Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.

1 Januari – Maret 2015

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
ETNIS ACEH DAN BUGIS-MAKASSAR
MELALUI ASIMILASI PERKAWINAN DI KOTA MAKASSAR
Reni Juliani1, Hafied Cangara2, Andi Alimuddin Unde2
1
Jurusan Ilmu Komunikasi dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala
2
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makassar

Abstract

This research aimed to investigate the intercultural communication between Acehethnic group and Bugis-Makassar
through marriage assimilation in Makassar city, to investigate the factors supporting and not supporting the
assimilation process between the two ethnic groups (Aceh-Bugis-Makassar), and to investigate which channels they
mostly used to meet and formed households as multi-culture families. The reasearch subjects consisted of 11 couples
of the ethnic groups of Aceh and Bugis-Makassar in Makassar city. The data were collected through interviews with
both ethnic groups of Aceh and Bugis-Makassar. Next, the data were analyzed using Miles and Huberman
interactive model. The research results revealed that the intercultural communication between Aceh ethnic group
and Bugis-Makassar ethnic group in Makassar city had run well. They were more easily melt each other because the
had similar cultures and the same religion. Also, they did not emphasize their cultures in introducing their
respective cultures to their children. The factors supporting the intercultural assimilation between Aceh and Bugis-
Makassar ethnic groups were the high level of tolerance, trust and honesty, openness toward each other, and the
choice to surrender in order to win. On the other hand, the factors of constraints were the ethnocentric
characteristics. The communication channels they used in making them meet generally occurred in informal meeting
situations, without any mediators or match makers.

Keywords: Intercultural communication; Acehnese and Bugis-Makassar ethnic groups; and assimilation

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi antarbudaya etnis Aceh dan Bugis-Makassar
melalui asimilasi perkawinan di Kota Makassar, untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendukung dan yang
tidak mendukung proses asimilasi kedua etnis (Aceh- Bugis-Makassar), dan untuk mengetahui saluran-saluran mana
saja yang banyak mereka gunakan sehingga mereka dipertemukan kemudian membina rumah tangga sebagai
keluarga multikultur. Subjek penelitian ini terdiri dari 11 pasang pasangan suami-istri etnis Aceh dengan etnis Bugis
Makassar di Kota Makassar. Data dikumpulkan melalui wawancara dan etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar,
selanjutnya dianalisis dengan mengunakan teknik analisis data model interaktif Miles dan Huberman. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi antarbudaya etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar di Kota
Makassar berjalan dengan baik. Mereka lebih mudah melebur satu sama lain dikarenakan mempunyai kesamaan
budaya dan juga agama. Mereka tidak terlalu menitik beratkan kedua budaya mereka dalam pengenalan budaya
kepada anak-anak mereka. Faktor pendukung asimilasi etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar adalah toleransi
yang tinggi, kepercayaan dan kejujuran, keterbukaan satu sama lain, dan memilih mengalah untuk menang.
Sedangkan faktor penghambat asimilasi mereka adalah sifat etnosentrisme. Saluran-saluran komunikasi yang
digunakan dalam mempertemukan mereka pada umumnya berlangsung dalam situasi pertemuan informal, tanpa
pelantara atau perjodohan.

Kata kunci ; Komunikasi antarbudaya; etnis Aceh dan Bugis-Makassar; dan asimilasi

70
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

PENDAHULUAN semua itu terutama merupakan respons


terhadap fungsi budaya kita. Komunikasi itu
Makassar sebagai kota multikultur dengan terikat oleh budaya. Sebagaimana budaya
penduduk yang tinggal berasal dari berbagai berbeda antara yang satu dengan yang lainnya,
etnis. Bukan hanya dari etnis asli Sulawesi maka praktik dan perilaku komunikasi
Selatan saja seperti Makassar, Bugis, Mandar individu-individu yang diasuh dalam budaya-
dan Toraja, melainkan dari etnis dari luar budaya tersebut pun akan berbeda pula.
Sulawesi Selatan seperti Papua, Maluku, Jawa, Shanon dan Weaver yang diteruskan oleh
Kalimanta, Sumatra, Aceh, bahkan Tionghoa Cangara (2012: 22), bahwa komunikasi adalah
juga ada. Bisa dikatakan bahwa penduduk bentuk interaksi manusia yang saling
Makassar sendiri berasal dari berbagai etnis mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau
dari Sabang sampai Merauke. Mobilitas yang tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk
tinggi, keterbukaan masing-masing daerah dan komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi
juga penempatan perpindahan pegawai juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni,
merupakan faktor penting dalam lahirnya dan teknologi.
perkawinan antarbudaya. Pada masa yang akan Definisi yang paling sederhana dari
datang, kehidupan multikultur akan semakin komunikasi antarbudaya adalah menambahkan
meningkat dengan ditandai meningkatnya kata budaya ke dalam pernyataan “komunikasi
perkawinan silang antar-etnis. Dalam antara dua orang/lebih yang berbeda latar
perspektif komunikasi dapat diartikan bahwa belakang kebudayaan” (Liliweri, 2003: 9).
fenomena di atas akan mempengaruhi Fred E. Jandt mengartikan komunikasi
bagaimana pasangan antar-etnis tersebut antarbudaya sebagai interaksi tatap muka di
berkomunikasi dan berasimilasi. Tidak ada antara orang-orang yang berbeda budayanya
cara yang dapat memisahkan antara Budaya (intercultural communication generally refers
dan komunikasi karena seluruh perilaku to face-to face interaction among people of
seseorang sangat bergantung pada budaya yang divers culture). Sedangkan Collier dan
mempengaruhinya (Edward T. Hall 1959 Thomas, mendefinisikan komunikasi
dalam Istiyanto, 2008), Communication is antarbudaya “as communication between
culture, culture is communication (komunikasi persons ‘who identity themselves as distict
adalah budaya, budaya adalah komunikasi). from’ other in a cultural sense” (Purwasito,
Pernyataan tersebut menandakan bahwa 2003: 122).
hubungan antara komunikasi dan budaya Dari hasil penelitian Simamora (2012), yang
sangat erat. Adanya saling keterikatan antara berjudul “Komunikasi Antarbudaya dalam
hubungan komunikasi dan budaya. Budaya Proses Asimilasi pada Pernikahan Campuran
merupakan landasan komunikasi. Sehingga (Studi Kasus Tentang Komunikasi
cara-cara komunikasi baik komunikasi verbal Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pada
maupun non verbal kita adalah cerminan dari Pernikahan Campuran Suku Batak Toba-
budaya yang mempengaruhi kita. Semakin Tionghoa di kota Medan). Hasil dari penelitian
beraneka ragam budaya, maka semakin ini menunjukkan bahwa proses komunikasi
beraneka ragam pula praktik komunikasi yang antarbudaya dapat terjalin dengan baik dan
akan digunakan. efektif diantara kelima pasangan pernikahan
Mulyana dan Rakhmat (2005: 25), campuran. Namun terjadi proses penarikan diri
menjelaskan bahwa cara-cara kita oleh beberapa informan dari sukunya
berkomunikasi,keadaan-keadaan komunikasi terdahulu, kecemasan tinggi akan masa depan
kita, bahasa dan gaya bahasa yang kita sukunya, rasa etnosentrisme berlebihan, dan
gunakan, dan perilaku-perilaku nonverbal kita, culture shock yang sempat dialami oleh

