola oleh Badan Usaha
PPP, terdapat tiga tipe dasar kerja sama yaitu
Milik Negara (BUMN)/nationalized firms tidak
(Schneider and Davis, 2010: 2–3):
dapat menunjukkan kinerja yang optimal.
Selanjutnya, dalam mengakomodasi keterbatasan a. Proyek pembangunan dengan pembiayaan
pembiayaan kegiatan pembangunan infrastruktur langsung melalui mitra sektor swasta.
sekaligus mendorong optimalisasi kinerja, Public b. Pembagian kontribusi dalam pembangunan,
Private Partnership (PPP) mulai dikembangkan pengelolaan beserta dengan resiko diantara
di beberapa negara sejak awal tahun 1990 di beberapa mitra sektor swasta.
beberapa negara (Riberio dan Dantas, 2009: 2). c. Investasi khusus dalam transit-supportive
PPP dimaknai sebagai kerja sama antara development
Pemerintah dan sektor swasta berdasarkan Dalam perkembangannya PPP telah
kapasitas masing-masing pihak untuk memenuhi mengalami berbagai evolusi dalam bentuk-bentuk
tujuan bersama yang disepakati dalam bidang skema kerja samanya yang mengacu pada: 1)
kebutuhan umum dengan mempertimbangkan tingkat alokasi resiko antar mitra; 2) kapasitas
kesesuaian alokasi sumber daya, resiko dan imbal dan tingkat peran serta masing-masing mitra
jasa/penghargaan (rewards). Dalam bahasa yang yang dibutuhkan sesuai dengan kesepakatan;
lain, PPP adalah kesepakatan antara dua pihak 3) potensi implikasi dari tingkat imbal jasa
atau lebih yang memungkinkan mereka saling yang diberikan. Sementara itu, fungsi dari
bekerja sama guna mencapai tujuan bersama, yang PPP telah dimodifikasi guna mengakomodasi
mana masing-masing pihak berperan berdasarkan dinamika yang berkembang, seperti bentuk
tingkat tanggung jawab dan kekuasaannya, tingkat partisipasi dalam kegiatan (perencanaan,
investasi atas sumber daya, level potensi resiko pembangunan, pembiayaan, pengoperasian/
dan keuntungan bersama (Allan, 1999). pengelolaan, pemeliharaan) maupun tipe imbal
PPP dapat pula dipandang sebagai kemitraan jasa yang disepakati (kepemilikan, transfer, sewa,
antara Pemerintah dan sektor swasta dalam pengembangan maupun pembelian). Hal tersebut
selanjutnya dimodifikasi dalam beberapa bentuk

168 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


Sumber: Riberio dan Dantas, 2009: 2
Gambar 1. Tingkat Resiko Berdasar Tipe Kerja sama dalam PPP

kesepakatan seperti (Menckhoff dan Zegras, 1999, investasi yang diberikan berpotensi menimbulkan
Zhang, 2001 dalam Riberio dan Dantas, 2009: 2): resiko yang besar beserta dengan reward atas
a. Build-Operate-Transfer (BOT); investasi tersebut. Hubungan searah antara resiko
dan reward akan cukup menarik bagi sektor
b. Design-Build-Operate-aintain (DBOM);
swasta khususnya apabila resiko tersebut masih
c. Design-Build-Finance-Operate (DBFO); dapat diakomodasi melalui reward yang diterima.
d. Build Own-Operate (BOO); Konsep PPP di Indonesia, lebih dikenal
e. Rehabilitate-Operate-Transfer (ROT). dengan Kerja sama Pemerintah Swasta (KPS),
telah diaplikasikan di beberapa kegiatan
Hal yang paling menarik adalah pada saat pembangunan infrastruktur melalui Peraturan
masing-masing tipe kerja sama dalam PPP Presiden No. 67 Tahun 2005 dengan tujuan utama
memiliki tingkat resiko yang berbeda-beda sesuai mewujudkan ketersediaan, kecukupan, kesesuaian
dengan tingkat partisipasi dan imbal jasa yang dan keberlanjutan infrastruktur bagi pembangunan
diberikan. Semakin berkurangnya partisipasi nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah maka semakin besar potensi resiko Melalui KPS diharapkan mampu mencukupi
yang ditransfer kepada pihak swasta, demikian kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam
pula sebaliknya. Dapat dimisalkan pada tipe penyediaan infrastruktur; meningkatkan kuantitas,
Operasi dan Pemeliharaan, resiko terbesar akan kualitas dan efisiensi pelayanan infrastruktur;
melibatkan Pemerintah. Sementara dalam tipe serta mendorong imbal balik terhadap penggunaan
Konsesi, resiko paling besar akan ditanggung oleh infrastruktur tersebut. KPS tersebut dapat berupa
swasta berikut dengan besarnya investasi yang perjanjian kerja sama ataupun izin pengusahaan.
harus dikeluarkan. Selanjutnya, dibandingkan dengan konsep PPP
Namun demikian, besarnya resiko yang secara umum, KPS lebih menekanan pada kerja
harus ditanggung akan diikuti dengan potensi sama antara Pemerintah dan Swasta dibandingkan
penerimaan imbal jasa atas investasi yang ketentuan yang lebih mendetail. Skema KPS
diberikan. Dengan kata lain, semakin besar secara mendetail selanjutnya ditentukan berdasar

