Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental Ringan Di SLBN 1 Bantul Yogyakarta 2015

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Sosialisasi Anak (Redi Iriawan)

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEMAMPUAN


SOSIALISASI ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SLBN 1 BANTUL
YOGYAKARTA 2015

1
Redi Iriawan, 2Nurhidayat, 3Aris Budi Pratama
1,3
Prodi Ilmu Keperawatan STIKES Wira Husada
2
Prodi Keperawatan STIKES Wira Husada

ABSTRACT

Introduction: Mental retardation is a condition that requires special attention, because in children
with mental retardation experience limitations in the functioning of him so that it would interfere
with the normal adaptation to the environment. Usually there is a child’s mental development is
less overall, but the main symptoms are prominent intelligence is underdeveloped. With this,
at least the family into the media in helping children with mental retardation in conformity with
the environment in line with vulnerable life. Family involvement is important in the process of
socialization. Families provide support in order to receive all the advantages and disadvantages
of the child, so that children can socialize and communicate with others and can develop the full
potential of these limitations are optima
objectives: To determine the relationship of Family support wit social skill of child retardation
mental in SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Methods: Usingan instrument with a questionaire given to the families and childs with middle
retardation mentals.
Results: Family support is provided in the high category 18(36%) and in the middle category 24
(48%), while Socials skill of Childs low retardation mentals in the category of 36 (72%) and 14 (28%)
child’s have social skill is Less, besides, the results of this study showed ther is significant correlation
between family support with socials skill of child retardation in SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Conclusion: There Is A Significance Relationship Between Two Variables Is Family Support With
Socials Skill Of Retardation Mental Of Child At SLBN Bantul

Keyword: Family Support, Social Skill, Retardation Mental of childs

PENDAHULUAN
Retardasi mental merupakan keadaan yang memerlukan perhatian khusus,
dikarenakan pada anak retardasi mental mengalami keterbatasan dalam memfungsikan
dirinya sehingga akan menggangu adaptasi normal terhadap lingkungan. Biasanya anak
terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama
yang menonjol ialah intelegensi yang terbelakang (Maramis, 2005). Anak RM mengalami
keterbatasan sosialisasi dikarenakan tingkat intellegensianya yang rendah, sehingga
cukup sulit untuk mempelajari informasi dan keterampilan – keterampilan menyesuaikan
diri dengan lingkungan (Soetjiningsih 1998).
Kemampuan sosialisasi sangat penting bagi anak RM, karena mereka harus
belajar mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya
pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain. Diharapkan
anak RM dapat menemukan tempat tertentu dalam masyarakat yang sesuai dengan

226
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016

kemampuannya dan dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai serta dapat
diterima oleh masyarakat (Astuti 2009).
Menurut penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2009, jumlah anak RM
seluruh dunia adalah 3% dari total populasi. Tahun 2006 -2007 terdapat 80.000 lebih
penderita RM di Indonesia. Jumlah ini mengalami kenaikan yang pesat pada tahun 2009,
dimana terdapat 100.000 penderita. Pada tahun 2009 ini terjadi peningkatan sekitar
25% (Depkes RI 2009). Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi.
Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun.
RM mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan
(Marasmis 2004).
Di Yogyakarta jumlah anak berkebutuhan khusus cukup banyak yaitu sebanyak
40.050 orang. Data Dikpora Yogyakarta tahun 2012 didapatkan data anak yang bersekolah
di SLB sebanyak 4274 anak. Hal ini dikarenakan keluarga dan masyarakat yang
mempunyai anggota keluarga dengan kebutuhan khusus sering kali menyembunyikannya
sehingga mereka tidak dapat tersentuh pelayanan, serta kebanyakan orang tua yang
merasa malu dan tertekan oleh stigma dari lingkungan. Sikap ini justru akan membuat
anak tidak mampu mengembangkan diri (Dikpora, 2012).
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah anak RM di Indonesia
sekitar 7-10% dari total jumlah anak. Pada tahun 2003 jumlah anak RM 679.048 atau
21,42%, dengan perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40%. Dengan kategori RM
sangat berat (Ideot) 25%, kategori berat 2,8%, RM cukup berat (Imbisil debil profound)
2,6%, dan RM ringan 3,5% (Kemenkes RI , 2010). Dari data di atas dapat kita tarik
kesimpulan anak dengan retardasi mental ringan menjadi ancaman kedua setelah anak
RM dengan kategori berat. Sedangkan berdasarkan Pusdatin Kesejahteraan Sosial
Tahun 2008 Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia sebanyak 1.544.184
orang (meliputi cacat fisik, mental, cacat ganda). Serta terdapat 14,6% yang mengalami
retardasi mental dari total tersebut.
Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang didapatkan pada tanggal 11
februari 2015 di Sekolah Luar Biasa (SLB) bahwa sistem pembagian kelas bedasarkan
sedang dan ringan dari tingkat Taman Kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas
(SMA). Peneliti mengambil sampel dari tingkat SD kelas 3 sampai SMP kelas 2 dengan
kriteria ringan yang berjumlah 50 anak. Menurut informasi yang didapatkan peneliti dari
kepala ruang bagian C atau ruang Tuna Grahita bahwa keluarga yang berpartisipasi
aktif dalam menjemput dan mengantar sebanyak 18, sedangkan 32 keluarga tidak aktif
berpartisipasi dari 50 anak. Dari studi pendahuluan, peneliti juga mendapatkan beberapa
anak yang didampingi oleh keluarganya saat jam istirahat, dan sebagian besar anak tidak
didampingi keluarganya dan memilih menyendiri. Peneliti juga melakukan interaksi dan
mengamati perilaku sebagian besar anak dengan retardasi mental ringan di sekolah
didapatkan respon anak dalam berinteraksi kurang baik, acuh pada orang di sekitar,
dan komunikasi kurang lancar dan sedikit berbicara. Anak cenderung menyendiri dan
waktu luangnya lebih.
Melihat fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan Sosialisasi anak Retardasi Mental
Ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta”.