71
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

beberapa informan. Keseluruhan informan perkawinan di Makassar?


berusaha untuk menghormati dan menghargai 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi
perbedaan budaya dalam pernikahan mereka. pendukung dan penghambat dalam proses
Di Makassar sendiri banyak terjadi pernikahan asimilasi antara kedua etnis (Aceh-Bugis-
campuran. Etnis Aceh di Makassar sangat Makassar) dilihat dari perspektif komunikasi
eksis dengan membentuk Ikatan masyarakat antarbudaya?
Aceh (IMA). Hubungan baik etnis Aceh 3. Saluran-saluran mana saja yang banyak
dengan Bugis-Makassar sudah terjalin sejak mereka gunakan sehingga mereka
dulu. Dengan adanya pernikahan Sultan dipertemukan kemudian membina rumah
Iskandar Muda dengan Putroe Suni anak dari tangga sebagai keluarga multikultur?
Daeng Mansyur yang beretnis Bugis-
Makassar. Fenomena perkawinan etnis Aceh KAJIAN KONSEP DAN TEORI
dan Bugis-Makassar juga terjadi di Kota
Makassar. Hal ini yang menarik untuk diteliti. a. Komunikasi Manusia adalah
Dimana penelitian ini merupakan penelitian makhluk sosial. Untuk menjalin hubungan
baru dan belum pernah diteliti sebelumnya. sosial diperlukan komunikasi. Komunikasi
Perkawinan mereka memadukan budaya yang bagaikan kebutuhan primer bagi
berbeda dari masing-masing pasangan. Namun, keberlangsungan kehidupan. Bisa
perbedaan budaya ini yang akan memicu dikatakan tanpa komunikasi manusia tidak
terjadinya miskomunikasi dan konflik. Seperti bisa hidup. Dari zaman dahulu kala,
yang dijelaskan oleh Triandis dalam Lubis manusia berkomunikasi dengan
(2012: 27) bahwa konflik akan lebih besar jika sesamanya dengan cara mereka sendiri.
kedua budaya sangat berbeda dibandingkan Saat berburu untuk mencari makanan,
jika mereka sama. Diduga bahwa perkawinan manusia menggunakan isyarat-isyarat
antara etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar tertentu. Isyarat itu, komunikasi.
akan mengalami miskomunikasi dan konflik Sejak manusia masih dalam kandungan,
karena mereka memiliki budaya yang berbeda. manusia sudah mengadakan komunikasi.
Banyaknya hambatan, adanya perbedaan dan Komunikasi manusia di dalam kandungan
pertentangan akan jauh lebih besar muncul dan dilakukan dengan tolongan sang Ibu, baik
ditemui dalam kehidupan mereka berumah melalui musik yang didengarkan, lantunan
tangga. Namun, pendapat Triandis tersebut Al-qur’an, komunikasi Sang Ibu dan bayi
bertolak belakang dengan fenomena yang di dalam perutnya. Komunikasi tidak
terjadi. Perkawinan etnis Aceh dengan etnis dapat dipisahkan dalam kehidupan
Bugis-Makassar berjalan dengan baik dan manusia. Karena untuk hidup manusia
berlangsung cukup lama. Penelitian bertujuan perlu berkomunikasi.
untuk mengetahui bagaimana komunikasi Untuk mengetahui definisi dari
antarbudaya etnis Aceh dan Bugis-Makassar komunikasi, kita bisa membaca beberapa
melalui asimilasi perkawinan di Kota referensi. Karena definisi komunikasi dari
Makassar. para pakar sangat beraneka ragam. Mulai
dari definisi yang mudah untuk dipahami
Permasalahan hingga definisi yang sulit dan kompleks.
Berdasarkan latar belakang yang telah Dalam Cangara (2012:20), Cherry dalam
dijelaskan, maka ada dua permasalahan stuart (1983) menjelaskan bahwa istilah
sebagai berikut: komunikasi berpangkal pada perkataan
1. Bagaimana komunikasi antarbudaya etnis Latin Communis yang artinya membuat
Aceh dan Bugis-Makassar melalui asimilasi kebersamaan atau membangun

72
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

kebersamaan antara dua orang atau lebih. mekanisme. Identitas seseorang dibentuk
Komunikasi juga berasal dari akar kata saat berinteraksi sosial dengan orang lain.
dalam bahasa Latin Communico yang Orang tersebut mendapatkan pandangan
artinya membagi. serta reaksi orang lain dalam interaksi
Fendy (2005: 9) juga menyampaikan hal sosial dan sebaliknya, memperlihatkan
yang sama dalam bukunya yang berjudul rasa identitas dengan cara orang lain
“Ilmu Komunikasi dalam Teori dan mengekspresikan diri dan merespons
Praktek”. orang lain (Littlejohn dan Foss, 2009:131).
“Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris Dari beberapa definisi komunikasi di atas
“Communications” berasal dari kata latin dapat disimpulkan bahwa komunikasi
“Communicatio, dan bersumber dari kata merupakan penyampaian pesan dari
“Communis” yang berarti “sama”, komunikator kepada komunikan baik
maksudnya adalah sama makna. kesamaan menggunakan bahasa verbal, ataupun non
makna disini adalah mengenai sesuatu verbal juga menggunakan ekspresi muka,
yang dikomunikasikan, karena komunikasi lukisan, seni, dan lambang-lambang yang
akan berlangsung selama ada kesamaan tujuan untuk mendapatkan pandangan
makna mengenai apa yang dipercakapkan yang sama dan kesamaan makna sehingga
atau dikomunikasikan, Suatu percakapan komunikasi tersebut dapat menjadi alat
dikatakan komunikatif apabila kedua belah pembentuk identitas, pengubah
pihak yakni komunikator dan komunikan mekanisme, pandangan dan makna dalam
mengerti bahasa pesan yang interaksi sosial.
disampaikan.”
Carl I Hovland (Mulyana, 2005:62) b. Budaya
menjelaskan bahwa komunikasi Sugiarti (dalam Nuraeni dan Alfan,
merupakan proses yang memungkinkan 2012:16), mendefinisikan secara
seseorang (komunikator) menyampaikan sederhana pengertian budaya dan
rangsangan (biasanya lambang-lambang kebudayaan dan budaya, yaitu sebagai
verbal) untuk mengubah perilaku orang berikut:
lain. Shanon dan Weaver yang diteruskan 1) Kebudayaan dalam arti luas adalah
oleh Cangara (2012:22) bahwa keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
komunikasi adalah bentuk interaksi hasil karya manusia dalam kehidupan
manusia yang saling mempengaruhi satu masyarakat yang diperoleh melalui
sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja. belajar. Istilah kebudayaan digunakan
Tidak terbatas pada bentuk komunikasi untuk menunjukkan hasil fisik karya
menggunakan bahasa verbal, tetapi juga manusia, meskipun hasil fisik karya
dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, manusia sebenarnya tidak terlepas dari
dan teknologi. Menurut Rogers dan D. pengaruh pola berpikir (gagasan) dan pola
Lawrence Kincaid yang diteruskan oleh perilaku (tindakan) manusia. Kebudayaan
Wiryanto (2004:6) komunikasi adalah sebagai suatu sistem memberikan
suatu proses di mana dua orang atau lebih pengertian bahwa kebudayaan tercipta dari
membentuk membentuk atau melakukan hasil renungan yang mendalam dan hasil
pertukaran informasi dengan satu sama kajian yang berulang-ulang tentang suatu
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba permasalahan yang dihadapi manusia,
pada saling pengertian yang mendalam. sehingga diperoleh sesuatu yang dianggap
Komunikasi merupakan alat untuk benar dan baik.
membentuk identitas dan juga mengubah 2) Kebudayaan dalam arti sempit dapat