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 169


sektor kegiatan infrastruktur, yaitu kesepakatan untuk penyediaan air minum kepada masyarakat.
antara Penanggung Jawab Proyek Kerja sama Hal pertama yang dilakukan adalah menyusun
(PJPK) dengan Badan Usaha mengacu pada UU dokumen kerja sama yang secara jelas mengatur
No. 67/2005. mengenai target dari keterlibatan swasta maupun
Dalam rangka memastikan PPP mampu pemerintah, seperti dalam hal kapasitas produksi,
berjalan secara efisien dan efektif, khususnya instalasi pengolahan air yang akan dibangun,
menarik minat swasta dalam berpartisipasi, upaya mengurangi resiko kehilangan air, nilai
program PPP harus diikuti kerangka kebijakan reinvenstasi yang harus dilakukan pada kegiatan
(policy framework) yang melingkupinya. Hal produktif maupun strategis, target cakupan
tersebut sebagai bentuk keseriusan Pemerintah pelayanan (jumlah pelanggan, kualitas air, durasi)
dan kemauan politik dalam mewujudkan PPP. dan target efisiensi dari biaya produksi hingga
Kerangka kebijakan yang teraktualisasi dalam 50%. Target-target tersebut menjadi dasar dari
kelembagaan, yaitu peraturan perundangan dokumen kerja sama Pemerintah dengan sektor
dan institusi terkait, sangat mutlak dibutuhkan swasta sehingga memudahkan bagi kedua belah
kehadirannya secara kelengkapan maupun pihak dalam mengevaluasi implementasi kerja
cakupannya dalam mengelola skema kerja sama tersebut. Selain itu, untuk mengakomodasi
sama. Kepastian dan kejelasan dalam konsep prinsip keadilan, operator menerapkan tarif
kelembagaan PPP secara langsung memberikan yang lebih rendah kepada masyarakat miskin
pemahaman peran-tanggungjawab dan tingkat (Hamilton, 2011).
partisipasi terhadap pemangku kepentingan yang Keberhasilan serupa juga dilakukan oleh
terlibat dalam proses tersebut (Rostiyanti dan Pemerintah Romania yang mampu meningkatkan
Tamin, 2010: 1131). kualitas pelayanan dengan tarif yang lebih
Sementara itu proyek penyediaan air kompetitif. Upaya pelibatan pihak swasta justru
minum mencakup dalam pembangunan sarana mampu menekan resiko kehilangan air hingga
pengambilan air baku, jaringan transmisi dan 44,5%. Salah satu strategi signifikan yang
distribusi, serta instalasi pengolahan. Penyediaan diterapkan adalah dengan membangun instalasi
infrastruktur air minum di Indonesia memiliki pengolahan air (Water Treatment Plant) baru
karakter sebagai proyek dengan kebutuhan dan instalasi perpipaan (distribusi) dan meteran
investasi yang besar, tingginya tambahan yang baru. Kebijakan ini mampu meningkatkan
biaya tetap dan rendahnya biaya marginal efisiensi hingga 193,7 % dibandingkan periode
supply, tingginya sunk costs, resiko aset yang sebelum keterlibatan pihak swasta. Unit-unit
terbengkalai akibat perubahan dan dinamika WTP yang baru juga dapat meningkatkan kualitas
yang berkembang, beragamnya karakter air, melebihi standar Eropa. Meskipun dengan
pengguna (users) infrastruktur, eksternalitas kualitas yang lebih baik, tarif yang diterapkan
tidak mencerminkan besarnya tarif, waktu yang semakin ekonomis dan terjangkau bagi masyarkat
cukup lama dalam membangun instalasi baru (Hamilton, 2011).
akibat skala yang besar dan hambatan birokrasi Keberhasilan lainnya juga dialami negara
(pengenaan tarif baru) (Clough et all, 2004 dalam Canada yang melakukan terobosan yang non
Wibowo dan Mohamed 2008:350). Hal tersebut konvensional dalam melaksanakan PPP air
selanjutnya berpeluang meningkatkan resiko yang minum. Pemerintah menerapakan standar
cukup banyak yang dapat berpengaruh terhadap kualifikasi yang cukup ketat dalam implementasi
ekskalasi biaya proyek. PPP. PPP diterapkan layaknya sarana kompetisi
Sementara itu, beberapa negara telah berhasil antar pihak swasta untuk menghasilkan daya
dalam mengimplementasikan PPP pada sektor saing dan kualitas yang lebih baik. Salah satu
air minum, seperti di Filipina misalnya. PPP air upaya mendorong semangat kompetisi adalah
minum dilatarbelakangi akibat permasalahan pemerintah membentuk institusi jasa atau
keterbatasan produksi air minum hingga cakupan kegiatan sejenis sebagai kompetitor pihak
pelayanan air minum perpipaan. Pemerintah swasta ataupun sarana mengevaluasi dari kinerja
selanjutnya mencoba menggandeng pihak swasta swasta. Meskipun demikian, Pemerintah juga

170 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


Tabel 1.3 Perbandingan Pelaksanaan PPP di Kota Bucharest dan Manila
Aspek Bucharest Manila
Bentuk PPP - Penyediaan air Minum dan Sanitasi - Penyediaan Air Minum

Mitra Swasta - Veolia of France - Manila water, 45% saham milik Pemerintah.
Nilai Investasi - € 70 juta
Durasi - 25 tahun
Luaran - Membangun instalasi pengolahan air - Pengurangan non-revenue water dari 63% (1997) ke 12.5
(Water Treatment Plant atau WTP) %
- Mengurangi resiko kehilangan hingga - Investasi yang bersumber dari ekuitas digunakan sumber
44,5% baku air baru.
- Penggunaan sistem meteran baru - Peningkatan penyaluran air ke konsumen sebesar 159%
dan mengurangi kebocoran 193.7 (440 liter/ hari menjadi 1140 liter/hari)
- Peningkatan cakupan layanan air 24 jam sebesar 200%
konsumen (3 juta ke 6 juta pelanggan)
- Penurunan biaya perpipaan dari P 200 ke P 75 (per
bulan)
Sumber: Hamilton, 2011

memberikan insentif kepada pihak swasta yang dilakukan adalah pendekatan induktif dengan
berprestasi dengan performa yang optimal. analisa deskriptif kualitatif.
Insentif tersebut dapat berupa pengurangan pajak
maupun reinvestasi dari pemerintah. Pemerintah HASIL DAN PEMBAHASAN
pun menerapkan standar pelayanan minimum
untuk menjaga kualitas. Penyediaan infrastruktur air minum di Indonesia
merupakan tanggungjawab dan kewenangan
Pemerintah Daerah. Infrastruktur air minum
METODE PENELITIAN bersifat lokal karena berbasis pada sumber daya
Artikel ini berdasarkan hasil penelitian lapangan lokal yang selanjutnya didistribusikan kepada
yang dilakukan pada tahun 2013 yang dilakukan pengguna yang berada di tingkat lokal. Hal ini
di tiga provinsi, yaitu Jawa Timur, Banten berimplikasi pada dikembangkannya badan
(Tangerang) dan DKI Jakarta. Penelitian berbasis penyedia air minum melalui Perusahaan Daerah
pada data primer dan sekunder. Data primer Air Minum (PDAM). Umumnya PDAM di
diperoleh melalui wawancara mendalam kepada Indonesia merupakan Badan Usaha Milik Daerah
narasumber kunci seperti Perusahaan Daerah (BUMD) dengan pembiayaan yang bersumber
Air Minum, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
Pendapatan Daerah, Perusahaan Operator Swasta, (APBD).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Namun demikian, penyediaan air minum
(BAPPEDA), Badan Investasi Daerah, masyarakat tidak hanya dilakukan oleh PDAM saja, namun
setempat maupun Asosiasi Perusahaan Swasata. di beberapa wilayah telah berkembang partisipasi
Selain di Daerah, wawancara juga dilakukan di swasta sebagai penyedia layanan air minum.
tingkat Pusat, khususnya Kementerian Terkait. Hingga November 2010, jumlah penyelenggara
Setelah melakukan wawancara, Focus Group pelayanan air minum perpipaan di Indonesia
Discussion (FGD) juga dilakukan terhadap mencapai 402 unit yang terdiri oleh: PDAM
representasi dari narasumber terkait. Sementara sebanyak 382 unit (95%); berbentuk badan
itu data sekunder diperoleh melalui penelusuran dibawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) sebanyak
literatur terkait dengan PPP. 10 (2,5%) dan sisanya adalah swasta (10 unit).
Pendekatan yang dilakukan adalah melalui Jumlah tersebut telah mampu melayani di 83
ekonomi pembangunan, ekonomi publik dan Kota dan 319 Kabupaten. Namun demikian
ekonomi politik. Sementara itu analisa yang cukup disayangkan adalah kemampuan pelayanan