227
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Sosialisasi Anak (Redi Iriawan)

METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian Deskriptif
adalah penelitian yang digunakan untuk mencari nilai variable mandiri atau lebih
independen tanpa membuat perbandingan atau dengan menghubungkan dengan
variable lain (Sugiyono ,2012). mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
kemampuan Sosialisasi anak Retardassi mental ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Cross Sectional yaitu hanya meneliti
pada waktu tertentu. Penelitian ini dilaksanakan pada minggu ke dua bulan Agustus
2015 di SLBN 1 Bantul Yogyakarta. Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan tehnik purposive sampling.

HASIL
1. Dukungan Keluarga
Berdasarkan table 1 didapatkan bahwa Dukungan keluarga yang tinggi yakni 18
keluarga (36%) dan keluarga yang memiliki dukungan sedang sebanyak 24 keluarga
(48%) sedangkan untuk responden yang memiliki dukungan keluarga rendah di SLBN
1 Bantul yogyakarta sebanyak 8 keluarga (16%).

Table 1
Distribusi Dukungan keluarga pada siswa retardasi mental ringan
di SLBN 1 Bantul Yogyakarta 2015
Dukungan sosial Jumlah Presentase %
Tinggi 18 36%
Sedang 24 48%
Rendah 8 8%
Jumlah 50 100 %
Sumber : Data Primer 2015

2. Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi Mental Ringan


Berdasarkan table 2 Menunjukkan bahwa siswa retardasi mental ringan yang
memiliki kemampuan sosialisasi kurang sebanyak 14 anak (28%) dan anak yang memiliki
kemampuan sosialisasi cukup sebanyak 36 anak (72%).

Table 2
Distribusi frekuensi kemampuan sosialisasi anak Retardasi Mental Ringan
di SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Kemampuan sosialisasi Jumlah siswa presentasi
Cukup 36 72%
Kurang 14 28%
Jumlah 50 100%
Sumber : data Primer 2015

228
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016

3. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Retardasi


Mental Ringan

Table 2
Distribusi silang antara dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak retardasi
mental ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Kemampuan sosial
Dukungan keluarga cukup kurang jumlah
frekuensi % frekuensi %
Tinggi 18 36% 0 18
Sedang 10 20% 14 28% 24
Rendah 8 16% 0 8
Jumlah 36 72% 14 28% 50
Sumber : Data Primer 2015

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian selanjutnya dilakukan pembahassan terhadap masing
– masing variabel dan hubungan antar variabel untuk memberikan gambaran yang lebih
jelas lagi.