73
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

disebut dengan istilah budaya atau sering orang-orang secara tatap muka, yang
disebut kultur (culture, bahasa Inggris(, memungkinkan pesertanya menangkap
yang mengandung pengertian keseluruhan reaksi orang lain secara langsung, baik
sistem gagasan dan tindakan. Pengertian secara verbal ataupun nonverbal dengan
budaya atau kultur dimaksudkan untuk bentuk komunikasi diadik yang
menyebut nilai-nilai yang digunakan oleh melibatkan hanya dua orang. Ciri-ciri
sekelompok orang dalam berpikir dan komunikasi diadik adalah pihak-pihak
bertindak. Seperti halnya dengan yang berkomunikasi mengirim dan
kebudayaan, budaya sebagai suatu sistem menerima pesan secara simultan dan
juga merupakan hasil kajian yang spontan, baik secara verbal ataupun
berulang-ulang tentang suatu nonverbal.
permasalahan yang dihadapi. Purwanto menambahkan bahwa
komunikasi interpesonal itu merupakan
c. Komunikasi Antarbudaya komunikasi yang dilakkan antara
Komunikasi antarbudaya pada dasarnya seseorang dengan orang lain dalam suatu
adalah komunikasi biasa. Hanya yang masyarakat maupun orang dengan
membedakannya adalah latar belakang menggunakan media komunikasi tertentu
budaya yang berbeda dari orang-orang dan bahasa yang mudah dipahami untuk
yang melakukan proses komunikasi mencapai suatu tujuan tertentu (dalam
tersebut. Aspek-aspek budaya dalam Kurniawati, 2014:7). Pendapat Purwanto
komunikasi seperti bahasa, isyarat, non tersebut menegaskan bahwa komunikasi
verbal, sikap, kepercayaan, watak, nilai interpersonal tidak hanya komunikasi tatap
dan orientasi pikiran akan lebih banyak muka, komunikasi bermedia juga bisa
ditemukan sebagai perbedaan besar yang digolongkan dengan komunikasi
sering kali menyebabkan distorsi dalam interpersonal.
komunikasi. Namun, dalam masyarakat
yang bagaimanapun berbedanya e. Asimilasi
kebudayaan. Tetaplah akan terdapat Asimilasi adalah proses sosial yang timbul
kepentingan-kepentingan bersama untuk bila ada kelompok masyarakat dengan
melakukan komunikasi (Alex. 2001: 117). latar belakang kebudayaan yang berbeda,
Harus diakui bahwa budaya menentukan saling bergaul secara intensif
cara kita berkomunikasi: topik-topik dalam jangka waktu lama, sehingga
pembicaraan, siapa boleh berbicara atau lambat laun kebudayaan asli mereka akan
bertemu dengan siapa, bagaimana dan berubah sifat dan wujudnya membentuk
kapan, bahasa tubuh, konsep ruang, makna kebudayaan baru. Menurut Alba dan Nee,
waktu, dan sebagainya, sangat bergantung Asimilasi dapat berarti sebagai penurunan,
kepada budaya (Mulyana, 2011:3). dan pada titik akhir yang hilangnya, dari
perbedaan etnis/ras dalam sosial
d. Komunikasi Interpersonal budayanya. Definisi ini tidak menganggap
Pada dasarnya, pengertian komunikasi bahwa salah satu dari kelompok-kelompok
interpersonal ini mempunyai banyak ini harus menjadi mayoritas etnis;
penafsiran yang ditela’ah oleh para ahli asimilasi dapat melibatkan kelompok
teori komunikasi. Stewart L.Tubbs dan minoritas saja, dalam hal batas etnis antara
Sylvia Moss (dalam Kurniawati, 2014: 7) mayoritas dan kelompok minoritas
menjelaskan bahwa komunikasi gabungan mungkin tetap utuh
interpersonal adalah komunikasi antara (Abdurrahman, dkk, 2013:9).

74
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

2)Proses
Sifatasimilasi
takut terhadap
dapat terjadi
kebudayaan
jika terjadi hal
yangsebagai berikut :
1) Kelompok-kelompok manusia dengan dihadapi.
latar belakang kebudayaan yang berbeda- 3) Perasaan ego dan superioritas yang ada
beda. pada individu-individu dari suatu
2) Kelompok manusia ini saling bergaul kebudayaan terhadap kelompok lain. Hal
secara intensif dalam kurun waktu yang ini sering disebut dengan etnosentrisme
lama. (Tumanggor dkk, 2010:65).
3) Pertemuan budaya-budaya antar-kelompok
itu masing-masing berubah watak khasnya f. Etnis Aceh
dan unsur-unsur kebudayaannya saling Provinsi Aceh memiliki beberapa suku
berubah sehingga memunculkan watak- yang tinggal menyebar di setiap
watak kebudayaan yang baru/campuran daerahnya. Suku-suku tersebut antara lain
(Tumanggor dkk, 2010:64). adalah suku Aceh, suku Aneuk Jamee,
Asimilasi
suku Gayo,
terjadisuku
dikarenakan
Alas, suku
dipengaruhi
Kluet, suku
oleh dua faktor, ya
1) Faktor toleransi, kelakuan saling Singkil, suku Tamiang dan suku Simeulu.
menerima dan memberi dalam struktur Suku bangsa Aceh adalah yang
himpunan masyarakat. mendominasi mendiami Nanggroe Aceh
2) Faktor kemanfaatan timbal balik, memberi Darussalam (NAD), terdiri dari 17
manfaat kepada dua belah pihak. kabupaten dan 4 Kotamadya (1999).
3) Faktor simpati, pemahaman saling Wilayah kediaman asli suku bangsa Aceh
menghargai dan memperlakukan pihak adalah Kotamadya Banda Aceh,
lain secara baik. Kotamadya Sabang, Kabupaten Aceh
4) Faktor perkawinan (Tumanggor dkk, Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh
2010:65). Utara, sebagian Kabupaten Aceh Barat,
Soekanto (dalam Faisal, 1999:17) sebagian Kabupaten Aceh Selatan dan
menjelaskan lebih lengkap mengenai sebagian Kabupaten Aceh Timur. Suku
faktor-faktor yang menjadi pendukung dan bangsa Aceh mempunyai bahasa sendiri,
mempermudah terjadinya asimilasi, antara yaitu bahasa Aceh yang terdiri dari
lain: beberapa dialek, diantaranya dialek
1) Toleransi Peusangan, Banda, Bueng, Daya, Pasee.
2) Kesempatan-kesempatan yang Tunong, Matang, Seunangan dan
seimbang di bidang ekonomi Meulaboh. Dari keseluruhan pada
3) Sikap menghargai orang asing dan umumnya masyarakat Aceh dapat
kebudayaannya memahami arti kata-kata dari kalimat yang
4) Sikap terbuka dari golongan yang diucapkan dari perbedaan dialek tersebut
berkuasa dalam masyarakat (Umar, 2006:69).
5) Persamaan dalam unsur-unsur Dari dahulu kala, Aceh terkenal dengan
kebudayaan petarung-petarung tangguh dan berani.
6) Perkawinan campuran Selain terkenal dengan wilayah yang
(amalgamation) kental dengan keislamiannya, daerah Aceh
7) Adanya musuh bersama dari luar. juga kaya akan hasil rempah-rempahnya
Berlawanan
dan menjadidengansorotan
faktor pendukung
bagi penjajah-
tadi, asmilasi dapat ter
1) Kurangnya pengetahuan terhadap unsur penjajah yang ingin merebut Aceh.
kebudayaan yang dihadapi (dapat) Namun, para penjajah tidak pernah
bersumber dari pendatang atau pun berhasil menaklukkan Aceh. Rakyat Aceh
penduduk asli. dengan segenap kekuatannya bertarung