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 171


terhadap nasabah masih relatif rendah yaitu lebih secara nasional. Menariknya justru di tingkat
dari 53% baru mampu melayani dibawah 10 ribu perdesaan (57,87 %) proporsi masyarakat
pelanggan sementara 34,09% mampu melayani mengakses sumber air tersebut sedikit lebih
antara 10-30 ribu pelanggan (analisa data dari besar dibandingkan di perkotaan (52,16%). Hal
Kementerian PU). Kondisi ini tentu menjadi sulit ini dimungkinkan karena sumber baku air yang
untuk mampu mencapai 150 juta sambungan. sehat dan aman masih lebih mudah ditemukan di
Sementara target tersebut harus tercapai di tahun perdesaan dibandingkan di perkotaan. Selanjutnya
2015. apabila dikaitkan dengan pelayanan air minum
Realitasnya, hampir mendekati separuh perpipaan, proporsi masyarakat yang telah
(45.25%) dari total PDAM masih berada mendapatkannya jauh lebih kecil dibandingkan
dalam kondisi belum sehat. Hal tersebut dapat sumber air yang terlindungi yaitu hanya mencapai
diidentifikasi dari aspek keuangan, pelayanan, 27,05%. Kondisi inipun berbeda dibandingkan
operasional dan Sumber Daya Manusia (SDM) sebelumnya yang menunjukkan bahwa pelayanan
yang masih dibawah nilai patokan sebesar 2,8 perpipaan masih didominasi di perkotaan
(Kementerian PU). Beberapa permasalahan (41,88%) dibandingkan di perdesaan (13.94%)
melingkupi dalam pembentukan kinerja PDAM (Sumber: Dinas Cipta Karya, 2011).
seperti: 1) tingginya kepemilikan hutang sehingga Sementara itu apabila dikaitkan dengan target
menyebabkan PDAM tidak mampu melakukan pelayanan air minum di tahun 2015 (68,87%)
ekspansi usaha maupun menciptakan investasi mengacu pada Target Pembangunan Milenium
untuk meningkatkan kapasitas produksi; 2) (MDGs) maka masih cukup besar pekerjaan
masih relatif tinggnya tingkat kehilangan air rumah yang harus dilakukan Pemerintah,
baik di dalam proses pengambilan, pengolahan khususnya terkait pada waktu yang sangat pendek
maupun distribusi ke pelanggan; 3) sebagian untuk merealisasikannya. Demikian pula pada
besar infrastruktur telah berumur dengan pencapaian layanan kepada seluruh penduduk
aplikasi teknologi yang konvensional sehingga harus tercapai pada tahun 2025.
berpengaruh terhadap tingkat produksi air; Menjadi pertanyaan selanjutnya adalah hal
4) masih rendahnya tingkat pembayaran di apakah yang seharusnya dilakukan Pemerintah
tingkat pelanggan (<80%) sehingga berpengaruh mencermati kondisi PDAM yang masih relatif
terhadap kemampuan menutup biaya operasional; belum seluruhnya sehat sementara kebutuhan
5) sebagian besar pengenaan tarif berada dan target pelayanan air semakin mendesak.
dibawah harga keekonomian sehingga menekan Apabila instrumen investasi Pemerintah dilakukan
pembentukan laba; 6) kompleksitas pengenaan nampaknya hal tersebut tidak mencukupi terhadap
tarif sehingga menyulitkan dalam penyesuaian kebutuhan pembangunan infrastruktur air minum.
dengan biaya. Tidak jarang isu tarif ini dijadikan Hingga tahun 2025 setidaknya dibutuhkan
kendaraan politik di tingkat daerah yang investasi sebesar Rp. 46 Triliun sementara
terwujud dalam intervensi Pemerintah Daerah; 7) diprediksi kemampuan Pemerintah hanya
kelangkaan baku air baik yang bersumber dari air mencapai Rp. 11,8 Trilun. Nilai tersebut masih
permukaan maupun air dalam tanah. Implikasinya berpotensi meningkat apabila situasi ekonomi
adalah meningkatnya biaya pengolahan air terkait nasional dan global cenderung terus melambat
proses maupun bahan baku kimia; 8) tingginya atau memburuk, khususnya pada saat nilai
biaya investasi karena berupa jaringan kepada tukar Rupiah terdepresiasi terhadap mata uang
pelanggan; 9) sensitif terhadap gejolak makro asing. Kondisi tersebut selanjutnya mendorong
ekonomi, misalnya inflasi, suku bunga dan nilai Pemerintah untuk mencari alternatif pembiayaan
tukar sebab komponen impor relatif tinggi dalam tersebut melalui pinjaman perbankan (nasional
investasi di sektor air minum ini (Hasil analisa maupun asing) atau ‘menggandeng’ swasta untuk
data primer dan sekunder). ikut berpartisipasi dalam penyediaan kebutuhan
Implikasi di tataran yang lebih luas adalah tersebut (Kementerian PU-BPPSPAM, 2013).
masih rendahnya (55,04%) jumlah penduduk Hal yang perlu dipertimbangkan oleh
yang telah terakses sumber air minum terlindungi Pemerintah Pusat maupun Daerah beserta calon