1. Dukungan keluarga di SLBN Bantul Yogyakarta


Hasil penelitian didapatkan dukungan keluarga pada anak dengan retardasi mental
ringan di SLBN 1 Bantul dalam kategori sedang sebesar 24 (48%), dukungan keluarga
kategori tinggi 18 (36%). Hal ini menunjukkan dukungan keluarga pada anak mereka yang
mengalamai retardasi mental tergolong tdak tinggi seiring dengan tanggapan negative
masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan berbagai macam reaksi orang
tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti : orang tua mengucilkan anak atau tidak
mengakui sebagai anak retardasi mental. Anak yang retardasi mental disembunyikan dari
masyarakat karena orang tua merasa malu mempunyai anak keterbelakangan mental.
Di sisi lain, ada pula orang tua yang memberikan perhatian lebih pada anak retardassi
mental (Suryani, 2005). Menurut Hurlock (2005) keluarga merupakan faktor terpenting
yang mempengaruhi kemampuan sosialisasi anak, karena hubungan anak dengan
keluarga lebih erat dan lebih emosional.
Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka keberhasilan
pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang terbentuk dari noram
yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari. Lingkungan kelaurga
secara tidak langsung berpengaruh dalam mendidik seseorang anak karena pada saat
lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak memerlukan bantuan dari
keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya. Keluarga mempunyai anak
cacat akan memberikan perlindungan yang berlebihan pada anaknya sehingga anak
mendapatkan kesempatan terbatas untuk mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan
tingkat perkembangannya (muttaqin, 2008).

229
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Sosialisasi Anak (Redi Iriawan)

2. Kemampuan sosialisasi anak retardasi mental ringan di SLBN Bantul


Yogyakarta
Dari hasil penelitian sebanyak 36 siswa (72%) memiliki kemampuan sosialisasi yang
cukup dan 14 (28%) siswa kemampuan sosialisasinya kurang. Hal ini didukung oleh data
usia para anak retardsi mental ringan yang berkisar dari usia 8 tahun sampai 18 tahun
dengan rata – rata paling banyak anak berusia 10-14 tahun yang artinya anak – anak
ini sedang pada tahap remaja. Judarwanto (2009) menjelaskan insiden tertinggi pada
masa anak sekolah dengan puncak umur 10 – 14 tahun. Retardasi mental mengenai
1,5 kali lebih banyak pada lelaki dibandingkan dengan perempuan.
Menurut American Psychiatric Association Washington, 1994) yang dikutip
lumbantobing (2001) menyatakan anak retardasi mental yang berada pada massa remaja
mereka telah memiliki kecakapan akademik dampai setara kira – kira dengan tingkat enam
(kelas 6 SD). Sewaktu masa dewasa, mereka biasanya dapat menguasai kecakapan
sosial dan vokasional cukup sekedar untuk berdikari, namun mungkin membutuhkan
supervisi, bimbingan dan pertolongan, terutama bila mengalami tekanan sosial atau
tekanan ekonomi. Anak RM mengalami keterbatasan sosialisasi dikarenakan tingkat
intellegensianya yang rendah. Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungannya
sangat dipengaruhi oleh kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan anak RM berada
dibawah normal, maka dalam kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan (Amin
1995). Anak yang IQ-nya lebih tinggi menunjukkan perkembangan yang lebih cepat dari
pada anak yang IQ-nya normal atau dibawah normal (Hurlock 2005).
Anak RM memerlukan stimulasi yang lebih dibandingkan anak normal untuk
mengembangkan kemampuan sosialisasinya. Meskipun anak sudah mendapatkan
pendidikan di sekolah khusus, tetapi kemampuan sosialisasinya masih kurang. Hal ini
dikarenakan materi di sekolah lebih difokuskan untuk peningkatan intelligen. Kegiatan
yang dilakukan secara bersama / berkelompok masih jarang dilakukan, seperti bermain
secara berkelompok, sehingga peran aktif anak untuk memacu dirinya untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitar juga kurang. Untuk itu diperlukan stimulasi berupa kegiatan /
permainan yang dapat dilakukan dengan berkelompok secara rutin dan berkelanjutan demi
meningkatkan peran aktif anak dalam mengembangkan kemampuan sosialisasinya.
Pendidikan orang tua juga mempengaruhi perkembangan kemampuan sosialisasi
anak RM. Karena sebagian besar pendidikan orang tua responden SMA / Sederajat ke
bawah, hal ini berdampak pada minimnya pengetahuan yang diperoleh seputar kondisi
anak dan pemenuhan kebutuhan / stimulasi untuk mengembangkan kemampuan
sosialisasinya.
Kemampuan sosialisasi anak dipengaruhi oleh pendidikan anak, peran aktif
anak, pendidikan orang tua, peran aktif orang tua, dan lingkungan (Gupte 2004).
Setiap anak mampu mempunyai kemampuan sosialisasi yang optimal bila mendapat
stimulasi yang tepat. Di setiap fase pertumbuhan, anak membutuhkan rangsangan untuk
mengembangkan kemampuan mental dan sosialisasinya. Anak setelah diberi stimulasi
mampu melakukan tahapan perkembangan yang optimal (Fabiola 2006).
Pendidikan untuk anak RM dapat berupa sekolah khusus maupun tempat terapi.
Pendidikan anak juga dapat mempengaruhi kemampuan sosialisasinya, karena ditempat
ini mengharuskan mereka untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik

230
MIKKI Vol 04/No.01/Februari/2016

(Survina 2005). Anak yang mampu belajar dengan baik akan memiliki pengetahuan dan
informasi sehingga mampu beradaptasi dengan baik.