75
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

mengusir para penjajah sehingga mereka atas kesamaan identitas mereka sebagai
berhasil mempertahankan Aceh. sesama muslim yang mengatasi perbedaan
Sultan Ali Mughayat adalah sultan yang suku dan bahasa mereka (Pelras, 2006:16).
pertama sekali merancang bendera Aceh. Pelras(2006:4) melanjutkan penjelasannya
Bendera aceh yang bersimbolkan bulan, mengenai orang Bugis-Makassar bahwa
bintang dan pedang di bawahnya. Bendera semua orang Bugis-Makassar sebenarnya
ini melambangkan Aceh dengan memiliki berbagai ciri khas yang sangat
ketangguhannya yang teguh dalam agama menarik. Mereka adalah contoh yang
Islam. Pada masa Sultan Iskandar Muda, jarang terdapat di wilayah Nusantara.
kerajaan Aceh berada pada puncak Mereka mampu mendirikan kerajaan-
kejayaan dan kemasyuran. Dan kini kerajaan yang sama sekali tidak
bendera tersebut ingin disahkan oleh mengandung pengaruh India, dan tanpa
pemerintahan Aceh menjadi bendera Aceh mendirikan kota sebagai pusat aktivitas
yang melambangkan kejayaan Aceh sama mereka. Orang Bugis-Makassar
seperti dahulu pada masa kerajaan Aceh kesusastraan, baik lisan maupun lisan,
berjaya. hingga kini masih tetap dibaca dan disalin
ulang. Perpaduan antara tradisi lisan dan
g. Etnis Bugis-Makassar sastra tulis itu kemudian menghasilkan
Bugis adalah salah satu bangsa yang salah satu epos sastra terbesar dunia, yakni
mendiami wilayah bagian Selatan pulau La Galigo yang lebih panjang dari
Sulawesi yang saat ini dikenal dengan Mahabharata.
Sulawesi Selatan. Orang Bugis merupakan
etnis terbesar dengan prosentase 41,90% METODE PENELITIAN
dari jumlah penduduk Sulawesi Selatan
(Suryadinata, 2003 dalam Abdullah dkk, Penelitian ini menggunakan tipe deskriptif
2009:234). kualitatif, di mana peneliti
Ibukota Sulawesi Selatan adalah mendeskripsikan atau mengkonstruksi
Makassar. Makassar adalah kota wawancara-wawancara mendalam
pelabuhan terbesar di Sulawesi Selatan, terhadap subyek penelitian. Selanjutnya
dan sejak abad ke-18. Masehi banyak peneliti memberi makna secara pada
orang Bugis bermukim di sana. Oleh realitas yang dikonstruksi subyek
kerena itu, orang luar biasanya tidak dapat penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di
membedakan orang Bugis dengan orang Kota Makassar sebagai salah satu kota
Makassar. Selain itu, kata Bugis dan tujuan perantau. Pemilihan informan
Makassar sangat sering disandingkan dalam penelitian ini menggunakan teknik
sehingga banyak yang mengira kata Bugis purposive sampling, yang terdiri dari 11
dan Makassar adalah sinonim. Ilmuwan pasang suami istri etnis Aceh dan Bugis-
setempat sendiri turut berperan Makassar.
menghilangkan perbedaan kedua suku Adapun metode pengumpulan data
tersebut dengan kecenderungan mereka yang digunakan adalah Observasi,
menulis kedua istilah tersebut menjadi wawancara yang mendalam pada setiap
kata majemuk “Bugis-Makassar” subyek penelitian yang bertujuan untuk
(Mattulada, “Kebudayaan Bugis- memperoleh keterangan yang relevan
Makassar”; “Bugis-Makassar”; Hamid mengenai komunikasi antarbudaya etnis
Abdullah, Manusia Bugis-Makassar). Aceh dan Bugis-Makassar melalui
Kecenderungan ini memang didasarkan asimilasi perkawinan, dokumentasi dan

76
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

pengambilan data melalui internet. Data dan pemuka adat. Pada pembicaraan ini
penelitian ini menggunakan metode seperti mahar, uang pana’i dan lain
analisis data model Miles dan Huberman, sebagainya akan diperbincangkan dan
yang meliputi empat langkah di antaranya: akan ada perkukuhan kesepakatan sebelum
Pengumpulan Data, Reduksi Data, dan menikah. Di dalam bahasa Bugis-
Penarikan Kesimpulan. Makassar disebut Mappasiarekeng
sedangkan di dalam bahasa Aceh disebut
HASIL Peukong Haba. Dalam hal ini perlu
adanya kesadaran akan perbedaan budaya
1. Komunikasi Antarbudaya Etnis Aceh yang dimiliki pasangan sehingga negoisasi
dengan Etnis Bugis-Makassar yang dilakukan dapat diterima oleh kedua
belah pihak. Upacara adat perkawinan
Komunikasi Antarbudaya yang dilakukan yang dilakukan oleh pasangan suami-istri
oleh etnis Aceh dengan etnis Bugis- etnis Aceh dengan etnis Bugis Makassar
Makassar melalui jalur perkawinan menggabungkan kedua budaya mereka.
sehingga mereka mengalami proses Masing-masing pihak mengadakan
asimilasi di dalam penyatuan latar upacara adat sesuai dengan adat yang
belakang kebudayaan yang mereka miliki. mereka miliki.
Proses asimilasi ini tidak begitu saja
terjadi. Ada proses-proses yang b. Komunikasi Saat Menikah
sebelumnya dilalui. Dimulai dari proses
perkenalan hingga akhirnya memutuskan Setelah menikah komunikasi yang terjadi
menikah sedangkan mereka menyadari terjadi antara pasangan suami-istri etnis
perbedaan budaya yang mereka miliki. Aceh dengan etnis Bugis-Makassar
dilakukan dengan beberapa tindakan
a. Komunikasi Sebelum Menikah antara lain: kesepakatan Bahasa,
dikarenakan perbedaan budaya yang
Komunikasi yang dilakukan antara dimiliki oleh pasangan suami-istri etnis
pasangan suami-istri etnis Aceh dengan Aceh dengan etnis Bugis-Makassar,
etnis Bugis-Makassar diawali dengan mereka memilih menggunakan bahasa
perkenalan. Pada masa-masa penjajakan, Indonesia sebagai alat mereka
kedua pasangan etnis Aceh dengan etnis berkomunikasi di rumah, anak dan dengan
Bugis-Makassar menggunakan bahasa keluarga. Perbedaan bahasa yang mereka
Indonesia sebagai alat komunikasi mereka. miliki tidak sampai menimbulkan konflik
Mereka tidak menggunakan bahasa daerah yang berarti. Mereka dapat menyesuaikan
mereka untuk berkomunikasi. Hal ini bahasa mereka walaupun dialek bahasa
mereka lakukan karena mereka menyadari Indonesia juga berbeda yang
adanya perbedaan pada masing-masing mengakibatkan sering terjadinya
mereka, dan mereka mencoba mencari kesalahpahaman antara mereka. Kasalahan
jalan keluar agar komunikasi menjadi persepsi, makna dari pesan, dan maksud
lebih efektif dan mengurangi yang ingin disampaikan ketika mereka
kesalahpahaman dan ketidakpastian yang berkomunikasi dikarenakan kurangnya
mereka alami. kemampuan mereka mengenai bahasa
Saat perencanaan pernikahan akan daerah yang pasangan mereka miliki.
diadakan, sebelumnya akan ada Komunikasi non verbal, selain
pembincaraan yang melibatkan orang tua menggunakan komunikasi verbal, yaitu