172 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


operatornya adalah bahwa investasi di sektor air kontrak dan mekanisme penjaminan yang relatif
minum membutuhkan biaya yang relatif besar sederhana.
khususnya dalam pembangunan infrastruktur
seperti instalasi pengolahan air, jaringan 2) Model PPP
perpipaan, sistem meteran yang digunakan,
Semangat yang melatarbelakangi kegiatan
penerapan teknologi yang modern dan efisien
PPP maupun B to B hampir relatif sama yaitu
hingga sistem pengelolaan teknis dan keuangan.
mendapatkan dukungan dari partisipasi swasta
Kedua dibutuhkan pengelolaan yang tepat,
dalam hal penyediaan infrastruktur yang mana
transparan, akuntabel untuk memastikan bahwa
terbatas dapat dilakukan oleh Pemerintah. Hal
kualitas dan performa pelayanan dapat terus
mendasar yang membedakan antara B to B dan
berlanjut.
PPP terletak pada proses penjaminannya. Hal
Selanjutnya dalam rangka pemenuhan ini menjadi penting bagaimana resiko tersebut
kebutuhan tersebut, metode yang tengah mampu ditransfer secara adil dan seimbang antara
berkembang di beberapa Negara adalah praktek Pemerintah dan Swasta. Kedua, dengan adanya
Public Private Partnership (PPP) atau sering penjaminan maka mampu mengurangi resiko
disebut pula sebagai Kerja sama Pemerintah Pemerintah mengalami shock secara langsung.
Swasta (KPS). Model pelaksanaan PPP atau KPS Melalui penjaminan pemerintah dapat melakukan
di Indonesia memiliki beberapa karakteristik persiapan dan mitigasi dalam menghadapi potensi
yang berbeda. Berikut adalah contoh model resiko yang timbul dari adanya PPP.
pengelolaan KPS di Indonesia.
Proses PPP relatif lebih panjang dan kompleks
1) Business to Business (B to B) hal ini mengacu pada prinsip kehati-hatian dan
Praktek B to B ini mengacu pada Peraturan pihak yang terlibat lebih banyak dibandingkan
Pemerintah No. 16/ 2005 mengenai peran model B to B. Pemenuhan klausul standar
Badan Usaha Swasta (BUS). Model B to B ini proses penjaminan mengikuti apa yang telah
dapat dilakukan di dalam wilayah pelayanan ditetapkan oleh Penjaminan. Tujuan utamanya
BUMN dengan catatan disetujui oleh Dewan adalah mengurangi dampak dan resiko dari
Pengawas/ Komisaris (dalam hal ini Pemerintah adanya PPP yang akan merugikan Pemerintah.
Daerah) apabila BUMD/ BUMN tidak mampu Beberapa pertimbangannya adalah: 1) umumnya
meningkatkan kualitas pelayanan SPAM di nilai kontrak dari PPP adalah lebih besar
wilayahnya (Pasal 37 ayat (3)). Model ini dibandingkan dengan B to B sehingga magnitude
nampaknya banyak diadopsi oleh PDAM di dari resiko kerja sama lebih besar; 2) kontrak
beberapa wilayah Indonesia khususnya pada PPP bersifat jangka panjang (minimal 15 tahun
wilayah yang memiliki keterbatasan pelayanan air sampai dengan 30 tahun) sehingga membutuhkan
minum kepada pelanggannya akibat keterbatasan perencanaan dan perhitungan yang matang (dalam
produksi maupun investasi atau kelangkaan hal penerimaan, biaya maupun resiko) sehingga
sumber baku air. Hal ini juga tim peneliti mendorong pemerintah berhati-hati. Keputusan
temui pada salah satu calon pengguna KPS air politis yang kurang mengakomodasi analisa
Umbulan yang telah melibatkan sektor swasta ekonomi berpotensi menciptakan eksternalitas
dalam pemenuhannya. Namun demikian nilai maupun efek yang merugikan dalam jangka
kesepakatan kerja sama relatif kecil demikian panjang (Wawancara dengan PT PII). Hal inilah
pula kapasitas air yang dipasok dengan nilai yang terkadang kurang dipahami oleh pelaksana
beli yang relatif lebih mahal dibandingkan PPP, utamanya adalah PJPK (Penanggungjawab
produksi sendiri. Namun demikian hal ini cukup Program Kerja sama), khususnya bagaimana
membantu khususnya terkait pada area-area mengelola resiko dari adanya proyek infrastruktur
yang belum tersambung oleh BUMD setempat maupun kerja sama tersebut. Resiko tersebut
namun memiliki kemampuan membayar yang apakah akan ditransfer ke Swasta seluruhnya
lebih tinggi. Model ini relatif lebih sederhana namun berimplikasi pada tingginya kapasitas
dibandingkan KPS yang lain. Hal ini disebabkan finansial yang harus diserahkan ke Swasta untuk
oleh: terbatasnya pihak yang terlibat, nilai menghadapi resiko tersebut atau dikelola secara

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 173


bersama namun memiliki ukuran relatif mengenai masing wilayah memiliki latar belakang yang
kompensasi yang harus diberikan khususnya berbeda dalam inisiasi pengembangan kerja sama
besaran transfer tersebut, apakah bersumber Pemerintah-Swasta. Seperti misalnya di Pemkab
dari jasa penggunaan layanan atau dari subsidi Tangerang lebih didorong oleh kondisi darurat
pemerintah atau bahkan kombinasi keduanya. akibat berkembangnya wabah diare di wilayah
Secara umum terdapat tiga praktek penyediaan sekitar Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng.
air minum dengan skema yang berbeda-beda yang Bandara tersebut merupakan pintu gerbang
dilakukan masing-masing Pemerintah Daerah ke Indonesia sehingga berimplikasi terhadap
setempat. KPS yang pertama adalah antara PDAM diterbitkannya travel warning dari Negara
Propinsi DKI Jakarta dengan PT Palyja dan PT lain untuk ke Indonesia. Hal ini nantinya akan
Aetra Air Jakarta. Pertimbangan utamanya adalah berimplikasi terhadap kegiatan pembangunan
KPS ini merupakan KPS yang relatif sangat awal dan ekonomi secara nasional, khususnya terkait
dilakukan di Indonesia yang mana dukungan investasi maupun perdagangan antar Negara
peraturan dan kebijakan mengenai KPS belum (ekspor-impor). Besarnya resiko dan mendesaknya
terbangun pada saat ini. Hal ini menjadi strategis kondisi tersebut mendorong Pemerintah Daerah
khususnya untuk melihat bagaimana kebijakan untuk mengembangkan PPP. Hal ini disebabkan
tersebut apabila belum dibentengi oleh peraturan oleh dua hal mendasar: 1) wilayah tersebut belum
pendukung PPP. Fokus yang kedua adalah dengan terakses air minum perpipaan yang dilakukan oleh
di Pemkab Tangerang yang bermitra dengan PT PDAM setempat; 2) terbatasnya kemampuan fiskal
Aetra Air Tangerang dengan holding company daerah untuk melakukan investasi pengembangan
adalah PT Aquatico yang berbasis di Singapura. jaringan di wilayah tersebut. Rencana PPP ini
Proyek ini merupakan proyek percontohan selanjutnya diangkat sebagai agenda di tingkat
nasional. Kerja sama yang ketiga adalah proyek Pusat yang terealisasi melalui aspek fasilitasi dan
Umbulan yang dikelola oleh Pemprov Jawa perbantuan dalam menyusun dokumen PPP. Hal
Timur. tersebut selanjutnya direalisasikan di tahun 2008
dengan pemenang adalah PT AAT. Saat ini PT
AAT telah memasuki tahapan operasionalisasi
Motivasi Pengembangan PPP Air Minum
(produksi hingga distribusi ke pelanggan) sejak
di Indonesia
tahun 2011 akhir.
Dengan tujuan utama pemenuhan kebutuhan Hal tersebut berbeda dengan rencana
penyediaan infrastruktur air minum, masing- Umbulan yang berada di Propinsi Jawa Timur.