3. Hubungan dukungan keluarga dengan kemampuan retardasi mental ringan di


SLBN Bantul Yogyakarta
Berdasarkan Hasil analisa data spearman rank dukungan keluarga dengan
kemampuan sosialisasi anak reatrdasi mental ringan didapatkan nilai signifikansi 0,822.
Hasil statistic menunjukkan nilai p = 0,822 dengan taraf kemaknaan 0,001 kurang dari
0,05 (p <0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak yang
artinya dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak retardasi mental ringan
di SLBN 1 Bantul Yogyakarta .

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis data penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,
kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dukungan keluarga pada anak Retardasi Mental Ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Yaitu Sedang.
2. Kemampuan sosialisasi anak retardasi mental ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta
2015 Yaitu Cukup.
3. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kemampuan sosialisasi anak
retardasi mental ringan di SLBN 1 Yogyakarta 2015

SARAN
4. Bagi SLBN 1 Bantul Yogyakarta
Bagi SLBN 1 Bantul diharapkan dapat menciptakan kebijakan – kebijakan untuk
merencanakan program yang bisa meningkatkan kemampuan sosialisasi anak retardasi
mental ringan terkait pentingnya dukungan keluarga.

5. Bagi peneliti
Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian yang serupa dengan
melakukan eksperimen bagaimana pengaruh pemberian pengetahuan tentang dukungan
keluarga pada keluarga siswa dengan retardasi mental di SLBN 1 Bantul Yogyakarta,
dengan metode pengumpulan data dan penyebaran kuesioner secara serentak pada
saat itu juga.

6. Bagi keluarga Responden


Hendaknya meningkatkan dukungan keluarga pada siswa yang mengalami
retardasi mental Ringan sehingga dapat mengingkatkan kemampuan sosialisasi pada
anak Retardasi mental ringan di SLBN 1 Bantul Yogyakarta.

231
Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemampuan Sosialisasi Anak (Redi Iriawan)

RUJUKAN
1. Arikunto, S. 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI.
Jakarta: Rineka Cipta.
2. Astuti, N. K 2010. Asas Pengajaran untuk Anak Tunagrahita (online), diakses pada
hari Senin tanggal 15 Juni 2015http://www.balipost.co.id
3. Azwar. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta Pustaka Pelajar
4. Dinda. 2008. Retardasi Mental (online). Diakses pada tanggal 10 juli 2015. http://
medicafarma.blogspot.com/2008/09/retardasi-mental.html
5. Effendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2. EGC:
Jakarta
6. Friedman. M. 1998. Keperawatan Keluarga, alih bahasa Ina Debora R. L. EGC:
Jakarta
7. Hidayat. A.A., 2009. Metode Penelitian Keperawatan Dan Tehnik Analisis Data.
Salemba medika:jakarta
8. Hurlock, E. B, 2005, Perkembangan Anak Jilid 1 Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta
9. Mahfoedz, I. 2007. Statistika Deskriptif Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan,
Kedokteran. Yogyakarta : fitramaya.
10. Maramis, 2004, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya.
11. Notoatmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
12. Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan
Profesional. Edisi ke II. Jakarta: Salemba Medika
13. Rizka, 2009, Observasi Anak Tunagrahita, media release, 16 November, diakses
hari Sabtu 13 Maret 2012 pukul 19.45 WIB. rizkanury.blogspot.com/.../observasi-
anak-tuna-grahita-sedang.html
14. Soetjiningsih, 1998, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta. Hal. 105, 191.
15. Somantri, 2006, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: PT Refika Aditama
16. Sugiono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Cetakan VIII. Bandung: Alfa Beta.
17. Sugiono. 2006. Metodologi Penelitian Administratif. Bandung: Alfa Beta
18. Sugiono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Alfa Beta: Bandung
19. Syani, A 2002, Sosiologi Skematika Teori dan Terapan, Jakarta: PT Bumi Aksara
20. Wong, D. L, 2004,Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, EGC,Jakarta..

232

You might also like