77
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

dengan menggunakan bahasa Indonesia. pun dari mereka dapat menguasai bahasa
Komunikasi dalam perkawinan etnis Aceh daerah dari kedua orang tua mereka.
dengan Bugis-Makassar ini juga Dalam kehidupan sehari-hari mereka,
menggunakan komunikasi non verbal. mereka lebih memilih menggunakan
Komunikasi non verbal yang mereka bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi
lakukan biasanya untuk mengekspresikan dalam interaksi mereka.
perasaan mereka seperti diam dan tidak Secara garis besar bisa dikatakan bahwa
bicara sepatah kata pun pertanda pasangan budaya yang dibentuk kepada anak dari
sedang marah atau ekspresi muka masam pasangan etnis Aceh dengan etnis Bugis-
karena ada sesuatu yang tidak disukai dan Makassar adalah budaya nasional yang
sebagainya. berlandaskan agama Islam sehingga
mereka tidak terlalu menekankan anak-
c. Setelah Mempunyai Anak anak mereka harus memilih budaya mana
yang harus diikuti. Mereka lebih
Ketika pasangan suami-istri etnis Aceh memperkenalkan budaya mereka masing-
dengan etnis Bugis-Makassar mempunyai masing sehingga anak-anak mereka tidak
keturunan. Komunikasi yang terjadi antara lupa bahwa mereka mempunyai orang tua
pasangan suami antara lain: negoisasi yang beda budayanya. Kebudayaan orang
tentang mendidik anak, dalam komunikasi tua mereka tidak sepenuhnya mereka
pasangan suami-istri etnis Aceh dengan miliki. Mereka dibentuk oleh peleburan
etnis Bugis-Makassar setelah mempunyai kedua budaya orang tua mereka dan
keturunan. Mereka akan lebih sering terbentuklah budaya baru dari peleburan
membicarakan masalah tumbuh kembang dua budaya tersebut.
anak, pendidikan agama, pendidikan
formal dan pergaulan mereka dengan 2. Faktor-faktor yang Menjadi Pendukung
teman sejawat mereka. Dikarenakan dan Penghambat Proses Asimilasi
komunikasi yang mereka lakukan antara Etnis Aceh dengan Etnis Bugis-
bertujuan untuk kebaikan anak, mereka Makassar
lebih mengutamakan anak dan memilih
jalan tengah yaitu berlandaskan agama Proses asimilasi pasangan suami-istri etnis
yang menjadi pedoman bukan berdasarkan Aceh dengan etnis Bugis-Makassar tidak
budaya yang mereka miliki. Pendidikan di terlepas dari beberapa faktor yang
rumah, norma dan nilai yang ditanamkan mendukung dan menghambat terjadinya
kepada anak-anak mereka lebih mengarah asimilasi itu sendiri. Faktor-faktor yang
ke agama. Oleh sebab itu mereka menjadi pendukung proses asimilasi
menyokolahkan anak-anak mereka ke pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
sekolah swasta yang mereka anggap lebih etnis Bugis-Makassar ini adalah toleransi
banyak mengajarkan pendidikan agama yang tinggi, kepercayaan dan kejujuran,
dibandingkan dengan sekolah negeri keterbukaan satu sama lain, dan memilih
lainnya. Pengenalan Budaya kepada Anak, mengalah untuk menang. Faktor-faktor
pasangan suami-istri etnis Aceh dengan tersebut yang membantu pasangan suami-
etnis Bugis-Makassar setelah mempunyai istri etnis Aceh dengan etnis Bugis-
keturunan, mereka tidak terlalu menitik Makassar untuk bisa menyatukan diri
beratkan budaya mereka kepada anak- mereka dikarenakan latar belakang budaya
anak yang berupa adat istiadat maupun yang mereka miliki berbeda.
bahasa daerah. Oleh sebab itu, tidak satu Selain faktor pendukung, faktor

78
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

penghambat juga mempengaruhi proses mengalah yang dilakukan oleh pasangan


asimilasi pasangan suami-istri etnis Aceh mereka sehingga perkawinan mereka bisa
dengan etnis Bugis-Makassar. Faktor bertahan sampai saat ini.
tersebut adalah sikap etnosentrisme. Sikap
etnosentrisme yang ditunjukkan oleh 3. Saluran Komunikasi yang digunakan
sebagian kecil dari Informan pasangan pasangan suami-istri etnis Aceh
suami-istri etnis Aceh dengan etnis Bugis- dengan etnis Bugis-Makassar
Makassar tidak membuat mereka
terhambat dalam asimilasi dikarenakan Saluran komunikasi yang dimaksud dalam
pasangan mereka lebih mengalah dan penelitian ini adalah jalur yang
penurut. Sedangkan sebagian besar mempertemukan mereka. Apakah mereka
Informan lebih bersikap netral dan tidak menggunakan jalur perjodohan ataupun
terlalu menuntut pasangan untuk tidak. Jalur komunikas yang diatur
mengikuti budaya mereka. Hal inilah yang sehingga mereka bertemu dan berkenalan
membuat perkawinan pasangan suami-istri ataupun mereka bertemu dengan cara tidak
etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar sengaja. Hanya ada satu pasangan yang
bertahan lama. menggunakan perjodohan sebagai cara
Di antara 11 pasangan yang penulis mereka dipertemukan kemudian
amati. Hanya ada 3 pasangan yang melangsungkan perkawinan. Sedangkan
pasangannya lebih dominan terhadap sebagian besar pasangan suami-istri etnis
budaya. Pasangan tersebut antara lain Aceh dengan etnis Bugis-Makassar
Informan 1 yang lebih dominan lainnya dipertemukan dengan cara
menerapkan budaya Aceh dalam diperkenalkan dengan teman atau kerabat,
perkawinan beda budaya yang beliau bahkan kebanyakan pasangan suami-istri
jalani. Di lihat dari makanan yang etnis Aceh dengan etnis Bugis-Makassar
disajikan di rumah, makanan Aceh yang yaitu 6 pasangan yang tidak dipertemukan
paling sering menjadi menu sehari-hari oleh pelantara melainkan mereka
mereka. Begitu juga dengan Informan 3 berkenalan secara tidak sengaja. Adapun
yang menjadikan makasan asal daerahnya, saluran-saluran komunikasi yang banyak
Aceh, menjadi menu utama mereka sehari- digunakan oleh pasangan suami-istri etnis
hari. Sedangkan Informan 15 sangat Aceh dengan etnis Bugis-Makassar
memasukkan budayanya ke dalam rumah adalah: Acara pernikahan, pertemuan
tangganya. Selain dari segi makanan, cara organisasi daerah (IMA), Telpon salah
beliau mendidik anak-anaknya, nilai yang sambung (by accident), di kapal laut, di
beliau tanam berlandaskan agama dan juga kampus, tetangga, dan pertemanan.
berlandaskan budaya Aceh. Namun sifat
etnosentisme mereka tidak merusak PEMBAHASAN
perkawinan yang mereka bangun. Sifat ini
bisa diimbangi dengan sifat-sifat lainnya Penelitian ini menunjukkan bahwa
seperti sifat nasionalisme mereka sebagai Komunikasi yang digunakan oleh
perantau dan sebagai warga negara pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
Indonesia yang harus saling menghargai etnis Bugis-Makassar merupakan
sesamanya terutama menghargai komunikasi interpersonal dalam konteks
perbedaan-perbedaan yang ada. Selain itu komunikasi antarbudaya. Komunikasi
juga yang membantu mengimbangi sifat yang mereka lakukan secara langsung dan
etnosentrisme mereka adalah tindakan mereka menyadari bahwa mereka berasal