Tabel 1.4 Motivasi Pengembangan PPP di Tiga Wilayah Penelitian

Sumber: Analisa data Primer dan Sekunder

174 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


Pengembangan PPP di Propinsi ini lebih didorong melalui penawaran proyek dalam PPP Book di
pada keberadaan potensi sumber baku air Kementerian Bappenas. Asistensi dan fasilitasi
Umbulan yang memiliki debit besar (4.500 liter/ terus dilakukan untuk mewujudkan proyek ini.
detik) dengan kualitas air pegunungan yang
sangat baik (0,01) atau setara dengan kualitas Karakteristik Praktek PPP Air Minum di
air mineral dalam kemasan. Namun sayangnya Indonesia
pemanfaatanya masih dibawah dari kapasitas
debit yaitu baru mencapai sekitar 400 liter Masing-masing model PPP memiliki karakteristik
per detik, yang mana sisanya hanya dibiarkan yang berbeda satu dengan lainnya, terutama dalam
mengalir ke laut. Pemanfaatnya masih terbatas hal skala, pelibatan pemangku kepentingan,
pada distribusi perpipaan oleh Pemerintah Kota target hingga potensi permasalahan yang
(Pemkot) Surabaya sebagai air curah ke PDAM ditimbulkan. Hal ini disesuaikan dengan faktor
mitra, pertanian, penggunaan air mineral kemasan yang melatarbelakangi dikembangkannya PPP,
dan kebutuhan sehari-hari masyarakat. Disisi kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing
lain pertumbuhan permintaan akan air perpipaan Daerah. Namun demikian terdapat beberapa
semakin tinggi, khususnya di wilayah Pemkot karaktersitik yang serupa yaitu skema yang
Surabaya dan Pasuruan, Pemkab Gresik dan digunakan. Jakarta dan Tangerang dan Jawa Timur
Pasuruan. Keterbatasan bahan baku air menjadi memiliki durasi kontrak selama 25 tahun. Nilai ini
permasalahan terbatasnya produksi air perpipaan. terkait pada tingkat pengembalian investasi yang
cukup besar. Sementara itu skema yang digunakan
Wacana tersebut mendorong Pemerintah
adalah Built Operate Transfer (BOT) untuk
melakukan inisisasi pengembangan PPP yang
Jakarta dan Tangerah, sementara Propinsi Jawa
sebenarnya telah berkembang sejak tahun 1983.
Timur menggunakan metode Built Own Operate
Aspek teknis, politik dan pemerintah nampaknya
Transfer (BOOT). Kedua model ini memiliki
menjadi kendala dalam merealisasikan hal
esensi yang hampir sama yaitu pada akhirnya
tersebut. Di Akhir 2010, Proyek ini selanjutnya
seluruh aset dan pengelolaan diserahkan kembali
dibawa ke tingkat yang lebih besar yaitu
kepada Pemerintah Daerah pasca kontrak selesai.

Tabel 1.5 Karakteristik PPP di Tiga Wilayah Penelitian

Sumber: Analisa Data Primer dan Sekuder

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 175


Selanjutnya hal yang membedakan secara tidak transparansinya pengelolaan dari mitra
mendasar adalah ranah kerja samanya. Di Jakarta, swasta, hingga pada belum optimalnya investasi
mitra swasta menggunakan seluruh aset yang jaringan. Namun sayangnya posisi tawar PDAM
dimiliki PDAM ditambah penyertaan yang berasal ini relatif lemah karena terkunci pada kesepakatan
dari swasta untuk mengimplementasikan konsesi yang telah dibuat. Apabila ingin memperbaharui
yaitu dari produksi, distribusi hingga penagihan kesepakatan harus berbasis persetujuan dua belah
ke pelanggan. Sementara itu dengan konsesi pihak. Klausul inilah yang menyulitkan posisi
serupa, Pemkab Tangerang meminta seluruh PDAM untuk dapat melakukan penyesuaian.
pembiayaan investasi bersumber sepenuhnya dari Sementara itu di Pemprov Jatim resiko ini
mitra swasta. Artinya tidak ada penyertaan modal belum teridentifikasi dengan jelas karena masih
maupun dukungan dari Pemerintah Kabupaten dalam proses penyusunan. Namun demikian
dalam hal pembiayaan investasi yang mencapai resiko yang berpotensi diterima pemprov
Rp. 525 Miliar. Sementara itu Pemprov Jatim akan adalah masalah: 1) default dari para off take,
menggunakan metode VGF (Viability Gap Fund) karena terikat pada tingkat pembayaran pada
yang merupakan fasilitas dari Pemerintah Pusat penggunaan minimal sehingga harus mampu
untuk membiayai proyek tersebut disamping menyerap kuota debit yang disepakati melalui
pembiayaan investasi dari swasta. Total investasi distribusi ke pelanggan. Keterbatasan distribusi
yang dibutuhkan akan mencapai Rp. 2,2 Triliun. akan berpotensi menimbulkan gagal bayar atas
Metode ini akan menyeleksi manakah dari mitra batas minimal pembelian dari pihak swasta.
yang mampu mengajukan VGF paling kecil 2) Ketidaksepakatan tarif baik sebagai isu
maka akan menjadi pemenang. Sebagai contoh politik maupun akibat keterbatasan kemampuan
adalah simulasi kemampuan penawaran dari daerah. Hal ini menjadi cukup kompleks karena
pihak swasta A sebesar Rp. 1,6 Triliun, sementara melibatkan Lima Kabupaten Kota dengan
pihak Swasta B sebesar Rp. 1,7 Triliun maka pengaturan tarif yang berbeda.
kebutuhan VGF adalah yang paling kecil yaitu Meskipun dengan resiko tersebut, nampaknya
Rp. 0,5 Triliun. Ranah kegiatan kerja sama akan model penjaminan oleh Pemerintah melalui PT PII
mencakup hanya pada pengambilan air baku yang hanya dilakukan oleh Pemprop Jatim mengingat
berada di Umbulan (Kabupaten Pasuruan) yang nilai investasi yang sangat besar. Sementara itu
selanjutnya di distribusikan ke pengguna yaitu dengan resiko dan permasalahan yang pelik,
off taker yang berupa PDAM di Lima Kabupaten PAM Jaya nampaknya tidak memiliki penjaminan
dan Kota. Distribusi ke pelanggan selanjutnya melalui lembaga penjamin namun langsung
dilakukan oleh PDAM. Konsep ini sebenarnya kepada Pemprop DKI Jakarta. Akibatnya adalah
sejenis dengan metode pembelian air curah yang apabila resiko kerugian semakin besar maka
telah dilakukan antar PDAM untuk memenuhi berpengaruh terhadap kinerja keuangan daerah
kebutuhan air baku. untuk mengakomodasi hal tersebut.
Terkait dengan resiko Pemerintah, Pemkab
Tangerang cenderung memiliki resiko yang paling Capaian Pelaksanaan PPP Air Minum di
rendah, karena seluruh resiko dialihkan ke pihak Indonesia
swasta. Kompensasinya adalah tarif yang telah
disepakati untuk mengakomodasi resiko tersebut Dalam analisa berikut akan difokuskan pada
akan relatif meningkat. PT AAT relatif berani perbandingan antara DKI Jakarta dan Pemkab
mengambil resiko ini yang cukup besar dengan Tangerang, mengingat di Pemprop Jawa Timur,
pertimbangan bahwa bisnis di Air minum sangat PPP belum direalisasikan dan masih dalam tahap
menjanjikan utamanya terhadap pertumbuhan penyiapan dokumen.
permintaan yang semakin tinggi di beberapa Apabila diamati dalam hal pencapaian
kantong penting seperti kawasan industri dengan pelaksanaan PPP mengacu pada target yang akan
tarif yang paling tinggi. Di DKI sendiri resiko dicapai berdasarkan kesepakatan dua belah pihak,
Pemerintah sebenarnya cukup kompleks, mulai nampaknya PPP Pemkab Tangerang memiliki
dari potensi shortfall akibat tarif tidak naik, beberapa kelebihan dibandingkan PPP di DKI
Jakarta. Hal ini tercermin dalam kemampuan

176 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


mencapai target. Beberapa target tersebut seperti Berbeda kondisi dengan DKI Jakarta yang
misalanya instalasi food grade sehingga air siap mana PPP belum mampu mencapai luaran
minum hingga instalasi perpipaan PT AAT yang optimal. Misalnya saja sistem online yang baru
berada di rumah. Hal ini mengacu pada peraturan terealisasi di tahun 2010, proses yang tidak
Kemenkes mengenai air siap minum. Selain itu transparan maupun investasi baru yang realtif
kemampuan pelayanan adalah 24 jam di semua terbatas dibandingkan dengan target dalam
pelanggan. Hal ini didukung dengan potensi kesepakatan baik dalam konstruksi baru WTP
kehilangan air yang dapat ditekan hingga kurang maupun sambungan perpipaan yang baru. Belum
dari 5% mulai dari pengambilan, produksi hingga lagi kualitas air di pelanggan masih relatif buruk
distribusi ke pelanggan. Salah satu strategi yang dan belum seluruhnya menerima layanan 24 jam
digunakan oleh PT AAT adalah menggunakan sehingga sering menerima keluhan dari pelanggan.
instalasi dan teknologi yang modern sehingga Posisi tawar yang lemah yang dimiliki PAM Jaya
mampu menekan kebocoran ataupun kehilangan menyulitkan dalam menekan pihak swasta untuk
air terkait proses produksi dan distribusi. Opsi memiliki kinerja yang optimal. Belum lagi PAM
selanjutnya adalah menggunakan peralatan Jaya menghadapi resiko shortfall yang tinggi
dan instrument yang baru sehingga mampu akibat masalah penetapan tarif, penggunaan IRR
menciptakan efisiensi dan produksi yang optimal. yang masih tinggi mengacu pada kondisi makro
Selain itu, PT AAT menggunakan konsultan ekonomi tahun 1997.
yang berpengalaman dalam membangun WTP
dan instalasi jaringan perpipaan. Dengan kata
lain profesionalisme menjadi acuan utama Kendala Pemerintah Daerah Dalam Im-
dalam pelaksanaannya. Meskipun demikian plementasi PPP Air Minum
PT AAT masih menghadapi kendala dalam Sangat disayangkan apabila kerja sama yang
penyerapan debit di konsumen yaitu masih berada dilakukan justru menyulitkan Pemerintah untuk
dikisaran 30-35% dari kapasitas debit terpasang. mengatur dan mengelola penyediaan infrastruktur.
Pola konsumsi masyarakat dan masih belum Hal ini seringkali terjadi akibat Pemerintah kurang
tergarapnya semua potensi konsumen menjadi berhati-hati dalam memberikan pengelolaan
kendala dalam mencapai target tersebut.