79
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

dari budaya yang berbeda. Apabila dilihat mereka telah menjadi kenalan. Pada tahap
dari teori Johari Window, bisa dikatakan ini mereka membuka sedikit informasi
bahwa pasangan suami-istri etnis Aceh tentang diri mereka kepada orang lain.
dengan etnis Bugis-Makassar pada posisi Asumsi kedua dari Teori Penetrasi Sosial
open, yaitu mereka mengenal diri mereka berhubungan dengan prediktabilitas.
sendiri dan orang lain juga mengenal siapa Secara khusus, para teoretikus penetrasi
mereka. Mereka menyadari identitas sosial berpendapat bahwa hubungan-
budaya mereka sehingga pada saat hubungan berkembang secara sistematis
perkenalan mereka mencoba melakukan dan dapat diprediksi. Beberapa orang
penyesuaian sehingga komunikasi awal mungkin memiliki kesulitan untuk
mereka lebih lancar. menerima klaim ini. Hubungan -seperti
Proses pengenalan hingga menikah proses komunikasi- bersifat dinamis dan
dilalui oleh pasangan suami-istri etnis terus berubah, tetapi bahkan sebuah
Aceh dengan etnis Bugis-Makassar. Dapat hubungan yang dinamis mengikuti standar
dikatakan bahwa tahap-tahap penetrasi dan pola perkembangan yang dapat
sosial telah mereka lakukan. Hubungan diterima (West dan Turner, 2008: 198).
mereka berkembang dari tidak mengenal, Pada asumsi kedua, tahap yang dilalui
menjadi hubungan pertemanan hingga adalah menjadi teman. Tahap ini disebut
menjadi lebih intim dan melanjutkan tahap penjajakan afektif dimana
hubungan mereka ke jenjang perkawinan. munculnya kepribadian seseorang.
Untuk menjelaskan mengenai Teori Pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
Penetrasi Sosial, kita juga harus etnis Bugis-Makassar pada awal mereka
mengetahui asumsi-asumsi apa saja dalam menjalin hubungan, kemudian menjadi
Teori Penetrasi Sosial tersebut, antara lain kenalan dan memutuskan menjadi teman.
(West dan Turner, 2008: 197): Pada tahap kedua inilah hubungan mereka
1) Hubungan-hubungan mengalami bisa diprediksi bahwa mereka bisa
kemajuan dari tidak intim menjadi menyesuaikan diri dengan perbedaan-
intim. perbedaan yang mereka miliki. Selain itu,
2) Secara umum, perkembangan ditahap inilah mereka telah mencoba
hubungan sistematis dan dapat memahami satu sama lainnya.
diprediksi. Proyeksi-proyeksi ini didasarkan pada
3) Perkembangan hubungan mencakup asumsi kedua teori ini: hubungan pada
depenetrasi (penarikan diri) dan umumnya bergerak dalam cara yang
disolusi. teratur dan dapat diprediksi. Meskipun kita
4) Pembukaan diri adalah inti dari mungkin tidak mengetahui secara pasti
perkembangan hubungan. mengenai arah dari sebuah hubungan atau
Pertama, hubungan komunikasi antara dapat menduga secara pasti masa
orang dimulai pada tahap superfisial dan depannya, proses penetrasi sosial cukup
bergerak pada sebuah kontinum menuju teratur dan dapat diduga. Sebagaimana
tahap yang lebih intim (West dan Turner, yang disimpulkan oleh Altman dan Taylor,
2008: 197). Pengenalan awal pasangan “orang tampaknya memiliki mekanisme
suami-istri etnis Aceh dengan etnis Bugis- penyesuaian yang sensitif yang
Makassar berada pada tahap ini yaitu memampukan mereka untuk memprogram
tahap orientasi. Mereka memulainya secara hati-hati hubungan interpersonal
sebagai orang asing, kemudian mengenal mereka” (West dan Turner, 2008: 198).
dan menjadi lebih intim. Pada proses ini Asumsi ketiga Teori Penetrasi Sosial

80
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

berhubungan dengan pemikiran bahwa menyatakan bahwa berbagai transgresi


perkembangan hubungan mencakup hubungan dapat membantu dalam
depenetrasi dan disolusi. Ini merupakan kegagalan hubungan. Kita melihat bahwa
tahap ketiga yaitu tahap pertukaran afektif konflik yang terus berulang memberikan
dimana komunikasi yang spontan dan ciri sejumlah tipe hubungan yang berbeda
penggunaan idiom pribadi berlangsung dan bahwa pasangan secara umum belajar
pada tahap ini. untuk hidup dengan konflik-konflik ini.
Mulanya, kedua hal ini mungkin Konflik atau transgresi hubungan akan
terdengar aneh. Sejauh ini kita telah menyebabkan disolusi, tetapi penarikan
membahas titik temu dari sebuah diri tidak serta merta berarti bahwa suatu
hubungan. Akan tetapi, hubungan dapat hubungan sudah hancur (West dan Turner,
berantakan, atau menari diri (depenetrate), 2008: 199).
dan kemunduran ini dapat menyebabkan Asumsi terakhir adalah tahap pertukaran
terjadinya disolusi hubungan. Altman dan stabil dimana komunikasi yang efisien dan
Taylor menyatakan kemiripan proses ini dibangunnya sebuat sistem komunikasi
dengan sebuah film yang diputar mundur. personal. Asumsi ini menyatakan bahwa
Sebagaimana komunikasi memungkinkan pembukaan diri adalah inti dari
sebuah hubungan untuk bergerak maju perkembangan hubungan. Pembukaan diri
menuju tahap keintiman, komunikasi (self-disclosure) dapat secara umum
dapat menggerakkan hubungan untuk didefinisikan sebagai proses pembukaan
mundur menuju tahap ketidakintiman. informasi mengenai diri sendiri kepada
(West dan Turner, 2008: 198). orang lain yang memiliki tujuan. Biasanya
Pada tahap ketiga dari penetrasi sosial, informasi yang ada di dalam pembukaan
pasangan suami-istri etnis Aceh dengan diri adalah informasi yang signifikan.
etnis Bugis-Makassar setelah melalui Misalnya, informasi yang lebih pribadi,
tahap pertama dan kedua dari teori seperti bahwa Anda adalah seorang
penetrasi sosial ini, mereka berada di Katolik dan mendukung kehidupan (anti-
posisi yang rentan antara melanjutkan aborsi), mungkin secara signifikan
hubungan atau menyudahinya. Apabila memengaruhi evolusi sebuah hubungan.
konflik tidak bisa diselesaikan, maka (West dan Turner, 2008: 199).
mereka akan menarik diri dan hubungan Pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
akan menjadi mundur. Sebaliknya, apabila etnis Bugis-Makassar yang telah melalui
konflik di antara mereka dapat ketiga tahap hubungan interpersonal dalam
diselesaikan, maka hubungan mereka akan teori penetrasi sosial akan melalui tahap
masuk ke tahap selanjutnya dari penetrasi terakhir yaitu tahap pembukaan diri. Pada
sosial ini yaitu tahap yang lebih intim. dasarnya teori penetrasi sosial ini
Jika sebuah hubungan mengalami mengibaratkan manusia seperti bawang
depenetrasi, hal itu tidak berarti bahwa merah, memiliki beberapa lapisan
hubungan itu akan secara otomatis hilang kepribadian. Begitu juga yang dilakukan
atau berakhir. Sering kali, suatu hubungan pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
akan mengalami transgresi etnis Bugis-Makassar bahwa mereka
(transgression), atau pelanggaran aturan, sedikit demi sedikit membuka lapisan
pelaksanaan dan harapan dalam kepribadian mereka. Lapisan bawang
berhubungan. Transgresi ini mungkin merah mempunyai inti yang berada pada
tidak dapat diselesaikan dan sering kali bagian terdalam. Hal ini mengisyaratkan
memang demikian. Tara Emmers-Sommer bahwa apabila seseorang telah membuka