Tabel 1.6 Capaian PPP di Tiga Wilayah Penelitian

Sumber: Analisa Data Primer

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 177


kepada pihak swasta. Misalanya saja posisi belum diantisipasi oleh Pemerintah Daerah pada
Pemerintah yang kadang dicukupkan pada saat kontrak tersebut selesai adalah mengenai
tataran monitoring dan evaluasi sementara kesiapaan dalam mengambil alih aset tersebut
instrument intervensi tidak dimiliki. Beberapa hal maupun pengelolaanya. Hal ini terkait kepada:
tersebut sangat terikat dengan kesepakatan yang 1) siapakah nantinya yang akan mengelola
telah dibuat, sementara untuk memperbaharui aset tersebut, apakah Pemerintah Daerah
kesepakatan harus berbasis pada persetujuan membentuk badan teknis baru, PDAM atau
kedua belah pihak. Apabila salah satu pihak telah dikerja samakan kembali ke swasta?; 2) apakah
menerima manfaat yang lebih besar dari yang Pemerintah memiliki kemampuan SDM yang
seharusnya, tentu pembaharuan kesepakatan mencukupi, dalam sisi teknis, administratif
akan semakin sulut dilakukan. Kondisi inilah maupun keuangan sehingga pelayanan dan
yang tengah terjadi di PAM JAYA, yang mana kualitas yang diberikan tidak lebih buruk daripada
beberapa kesepakatan justru mengunci peran pengelolaan sebelumnya oleh pihak swasta?;
Pemerintah Daerah. 3) apakah pemerintah telah menyiapkan dana
Dilain aspek, dalam kesepakatan terkadang cadangan untuk proses pembelajaran maupun
tidak mengatur mengenai mitigasi bilamana penyesuaian alih aset tersebut?; 4) Bagaimana
terdapat ketidaksesuaian antara kesepakatan transfer SDM dari swasta ke Pemerintah, apakah
dan realisasi. Apabila hal ini sudah semakin akan menjadi pegawai BUMD atau tetap sebagai
sulit dilakukan, maka langkah terakhir adalah pegawai swasta?; 5) Apakah pemerintah telah siap
mengambil alih kembali pengelolaan dan aset dengan resiko pengenaan pajak yang tidak sedikit
kepada Pemerintah Daerah dibandingkan resiko dalam mendapatkan aset tersebut. Hal ini menjadi
yang lebih besar dari adanya kesepakatan kompleks pada saat awalnya merupakan aset milik
tersebut. Terkait resiko, beberapa hal yang pemerintah namun karena PPP maka menjadi aset

Tabel 1.7 Peran Pemerintah Daerah dalam PPP Air Minum

Sumber: Analisa Data Primer dan Sekunder

178 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


swasta dan kembali lagi ke pemerintah pada saat tratif, manajerial, hukum maupun pembiay-
masa kontrak berakhir. Berbagai kondisi tersebut aan, SDM yang tangguh, responsif, cerdas
diatas seringkali tidak diantisipasi oleh Pihak dan mencukupi dalam merealisasikan PPP,
Pemerintah Daerah. dukungan dari pakar hukum dan pengacara.
2. Kesesuaian antara kebijakan PPP dan
KESIMPULAN DAN SARAN kerangka kebijakan sektoral. Dengan kata
lain bahwa kebijakan PPP harus terinte-
Secara umum pelaksanaan PPP air minum semakin
grasi dengan kebijakan sektoral, bukan
berkembang di Indonesia. Beberapa PDAM telah
sebagai kebijakan yang terpisah dari sektor
melaksanakan kerja sama dengan pihak swasta
tersebut. Pertimbangannya adalah guna
dalam bentuk Independent Water Producer (IWP)
mengatasi tumpang tindih peran, tang-
atau B to B seperti yang terjadi di dalam sektor
gungjawab, kebijakan maupun peraturan
kelistrikan. Pengalaman PPP di DKI Jakarta
perundangan.
memberikan pembelajaran yang penting dalam
membangun kerja sama dengan pihak swasta, 3. Terbangunnya kerangka peraturan perun-
mulai dari penyiapan dokumen, pemahaman dangan yang menjamin pelaksanaan PPP
akan materi kontrak, penyiapan skema mitigasi dimulai dari tahapan konsep (kerja sama),
hingga perlunya dukungan pemerintah melalui kesepakatan hingga tahapan operasional-
penjaminan dan payung hukum. Kondisi ini isasi.
mengingat bahwa PAM Jaya merupakan salah 4. Terbentuknya kerangka institusional yang
satu pioneer dalam membangun kerja sama terlibat dalam pelaksanaan dan mekanisme
Pemerintah Swasta. Namun demikian seringkali kerja sama yang jelas mencakup: model
PPP menjadi gagal akibat beberapa faktor seperti pembiayaan, tingkat resiko, penjaminan,
(Cuttare, 2008): pertama, Buruknya kerangka pemeliharaan dan proporsi keuntungan
peraturan perundangan dan lemahnya penerapan 5. Transparan dan kompetitf dalam tahap
terkait dengan kegiatan PPP. Persoalan ini dapat pengadaan, seleksi dan lelang.
diamati pada kondisi seperti tumpang tindih 6. Kehati-hatian dalam menyusun dokumen
kebijakan baik secara lintas sektoral maupun penawaran khususnya mengenai ketepatan,
antar jenjang pemerintahan, kontrakdiksi antar keakuratan dan realibitas proyeksi atas
peraturan sejenis, hingga lemahnya penegakan penerimaan, biaya, profit maupun resiko.
hukum (pengawasan maupun pemberian sanksi/
7. Lingkungan usaha yang kondusif sep-
hukuman). Kedua adalah Lemahnya kapasitas
erti kuatnya keinginan politik dan stabilitas
institusional dan strategi PPP. Ketiga, kurang
politik. Kondisi ini dapat dikembangkan
realistisnya estimasi penerimaan dan biaya PPP.
dari kuatnya kepercayaan yang terbangun
Keempat, Ketidaktepatan dan ketidakseimbangan
antara Pemerintah-Swasta-Lembaga Pem-
dalam distribusi resiko. Kelima Kurangnya
biayaan. Dengan adanya kepercayaan yang
pelelangan/ pengadaan yang tidak kompetitif,
terjalin, maka penentuan tujuan bersama
misalnya penunjukkan langsung, dan terakhir
maupun jalinan kerja sama akan lebih mu-
adalah adanya penolakan masyarakat (kemampuan
dah dilakukan.
membayar pengguna seringkali tidak ditaksir
dengan benar. 8. Kemampuan dalam mengatasi tekanan
eksternal baik fundamental moneter mau-
Denormandie (2011), Cuttare (2008) dan
pun fiskal. Pelemahan mata uang, tingginya
World Bank Institute (2007 menyebutkan
suku bunga maupun inflasi berpelung ter-
setidaknya terdapat beberapa faktor penentu
hadap pembengkakan biaya dan jasa yang
kesuksesan berlangsungnya PPP di Negara
harus ditrasnfer ke pihak swasta. Imbasnya
berkembang yaitu:
adalah tariff yang semakin tinggi dan sulit
1. Kapasitas Pemerintah yang mumpuni baik dijangkau bagi masyarakat. Misalanya
dalam hal pemahaman dan pengetahuan ditangani dengan instrumen subsidi tentu
mengenai PPP, penguasaan aspek adminis- akan menjadi beban bagi pemerintah yang

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 179


tidak sebentar, khususnya apabila stabi- proyek KPS di Indonesia. Selain itu keberadaan
lisasi faktor makro ekonomi tidak dapat PPP Centre mampu mereduksi peran-peran
segera dilakukan. formalitas yang terkadang mendominasi peran
9. Terdapatnya portofolio masing-masing substansi dari pengembangan kapasitas PPP
proyek yang ditawarkan ke pasar secara maupun pelaksanaannya.
feasible. Ketiga, harmonisasi peraturan perundangan
10. Terdapatnya kerangka kerja operasional yang masih sebagai faktor utama pembentuk
yang jelas yang mencakup atas: sistem keterlambatan dalam proses perijinan maupun
pengawasan, evaluasi, parameter kinerja legalisasi.
dan indikator keberhasilan Keempat, pengembangan paradigma yang
11. Monitoring yang kuat dan fleksibilitas re- benar mengenai PPP bahwa PPP bukan sebagai
spon terhadap kejadian/ kondisi yang tidak proyek pengadaan barang dan jasa ataupun
sesuai. Artinya bahwa Pemerintah harus privatisasi aset Negara.
menyiapkan beberapa skenario langkah Kelima, menakar secara tepat distribusi
dan strategi dalam mengatasi keadaan yang resiko dan tingkat peranan pemerintah untuk
tidak sesuai dengan perencanaan. Respon mengurangi resiko intervensi yang berlebihan
tersebut sebaiknya dilakukan secara fleksi- maupun kontrol yang terlepas sehingga mampu
bel namun tetap menjaga keberlangsungan mendukung iklim usaha yang kondusif.
kontrak dan kualitas pelayanan kepada Keenam, pelibatan akademisi dalam hal
pengguna. menyusun dokumen PPP (Pre Qualification, FS,
12. Kemampuan Dukungan pembiayaan yang Penawaran) khususnya terhadap analisa teknis,
besar dari lembaga pembiayaan. ekonomi dan hukum untuk mewujudkan PPP
13. Distribusi resiko yang bijaksana antara yang berkelanjutan.
Pemerintah dan swasta
DAFTAR PUSTAKA
Rekomendasi Kebijakan
Alan, J. R. 1999. “Public-Private Partnership:
Sementara itu terdapat kebutuhan mendesak
A Review of Literature and Practice”.
berkaitan dengan kondisi pelaksanaan PPP di
Saksatchewan Institute of Public Policy,
Indonesia untuk perbaikan kebijakannya yaitu:
Public Policy Paper Number 4.
pertama, penguatan kapasitas Pemerintah
dan PJPK mengenai PPP. Kapasitas ini baik Bapenas. 2011. PPP Book
dalam pemahaman, aspek teknis, administratif, Bapenas. 2012. PPP Book
hukum hingga kemampuan dalam merespon Bappenas. 2010. PPP Book
perkembangan yang terjadi. Model training dan Chau, David. 2006. Three PPP Success Stories in
pembekalan PPP yang dilakukan oleh kementerian Water and Waste Water Works in Canada.
Bappenas nampaknya belum optimal dalam Presentation Handout
meningkatkan pemahaman dan penguasaan PPP
Cuttaree, Vickram. 2008. Successes and Failures
baik dalam hal kesesuaian materi maupun peluang
of PPP Projects. The World Bank Europe
pelatihan yang relatif terbatas dibandingkan
and Central Asia Region: Warsaw
kebutuhan pengembangan.
Dailami dan Klein. 1997. PPP Development in
Kedua pengembangan PPP Centre sebagai
Infrastructure Sectors
wadah untuk konsultasi, advokasi, fasilitasi,
training hingga inovasi-inovasi mengenai PPP. Denormandie, Cecile. 2011. Public Private
PPP Centre ini bertujuan memberikan pedoman Partnership for Urban Water Utilities: The
yang dapat diacu oleh pemerintah daerah, PJPK Senegalese Experience
maupun lembaga Pemerintah lainnya. Keberadaan Dinas Cipta Karya. 2011. Statistik Air Minum
direktorat KPS di Bappenas nampaknya belum Indonesia
mumpuni untuk dapat mengawal sekian peluang

180 │ Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Vol 22, No. 2, 2014


Hahm, J. 2008. Regulation and Institutions for Rostiyanti, S.F and Tamin, R.Z. 2010.
PPP. Honduras: World Bank Institute. “Identification of Challenges in Public
Hamilton, Geoffrey. 2011. Public Private Private Partnership Implementation for
Partnership in water-models for low and Indonesian Toll Road”. Proceedings of the
middle income countries? First Makassar International Conference on
Civil Engineering, March 9-10.
Indra, P, Bastary. 2011. PPP Policy and Regulation
in Indonesia. Jakarta: Ministry of National Schneider, Michael and Davis, Jonathon.
Development Planning. 2010. Public Private Partnership in Public
Transportation: Policies and Principles for
Kementerian PU-BPPSPAM. 2013. Restrukturisasi
The Transit Industry.
PDAM di Indonesia
Wibowo, Andreas dan Mohamed, Sherif. 2008.
Majalah Sustaining Partnership (KPS). 2011.
Perceived Risk Allocation in Public-Private-
Edisi Khusus Air Minum. Edisi September
Partnered (PPP) Water Supply Project in
Majalah Sustaining Partnership (KPS)., 2011. Indonesia. International Conference on
Edisi Penyediaan Air Bersih, edisi September Construction in Developing Countries,
Perad, Edouard. 2006. Private Sector Participation Karachi, August 4th – 5th: Pakistan
and Regulatory Reform in Urban Water World Bank Institute. 2010. Focus on Public-
Supply: the Middle East and north African Private Partnerships.
experience
Zhoung, Lijin; Mol, P.J. Arthur and Fu, Tao. 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 16. 2015 Public-Private Partnership in China’s Urban
Riberio, Karisa and Dants, Andre. 2009. Public- Water Sector. Journal of Environmental
Private Partnership Initiatives Around the Management Vol 41, Page 863-877
World: Learning From The Experience.
Diakses melalui http://ir.canterbury.ac.nz/
bitstream/10092/211/1 pada 30 September
2011.

Implementasi Kerja Sama ... (Bahtiar Rifai) │ 181

You might also like