81
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

seluruh lapisan kepribadian hingga yang mengenai perilaku. Makna yang kita
paling dalam, maka seseorang tersebut berikan pada simbol merupakan produk
telah bersikap terbuka (open). dari interaksi sosial dan menggambarkan
Lapisan kulit terluar dari kepribadian kesepakatan kita untuk menerapkan makna
manusia adalah apa-apa yang terbuka bagi tertentu pada simbol tertentu pula (West
publik, apa yang biasa kita perlihatkan dan Turner, 2008: 99). Setiap pasangan
kepada orang lain secara umum, tidak memang menggunakan simbol tertentu
ditutup-tutupi. Biasanya pada lapisan dalam hubungan mereka. Aura muka, alis,
inilah seseorang menunjukkan sisi-sisi dan tinggi rendah suara bisa diartikan
terbaik yang mereka miliki. Lapisan yang sebagai interaksi simbolik dalam
sedikit lebih dalam lagi, ada lapisan yang komunikasi interpersonal mereka.
tidak terbuka bagi semua orang, lapisan Pasangan suami-istri etnis Aceh dengan
kepribadian yang lebih bersifat agak etnis Bugis-Makassar juga melakukan hal
pribadi atau belum mengarah ke tahap tersebut. Mereka dapat membaca raut
yang sangat pribadi. Lapisan ini biasanya muka pasangan mereka, ekspresi dan
hanya terbuka bagi orang-orang tertentu sebagainya. Sehingga interaksi simbolik
saja. Posisi teman dekat ataupun sahabat mereka berlaku dan mereka saling
yang berbagi cerita ada pada tahap ini, memahami satu sama lain berdasarkan
dimana mereka mengetahui beberapa hal simbol-simbol yang saling mereka
pribadi yang dimiliki oleh sahabatnya. berikan. Misalnya mengerutkan kening
Lapisan yang paling dalam adalah wilayah saat istri mereka menggunakan pakaian
private atau dinilai sangat-sangat pribadi yang tidak mereka sukai, Sang istri dengan
sehingga pada lapisan ini terdapat nilai- tanggap langsung mengganti pakaian
nilai, konsep diri, konflik-konflik yang mereka dan menunggu respon selanjutnya
belum terselesaikan, emosi yang dari suami sampai suami mereka
terpendam, dan semacamnya. Lapisan ini menyatakan setuju dengan pakaian/busana
tidak terlihat oleh dunia luar, oleh yang mereka kenakan.
siapapun, akan tetapi lapisan ini adalah Dalam komunikasi antarbudaya, teori
yang paling berdampak atau paling akomodasi sosial sangat sesuai digunakan
berperan dalam kehidupan seseorang. disini. Teori Akomodasi Komunikasi
Biasanya pada tahap ini, apabila seseorang berpijak pada premis bahwa ketika
menunjukkan dirinya sendiri di lapisan pembicara berinteraksi, mereka
terdalam berarti hubungan dirinya dengan menyesuaikan pembicaraan, pola vokal,
orang yang tersebut adalah intim seperti dan/atau tindak-tanduk mereka untuk
suami dan istri, adik kakak atau keluarga. mengakomodasi orang lain (West dan
Teori lainnya yang berhubungan dengan Turner, 2008). Apabila memahami
komunikasi antarbudaya etnis Aceh komunikasi yang dilakukan pasangan
dengan etnis Bugis-Makassar dalam suami-istri etnis Aceh dengan etnis Bugis-
proses asimilasi perkawinan adalah teori Makassar dapat dilihat dengan cara
interaksi simbolik. Dapat dilihat dari bagaimana mereka berasimilasi sehingga
hubungan pasangan suami-istri etnis Aceh mereka dapat menyesuaikan diri dengan
dengan etnis Bugis-Makassar. Teoretikus perbedaan yang mereka miliki. Teori
SI seperti Herbert Blumer tertarik dengan akomodasi disini terlihat saat mereka
makna yang ada di balik perilaku. Mereka menggunakan bahasa Indonesia namun
mencari makna dengan mempelajari menggunakan aksen atau dialek penduduk
penjelasan psikologis dan sosiologis setempat (Bugis-Makassar). Pemahaman

82
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

mengenai komunikasi yang pasang suami- Budaya patriarkhi ada pada masing-
istri etnis Aceh dengan etnis Bugis- masing pasangan suami-istri etnis Aceh
Makassar salah satunya terbangun karena dengan etnis Bugis-Makassar. Persamaan
kesamaan budaya yang mereka miliki, pemahaman terhadap bagaimana
selain kesamaan agama sehingga membuat hubungan suami-istri berdasarkan agama
visi dan misi mereka sama, yaitu dipahami oleh mereka bahwa Imam dalam
mengutamakan agama. Teori akomodasi keluarga adalah suami sehingga dalam
disini terlihat saat mereka menggunakan kehidupan berumah tangga yang lebih
bahasa Indonesia namun menggunakan dominan adalah suami. Agama menjadi
aksen atau dialek penduduk setempat perekat hubungan mereka. Mereka
(Bugis-Makassar). Hal ini berarti etnis mempunyai pemahaman yang sama
Aceh yang melakukan komunikasi dengan mengenai kedudukan suami di dalam
etnis Bugis-Makassar terpengaruhi dari konteks agama Islam sehingga membuat
segi bahasa yang mereka gunakan. Etnis istri lebih mengalah. Persamaan
Aceh tidak lagi berbahasa Indonesia pemahaman agama yang membuat sudut
dengan dialek Aceh, melaikan mereka pandang mereka mengarah ke agama.
mengikuti dialek pasangan mereka (Bugis- Mereka lebih mengutamakan agama baik
Makassar). Disini mereka telah melakukan dalam segi nilai, norma dan kebiasaan
penyesuaian dalam bahasa. Selain itu nilai yang mereka lakukan. Persamaan sudut
dan norma yang mereka gunakan lebih pandang tentang pertiarkhi di dalam
berpegang teguh pada agama, mereka rumah tangga juga seperti yang ada dalam
tidak menitik beratkan pada nilai dan ajaran agama Islam selain itu kebudayaan
norma dari latar belakang budaya yang yang mereka miliki hampir sama
mereka miliki. Penyesuaian diri mereka berdasarkan pengakuan mereka. Hal inilah
melahirkan budaya baru dikarenakan yang memperbesar kemungkinannya
penyesuaian mereka atau disebut dengan tercipta suatu proses komunikasi yang
asimilasi. Budaya baru ini dilihat dari mengena (efektif) dalam kontek
anak-anak mereka yang hanya bisa komunikasi antarbudaya.
menggunakan bahasa Indonesia dengan
dialek Bugis-Makassar tapi mereka tidak KESIMPULAN
bisa menggunakan bahasa daerah dari
kedua orang tua mereka. Selain itu didikan Berdasarkan hasil analisis dan
mereka lebih mengarah kepada agama pembahasan yang dikemukakan dalam
Islam. penelitian ini maka dapat ditarik
Herwanto (2012) menjelaskan bahwa kesimpulan sebagai berikut:
dalam masyarakat yang menggunakan 1. Komunikasi antarbudaya yang
pola kekerabatan patriarkhi, kekuasaan berlangsung antara etnis Aceh dengan
serta berbagai penggunaan kontrol sosial- etnis Bugis-Makassar melalui asimilasi
ekonomi dipercayakan pada kaum lelaki. perkawinan selama ini di Kota
Dalam ajaran agama Islam laki-laki adalah Makassar berlangsung secara normatif
pemimpin terhadap kaum wanita, laki-laki dan harmonis melalui ikatan agama,
telah diciptakan lebih tinggi derajatnya. budaya dan bahasa. Dari perspektif
Dalam ajaran agama Islam cukup banyak agama yakni adanya kesamaan dalam
ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan agama sebagai penganut agama Islam
bahwa laki laki mempunyai peranan yang yang taat (Aceh sebagai Serambi
lebih dominan dibandingkan wanita. Mekkah dan Makassar sebagai Serambi

83
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

Madinah). Dari aspek budaya tidak Effendy, Onong Uchjana. Effendy, Onong
menunjukkan perbedaan yang tajam Uchjana. 1989. Kamus Komunikasi.
baik dalam berpakaian, makanan dan Bandung: Mandar Maju.
tata krama sedangkan dalam aspek Faisal, Emil El. 1999. Proses Asimilasi
bahasa lebih disubsitusikan dengan Warga Negara Indonesia Keturunan Cina
penggunaan bahasa Indonesia oleh dengan Etnis Melayu Palembang. Tesis
kedua etnis. tidak diterbitkan. Ujung Pandang:
2. Faktor-faktor pendukung asimilasi Program Studi Sosiologi, Program
pasangan suami-istri etnis Aceh dengan Pascasarjana, Universitas Hasanuddin
etnis Bugis-Makassar, yakni adanya Ujung Pandang.
toleransi yang tinggi, kepercayaan dan Herwanto. 2012. Diskriminasi Gender dan
kejujuran, keterbukaan satu sama lain, Hegemoni Patriarkhi. Diakses 21 Juni
dan memilih mengalah untuk menang. 2015. Available from:
Sedangkan faktor penghambatnya http://herwanto-a-
adalah; sifat etnosentrisme. dfisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-
Adapun saluran-saluran komunikasi yang 68475-Umum
banyak digunakan oleh pasangan suami- Diskriminasi%20Gender%20dan%20Hege
istri etnis Aceh dengan etnis Bugis- moni%20Patriarkhi.html
Makassar adalah: Acara pernikahan, Istiyanto, Bekti. S. 2008. Pentingnya
pertemuan organisasi daerah (IMA), Komunikasi Artifaktual dalam
Telpon salah sambung (by accident), di Keberhasilan Modifikasi Komunikasi
kapal laut, di kampus, tetangga, dan Antarmanusia. Diakses 11 Januari 2015.
pertemanan. Available from:
https://sbektiistiyanto.files.wordpress.com/
DAFTAR RUJUKAN 2008/02/komunikasi-artifaktual.pdf
Kurniawati, Nia Kania. 2014. Komunikasi
Abdullah, Irwan dkk. 2009. Dinamika Antarpribadi Konsep dan Teori Dasar.
Masyarakat dan Kebudayaan Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kontemporer. Yokyakarta: Pustaka Liliweri, Alo. 2003. Dasar-dasar Komunikasi
Pelajar. Antarbudaya. Yogyakarta: Pustaka
Abdurrahman, dkk. 2013. Migrasi Suku Pelajar.
Asimilasi Budaya di Indonesia; Tinjauan Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Karen A.
Literatur Antara Teori dan Migrasi Suku- 2009. Teori Komunikas, edisi 9. Jakarta:
suku dan Asimilasi Budaya di Indonesia; Penerbit Salemba.
Tinjauan Literatur Antara Teori dan Lubis, Lusiana Andriani. 2012. Pemahaman
Empiris. Tesis tidak diterbitkan. Depok: Praktis Komunikasi Antarbudaya. Medan:
Program Magister Kajian Kependudukan USU Press.
dan Ketenagakerjaan, Program Pasca Mulyana, Deddy & Rakhmat, Jalaluddin.
Sarjana Universitas Indonesia. 2005. Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Alex, H. Rumondor dkk. 2001. Komunikasi Berkomunikasi dengan Orang-orang
Antar Budaya. Jakarta: Pusat Penerbit Berbeda Budaya. Bandung: Remaja
Universitas Terbuka. Rosdakarya.
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Mulyana, Deddy. 2005. Human
Komunikasi Edisi Kedua. Jakarta: Raja Communication Konteks-Konteks
Grafindo Persada. Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

84
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

Mulyana, Deddy. 2011. Komunikasi Lintas Tumanggor, Rumin dkk. 2010. Ilmu Sosial
Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Nuraeni, Heny Gustini, dan Alfan, Prenadamedia Group.
Muhammad. 2012. Studi Budaya Umar, Muhammad. 2006. Peradaban Aceh
Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. (Tamaddun) I: Mengulas Kisah Sejarah
Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Aceh dan Adat. Banda Aceh: Yayasan
Jakarta: Nalar bekerja sama dengan Forum Busafat
Jakarta-Paris,EFEO. West, Richard. & Turner, Lynn H. 2008.
Purwasito, Andrik. 2003. Komunikasi Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
multikultural. Surakarta: Universitas Aplikasi Edisi 3 Buku 1.Jakarta: Salemba
Muhammadiyah Surakarta. Humanika.
Simamora, Bintang Oktaviana. 2012. West, Richard. & Turner, Lynn H. 2008.
Komunikasi Antarbudaya dalam Proses Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Asimilasi pada Pernikahan Campuran Aplikasi Edisi 3 Buku 2.Jakarta: Salemba
(Studi Kasus tentang Komunikasi Humanika.
Antarbudaya dalam Proses Asimilasi pada Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Pernikahan Campuran Suku Batak Toba- Jakarta: Grasindo.
Tionghoa di Kota Medan). Skripsi tidak
diterbitkan. Sumatra Utara: Departemen
Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera
Utara.

85
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

86
Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.4 No.1 Januari – Maret 2015

87

You might also like